FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERKAWINAN USIA MUDA DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG KOTA PADANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN JURNAL Oleh: IRMAWATI NPM: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG

2 PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA TERHADAP PERKAWINAN USIA MUDA DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG PADANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN No. Reg. SJAF/575/I/SKP/IH-2016 ABSTRAK Irmawati, NPM Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Padang. Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suamiistri. Perkawian hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur, padahal perkawianan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental untuk bisa mewujudkan garapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Terhadap Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan? (2) Bagaimanakah Dampak Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Terhadap Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. (2) Dampak Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis. Data diperoleh melalui penelitian di lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan (observasi) ataupun wawancara. Selain itu ditambah dengan data yang diperoleh dari arsip Kantor Kantor Urusan Agama. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa: Mengingat bahwa belum dilaksanakannya ketentuan batas umur untuk kawin dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh masyarakat secara baik, yaitu dengan terbuktinya masih terdapat mempelai yang kawin pada usia yang belum mencukupi ketentuan batas umur, maka sebaiknya perlu ditingkatkan adanya penyuluhan-penyuluhan hukum perkawinan kepada masyarakat, khsusnya kepada para remaja yang telah menginjak dewasa, agar dapat menunda usia perkawinan mereka demi tercapainya salah satu Program Nasional yaitu Keluarga Berencana, serta bagi kesejahteraan dan kebahagiaan mereka sendiri serta agar orang tua dalam mendidik dan membina anak dengan kembangkan komunikasi terhadap anak yang bersifat suportif dan komunikasi. 1

3 A. Latar Belakang Masalah Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan Pasal 6 ayat (1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai, ayat (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri. Perkawian hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam prakteknya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur, padahal perkawianan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental untuk bisa mewujudkan garapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. 1 Bagi seorang pemuda, usia untuk memasuki gerbang perkawinan dan kehidupan rumah tangga pada umumnya menitikberatkan pada kematangan jasmani dan kedewasaan pikiran serta kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sebagai suami dalam rumah tangganya. Patokan umur tersebut sesuai bagi para pemuda, kecuali jika ada fakta-fakta lain yang menyebabkan pernikahannya harus dipercepat guna memelihara seseorang dari dosa-dosa yang akan membawa akibat lebih buruk baginya. Bagi seorang gadis, usia memulai perkawinan itu karena adanya kemungkinan dalam waktu singkat terjadi kehamilan dan persalinan pertama yang memungkinkan ia dapat menjalankan tugas sebagai istri dan ibu sebaik-baiknya. 2 Salah satu asas perkawinan calon suami dan istri telah masak jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, disamping dapat memperoleh keturunan yang baik dan sehat jasmani serta rohani. Pada dasarnya kematangan jiwa sangat besar artinya untuk memasuki gerbang rumah tangga. Perkawinan pada usia muda biasanya seseorang belum siap mental maupun fisik, sering 1 Miftah Faridl, Masalah Nikah Keluarga. Jakarta: Gema Insani. Hal Latif Nazaruddin, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga. Bandung: Pustaka Hidayah. Hal. 22 2

4 menimbulkan masalah di belakang hari, bahkan tidak sedikit rumah tangga berakhir dengan perceraian. 3 Perkawinan bukan lah hal yang mudah, di dalamnya terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru individu dewasa dan pergantian status lajang menjadi seorang istri yg menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan. 4 Individu yang memiliki kesiapan untuk menjalani kehidupan perkawinan akan lebih mudah menerima dan menghadapi segala konsekuensi persoalan yang timbul dalam perkawinan. 5 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang pada umumnya berasal dari lingkungan yang berbeda terutama dari lingkungan keluarga asalnya, kemudian mengikatkan diri untuk mencapai tujuan keluarga yang kekal dan bahagia. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 6 Kedewasaan dalam hal Fisik dan rohani dalam perkawinan adalah merupakan dasar untuk mencapai tujuan dan cita-cita dari perkawinan, walaupun demikian masih banyak juga anggota masyarakat kita yang kurang memperhatikan atau menyadarinya. Hal ini disebabkan adanya pengaruh lingkungan dan perkembangan sosial yang tidak memadai. Perkawinan tersebut harus ada persetujuan, dari kedua belah pihak calon mempelai secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain. Suksesnya suatu program dalam hal ini program keluarga berencana, tergantung dari aktif atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut. Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program tersebut dan tercapainya tujuan secara mantap. Program Keluarga Berencana dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai. Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa 3 Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan. Bandung: Al-Bayan. Hal Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara. Hal Edi Suharto, Pembangunan Sosial, Kebijakan Sosial dan Pekerja Sosial. Bandung: Refika Persada. Hal Ibid, Hal. 84 3

5 depan, di dalam melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh karena itu, di dalam pembangunan perlu sekali mengajak subyek tadi untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan.7 Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi dampak dari perkawinan usia muda adalah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana. Keluarga Berencana (KB) adalah daya upaya manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga, secara tidak melawan hukum dan moral pancasila, demi untuk kesejahteraan keluarga. Keluarga Berencana (KB) juga merupakan suatu cara untuk mencegah kehamilan agar ibu melahirkan anak yang diinginkan sesuai dengan perencanaan keluarga sehat. Tujuan program keluarga berencana, yaitu: 8 1. Untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, serta keluarga khususnya dan bangsa pada umumnya. 2. Untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran, sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan negara untuk menaikkan produksi dan penyediaan jasa-jasa. Dengan demikian Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera yang bersamaan pula dengan usaha penurunan angka kelahiran yang berkaitan erat dengan penurunan jumlah kelahiran (jumlah anak) per keluarga untuk terciptanya masyarakat yang bahagia dan sejahtera atau untuk membudayakan Norma keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Dengan dilaksanakan program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda yang dapat mengganggu kesehatan dari ibu dan anak yang dilahirkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pelakasanaan Program Keluarga Berencana Terhadap Perkawinan 7 Ndraha, Talizidulu Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Mayarakat Tinggal Landas. Jakarta: Ribeka Cipta. Hal wabsite 4

6 Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. B. Metode Penelitian Penelitian melakukan metode sebagai berikut: 1. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian. 9 Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan yuridis sosiologis yatu cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di lapangan Jenis dan Sumber Data Sesuai dengan sifat penelitian hukum yuridis sosiologis maka penulis mengumpulkan data yang terdiri dari : a. Data Primer adalah Data yang diperoleh langsung dilokasi penelitian yaitu di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. b. Data Sekunder adalah Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan antara lain berasal dari: 1) Bahan hukum primer adalah bahan-bahan penelitian yang berasal dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan judul dan permasalahan 2) Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur kepustakaan 3) Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum sekunder yang berupa kamus-kamus hukum. C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data antara lain melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri atas Peraturan Pemerintah, Kebijakan Walikota dan peraturan perundang-undangan nasional yang 9 Abdul Kadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Citra aditya bakti. Bandung. Hal Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji Penelitian Hukum Normatif SuatuTinjauan Singkat. Rajawali Pers. Jakarta. Hal. 52 5

7 berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Sedangkan bahan hukum sekunder terdiri atas, buku-buku, jurnal, makalah-makalah, laporan hasil penelitian dan bentuk tulisantulisan lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Selanjutnya bahan-bahan hukum tersier, yakni berupa kamus-kamus. Adapun pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah: a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan langsung di obyek penelitian. Dalam penelitian ini observasi dilakukan di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. b. Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai. 11 Wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan seseorang. Dalam wawancara bisa dilakukan secara individu maupun dalam bentuk kelompok, sehingga peneliti mendapatkan data informasi yang otentik terhadap elemen masyarakat diantaranya 5 orang pelaku perkawinan usia muda dan orang tua terkait serta 2 orang petugas Kantor Urusan Agama Lubuk Begalung Padang. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara terstruktur untuk menggali data yang berkisar mengenai sebab terjadinya perkawinan di usia muda. c. Studi Dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya. Dalam penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari arsip Kantor Urusan Agama setempat, surat nikah dan bahan-bahan terkait lainnya. D. Pengolahan Data dan Analisis Data Setalah data diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pengolahan data ini terdiri dari editing, coding dan tabulasi. a. Editing adalah memeriksa kembali jawaban yang diperoleh/data yang diperoleh, kalau ada kesalahan diperbaiki kalau ada yang kurang akan ditambah. b. Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden kedalam kategori-kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara member tanda/kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban sesuai dengan rumusan masalah. c. Tabulating adalah menyusun dan menghitung data hasil pengkodean, untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel. 11 Usman, Husain dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara, Jakarta. Hal 55 6

8 Selanjutnya setelah data diolah, kemudian dianalisis. Analisis data dengan cara kualitatif, maksudnya analisis tidak menggunakan angka melainkan menggunakan uraian kalimat sesuai dengan rumusan masalah yang akhirnya menjadi suatu kesimpulan.12 E. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Terhadap Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Keluarga Berencana (KB) merupakan program pemerintah untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Pembatasan dapat dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulan kelahiran seperti Kondom, Spiral, IUD, Pil, MOW, MOP dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini telah ditampung dengan semaksimal mungkin nilai-nilai perkawinan yang dihayati oleh bangsa Indonesia. Di lain pihak menampung pula unsur-unsur, ketentuan-ketentuan hukum dan kepercayaan masyarakat yang berhubungan dengan perkawinan. Terdapat beberapa prinsip atau asas yang yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang bertumpu pada tujuan suatu perkawinan, bahwa perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal, sejahtera, dan abadi. Untuk itu suami istri perlu saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya guna mencapai kesejahteraan jasmani dan rohani. Guna menjamin kepastian hukum maka suatu perkawinan adalah syah bilamana dilakukan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun Dengan adanya pembatasan usia perkawinan yakni usia calon mempelai pria minimal sembilan belas tahun (19) dan usia calon mempelai wanita minimal enam belas tahun (16). Pembatasan ini dimaksudkan bahwa calon suami istri itu masak jiwa raganya untuk dapat melaksanakan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan. Untuk itu, harus dicegah adanya perkawinan antara suami istri yang masih di bawah umur. 13 Untuk itu, kesadaran dan kepatuhan hukum sangat bergantung pada pola perilaku masyarakat itu sendiri sejauh mana masyarakat dapat berperan guna 12 Sumotro, SatjiptoRaharjo, 1995, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal Hasil Wawancara dengan Bapak Taufik Arsyani, Sag selaku Kepala KUA Lubuk Begalung Padang, tanggal 6 Agustus

9 mewujudkan ketertiban hukum terlebih terhadap UndangUndang No 1 Tahun 1974 termasuk di dalamnya pencegahan perkawinan di bawah umur yang diarahkan untuk menunjang pembangunan yang minim akan dampak negatif. Tujuan program Keluarga Berencana untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dan menurunkan angka kelahiran, mewujudkan ketahanan keluarga dan kesejahteraan masyarakat, yang diwujudkan dalam kegiatan sebagai berikut 14 : 1. Upaya peningkatan kepedulian peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan 2. Pengaturan kelahiran 3. Pembinaan ketahanan keluarga 4. Peningkatan kesejahteraan keluargauntuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera 5. Meningkatkan koordinasi dan peran serta aparatur serta masyarakat sehingga mampu mewujudkan koordinasi dalam membangun Keluarga Berencana 6. Meningkatkan peran penyuluh dalam peningkatan capaian program. Dari setiap individu harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi seperti misalnya kapan usia ideal untuk menikah, melahirkan, berapa jumlah anak, dan jumlah kelahiran yang ideal, serta bagaimana perawatan kehamilan dan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Pengetahuan mengurangi resiko langsung maupun tidak langsung dari resiko kematian maternal. Selain itu pasutri juga harus memiliki akses seluas-luasnya terhadap pelayanan kontrasepsi yang berkualitas, sehingga mudah dalam merencanakan kehamilan seperti yang diinginkan. Dengan demikian program KB ini menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. 15 Remaja sebagai anak yang ada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju usia dewasa pada masa peralihan ini biasanya terjadi percepatan pertumbuhan dari segi fisik maupun psikis. Baik ditinjau dari bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak mereka bukan lagi anak-anak. Mereka juga belum dikatakan manusia dewasa yang memiliki kematangan pikiran. Sifat-sifat keremajaan ini (seperti emosi yang tidak stabil, belum mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-konflik yang dihadapi, serta belum memepunyai pemikiran yang matang tentang masa depan yang baik), akan sangat mempengaruhi 14 Ibid. Hal Ibid. Hal. 68 8

10 perkembangan psikososial anak dalam hal ini kemampuan konflik pun, usia itu berpengaruh. 16 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Oleh itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan kawin. Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir seorang anak atau lebih. Dalam kelompok individu tersebut lahir organisasi sosial yang bernama keluarga dan membentuk relasi-relasi seperti hubungan suami istri, anak dan orang tua, anak dengan saudara-saudaranya, anak dengan kakek-neneknya, anak dengan paman dan tantenya, ayah-ibu dengan saudara dan ipar-iparnya, suami istri dengan orang tua dan mertuanya, dan seterusnya. Perkawinan usia muda juga membawa pengaruh yang tidak baik bagi anakanak mereka. Biasanya anak-anak kurang kecerdasannya. Anak-anak yang dilahirkan oleh ibu-ibu remaja mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih renda bila dibandingkan dengan anak yang dilahirkan doleh ibu-ibu yang lebih dewasa. Mengenai pembatasan umur untuk melaksanakan perkawinan ini dimaksudkan sebagai pencegahan terhadap perkawinan yang masih di bawah umur. Selain itu juga dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan Program Nasional dalam bidang Keluarga Berencana. 17 Hal ini juga dikehendaki oleh masyarakat dengan adanya tendensi pengunduran usia kawin. Akan tetapi pada kenyataannya perkawinan di usia muda masih sering terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Khususnya di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan ruang bagaimana bisa berlangsungnya perkawinan di usia muda dengan syarat dan proses telah diberikan dan diatur dari segi hukumnya terhadap perkawinan di usia muda yang sesuai dengan prosedur dan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku. Dapat dikatakan jumlah perkawinan usia di Kecamatan Lubuk Begalung cenderung meningkat berdasarkan observasi dan penelitian dilapangan jumlah perkawinan usia muda dari tahun 2010 sampai dengan 2014 berjumlah 13 orang. Penyebab terjadinya peningkatan perkawinan usia muda di Kecamatan Lubuk 16 Ibid. Hal Ibid. Hal. 32 9

11 Begalung Padang disebabkan karena faktor orangtua, rendahnya ekonomi orangtua mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan remaja dan masa depan remaja itu sendiri, orangtua merasa malu bila anak perempuannya terlambat kawin dan jadi perawan tua serta dianggap tidak laku. Faktor pergaulan pertemanan atau lingkungan masyarakat tempat informan tinggal termasuk salah satu faktor seseorang melakukan perkawinan di usia muda. Faktor lain yang menyebabkan seorang remaja melakukan perkawinan usia muda di Kecamatan Lubuk Begalung Padang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yang saling berhubungan, yakni inisiatif atau dorongan dari anak itu sendiri, pola asuh keluarga, dan ekonomi keluarga. Ketiga faktor ini memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku seorang remaja dalam menentukan masa depan mereka. Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan itu hanya di ijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Namun dalam ketentuan ayat (2) undang-undang No.1 tahun 1974 menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Degan demikian perkawinan usia muda ini adalah perkawinan yang para pihaknya masih relatif muda. Dengan demikian yang dimaksud dengan perkawinan usia muda dalam penelitian ini adalah sebagaimana disebut dalam pasal 7 undang- undang No. 1 tahun 1974 ayat (2), dengan demikian perkawinan usia muda ini adalah perkawinan yang para pihaknya masih sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyratan yang telah ditentukan dalam melakukan perkawinan. Sebagai mana telah diketahui bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang umumnya berasal dari lingkungan yang berbeda terutama sekali dari lingkungan keluargaasalnya, kemudian mengikatkan diri untuk mencapai suatu tujuan yaitu keluarga yang kekal dan bahagia. Secara umum tidak ada seorang pun yang menginginkan perkawinannya berakhir dengan suatu perceraian, namun demikian sering kali lingkungan yang berbeda, serta perbedaan- perbedaan yanglain sifatnya pribadi mengakibatkan perkawinan tidak bisa dipertahankan keutuhanya Ibid. Hal

12 Dalam membina kelangsungan suatu perkawinan diperlukan kasih sayang, persesuaian pendapat dan pandangan hidup, seia dan sekata, bersatu dalam tujuan, sehinga perbedaan- perbedaan pendapat lainya sering menimbulkan kerengangankerengangan, kejenuhan-kejenuhan, kebosanan bahkan ketegangan-ketegangan. Disamping hal tersebut diatas sering pula tujuan perkawinan tidak dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita yang di impikan sewaktu mereka belum melangsungkan perkawinan sehinga mengakibatkan timbulnya ketegangan-ketegangan sampai pada permusuhan sehinga keutuhan rumahtangga (perkawinan) tidak dapat dipertankan lagi. Maka untuk mempertahankan suatu perkawinan agar perkawinan tersebut bisa kekal dan bahagia diperlukan persiapan- persiapan yang sangat matang dari kedua calon mempelai baik fisi maupun mental, sehingga mereka menjadi suami istri dengan mudah mendapatkan suatu bentuk persesuaian-persesuain pendapat dalam mencapai tujuan yang dicita- citakan dalam suatu perkawinan. Dengan demikian terjadinya perkawinan itu diharapkan agar didapat keturunan yang akan menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat, menurut garis ayah atau garis ibu atau garis orang tua. Adanya silsilah yang mengantikan kedudukan seseorang sebagai anggota kerabat adalah merupakan barometer dari asal usul keturunan seseorang yang baik dan teratur. 19 Namun perkawinan pada usia muda sering menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan berumah tangga, ini disebabkan karena kurangnya kesiapan mental dan masih belum masak jiwa raganya untuk membina rumah tangga sehingga tidak jarang terjadi pertengkaran, kesalah pahaman atau selisih pendapat antara keduanya sehinga menimbulkan perceraian. Dan juga penyakit yang lain misalnya kecemburuan yang berlebihan, tidak adanya komunikasi yang baik, serta masalah ekonomi (selama menikah masih dalam penganguran) tidak bekerja, hal itu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hidup berumah tangga karena semua ini disebabkan pada waktu menikah usianya masih relatife muda. Dari setiap individu harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi seperti misalnya kapan usia ideal untuk menikah, melahirkan, berapa jumlah anak, dan jumlah kelahiran yang ideal, serta bagaimana perawatan kehamilan dan tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Pengetahuan mengurangi resiko langsung maupun tidak langsung dari resiko kematian maternal. Selain itu pasutri juga harus memiliki akses seluas-luasnya terhadap pelayanan kontrasepsi yang berkualitas, sehingga mudah dalam 19 Ibid. Hal 58 11

13 merencanakan kehamilan seperti yang diinginkan. Dengan demikian program KB ini menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak. Upaya penundaan perkawinan usia muda sangat besar artinya dalam menunjang pengendalian tingkat kelahiran. Dengan melangsungkan perkawinan pada usia.muda, seorang wanita akan mempunyai kesempatan melahirkan anak lebih banyak. Oleh karena itu, usaha menurunkan angka kelahiran perlu didukung dengan usaha meningkatkan umur perkawinan. Di samping menurunkan angka kelahiran meningkatnya umur perkawinan akan mengurangi tingkat kematian ibu pada saat melahirkan maupun kematian anak karena kurang sempurnanya perawatan anak. 20 Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Lubuk Begalung Padang, peninmgkatan jumlah pernikahan usia muda terjadi di Kelurahan Tanjuang Aur, Batuang Taba dan Kampung Jua. Selama tiga tahun terakhir terjadi peningkatan kejadian pernikahan di bawah usia 21 tahun yaitu pada tahun 2012 sebanyak 4 orang, tahun 2013 sebanyak 3 orang dan tahun 2014 sebanyak 6 orang. Hal inimenunjukkan kecenderungan pernikahan usia muda yang tinggi di Kecamatan Lubuk Begalung Padang. Untuk menyikapi masalah perkawinan usia muda yang menjadi salah satu penyebab terjadinya pertumbuhan penduduk, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan dan merupakan langkah-langkah yang dilakukan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang, Hal-hal yang dapat dilakukan Kantor Urusan Agama (KUA) yaitu: Mengajak para remaja baik pria maupun wanita supaya menikah sesuai dengan usia yang di anjuran oleh Pemerintah, apabila perkawinan di usia muda tidak dapat dihindari di anjurkan memakai salah satu alat kontrasepsi sampai umur cukup ideal untuk melahirkan, apabila sudah melahirkan anak pertama di harapakan untuk ber KB. 21 Pengaturan kelahiran di sini maksudnya yaitu mengatur jarak kelahiran dari anak pertama ke anak berikutnya. Dalam hal ini pengaturan jarak kelahiran. Sedangkan dari pihak UPTD BPMPKB Kota Padang memiliki cara tersendiri untuk menjalankan tugas ini, salah satunya dengan cara mengadakan sosialisasi langsung ke masyarakat dan menganjurkan masyarakat untuk mengikuti anjuran yang diberikan oleh pihak 20 Ibid. Hal Hasil Wawancara dengan Bapak Taufik Arsyani, Sag selaku Kepala KUA Lubuk Begalung Padang, tanggal 6 Agustus

14 Badan Keluarga Berencana tentang pentingnya mengatur jarak kelahiran. Setelah melewati fase ini pembinaan ketahanan keluarga juga sangat penting untuk dijalankan agar supaya dapat tercipta keluarga yang sejahtera. Berdasarkan rangkaian tugas di atas, pemerintah mempunyai bidang yang menjalankan tugas tersebut, yaitu Bidang KB dan KS. Untuk bidang KB dan KS ini sangat berpengaruh karena melalui bidang inilah kita dapat mengetahui alat-alat kontrasepsi yang baik dan yang dianjurkan oleh pemerintah untuk digunakan dalam mengatur jarak kelahiran serta perencanaan keluaraga yang baik, fungsi yang mereka harus jalankan yaitu diantaranya: 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera 2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menerangkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Dalam pelaksanaan pasal tersebut tidak terdapat keharusan atau mutlak karena dalam ayat yang lain yaitu ayat (2) menerangkan Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita. Yang perlu mendapat izin orang tua untuk melakukan perkawinan ialah pria yang berumur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun. Itu artinya, pria dan wanita yang usianya masih muda atau dibawah ketentuan tersebut belum boleh melaksanakan perkawinan. Setelah adanya izin dari orang tua maka kedua calon mempelai dapat mengajukan dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama yang menjadi kewenangan absolutnya. Jadi pada hakekatnya dispensasi nikah mempunyai perbedaan makna dengan izin nikah, dispensasi nikah adalah perkawinan yang dilaksanakan dimana calon suami belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan calon isteri yang belum mencapai 16 (enam belas) tahun mendapat kelonggaran atau menjadi dibolehkan untuk melaksanakan perkawinan dengan telah diberikannya dispensasi nikah oleh Pengadilan Agama. 13

15 Sedangkan izin nikah adalah perkawinan yang dilaksanakan oleh calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan yang secara undang-undang telah cukup umur melangsungkan perkawinan tetapi harus memperoleh izin atau diizinkan oleh kedua orang tua masing-masing mempelai. Perkawinan usia muda apabila dilaksanakan harus sesuai dengan asas-asas yang terdapat didalamnya, asas tersebut terdiri dari: 1. Asas kepastian Perkawinan di bawah umur harus ada kepastian atau keterangan yang jelas mengenai calon suami atau calon isteri dan yang berhak memberikan izin dalam perkawinan apabila anak yang di nikahkan masih di bawah umur. 2. Asas gender Perkawinan harus memperhatikan gender masing-masing calon suami atau calon isteri hal ini bertujuan agar tidak terjadi penyimpangan dalam perkawinan seperti perkawinan sesama jenis, dan anak yang dilahirkan memiliki gender dari ibu atau bapaknya yang sah. 3. Asas hikmah Pelaksanaan perkawinan usia muda bisa dilaksanakan apabila perkawinan tersebut dilihat dari aspek positifnya, bahwa perkawinan usia muda bila tidak dilaksanakan maka akan mendatangkan mudharat atau kerugian bagi calon suami atau calon isteri. 4. Asas Rasio Orang tua yang tidak menginginkan anak perempuannya menikah karena dipandang bahwa calon suami tidak memiliki pekerjaan, status sosial yang tidak jelas, dan dianggap tidak mampu belum siap bertanggungjawab apabila dinikahkan. 2. Dampak Perkawinan Usia Muda di Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang Perkawinan di bawah umur merupakan suatu bentuk perkawinan yang tidak sesuai dengan yang diidealkan oleh ketentuan yang berlaku dimana perundangundangan yang telah ada dan memberikan batasan usia untuk melangsungkan perkawinan. Dengan kata lain, perkawinan di bawah umur merupakan bentuk penyimpangan dari perkawinan secara umum karena tidak sesuai dengan syaratsyarat perkawinan yang telah ditetapkan. 14

16 1. Dampak Ekonomi Tingginya angka perkawinan usia muda dipicu oleh rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat atau kesulitan ekonomi, maka agar tidak terus membebani secara ekonomi karena orang tua juga tidak sanggup lagi membiayai pendidikan anak, orang tua mendorong anaknya untuk menikah agar bisa segera mandiri. Sayangnya, para gadis ini juga menikah dengan pria berstatus ekonomi tidak jauh beda, sehingga malah menimbulkan kemiskinan baru. Di beberapa negara miskin, anak-anak perempuan dijadikan target untuk dijual atau dinikahkan agar orang tua terbebaskan dari beban ekonomi. Alasan lain adalah kepentingan kasta, tribal serta kekuatan ekonomi dan politik agar anak-anak mereka yang dikawinkan dapat memperkuat keturunan dan status sosial mereka. Saya dinikahkan pada usia muda karena kami sudah berpacaran kurang lebih satu tahun. Lagi pula suami saya sudah mapan kerjanya, sehingga orang tua saya menikahkan kami, awalnya saya belum mau dinikahkan karena saya masih ingin melanjutkan sekolah lagi, tetapi melihat kondisi keluarga saya yang pas-pasan akhirnya saya mau untuk menikah, lagi pula pada saat itu suami saya juga sudah melamar saya ke orang tua saya. 22 Ketika saya menikahkan anak kami, para tetangga membicarakan prihal perkawinan anak saya, karena perbedaan umur antara anak saya dengan suaminya terlampau jauh yaitu 8 tahun, dan suaminya juga sudah cukup mapan, dengan kemapanannya tersebut maka kami akhirnya menikahkan mereka, lagi pula mereka sudah berpacaran lama. Apalagi kehidupan keluarga kami pas-pasan, dengan menikahkan anak saya dengan lelaki yang sudah mapan, saya berharap kehidupan anak saya akan lebih baik dan beban keluarga kami juga akan berkurang. 23 Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dari aspek ekonomi yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Tingkat pendidikan seseorang akan membawa dampak bagi kesempatan bekerja dan mendapat penghidupan yang lebih baik. Kondisi ekonomi masyarakat yang semakin baik ditunjukkan melalui keberhasilan tingkat pendidikan masyarakatnya. Semakin lama seseorang berada pada jenjang pendidikan dapat menunda kebutuhan untuk 22 Hasil wawancara dengan Yeni (Umur 21 Tahun) pelaku Perkawinan Usia Muda, tanggal 20 Agustus Hasil wawancara dengan Satri Ibu Kandung Yeni pelaku Perkawinan Usia Muda, tanggal 20 Agustus

17 menikah. Pada lingkungan masyarakat kota atau maju, tingkat pendidikan termasuk dalam biaya ekonomi yang termasuk tinggi. 2. Dampak Sosial Budaya dan Adat Istiadat Keadaan sosial budaya dan adat istiadat akan mempengaruhi besar kecilnya keluarga. Norma-norma yang berlaku di masyarakat seringkali juga mendorong motivasi seseorang untuk mempunyai anak banyak atau sedikit. Hal ini dapat ditunjukkan konsep-konsep yang berlaku di masyarakat, misalnya banyak anak banyak rejeki, garis keturunan dan warisan yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. Faktor adat dan budaya, di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Pada hal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Semenjak kami menikah pada Januari 2013 lalu, alhamdulillah keluarga kami baik-baik saja, tapi kadang kala juga bertengkar, maklum pemikiran kami masih belum dewasa, tapi kami masih bisa mengontrol emosi masing-masing, selain itu kami juga sudah kenal cukup lama jadi sudah mengetahui watak atau sifat diantara kita. Pada awal nikah, kami sering mendengar juga gunjingan dari masyarakat, "masih kecil-kecil sudah berani menikah, memang istrinya mau dikasih makan apa". Mendengar gunjingan tersebut kami bersikap biasa dan tenang, sebab kalau didengarkan malah akan menambah masalah lagi. 24 Pernyataan yang sama juga oleh pasangan perkawinan usia muda, Dari mulai menikah pada bulan April yang lalu, sampai sekarang ini alhamdulillah kami bahagia, maklum kami masih pengantin baru. Keluarga kami juga sudah tenang karena kami sudah menikah, namun yang membuat saya belum tenang yaitu omongan dari para tetangga, mereka bilang "masih kecil kok sudah dinikahkan. Namun kami menyikapi itu semua dengan tenang, sebab kami masih muda, beda dengan orang tua kami, mereka terkadang malu Hasil wawancara dengan pasangan suami istri Jejen (Umur 20 Tahun) dengan Zuiyen (Umur 18 Tahun) pelaku Perkawinan Usia Muda, 12 Agustus Hasil wawancara dengan pasangan suami istri Wirman (Umur 19 Tahun) dengan Siska (Umur 19 16

18 Hal senada juga diungkapkan oleh pasangan suami istri, Pada awal menikah kehidupan keluarga kami bahagia, tapi selama ini yang sering kami ributkan adalah masalah ekonomi, maklum suami kami kerja serabutan jadi nafkah yang diberikan juga tidak pasti, terkadang saya juga marah-marah tapi kemudian orang tua kami menasehati saya, terkadang juga orang tua kami yang membantu mencukupi kebutuhan kami, sebenarnya malu, tapi ya terpaksa diterima karena butuh. 26 Secara sederhana bahwa perkawinan di bawah umur mengakibatkan sulitnya untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah dan warrohmah, apabila dibandingkan dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh perundang-undangan. Hal ini berarti bahwa perkawinan di bawah umur dapat dipastikan sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan, karena perkawinan yang memenuhi persyaratan usiapun pada kenyataanya tidak semuanya dapat mewujudkan perkawinan sebagaimana yang disebutkan di atas. Namun demikian perkawinan di usia muda jelas beresiko lebih besar dari pada perkawinan yang telah memenuhi persyaratan usia. 3. Dampak Lingkungan/tempat tinggal Lingkungan atau status tempat tinggal dapat dikelompokkan dalam kategori kota maupun daerah tertinggal atau maju. Biaya sosial ekonomi yang ditanggung oleh masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan atau maju lebih besar daripada yang tinggal didaerah pedesaan maupun tertinggal. Hal ini akan membawa dampak pada pola fikir untuk meningkatkan status sosial ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga akan mempengaruhi keputusan untuk menikah. Status tempat tinggal dapat memberikan perbedaan orientasi nilai tentang perkawinan bagi seseorang. Pada masyarakat yang lebih maju institusi pernikahan yang akan melahirkan generasi berikutnya lebih dinilai pada kualitas yang akan dihasilkan terutama untuk memenuhi biaya sosial ekonomi dari anak tersebut. Suatu perkawinan yang dilaksanakan dengan calon mempelai yang masih muda, terutama bagi calon mempelai wanitanya, yaitu masih di bawah ketentuan batas umur minimal untuk kawin (19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi Tahun) pelaku Perkawinan Usia Muda, 25 Agustus Hasil wawancara dengan pasangan suami istri Nono (Umur 18 Tahun) dan Yanti (Umur 19 Tahun) pelaku perkawinan usia muda, 12 Agustus

19 wanita), berarti akan cenderung menimbulkan fertilitas yang cukup besar. Suatu keluarga dari pasangan mempelai yang masih muda biasanya kurang menyadari akan hal tersebut. Padahal dengan kelahiran anak yang banyak dalam suatu keluarga, apalagi dalam keluarga yang masih terlalu muda akan menimbulkan berbagai masalah yang sangat mengganggu kebahagiaan, ketentraman, dan kesejahteraan dalam keluarga. Akibat adanya anak yang terlalu banyak dalam suatu keluarga, apalagi dalam kalangan keluarga yang tidak mampu, maka akan menyebabkan sulitnya orang tua dalam membiayai kehidupan dan pendidikan dari anak-anaknya sehingga tak jarang mengakibatkan adanya anak-anak putus sekolah, kurangnya bimbingan dan perhatian dari orang tua, timbulnya pengangguran dan tak jarang dapat mengarah pada perbuatan kriminalitas yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Dari hasil pengamatan di Kecamatan Lubuk Begalung Padang dampak dari adanya pernikahan di usia muda akan menimbulkan beberapa hal diantaranya: 1. Mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah yang timbul dalam keluarganya. Suatu keluarga dimana si isteri atau suami atau bahkan keduanya belum memiliki usia yang cukup dalam melakukan perkawinan mereka, maka biasanya kurang memiliki kemampuan untuk mengatasi segala permasalahan yang timbul dalam kehidupan keluarga mereka. Misalnya karena anak masih di bawah umur kehidupan rumah tangga kurang matang sehingga rawan terjadunya kekerasan dalam rumah tangga dan juga dalam masalah pembiayaan kehidupan keluarga, masalah cara mengasuh, mendidik, dan merawat anak. 2. Tidak jarang suatu keluarga dari pasangan suami isteri masih terlalu muda akan mengalami berbagai problematika dalam rumah tangga mereka yang sulit dipecahkan. Kadang bahkan sering menimbulkan percekcokan dimana masing-masing pihak saling bersikeras pada pendirian mereka masingmasing dan diliputi oleh emosi yang tidak terkendali, tanpa ada salah satu pihak yang mau mengalah dan bersikap dewasa, sehingga akhirnya dapat menimbulkan perceraian dalam usia perkawinan mereka yang relatif masih sangat muda. 3. Apabila dilihat dari aturan hukumnya maka akibat hukum dari pernikahan di usia muda melanggar dua aturan hukum yaitu: Undang-Undang Nomor 1 18

20 Tahun 1974 tentang Perkawinan.Pasal 7 ayat (1) perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 ayat (2) untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Dalam aturan hukum ini, perkawinan di bawah umur sebenarnya dilarang tetapi apabila dalam keadaan memaksa maka hal tersebut bisa dikecualikan. 19

21 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Asih Osman, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei, Jakarta: BKKBN. Miftah Faridl, Masalah Nikah Keluarga, Jakarta: Gema Insani. Muhdlor Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan. Bandung: Al-Bayan. Nazaruddin Latif, Ilmu Perkawinan Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga. Bandung: Pustaka Hidayah. Ndraha, Talizidulu, Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Mayarakat Tinggal Landas. Jakarta: Rineka Cipta. Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara. Suharto, Edi, Pembangunan Sosial, Kebijakan Sosial dan Pekerja Sosial. Bandung: Refika Persada. Sumotro, SatjiptoRaharjo, 1995, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia. Usman, Husain dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Wahab, Solichin, Abdul Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara edisi 2. Jakarta : Bumi Aksara. Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Andi. Widodo, 2006, Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. B. Peraturan Perundang-undangan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 20

22 Keputusan Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/2/2004 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana. 21

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembanganya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang bisa memperoleh keturunan sesuai dengan apa yang diinginkanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Nikah sirri zaman sekarang seolah menjadi trend dan gaya hidup. Saat ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri atau nikah di bawah tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang dialami dua insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. aturan agama dan undang-undang yang berlaku. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang di dalamnya terdapat tanggung jawab dari kedua belah pihak. Perkawinan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keharmonisan hubungan suami istri dalam kehidupan perkawinan salah satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui komunikasi interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan beban dalam pembangunan nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh rakyat.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia dewasa, siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan-kebutuhan seperti makhluk hidup lainnya, baik kebutuhan-kebutuhan untuk melangsungkan eksistensinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia menduduki posisi ke-4 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih sayang sebagai sebuah rahmat dari-nya. Dimana semua itu bertujuan agar manusia dapat saling berkasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan, menikah jelas kaitannya dengan rumah tangga. Adapun kuliah hubungannya dengan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tahun untuk pria (BKKBN, 2011). Penyebab terjadinya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya manusia lainnya. Sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROGRAM KELUARGA BERENCANA. a. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan. b. Mendapat kelahiran yang memang diinginkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROGRAM KELUARGA BERENCANA. a. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan. b. Mendapat kelahiran yang memang diinginkan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROGRAM KELUARGA BERENCANA Menurut WHO (world Health Organization) Expert Committee Tahun 1970 keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penentuan jarak kehamilan adalah upaya untuk menetapkan atau memberi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penentuan jarak kehamilan adalah upaya untuk menetapkan atau memberi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penentuan Jarak Kehamilan Penentuan jarak kehamilan adalah upaya untuk menetapkan atau memberi batasan sela antara kehamilan yang lalu dengan kehamilan yang akan datang (Alwi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu

Lebih terperinci

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN 1. Pendahuluan Dalam demografi pertumbuhan penduduk antara lain dipengaruhi oleh fertilitas. Perkawinan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain, dimana setiap manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dan hidup dengan manusia lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan Perkawinan hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Bintarto dan Hadisumarno (1987:9) menyatakan bahwa geografi adalah suatu ilmu yang memperhatikan perkembangan rasional dan lokasi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan. Sudah menjadi fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya serta mencari pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang dengan melangsungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting karena dengan pernikahan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan usia muda adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan sebuah pernikahan, namun memutuskan untuk terikat dalam sebuah ikatan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan

BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI. A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan BAB IV ANALISIS TENTANG MEKANISME DAN FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERNIKAHAN DINI A. Analisis Mekanisme Perkawinan Usia Dini di desa Kalilembu Kecamatan Karangdadap Kabupaten Pekalongan Analisis penulis tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN

BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN BAB III TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN PELAKSANAANNYA DI KECAMATAN KALINYAMATAN A. Pengertian Perkawinan Di Bawah Umur Perkawinan di bawah umur adalah perkawinan yang dilakukan pada usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Ketentuan Pemberian Dispensasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Ketentuan Pemberian Dispensasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Aspek Positif dan Negatif dalam Ketentuan Pemberian Dispensasi Perkawinan di Bawah Umur a. Hasil Wawancara pada Pengadilan Agama Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci