BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri pada Residen NAPZA. menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri pada Residen NAPZA. menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri pada Residen NAPZA 1. Pengertian Harga Diri Self esteem atau harga diri adalah penilaian yang dibuat individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan menandakan sampai seberapa jauh individu itu percaya bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga (Pohan, 2006). Sejalan dengan teori tersebut, Baron & Byrne (2004) menyatakan bahwa self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh setiap orang, sikap umum dari seseorang untuk mempertahankan tentang diri mereka sendiri. Self esteem berhubungan dengan cara pendekatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap hidupnya (Riyanti, 2005). Orang yang mempunyai perasaan baik terhadap dirinya cenderung bahagia, sehat, sukses dan mampu menyesuaikan diri. Namun orang yang menilai dirinya negatif mempunyai kecenderungan khawatir, tidak sehat, depresi, pesimis mengenai masa depan dan cenderung melakukan kesalahan. Menurut Coopersmith (1967), self esteem merupakan pengalaman subjektif yang dimanifestasikan oleh individu melalui laporan verbal dan perilaku ekspresif lainnya.

2 Self esteem merupakan penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki orang lain dan menjadi pembanding (Baron & Byrne, 2004). Harga diri merupakan penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu (Harper, 2002). Harga diri juga dapat diartikan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya (Shahizan, 2003). Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya. Harga diri juga dapat didefinisikan sebagai evaluasi positif yang menyeluruh tentang dirinya. (Hurlock, 2004). Self esteem is how we think and feel about ourselves maksudnya harga diri adalah bagaimana kita berpikir dan merasa tentang diri kita sendiri (Powell, 2004). Harga diri merupakan salah satu kebutuhan penting manusia. Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level puncak, sebelum kebutuhan aktualisasi diri. Hal ini karena harga diri individu mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku yang ditampilkannya. Harga diri tidak hanya sebatas bagaimana individu menilai dirinya tetapi juga merupakan nilai-nilai individu, persetujuan, penghargaan hadiah atau rasa suka terhadap dirinya sendiri (John, 2004). Self esteem adalah bagaimana individu

3 mengevaluasi diri mereka, termasuk juga bagaimana individu tersebut mengartikan diri mereka (Scheier, 2001). Berdasarkan uraian di atas, harga diri adalah penilaian individu tentang dirinya sendiri secara positif atau negatif yang dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan orang-orang yang penting di lingkungannya serta dari sikap, penerimaan, penghargaan dan perlakuan orang lain terhadap dirinya. 2. Perkembangan Harga Diri Coopersmith (1967), menerangkan empat faktor utama yang memberi peranan pada perkembangan self-esteem, yaitu: a. Banyaknya jumlah penghargaan, penerimaan, dan perhatian yang diterima seseorang dari significant others dalam kehidupannya. Pada kenyatannya seseorang menilai dirinya seperti apa yang dinilai oleh orang lain. Setiap individu akan berbeda dalam memberikan makna terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam beberapa area pengalaman. Perbedaan ini merupakan fungsi dari nilai-nilai yang diinternalisasi dari orang tua dan figur signifikan lainnya dalam hidup. b. Sejarah dan kegagalan seseorang Keberhasilan memiliki makna yang berbeda-beda pada tiap orang. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dalam suatu seting sosial

4 tertentu kemungkinan lebih memaknakan keberhasilan dalam bentuk pekerjaan, kekuasaan penghormatan, independensi, dan kemandirian pada konteks sosial lain, yang lebih dikembangkan makna keberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan, keterikatan kepada suatu bentuk ikatan sosial dan ketergantungan. Hal ini tidak berarti bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang dianggap berhasil atau gagal dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu. c. Nilai-nilai dan aspirasi Setiap individu akan berbeda dalam menentukan cara bagaimana mereka mencapai tujuan yang ingin diraihnya, individu bebas memilih nilai-nilai. Tetapi karena individu menghabiskan waktu bertahun-tahun di rumah, kelompok teman sebaya dan dilingkungan masyarakat. Hal ini yang akan membawa individu untuk menerima standar nilai yang berbeda, namun, akan tetap menggunakan standar tersebut sebagai prinsip dasar untuk menilai keberartian dirinya. Penilaian diri meliputi perbandingan antara performance dan kapasitas aktual dengan aspirasi dan standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai, khususnya dalam area tingkah laku yang bernilai, maka individu akan mengumpulkan bahwa dirinya adalah orang yang berharga.

5 d. Sikap-sikap individual dalam merespon evaluasi terhadap dirinya Banyak pengalaman yang merupakan sumber evaluasi diri yang negatif dan sebaliknya banyak pula pengalaman yang menghasilkan penilaian diri yang positif. Individu yang memiliki defences mampu mengatasi stimulus yang mencemaskan, mampu menjaga ketenangan diri, dan tingah lakunya efektif. Individu dengan self esteem tinggi memiliki suatu bentuk mekanisme pertahanan diri tertentu yang memberikan individu tersebut kepercayaan diri pada penilaian dan kemampuan dirinya, serta meningkatkan perasaan mampu untuk menghadapi situasi yang menyulitkan. Proses terbentuknya self esteem diawali dengan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang merupakan hasil interpretasi subjektif individu terhadap umpan balik yang berarti dalam kehidupannya (guru, teman sebaya, atau terutama orang tua) dan perbandingan dengan standar atau nilai kelompok atau budaya (Burns,1993) dengan demikian perlakuan dan penilaian orang tua pada masa-masa sebelumnya juga akan mempengaruhi self esteem individu pada masa akhir (Coopersmith,1967). Di dalam Self esteem terkandung pengertian apa dan siapa diri saya segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang melekat dalam diri individu akan mendapat feedback dari orang lain dalam proses interaksi yang

