PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG

Transkripsi

1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI ZONA INTI PADA KAWASAN KONSERVASI UNTUK EKSPLOITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 30 ayat (4) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulalu-Pulau Kecil, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti pada kawasan konservasi; : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

2 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 273); 6. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339); 7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun ; 8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan; 10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan; 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.23/MEN/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI ZONA INTI PADA KAWASAN KONSERVASI UNTUK EKSPLOITASI. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan. 2. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

3 3. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. 4. Zonasi Kawasan Konservasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan Ekosistem. 5. Zona inti adalah bagian dari Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilindungi, yang ditujukan untuk perlindungan habitat dan populasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian. 6. Eksploitasi adalah suatu bentuk pengusahaan, pendayagunaan, pemanfaatan sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa. 7. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan. 10. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang melaksanakan urusan teknis di bidang pengelolaan ruang laut Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan tata cara perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi meliputi: a. kriteria perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi; dan b. tahapan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk ekploitasi. BAB II PERUNTUKAN DAN FUNGSI ZONA INTI Pasal 3 Peruntukan dan fungsi Zona inti pada kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi: a. perlindungan mutlak habitat dan populasi sumberdaya pesisir dan pulaupulau kecil, serta alur migrasi biota laut; b. perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan; c. perlindungan situs budaya/adat tradisional; dan/atau d. penelitian.

4 BAB III KRITERIA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI ZONA INTI PADA KAWASAN KONSERVASI UNTUK EKSPLOITASI Bagian Kesatu Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti pada Kawasan Konservasi untuk Eksploitasi Pasal 4 (1) Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti untuk eksploitasi dilakukan jika nilai sumberdaya alam yang di eksploitasi lebih besar nilai manfaatnya dari zona inti. (2) Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan lokasi pengganti dengan luasan, peruntukan dan fungsi yang sama sebagai zona inti di dalam kawasan konservasi. (3) Perubahan peruntukan zona inti dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan/atau berakhirnya rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi jangka menengah. BAB IV PERSYARATAN DAN TATA CARA PERUBAHAN Pasal 5 (1) Usulan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi dapat diajukan oleh pemrakarsa yang berasal dari Pemerintah, pemerintah daerah, korporasi atau kelompok masyarakat. (2) Usulan perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan administratif dan teknis. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk: a. Pemerintah atau pemerintah daerah berupa surat keterangan penanggung jawab kegiatan; b. Korporasi berupa: 1) surat keterangan penanggung jawab kegiatan; 2) fotokopi akte pendirian perusahaan dengan menunjukkan aslinya; 3) fotokopi Surat Izin Usaha sesuai dengan jenis usaha yang dimiliki; 4) fotokopi NPWP; dan 5) surat keterangan domisili usaha. c. Kelompok masyarakat berupa: 1) surat keterangan penanggung jawab kegiatan untuk badan usaha; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) ketua kelompok atau penangggung jawab kegiatan; dan 3) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ketua kelompok atau badan usaha. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peta lokasi usulan dan rencana pemanfaatan dengan peta skala minimal 1 : (satu dibanding lima ribu) dengan sistem koordinat lintang (longitude) dan bujur (latitude) pada lembar peta;

5 b. rekomendasi gubernur untuk kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah provinsi; c. rekomendasi bupati dan/atau wali kota untuk kawasan konservasi yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota; d. hasil penelitian/kajian sumber daya alam di zona inti; dan e. surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga dan menjamin keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat. (5) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan tim penelitian terpadu perubahan zona inti dengan keanggotaan melibatkan unsur-unsur kementerian dan lembaga terkait, tokoh masyarakat, akademisi, dan praktisi perikanan dan kelautan. (6) Tim penelitian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai tugas: a. pengumpulan data dan informasi; b. survei dan penilaian potensi; dan c. konsultasi publik. (7) Jangka waktu kerja tim penelitian terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 5 (lima) bulan. Pasal 6 (1) Pengumpulan data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf a, berupa: a. data fisik meliputi keadaan umum wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan potensi fisik lainnya; b. data bio-ekologis meliputi keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktifitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, dan daerah pemijahan ikan serta daerah pengasuhan; dan c. data sosial budaya dan ekonomi meliputi tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, potensi ancaman, kearifan lokal, dan adat istiadat serta nilai penting perikanan, peluang pengembangan ekowisata perairan, nilai estetika dan kemudahan mencapai kawasan serta kebijakan dan aturan Pemerintah atau pemerintah daerah yang terkait dengan perubahan Zona Inti. (2) Survei dan penilaian potensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf b, dilakukan untuk mendapatkan data primer dan/atau data sekunder, serta informasi lapangan dengan menggunakan metoda yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Pelaksanaan konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) huruf c dilakukan untuk menyebarluaskan hasil survei dan penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk mendapatkan masukan, tanggapan dan saran perbaikan. Pasal 7 (1) Hasil konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) digunakan sebagai bahan pertimbangan tim penelitian terpadu dalam memberikan rekomendasi kepada Menteri berupa: a. persetujuan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi; dan

6 b. penolakan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi. (2) Persetujuan perubahan peruntukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila berdampak penting dan cakupan luas dan bernilai strategis, Menteri terlebih dahulu mengajukan persetujuan kepada DPR-RI (3) Rekomendasi perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain, memuat: a. lokasi dan luas perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi, dengan batas-batas koordinat speta skala minimal 1 : (satu dibanding lima ribu); b. potensi calon lokasi perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi dan usulan alternatif jenis kegiatan yang akan dilakukan; c. gambaran umum lokasi dan justifikasi mengenai kepentingan dan urgensi suatu lokasi dapat dilakukan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi, dan d. peta perkiraan luasan perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi yang diusulkan beserta lokasi penggantinya. Pasal 8 (1) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan perubahan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan menyampaikan surat pemberitahuan tentang perubahan peruntukan dan fungsi pada kawasan konservasi tersebut kepada pemohon (2) Berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, Menteri menerbitkan penolakan perubahan zona inti pada kawasan konservasi untuk eksploitasi disertai dengan alasannya BAB V DAMPAK PENTING, CAKUPAN LUAS DAN BERNILAI STRATEGIS Pasal 9 (1) Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk ekploitasi yang berdampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis merupakan perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap: a. kondisi fisik; b. kondisi bio-ekologis; dan c. kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat. (2) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa perubahan yang mengakibatkan penurunan kualitas fisik dan/atau fungsi kawasan konservasi. (3) Penurun kualitas fisik dan/atau fungsi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. perubahan peruntukan dan fungsi zona inti menjadi peruntukan lainnya di luar kawasan konservasi; dan/atau b. perubahan peruntukan dan fungsi zona inti untuk kegiatan eksploitasi yang melebihi 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan konservasi.

7 (4) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi bio-ekologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa perubahan yang mengakibatkan penurunan kualitas iklim, ekosistem dan/atau fungsi zona inti kawasan konservasi. (5) Penurunan kualitas iklim, ekosistem dan/atau fungsi zona inti kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. hilangnya konektivitas dengan kawasan konservasi lain dan merupakan penyangga sistem kehidupan dalam konteks jejaring kawasan konservasi; b. berkurangnya plasma nutfah dan/atau habitat spesies endemik dan atau spesies terancam punah; dan/atau c. hilangnya sumber daya dan/atau fungsinya secara masif. (6) Perubahan yang menimbulkan pengaruh terhadap kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perubahan yang mengakibatkan penurunan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat pada kawasan konservasi. (7) Penurunan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi: a. zona inti merupakan wilayah masyarakat hukum adat; dan b. meresahkan masyarakat menyebabkan dampak sosial, dan konflik. Pasal 10 Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang yang ber-dampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis untuk eksploitasi hanya dapat dilakukan untuk kegiatan: a. pertambangan yang memberikan dampak ekologi dan sosial budaya yang signifikan; dan/atau b. infrastruktur skala besar, seperti pembangunan pelabuhan komersial, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan/atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pasal 11 Perubahan peruntukan dan fungsi zona inti pada kawasan konservasi untuk ekploitasi yang berdampak Penting dan Cakupan yang Luas serta Bernilai Strategis termasuk Kawasan konservasi yang merupakan Kawasan Strategis Nasional atau Kawasan Strategis Nasional Tertentu BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

8 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2016 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2016 SUSI PUDJIASTUTI MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR