HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat Thermofisik Arang Sekam a. Bulk Density. b. Porositas. c. Konduktivitas Panas. d. Panas Jenis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat Thermofisik Arang Sekam a. Bulk Density. b. Porositas. c. Konduktivitas Panas. d. Panas Jenis"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Thermofisik Arang Sekam a. Bulk Density Bulk density arang sekam adalah massa arang sekam setiap satuan volume arang sekam. Semakin tinggi bulk density suatu benda maka akan semakin besar pula massa setiap volumenya. Perhitungan bulk density dilakukan dengan menggunakan Persamaan 6. Dari hasil pengukuran, didapatkan bulk density arang sekam sebesar gram/ml atau setara dengan kg/m 3. Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, yaitu 100 kg/m 3 (Deptan, 2009). Hal ini berarti dalam massa yang sama arang sekam memiliki volume yang lebih kecil bila dibandingkan dengan volume sekam. Bulk density arang sekam lebih rendah bila dibandingkan dengan bulk density sekam, disebabkan perlakuan penguraian karena panas, yaitu pyrolisis. Tabel pengukuran bulk density arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 1. b. Porositas Porositas adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap fluida atau bahan formasi atau ruang-ruang yang terisi oleh fluida di antara zat-zat padat. Dari hasil pengukuran di dapatkan bahwa nilai porositas arang sekam sebesar 46% artinya dalam setiap 100 ml arang sekam, terdapat 46 ml ruang kosong yang dapat diisi oleh fluida. Nilai 46% adalah nilai yang sangat besar, karena hampir setengah dari volume arang sekam sebenarnya merupakan ruang kosong. Oleh sebab itu, arang sekam sangat baik bila digunakan sebagai media tanam, karena porositasnya yang tinggi memungkinkan arang sekam menyimpan air dan udara yang cukup untuk akar tanaman. Tabel pengukuran porositas arang sekam dan langkah perhitungannya terdapat pada Lampiran 2. c. Konduktivitas Panas Konduktivitas panas adalah kemampuan suatu benda untuk menghantarkan panas. Dari hasil pengukuran, nilai konduktivitas panas arang sekam adalah W/mK. Bila dibanding dengan kayu yang memiliki konduktivitas panas 0.13 W/mK, nilai konduktivitas panas arang sekam jauh lebih rendah. Ini artinya, kemampuan arang sekam menghantarkan panas jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu. Tabel pengukuran konduktivitas panas arang sekam terdapat pada Lampiran 3. d. Panas Jenis Panas jenis adalah kapasitas panas suatu zat setiap satuan massa. Kapasitas panas adalah jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat setiap satu satuan suhu. Dari hasil pengukuran, nilai panas jenis arang sekam adalah kj/kg o C, artinya setiap kilogram arang sekam akan membutuhkan kj untuk menaikkan suhu setiap satuan derajat Celsius. Perhitungan panas jenis dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7 dan Persamaan 8. Perhitungan panas jenis arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai panas jenis arang sekam sangat tinggi bila dibandingkan dengan nilai panas jenis produk-produk pertanian lain misalnya kacang polong yang memiliki panas jenis sebesar 1.85kJ/kg o C. Hal ini kemungkinan besar karena arang sekam sudah diberikan perlakuan 16

2 berupa pyrolisis sehingga panas jenisnya sangat tinggi. Untuk menguji keakuratan hasil pengukuran, diukur pula panas jenis kayu dan arang kayu dengan alat yang sama. Dari hasil pengukuran, didapatkan hasil panas jenis kayu sebesar kj/kg o C mendekati panas jenis air yaitu 4.2 kj/kg o C, sedangkan panas jenis arang kayu sebesar kj/kg o C. Perhitungan panas jenis arang kayu dan kayu dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Pengukuran panas jenis arang sekam dapat dikatakan akurat, karena bila dibandingkan antara panas jenis kayu dengan panas jenis arang kayu, didapatkan hasil bahwa panas jenis arang kayu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan panas jenis kayu, sedangkan panas jenis kayu mendekati panas jenis air. Produk pertanian biasanya memang memiliki panas jenis yang mendekati panas jenis air. B. Suhu Lingkungan di Dalam Rumah Tanaman Suhu lingkungan di dalam rumah tanaman merupakan suhu yang paling berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu dalam media tanam arang sekam. Suhu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap suhu arang sekam adalah suhu udara di dalam rumah tanaman dan suhu lantai rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman diukur pada koordinat (-3, 2, ) m, sedangkan suhu lantai diukur pada koordinat (-3.15, 0, -6) m, dengan koordinat (0, 0, 0) m adalah pada sisi depan sebelah kanan bawah rumah tanaman. Suhu udara di dalam rumah tanaman pasti lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di luar rumah tanaman. Hal ini disebabkan karena adanya radiasi gelombang panjang sinar matahari yang terperangkap di dalam rumah tanaman, sehingga menyebabkan suhu di dalam rumah tanaman menjadi lebih tinggi. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah tanaman merupakan sinar matahari gelombang pendek berenergi tinggi. Setelah masuk melalui kanopi rumah tanaman akan dipantulkan oleh lantai rumah tanaman, berupa radiasi gelombang panjang dengan energi kecil. Dengan berkurangnya energi, sinar matahari tersebut menjadi tidak dapat menembus keluar dari kanopi rumah tanaman sehingga akan kembali memantul ke lantai rumah tanaman. Sinar tersebut akan memantul terus menerus, sehingga menyebabkan suhu udara didalam rumah tanaman menjadi tinggi. Dari hasil pengukuran selama tiga hari mulai dari tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga tanggal 31 Maret 2011 pukul 16:20, didapatkan suhu udara tertingi di dalam rumah tanaman adalah o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:20, sedangkan suhu udara terendah adalah o C yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu udara ratarata dalam rumah tanaman adalah o C. Suhu lantai juga sangat berpengaruh terhadap terbentuknya sebaran suhu di dalam media tanam arang sekam karena lantai bersinggungan langsung dengan polybag berisi arang sekam, oleh sebab itu dilakukan pengukuran terhadap suhu lantai di dalam rumah tanaman. Dari hasil pengukuran selama tiga hari, didapatkan hasil suhu lantai tertinggi adalah o C, yang terjadi pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 12:50, sedangkan suhu terendah adalah o C yang terjadi pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 06:20. Suhu lantai di dalam rumah tanaman rata-rata adalah o C. Fluktuasi suhu udara dan suhu lantai di dalam rumah tanaman dari waktu ke waktu setiap harinya dapat dilihat pada Gambar 6. Data hasil pengukuran suhu udara dan suhu lantai dapat dilihat pada Lampiran

3 Gambar 6. Grafik suhu udara dan suhu lantai rata-rata di dalam rumah tanaman (28 Maret Maret 2011) C. Suhu Media Tanam Arang Sekam di Dalam Polybag Suhu lingkungan akar merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal dari suatu tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik, terutama hidroponik substrat. Media tanam adalah tempat pertumbuhan akar, oleh sebab itu, suhu media tanam harus dikontrol agar suhu lingkungan akar optimal. Sebaran suhu di dalam arang sekam terbentuk karena adanya pengaruh dari suhu udara di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari udara di dalam rumah tanaman ke dalam arang sekam terjadi secara konveksi. Selain itu, hal lain yang berpengaruh terhadap sebaran suhu arang sekam adalah suhu lantai di dalam rumah tanaman. Perpindahan panas dari lantai ke dalam arang sekam terjadi secara konduksi. Pengukuran sebaran suhu pada arang sekam dilakukan pada tanggal 28 Maret 2011 pukul 16:20 hingga 31 Maret 2011 pukul 15:50, pada dua buah polybag berukuran berbeda berisi arang sekam yang sama. Polybag berukuran 30 cm x 30 cm x mm (polybag A) dan polybag berukuran 20 cm x 20 cm x cm (polybag B). Polybag A diletakkan pada koordinat (-6, 0,- 3) m sedangkan polybag B diletakkan pada koordinat (-6, 0, -3.3) m. Dari hasil pengukuran, suhu rata-rata pada polybag A lebih besar dibandingkan dengan suhu rata-rata pada polybag B. Hal ini disebabkan karena polybag A berada di sebelah timur polybag B, sehingga mendapatkan radiasi matahari lebih besar dibandingkan dengan polybag B. Data suhu hasil pengukuran pada arang sekam dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. Hasil pengukuran pada polybag A menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag A adalah o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag A adalah o C yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag A selama tiga hari sebesar o C. Hasil pengukuran pada polybag B menunjukkan bahwa suhu tertinggi dalam polybag B adalah o C yaitu pada tanggal 29 Maret 2011 pukul 13:20. Suhu terendah pada polybag B adalah o C yaitu pada tanggal 31 Maret 2011 pukul 05:50. Suhu rata-rata di dalam polybag B 18

4 selama tiga hari adalah sebesar o C. Sebaran media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Grafik suhu arang sekam di dalam polybag A dan polybag B (28 Maret Maret 2011) D. Simulasi Computatinal Fluid Dynamics a. Penggambaran Geometri Geometri polybag dan arang sekam dibuat menggunakan software AutoCad 2008 yang kemudian dikonversi kedalam software SolidWorks Model polybag berisi arang sekam dan pengkondisian lingkungan di dalam rumah tanaman kemudian disimulasikan dengan flow simulation. Geometri polybag A dan B dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13. Model polybag dan computational domain dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 dengan sumbu z sebagai arah utara. Gambar 8. Domain dan geometri arang sekam dalam polybag A tampak piktorial 19

5 Gambar 9. Domain dan geometri arang sekam dalam polybag B tampak piktorial Tabel 2. Computational domain polybag A dan polybag B berisi arang sekam Computational Domain Polybag A Polybag B X min 5.46 m 5.49 m X max 6.66 m 6.63 m Y min m m Y max m m Z min m m Z max 0.60 m 0.58 m Geometri yang dibuat tidak tepat berada pada titik (0, 0, 0) m karena geometri tersebut merupakan hasil konversi dari software AutoCad ke software SolidWork. Seluruh computational domain berjarak 0.5 m dari dinding terluar polybag, kecuali untuk Y min yang berjarak 1 mm dari dinding terluar polybag yaitu dinding bagian bawah polybag. Hal ini dilakukan karena, bagian bawah polybag bersentuhan langsung dengan lantai rumah tanaman, sehingga jarak computational domainnya hanya sedikit lebih besar dari tebal polybag yaitu 0.07 mm. Letak computational domain pada sistem dapat dilihat pada Tabel 2. b. Analisa Sebaran Suhu Arang Sekam Pengukuran suhu dilakukan selam 3 x 24 jam mulai tanggal 28 Maret 2011 hingga 31 Maret 2011, namun data yang akan digunakan dalam simulasi adalah data pada pukul pada tanggal 29 Maret 2011, data pukul 08:50 pada tanggal 30 Maret 2011, dan data pada pukul pada tanggal 31 Maret Simulasi dibuat pada tiga waktu tersebut, karena pada waktu-waktu tersebut merupakan waktu saat suhu udara di dalam greenhouse mencapai nilai ekstrim, baik ekstrim atas maupun ekstrim bawah serta nilai medium diantaranya. Simulasi yang dilakukan adalah simulasi dengan tipe eksternal. Komponen yang digunakan sebagai masukan untuk pembuatan simulasi antara lain suhu udara, suhu lantai, suhu dinding polybag yang diasumsikan sama dengan suhu lantai, geometri polybag, karakteristik polybag dan karakteristik arang sekam. Output yang dihasilkan berupa potongan (irisan) kontur suhu media tanam arang sekam. Analisis aliran dan distribusi udara hasil 20

6 simulasi dilakukan pada domain. Hasil yang diperoleh ditampilkan dari tampak depan dan tampak atas pada setiap ketinggian pengukuran. Polybag didefinisikan sebagai suatu material solid dengan seluruh bagian luar polybag merupakan real wall. Polybag terbuat dari material Polyethylene low/medium density. Masukan suhu dinding polybag diasumsikan sama dengan suhu lantai karena tidak dilakukan pengukuran suhu pada dinding polybag. Pada Tabel 3 tersaji masukan pendefinisian sistem untuk polybag. Tabel 3. Masukan karakteristik polybag (Polyethylene low/medium density) Masukan Besaran Satuan Density 917 kg/m 3 Spesific heat 1842 J/(kgK) Conductivity type Isotropic Thermal conductivity W/(mK) Melting suhue 0 K Suhu dinding pukul (29 Maret 2011) 40.1 C Suhu dinding pukul 08:50 (30 Maret 2011) 27.7 C Suhu dinding pukul (31 Maret 2011) 25.2 C Arang sekam di dalam polybag didefinisikan sebagai poros medium. Bila suatu benda didefinisikan sebagai poros medium, maka benda tersebut tidak dianggap sebagai benda solid, melainkan dianggap sebagai fluida yang memiliki nilai air flow resistance. Pada Lampiran 7 tersaji perhitungan nilai pressure drop pada arang sekam. Pada Gambar 10 tersaji tabel item properties arang sekam. Gambar 10. Tabel item properties arang sekam Nilai koefisien pindah panas yang diminta oleh software untuk melakukan perhitungan adalah nilai koefisien pindah panas konduksi dan nilai volumetric heat exchange coefficient. Nilai volumetric heat exchange coefficient digunakan untuk menghitung proses pindah panas konveksi dan radiasi yang terjadi pada sistem pindah panas, berupa arang sekam di dalam 21

7 polybag. Nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam diasumsikan sebesar W/m 3 /K. Nilai tersebut adalah nilai yang diberikan oleh software Solidworks. Saat tabel item properties arang sekam diisi, nilai volumetric heat exchange coefficient sudah terisi dengan nilai tersebut. Cukup sulit mengetahui nilai volumetric heat exchange coefficient arang sekam, karena untuk mengetahuinya perlu dilakukan penelitian tersendiri. Pada simulasi ini, mesh yang digunakan adalah pada tingkat lima. Software solidworks melakukan proses perhitungan pada setiap bagian yang disebut dengan mesh. Terdapat delapan tingkatan mesh dimana, semakin tinggi tingkatan mesh yang digunakan maka akan semakin detail perhitungan yang dilakukan, karena bagian yang dihitung akan semakin kecil. Pada pembuatan simulasi, dipilih mesh tingkat lima, karena tingkatan tersebut dianggap paling optimal. Mesh tingkat empat tidak dipilih karena, kontur hasil simulasi tidak begitu halus, sedangkan mesh tingkat enam tidak dipilih karena memori computer yang tidak mendukung. Hasil iterasi menunjukkan jumlah cell yang terbentuk terdiri dari fluid cell dan partial cell. Iterasi dilakukan hingga global goals mencapai konvergen. Hasil iterasi dan jumlah cell yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil iterasi dan jumlah cell Pukul 12:20 Pukul 05:50 Pukul 08:50 Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B Polybag A Polybag B Iterasi Fluid cell Partial cell c. Hasil Simulasi Computational Fluid Dynamics Gambar 11 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 12:20 tanggal 29 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 35.4 o C hingga 40.1 o C. Masukan yang digunakan adalah 35.4 o C untuk suhu udara lingkungan dan 40.1 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim tertinggi yang didapat pada saat pengukuran. Gambar 12 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 08:50 tanggal 30 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 25 o C hingga 27.7 o C. Masukan yang digunakan adalah 25 o C untuk suhu udara lingkungan dan 27.7 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Data tersebut adalah data medium yang berada diantara waktu suhu ekstrim tertinggi dan suhu ekstrim terendah. Gambar 13 menyajikan sebaran suhu media tanam arang sekam di dalam polybag A dan polybag B pada pukul 05:50 tanggal 31 Maret 2011 tersaji dalam rentang suhu 22.7 o C hingga 25.2 o C. Masukan yang digunakan adalah 22.7 o C untuk suhu udara lingkungan dan 25.2 o C untuk suhu lantai dan suhu dinding polybag. Masukan suhu adalah suhu ekstrim terendah yang didapat pada saat pengukuran. Dari gambar dapat dilihat bahwa pada masing-masing polybag, baik polybag A maupun polybag B terdapat arang sekam yang bersuhu lebih rendah di sekitar arang sekam yang bersuhu tinggi. Arang sekam bersuhu rendah secara umum merupakan arang sekam yang terletak di bagian tengah polybag, sedangkan arang sekam yang bersuhu tinggi merupakan 22

8 arang sekam yang terletak dekat dengan dinding dalam polybag, baik itu dinding vertikal maupun dinding bawah yang bersentuhan langsung dengan lantai. Dari gambar yang tersaji, dapat terlihat bahwa arang sekam di dalam polybag kecil pada suhu lingkungan yang sama memiliki sebaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag besar. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B suhu paling tinggi yang terbentuk adalah 40.1 o C. Suhu paling rendah dalam sebaran suhu yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 36 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk dalam sebaran suhu arang sekam di dalam polyabg B sekitar 37 o C. Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 27.7 o C. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 25 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 26 o C. Pada Gambar 13 dapat dilihat bahwa baik pada arang sekam di dalam polybag A maupun arang sekam di dalam polybag B, suhu paling tinggi yang terbentuk pada sebaran suhu adalah 25.2 o C. Suhu paling rendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A sekitar 22 o C, sedangkan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag B sekitar 23 o C. Perbedaan suhu terendah yang terbentuk pada arang sekam di dalam polybag A dan polybag B disebabkan karena perbedaan jumlah lubang pada polybag. Perbedaan jumlah lubang pada polybag A dan polybag B yang cukup signifikan menyebabkan sirkulasi udara di dalam polybag B lebih sedikit dibandingkan dengan sirkulasi udara di dalam polybag A, sehingga sebaran suhu arang sekam di dalam polybag B lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran suhu arang sekam di dalam polybag A. Dari hasil pengukuran, telah dijelaskan bahwa rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag A lebih besar dibandingkan dengan rata-rata suhu pada arang sekam di dalam polybag B, karena polybag A berada disebelah timur polybag B sehingga polybag A mendapatkan radiasi matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan polybag B. Namun, hasil simulasi menunjukkan polybag B memiliki nilai rata-rata suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu pada polybag A. Perbedaan ini terjadi karena pada saat pembuatan simulasi masing-masing polybag tidak didefinisikan berada di tempat yang sama. Hal ini dapat dilihat dari pembuatan computational domain yang berjarak 0.5 m dari dinding terluar masing-masing polybag. Padahal kenyataannya, dalam jarak 0.5 m tersebut terdapat polybag lain berisi arang sekam, juga terdapat sistem hidroponik rakit apung dan sistem hidroponik NFT yang sebenarnya dapat menjadi penghalang bagi radiasi matahari ke polybag berisi arang sekam. 23

9 T udara = 37 o C T lantai = 40.1 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 11. Sebaran suhu arang sekam pada pukul (29 Maret 2011) 24

10 T udara = 25 o C T lantai = 27.7 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 12. Sebaran suhu arang sekam pada pukul (30 Maret 2011) 25

11 T lantai = 22.7 o C T lantai = 25.2 o C Arang sekam dalam polybag A Arang sekam dalam polybag B Tampak depan 21 cm 18 cm (5 dan 3 cm (10 dan 6 cm (15 dan 9 cm 19.5cm 15cm Gambar 13. Sebaran suhu arang sekam pada pukul (31 Maret 2011) 26

12 E. Validasi Sebaran Suhu Media Tanam Arang Sekam Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran dan hasil simulasi memiliki sedikit perbedaan. Pengukuran sebaran suhu media tanam arang sekam dilakukan pada 18 titik, masing-masing sembilan titik untuk setiap polybag. Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim tertinggi tersaji pada Gambar 14. Gambar 14. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (29 Maret 2011, pukul 12:20). Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data pukul 08:50, tanggal 30 Maret 2011 tersaji pada Gambar 15. Gambar 15. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (30 Maret 2011, pukul 08:50). 27

13 Perbandingan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran arang sekam di dalam polybag A dan B pada data ekstrim terendah tersaji pada Gambar 16. Gambar 16. Grafik perbedaan suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran (31 Maret 2011, pukul 05:50). Perbedaan hasil pengukuran dan hasil simulasi terjadi karena beberapa hal, diantaranya suhu dinding luar polybag diasumsikan sebagai suhu lantai yang sangat tinggi kemungkinan besar menjadi penyebab sebaran suhu hasil simulasi pada tanggal 29 Maret 2011 berada jauh diatas sebaran suhu hasil pengukuran. Peletakan thermocouple saat melakukan persiapan pengukuran juga sangat besar pengaruhnya pada perbedaan ini. Bila thermocouple diletakkan tidak tepat pada titik yang diharapkan, maka thermocouple akan mengukur suhu pada titik yang berbeda dengan titik sampel yang diambil pada hasil simulasi. Hal ini akan menyebabkan perbedaan nilai sebaran suhu hasil simulasi dibandingkan dengan hasil pengukuran. 28

14 Gambar 17. Hubungan linier antara sebaran suhu arang sekam hasil simulasi dengan hasil pengukuran Pengujian keakuratan hasil simulasi dapat dilakukan dengan analisis regresi yang terbentuk pada hubungan linier antara sebaran suhu media tanam arang sekam hasil simulasi dengan sebaran suhu media tanam arang sekam hasil pengukuran yang ditunjukkan pada Gambar 17. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa dari persamaan linier y = ax + b, nilai a sebesar dan b sebesar Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CFD dapat digunakan untuk memprediksi sebaran suhu media tanam arang sekam dengan akurasi yang baik. Hal ini didukung oleh nilai a yang mendekati 1, serta nilai korelasi R 2 sebesar dimana nilai ini mendekati 1 yang menunjukkan keragaman data. Nilai b seharusnya mendekati 0, namun pada persamaan linier tersebut didapatkan nilai b yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh homogenitas arang sekam pada saat pengukuran. 29

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian serta di dalam rumah tanaman yang berada di laboratorium Lapangan Leuwikopo,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Rumah tanaman yang digunakan terletak di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG SEKAM PADA SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI

SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG SEKAM PADA SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI SIMULASI POLA SEBARAN SUHU MEDIA TANAM ARANG SEKAM PADA SISTEM HIDROPONIK SUBSTRAT DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) SKRIPSI DRUPADI CIPTANINGTYAS F14070082 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

SIFAT THERMO-FISIK ARANG SEKAM (Thermo-physical Properties of Rice Husk Char)

SIFAT THERMO-FISIK ARANG SEKAM (Thermo-physical Properties of Rice Husk Char) SIFAT THERMO-FISIK ARANG SEKAM (Thermo-physical Properties of Rice Husk Char) Drupadi Ciptaningtyas ) dan Herry Suhardiyanto ) ) Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

ABSTRAK ABSTRACT. Diterima : 10 Februari 2017; Disetujui : 20 Maret 2017; Online Published : 25 Juli 2017 DOI : /jt.vol11n1.

ABSTRAK ABSTRACT. Diterima : 10 Februari 2017; Disetujui : 20 Maret 2017; Online Published : 25 Juli 2017 DOI : /jt.vol11n1. PENENTUAN WAKTU PENGGUNAAN WATER CHILLER PADA TANAMAN KENTANG BERDASARKAN SEBARAN SUHU DAERAH PERAKARAN Determining of Water Chiller Usage Time on Potato Crop Based on Distribution Temperature of Root

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Iklim Mikro Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Selama 24 jam Struktur rumah tanaman berinteraksi dengan parameter lingkungan di sekitarnya menghasilkan iklim mikro yang khas.

Lebih terperinci

1. Dr. Ridho Hantoro, ST, MT 2. Dyah Sawitri, ST, MT

1. Dr. Ridho Hantoro, ST, MT 2. Dyah Sawitri, ST, MT PENGARUH JENIS DAN KETEBALAN MATERIAL TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR DINDING TUNGKU DENGAN PENDEKATAN CFD (STUDI KASUS DI INDUSTRI TEMPE KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO SURABAYA) 1. Dr. Ridho Hantoro, ST, MT

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) G-184 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-184 Analisa Kinerja Termal Solar Apparatus Panel pada Alat Destilasi Air Payau dengan Sistem Evaporasi Uap Tenaga Matahari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hidroponik Substrat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidroponik Substrat Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD

IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD IV. PEMBAHASAN A. Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara Hasil Simulasi CFD Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Lab. Surya Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan mikro di dalam rumah tanaman khususnya di daerah tropika asah perlu mendapat perhatian khusus, mengingat iri iklim tropika asah dengan suhu udara yang relatif panas,

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Titik Fokus Letak Pemasakan Titik fokus pemasakan pada oven surya berdasarkan model yang dibuat merupakan suatu bidang. Pada posisi oven surya tegak lurus dengan sinar surya, lokasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

Lampiran A: Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdasarkan Standar TEMA

Lampiran A: Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdasarkan Standar TEMA Lampiran A: Gambar Bagian- bagian dari Alat Penukar Kalor Berdasarkan Standar TEMA (Sumber: Lit. 1 hal. 2) Lampiran B: Tabel Tebal Shell Minimum (Sumber: Lit. 1 hal. 30) Lampiran C: Tabel Diameter Ruang

Lebih terperinci

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA

PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Edu Physic Vol. 3, Tahun 2012 PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Vandri Ahmad Isnaini, S.Si., M.Si Program Studi Pendidikan Fisika IAIN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Rumah tanaman (P=18.75 m, L=8 m, T=7.37m) yang digunakan adalah rumah tanaman satu bentang dengan tipe standard peak (Gambar 4). Rumah tanaman terletak di University

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse

II. TINJAUAN PUSTAKA Nutrient Film Technique (NFT) 2.2. Greenhouse II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrient Film Technique (NFT) Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Kondisi ini memberi peluang dan tantangan dalam usaha

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 Studi Numerik Distribusi Temperatur dan Kecepatan Udara pada Ruang Kedatangan Terminal 2 Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Erni Zulfa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi

7. Menerapkan konsep suhu dan kalor. 8. Menerapkan konsep fluida. 9. Menerapkan hukum Termodinamika. 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi Standar Kompetensi 7. Menerapkan konsep suhu dan kalor 8. Menerapkan konsep fluida 9. Menerapkan hukum Termodinamika 10. Menerapkan getaran, gelombang, dan bunyi 11. Menerapkan konsep magnet dan elektromagnet

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklim Mikro Rumah Tanaman Daerah Tropika Basah Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan. Sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dibahas mengenai pemaparan analisis dan interpretasi hasil dari output yang didapatkan penelitian. Analisis penelitian ini dijabarkan dan diuraikan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH TANAMAN Rumah tanaman atau greenhouse di kawasan tropika basah berfungsi sebagai bangunan perlindungan tanaman baik pada budidaya tanaman dengan media tanam maupun dengan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print) B13 B13 Studi Numerik Karakteristik Perpindahan Panas pada Membrane Wall Tube Boiler Dengan Variasi Jenis Material dan Ketebalan Insulasi di PLTU Unit 4 PT.PJB UP Gresik I Nyoman Ari Susastrawan D dan Prabowo.

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK NASKAH PUBLIKASI ANALISA PERPINDAHAN PANAS TERHADAP RECTANGULAR DUCT DENGAN TEBAL 0.075 m MENGGUNAKAN ANSYS 12 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu

KALOR. Keterangan Q : kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m : massa benda (kg) c : kalor jenis benda (J/kg 0 C) t : kenaikan suhu KALOR Standar Kompetensi : Memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo

(Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait) Dosen Pembimbing Bambang Arip Dwiyantoro, ST. M.Sc. Ph.D. Oleh : Annis Khoiri Wibowo Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas Aliran Lube Oil (Studi Kasus PT. EMP Unit Bisnis Malacca Strait)

Lebih terperinci

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip

Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 4 No.2. Oktober 2010 (88-92) Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Made Sucipta, I Made Suardamana, Ketut Astawa Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK

ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK TUGAS AKHIR ANALISIS PERPINDAHAN KALOR YANG TERJADI PADA RECTANGULAR DUCT DENGAN ANSYS 11 SP1 DAN PERHITUNGAN METODE NUMERIK Disusun: FATHAN ROSIDI NIM : D 200 030 126 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.2 Tahapan Analisis Persamaan Differensial untuk Transfer Energi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Pendahuluan Langkah awal dalam penelitian ini adalah mencari dan mengumpulkan sumbersumber seperti: buku, jurnal atau penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian.

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1. Perbedaan Suhu dan Panas Panas umumnya diukur dalam satuan joule (J) atau dalam satuan

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA V. HASIL UJI UNJUK KERJA A. KAPASITAS ALAT PEMBAKAR SAMPAH (INCINERATOR) Pada uji unjuk kerja dilakukan 4 percobaan untuk melihat kinerja dari alat pembakar sampah yang telah didesain. Dalam percobaan

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 BB III METODOLOGI PENELITIN Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah pengujian eksperimental terhadap lat Distilasi Surya dengan menvariasi penyerapnya dengan plastik hitam dan aluminium foil.

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. Dosen Pembimbing : SENJA FRISCA R.J 2111105002 Dr. Eng.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT

ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT ANALISIS CASING TURBIN KAPLAN MENGGUNAKAN SOFTWARE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS/CFD FLUENT 6.2.16 Ridwan Arief Subekti, Anjar Susatyo, Jon Kanidi Puslit Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Komplek LIPI,

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 B-169 Studi Numerik Peningkatan Cooling Performance pada Lube Oil Cooler Gas Turbine yang Disusun Secara Seri dan Paralel dengan Variasi Kapasitas

Lebih terperinci

KALOR DAN KALOR REAKSI

KALOR DAN KALOR REAKSI KALOR DAN KALOR REAKSI PENGERTIAN KALOR Kalor Adalah bentuk energi yang berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah ketika kedua benda bersentuhan. Satuan kalor adalah Joule (J)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Simulasi Model Pengering dengan Gambit 5.1.1. Bentuk domain 3D model pengering Bentuk domain 3D ruang pengering diperoleh dari proses pembentukan geometri ruang pengering

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1. Perhitungan Total Beban Kalor Dalam Ruangan Dalam bahasan ini total beban kalor tersimpan dalam ruangan adalah penjumlahan dari tambahan panas dari transmisi radiasi

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR

KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR KEGIATAN BELAJAR 6 SUHU DAN KALOR A. Pengertian Suhu Suhu atau temperature adalah besaran yang menunjukkan derajat panas atau dinginnya suatu benda. Pengukuran suhu didasarkan pada keadaan fisis zat (

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse)

II. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Tanaman (Greenhouse) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Tanaman (Greenhouse) Menurut Nelson (1978) dalam Suhardiyanto (2009) mendefinisikan rumah tanaman sebagai suatu bangunan untuk budidaya tanaman yang memiliki struktur atap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika

Termodinamika. Energi dan Hukum 1 Termodinamika Termodinamika Energi dan Hukum 1 Termodinamika Energi Energi dapat disimpan dalam sistem dengan berbagai macam bentuk. Energi dapat dikonversikan dari satu bentuk ke bentuk yang lain, contoh thermal, mekanik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Gangguan Pada Audio Generator Terhadap Amplitudo Gelombang Audio Yang Dipancarkan Pengukuran amplitudo gelombang audio yang dipancarkan pada berbagai tingkat audio generator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya rumah tinggal mempunyai halaman depan dan halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Thermosiphon Reboiler Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida yang akan didihkan dan diuapkan dengan proses sirkulasi almiah (Natural Circulation),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga

TAKARIR. Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik. : Kerapatan udara : Padat atau pejal. : Memiliki jumlah sel tak terhingga TAKARIR Computational Fluid Dynamic : Komputasi Aliran Fluida Dinamik Software : Perangkat lunak Drag Force : Gaya hambat Lift Force : Gaya angkat Angel Attack : Sudut serang Wind Tunnel : Terowongan angin

Lebih terperinci

Kaji Numerik Pengkondisian Udara di Workshop Teknik Mesin Universitas Majalengka Menggunakan Autodesk Simulation CFD 2015

Kaji Numerik Pengkondisian Udara di Workshop Teknik Mesin Universitas Majalengka Menggunakan Autodesk Simulation CFD 2015 Kaji Numerik Pengkondisian Udara di Workshop Teknik Mesin Universitas Majalengka Menggunakan Autodesk Simulation CFD 2015 Imam Mutaqin (1), Asep Rachmat (2), Yudi Samantha (3) Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform

4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar. pada aliran di leading edge karena perubahan kecepatan aliran yang tadinya uniform 4.2 Laminer dan Turbulent Boundary Layer pada Pelat Datar Aliran laminer dan turbulen melintasi pelat datar dapat disimulasikan dengan mengalirkan uniform flow sepanjang pelat (Gambar 4.15). Boundary Layer

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 PENGARUH JENIS DAN KETEBALAN MATERIAL TERHADAP DISTRIBUSI TEMPERATUR DINDING TUNGKU DENGAN PENDEKATAN CFD (STUDI KASUS DI INDUSTRI TEMPE KECAMATAN

Lebih terperinci

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS

PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS 209 PENGALIRAN UDARA UNTUK KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS DENGAN METODE SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Sahabuddin 1, Baharuddin Hamzah 2, Ihsan 2 1 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN Paket C 2011 Program IP Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Pembacaan jangka sorong berikut ini (bukan dalam skala sesungguhnya) serta banyaknya angka penting adalah. 10 cm 11 () 10,22

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI

ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B1, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI ANALISIS PERBANDINGAN KENYAMANAN TERMAL GEDUNG KULIAH B, FEM IPB DENGAN MENGGUNAKAN ATAP BETON DAN GREEN ROOF (TANAMAN HIAS) YUNIANTI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9 SMP kelas 9 - FISIKA BAB 9. KALOR DAN PERPINDAHANNYALATIHAN SOAL BAB 9 1. Perhatikan grafik pemanasan 500 gram es berikut ini! http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/fis9-9.1.png Jika kalor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 47 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Bab ini menampilkan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan masing-masing variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian. Hasil pengukuran

Lebih terperinci

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5

Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 Suhu dan kalor NAMA: ARIEF NURRAHMAN KELAS X5 PENGERTIAN KALOR Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud bentuknya. Kalor berbeda

Lebih terperinci

ANALISIS CFD DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI SAMPLE HOUSE DENGAN KONSENTRASI LIQUID DESSICANT 30%

ANALISIS CFD DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI SAMPLE HOUSE DENGAN KONSENTRASI LIQUID DESSICANT 30% ANALISIS CFD DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN KELEMBABAN RELATIF PADA PROSES DEHUMIDIFIKASI SAMPLE HOUSE DENGAN KONSENTRASI LIQUID DESSICANT 30% *Bondantio Putro 1, Eflita Yohana 2, Bambang Yunianto 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN KELEMBAPAN RELATIF PADA RUMAH TANAMAN (GREEN HOUSE) DENGAN SISTEM HUMIDIFIKASI *Mahmudyan Nuriil Fahmi 1, Eflita Yohana 2, Sugiyanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN 3.1 PEMODELAN

BAB 3 PEMODELAN 3.1 PEMODELAN BAB 3 PEMODELAN 3.1 PEMODELAN Pemodelan gas burner dengan menggunakan software fluent bertujuan untuk melihat pengaruh kecepatan injeksi udara tangensial terhadap perubahan kecepatan, tekanan dan turbulensi

Lebih terperinci

Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD)

Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Analisa Pengeringan Secara Konveksi Butiran Teh pada Fluidized Bed Dryer Menggunakan Computational Fluid Dynamic (CFD) *MSK Tony

Lebih terperinci