6 merupakan proses dimana individu menguji performance, kapasitas, dan atributatribut dirinya yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat dan orang-orang signifikan. Hal ini yang kemudiann membetuk gambaran diri. Self esteem mencakup dua proses psikologi yang mendasar (Burns,1994): a. Proses dari evaluasi diri (Self evaluation) b. Proses dari penghargaan diri (Self Worth) Masing-masing proses tersebut saling melengkapi satu sama lain. Coopersmith (1967) menyatakan bahwa self worth lebih mendasar pada manusia daripada self evaluation. Self esteem dalam hubungannya dengan self evaluation mengacu kepada pembuatan conscious judgement berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seseorang atau segi-segi yang ada pada seseorang. Apapun yang berhubungan dengan kondisi dalam diri seseorang menjadi dasar bagi proses evaluasi yang melibatkan suatu atau kombinasi dari beberapa tujuan, misalnya prestise atau prestasi.

7 3. Aspek-Aspek Harga Diri Menurut Maslow (1994), aspek-aspek harga diri individu, yaitu : a. Penghargaan dari diri sendiri Penghargaan dari sendiri adalah berupa keyakinan bahwa individu merasa aman dengan keadaan dirinya, merasa berharga dan adekuat. Ketidakmampuan merasakan diri berharga membuat individu merasa rendah diri, kecil hati, tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan. Perasaan berharga terhadap diri dapat ditumbuhkan melalui pengetahuan yang baik tentang diri serta mampu menilai secara obyektif kelebihan-kelebihan maupun kelemahan-kelamahan yang dimiliki. Jadi, individu dapat menghargai dirinya bila individu mengetahui siapa dirinya. b. Penghargaan dari orang lain Keberartian ini dikaitkan dengan penerimaan, perhatian, dan afeksi yang ditunjukkan oleh lingkungan. Bila lingkungan memandang individu memiliki arti, nilai, serta dapat menerima inidividu apa adanya maka hal itu memungkinkan individu untuk dapat menerima dirinya sendiri, yang pada akhirnya mendorong individu memiliki harga diri tinggi atau yang positif. Sebaliknya bila lingkungan menolak dan memandang individu tidak berarti maka individu akan mengembangkan penolakan dan mengisolasi diri. Sulit untuk mengetahui apakah orang lain sebenarnya menghargai atau tidak, oleh sebab itu individu perlu merasa yakin bahwa orang lain berpikir baik tentang

8 dirinya. Ada banyak cara supaya orang lain menghargai individu, antara lain melalui reputasi, status sosial, popularitas, prestasi, atau keberhasilan lainnya di dalam lingkungan masyarakat, kerja, sekolah, dan lain-lain. Aspek-aspek yang dikemukan Maslow tersebut di atas masih bersifat global. Aspek-aspek harga diri secara lebih rinci dikemukakan oleh Coopersmith (1967), dimana aspek-aspek harga diri bergantung pada pola asuh orangtua dan orang-orang di sekitarnya, kondisi rumah tangga dan lingkungan antar pribadi. Adapun aspek-aspek harga diri menurut Coopersmith (1967) adalah: a. Perasaan berharga Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu yang sering kali muncul dari pernyataan yang bersifat pribadi, seperti pintar, sopan dan baik. Rasa keberhargaan individu timbul karena keberhargaan dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain, terutama orang tua. Penilaian ini sangat bergantung pada pengalaman perasaan individu, yaitu apakah individu merasa berharga atau tidak. Individu yang menganggap dirinya berharga serta dapat menghargai orang lain umumnya memiliki harga diri yang tinggi. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia di luar dirinya, dapat mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik.

9 b. Perasaan mampu Merupakan perasaan yang dimiliki individu pada saat ia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Perasaan mampu merupakan hasil persepsi individu mengenai kemampuannya yang akan mempengaruhi pembentukan harga diri dari individu tersebut. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Mereka biasanya menyukai tugas baru, menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna melainkan tahu keterbatasan dan mengharap adanya pertumbuhan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien, maka individu akan memberi penilaian yang tinggi bagi dirinya c. Perasaan diterima Bila individu merupakan bagian dari suatu kelompok dan merasa bahwa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok lainnya, maka individu akan merasa bahwa dirinya diikutsertakan atau diterima. Individu akan memiliki nilai positif tentang dirinya sebagai bagian dari kelompok bila mengalami perasaan diterima. Sebaliknya, individu akan mempunyai penilaian negatif tentang dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima. Perasaan diterima atau diikutsertakan yang dialami individu akan menyebabkan individu tersebut lebih bahagia dan efektif menghadapi tuntutan dari lingkungan.

10 Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan aspek-aspek harga diri adalah perasaan diterima, perasaan mampu dan perasaan berharga. 4. Tingkatan Self Esteem Tingkat Self esteem antar individu dengan yang lainnya berbeda selanjutnya (Coopersmith 1967), ia kemudiann mengulas karakteristik umum yang tampak pada individu dengan berbagai tingkat self esteem, yaitu: a. Self esteem tinggi Individu yang memiliki self esteem tinggi yaitu individu yang puas dengan karakter dan kemampuan diri. Adanya penerimaan dan penghargaan diri yang positif, ini memberikan rasa aman dalam menyesuaikan diri atau bereaksi terhadap stimulus dari lingkungan sosial. Individu mempercayai persepsi diri sendiri, sehingga tidak terpaku pada kesukaran-kesukaran personal. Pendekatan mereka terhadap orang lain menunjukan harapan-harapan yang secara positif dapat mereka terima. Mereka tidak sensitif terhadap kritik dan lingkungannya, tetapi menerima dan mengharapkan masukan verbal dan non verbal dari orang lain untuk menilai dirinya. Mereka mempertimbangkan diri mereka sebagai individu yang bernilai, penting, dan berharga. Mereka mempercayai pandangan serta pengalaman diri sebagai nyata (real) dan benar (true), terdapat kekonsistenan akan persepsi

11 dan pandangan yang mereka miliki serta mampu mengendalikan pengaruh dari orang lain. b. Tingkat Self esteem rendah Individu memiliki lack of confidence dalam menilai kemampuan dan atribut-atribut dalam diri. Adanya penghargaan diri yang buruk ini, membuat individu tidak mampu untuk mengekspresikan diri dalam lingkungan sosial. Mereka tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan-kemampuan diri sehingga ketidakpastian dan ketidakyakinan diri ini menumbuhkan rasa tidak aman terhadap keberadaan diri dilingkungan. Kondisi ini mempengaruhi penyesuaian diri di lingkungan sosial. Mereka merupakan individu yang pesimis yang perasaannya dikendalikan oleh peristiwa-peristiwa eksternal. Merasa tidak mampu dalam menghadapi sesuatu yang menuntut kemampuannya. Sehingga, individu cenderung dependen, pasif, dan tidak mau berpartisipasi serta bersikap konform terhadap lingkungan. Individu merasa terasing, tidak disayangi, tidak mampu mengekspresikan atau mempertahankan diri dan terlalu lemah untuk mengatasi kekurangan. Peka terhadap kritik, terbenam di dalam masalah-masalah menyembunyikan diri dari interaksi sosial yang mungkin akan konfromitas lebih lanjut tentang ketidak kompetenan yang dibayangkan. Perbedaan gaya berespon terhadap diri sendiri dan orang lain menyatakan kondisi Self esteem yang tinggi-rendah. Mereka mungkin mengalami

12 peristiwa yang sama, namun dengan perbedaan tingkat self esteem ini akan signifikan berhubungan dengan pola-pola dan gaya berespon seseorang dalam beradaptasi dengan tuntutan lingkungan. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri Secara umum harga diri mempengaruhi bagaimana individu akan berfungsi dalam kehidupannya sehari-hari. Individu dengan harga diri rendah akan cenderung memiliki motivasi yang rendah. Sementara individu dengan harga diri tinggi akan lebih dapat berperilaku secara efektif (Branden, 1994). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penghargaan seseorang atas dirinya menurut (Coopersmith, 1981), yaitu: a. Penerimaan atau penghinaan terhadap diri Individu yang merasa dirinya berharga akan memiliki penilaian diri yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami hal tersebut. Individu yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri, menerima diri, tidak menganggap dirinya rendah, melainkan mengenali keterbatasan dirinya sendiri dan mempunyai harapan untuk maju dan memahami potensi yang dimilikinya. Sebaliknya, individu dengan harga diri rendah umumnya akan menghindar dari persahabatan, cenderung menyendiri, tidak puas akan dirinya, walaupun sesungguhnya orang yang memiliki harga diri yang rendah memerlukan dukungan.

13 b. Kepemimpinan dan popularitas Penilaian atau keberartian diri diperoleh seseorang pada saat ia berperilaku sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan orang lain atau lingkungannya. Pada situasi persaingan, seseorang akan menerima dirinya serta membuktikan seberapa besar pengaruh dan kepopulerannya. Pengalaman yang diperoleh dalam situasi itu membuktikan individu lebih mengenal dirinya, berani menjadi pemimpin atau menghindari persaingan. c. Keluarga dan orangtua Keluarga dan orangtua memiliki porsi yang besar yang mempengaruhi harga diri, ini dikarenakan keluarga merupakan modal pertama dalam proses imitasi. Alasan lainnya karena perasaan dihargai dalam keluarga merupakan nilai yang penting dalam mempengaruhi harga diri. d. Keterbukaan dan kecemasan Individu cenderung terbuka dalam menerima keyakinan, nilai-nlai, sikap, moral dari seseorang maupun lingkungan lainnya jika dirinya diterima dan dihargai. Sebaliknya, seseorang akan mengalami kekecewaan bila ditolak lingkungannya.

14 Menurut (Frey & Carlock, 1993), faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu: a. Interaksi dengan manusia lain Awal interaksi adalah dengan Ibu yang kemudian meluas dengan figur lain yang akrab dengan individu. Ibu yang memiliki minat, afeksi, dan kehangatan akan menimbulkan harga diri yang positif, karena anak akan merasa dicintai dan diterima seluruh kepribadiannya. b. Sekolah Sekolah adalah lingkungan penting kedua setelah keluarga. Jika individu memiliki persepsi yang baik mengenai sekolah, akan cenderung memiliki harga diri yang positif. Jika sekolah dianggap tidak memiliki umpan balik yang positif bagi individu, maka harga diri akan cenderung rendah. Harga diri yang tinggi umumnya akan dikaitkan dengan keberhasilan akademik pula. c. Pola asuh Bagaimana pola asuh orang tua akan mempengaruhi harga diri anak. d. Keanggotaan kelompok Jika individu merasa diterima dan dihargai oleh kelompok, individu akan mengembangkan harga diri lebih baik dibanding individu yang merasa terasing. e. Kepercayaan dan nilai yang dianut individu Harga diri yang tinggi dapat dicapai bila ada keseimbangan antara nilai dan kepercayaan yang dianut oleh individu dengan kenyataan yang didapatkannya sehari-hari.

15 f. Kematangan dan herediter Individu yang secara fisik tidak sempurna dapat menyebabkan perasaan negatif terhadap dirinya. Sehingga Individu yang memiliki self esteem tinggi memiliki ciri-ciri, dapat menerima dan mengapresiasikan dirinya sendiri dalam kondisi apapun, merasa nyaman dengan keadaan dirinya, berprasangka baik terhadap dirinya sendiri, jika tidak bagi orang lain, setidaknya bagi dirinya sendiri serta memiliki kontrol emosi yang baik dan terbebas dari perasaan yang tidak menyenangkan, kemarahan, ketakutan, kesedihan dan rasa bersalah, dapat merancang, merencanakan, dan merealisasikan segala sesuatu yang diharapkan atau menjadi tujuan hidupnya secara optimal. Self esteem yang tinggi akan berpengaruh secara positif pada sikap dan perilaku individu untuk lebih optimis terhadap masa depannya, misalnya individu yang optimis akan masa depannya berusaha menggapai pengharapan dengan pemikiran yang positif, yakin akan kelebihan yang dimiliki. Individu yang optimis biasa bekerja keras menghadapi stress tantangan sehari-hari secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh berpikir positif terhadap peningkatan harga diri seseorang. Artinya semakin tinggi berpikir positif maka semakin tinggi harga diri dan sebaliknya semakin rendah berpikir positif maka akan semakin rendah pula harga dirinya. Sumbangan efektif (SE) menunjukkan seberapa besar peran atau kontribusi berpikir positif dengan harga diri dilihat dari koefisien

16 determinasi atau r² = 0,536 yaitu sebesar 53,6%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh berpikir positif terhadap harga diri sebesar 53,6%, maka 46,4% harga diri yang lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar faktor berpikir positif (Putri, 2015). B. Pelatihan Berpikir Positif 1. Pengertian Pelatihan Alloy, Acocella & Bootzin (1996), menjelaskan bahwa intervensi dalam bentuk pelatihan memiliki beberapa keunggulan, antara lain menumbuhkan harapan, kebersamaan, memperoleh informasi berkaitan dengan gagasan psikologis dan cara mengatasinya, mendapatkan dukungan sosial dan interpersonal, meniru perilaku yang berhasil, membangun kebersamaan dalam kelompok, dan sarana katarsis. Alloy, Acocella & Bootzin (1996), juga menyampaikan keunggulan yang lebih spesifik dari metode pelatihan, antara lain memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk dapat belajar mencontoh tingkah laku anggota lain (modeling), belajar menerapkan pengetahuan dari anggota lain (guidance), dan memberikan informasi satu sama lain (edukasi). Pelatihan sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seseorang individu sehingga dapat disimpulkan bahwa pelatihan (training) adalah cara atau perbuatan melatih. (Kamil, 2007). Pelatihan merupakan suatu proses belajar

17 mengajar terhadap pengetahuan dan ketrampilan tertentu serta sikap agar peserta semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar (Tanjung, 2003). Sementara menurut Rivai (2005), pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja dimasa mendatang. Proses perubahan perilaku individu tentunya harus melalui sebuah proses pembelajaran atau learning. Barker (dalam Wortman, Loftus & Weaver, 1999) menjelaskan proses pembelajaran sebagai proses perubahan permanen sebuah perilaku yang dapat diamati (observable behavior) melalui pengalaman dengan lingkungan. Menurut Bloom (1977), sasaran belajar yang efektif dapat meliputi tiga elemen perilaku yang akan diubah, yaitu sasaran kognitif, afektif dan psikomotor. Metode intervensi yang mencakup pada ketiga elemen tersebut adalah training atau pelatihan. Dari uraian di atas, pelatihan dapat diartikan sebagai proses belajar singkat yang di dalamnya terdapat serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja dimasa mendatang.

18 2. Berpikir Positif Berpikir positif merupakan suatu kesatuan cara berpikir yang menyeluruh sifatnya, karena mengandung gerak maju yang penuh daya cipta terhadap unsurunsur yang nyata dalam kehidupan manusia. Setiap pemikir positif akan melihat setiap kesulitan dengan cara yang gamblang dan polos, serta tidak mudah terpengaruh sehingga menjadi putus asa oleh berbagai tantangan ataupun hambatan yang dihadapi. Seorang pemikir positif juga tidak akan mencari dalih untuk bisa menghindar dari kesulitan. Berpikir positif juga selalu didasarkan pada fakta, bahwa setiap masalah pasti ada pemecahannya. Suatu pemecahan yang didapat melalui proses intelektual yang sehat (Peale, 2009). Berpikir positif berhubungan dengan perilaku hidup optimal dan jumlah samar peristiwa buruk yang dialami dalam hidup. Individu dengan pola pikir yang cenderung pesimis lebih pasif dibandingkan dengan orang yang optimis dan cenderung berpikir positif. Individu yang pesimistik memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk melangkah menghindari dan menghentikan peristiwa buruk yang dialaminya. Dalam rangka membentuk sikap positif terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan akan membuat individu melihat keadaan tersebut secara rasional, tidak mudah putus asa ataupun menghindar dari keadaan tersebut, tetapi justru akan mencari jalan keluarnya. Individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif, akan lebih banyak berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian,

19 kebahagiaan daripada kesedihan, keyakinan daripada ketakutan, serta kepuasan daripada kekecewaan, sehingga akan bersikap positif dalam menghadapi tuntutan kehidupannya. Pembahasan mengenai berpikir positif telah banyak diajukan oleh para pakar kognitif di atas. Hanya saja definisi yang paten mengenai berpikir positif nampaknya belum terdeskripsikan secara konseptual dan teoritis. Untuk mempermudahnya dengan menggabungkan kesamaan pendapat antara kedua tokoh itu, berpikir positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada hal-hal yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Individu yang menggunakan pola pikir positif berarti secara tidak langsung melahirkan keyakinan bahwa setiap masalah akan ada jalan pemecahannya (Elfiky, 2009). Pola pikir positif adalah cara berpikir yang optimistis terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Individu yang biasa berpikir positif tidak mudah menyalahkan diri sendiri ataupun lingkungan apabila terjadi kesalahan. Kecenderungan berpikir individu baik positif maupun negatif akan membawa pengaruh terhadap penyesuaian dan kehidupan psikisnya (Elfiky, 2009). Albrecht (1980) menyatakan bahwa dalam berpikir positif tercakup aspekaspek sebagai berikut : a. Harapan yang positif. Dalam melakukan sesuatu lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan

20 diri dari perasaan takut akan kegagalan, serta selalu menggunakan kata-kata yang mengandung harapan, seperti : Saya dapat melakukan, Mengapa tidak atau Mari kita coba. b. Afirmasi diri. Afirmasi diri yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri dengan dasar pemikiran bahwa setiap orang sama berartinya dengan orang lain. c. Pernyataan yang tidak menilai. Dalam hal ini adalah suatu pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan diri daripada menilai keadaan, bersifat luas dan tidak fanatik dalam berpendapat. Pernyataan ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan yang negatif terhadap suatu hal. d. Penyesuaian diri terhadap suatu kenyataan. Yaitu mengakui kenyataan dan segera menyesuaikan diri, menjauhkan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri sendiri. Ditambahkan oleh Anderson (1980) bahwa menerima masalah dan menghadapinya adalah salah satu ciri dari berpikir positif. Masalah bukanlah suatu hal yang harus dihindari atau disesali, melainkan bagian dari hidup yang harus dihadapi. Lebih lanjut Albrecht (1980) menyatakan bahwa dengan mengarahkan perhatian pada hal-hal positif dan menggunakan bahasa yang positif untuk membentuk dan mengekspresikan pikiran akan mendatangkan kesan-kesan yang

21 positif pada pikiran dan perasaan individu. Hal ini merupakan substansi dari berpikir positif. Menurut Albrecht (1980) strategi utama untuk belajar berpikir positif adalah dengan cara meniadakan atau menghilangkan perkataan dan pikiran-pikiran yang berkonotasi negatif. Diasumsikan bahwa pola pikir yang negatif menjadi pangkal timbulnya emosi yang mengalahkan diri sendiri, sehingga akan menyulitkan individu dalam menghadapi perubahan-perubahan dan dapat memunculkan berbagai gangguan terutama gangguan psikologis Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir positif merupakan cara berpikir secara logis yang memandang sesuatu dari segi positifnya baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, maupun keadaan lingkungannya 3. Pelatihan Berpikir Positif Berpikir positif merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan seseorang mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Pelatihan berpikir positif dalam penelitian ini adalah usaha intervensi kognitif yang bertujuan untuk menghilangkan distorsi kognitif, yaitu pikiran-pikiran irasional terhadap diri maupun lingkungan, dan mengubahnya menjadi pola pikir

22 yang rasional. Dengan demikian pelatihan berpikir positif ini diharapkan mampu merekonstruksi pikiran dari yang sebelumnya negatif menjadi positif. Pelatihan berpikir positif dapat di identifikasikan sebagai pelatihan yang menekankan suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan seseorang mengalami proses pembelajaran keterampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Limbert (2004) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berpikir positif mempunyai peran dapat membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif. 4. Sesi Pelatihan Berpikir Positif Materi pelatihan berpikir positif dalam penelitian ini, berupa materi-materi yang tercakup pada aspek-aspek yang dinyatakan oleh Albrecht (1980) berikut ini: a. Harapan yang positif (positive expectation) Yaitu melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan masalah dan menjauhkan diri dari perasaan takut akan kegagalan.

23 b. Afirmasi diri (Self affirmative) Yaitu memusatkan perhatian pada kekuatan diri, melihat diri secara positif. Dalam hal ini individu menggantikan kritik pada diri sendiri dengan memfokuskan pada kekuatan diri sendiri. c. Pernyataan yang tidak menilai (non judgement talking) Yaitu suatu pernyataan yang lebih menggambarkan keadaan daripada menilai keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini di maksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung negatif. d. Penyesuaian diri yang realistik (realistic adaptation) Yaitu mengakui kenyataan dan segera berusaha menyesuaikan diri dari penyesalan, frustasi dan menyalahkan diri. Beberapa aspek di atas kemudian dikonversikan dalam beberapa sesi pelatihan untuk diberikan kepada peserta seperti : Pertama, aspek harapan positif menjadi sesi pertama dalam rangkaian pelatihan yaitu dengan memberikan permainan berpasangan bagi para peserta. Tujuannya adalah mengetahui harapan peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Permainan dalam sesi ini diharapkan menjadi salah satu dasar harapan dari para peserta pelatihan. Pandangan yang positif menjadi hal yang sangat penting untuk melahirkan harapan yang baik. Hal ini hanya akan terlihat bagi seseorang yang

24 selalu berpikiran positif. Bagi seseorang dengan pikiran positif, harapannya akan selalu terlihat baik dan memandang masa depannya dengan penuh optimis. Orang yang selalu berpikiran positif terhadap masa depannya dalam situasi dan kondisi apapun mereka akan selalu berusaha dengan gigih dan berupaya untuk lebih mempersiapkan dirinya dengan menyematkan harapan-harapan baru di dalamnya (Aziz, 2010). Individu yang berpikir positif akan mengarahkan pikiran-pikirannya ke hal-hal yang positif, akan berbicara tentang kesuksesan daripada kegagalan, cinta kasih daripada kebencian, kebahagiaan daripada kesedihan sehingga individu akan bersikap positif dalam menghadapi permasalahan (Albrecht, 1994). Kedua, aspek afirmasi dapat dikonversikan menjadi beberapa sesi dalam pelatihan seperti satu menit pujian, lawan pikiran negatifmu, permainan post happy dan materi pikiran positif. Satu menit pujian merupakan sesi pertama pada pertemuan kedua, sesi ini diharapkan peserta dapat fokus dalam mengikuti seluruh rangkaian pelatihan. Lawan pikiran negatifmu, merupakan sesi kedua setelah pembukaan pelatihan pada pertemuan kedua, dalam sesi ini peserta diharapkan mampu mengetahui dan memahami pola pikir negatif dan kemudian mampu mengubah pola pikir negatif menjadi pola pikir positif. Permainan post happy, permainan ini merupakan permainan yang terdapat pada sesi keempat setelah pembukaan. Tujuan dari permainan ini adalah perserta dapat saling memberi motivasi satu sama lain. Materi pikiran positif merupakan sesi pelatihan menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas kepada para peserta yang

25 diharapkan peserta dapat memahami serta menerapkan teknik berpikir positif guna menghadapi peristiwa dalam kehidupannya. Empat sesi hasil konversi aspek ini peserta diharapkan mampu menemukan pikiran negatif yang kemudian dirubah menjadi pikiran positif. Orang yang berkepribadian positif kesehariannya akan mempunyai alasan untuk merasa bangga terhadap dirinya sendiri karena seseorang tersebut memang layak mendapatkan itu. Memusatkan perhatian pada kekuatan diri sendiri, melihat diri secara positif dengan dasar pikiran bahwa setiap individu sama berartinya dengan individu lain (Albrecht, 1994). Ketiga, pernyataan tidak menilai terdapat pada sesi kenalilah dirimu, sesi ini diharapkan peserta dapat mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan berkaitan dengan pola pikir. Dalam sesi ini metode yang digunakan yaitu permainan kelompok, lembar tugas. Pernyataan tidak menilai ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung untuk memberikan pernyataan negatif terhadap suatu hal (Albrecht, 1994). Pernyataan tidak menilai sama artinya dengan penggambaran kenyataan yaitu menerima kenyataan yang ada, paham betul bahwa perubahan pasti akan terus terjadi dan tidak mungkin bisa ditolak, apabila mengalami kegagalan akan mencoba lagi pada kesempatan lain untuk mencapai tujuan, tidak akan pernah merasa takut menerima sesuatu yang berasal dari luar dirinya serta memiliki pikiran terbuka sehingga semua saran dan ide dari orang lain dapat dipertimbangkan dengan baik.

26 Keempat adalah penyesuaian terhadap kenyataan, terdapat empat sesi dalam aspek ini diantaranya materi pikiran negatif, tugas pikiran-pikiran negatifku, dan tips melawan pikiran negatif. Sesi-sesi di atas merupakan penjabaran dari mengakui kenyataan dengan segera menyesuaikan diri, menjauhkan dari penyesalan, kasihan diri, dan menyalahkan diri, menerima masalah dan berusaha menghadapinya adalah salah satu ciri dari orang yang berpikir positif. Mereka menganggap masalah sebagai bagian kehidupan yang harus dihadapi (Albrecht, 1994). Bagi orang yang berpikir positif, ia akan merasakan masalah sebagai proses untuk dijalani. Mereka tahu untuk mencapai kesuksesan haruslah melalui berbagai macam rintangan yang kemudian dijadikan tameng proses ke depan (Aziz, 2010). C. Pelatihan Berpikir Positif untuk Peningkatkan Harga Diri Berpikir positif adalah pemusatan perhatian pada hal-hal positif dan menggunakan bahasa yang positif untuk mengekspresikan pikiran (Albrecht, 1980). Memusatkan perhatian pada sisi yang positif dalam suatu keadaan yang dihadapinya akan membantu individu dalam menghadapi situasi yang mengancam dan menimbulkan tekanan (Cridder, 1983). Berpikir positif membuat individu mampu memusatkan perhatian pada hal-hal positif dari berbagai permasalahan yang dihadapi, atau dalam arti lain (Tentama 2010). Dengan berpikir positif, seseorang dapat menghadapi setiap permasalahan dengan semangat dan energi yang besar karena mampu melihat hal positif di balik kondisi yang

27 kurang menyenangkan. Hal ini didukung pendapat Hill & Ritt (2004) yang mengatakan berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi. Kemampuan berpikir positif telah terbukti dapat meningkatkan penerimaan diri, meningkatkan pengelolaan depresi, serta dapat menangani sikap pesimis (halide, 2007). Individu yang memiliki harga diri rendah memilih NAPZA sebagai sarana untuk mengembalikan kestabilan emosinya, sehingga menimbulkan rasa aman pada diri mereka. Penelitian mengenai remaja yang menggunakan mariyuana mengalami perubahan positif pada harga dirinya. Demikian juga pada pemakai kokain merasa meningkat dalam keyakinan diri dan hubungan sosialnya ketika dalam keadaan memakai (Kerst, 1989). Berpikir positif merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan, individu yang pesimis melalui pelatihan berpikir positif akan mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang berbagai peristiwa yang dialami (Lestari, 2005). Anwar Prabu (2003), mengemukakan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, yang mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas. Berpikir positif merupakan suatu keterampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan. Pada prinsipnya melalui pelatihan berpikir positif ini diharapkan subjek mengalami

28 proses pembelajaran keterampilan kognitif dalam memandang peristiwa yang dialami. Limbert (2004) dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berpikir positif mempunyai peran dapat membuat individu menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif. Pelatihan berpikir positif didasarkan pada asumsi bahwa manusia memiliki kesanggupan untuk berpikir, maka manusia mampu untuk melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau menghapus keyakinan yang merusak dirinya sendiri (Corey, 2007). Pelatihan berpikir positif akan melatih residen untuk memikirkan ulang respon dari pengalaman-pengalaman tidak nyaman yang pernah diterimanya. Apabila mampu merubah respon pengalaman tersebut dari yang semula negative menjadi respon yang positif, maka residen akan dapat mengurangi pemikiran yang negative tentang keadaan diri, menumbuhkan penerimaan diri, sehingga meningkatkan harga diri residen. Dalam tinjauan pustaka dijelaskan bahwa kecenderungan individu dengan harga diri rendah rentan terhadap aktivitas penyalahgunaan NAPZA dan perilaku-perilaku negatif lainnya. Pelatihan berpikir positif mampu mengarahkan subjek untuk merubah pemikiran negative melalui analisa diri budaya subjek. Faktor penyebab lain penyalahguna NAPZA selain faktor dalam diri individu, juga sangat terpengaruh faktor eksternal dari individu, sehingga dalam pelatihan ini menggunakan pembentukan dinamika kelompok pelatihan yang solid. Strategi mengatasi masalah (coping) dalam penelitian ini juga dikembangkan secara fleksibel dan kreatif dalam setiap materi, khususnya materi lawan pikiran negatifmu.

29 Selain materi pelatihan secara inti, pelatihan ini juga memberikan materi tambahan berupa ice breaking dan membangun harapan. Materi ini dimaksudkan dapat mendorong subjek penelitian untuk dapat mengikuti pelatihan dengan perasaan nyaman dan santai, sehingga subjek dapat terlibat sepenuhnya untuk mengikuti jalannya pelatihan. Kondisi rileks yang diciptakan tetapi tetap serius ini dapat membantu peserta pelatihan untuk tetap dalam kondisi optimal, sehingga peserta pelatihan dapat menggunakan kemampuan berpikirnya dalam taraf optimal. Intensitas dan jadwal dalam pelatihan ini yang didesain dua sesi dalam hari yang berbeda diharapkan memberikan efek untuk mereduksi tekanan pada subjek. Hal tersebut tidak terlepas dari pengambilan jadwal pada hari sabtu dan minggu untuk mengurangi efek menekan, mengingat hari aktif yang lain digunakan sebagai jadwal Therapeutic Community. Variasi metode dalam pelatihan (ceramah, diskusi, latihan atau penugasan, game, presentasi dan juga wawancara individual) berhasil memberikan nuansa lebih hidup, rileks, ceria, menantang tapi santai dan lebih bersemangat selama berlangsungnya pelatihan sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan harga diri residen. Selain itu metode ini juga dapat mendorong subjek pelatihan untuk berlatih memahami ide dan pendapat orang lain, menerima perbedaan, dan mendiskusikan perbedaan atau ketidaksepahaman dalam kelompok. Hal lain yang dicapai dalam metode ini adalah timbulnya keberanian subjek untuk mengemukakan pendapat dan keterlibatan subjek dalam memerankan suatu tugas serta keberanian subjek untuk menyampaikan

30 informasi kepada orang lain di depan kelompok. Metode dalam kegiatan ini juga terbukti meningkatkan keterampilan sosial subjek dalam bentuk presentasi, komunikasi dan membangun relasi sosial dengan orang lain dalam forum kelompok. Berikut efek berpikir positif seseorang berdasarkan pendapat dan penelitian ilmiah yang telah dilakukan. Peneliltian dilakukan oleh 173 mahasiswa telah berhasil menemukan bahwa berpikir positif mempunyai hubungan signifikan dengan kondisi psikologis yang positif, dan dinyatakan tidak adanya hubungan dengan afek negatif serta simtom psikologis. Orang yang berpikir positif tinggi mampu menunjukkan tingkat kondisi psikologis yang lebih positif, antara lain dilihat dari afek, harga diri, kepuasan umum dan kepuasan yang bersifat khusus (Goodhart, 1985). Penelitian Herbadi (2007) juga membuktikan adanya hubungan kebiasaan berpikir secara negatif dengan rendahnya harga diri. Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa berpikir positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis dan merupakan salah satu metode yang baik untuk meningkatkan harga diri. Sehingga dengan mengubah pola berpikir menjadi positif, harga diri dapat ditingkatkan, karena dengan berpikir positif membuat individu cenderung berperasaan positif serta memandang tujuan hidup lebih baik, serta mampu memotivasi dirinya sendiri untuk mencapai harapan positif dalam kehidupannya.

31 D. Landasan Teori Self esteem adalah penilaian yang dibuat individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keadaan dirinya, dan menandakan sampai seberapa jauh individu itu percaya bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga (Pohan, 2009). Dalam psikologi sosial, istilah Self esteem digunakan sebagai bagian dari dimensi afektif dalam self concept, sedangkan dimensi kognitif dalam self concept disebut self image. Para ahli sering menggunakan Self esteem untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan dirinya, percaya akan kemampuannya, dan adanya pengakuan atau penerimaan dari orang lain. Kata Esteem berasal dari bahasa latin aestimare, yang berarti to estimate or to appraise (menilai). Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima, menolak, juga indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan, (Coopersmith,1967). Menurut Coopersmith (1967), harga diri adalah aspek kepribadian yang penting sebagai penilaian yang dibuat individu terhadap dirinya sendiri. Harga diri yang tinggi akan mempengaruhi kepribadian seseorang. Harga diri merupakan evaluasi diri yang ditegakkan dan dipertahankan oleh individu, yang berasal dari interaksi individu dengan orang orang yang terdekat dengan lingkungannya, dan dari jumlah penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain yang diterima individu.

32 Istilah self esteem sering digunakan para ahli untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan terhadap dirinya, percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan atau tidak, adanya pengakuan (penerimaan) atau tidak. Self esteem merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah personal judgment mengenai perasaan berharga atau berarti yang di ekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya, Proses penilaian diri muncul dan penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan dirinya (Coopersmith, 1967). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah evaluasi terhadap perasaan dan penilaian individu tentang dirinya. Harga diri berpengaruh besar terhadap harapan individu, tingkah laku dan penialaian individu terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan terhadap diri dan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga.

33 Kemampuan tersebut memungkinkan faktor kognitif pada individu menjadi lebih berperan terhadap perilaku yang dilakukan. Setiap individu mempunyai kemampuan kognitif dan kematangan psikologis yang akan terus berkembang. Perkembangan kognitif individu memungkinkannya untuk berpikir logis, membuat abstraksi, berpikir tentang masa depan, melihat hubungan sebab akibat, memperkirakan masa depan dan mampu mengatasi masalahnya. Individu masih seringkali berpikir berdasarkan informasi yang tidak lengkap dan diwarnai oleh konsepsi-konsepsi yang seringkali berdasarkan penilaian yang keliru, melihat sesuatu secara negatif atas apapun yang terjadi dan pengalaman masa lampau, bukan kenyataan yang sekarang. Berpikir positif mempunyai pengaruh yang positif terhadap kondisi psikologis, kesehatan fisik dan merupakan metode yang baik untuk meningkatkan harga diri. Residen yang mampu menerapkan pemikiran yang positif, akan memusatkan perhatiannya pada sisi yang positif, mengembangkan penilaian yang positif dan memproses informasi yang positif. Sebagaimana individu merasakan kepuasan akan hidupnya, memiliki perasaan yakin akan kualitas diri, menerima karakteristik pribadinya dan optimis pada kesuksesan akan masa depannya (Caprara & Steca, 2006). Limbert (2004), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa berpikir positif mempunyai peran membuat individu dapat menerima situasi yang tengah dihadapi secara lebih positif.

34 Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa seorang dengan harga diri rendah, cenderung akan menilai dirinya kurang atau cenderung berpikir negatif bila dibanding orang lain. Penilaian ini berkaitan dengan cara pandang residen terhadap dirinya dengan berpikir negatif yang dapat mengakibatkan rendahnya harga diri, sehingga pecandu narkoba akan terbenam pada perasaan tidak mampu, tidak berguna dan merasa pesimis. Hal ini akan sangat merugikan perkembangan kepribadiannya dimana perlu diupayakan intervensinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang memperhatikan proses berpikir dengan pelatihan, yaitu serangkaian pelatihan berpikir positif untuk mengubah pola pikir negatif yang dirancang guna melatih ketrampilan untuk meningkatkan harga diri residen NAPZA. Pelatihan Berpikir Positif membuat individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres (Kivimaki, 2005). Selain itu Seligman (2008) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi (Hill & Ritt, 2004).

35 E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Ada perbedaan harga diri antara kelompok eksperimen dan kelompok control, harga diri pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. b. Terdapat perbedaan harga diri pada kelompok eksperimen sebelum pelatihan dan setelah pelatihan, setelah pelatihan harga diri lebih tinggi dari pada sebelum pelatihan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis, yang tentunya bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM

PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT BAGIAN PSIKOLOGI KLINIS FAKULTAS PSIKOLOGI UNDIP BEKERJASAMA DENGAN RS. HERMINA BANYUMANIK SEMARANG PELATIHAN BASIC HYPNOPARENTING BAGI AWAM SEMARANG, 23 AGUSTUS 2014

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berpikir positif. Adapun penjabaran dan hubungan dari masing-masing

II. TINJAUAN PUSTAKA. berpikir positif. Adapun penjabaran dan hubungan dari masing-masing II. TINJAUAN PUSTAKA A. Latar Belakang Teoritis Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang saling berkaitan. Variabel bebas adalah layanan bimbingan kelompok dan variabel terikat adalah berpikir positif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mereka dan kejadian di lingkungannya (Bandura, dalam Feist & Feist, 2006). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Efikasi diri dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan dirinya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrol Diri 1. Definisi Kontrol Diri Kontrol diri mengacu pada kapasitas untuk mengubah respon diri sendiri, terutama untuk membawa diri mereka kepada standar yang sudah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan hidup manusia pasti akan mengalami suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia, aspek paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bidang yang penting dan perlu mendapatkan perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah atas. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Diri 2.1.1 Pengertian Harga Diri Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang mempunyai peran penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku individu.

Lebih terperinci

Bab 1 Kewirausahaan. 1. Kewirausahaan dalam Perspektif Sejarah

Bab 1 Kewirausahaan. 1. Kewirausahaan dalam Perspektif Sejarah K e w i r a u s a h a a n 1 Bab 1 Kewirausahaan Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguasai terkait latar belakang kewirausahaan dan perkembangannya. K emakmuran dari suatu negara bisa dinilai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya berdasarkan cara berpakaian, cara berjalan, cara duduk, cara bicara, dan tampilan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur kepribadian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Banyak ahli mengakui bahwa kepercayaan diri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu

Lebih terperinci

APLIKASI TERAPI BERPIKIR POSITIF UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Oleh: Yuliyatun

APLIKASI TERAPI BERPIKIR POSITIF UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA. Oleh: Yuliyatun Pengantar APLIKASI TERAPI BERPIKIR POSITIF UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA Oleh: Yuliyatun Berpikir merupakan kegiatan dasar manusia dalam proses perolehan pengetahuan, pengenalan dan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir semua bidang kehidupan berkembang sangat pesat. Berkembangnya berbagai bidang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan. Individu senantiasa akan menjalani empat tahapan perkembangan, yaitu masa kanak-kanak, masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting terutama bagi generasi muda agar dapat menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pada setiap jenjang pendidikan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,

BAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh: CITA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang sangat penting dilalui bagi kehidupan setiap orang ialah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ialah masa yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia memunculkan perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya. Tidak hanya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci