BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 yang dikenal dengan UUD 1945 pasal 1 ayat (2) dengan jelas
|
|
- Handoko Halim
- 5 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berdasarkan prinsip demokrasi dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dikenal dengan UUD 1945 pasal 1 ayat (2) dengan jelas menyebutkan bahwa Kedaulatan negara berada di tangan rakyat. Makna dari kedaulatan berada di tangan rakyat dalam hal ini ialah bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan kedaulatan rakyat dimaksud dilaksanakan melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undangundang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masingmasing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Selain itu di dalam UUD 1945 juga memberikan hak untuk berkumpul dan berserikat serta kebebasan untuk menyatakan pendapat sebagai perwujudan dari demokrasi, hal ini sesuai dengan pasal 28 UUD Sedangkan di dalam 1
2 2 sila ke empat Pancasila yang berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan merupakan salah satu prinsip adanya demokrasi. Dengan begitu demokrasi di negara Indonesia bersifat normatif. Dikatakan demikian karena sudah menjadi suatu keharusan bagi rakyat untuk menjalankannya. Sesuai ketentuan Pasal 22E ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilihan umum dimaksud diselenggarakan dengan menjamin prinsip keterwakilan, yang artinya setiap orang Warga Negara Indonesia terjamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi rakyat di setiap tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah. Dengan asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari
3 3 siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya oleh negara, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani. Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain. Dalam penyelenggaraan pemilu ini, penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemilih, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat. perlakuan yang sama, serta bebas dan kecurangan pihak manapun. Pelaksanaan suatu pemilihan umum sebagaimana dimaksud memerlukan perangkat-perangkat demi kesuksesan pemilihan umum itu sendiri. Salah satu perangkat pemilihan umum di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berkedudukan di tingkat pusat, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) di tingkat provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kecamatan (KPUK) di tingkat kabupaten atau kota. Mengenai sejarah pemilu di Indonesia yakni delapan pemilu yang lalu adalah sebagai berikut 1 : 1 Goenawan Mohamad, Sejarah Pemilu di Indonesia, dalam Jum at 19 Maret 2004/13:24 WIB. Diakses tanggal 21 Januari 2011
4 4 1. Pemilu 1955 Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. 2. Pemilu 1971 Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei Cara pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di daerah pemilihan. Pemungutan suara Pemilu 1982 dilangsungkan secara serentak pada tanggal 4 Mei Pemungutan suara Pemilu 1987 diselenggarakan tanggal 23 April 1987 secara serentak di seluruh tanah air. Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu sebelumnya. 4. Pemilu 1999 Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti.
5 5 Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Penyelesaian sengketa dari beberapa periode pemilihan umum tersebut keputusan adalah di tangan MA, dan baru mulai tahun 2004 keputusan adalah di tangan MK. Hal ini sesuai dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 tentang pemerintah daerah penyelesaian keputusan dari MA ke PT. Dalam UU No. 32/2004 pasal 106 ayat (4) dijelaskan bahwa Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh pengadilan negeri/pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung, pada ayat (6) disebutkan Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota. Menurut UU No. 12/2008 tetang perubahan kedua atas undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah Pasal 236c berbunyi penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Mahmakah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 (delapan belas) bulan sejak undang-undang ini diundangkan. Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari kompetisi politik antar peserta pemilihan umum. Kualitas demokrasi sangat tergantung kepada
6 6 kualitas hasil pemilihan umum, dan kualitas hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. Oleh sebab itu, pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, setiap lima lima tahun sekali. Jika sebelumnya asas pemilhan umum hanya ditentukan langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), maka sangatlah baik setelah ditambah dengan dua asas lagi yaitu jujur dan adil. Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilihan umum itu timbul perselisihan pendapat diantara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, maka perselisihan semacam itu apabila tidak dapat diselesaikan melalui upaya-upaya yang bersifat administrasi, maka akan diselesaikan melalui berperkara di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi harus menyediakan jalan konstitusi atau mekanisme hukum untuk menyelesaikan perselisihan mengenai hasil pemilu itu. 2 Hasil pemilihan umum tidak selamanya atau bahkan sering para pihak terutama yang kalah dalam pemilihan umum merasa tidak puas dan menuduh ada rekayasa atau tuduhan pelanggaran terhadap ketentuan pemilu yang jujur dan adil sehingga timbullah sengketa Pemilu Pilpres maupun Pilkada tidak dapat dihindari. Adanya rasa ketidakpuasan oleh salah satu pihak membuat Mahkamah Konstitusi harus bekerja lebih keras untuk dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi. Hamper disetiap daerah selalu memiliki permasalahan 2 Asshiddiqie Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hal 240.
7 7 yang berbeda. Salah satu contoh adalah sengketa yang terjadi saat Pilkada pemilihan gubernur Jawa Timur. Jika kita cermati putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan keberatan terhadap penetapan perhitungan suara hasil pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur dengan putusan No. 41/PHPU.D-VI/2008, hal tersebut menjadi sangat menarik bukan karena angka statiknya. Meskipun tidak dipungkiri bahwa angka statistik juga sangat mempengaruhi, namun dalam hal ini yang membuat menjadi lebih menarik adalah sejauh mana sebenarnya wewenang Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya terutama dalam kaitanya dengan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak memberikan peluang adanya putusan yang memungkinkan pencoblosan ulang setelah penetapan pasangan terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mahkamah Konstitusi memberi putusan yang tidak lazim dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jawa Timur, hal ini karena jika dilihat dari sisi hukum kenegaraan, putusan yang diberikan tersebut dapat melahirkan preseden yang penting untuk melihat kewenangan Mahkamah Konstitusi yang diperluas oleh keputusannya sendiri, khususnya menyangkut
8 8 amar putusan yang memerintah Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur untuk penyelenggarakan pemungutan suara ulang di Sampang dan Bangkalan. Dalam putusan tersebut memberi penjelasan bahwasanya pemungutan suara ulang di 2 (dua) Kabupaten dilakukan dalam waktu paling lambat 60 (enampuluh) hari dan perhitungan suara ulang di Kabupaten Pamekasan dilaksanakan paling lambat 30 (tigapuluh) hari. Melihat kondisi yang sedemikian rupa, yang patut dipertanyakan adalah apa konsekuwensi atau akibat hukum pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang jelas hal tersebut diluar kewenangannya. Hal ini patut dipertanyakan dan akan menjadi penting karena tidak adanya ruang yang memungkinkan untuk mengoreksi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Mahkamah Konstitusi melangkah lebih jauh dengan mempertimbangkan bukti-bukti materiil dan bukan hanya sekedar bukti formil. Menurut Mahkamah Konstitusi yang berdasarkan pada alat bukti dan keyakinan para hakim menilai bahwa telah terjadi pelanggaran sistematis, terstruktur, dan massif di daerah pemilihan Sampang, Bangkalan, Kabupaten Pamekasan yang bertentangan dengan konstitusi, khususnya dalam hal Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis. Mahfud MD selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dalam surat kabar Jawa Pos pada tangal 2 Desember 2008 memberikan penjelasan bahwa, Mahkamah Konstitusi tidak dapat dipasang hanya oleh ketentuan Undang-Undang yang
9 9 ditafsirkan secara sempit. Masih menurut beliau, penafsiran sempit itu adalah Mahkamah Konstitusi hanya boleh menilai hasil Pemillhan Kepala Daerah dan melakukan perhitungan suara ulang dari berita acara atau rekapitulasi yang dibuat secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur. Hal tersebut menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi terkesan berani yaitu dengan menganut apa yang disebut dengan keadilan substansif, dengan cara mempertimbangkan semua alat bukti yang diajukan dalam sidang untuk sampai kepada perintah dilakukannya pemungutan suara ulang dan/atau penghitungan suara ulang. Badan peradilan secara konstitusional adalah merupakan suatu lembaga independen sehingga dalam pengambilan putusan atas perkara yang diajukan, hakim harus bersikap imparsial. Meskipun demikian, putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Kosntitusi tidak luput dari berbagai kritik, baik dari kalangan yang tidak diuntungkan dengan adanya putusan tersebut maupun oleh kalangan hukum yang memang memahami bahwa ada masalah baru yang timbul dari adanya putusan tersebut. Akan tetapi gencatan kritik yang ditujukan untuk Mahkamah Konstitusi dalam konteks putusan Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur tidak akan mengubah keadaan yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi karena putusan tersebut bersifat final dan mengikat. Dengan kata lain dengan dikeluarkannya putusan tersebut, maka tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh.
10 10 Salah satu kritikan yang ditujukan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dari Ketua Perkumpulan Pemilihan Umum, Topo Santoso adalah sebagai berikut : Seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi memberi sinyal atas tafsir yang lebih luas dalam memutuskan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah. Karena biasanya Mahkamah Konstitusi hanya memutuskan benar atau tidak mengenai perhitungan oleh Komisi Pemilihan Umum. 3 Tidak heran jika putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pada akhirnya menjadi pemicu kekacauan pada level bawah penyelenggara maupun pihak yang bersengketa. Normatifnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan penghitungan mana yang benar. Putusan Mahkamah Konstitusi jelas-jelas mencoreng kinerja Komisi Pemilihan Umum dan Panitia Pengawas pemilihan Umum yang dinilai tidak melakukan tugas dengan baik, sehingga terjadi adanya perselisihan hasil Pemilu. Tentu berbeda bagi Mahkamah Konstitusi, melalui ketua Mahkamah Konstitusi justru menilai putusan tersebut sebagai suatu kemajuan yang perlu diapresiasi, berupaya menggunting setiap hasil pemilu yang tidak benar atau melanggar prinsip demokrasi. Fakta hukum yang terungkap di persidangan merupakan pelanggaran konstitusi, khususnya keniscayaan pelaksanaan pilkada secara demokratis (pasal 18 ayat 4 UUD 1945) dan asas-asas pemilu 3 Gerakan Pemuda Ansor, Langkah Berani MK?, 4 Desember 2008 (tgl. Acces).
11 11 yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (pasal 22E ayat 1 UUD 1945). Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dianggapnya sebagai terobosan baru dalam melakukan berbagai upaya mencapai keadilan substantif. Masalahnya, benarkah putusan tersebut mencerminkan keadilan substantif? Apalagi jika hanya mengandalkan sekian banyak saksi dan bukti yang belum tentu secara substantif mencerminkan kebenaran sejati. 4 Dari uraian latar belakang permasalahan di atas dapat diketahui bahwa perlu adanya pemahaman yang lebih jelas mengenai putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur dengan mengkaji secara yuridis normatif. Hal ini karena putusan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan putusan tersebut dirasa tidak lazim. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan yang dikemukaan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul ANALISIS YURIDIS NORMATIF TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 41/PHPU.D-VI/2008 TENTANG SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH JAWA TIMUR 4 Ibid
12 12 B. Perumusan Masalah Untuk lebih terarahnya sasaran sesuai dengan judul serta mengacu kepada latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis memberikan batasan masalah atau identifikasi masalah sehingga tidak jauh menyimpang dari apa yang menjadi pokok bahasan. Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D-VI/2008 tentang sengketa pemilihan kepala daerah Jawa Timur? 2. Dampak hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D.VI/2008 terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia C. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada permasalahan yang ada di dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi dalam hal penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur. Hal ini karena putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut dinilai sangat kontroversial. 2. Untuk menganalisa problematik hukum yang muncul pasca adanya putusan tersebut yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
13 13 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a) Bagi ilmu pengetahuan, khususnya Hukum Tata Negara, hasil penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai tambahan literatur dalam memperluas pengetahuan hukum masyarakat serta memberikan sumbangan pemikiran dalam kajian mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dan akibat hukum dari setiap putusannya. b) Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan mengembangkan cakrawala berpikir yuridis normatif konstitusional tentang Mahkamah Konstitusi. 2. Manfaat Praktis a) Bagi Mahkamah Konstitusi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam memutus setiap perkara khususnya menyangkut perselisihan hasil Pemilihan Umum yang menjadi wewenangnya. b) Bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam membuat atau merumuskan peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan Mahkamah Konstitusi. E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D.VI/2008 Tentang Sengketa Pemilihan
14 14 Kepala Daerah Jawa Timur, maka penelitian yang digunakan adalah Metode penelitian yuridis normatif, melalui : E.1 Metode Pendekatan Meteode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan atau untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode yuridis normatif yang sistematis dan terarah sehingga diperoleh kejelasan mengenai permasalahan yang akan dibahas, sehingga diharapkan dapat memberikan pemecahan dari permasalahan yang ditimbulkan. Topik permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka digunakan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian ini menekankan pada materi hukum, yaitu putusan Mahkamah Konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan didukung dengan literatur yang ada mengenai pokok masalah yang dibahas. Pendekatan yuridis normatif yang menekankan pada aturan hukum yang berlaku dalam bentuk peraturan perundang-undangan, maka menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan
15 15 pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menelaah, mengkritisi, serta dapat diharapkan dapat memberikan solusi, khususnya yang terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa Pemilihan Kepala Daerah yang kewenagannya diberikan oleh Undang-Undang, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dan beberapa Undang-Undang lainnya yang relevan dengan objek yang diteliti. E.2 Jenis Bahan Hukum Secara umum, jenis data atau bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 3 (tiga) jenis data, yaitu bahan primer dan bahan sekunder. a. Bahan Hukum Primer Adalah data yang diperoleh penliti dari peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Bahan hukum terdiri dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 41/PHPU.D.VI/2008 Tentang Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur.
16 16 b. Bahan Hukum Sekunder Adalah data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Bahan-bahan sekunder ini terdiri dari buku-buku, surat kabar, majalah, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, juranl-jurnal, artikel, maupun internet. c. Bahan Hukum Tersier Adalah bahan hukum yang diperoleh dari Jurnal maupun Kamus yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. E.3 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pada penulisan hukum ini yang digunakan adalah studi kepustakaan (library research) yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber yang dipublikasikan secara luas dan dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif adalah penulisan yang didasarkan atas data-data yang dijadikan obyek penelitian seperti: buku-buku, pustaka, majalah, artikel-artikel, surat kabar, internet, buletin tentang segala permasalahan yang sesuai dengan skripsi ini yang akan disusun dan dianalisa untuk dikelola lebih lanjut. E.4 Analisa Bahan Hukum Dalam menganalisis data penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel akan diuraikan dan
17 17 dihubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang telah dirumuskan. Cara pengelolaan bahan hukum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan yang dianalisis untuk melihat bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa Pemilihan Kepala Daerah Jawa Timur. F. Sistematika Penulisan Penulisan ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam 4 (empat) bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang Masalah sehingga muncul gagasan-gagasan dan ide-ide dalam pemecahan sebuah permasalah yang di angkat dan mencari solusi dalam penulisan ini, untuk memperkuat gagasan dan ide, penelitipun menyertakan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan yang digunakan sebagai pisau analisa dalam
18 18 melakukan penelitian dan bagian ini akan menjadi acuan bagi pembaca dalam pembahasan berikutnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan penjelasan mengenai pengertianpengertian, beberapa teori serta konsep yang nantinya akan menjadi acuan dalam memberikan analisa pembahasan masalah, sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami bab berikutnya. Adapun teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi; Konsep Negara Hukum, Demokrasi, Pemilihan Kepala Daerah, Sengketa Pemilihan Kepala Daerah, Penyelesaian Sengketa, Tinjauan Tentang Mahkamah Konstitusi yang meliputi Mahkamah Konstitusi di Indonesia maupun kewenangan Mahkamah Konstitusi, serta Penyelesaian sengketa Pemilihan Kepala Daerah yang ditinjau dari Perundang-undangan maupun Peraturan Pemerintah. BAB III PEMBAHASAN Bagian ini merupakan sebuah analisis yang diberikan dari rumusan masalah yang beracuan pada tinjauan pustaka. Pada Bab ini akan berisikan pembahasan mengenai apa sebenarnya yang menjadi dasar pertimbangan bagi Mahkamah Konstitusi dalam mengeluarkan putusan Mahkamah Konstitusi No.41/PHPU-D.VI/2008, dan problematik hukum yang timbul dari adanya putusan Mahkamah
19 19 Konstitusi No. 41/PHPU-D.VI/2008, Serta dampak hukum dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia. BAB IV PENUTUP Pada bagian terakhir, akan ditarik suatu kesimpulan dari apa yang telah dibahas dan beberapa saran yang nantinya dapat dijadikan masukan oleh pembaca sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan.
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk
Lebih terperinciBAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA
BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan
Lebih terperinciPEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008
PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG
top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciPILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)
PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok
Lebih terperinciPemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
Lebih terperinciBerdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar
Lebih terperinciPEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS
PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,
Lebih terperinciBEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1
BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1 Oleh: A. Mukthie Fadjar 2 I. Pendahuluan Salah satu kewenangan konstitusional yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi (disingkat
Lebih terperinciPERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan
PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu
Lebih terperinciHUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili
Lebih terperinciBAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada
BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah
Lebih terperinciMewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis
Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2365 K/Pdt/2006 yang penulis analisis dapat diceritakan posisi kasusnya berawal dari PT. Prosam Plano yang dalam hal ini adalah sebagai
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIV/2016 Konstitusinalitas KPU Sebagai Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Pada Rezim Pemilihan Kepala Daerah Bukan Pemilihan Umum I. PEMOHON 1. Muhammad Syukur
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG
1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinci2017, No Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum tentang Perubahan atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2
No.810, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik. Perubahan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang I. PEMOHON 1. Antonius Ratumakin, sebagai Pemohon I; 2. Budi Permono, sebagai Pemohon II; 3. Lili Hayanto, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan
136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN.
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Lebih terperinciMuchamad Ali Safa at
Muchamad Ali Safa at Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011. Paket UU Pemilu dan Pemilukada PMK Nomor 15/PMK/2008 tentang Pedoman Beracara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciNOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja
Lebih terperinciBAB V KESIMPULA DA SARA
152 BAB V KESIMPULA DA SARA 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari uraian dalam bab III dan IV yang merupakan analisa terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No. 10 tahun 2008 dan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 05/PMK/2004 TENTANG PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004 MAHKAMAH
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan
BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara
Lebih terperinciMATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD
MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman
Lebih terperinciKETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA
KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA bpk.go.id Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Majelis Permusyawaratan Rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (Partai PPI), diwakili oleh Daniel Hutapea sebagai Ketua Umum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah
Lebih terperinciIMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN
IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang pemilihan Kepala Daerah menggunakan Undang-Undang No. 22 Tahun. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Kepala Daerah disebagian daerah telah selesai dilaksanakan, ada banyak kerumitan dalam penyelenggaraan Pemilihan tersebut yang mana sekarang pemilihan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial
Lebih terperinciSILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI
SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI Nama Lembaga Program Mata Diklat Bobot Widyaiswara/Narasumber Deskripsi
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat I. PEMOHON 1. PT. Indikator Politik Indonesia, diwakili oleh Burhanuddin, selaku Direktur Utama, sebagai Pemohon I;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres
Lebih terperinciOleh. Imam Asmarudin, SH.,MH. Abstraksi
Pemohon (Legal Standing) dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) menurut Undang-undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Oleh Imam Asmarudin, SH.,MH Abstraksi Pemilihan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian
Lebih terperinciPERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KETERANGAN DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)
BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya
Lebih terperinciOBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.
Lebih terperinciPP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, latar belakang perluasan kewenangan MK dan konstitusionalitas praktek perluasan kewenangan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu bukti nyata bahwa Negara dengan sistem demokrasi yang baik itu ditentukan dari ada tidaknya perwujudan dan pelaksanaan daripada demokrasi tersebut, yakni
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
Lebih terperinci