PENDUGAAN UMUR SIMPAN PERMEN JELLY PEPAYA (Carica papaya L.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN UMUR SIMPAN PERMEN JELLY PEPAYA (Carica papaya L.)"

Transkripsi

1 PENDUGAAN UMUR SIMPAN PERMEN JELLY PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh: MULATSIH TRI ATMINI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENDUGAAN UMUR SIMPAN PERMEN JELLY PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MULATSIH TRI ATMINI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi Nama NIM : PENDUGAAN UMUR SIMPAN PERMEN JELLY PEPAYA (Carica papaya L.) : Mulatsih Tri Atmini : F Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Endang Warsiki S.TP, M.Si) (Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA) NIP : NIP : Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : Tanggal Lulus :

4 MULATSIH TRI ATMINI. F Pendugaan Umur Simpan Permen Jelly Pepaya (Carica papaya L). Di bawah bimbingan Endang Warsiki dan Ani Suryani RINGKASAN Pepaya (Carica papaya L) merupakan salah satu jenis buah-buahan yang tergolong ke dalam famili Caricaceae. Buah ini merupakan buah tahunan, sehingga keberadaannya terus ada sepanjang tahun. Perlu dilakukan beberapa upaya untuk memanfaatkan buah pepaya, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis buah pepaya tersebut. Salah satunya adalah dengan mengolah pepaya menjadi produk olahan pepaya. Alternatif produk olahan pepaya yang mungkin dapat dikembangkan adalah permen jelly pepaya. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menghasilkan produk permen jelly pepaya. Tujuan khususnya adalah mengetahui perubahan mutu permen jelly pepaya selama penyimpanan, menduga umur simpan permen jelly pepaya, dan mengetahui kemasan terbaik untuk permen jelly pepaya. Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Pendugaan umur simpan perlu dilakukan untuk mengetahui umur simpan permen jelly pepaya pada kondisi tertentu. Penentuan umur simpan produk dengan metode accelerated storage studies (ASS) dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan menekan laju kerusakan permen jelly pepaya. Pada penelitian ini, permen jelly pepaya dikemas dalam tiga kemasan yang berbeda, yaitu plastik polipropilen (PP), alumunium foil, dan kemasan gelas. Penyimpanan dilakukan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan bahan dan pembuatan permen jelly pepaya, pengemasan dan penyimpanan pada berbagai jenis kemasan dan suhu penyimpanan, analisa mutu produk. Karakterisasi awal bahan adalah proksimat yang meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, ph, aw, dan kadar karbohidrat (by difference). Uji mikrobial yg dilakukan adalah uji total kapang. Selain itu, selama penyimpanan produk diuji mutunya, yaitu kadar air, vitamin C, total asam tertitrasi (TAT), tekstur, warna, dan organoleptik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perubahan kadar air permen jelly pepaya meningkat di semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan. Peningkatan kadar air permen jelly pepaya kemasan plastik PP suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut adalah 0,11, 0,13, 0,16, dan 0,17% per hari, sedangkan kadar air produk kemasan alumunium foil suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut meningkat 0,08, 0,10, 0,13, dan 0,14% per hari, sedangkan pada kemasan gelas pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut meningkat 0,12, 0,15, 0,15 dan 0,19% per hari. Vitamin C dan Total Asam Tertitrasi (TAT) permen jelly pepaya menurun 0,01% per hari di semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan. Nilai tekstur permen jelly pepaya mengalami peningkatan di setiap kemasan dan suhu penyimpanan. Hal ini berarti permen jelly pepaya menjadi lebih lunak. Peningkatan nilai tekstur permen jelly pepaya kemasan plastik PP

5 suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut adalah 0,06, 0,07, 0,07, dan 0,07% per hari. Pada kemasan alumunium foil suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut meningkat 0,05, 0,05, 0,06, dan 0,07% per hari, sedangkan pada kemasan gelas pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut meningkat 0,05, 0,07, 0,08, dan 0,09% per hari. Penurunan kualitas warna permen jelly pepaya ditandai dengan menurunnya nilai L (tingkat kecerahan). Penurunan nilai L permen jelly pepaya kemasan plastik PP suhu 5, 15, 25, dan 35 berturut-turut turun 0,20, 0,21, 0,21, dan 0,22% per hari. Pada kemasan alumunium foil suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut turun 0,15, 0,18, 0,18, dan 0,19% per hari, sedangkan pada kemasan gelas pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C berturut-turut turun 0,15, 0,16, 0,18, dan 0,18% per hari. Hasil uji organoleptik permen jelly pepaya pada semua perlakuan selama penyimpanan mengalami penurunan. Tidak ada penolakan panelis terhadap atribut penerimaan umum. Secara keseluruhan, penurunan mutu yang terjadi pada ke dua belas perlakuan masih dapat diterima oleh konsumen hingga hari ke-42. Berdasar parameter kadar air dengan titik kritis 20%, umur simpan permen jelly pepaya kemasan plastik PP suhu 5 C adalah 116 hari, suhu 15 C adalah 102 hari, suhu 25 C adalah 91 hari, dan suhu 35 C adalah 82 hari. Pada kemasan alumunium foil suhu 5 C adalah 156 hari, suhu 15 C adalah 133 hari, suhu 25 C adalah 116 hari, dan suhu 35 C adalah 101 hari, sedangkan pada kemasan gelas suhu 5 C adalah 103 hari, suhu 15 C adalah 93 hari, suhu 25 C adalah 84 hari, dan suhu 35 C adalah 77 hari. Dengan demikian, kemasan yang baik untuk produk permen jelly pepaya adalah alumunium foil.

6 MULATSIH TRI ATMINI. F Shelf Life Prediction of Papaya (Carica papaya L) Jelly Candy. Supervised by Endang Warsiki and Ani Suryani SUMMARY Papaya (Carica papaya L) is a kind of fruits which is concluded in Caricaceae family. This fruit is a yearly fruit so it exists for a whole year. It is needed to make some efforts in order to utilize papaya, then it will increase the economic value of papaya. One of them is by making processed product from papaya, for example papaya jelly candy. The general aim of this research was to produce papaya jelly candy. The special aim of this research was to know the quality changing during storage, also predict shelf-life of the product, and to know the best packaging for the product of papaya jelly candy. Shelf life is time that is needed for a product in a certain storage condition to get into a certain level of quality. Shelf life is determinated by using accelerated storage studies (ASS) method. It was done by using such condition that could accelerate the degradation process of quality of the product. The packaging and storage condition is assumed could lengthen product s shelf life and suppress degradation rate of papaya jelly candy. In this research, papaya jelly candy was packed in three different packaging. Those were polypropylene (PP) plastic, aluminum foil and glass packaging. Storage was held at 5, 15, 25, and 35 C. This research consists of three stages. Firsting, the material preparation and making of papaya jelly candy. Second, packing and storage papaya jelly candy in different packaging and storage temperature. Third, analysis quality product. Material characterized before treatment, with proximate and microbial analysis. Proximate analysis consisted of water, ash, protein, fat, high fiber content, carbohydrate, ph, and a w. Microbial analysis included mold analysis of papaya jelly candy. Besides that, there was another analysis to know material characterization during storage. Those are water content, total titrated acid, vitamin C content, texture, color analysis, and sensory evaluation test. Based on the research result, it was known that quality of papaya jelly candy was changing during storage. Water content of papaya jelly candy was increasing in every packaging and at every temperature of storage. Water content increased in PP plastic packaging at 5, 15, 25, and 35 C, were 0,11, 0,13, 0,16, and 0,17% respectively per day. Water content increasing of papaya jelly candy in aluminum foil packaging at 5, 15, 25, and 35 C were 0,08, 0,10, 0,13, and 0,14% per day. While water content increasing of papaya jelly candy in glass packaging the same temperature were 0,12, 0,15, 0,15 and 0,19% per day. Vitamin C content and Total Titrated Acid of papaya jelly candy decreased 0,01% per day in all of packaging and all storage temperature. Texture of papaya jelly candy increased in every kind of packaging. This sign indicated that papaya jelly candy became softer than before. The increasing texture value of papaya jelly candy in PP plastic packaging at 5, 15, 25, and 35 C were 0,06, 0,07, 0,07, and 0,07% respectively per day. The increasing texture value of papaya jelly candy in aluminum foil packaging and at 5, 15, 25, and 35 were 0,05, 0,05, 0,06, and 0,07% per day. The increasing texture value of

7 papaya jelly candy in glass packaging and at 5, 15, 25, and 35 C were 0,05, 0,07, 0,08 and 0,09% per day. The decreasing of color quality of papaya jelly candy was marked by the increasing of value of L. The decreasing of L value of papaya jelly candy in PP plastic packaging and at 5, 15, 25, and 35 C were 0,20, 0,21, 0,21, and 0,22% per day. The decreasing of L value of papaya jelly candy in aluminum foil packaging and at 5, 15, 25, and 35 C were 0,15, 0,18, 0,18, and 0,19% per day. The decreasing of L value of papaya jelly candy in glass packaging and at 5, 15, 25, and 35 C were 0,15, 0,16, 0,18 and 0,18% per day. Results of sensory evaluation test of papaya jelly candy for all of treatments during storage increased. There was no panelist s denial of general acceptance attributes. Commonly, quality degradation that was happened on 12 treatments could still accepted by consumers until the 42 th day. Based on water content parameter with critical point of 20%, shelf life of papaya jelly candy in PP at 5 C was 116 days, at 15 C was 102 days, at 25 C was 91 days and at 35 C was 82 days. Shelf life of papaya jelly candy in aluminum foil at 5 C was 156 days, at 15 C was 133 days, at 25 C was 116 days and at 35 C was 101 days. Meanwhile, shelf life of papaya jelly candy in glass at 5 C was 103 days, at 15 C was 93 days, at 25 C was 84 days and at 35 C was 77 days. It is concluded that, the best packaging for papaya jelly candy was aluminum foil.

8 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul: Pendugaan Umur Simpan Permen Jelly Pepaya (Carica papaya L.) Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Bogor, Mei 2010 Yang Membuat Pernyataan, Mulatsih Tri Atmini NRP. F

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Wonogiri pada tanggal 24 Juli 1986 dengan nama lengkap Mulatsih Tri Atmini. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Slamet Riyanto dan Siti Juaren Budiastuti. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Pertiwi Wuryantoro, SDN Wuryantoro II, SLTP Negeri 3 Wonogiri, dan SMA Negeri 1 Wonogiri. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Pada tahun 2006, penulis masuk Mayor Departemen Teknologi Industri Pertanian dengan Supporting Course. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis menjadi anggota Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, serta aktif menjadi pengurus organisasi di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian Departemen kesekretariatan biro Administrasi dari tahun 2006 s.d Penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Peralatan Industri pada tahun Tahun 2008 penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT. Heinz ABC Indonesia dengan kajian Teknologi Proses Produksi, Teknologi Pengemasan, Penyimpanan, dan Transportasi Produk di PT. Heinz ABC Indonesia. Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian akhir dalam rangka memperoleh gelar sarjana dengan judul Pendugaan Umur Simpan Permen Jelly Pepaya (Carica papaya L.).

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing utama yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan perhatian kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Drs. Purwoko, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan saran dalam penyempurnaan skripsi. 4. Ibu Syafrida selaku ketua proyek penelitian dari Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika. 5. Kedua orang tua, keempat kakakku, keempat ponakanku, atas doa, dukungan, semangat, dan inspirasi yang telah diberikan. 6. Seluruh staf dan karyawan PKBT : Ibu Sriani, Mas Fatkan, Bapak Ibram, Mbak Aline, Mbak Dede, Mas Ubay, Bapak Kosim, Bapak Heri, Ibu Yuyun yang telah membantu dalam persiapan bahan, ilmu, keramahan, keceriaan, kekeluargaan, persahabatan, canda-tawa serta suka-duka selama penelitian berlangsung. 7. Seluruh laboran dan teknisi, terutama Bapak Sugiardi, Ibu Ega, Bapak Gunawan, Ibu Rini, dan Ibu Sri, terimaksih atas saran, bantuan, dan ilmu yang diberikan 8. Dewi sebagai teman satu tim proyek, terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya. i

11 9. Marlina Nurul Magribi dan Juanda Sianturi sebagai teman satu bimbingan, terima kasih atas kebersamaan dan perjuangan kita. 10. Roisah, Rima, Pute, Anas, Amel, Rey, Ipul, Tika, Novi, Nunung, serta seluruh penghuni laboratorium, terima kasih atas bantuan, dukungan, dan perhatiannya, serta pinjaman alat-alat dan aquadesnya. 11. Teman-teman TIN 42, kita telah berjuang bersama hingga akhir, terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan ini. 12. Penghuni Villa Cempaka dan Harmony 2, terimakasih atas kenyamanan dan canda tawa yang diberikan. 13. Teman, sahabat, dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungannya. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amin. Bogor, Mei 2010 Penulis ii

12 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN.... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pemanis Karagenan Permen Jelly Pengemasan dan Penyimpanan Kemasan Umur Simpan III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik kemasan Kondisi Penyimpanan Perubahan Mutu Penentuan Parameter Kritis dan Titik Kritis Mutu Umur Simpan Permen Jelly Pepaya iii

13 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi pepaya di Indonesia... 1 Tabel 2. Ciri-ciri pepaya IPB Tabel 3. Komposisi kimia buah pepaya matang per 100 gram buah... 5 Tabel 4. Komposisi kimia wadah gelas komersial Tabel 5. Karakteristik awal produk permen jelly pepaya Tabel 6. Persyaratan mutu permen jelly menurut SNI Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan Tabel 8. Nilai k dan Ln k parameter kadar air Tabel 9. Nilai E, ln k 0, k 0, dan k tiap suhu penyimpanan parameter kadar air Tabel 10. Umur simpan permen jelly pepaya Tabel 11. Prediksi mutu permen jelly pepaya sampai kadaluarsa v

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur umum polipropilen Gambar 2. Grafik antara nilai ln K dan 1/T dalam persamaan Arrhenius Gambar 3. Diagram alir pembuatan permen jelly pepaya Gambar 4. Diagram alir penelitian Gambar 5. Kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar yang digunakan untuk mengemas permen jelly pepaya Gambar 6. Perubahan kadar air permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 7. Perubahan vitamin C permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 8. Perubahan total asam tertitrasi (TAT) permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 9. Perubahan tekstur permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 10.Perubahan warna (L) permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 11.Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut rasa permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 12.Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut aroma permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 13.Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut tekstur permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 14.Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut warna permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar vi

16 Gambar 15.Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut penerimaan umum permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar Gambar 16.Grafik hubungan Ln k dan 1/T vii

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisa Lampiran 2. Persamaan regresi perubahan mutu Lampiran 3. Data nilai kadar air (%) selama penyimpanan (wet basis) Lampiran 4. Data nilai kadar air (%) selama penyimpanan (dry basis) Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Data nilai vitamin C (mg/100gram) selama penyimpanan (wet basis) Data nilai vitamin C (mg/100gram) selama penyimpanan (dry basis) Data nilai total asam tertitrasi (%) selama penyimpanan (wet basis) Data nilai total asam tertitrasi (%) selama penyimpanan (dry basis) Lampiran 9. Data nilai tekstur selama penyimpanan Lampiran 10. Data nilai warna (L) selama penyimpanan Lampiran 11. Laju perubahan mutu tiap parameter (% per hari) Lampiran 12. Data uji lanjut organoleptik selama penyimpanan Lampiran 13. Contoh perhitungan umur simpan permen jelly pepaya viii

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu jenis buah-buahan yang tergolong ke dalam famili Caricaceae. Spesies ini merupakan spesies paling penting di antara dua puluh tiga spesies Carica lainnya. Buah pepaya merupakan salah satu buah yang digemari masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri karena memiliki rasa yang enak dan aroma yang khas. Buah ini merupakan buah tahunan, sehingga terus ada sepanjang tahun. Buah pepaya merupakan salah satu buah eksotik dari negara tropis yang sangat potensial untuk dikembangkan. Menurut Data Biro Pusat Statistik Indonesia, produksi pepaya di Indonesia cukup tinggi dan stabil, mencapai angka enam ratus ton. Angka produksi pepaya di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi pepaya di Indonesia Tahun Produksi Pepaya (Ton) , , , , ,52 Sumber: Biro Pusat Statistik (2009) Seperti jenis hortikultura lainnya, kurang lebih 20-40% hasil panen pepaya mengalami cacat fisik, sehingga ditolak pada pasaran buah segar. Angka ini tentu saja cukup tinggi, oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis dan daya guna buah pepaya yang tak terspesifikasi untuk kepentingan buah segar. Salah satunya adalah dengan mengolah pepaya menjadi produk olahan pepaya. Alternatif produk olahan pepaya yang dapat dikembangkan adalah permen jelly pepaya. Permen jelly adalah kembang gula lunak yang terbuat dari komponen-komponen bubur buah, gula atau pemanis lainnya, dan bahan pembentuk gel. Kembang gula ini mempunyai mempunyai tekstur yang khas, yaitu kenyal dan elastis. 1

19 Proses pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan diperlukan untuk mendapatkan mutu permen jelly pepaya yang baik. Setelah itu, proses pengemasan dan penyimpanan menjadi faktor penting yang harus diperhatikan untuk mempertahankan mutu produk tersebut. Pengemasan merupakan salah satu cara memberikan kondisi yang tepat bagi pangan untuk mempertahankan mutunya dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al., 1987). Kemasan kaca, alumunium foil, dan plastik jenis PP (polypropilen) banyak digunakan untuk mengemas permen di pasaran. Belum ada penelitian yang melaporkan pengaruh penggunaan tiga jenis kemasan tersebut pada permen, khususnya permen jelly pepaya. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap mutu permen jelly pepaya selama penyimpanan. Selanjutnya, pendugaan umur simpan permen jelly pepaya dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu cara pendugaan umur simpan yang cepat dan cukup akurat adalah melalui metode akselerasi (Accelerated Storage Studies) dengan menggunakan pendekatan metode Arrhenius. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu permen jelly pepaya pada kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda selama jangka waktu tertentu, menentukan umur simpannya, dan mendapatkan kemasan yang lebih baik untuk permen jelly pepaya. 2

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nicaragua. Menurut Kalie (1999), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan pepaya diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Klas : Dicotyledone (biji berkeping dua) Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Genus : Carica Species : Carica papaya L. Famili Caricaceae termasuk famili kecil dari tanaman dikotiledon yang terdiri dari empat genus yaitu: carica, jarilla, jacaratia yang berasal dari Amerika Tropis dan cylicomorpha dari daerah Afrika ekuatorial. Genus carica adalah genus paling penting dalam famili Caricaceae yang terdiri atas 24 spesies, dan salah satunya adalah Carica papaya L. (Kalie,1999). Tinggi pohon pepaya dapat mencapai delapan sampai sepuluh meter dengan akar yang kuat dan batang tidak bercabang. Namun, cabang dapat dibentuk dengan melakukan pemotongan pada pucuk. Batang tanaman berbentuk bulat lurus berbuku-buku, berongga di bagian tengahnya, dan tidak berkayu. Daun pepaya tersusun secara melingkar pada batang, lembar daunnya menjari dengan warna permukaan atas berwarna hijau muda. Pepaya memiliki tiga jenis bunga, yaitu bunga jantan (masculus), bunga betina (femineus), dan bunga sempurna atau hermaprodit (Rukmana, 1995). Tanaman pepaya dapat tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian seribu meter di atas permukaan air laut dan pada umumnya tumbuh di lokasi yang cukup tersedia air, curah hujan mm per tahun dan merata sepanjang tahun. 3

21 Suhu optimal pertumbuhan tanaman berkisar antara o C, suhu minimum 15 o C, dan suhu maksimum 43 o C (Kalie,1999). Varietas pepaya dikenal dari bentuk, ukuran, warna, rasa, dan tekstur buahnya. Varietas pepaya yang banyak ditanam di Indonesia adalah pepaya semangka, pepaya jinggo, dan pepaya cibinong. Selain itu, juga dikenal varietas pepaya mas, pepaya item, dan pepaya ijo (Kalie, 1999). Salah satu jenis pepaya yang dikembangkan saat ini adalah pepaya IPB 1 yang ciri-cirinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ciri-ciri pepaya IPB 1 Parameter Unit Nilai Warna batang Warna petiole Bentuk sinus daun Bentuk gerigi daun Warna daging buah Warna kulit buah Tipe daun Warna bunga Bentuk Ukuran buah Umur petik (hari setelah anthesis) Rasa daging buah Panjang buah Diameter buah (cm) Bobot per buah (gram) Kadar air (%) Kadar vitamin C (mg/100g) cm cm g % mg/100g Coklat keabu-abuan Hijau sedikit ungu kemerahan Agak tertutup Cembung Jingga Hijau muda Putih Buah lonjong Kecil ± 140 Sangat manis (11-12 o Brix) 14 ± 1 10 ± ± ± ± 30 Sumber: PKBT (2004) Buah pepaya secara keseluruhan mirip buah melon, berongga, bentuk buah lonjong, mempunyai aroma yang khas, warna daging kuning, orange sampai merah cerah. Rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Nilai gizi buah ini cukup tinggi karena mengandung banyak provitamin A dan 4

22 vitamin C, serta kalsium. Komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah Komponen Satuan Buah matang Buah mentah Energi Air Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A Vitamin B Vitamin C Kalsium Besi Phospor kalori g g g g IU mg mg mg mg mg 46,0 86,7 0,5-12,2 365,0 0,04 78,0 23,0 1,7 12,0 26,0 92,3 2,1 0,1 4,9 50,0 0,02 19,0 50,0 0,4 16,0 Sumber: Kalie (1999) Dari Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia buah pepaya matang dan mentah per 100 gram buah. Buah-buahan umumnya mengandung beberapa macam asam organik, dimana di dalam buah pepaya kandungan gula lebih besar dari asam, sehingga rasa manis lebih dominan. Selama pematangan buah pepaya yang disimpan pada suhu kamar akan mengalami peningkatan kandungan asam tertitrasi. Akan tetapi, setelah buah lewat matang kandungannya akan menurun (Kalie, 1999). Menurut Chan dan Kwok (1971) yang dikutip Kalie (1999), asamasam yang terkandung dalam pepaya antara lain asam ketoglutarat, sitrat, malat, tertarat, asam askorbat, dan galakturonat. Kandungan vitamin C untuk buah matang lebih tinggi dari buah mentah karena selama masa pematangan terjadi peningkatan persentase karoten dan xantofil, dan akibat adanya metabolisme polisakarida dalam dinding sel yang menyebabkan kadar gula meningkat. Stabilitas vitamin C (asam askorbat) akan meningkat dengan menurunnya ph. Laju oksidasi asam askorbat sebanding dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam bahan pangan. Oksidasi asam askorbat akan menghasilkan bentuk monoanion dari asam askorbat dan diikuti dengan pembentukan asam 5

23 dehidroaskorbat yang masih memiliki aktivitas vitamin C. Apabila terjadi dekomposisi hidrolitik dari asam dehidroaskorbat, maka akan terbentuk asam 2,3- diketoglutanat yang sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C. Reaksi lebih lanjut dari asam 2,3- diketoglutanat tidak memberikan dampak lagi terhadap nilai gizi bahan pangan, tetapi akan menimbulkan perubahan flavor dan warna yang dikaitkan dengan reaksi pencoklatan. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, stabilitas vitamin C juga dipengaruhi oleh adanya enzim, konsentrasi gula dan garam, konsentrasi awal asam askorbat, dan rasio antara asam askorbat dengan asam dehidroaskorbat (Winarno dan Aman, 1981). Karoten merupakan prekusor vitamin A yang banyak terdapat di dalam pepaya. Biasanya perubahan warna pada kulit buah menunjukkan kematangan buah, begitu pula halnya dengan pepaya. Perubahan warna buah pepaya dari hijau menjadi kemerahan disebabkan penurunan klorofil, sehingga warna karotenoid mulai terlihat. Perbedaan warna pada pepaya merah dan kuning adalah adanya likopen, dimana buah pepaya kuning tidak terdapat likopen. Total karoten yang dikandung dalam pepaya mengkal adalah 3,7 mg per 100 gram, sedangkan pada pepaya berwarna matang total karotennya adalah 4,2 mg per 100 gram (Winarno dan Aman, 1981). Tingkat kemasakan buah pepaya biasanya dinyatakan dalam bentuk buah muda, buah tua, buah mengkal, dan buah terlalu masak. Buah pepaya dipanen pada stadium mendekati matang pohon, yakni setelah buah menunjukkan garisgaris menguning. Untuk pemasaran setempat biasanya buah dipetik pada tingkat kemasakan mengkal, sedangkan untuk pemasaran jarak jauh buah dipetik pada tingkat kemasakan tua. Buah masak mengkal bila kulit buah di bagian ujung tampak mulai menguning, sedangkan daging buah masih tetap keras. Buah pepaya yang masak ditandai dengan kulit dan dagingnya berwarna cerah, rasanya manis, dan aromanya sudah tercium. 2.2 Pemanis Pemanis merupakan bahan yang umum terdapat pada makanan. Berdasarkan kemampuan metabolismenya, bahan pemanis digolongkan menjadi dua, yaitu nutritive sweetener dan non-nutritive sweetener. Nutritive sweetener 6

24 adalah pemanis yang dapat dimetabolis tubuh seperti sukrosa dan glukosa, sedangkan non-nutritive sweetener adalah pemanis yang tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh seperti sakarin, siklamat, acesulfame-k, dan sorbitol (Nicole,1979). Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous, dan larut dalam air. Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pembentuk cita rasa, bahan pengisi, dan pengawet (Nicole,1979), Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting, karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dapat menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak memiliki after taste yang meninggalkan rasa pait di lidah. Sukrosa dikatakan mampu membentuk citarasa yang baik, karena kemampuannya menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin, atau melebihi pembentukan karamelisasi (Nicole,1979). Sukrosa dapat digunakan sebagai pengawet dikarenakan kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30% akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat oksidase dan pada konsentrasi 50% akan menghambat enzim katalase (Nicole,1979). 2.3 Karagenan Karagenan adalah polisakarida linear yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester (Angka dan Suhartono, 2000). Karagenan diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, kappa: 25-30%, iota: 28-35%, dan lambda: 32-39%. Larut dalam air panas (70 o C), air dingin, susu, dan larutan gula, sehingga sering digunakan sebagai bahan pengental/penstabil pada minuman atau makanan. Karagenan dapat membentuk gel dengan baik, sehingga banyak digunakan sebagai gelling agent dan pengental (Suptijah, 2002). 7

25 Sifat-sifat yang dimiliki karagenan antara lain: kelarutan, ph, stabilitas, viskositas, pembentukan gel, dan reaktivitas dengan protein. Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya unit bermuatan (ester sulfat) dan penyusun dalam polimer karagenan. Karagenan biasanya mengandung unsur yang berupa garam yodium dan potasium yang juga berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karagenan. Tulisan di bawah ini menjelaskan sifat-sifat umum karagenan yaitu: (i) Kelarutan Semua karagenan larut di dalam air pada suhu di atas 70 o C. dalam air dingin, hanya α-karagenan dan garam natrium dari κ- dan ι- karagenan yang larut (Glicksman, 1983). Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tipe karagenan, pengaruh ion, ph, dan komponen organik larutan. Dikaitkan molekulnya, kelarutan karagenan terutama dikendalikan oleh derajat hidrofiliknya, yaitu gugus ester sulfat dan unit galaktosa-piranosa yang berlawanan dengan unit 3,6-anhidro-galaktosa yang bersifat hidrofobik (Towle, 1973). Di samping kelarutan dalam air, karagenan juga memiliki sifat kelarutan dalam media cair lainnya, misalnya dalam susu panas, sedangkan dalam susu dingin hanya α-karagenan yang mempunyai kelarutan tinggi. Dalam kelarutan sukrosa panas dengan konsentrasi 65% κ- dan α-karagenan larut, sedangakan ι- karagenan sedikit larut dalam kondisi ini (Glicksman, 1983). (ii) Pembentukan Gel Karagenan jenis κ- dan ι- mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan yang panas dibiarkan menjadi dingin. Proses ini bersifat reversibel, artinya gel mencair pada pemanasan dan cairan akan menbentk gel kembali pada saat pendinginan (Glicksman, 1983). Terbentuknya gel ini sebagai akibat pembentuk struktur double helix oleh polimer karagenan. Konsistensi gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan tipe karagenan, konsentrasi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat terbentuknya hidrokoloid (Towle,1973). Pada proses pembentukan gel dari κ- dan ι-karagenan dibutuhkan kation tertentu. Dalam aplikasi pangan ada tiga kation yang paling umum digunakan, yaitu natrium, kalium, dan kalsium serta beberapa ion lainnya seperti amonium, barium, rubidium, dan cecium, (Moirano,1977). Adanya ion kalium pada gel κ- 8

26 karagenan dapat menaikkan kekerasan dan suhu pembentukan gel. Ion kalsium dan barium menaikan kekakuan gel karagenan. Ion rubidium dan cesium juga dapat menyebabkan gelasi κ-karagenan. Ion kalium menyebabkan gel κ- karagenan elastis dan transparan, sedangkan ion kalsium menyebabkan gel ι- karagenan rapuh. Penambahan ion natrium pada gel κ-karagenan membuat gel menjadi pendek dan rapuh. Letak gugus sulfat pada struktur molekul karagenan sangat berpengaruh terhadap kemampuan karagenan untuk membentuk gel. Demikian pula derajat keteraturan rantai polimer menentukan kemampuan membentuk gel. Suatu modifikasi struktural dapat dilakukan dengan mengubah unit yang mengandung sulfat pada C 6 di ikatan (1 4) menjadi unit 3,5-anhidro galaktosa akan meningkatkan kemampuan membentuk gel dan kekuatan gel (Towle,1973). (iii) Stabilitas Karagenan akan stabil pada ph 7 atau lebih tinggi, sedangkan ph yang lebih rendah dari 7, stabilitas karagenan menurun khususnya dengan peningkatan suhu (Moirano,1977; Glicksman,1983). Pada ph rendah dari 7, polimer karagenan terhidrolisis sehingga kemampuan untuk membentuk gel menjadi hilang. Namun, pada penerapannya, suatu gel terbentuk pada ph di bawah 7 dan hidrolisis terjadi tidak lama sehingga gel dapat stabil (Glicksman,1983). Hal ini disebabkan beberapa karagenan mengandung ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang tinggi, sehingga tidak mudah terhidrolisis dan dapat digunakan dalam aplikasi pangan pada ph rendah sebagai pengental, misalnya ph 3,0-4,0. Misalnya, kappa karagenan dan iota karagenan dapat digunakan sebagai gelling agent pada ph rendah (Moraino,1977). 2.4 Permen Jelly Permen jelly merupakan permen yang terbuat dari komponen-komponen air, flavor, gula, dan bahan pembentuk gel. Permen jelly mempunyai penampakan jernih, transparan, serta mempunyai tekstur yang elastis dengan kekenyalan tertentu. Adanya partikel-partikel yang tersuspensi seperti protein, tanin, dan polisakarida (pati) menyebabkan warna permen jelly yang dihasilkan menjadi keruh (Jackson, 1995). Pembuatan permen jelly meliputi pencampuran gula yang 9

27 dimasak dengan kandungan padatan yang diperlukan dan penambahan bahan pembentuk gel (gelatin, agar, pektin, atau karagenan) dengan cita rasa dan aroma, serta bentuk yang menarik. Kekerasan dan tekstur permen jelly banyak tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan. Permen jelly memerlukan bahan pelapis yang dapat berupa tepung tapioka, tepung gula, atau campuran dari keduanya. Hal ini dikarenakan permen jelly memiliki sifat kencenderungan menjadi lengket satu sama lain karena sifat dari gula pereduksi yang membentuk permen. Adanya bahan pelapis ini akan memudahkan dalam pengemasan dan dapat menambah rasa manis (Jackson, 1995). Kekerasan dan tekstur permen jelly tergantung pada bahan pembentuk gel yang digunakan. Jelly gelatin mempunyai konsistensi yang lunak dan bersifat seperti karet, sedangkan jelly agar-agar bersifat lunak dan agak rapuh. Pektin menghasilkan tekstur yang sama dengan agar-agar, tetapi gelnya lebih baik pada ph rendah, sedangkan karagenan menghasilkan gel yang kuat (Bukle et al.,1987). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), kerusakan utama pada hasil olahan permen jelly adalah sebagai berikut: (i) Terbentuknya kristal-kristal karena bahan yang terlarut cukup banyak, sedangkan gula tidak cukup melarut sehingga mengkristal kembali. (ii) Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah atau karena pembentuk gel yang tidak cukup. (iii) Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup, karena kadar gula yang terlalu tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan pembentuk gel. (iv) Pengeluaran air dari gel karena terlalu banyak asam. Permen jelly termasuk dalam pangan semi basah yang mempunyai kadar air sekitar 10-40% dan nilai a w berkisar 0,6-0,9 (Bukle et al.,1987). Kondisi ini telah cukup menghambat aktivitas biologis dan biokimia, sehingga tidak mudah terjadi kerusakan. Prinsip pengolahan permen sesuai dengan pengolahan pangan semi basah yaitu menurunkan nilai a w produk pada suatu tingkat tertentu sehingga mikroba patogen tidak tumbuh. Walaupun demikian, kandungan air produk ini masih cukup tinggi, sehingga dapat dimakan tanpa melakukan rehidrasi terlebih dahulu. Produk ini cukup kering dan stabil selama penyimpanan (Leisner dan 10

28 Rodel, 1976). Mutu permen jelly diatur dalam SNI tentang kembang gula lunak. Muchtadi et al. (1979) menyebutkan bahwa jelly merupakan produk yang dibuat dari sari buah yang dipekatkan, jernih, transparan, bebas dari pulp atau partikel asing, konsistensinya stabil, dan cukup kukuh mempertahankan bentuknya bila dikeluarkan dari wadah. Jelly buah merupakan satu diantara produk makanan yang sudah dikenal dan sangat popular di kalangan masyarakat. Dapat dibuat dari buah yang cacat rupa, berukuran kecil, buah yang kurang matang, kulit buah, hati buah atau buah yang terjatuh oleh angin, sehingga dalam hal ini nilai ekonomis buah lebih meningkat (Woodroof dan Luh, 1975). Jelly merupakan makanan sumber kalori yang tinggi, karena mengandung kadar gula yang tinggi, dimana mudah diabsorpsi oleh usus manusia dan memberikan energi tubuh dengan cepat Muchtadi et al. (1979). 2.5 Pengemasan dan Penyimpanan Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk serta penunjang bagi kelancaran transportasi dan distribusi yang merupakan bagian terpenting dari suatu usaha untuk mengatasi persaingan dalam pemasaran produk. Pengemasan yang sempurna dilakukan untuk mempertahankan mutu suatu produk. Tujuan dari proses pengemasan adalah melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Hasil pengolahan dapat dikendalikan dengan pengemas, termasuk pengendalian cahaya, konsentrasi oksigen, kadar air, perpindahan panas, kontaminasi, dan serangan makhluk hayati (Harris dan Karnas,1989). Pengemasan dapat memperlambat kerusakan produk, menahan efek yang bermanfaat dari proses, memperpanjang umur simpan, dan menjaga atau meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Pengemasan juga dapat melindungi produk dari tiga pengaruh luar, yaitu kimia, biologis, dan fisik. Perlindungan kimia mengurangi perubahan komposisi yang cepat oleh pengaruh lingkungan, seperti terpapar gas (oksigen), uap air, dan cahaya (cahaya tampak, infra merah atau ultraviolet). Perlindungan biologis mampu menahan mikroorganisme (patogen dan agen pembusuk), serangga, hewan pengerat, dan hewan lainnya. 11

29 Perlindungan fisik menjaga produk dari bahaya mekanik dan menghindari goncangan dan getaran selama pendistribusian (Marsh dan Betty, 2007). Adanya kesadaran mengenai daya tahan berbagai produk menuntut kesadaran akan perlunya penyimpanan. Penyimpanan suatu bahan merupakan salah satu upaya agar produk dapat dinikmati oleh konsumen sebelum terjadi kerusakan, sehingga selama penyimpanan harus selalu diusahakan agar produk tidak mengalami penurunan mutu yang besar. Penyimpanan bahan pangan berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan (Syarief dan Halid, 1993). Kelembaban dan suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penyimpanan. Kelembaban sangat berperan dalam menentukan mutu bahan dan proses kerusakan selama penyimpanan. Kadar air suatu bahan akan meningkat jika disimpan dalam ruangan dengan kelembaban yang tinggi. Kadar air yang tinggi akan membantu pertumbuhan mikroorganisme dan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu produk. Bahan yang disimpan akan menyerap uap air dari udara atau melepaskannya sampai tekanan uap air dalam bahan sama dengan tekanan uap air udara ruang penyimpanan. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kadar air tertentu yang dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan tersebut. Kelembaban udara ruang penyimpanan berhubungan dengan aktivitas air suatu bahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme (Syarief dan Halid,1993). Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu, dalam menduga kecepatan penurunan mutu makanan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhitungkan (Syarief dan Halid,1993). Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis, atau pertumbuhan mikroba. Semakin rendah suhu, semakin lambat proses tersebut. Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan, dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15 o C. Pendinginan adalah 12

30 penyimpanan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai +10 o C, sedangkan penyimpanan beku adalah penyimpanan di bawah suhu -2 o C (Winarno dan Jenie,1983). Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme. Oleh karena itu, penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh keaktifan responsi menurun, tetapi juga terjadinya penghambatan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai 5-8 o C. Walaupun suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan atau aktivitas mikroba atau mungkin membunuh beberapa bakteri, tetapi pendinginan maupun pembekuan tidak dapat digunakan untuk membunuh semua bakteri (Winarno et al.,1980). Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di antaranya adalah suhu, ph, aktivitas air, adanya oksigen, dan tersedianya zat makanan. Oleh karena itu, kecepatan pertumbuhan mikroba dapat diubah dengan mengubah faktor lingkungan tersebut. Semakin rendah suhu yang digunakan dalam penyimpanan maka semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff,1979). Faktor yang mempengaruhi proses pendinginan bahan adalah suhu, kecepatan udara dalam ruang pendinginan, komposisi atmosfer serta ada tidaknya sinar ultra violet. Penggunaan suhu rendah yang tepat dapat menghambat: (i) respirasi dan kegiatan-kegiatan metabolik lainnya; (ii) penuaan karena pematangan, pelunakan, perubahan-perubahan tekstur dan warna; (iii) kehilangan air; (iv) kerusakan yang disebabkan oleh serbuan bakteri, jamur, dan khamir; (v) pertumbuhan yang tak diinginkan; dan (vi) perubahan-perubahan rasa dan bau (Pantastico,1986). 2.6 Kemasan Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. UK Institute of Packaging memberikan tiga definisi kemasan: 13

31 (i) sistem terkoordinasi dalam pembuatan barang untuk transportasi, distribusi, penyimpanan, perdagangan eceran, dan penggunaan akhir; (ii) suatu sarana untuk menjamin sistem penghantaran yang aman kepada konsumen terakhir dalam kondisi yang baik dengan biaya seminimal mungkin; (iii) suatu fungsi tekno ekonomi dengan tujuan agar biaya semurah mungkin, dan memaksimalkan perdagangan (atau dengan kata lain keuntungan). Secara teoritis, kemasan dinilai ideal apabila secara kimia inert total dan memungkinkan bahan makanan mempertahankan karakteristik aslinya. Akan tetapi, pada kenyataannya jarang sekali ada bahan pengemas yang benar-benar inert, beberapa reaksi tidak dapat dihindari dan dicegah tergantung dari sifat-sifat bahan pengemas dan tipe makanan yang dikemas (Agoes, 2004). Kemasan dapat ditinjau berdasarkan bahan dasar, konstruksi, bentuk, dan fungsinya. Berdasarkan bahannya, kemasan yang semula dari bahan tradisional, sekarang telah berkembang dengan menggunakan bahan modern seperti metal baja, alumunium, kaca, kertas, dan plastik. Berdasarkan konstruksinya, kemasan dapat berupa lapis tunggal, lapis ganda, dan lapis majemuk. Berdasar bentuknya, kemasan dapat berbentuk kaleng, tube, sachet, botol, gelas, mangkuk, kotak, karton, karung, dan drum (Soekarto dan Nur, 2004). Berdasarkan fungsinya, kemasan dibagi menjadi dua yaitu kemasan untuk pengangkutan dan distribusi (shiping/delivery package) dan kemasan untuk perdagangan eceran atau supermarket (retail package). Pemakaian material dan pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedangkan kemasan untuk eceran diutamakan materi atau material yang dapat memikat konsumen untuk membeli (Peleg,1985). Beberapa persyaratan kemasan makanan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: (i) permeabilitas terhadap udara; (ii) tidak dapat menyebabkan penyimpangan warna produk; (iii) tidak bereaksi, sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya, tidak mudah teroksidasi atau bocor; (iv) tahan panas; (v) mudah dikerjakan; (vi) harganya murah. Kerusakan yang terjadi pada bahan 14

32 pangan dapat terjadi secara spontan. Hal ini disebabkan oleh lingkungan luar. Pengemasan juga digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu tertentu (Buckle et al.,1987). Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu produk. Perubahan fisik dan kimia dapat terjadi karena migrasi zat-zat kimia pada bahan kemasan. Selain itu juga perubahan aroma, warna, dan tekstur yang dipengaruhi uap air dan oksigen (Syarief et al.,1989) Kemasan Plastik Plastik merupakan senyawa polimer dari turunan-turunan monomer hidrokarbon yang membentuk molekul-molekul dengan rantai panjang dari reaksi polimerisasi adisi atau polimerisasi kondensasi. Sifat-sifat plastik sangat tergantung pada jumlah molekul dan susunan atom molekul. Plastik dalam bentuk produk akhir terdiri dari polimer murni dan unsur-unsur lain seperti bahan pengisi, pigmen, stabilisator, dan bahan pelunak (Harper,1975). Plastik juga mengandung beberapa zat aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko kimia plastik. Bahan yang ditambahkan tersebut disebut komponen non-plastik yang berupa senyawa organik atau anorganik yang memiliki berat molekul rendah. Bahan aditif tersebut dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar UV, anti lekat, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan migrasi bahan kemasan plastik ke dalam makanan, bahan aditif bukan satu-satunya komponen yang harus diteliti, melainkan juga residu monomer yang masih berada pada matrik polimer plastik. Daya peracunan setiap jenis residu monomer, oligomer dan bahan aditif perlu diselidiki agar keamanan konsumen dapat dijamin (Robertson, 1993). Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya, karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastik, dan permeabilitasnya terhadap uap air, CO 2, dan O 2, harganya relatif rendah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa, dan mengurangi biaya transportasi. Sebagai bahan pembungkus, kemasan plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain 15

33 (kertas atau alumunium foil). Kelemahan bahan kemasan plastik ini adalah adanya zat-zat monomer dan molekul kecil yang terkandung dalam plastik dapat melakukan migrasi ke bahan makanan terkemas (Winarno,1993). Permeabilitas plastik terhadap udara dan uap air menyebabkan plastik berperan dalam modifikasi ruang kemasan selama penyimpanan. Sifat penting bahan kemasan plastik yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas gas dan uap air, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan. Jumlah gas yang sesuai dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno,1993). Jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik polipropilen. Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Polipropilen merupakan jenis termoplastik yang memiliki densitas rendah. Dikembangkan sejak 1950 dengan berbagai nama dagang seperti bexphane, dynafilm, luparen, escon, ole fane, dan profax. Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa. Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan cukup mengkilap (Syarief et al.,1989). Plastik propilen tidak mudah sobek atau retak. Sifat utama polipropilen adalah ringan (densitas 900 kg/m 3 ), permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, tembus pandang dan jernih sehingga mudah dicetak (printing). Polipropilen dibuat melalui proses polimerisasi dengan bantuan katalisator pada monomer propilen di bawah panas dan tekanan (Robertson, 1993). Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distilasi minyak kasar) etilen, propilen dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta- Ziegler polipropilen dapat diperoleh dari propilen (Brown, 1991). Struktur umum polipropilen dapat dilihat pada Gambar 1. 16

34 CH 2 CH CH 3 n Gambar 1. Struktur umum polipropilen (Brown, 1991) Beberapa sifat utama dari polipropilen menurut Syarief et al. (1989), antara lain: (i) ringan (densitas 0.9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku; (ii) mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE. Pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku; (iii) lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi; (iv) permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen; (v) tahan terhadap suhu tinggi sampai C, sehingga dapat dipakai untuk makanan yang harus disterilisasi; (vi) titik leburnya tinggi sehingga sulit dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik. Mengeluarkan benang-benang plastik pada suhu tinggi; (vii) tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. Baik untuk kemasan sari buah dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut pada suhu kamar kecuali HCl; (viii) pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, silken, toluene, terpentin, dan asam nitrat kuat Kemasan Alumunium foil Foil adalah bahan kemas dari logam, berupa lembaran alumunium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang dari 0.15 mm. Foil mempunyai sifat thermotis, fleksibel, dan tidak tembus cahaya. Pada umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan pada bagian dalam atau lapisan tengah sebagai penguat yang dapat melindungi bungkusan. Ketebalan dari alumunium foil menentukan sifat protektifnya. Foil dengan ketebalan rendah masih dapat dilalui oleh gas dan uap. Sifat-sifat alumunium foil yang tipis dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan plastik atau kertas menjadi foil-plastik, foil-kertas, atau kertas-foil-plastik (Syarief et al., 1989). Alumunium foil merupakan kemasan logam yang lebih ringan daripada baja dan memiliki daya korosif terhadap atmosfir yang sangat rendah, mudah 17

35 dilekuk-lekukkan sehingga dapat dibentuk sesuai dengan keinginan, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun. Alumunium foil juga merupakan salah satu jenis kemasan yang kedap terhadap udara, uap air, dan kedap cahaya sehingga dapat mencegah peningkatan a w dan oksidasi. Alumunium foil memiliki sifat tahan terhadap panas, permeabilitas yang rendah terhadap uap air dan tidak korosif. Kemasan ini juga memiliki pori-pori yang kecil sehingga dapat menghambat kemampuan uap air untuk menembus masuk kedalam kemasan (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003). Alumunium foil merupakan kemasan yang dapat menghalangi cahaya dan oksigen (penyebab lemak teroksidasi atau menjadi tengik), bau dan aroma, kelembaban, dan bakteri masuk ke dalam makanan yang dikemas. Alumunium foil digunakan pada makanan dan produk-produk farmasi. Bahan ini juga digunakan untuk membuat kemasan pak yang berumur panjang (kemasan aseptik) untuk minuman dan dairy product dengan penyimpanan tanpa pendingin. Laminasi alumunium foil juga digunakan untuk mengemas makanan yang sensitif terhadap oksigen dan uap air, misalnya tembakau (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003). Alumunium foil memiliki sisi yang mengkilap dan sisi yang buram. Sisi yang mengkilap diproduksi ketika alumunium digulung pada waktu tahap akhir. Pada tahap akhir penggulungan, dua lembar digulung pada waktu yang sama. Keduanya masuk pada mesin penggulung. Ketika lembaran dipisahkan, sisi dalamnya tidak mengkilap, sedangkan sisi luarnya mengkilap. Banyak orang percaya bahwa sisi yang mengkilap mencerminkan bagian yang menjaga panas keluar dan menjaga panas di dalam ketika melapisi bagian luar produk (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2003) Kemasan Gelas Gelas merupakan salah satu kemasan yang tertua. Gelas mempunyai sifatsifat yang menguntungkan sebagai bahan kemasan seperti inert (tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, serta sangat baik sebagai barier terhadap benda padat, cair, dan gas. Kelemahan dari kemasan gelas yaitu sifatnya yang mudah 18

36 pecah dan kurang baik bagi produk-produk yang peka terhadap penyinaran (ultraviolet) (Syarief,2002). Gelas adalah padatan amorf dari suatu larutan peroksida oksida, kalsium, natrium dan elemen lain. Bahan mentah gelas terutama adalah pasir, soda abu, dan batu kapur yang dipilih secara hati-hati. Dalam pembuatan wadah gelas, bahan adonan termasuk pasir, soda abu, batu kapur, dan bubuk gelas (yang dimasukkan ke dalam adonan untuk menurunkan titik lebur), diukur jumlahnya secara teliti, dan dipanaskan sampai suhu melebihi 2600 o F. Setelah gelas melebur dan dibersihkan, wadah gelas dibentuk dengan cara memasukkan gelas cair ke dalam mesin pencetak dimana pembentukkan gelas dimulai. Kemudian dipindahkan de dalam mesin pencetak terakhir untuk ditiup menjadi bentuk akhir, didinginkan sebentar, dan akhirnya dipisahkan dari mesin (Muchtadi, 1995). Komposisi kimia wadah gelas komersial dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia wadah gelas komersial Komposisi kimia Rumus kimia Persentase Silika SiO 2 73,000 Soda abu Na 2 O 13,000 Potasium Oksida K 2 O 0,440 Batu kapur CaO 11,700 Magnesium oksida MgO 0,190 Alumunium oksida Al 2 O 3 1,430 Besi oksida Fe 2 O 3 0,049 Belerang trioksida SO 3 0,190 Sumber: Syarief (2002) Wadah gelas untuk bahan pangan dapat dibedakan kedalam dua bentuk, yaitu: gelas bermulut lebar (wide mouth) dan gelas bermulut sempit (narrow neck). Wadah gelas bermulut lebar kebanyakan digunakan untuk produk makanan bayi, susu bubuk, buah-buahan, mentega, kacang, kopi, teh, jam, jelly, acar, manisan, mayonais. Sedangkan, wadah gelas berleher sempit kebanyakan digunakan untuk produk-produk cair, seperti kecap, sari buah, sirup, bumbu cair, saus, cuka (Muchtadi, 1995). 19

37 Faktor yang menentukan dalam pengemasan botol adalah adanya ruang udara. Ruang kosong (head space) harus disediakan pada setiap kemasan gelas yang diisikan dengan suatu bahan. Ruang ini diberikan untuk mengantisipasi terjadinya pemuaian bahan akibat peningkatan suhu karena proses sterilisasi. Ukuran dari head space ini diusahakan tidak terlalu besar atau kecil. Bila terlalu besar maka dapat mengakibatkan akumulasi udara pada atas kemasan gelas dan apabila terlalu kecil proses penutupan kemasan tidak akan sempurna. Besarnya head space yang digunakan tergantung dari bahan yang dikemas. Pada umumnya berkisar antara 3%-5%. Namun, untuk produk-produk yang menghasilkan gas seperti peroksida dan hipoklorit digunakan head space sebesar 10% (Muchtadi,1995). Proses penutupan merupakan bagian yang cukup penting dalam penggunaan kemasan gelas jar. Penutupan yang rapat dapat dihasilkan karena kontruksi leher botol memiliki ulir dan pengunci yang dapat menahan tutup secara kuat. Tutup yang digunakan untuk menutup kemasan jar dapat terbuat dari logam maupun plastik (Muchtadi,1995). Kemasan gelas dapat digunakan untuk jenis bahan berasam rendah ataupun berasam tinggi, sehingga cocok digunakan untuk mengemas produk confectionery. Perbedaan suhu di dalam dan di luar kemasan tidak boleh lebih dari 27 o C. Oleh karena itu, proses pengemasan terhadap kemasan ini harus dilakukan secara perlahan-lahan untuk menghindari keretakan (Syarief,2002). Menurut Muchtadi (1995), keuntungan menggunakan kemasan gelas meliputi (i) gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan yang dikemas; (ii) gelas bersifat kedap dan tidak berpori; (iii) tidak berbau dan bersih; (iv) bersifat transparan sehingga memungkinkan dapat diperiksa baik oleh konsumen maupun produsen; (v) mudah dibuka dan ditutup kembali; (vi) dapat dibuat dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. 2.7 Umur Simpan Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat 20

38 fisik, dan organoleptik, setelah disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan (Arpah dan Syarief, 2000). Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut Labuza dan Schmild (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan meliputi: (i) jenis dan karakteristik produk pangan. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity, sedangkan produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat); (ii) jenis dan karakteristik bahan kemasan. Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen); (iii) kondisi lingkungan. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi. Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan makanan yang dikemas adalah sebagai berikut: (i) keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik; (ii) ukuran kemasan dalam hubungan dengan volumenya; (iii) kondisi atmosfir (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; (iv) ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagianbagian yang terlipat. Proses perkiraan umur simpan sangat tergantung pada tersedianya data mengenai: (i) mekanisme penurunan mutu produk yang dikemas; (ii) unsur-unsur yang terdapat di dalam produk yang langsung mempengaruhi laju penurunan mutu produk; (iii) mutu produk dalam kemasan; (iv) bentuk dan ukuran kemasan yang diinginkan; (v) mutu produk pada saat dikemas; (vi) mutu minuman dari produk yang masih dapat diterima; (vii) variasi iklim selama distribusi dan penyimpanan; (viii) resiko perlakuan mekanis selama distribusi dan penyimpanan yang mempengaruhi kebutuhan kemasan; (ix) sifat barrier pada bahan kemasan untuk mencegah pengaruh unsur-unsur luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk (Hine, 1987). 21

39 Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS atau sering disebut metode konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan analisa parameter yang relatif banyak. Metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat reaksi penurunan mutu produk pangan. Pada metode ini, kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan dapat ditentukan umur simpan produk. Kelebihan metode ini adalah waktu pengujian yang relatif singkat (1-4 bulan), namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi (Herawati, 2008). Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk-produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan yaitu : (i) pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluarsa; (ii) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Herawati, 2008). Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Untuk menentukan kecepatan reaksi kimia bahan pangan dalam kaitannya dengan perubahan suhu, Labuza (1982) menggunakan pendekatan Arrhenius. Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka biasanya semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi untuk penggunaan model Arrhenius ini misalnya: (i) Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja (ii) Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu 22

40 (iii) Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya (iv) Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap Dalam kinetika perubahan mutu pangan, umumnya dilakukan penyederhanaan reaksi-reaksi yang kompleks menjadi reaksi sederhana dengan orde reaksi kenol atau kesatu. Model perubahan mutu pangan dan orde reaksi perubahannya dapat dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya dengan integrasi yang dilanjutkan dengan analisis model atau fungsi dugaannya. Pengujian atas ketepatan model atau fungsi dugaan dapat dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ). Persamaan Arrhenius dapat dilihat pada persamaan (1) dan ln atas persamaan (1) menjadi persamaan (2), dengan: (1) Dimana : K Ko Ea R T = konstanta kecepatan reaksi = konstanta pre-eksponensial = Energi aktivasi (KJ/mol) = konstanta gas = (kal/mol) = suhu mutlak (K) (2) Ln K -Ea/R 1/T Gambar 2. Grafik antara nilai ln K dan 1/T dalam persamaan Arrhenius 23

41 Nilai umur simpan dapat dihitung dengan memasukkan nilai perhitungan ke dalam persamaan reaksi ordo nol atau satu. Menurut Labuza (1982), reaksi kehilangan mutu pada makanan banyak dijelaskan oleh reaksi ordo nol dan satu, sedikit yang dijelaskan oleh ordo reaksi lain. a. Reaksi Orde Nol Penurunan mutu orde nol adalah penurunan mutu yang konstan. Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi orde nol adalah kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Persamaannya adalah sebagai berikut:....(3) Integrasi terhadap persamaan (3) akan menghasilkan persamaan (5) dan umur simpan produk dapat dihitung dengan persamaan (6):.(4)...(5) Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde nol adalah: (6) Dimana : A t = nilai A pada awal waktu t A 0 = nilai awal A K = laju perubahan mutu t = waktu simpan b. Reaksi Orde Satu Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti reaksi orde satu adalah ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off flavour oleh mikroba pada produk daging, ikan, dan 24

42 unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan sebagainya. Persamaannya adalah sebagai berikut:...(7) Integrasi terhadap persamaan (7) akan menghasilkan persamaan (9) dan umur simpan dihitung berdasarkan persamaan (10):..(8)..(9) Pendugaan umur simpan berdasarkan reaksi orde satu adalah:.(10) 25

43 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput laut (karagenan), dan bubur nanas. Pepaya yang dipakai adalah pepaya varietas IPB 1 dengan waktu petik 140 hari setelah arthesis dan tidak dapat memenuhi spesifikasi pemasaran buah segar. Pepaya IPB 1 yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari kebun Balai Pengembangan Keanekaragaman Buah Tropika (PKBT), Tajur. Kemasan yang digunakan meliputi kemasan plastik jenis polipropilen, alumunium foil, dan kemasan gelas bermulut lebar (jar). Bahanbahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah pelarut n-heksan, asam sulfat (H 2 SO 4 ) pekat, katalis tembaga (II) sulfat (CuSO 4 ) dan natrium sulfat (Na 2 SO 4 ), asam klorida (HCl), indikator mengsel, NaOH 0.02 N, larutan 0.01 N iodium, indikator pati, Indikator phenolphthalein 1%, larutan 0.1 N NaOH, PDA, garam fisiologis, dan aquades. Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk proses produksi permen jelly, alat penyimpanan, dan alat analisis. Alat yang digunakan dalam proses produksi permen jelly adalah tungku pemasak otomatis, freezer, blender, kompor gas, lemari pendingin, timbangan, pisau bergerigi, dan wadah plastik. Alat untuk penyimpanan berupa lemari pendingin, conditioned room, dan inkubator dengan suhu penyimpanan 25 C dan 35 C. Alat analisis terdiri atas neraca analitik, oven, ph meter, soxlet, tanur, penetrometer, colorimeter, buret, otoklaf, pipet, serta peralatan gelas lainnya. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2009 sampai dengan November Pembuatan produk dilakukan di pabrik CV. Kinari Indah Mandiri, Tajur, Bogor. Penyimpanan dan analisa produk dilakukan di Laboratoria Pengemasan, Teknologi Kimia, DIT I dan II, Instrumentasi, dan Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor. 26

44 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap pembuatan produk permen jelly pepaya, pengemasan dan penyimpanan, dan analisis produk permen jelly pepaya. Analisa produk meliputi uji proksimat awal, kadar air, vitamin C, total asam tertitrasi (TAT), warna, kekerasan, dan organoleptik Pembuatan Produk Permen Jelly Pepaya Pepaya dikupas dan dibersihkan dari biji dan kotoran. Setelah itu, pepaya dicuci. Setelah pencucian, pepaya segera dihancurkan menggunakan blender tanpa tambahan air sampai halus. Pepaya yang telah halus kemudian ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Sukrosa, karagenan, dan bubur nanas pun ditimbang sesuai komposisi. Proses pembuatan permen jelly pepaya diawali dengan mencampur bubur pepaya, sukrosa, dan bubur nanas kemudian dipanaskan. Setelah suhu adonan mencapai ± 60ºC, karagenan dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk hingga homogen. Pemanasan dilanjutkan sampai suhu adonan mencapai 80ºC. Pada proses ini, sukrosa dimasukkan ke dalam adonan dan diaduk hingga homogen. Proses memasak dinyatakan selesai jika suhu adonan mencapai 80ºC. Adonan segera diangkat dan dicetak pada loyang. Adonan didiamkan sampai dingin dan sedikit mengeras pada suhu ruang kemudian disimpan dalam freezer selama 1 hari. Adonan yang telah mengeras dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil (ukuran permen jelly pepaya) sebelum dikeringkan dalam oven yang bersuhu 80 o C selama kurang lebih 6 jam. Permen jelly pepaya yang sudah kering didinginkan dan dilumuri dengan gula putih bubuk. Diagram alir pembuatan permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 3. 27

45 Buah pepaya Pengupasan Pencucian Penghancuran Bubur nanas Bubur pepaya Karagenan Pemasakan sampai suhu 60 o C Pemasakan sampai suhu 80 o C Sukrosa Pencetakan Pendinginan pada suhu ruang selama 1 jam Pendinginan pada freezer selama 1 hari Pemotongan Pengovenan pada suhu 80 o C selama 6 jam Pendinginan Penaburan gula putih bubuk Permen jelly pepaya Gambar 3. Diagram alir pembuatan permen jelly pepaya 28

46 3.3.2 Pengemasan dan Penyimpanan Permen jelly pepaya ditimbang sebanyak 100 gram. Kemudian permen dikemas dan disimpan sesuai perlakuan yang diberikan. Perlakuan yang diberikan untuk Permen jelly pepaya adalah pengemasan dengan tiga jenis kemasan, yaitu kemasan plastik polipropilen, alumunium foil, dan kemasan gelas jar. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah 5, 15, 25, dan 35 C. pada penelitian ini dilakukan dua kali ulangan Analisa Karakterisasi produk permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan uji proksimat. Uji proksimat dan uji mikrobiologis dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal bahan sebelum perlakuan penyimpanan. Proksimat yang dilakukan berupa uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, ph, aw, warna, total asam tertitrasi (TAT), vitamin C, kekerasan, dan kadar karbohidrat (by difference). Uji mikrobial dilakukan terhadap produk permen jelly pepaya pada uji kapang khamir. Selain itu, juga dilakukan beberapa uji untuk mendapatkan karakterisasi bahan selama penyimpanan yaitu uji kadar air, warna, total asam tertitrasi (TAT), vitamin C, kekerasan, dan organoleptik. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 29

47 Permen jelly pepaya Plastik PP Alumunium foil Kemasan Jar Penyimpanan: 1. Suhu 5 o C 2. Suhu 15 o C 3. Suhu 25 o C 4. Suhu 35 o C Analisis: 1. Proksimat awal 2. Kadar air 3. Vitamin C 4. TAT 5. Warna 6. Kekerasan 7. Uji organoleptik Pendugaan umur simpan, penentuan kemasan dan suhu penyimpanan terbaik Gambar 4. Diagram alir penelitian 30

48 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya. Hasil karakterisasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik awal produk permen jelly pepaya KARAKTERISTIK SATUAN NILAI Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Serat Kasar Kadar Karbohidrat by difference Total Asam Tertitrasi Vitamin C ph Aw Warna: L a b W Chroma ºHue Kekerasan Kapang dan Khamir % % % % % % % mg/100g mm/10 detik Koloni/g 7,61 1,58 0,84 1,20 2,46 86,31 1,99 9,78 3,94 0,62 40,58 34,35 104, , ,93 1,25 1,40 0 Hasil dari pengujian ini selanjutnya akan dibandingkan dengan standar SNI permen jelly. Nilai SNI permen jelly diambil berdasarkan SNI yang berisi tentang syarat mutu permen jelly. Tabel Persyaratan mutu permen jelly menurut SNI secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6. 31

49 Tabel 6. Persyaratan mutu permen jelly menurut SNI Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu Bentuk Rasa Bau Air Abu Sakarosa Pemanis Buatan Pewarna tambahan Gula Reduksi (sebagai gula invert) Cemaran logam: Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba: Angka lempeng total Bakteri koliform E.Coli Salmonella Staphylococcus aureus Kapang dan Khamir % (b/b) % (b/b) % (b/b) - - % (b/b) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/g APM/g - Koloni/g Koloni/g Normal Normal Normal Maks 20.0 Maks 3.0 Min 30 Negatif Negatif Maks 20 Maks 1.5 Maks 10 Maks 10 Maks 0.03 Maks 40 Maks 1.0 Maks 5 x 10 4 Maks 20 Kurang dari 3 Negatif/25g Maks 10 2 Maks 10 2 Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa permen jelly pepaya memiliki kadar air 7,61%. Kadar air ini telah sesuai dengan SNI yang merupakan syarat mutu permen jelly di Indonesia. Kadar air produk permen jelly menurut SNI bernilai maksimal 20%. Menurut Crompton (1979), masa simpan berbagai makanan tergantung pada kandungan airnya, makin tinggi kandungan air dalam makanan, makanan itu akan makin cepat rusak. Sebaliknya, 32

50 makin rendah kandungan airnya, daya simpannya pada kondisi normal akan makin panjang. Rendahnya kadar air produk permen jelly pepaya ini disebabkan hilangnya sebagian air pada proses pengeringan. Kadar abu yang dimiliki permen jelly pepaya pada saat awal pengujian adalah sebesar 1,58%. Kadar abu permen jelly pepaya ini di bawah batas maksimal kadar abu permen jelly menurut SNI yaitu sebesar 3%. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam produk permen jelly pepaya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran (Soebito, 1988). Rendahnya kadar abu ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dan ion-ion organik yang terkandung dalam pepaya yang menjadi komponen utama produk tersebut tergolong rendah. Kadar abu yang rendah juga disebabkan oleh kandungan mineral dari bahanbahan yang ditambahkan dalam formulasi produk rendah. Kadar protein yang terkandung dalam produk permen jelly pepaya adalah sebesar 0,84%. Protein merupakan substrat yang dapat digunakan langsung oleh mikroorganisme sebagai media pertumbuhannya. Selain itu, kadar protein juga menentukan mutu suatu bahan pangan. Hal ini dikemukakan oleh Winarno et al. (1980) yang menyatakan bahwa pada umumnya kadar protein di dalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri. Kadar lemak produk permen jelly pepaya berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai 1,20%. Rendahnya kadar lemak ini dikarenakan permen jelly pepaya bukanlah produk berlemak, sehingga lemak yang terdapat di dalam permen jelly pepaya ini kecil. Meski dinilai kecil, adanya kandungan lemak dapat menyebabkan penurunan mutu selama penyimpanan di antaranya terjadinya penyimpangan bau dan rasa. Menurut Ketaren (1986), lemak dapat mengabsorbsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Banyaknya bahan makanan lain selama penyimpanan akan menyebabkan absorbsi bau oleh lemak yang menyebabkan terjadinya penyimpangan bau (off odour). Kadar serat yang dimiliki permen jelly pepaya sebesar 2,46%. Kandungan serat permen jelly pepaya relatif tinggi dikarenakan bahan baku utama permen jelly pepaya ini adalah buah pepaya dan karagenan yang merupakan sumber serat tinggi. Kadar karbohidrat by difference permen jelly pepaya setelah dihitung 33

51 adalah 86,31%. Menurut Winarno (1997), karbohidrat memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lainnya. Besarnya kandungan karbohidrat yang terdapat pada permen jelly pepaya dapat menyebabkan penurunan mutu permen jelly pepaya, salah satunya adalah terjadi perubahan warna pada permen jelly pepaya yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Menurut Stuckey (1981) pada karbohidrat, reaksi oksidasi biasanya menimbulkan perubahan warna dan cita rasa. Perubahan warna yang terjadi, biasanya menjadi coklat atau coklat kemerahan. Pengukuran nilai ph perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman produk dan juga kaitannya dengan keamanan dan umur simpan produk tersebut. Nilai ph menjadi faktor penting untuk suatu produk makanan bila dihubungkan dengan kualitas produk. Berdasarkan nilai ph yang diperoleh dari hasil pengujian yaitu sebesar 3,94, produk permen jelly pepaya termasuk dalam golongan makanan berasam rendah yaitu makanan yang mempunyai ph kurang dari 4,5 hingga di atas 2. Rendahnya nilai ph produk permen jelly pepaya ini dikarenakan pepaya sebagai bahan baku utama banyak mengandung vitamin C yang bersifat asam. Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Aktivitas air (a w ) adalah jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Winarno dan Jenie, 1983). Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air akan lebih sulit digunakan baik untuk aktivitas biologis maupun aktivitas kimia dan hidrolitik (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Syarief et al. (2003), air yang mengalami kristalisasi dan membentuk es atau air yang terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam tidak dapat digunakan oleh jasad renik. Nilai a w produk permen jelly pepaya ini sebesar 0,62. Nilai a w ini tidak memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kapang sebagai mikroorganisme yang sering mengkontaminasi produk permen jelly karena kapang memiliki a w minimum sebesar 0,8. Akan tetapi, nilai a w dapat meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan produk. 34

52 Pengujian mikrobiologi sangat penting bagi produk-produk makanan. Produk makanan olahan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroba. Hal ini dikarenakan adanya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral pada makanan yang dapat membantu pertumbuhan mikroba. Walaupun demikian, populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanan (Syarief et al., 2003). Kapang merupakan salah satu mikroorganisme yang sering tumbuh pada permukaan produk permen jelly pepaya dan merupakan salah satu bentuk kerusakan mikrobiologis dalam penyimpanan produk permen jelly pepaya. Kapang dapat tumbuh pada suatu makanan yang kering, ada oksigen, dan kondisi yang lembab. Hasil uji total kapang pada produk permen jelly pepaya ini menunjukkan bahwa tidak ada kapang yang tumbuh pada produk tersebut. Hal ini dikarenakan nilai a w produk permen jelly pepaya ini berada di bawah 0,8 yang merupakan nilai a w dimana kapang pada umumnya bisa tumbuh. Pengujian mikrobiologis dapat digunakan untuk menduga daya tahan makanan dan sebagai indikator sanitasi dalam keamanan pangan. Berdasarkan hasil karakterisasi awal, dapat dilakukan perkiraan-perkiraan yang akan terjadi pada proses penyimpanan permen jelly pepaya. Dilihat dari kadar airnya yang cukup rendah, diperkirakan umur simpan permen jelly pepaya cukup panjang untuk produk pangan semibasah. Seperti produk semibasah lainnya, permen jelly pepaya ini memiliki sifat higroskopis yaitu mudah menyerap uap air lingkungannya sehingga kondisi lingkungan cepat mempengaruhi kadar air bahan. Pada kondisi penyimpanan yang lembab kemungkinan selama penyimpanan permen jelly pepaya mengalami kerusakan oleh kapang. Kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi memungkinkan terjadinya reaksi Maillard yaitu reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Gugus amina primer biasanya tedapat pada bahan awal sebagai asam amino. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang-kadang menjadi pertanda penurunan mutu (Winarno, 1997). 35

53 4.2 Karakteristik Kemasan Kemasan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga jenis kemasan, yaitu plastik polipropilen, alumunium foil, dan kemasan gelas jenis jar yang ingin diketahui efektifitasnya. Pemilihan penggunaan jenis kemasan tersebut berdasarkan pada kerakteristik kemasan yang dinilai cukup baik dalam perlindungan produk serta ketersediaan kemasan tersebut di pasaran. Gambar kemasan yang digunakan untuk mengemas jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar yang digunakan untuk mengemas permen jelly pepaya Pengujian terhadap karakteristik kemasan yang digunakan diutamakan pada sifat fisiknya. Karakteristik yang diuji meliputi ketebalan, gramatur, densitas, laju transmisi gas oksigen (O 2 TR), dan laju transmisi uap air (WVTR). Hasil karakterisasi kemasan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji karakteristik kemasan Karakteristik Satuan Plastik PP Alumunium foil Gelas (jar) Ketebalan Gramatur Densitas O 2 TR WVTR mm g/m 2 g/m 3 cc/m 2 /24jam g/m 2 /24jam 0, ,0150 0, ,9188 3,6305 0, ,617 1,0580 0,7767 0,1428 1,1700 NA NA kedap kedap Bahan kemasan berkaitan dengan kemampuan gas oksigen, gas karbondioksida, dan uap air untuk menembus dinding suatu bahan kemasan. Adanya oksigen, karbondioksida, dan uap air akan mempengaruhi produk selama 36

54 penyimpanan karena dapat menyebabkan terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Menurut Buckle (1987), sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, komposisi atmosfer (seperti RH, untuk pemindahann uap air), dan faktor lainnya. Hasil uji karakteristik kemasan pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa kemasan gelas memiliki ketebalan terbesar dan bersifat inert. Plastik PP memiliki ketebalan lebih besar dibandingkan dengan alumunium foil. Akan tetapi, nilai O 2 TR dan WVTR plastik PP lebih besar dibandingkan dengan alumunium foil. 4.3 Kondisi Penyimpanan Penggunaan empat kondisi suhu penyimpanan produk permen jelly pepaya ini didasari oleh kondisi penyimpanan yang mungkin dapat diterapkan pada produk permen jelly pepaya dalam kehidupan sehari-hari. Keempat kondisi tersebut meliputi 5, 15, 25, dan 35 C. Penyimpanan pada suhu 5 C mewakili penyimpanan produk pada chiller, penyimpanan pada suhu 15 C mewakili penyimpanan produk pada ruangan ber-ac (air conditioner), penyimpanan pada suhu 25 C mewakili penyimpanan pada suhu ruang, dan penyimpanan pada suhu 35 C mewakili penyimpanan pada tempat-tempat terkena sinar matahari atau rawan panas. Ada dua kondisi penyimpanan pada suhu dingin pada penelitian ini, meliputi penyimpanan pada suhu 5 C dan 15 C. Alat yang digunakan adalah chiller untuk suhu 5 C, dan conditioned room untuk suhu 15 C. Penyimpanan pada kondisi ini dilakukan agar penurunan mutu selama penyimpanan dapat terhambat oleh suhu rendah. Meskipun suhu pendinginan tidak dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat pada produk permen jelly pepaya, tetapi suhu pendinginan dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme perusak, sehingga penurunan mutu terjadi lebih lambat. Penyimpanan pada suhu ruang (25 C) dan suhu panas (35 C) dapat mempengaruhi penurunan mutu produk permen jelly pepaya. Alat yang digunakan untuk mengkondisikan penyimpanan pada dua suhu ini adalah inkubator. Tingginya kelembaban pada suhu ruang dan panas dibandingkan dengan suhu dalam chiller dan conditioned room, menyebabkan kadar air pada produk permen 37

55 jelly pepaya mengalami peningkatan. Peningkatan kadar air ini juga menyebabkan meningkatnya a w produk, sehingga memacu aktivitas mikroorganisme. Hal ini menyebabkan penurunan mutu produk permen jelly pepaya lebih cepat terjadi. 4.4 Perubahan Mutu Selama proses penyimpanan, produk pangan dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat memunculkan beberapa reaksi yang berbeda dan menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandungan nutrient. kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza,1982). Perubahan mutu dapat dilihat dari seberapa besar kenaikan atau penurunan trend yang terjadi pada setiap parameter. Persamaan regresi perubahan mutu tiap parameter mutu dapat dilihat pada Lampiran 2. Parameter mutu yang digunakan pada penelitian ini meliputi kadar air, vitamin C, total asam tertitrasi (TAT), kekerasan, warna, dan uji organoleptik (rasa, aroma, tekstur, warna, dan penerimaan umum) Kadar Air Kadar air permen jelly pepaya sebelum disimpan adalah sebesar 7,61%. Perubahan kadar air permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan suhu penyimpanan 5 C, 15 C, 25 C, dan 35 C dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan grafik pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa nilai kadar air cenderung naik pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat kenaikan kadar air produk juga semakin tinggi. Perubahan kadar air pada permen jelly pepaya ini disebabkan karena sifatnya yang higroskopis. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui absorbsi atau adsorpsi. Suatu zat disebut higroskopis jika zat itu mempunyai kemampuan menyerap molekul air yang baik. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Hal ini menyebabkan nilai kadar air mengalami peningkatan. 38

56 (a) (b) (c) Gambar 6. Perubahan kadar air permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 39

57 Perubahan kadar air bahan juga dipengaruhi oleh permeabilitas kemasan. Permeabilitas tiap-tiap kemasan berbeda dan akan berpengaruh pada laju transmisi uap air. Semakin kecil laju transmisi uap air suatu kemasan menunjukkan semakin sedikit jumlah uap air yang mampu menembus bahan. Laju transmisi uap air pada kemasan plastik PP lebih besar dibandingkan dengan laju transmisi uap air pada kemasan alumunium foil. Hal ini menyebabkan perubahan kadar air pada permen jelly pepaya yang dikemas dengan plastik PP lebih besar dibandingkan dengan permen jelly pepaya yang dikemas pada alumunium foil. Kemasan gelas yang bersifat kedap seharusnya dapat mempertahankan kadar air permen jelly pepaya yang dikemas di dalamnya. Akan tetapi, peningkatan kadar air permen jelly pepaya yang dikemas pada gelas jar pada penelitian ini justru paling tinggi. Hal ini dikarenakan terdapat rongga pada penutup ulir gelas jar, sehingga udara luar dapat memasuki kemasan. Hal ini dapat diminimalisasi dengan melakukan cupsealling pada tutup. Data nilai kadar air selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4, sedangkan laju kenaikan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 11. Selama masa penyimpanan, kadar air permen jelly pepaya terkemas masih berada di bawah kadar air maksimum permen jelly yang disyaratkan dalam SNI Kadar air maksimum permen jelly pada SNI adalah 20%, sedangkan nilai kadar air tertinggi selama penyimpanan ini adalah 16,82%. Semakin tinggi kadar air permen jelly pepaya, semakin mudah terjadi kerusakan pada permen jelly pepaya yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang memanfaatkan air sebagai media pertumbuhan Vitamin C Nilai vitamin C permen jelly pepaya sebelum disimpan adalah sebesar 1,99mg/100g. Perubahan kandungan vitamin C permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan suhu penyimpanan 5, 15, 25, dan 35 C dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai vitamin C turun pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Nilai vitamin C permen jelly pepaya menurun secara eksponensial. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat 40

58 penurunan vitamin C produk juga semakin besar. Data nilai vitamin C selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6, sedangkan laju penurunan nilai vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 11. Menurut Winarno (1997), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil diantara semua jenis vitamin yang mudah mengalami kerusakan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Vitamin C memiliki sifat sangat mudah larut dalam air, mudah teroksidasi, terutama jika dipercepat oleh panas, sinar, alkali, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat yang keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L- diketoglutanat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Laju penurunan vitamin C pada permen jelly pepaya semakin besar dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan. Semakin tinggi suhu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dari vitamin C. Vitamin C mudah mengalami oksidasi terutama suhu yang cukup tinggi dibanding suhu kamar (Winarno, 1997). Selain itu, menurut Buckle et al. (1987), sifat-sifat daya tembus kemasan dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer, dan faktor lainnya. Jadi, semakin tinggi suhu penyimpanan akan meningkatkan daya tembus gas ke dalam kemasan yang menyebabkan kerusakan mutu lebih cepat. Penurunan nilai vitamin C juga dipengaruhi oleh peningkatan kadar air produk. Semakin tinggi kadar air pada produk, semakin banyak vitamin C yang larut dalam air. Kondisi alami bahan pengemas dapat secara signifikan mempengaruhi stabilitas asam askorbat dalam bahan pangan (Robertson, 1993). Berdasarkan data hasil analisa diketahui bahwa permen jelly pepaya yang dikemas dengan plastik PP dan gelas jar lebih banyak kehilangan vitamin C dibandingkan dengan permen jelly pepaya yang dikemas dalam alumunium foil. Hal ini dikarenakan kemasan plastik PP dan gelas jar memiliki warna transparan, sehingga adanya sinar/cahaya dapat mudah ditransmisikan ke bahan yang berdampak pada rusaknya kandungan vitamin C bahan. 41

59 (a) (b) (c) Gambar 7. Perubahan vitamin C permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 42

60 Kemasan plastik PP yang memiliki laju trasmisi udara lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan alumunium foil akan menghantarkan panas yang lebih banyak. Adanya cahaya dan panas merupakan beberapa faktor yang menjadi penyebab rusaknya vitamin C. Rusaknya vitamin C selama masa penyimpanan juga disebabkan karena adanya oksigen baik dari dalam kemasan maupun dari lingkungan yang masuk ke dalam kemasan. Bahan kemasan gelas cenderung menahan kondisi lingkungan disekitarnya. Jika lingkungan sekitar gelas panas, maka produk pun akan terkena pancaran panas. Hal ini selain dapat menyebabkan perubahan warna juga dapat menurunkan kandungan vitamin C. Hal ini disebabkan oleh daya resisten yang tinggi dari alumunium foil terhadap panas sehingga mampu mempertahankan kandungan vitamin C lebih baik dari bahan kemasan lain Total Asam Tertitrasi (TAT) Total asam tertitrasi menunjukkan banyaknya jumlah asam yang terkandung pada suatu bahan. Kandungan total asam permen jelly pepaya sebelum disimpan adalah sebesar 1,99%. Perubahan total asam tertitrasi permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan suhu penyimpanan 5 C, 15 C, 25 C, dan 35 C dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan grafik pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa nilai total asam tertitrasi permen jelly pepaya turun pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Penurunan terjadi secara eksponensial. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat penurunan total asam tertitrasi produk juga semakin besar. Data nilai total asam tertitrasi (%) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8, sedangkan laju penurunan nilai total asam tertitrasi dapat dilihat pada Lampiran 11. Total asam tertitrasi permen jelly pepaya menurun seiring dengan menurunnya kandungan vitamin C selama penyimpanan. Penyebab menurunnya total asam tertitrasi permen jelly pepaya diantaranya adalah paparan suhu yang tinggi, daya resisten kemasan terhadap suhu tinggi, serta adanya peningkatan kadar air produk. Semakin tinggi kadar air pada produk, semakin banyak asam askorbat yang larut dalam air. 43

61 (a) (b) (c) Gambar 8. Perubahan total asam tertitrasi (TAT) permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 44

62 Penurunan total asam permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP dan gelas jar lebih cepat dibandingkan alumunium foil. Hal ini dikarenakan degradasi asam askorbat dipercepat dengan adanya cahaya. Plastik PP dan gelas jar memiliki warna transparan yang dapat mentransmisikan cahaya lebih banyak pada bahan dibandingkan dengan alumunium foil, sehingga total asam pada permen jelly pepaya kemasan plastik PP dan gelas jar lebih banyak yang hilang Tekstur Naiknya nilai tekstur (kekerasan) menandakan bahwa permen jelly pepaya menjadi lebih lunak. Semakin besar nilai kekerasan, semakin semakin lunak permen jelly pepaya. Nilai kekerasan permen jelly pepaya sebelum disimpan adalah sebesar 1,4 mm/10 detik. Besarnya nilai kekerasan dapat disebabkan oleh kandungan (kadar) air di dalam permen jelly pepaya. Perubahan nilai kekerasan permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan suhu penyimpanan 5, 15, 25, dan 35 C dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan grafik pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan permen jelly pepaya cenderung naik pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat kenaikan nilai kekerasan juga semakin tinggi. Data nilai tekstur selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan laju kenaikan nilai tekstur dapat dilihat pada Lampiran 11. Peningkatan nilai kekerasan permen jelly pepaya merupakan salah satu akibat dari meningkatnya kadar air permen jelly pepaya. Semakin tinggi kadar air pada permen jelly pepaya, semakin lunak permen jelly pepaya tersebut. Peningkatan nilai kekerasan permen jelly pepaya pada kemasan gelas jar lebih tinggi dibandingkan dengan permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP dan alumunim foil. Hal ini sesuai dengan peningkatan nilai kadar air permen jelly pepaya pada kemasan gelas jar yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP dan alumunium foil. 45

63 (a) (b) (c) Gambar 9. Perubahan tekstur permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 46

64 4.4.5 Warna Warna adalah hasil persepsi dari pemantulan cahaya setelah berinteraksi dengan suatu objek. Warna dari suatu objek dapat diartikan dalam tiga dimensi, yaitu derajat hue, yang merupakan persepsi konsumen terhadap warna dari suatu objek, kecerahan, dan saturasi yang merupakan tingkat kemurnian dari suatu warna. Tingkat kecerahan menunjukkan hubungan antara cahaya yang dipantulkan dan yang diserap dari suatu objek (Soekarto, 1981). Warna merupakan atribut utama pada penampakan produk pangan dan merupakan karakteristik yang penting pada kualitasnya. Beberapa alasan mengenai keutamaannya adalah warna digunakan sebagai standar dari suatu produk, penggunaannya sebagai penentu kualitas, warna digunakan juga sebagai indikator kerusakan biologis dan atau fisiko kimia, dan penggunaan warna untuk memprediksi karakteristik parameter kualitas lainnya (Soekarto, 1981). Pengujian terhadap warna produk permen jelly pepaya ini dilakukan untuk melihat pengaruh waktu penyimpanan terhadap warna produk permen jelly pepaya. Pengujian dengan menggunakan Colorimeter memberikan tingkat kecerahan produk yang dibaca sebagai nilai L. Perubahan tingkat kecerahan (nilai L) permen jelly pepaya pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan suhu penyimpanan 5, 15, 25, dan 35 C dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan grafik pada gambar Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai kecerahan permen jelly pepaya cenderung turun pada semua jenis kemasan dan suhu penyimpanan selama waktu penyimpanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka tingkat penurunan nilai kecerahan permen jelly pepaya juga semakin tinggi. Data tingkat kecerahan (nilai L) selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 10 dan laju penurunan tingkat kecerahan (nilai L) dapat dilihat pada Lampiran

65 (a) (b) (c) Gambar 10. Perubahan warna (L) permen jelly pepaya selama penyimpanan: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 48

66 Penurunan tingkat kecerahan pada produk dapat disebabkan oleh adanya penambahan kadar air pada produk. Penambahan kadar air akan membuat produk semakin berwarna kecoklatan, sehingga akan menurun tingkat kecerahannya. Selain penambahan kadar air pada produk, reaksi browning non-enzimatis dan pemanasan selama penyimpanan juga dapat mempengaruhi tingkat kecerahan produk. Winarno (1997), menyatakan bahwa reaksi browning non-enzimatis adalah salah satu penyebab utama penurunan kualitas pada banyak produk pangan. Reaksi ini muncul akibat reaksi antara gula pereduksi dengan asam-asam amino. Reaksi ini dapat menimbulkan warna yang lebih gelap pada produk, sehingga dapat menurunkan tingkat kecerahan produk Uji Organoleptik Penilaian organoleptik adalah cara mengukur, menilai, atau menguji mutu komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indera manusia. Uji organoleptik disebut juga pengukuran subjektif karena berdasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukurnya. Uji organoleptik pada permen jelly pepaya dilakukan selama masa penyimpanan tiap satu minggu sekali dengan parameter uji meliputi warna, tekstur, aroma, rasa, dan penerimaan umum. Skala yang digunakan adalah 1-5 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=netral, 4=suka, 5=sangat suka). Hasil dari uji organoleptik selanjutnya dianalisis secara statistika melalui uji nonparametrik dengan tipe Friedman. Uji organoleptik ini digunakan untuk melihat seberapa jauh konsumen dapat menerima mutu permen jelly pepaya selama penyimpanan. Data uji lanjut selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran Rasa Rasa merupakan salah satu penilaian penting untuk produk pangan. Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut rasa yang disimpan pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar pada empat suhu penyimpanan (5, 15, 25, dan 35 C) memiliki median dan modus 4 (suka). Median atau nilai tengah menunjukkan bahwa 50% panelis menilai sampel pada tingkat kesukaan skor tersebut. Modus menunjukkan skor yang paling sering diberikan panelis. 49

67 Setelah disimpan selama masa penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut rasa mengalami penurunan. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut rasa permen jelly pepaya dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan Gambar 11, dapat diketahui bahwa nilai median atribut rasa hari ke-42 penyimpanan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan alumunium foil nilai median suhu 5, 15, 25, dan 35 C adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan gelas jar nilai median suhu 5, 15, dan 35 C adalah 3 (netral), sedangkan pada suhu 25 C nilainya 2,5 (netral-tidak suka). Modus akhir pada kemasan gelas jar suhu 5, 15, dan 35 C adalah 3, sedangkan pada suhu 25 C adalah 2. Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut rasa permen jelly pepaya dengan perlakuan kemasan dan empat suhu penyimpanan yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (Asymp. Sig.<0,05) selama penyimpanan. Dengan demikian, perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa permen jelly pepaya. Penurunan tingkat kesukaan terhadap atribut rasa paling banyak terjadi pada permen jelly pepaya yang dikemas dengan gelas jar pada suhu penyimpanan 25 C karena memiliki nilai median 2,5 (netral-tidak suka) dan modus 2 (tidak suka). Hal ini disebabkan karena gelas jar memiliki warna transparan yang dapat mentransmisikan cahaya lebih banyak pada bahan yang disimpan sehingga kandungan asam permen jelly pepaya kemasan gelas jar lebih banyak yang hilang. Selain itu, penutupan pada gelas jar yang masih memungkinkan adanya rongga akan memudahkan udara panas masuk ke dalam kemasan, sehingga mempengaruhi bahan. Semakin tinggi suhu penyimpanan semakin banyak asam yang hilang menyebabkan rasa permen jelly pepaya cenderung lebih manis dan agak terasa gosong, sehingga tidak disukai panelis. 50

68 (a) (b) (c) Gambar 11. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut rasa permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 51

69 Aroma Permen jelly pepaya memiliki aroma yang khas seperti aroma buah pepaya. Karakteristik permen jelly pepaya hampir sama dengan produk semi basah lainnya. Selama penyimpanan, produk semi basah mungkin akan kehilangan aroma yang disebabkan oksidasi maupun penyerapan uap air oleh bahan. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa skor kesukaan terhadap atribut aroma permen jelly pepaya pada awal penyimpanan yang disimpan pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan empat suhu penyimpanan berbeda (5, 15, 25, dan 35 C) memiliki nilai median dan modus 4 (suka). Nilai median atribut aroma hari ke-42 penyimpanan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan alumunium foil nilai median suhu 5, 15, 25, dan 35 C adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan gelas jar nilai median suhu 5 C adalah 3 (netral), suhu 15 C dan 35 C adalah 2 (tidak suka), sedangkan pada suhu 25 C nilainya 2,5 (netral-tidak suka). Modus akhir pada kemasan gelas jar suhu 5, 15, dan 35 C adalah 2, sedangkan pada suhu 25 C adalah 3. Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut aroma permen jelly pepaya dengan perlakuan kemasan dan empat suhu penyimpanan yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (Asymp. Sig.<0,05) pada penyimpanan hari ke- 14, 28, dan 42. Akan tetapi, pada hari ke-7, 21, dan 35 tingkat kesukaan terhadap aroma permen jelly pepaya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Asymp. Sig.>0,05). Secara keseluruhan, penilaian terhadap atribut aroma permen jelly pepaya mengalami penurunan tapi masih dapat diterima karena dalam batas netral, kecuali pada permen jelly pepaya yang dikemas dalam kemasan gelas jar. Jenis kemasan mempengaruhi penilaian aroma permen jelly pepaya. Penurunan tingkat kesukaan terhadap aroma banyak terjadi pada permen jelly pepaya yang dikemas dengan gelas jar. Hal ini dapat dilihat dari nilai modus yang semula adalah 4 menjadi 2. 52

70 (a) (b) (c) Gambar 12. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut aroma permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 53

71 Tekstur Penilaian tekstur permen jelly pepaya oleh panelis meliputi tingkat kekenyalan dari permen jelly pepaya tersebut. Selama penyimpanan, tingkat kekenyalan permen jelly pepaya akan mengalami perubahan. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana konsumen yang diwakilkan oleh panelis dapat menerima perubahan kekenyalan permen jelly pepaya tersebut. Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut tekstur permen jelly pepaya yang disimpan pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan empat suhu penyimpanan berbeda (5, 15, 25, dan 35 C) memiliki nilai median dan modus 4 (suka). Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai median atribut tekstur hari ke-42 penyimpanan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP adalah 3 (netral). Nilai modus pada suhu 5, 25, dan 35 C adalah 3, sedangkan pada suhu 15 C adalah 2. Pada kemasan alumunium foil, nilai median suhu 5, 15, dan 25 C adalah 3 (netral), sedangkan pada suhu 35 C adalah 2 (tidak suka). Nilai modus pada suhu 5, 15, dan 35 C adalah 2, sedangkan pada suhu 25 C nilai modusnya 3. Pada kemasan gelas jar nilai median suhu 5 C dan 15 C adalah 3 (netral), sedangkan suhu 25 C dan 35 C adalah 2 (tidak suka). Modus akhir pada kemasan gelas jar suhu 5, 25, dan 35 C adalah 2, sedangkan pada suhu 15 C adalah 3. Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut tekstur permen jelly pepaya dengan perlakuan kemasan dan empat suhu penyimpanan yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (Asymp. Sig.<0,05) pada penyimpanan hari ke-7, 28, 35 dan 42. Akan tetapi, pada hari ke-14 dan 21 tingkat kesukaan terhadap tekstur permen jelly pepaya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Asymp. Sig.>0,05). 54

72 (a) (b) (c) Gambar 13. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut tekstur permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 55

73 Warna Warna merupakan salah satu penilaian penting pada suatu produk. Warna merupakan faktor awal yang menjadi penilaian awal konsumen terhadap suatu produk. Gould (1974) menambahkan, warna merupakan faktor mutu yang sangat penting dalam menilai produk-produk makanan. Hal tersebut benar adanya karena konsumen menilai suatu produk pertama kali berdasarkan warnanya. Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut warna permen jelly pepaya yang disimpan pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan empat suhu penyimpanan berbeda (5 C, 15 C, 25 C, dan 35 C) memiliki nilai median dan modus 4 (suka). Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa nilai median atribut aroma hari ke-42 penyimpanan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan alumunium foil nilai median suhu 5, 15, 25, dan 35 C adalah 3 (netral). Nilai modus pada suhu 5, 15, dan 25 C adalah 3, sedangkan pada suhu 35 C adalah 2. Pada kemasan gelas jar nilai median suhu 5 C adalah 3 (netral), suhu 15, 25, dan 35 C adalah 2 (tidak suka). Modus akhir pada kemasan gelas jar suhu 5 C adalah 3, sedangkan pada suhu 15, 25, dan 35 C adalah 2. Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut warna permen jelly pepaya dengan perlakuan kemasan dan empat suhu penyimpanan yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (Asymp. Sig.<0,05) selama penyimpanan. Dengan demikian, perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa permen jelly pepaya. 56

74 (a) (b) (c) Gambar 14. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut warna permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 57

75 Penerimaan Umum Penilaian penerimaan umum permen jelly pepaya berdasarkan atas tingkat kesukaan panelis terhadap seluruh atribut yang ada. Pada awal penyimpanan, skor kesukaan terhadap atribut penerimaan umum permen jelly pepaya yang disimpan pada kemasan plastik PP, alumunium foil, dan gelas jar dengan empat suhu penyimpanan berbeda (5 C, 15 C, 25 C, dan 35 C) memiliki nilai median dan modus 4 (suka). Skor penerimaan umum permen jelly pepaya mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya masa penyimpanan. Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa nilai median atribut penerimaan umum hari ke-42 penyimpanan pada suhu 5, 15, 25, dan 35 C untuk bahan yang dikemas dengan kemasan plastik PP adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan alumunium foil nilai median suhu 5, 15, 25, dan 35 C adalah 3 (netral), sedangkan nilai modusnya 3. Pada kemasan gelas jar nilai median suhu 5, 15, 25, dan 35 C adalah 3 (netral). Modus akhir pada kemasan gelas jar suhu 5, 15, dan 25 C adalah 3, sedangkan pada suhu 35 C adalah 2. Dengan demikian, permen jelly pepaya hingga akhir penyimpanan masih dapat diterima karena penerimaan umum masih dalam batas netral. Permen jelly pepaya dinyatakan tertolak atau tidak diterima oleh konsumen apabila nilai modus dan mediannya 2 (tidak suka). Secara statistik, skor kesukaan terhadap atribut penerimaan umum permen jelly pepaya dengan perlakuan kemasan dan empat suhu penyimpanan yang berbeda memberikan hasil berbeda nyata (Asymp. Sig.<0,05) selama penyimpanan dari hari ke-7, 14, 21, 28, 35, dan 42. Dengan demikian, perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan yang berbeda mempengaruhi penilaian panelis terhadap rasa permen jelly pepaya. Hal ini disebabkan karena penilaian panelis dari beberapa atribut juga mengalami penurunan (rasa dan warna) pada waktu penyimpanan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 58

76 (a) (b) (c) Gambar 15. Nilai median dan modus tingkat kesukaan terhadap atribut penerimaan umum permen jelly pepaya: (a) kemasan plastik PP, (b) kemasan alumunium foil, dan (c) kemasan gelas jar 59

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pepaya (Carica papaya L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pepaya (Carica papaya L.) Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. dan termasuk ke dalam famili Solanacea. Buahnya merupakan sumber vitamin I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman sari buah atau nektar, produk roti, susu, permen, selai dan jeli

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kembang gula atau yang biasa disebut dengan permen merupakan produk makanan yang banyak disukai baik tua maupun muda karena permen mempunyai keanekaragaman rasa, warna,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A PERBANDINGAN KADAR VITAMIN C, ORGANOLEPTIK, DAN DAYA SIMPAN SELAI BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) DAN PEPAYA (Carica papaya) YANG DITAMBAHKAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari PENDAHULUAN Latar Belakang Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari campuran sari buah dan air dengan penambahan bahan pembentuk gel yang dapat membuat teksturnya menjadi kenyal.

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses respirasi setelah pemanenan. Klimakterik menghasilkan etilen lebih banyak sehingga mempercepat terjadinya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permen atau kembang gula merupakan produk pangan yang banyak digemari. Menurut SII (Standar Industri Indonesia), kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN PERMEN JELLY ALAMI DARI BUAH PEPAYA (Carica papaya, L.) Disusun Oleh : 1. Alfitri Meliana I 8312004 2. An Nisaa Ul Afaafa I 8312005 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan

TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan TEKNIK PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Interaksi Bahan dan Teknologi Pengemasan Interaksi Bahan dan Kemasan Pertukaran Udara dan Panas Kelembaban Udara Pengaruh Cahaya Aspek Biologi Penyimpanan Migrasi Zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaplek (Manihot esculenta Crantz) Gaplek (Manihot Esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu. Gaplek berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

Gambar 1. Wortel segar

Gambar 1. Wortel segar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel Wortel (Daucus carota) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang tahun, terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab, kurang lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pikiran, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae) THE CHEMICAL NATURE AND LEVEL (HARD CANDY) SARI NUTMEG (Myristica fragrans houtt

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA

PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA PERUBAHAN MUTU ABON IKAN MARLIN (Istiophorus sp.) KEMASAN VAKUM - NON VAKUM PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN DAN PENDUGAAN UMUR SIMPANNYA ANISA TRIDIYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN PEMATANGAN BUAH & INDEKS KEMATANGAN Pemasakan Tahap akhir fase perkembangan buah,,yang meliputi pembesaran sel, akumulasi fotosintat, dan senyawa aromatik, serta penurunan kadar asam, dan posisi buah masih

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c).

II. TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) Gambar 1. Tanaman jagung (a), jagung (b), dan endosperm jagung (c). II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG MANIS Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata Sturtev.) termasuk ke dalam famili Gramineae (Martin dan Leonard, 1949). Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar Nasional Indonesia nomor 01-3141-1998 didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Kelapa termasuk jenis Palmae yang bersel satu (monokotil). Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa dapat bercabang, namun hal

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci