DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii vi viii ix xii xxi xxii xxiv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Sistematika Tugas Akhir... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Mekanik Beton Terhadap Beban Uniaksial Perilaku Kolom Perilaku Mekanik Beton Terhadap Beban Triaksial Kekangan Pada Beton Persamaan Desain Tulangan Pengekang di Beberapa Negara Perilaku Teganga-Regangan Beton Terkekang Mekanisme Keruntuhan Beton Terkekang Pengaruh Kuat Tekan Beton (fc ) ix

2 2.4.3 Pengaruh Spasi Tulangan Lateral Pengaruh Tegangan Leleh Tulangan Lateral Tegangan Lateral Efektif Beton Berserat Jenis-jenis Serat Perilaku Mekanik Beton Berserat Perilaku Tegangan-regangan Beton Berserat Model Kekangan Model Kekangan Beton Normal Daktilitas BAB III METODE ANALISIS MOMEN-KUVATUR Asumsi-asumsi yang Diambil Momen - Kurvatur BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Studi Kasus Hubungan anatara Rasio Tulangan Pengekang terhadap Tingkatan Beban Aksial Kolom Konfigurasi A Kolom Konfigurasi B Perilaku Momen Kurvatur Berdasarkan Nilai fy dalam Satu Jenis Konfigurasi Sengkang Gempa Ringan [P/(fc.Ag)=0.2] Gempa Sedang [P/(fc.Ag)=0.4] Gempa Kuat [P/(fc.Ag)=0.6] Perbedaan Momen Kurvatur Jenis Gempa dalam Konfigurasi Sengkang dan Tegangan Leleh yang Sama Grafik SNI Grafik CSA Grafik NZS x

3 4.5 Perbedaan Tiap Jenis Standart Peraturan dalam Tingkatam Beban Aksial (p/(ag.fc ) Gempa Ringan Gempa Sedang Gempa Kuat Perbedaan Momen Kurvatur Antar Konfigurasi Gempa Ringan Gempa Sedang Gempa Kuat BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

4 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kurva respon beton terhadap beban uniaksial tekan pada berbagai rentang kuat tekan... 7 Gambar 2.2 Mekanisme terlepasnya selimut dari inti beton... 8 Gambar 2.3 Kurva beban aksial defleksi pada pengujian kolom... 9 Gambar 2.4 Mekanisme kekangan pada beton [Antonius & Widhianto, 2014] Gambar 2.5 Hubungan tegangan-regangan beton terkekang dan beton tidak terkekang Gambar 2.6 Pengkangan dengan sengkang persegi dan spiral Gambar 2.7 Kurva tegangan-regangan oleh Cusson dan Pultre Gambar 2.8 Perilaku momen-kurvatur balok beton Gambar 2.9 Perilaku lentur balok beton bertulang Gambar 2.10 Definisi kolom daktail Gambar 3.1 Penampang dan diagram regangan sepanjang penampang Gambar 3.2 Diagram tegangan beton Gambar 3.3 Penentuan luas diagram tegangan beton Gambar 3.4 Penentuan titik berat segmen beton Gambar 4.1 Penampang kolom dan konfigurasi A dan B Gambar 4.2 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi A, fy = 400 MPa Gambar 4.3 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi A, fy = 400 MPa Gambar 4.4 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi A, fy = 600 MPa Gambar 4.5 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi A, fy = 600 MPa Gambar 4.6 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi A, fy = 800 MPa xii

5 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi A, fy = 800 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi B, fy = 400 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi B, fy = 400 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi B, fy = 600 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi B, fy = 600 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs NZS konfigurasi B, fy = 800 MPa Perbandingan rasio tulangan pengekang terhadap beban aksial SNI vs CSA konfigurasi B, fy = 800 MPa Perilaku momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi A Perilaku momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi B Perilaku momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi A Perilaku momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi B Perilaku momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi A Perilaku momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi B xiii

6 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24 Gambar 4.25 Gambar 4.26 Gambar 4.27 Gambar 4.28 Gambar 4.29 Gambar 4.30 Gambar 4.31 Gambar 4.32 Gambar 4.33 Gambar 4.34 Gambar 4.35 Hubungan momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan SNI, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan CSA, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi A Hubungan momen kurvatur berdasarkan NZS, konfigurasi B Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan A dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan A dengan fy=600 MPa Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan A dengan fy=800 MPa Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan xiv

7 Gambar 4.36 Gambar 4.37 Gambar 4.38 Gambar 4.39 Gambar 4.40 Gambar 4.41 Gambar 4.42 Gambar 4.43 Gambar 4.44 Gambar 4.45 B dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan B dengan fy=600 MPa Hubungan momen kurvatur SNI berdasarkan B dengan fy=800 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan A dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan A dengan fy=600 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan A dengan fy=800 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan B dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan B dengan fy=600 MPa Hubungan momen kurvatur CSA berdasarkan B dengan fy=800 MPa Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan A dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan A dengan fy=600 MPa xv

8 Gambar 4.46 Gambar 4.47 Gambar 4.48 Gambar 4.49 Gambar 4.50 Gambar 4.51 Gambar 4.52 Gambar 4.53 Gambar 4.54 Gambar 4.55 Gambar 4.56 Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan A dengan fy=800 MPa Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan B dengan fy=400 MPa Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan B dengan fy=600 MPa Hubungan momen kurvatur NZS berdasarkan B dengan fy=800 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=400 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=600 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=800 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=400 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=600 MPa gempa ringan SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=800 MPa xvi

9 Gambar 4.57 Gambar 4.58 Gambar 4.59 Gambar 4.60 Gambar 4.61 Gambar 4.62 Gambar 4.63 Gambar 4.64 Gambar 4.65 Gambar 4.66 gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=400 MPa gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=600 MPa gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=800 MPa gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=400 MPa gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=600 MPa gempa sedang SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=800 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=400 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=600 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi A dengan fy=800 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=400 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B xvii

10 Gambar 4.67 Gambar 4.68 Gambar 4.69 Gambar 4.70 Gambar 4.71 Gambar 4.72 Gambar 4.73 Gambar 4.74 Gambar 4.75 Gambar 4.76 dengan fy=600 MPa gempa kuat SNI, CSA, NZS, kolom konfigurasi B dengan fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan SNI, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan SNI, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan SNI, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan CSA, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan CSA, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan CSA, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan NZS, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan NZS, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa ringan NZS, fy=800 MPa xviii

11 Gambar 4.77 Gambar 4.78 Gambar 4.79 Gambar 4.80 Gambar 4.81 Gambar 4.82 Gambar 4.83 Gambar 4.84 Gambar 4.85 Gambar 4.86 Gambar 4.87 konfigurasi dengan intensitas gempa sedang SNI, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang SNI, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang SNI, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang CSA, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang CSA, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang CSA, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang NZS, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang NZS, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa sedang NZS, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat SNI, fy=400 MPa xix

12 Gambar 4.88 Gambar 4.89 Gambar 4.90 Gambar 4.91 Gambar 4.92 Gambar 4.93 Gambar 4.94 konfigurasi dengan intensitas gempa kuat SNI, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat SNI, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat CSA, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat CSA, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat CSA, fy=800 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat NZS, fy=400 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat NZS, fy=600 MPa konfigurasi dengan intensitas gempa kuat NZS, fy=800 MPa xx

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Perilaku fisik beberapa jenis serat xxi

14 DAFTAR NOTASI A b = luas penampang (mm 2 ) A c = luas penampang inti beton (mm 2 ) A g = luas bruto penampang (mm 2 ) A sh A shx A shx b c d b d c D f c f cc f co f hcc f l f le f y h Kl k d k n k p L = luas penampang inti beton, diukur dari serat terluar hoop ke serat terluar hoop di sisi lainnya. = luas penampang inti beton, diukur dari serat terluar hoop ke serat terluar hoop di sisi lainnya (searah sumbu x) = luas penampang inti beton, diukur dari serat terluar hoop ke serat terluar hoop di sisi lainnya (searah sumbu y) = lebar inti beton (mm) = diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategangan (mm) = panjang inti penampang beton (mm) = diameter tulangan, diameter penampang (mm) = kuat tekan karakteristik beton (MPa) = tegangan puncak beton terkekang = tegangan awal beton terkekang = tegangan pada tulangan lateral maksimum = tekanan lateral = tegangan lateral efektif = tegangan leleh profil baja (MPa) = lebar penampang (mm) = koefisien tekanan lateral efektif = garis netral penampang = pengaruh dari jumalah tulangan longitudinal yang dipasang = tingkatan beban aksial = panjang (mm) M = momen (KN m) nl = jumlah tulangan lateral xxii

15 P R S S h Δ ε ε c ε cu ε o ρ ρ cc σ φ = beban aksial = jari jari penampang (mm) = jarak sengkang (mm) = jarak antar tulangan (mm) = defleksi aksial = regangan = regangan inti beton = regangan ultimate = regangan awal = rasio tulangan tarik non pratekan = rasio tulangan tarik maksimum = tegangan ijin baja (MPa) = sudut kelengkungan xxiii

16 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A Surat - surat... LAMPIRAN B Flow Chart... Program Momen Kurvatur... xxiv