BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Pengertian Perilaku a. Perilaku Dilihat dari Segi Biologis Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau mahluk hidup. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, hewan dan manusia dapat berperilaku atau melakukan aktivitas masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah semua tindakan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. b. Perilaku Dilihat dari Segi Psikologis Skiner (1938), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan organisme tersebut memberi respon, maka teori Skiner disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon. Respon tersebut dibedakan atas dua jenis yaitu: 1. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan atau stimulus tertentu, stimulus ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatitif tetap.

2 2. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon. Menurut Sarwono (2003), perilaku adalah merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku sebagai hasil dari segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya, wujudnya bisa berupa pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh atau holistik dan sosial. Namun, ketiga sudut pandang ini sulit dibedakan pengaruh dan peranannya terhadap pembentukan perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan pencerminan dari berbagai unsur kejiwaan yang mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut atau cemas, dan sebagainya. Oleh karena itu, perilaku manusia dipengaruhi atau dibentuk dari faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaannya. Meskipun demikian, faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan dalam mengembangkan perilaku manusia (Budiharto, 2010). Menurut Edberg (2007), selain faktor pengetahuan, sikap dan motivasi individu, perilaku juga dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan lingkungan ekonomi. Fokus terkini terhadap bermacam-macam faktor yang memengaruhi

3 terbentuknya perilaku disebut model ekologi. Menurut model ini, diasumsikan tidak ada faktor tunggal yang dapat memengaruhi perilaku manusia, melainkan interaksi kompleks antara individu dan lingkungan yang merupakan proses yang terjadi secara bersamaan. Dengan kata lain, perilaku tidak terjadi dengan sendirinya. c. Perilaku Dilihat dari Bentuk Respon terhadap Stimulus Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi dua: 1. Perilaku Tertutup (covert behaviour) yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut. 2. Perilaku Terbuka (overt behaviour) yaitu respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain Domain Perilaku Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan perilaku manusia dalam tiga domain (ranah/kawasan) yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian oleh ahli pendidikan indonesia untuk kepentingan praktis dikembangkan menjadi tiga ranah perilaku yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practise) (Notoatmodjo, 2010). Menurut Bloom (1908), urutan pembentukan perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali oleh domain kognitif, dimana individu lebih dahulu mengetahui

4 stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya, dan akhirnya timbul respon berupa tindakan atau keterampilan (domain psikomotor) setelah objek diketahui dan disadari sepenuhnya (Maulana, 2009). Secara ringkas ketiga domain perilaku menurut Bloom (1908) diuraikan sebagai berikut (Maulana, 2009; Notoatmodjo, 2010): a. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan (knowledge) yaitu hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Dengan sendirinya, dari saat penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Berdasarkan pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Secara garis besar intensitas pengetahuan seseorang terhadap objek dibagi atas 6 tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

5 telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (Analyze) Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Dari hasil penelitian

6 terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan tentang kesehatan, adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang tentang cara-cara memelihara kesehatan meliputi jenis penyakit, penyebab dan cara pencegahan baik penyakit menular atau tidak menular; pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dengan masalah kesehatan; pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan dan pengetahuan tentang menghindari kecelakaan (Budiharto, 2010). b. Sikap (attitude) Sikap menurut Notoatmodjo (2010) adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Menurut Sarwono (2003), sikap adalah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Campbell (1950) seperti dikutip Notoatmodjo (2010) mendefinisikan sikap sebagai berikut: an individual s attitude is syndrome of response consistency with regard to object, di sini dikatakan bahwa sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon suatu stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain. Allen, Guy dan Edgley (1980) yang dikutip Azwar (2005) menyatakan sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antipatif, predisposisi untuk

7 menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana. Sikap merupakan respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Menurut Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2010), ada tiga komponen pokok yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, diuraikan sebagai berikut (Notoatmojo, 2010): a. Menerima (Receiving), diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan objek b. Menanggapi (Responding), diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. c. Menghargai (Valuing), diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, kemudian mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk merespon.

8 d. Bertanggung jawab (Responsible), merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi yaitu bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya, sehingga ia harus berani mengambil risiko bila terjadi risiko lain. Sikap terhadap kesehatan, adalah pendapat atau penilaian orang terhadap halhal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan. Pengukuran sikap secara sistematis dilakukan dengan skala yang telah distandarkan. Teknik yang paling umum digunakan adalah skala sikap dari Thurstone (1929) yang disebut The Equal- Appearing Interval dan dari Likert (1932) yang disebut Summated Agreement. Perbedaan pokok dari kedua skala tersebut yaitu pada skala Thurstone digunakan katagori yang terdiri hanya atas dua alternatif jawaban sedangkan pada skala dari Likert tidak menuntut penggunaan katagori oleh penilai. Pada skala Likert, subjek yang diukur sikapnya tidak dibatasi dengan dua alternatif jawaban, akan tetapi subjek dihadapkan pada lima alternatif jawaban, yaitu pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju (Budiharto, 2010). c. Tindakan Sebagaimana disebutkan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, maka sikap tidak otomatis terwujud dalam tindakan, karena untuk terwujudnya sebuah tindakan diperlukan faktor lain seperti fasilitas atau sarana dan prasarana. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan apa yang ia ketahui dan disikapi atau dinilainya baik. Inilah yang disebut praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2003).

9 Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Praktik terpimpin (Guided Response), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b. Praktik secara mekanisme (mechanism), yaitu apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu secara otomatis maka praktik atau tindakan mekanis. c. Adopsi (adoption), yaitu suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan sudah merupakan suatu tindakan yang berkualitas. Praktik atau tindakan kesehatan adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui wawancara terhadap kegiatan yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya atau secara langsung dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden (Budiharto, 2010). 2.2 Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai kesehatan (Sarwono, 2003). Perilaku Kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

10 makanan dan minuman serta lingkungan. Unsur-unsur dalam perilaku kesehatan dapat dijelaskan sebagai berikut (Maulana, 2009): 1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respon internal dan eksternal seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respon terbuka (tindakan nyata). 2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan Merupakan perilaku seseorang dalam memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan, sebagai contoh, melakukan senam pagi setiap hari, kebiasaan sarapan pagi, makan makanan bergizi seimbang dan melakukan meditasi. 3. Perilaku pencegahan penyakit Adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3 M dan pendekatan spiritual untuk mencegah seks bebas pada remaja. 4. Perilaku pencarian pengobatan Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit atau kecelakaan, mulai dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari bantuan ahli.

11 5. Perilaku pemulihan kesehatan Merupakan perilaku yang dilakukan untuk mengusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial. 6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan Perilaku ini merupakan respon individu terhadap sistem pelayanan kesehatan baik modern atau tradisional, meliputi respon terhadap fasilitas pelayanan, respon terhadap cara pelayanan kesehatan, perilaku terhadap petugas dan respon terhadap pemberian obat-obatan. 7. Perilaku terhadap makanan Perilaku terhadap makanan meliputi pengetahuan, sikap dan praktek terhadap makanan dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya sepeti zat gizi, vitamin serta cara pengolahan makanan. 8. Perilaku terhadap lingkungan Perilaku ini merupakan upaya seseorang untuk merespon lingkungan sebagai determinan agar tidak merugikan kesehatannya, misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, mengelola air minum, tempat pembuangan sampah dan limbah, pembersihan sarang vektor dan sebagainya. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis determinan perilaku kesehatan adalah konsep dari Green (1980), dimana faktor penyebab dari masalah kesehatan terdiri dari faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

12 1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti: status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. 2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors) Adalah faktor pendukung yang memungkinkan atau memfasilitasi terbentuknya suatu perilaku atau tindakan, yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya berbagai macam sarana dan prasarana seperti dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya. 1. Faktor-faktor Penguat (reinforcing factors) Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi ia tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi: faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan, undang-undang ataupun peraturan berkaitan dengan kesehatan. Snehandu B.Karr menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak dari lima determinan yaitu: a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behaviour intention). b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support). c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (acessibility of information).

13 d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy). e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (acttion situation) 2.3 Perilaku Pemeliharan Kesehatan Gigi Perilaku pemeliharaan kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya. Dalam konsep ini yang dimaksud dengan kesehatan gigi adalah gigi dan semua jaringan yang ada di dalam mulut, termasuk gusi (Budiharto, 2010). Menurut Kegeles (1961) yang dikutip Budiharto (2010), ada empat faktor utama agar seseorang mau melakukan pemeliharaan kesehatan gigi yaitu: a. Merasa mudah terserang penyakit gigi b. Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah c. Pandangan bahwa penyakit gigi dapat berakibat fatal d. Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas kesehatan Beberapa perilaku untuk pemeliharaan kesehatan gigi antara lain, memilih sikat gigi, menggunakan pasta gigi, melakukan kontrol plak, menggosok gigi dengan waktu dan teknik yang benar, mencari upaya penyembuhan apabila ada keluhan ngilu atau sakit pada gigi, gusi mudah berdarah dan sebagainya (Budiharto, 2010).

14 2.4 Karies Gigi Pengertian Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu , dentin dan sementum, yang disebakan oleh aktivitas suatu jasa renik, dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini penyakit ini dapat dihentikan (Kidd dan Bechal, 1992; Pintauli dan Hamada, 2008). WHO mendefinisikan karies gigi sebagai localized, post-eruptive, pathologic process of external origin ilvolving softening of hard tooth tissue and proceeding to the formation of a caviti Etiologi Karies Karies gigi disebut sebagai suatu penyakit multifaktor (multi factorial disease) dimana ada tiga faktor utama yang memegang peranan penting terhadap terjadinya karies yaitu: host atau tuan rumah (gigi dan saliva), agen atau mikroorganisme, subtrat (diet karbohidrat) dan faktor ke empat yaitu waktu. Untuk terjadinya karies, maka kondisi dari setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Newburn,1978 dalam Suwelo, 1992; Tarigan, 1991; Panjaitan, 1995; Pintauli dan Hamada, 2008).

15 Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga PH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan PH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan deminineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun dimulai. Karies baru bisa terjadi hanya kalau keempat faktor tersebut ada. Interaksi keempat faktor penyebab tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang saling tumpang tindih, seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini (Kidd dan Bechal, 1992). Gambar 2.1: Etiologi Karies Gigi a. Host (gigi dan saliva) Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut.

16 Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi (Pintauli dan Hamada, 2008). Kawasan gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin diserang karies. Struktur anatomi gigi terdiri dari lapisan di bagian terluar gigi dan lapisan dentin yang terdapat di bawah lapisan . Struktur sangat menentukan dalam proses terjadinya karies, dimana permukaan yang terluar lebih rentan terhadap terjadinya karies, terutama bentuk permukaan gigi yang sukar dibersihkan (Kidd dan Bechal, 1992). Dalam keadaan normal, gigi-geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak dipengaruhi oleh lingkungannya terutama saliva, maka peran saliva juga sangat menentukan dalam kejadian karies gigi. Saliva mampu meremineralisasi karies yang masih dini, karena banyak mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi akan meningkat jika ada ion fluor. Selain memengaruhi komposisi mikroorganisme di dalam plak, saliva juga memengaruhi PH dalam mulut. Karena itu jika aliran saliva berkurang, akibatnya karies akan tidak terkendali (Kidd dan Bechal, 1992). Keberadaan fluor dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya merangsang efek anti karies. Kadar fluor yang bergabung dengan selama pertumbuhan gigi bergantung kepada ketersediaan fluor tersebut di dalam air minum atau makanan lain yang mengandung fluor. yang mempunyai kadar fluor lebih tinggi, tidak dengan sendirinya resisten terhadap serangan asam, akan tetapi tersedianya fluor disekitar gigi selama proses pelarutan akan

17 memengaruhi proses remineralisasi dan demineralisasi, terutama proses demineralisasi. Disamping itu, fluor dapat memengaruhi proses pembentukan asam oleh bakteri (Kidd dan Bechal, 1992). b. Mikroorganisme Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Streptokokus diketahui merupakan penyebab utama karies karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik yaitu resisten terhadap asam (Pintauli dan Hamada, 2008). Menurut Tarigan (1995), plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti mucin, sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limposit dengan sisa-sisa makanan serta bakteri. Plak merupakan awal terjadinya karies dimana kolonisiasi bakteri pada plak gigi diketahui sebagai faktor etiologi kunci dalam penyakit mulut, termasuk juga karies. Plak gigi merupakan bahan yang melekat berisi bakteri beserta produkproduknya, yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika yang bersih terpapar rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi. Sifatnya sangat

18 lengket dan dapat membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi dan yang paling banyak adalah streptokokus. Organisme tersebut tumbuh, berkembang biak dan mengeluarkan gel ekstrasel yang lengket dan akan mengikat berbagai bentuk bakteri yang lain (Kidd dan Bechal, 1992). c. Substrat Faktor substrat atau diet dapat memengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat memengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam dan bahan lain yang aktif menyebabkan terjadinya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi (Pintauli dan Hamada, 2008). Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara langsung terlibat dalam penurunan PH. Karbohidrat menyediakan substrat untuk membuat asam bagi mikroorganisme dan sintesa polisakarida ekstra sel. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel di gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi . Tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap

19 ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan PH plak dengan cepat sampai level yang menyebabkan demineralisasi . Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu, untuk kembali ke PH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan PH plak dibawah normal dan menyebabkan demineralisasi (Kidd dan Bechal, 1992). d. Waktu Secara umum, karies gigi dianggap suatu penyakit yang kronis pada manusia yang berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan (Pintauli dan Hamada, 2008). Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri dari atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd dan bechal, 1992).

20 2.5 Indeks yang Dipergunakan pada Survey Kesehatan Gigi Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan atau kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat dipergunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai yang berat (Pintauli dan Hamada, 2008). Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi. Indeks karies yang biasa dipakai adalah Indeks DMF-T untuk gigi tetap dan Indeks def-t untuk gigi sulung (Herijulianti, dkk, 2002). Indeks DMF-T merupakan indikator penting yang telah ditentukan oleh WHO dan digunakan untuk menggambarkan pengalaman karies gigi seseorang atau kelompok. Semua gigi diperikasa kecuali molar tiga karena biasanya gigi tersebut sudah dicabut atau kadang-kadang tidak berfungsi. Indeks DMF-T dijelaskan sebagi berikut (Herijulianti, dkk, 2002): D = Decayed, yaitu jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal; karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dan gigi dengan tumpatan sementara. M = Missing, yaitu jumlah gigi telah hilang karena karies atau sisa akar yang akan dicabut. F = Filling, yaitu jumlah gigi yang telah ditambal permanen karena telah terjadi karies dan juga gigi yang sedang mengalami perawatan saluran akar.

21 Semakin kecil indeks DMF-T semakin baik, yang artinya keparahan karies semakin rendah, dihitung dengan rumus : DMF-T rata-rata = Keterangan: D = Decayed (gigi berlubang) M = Missing (gigi telah dicabut karena karies) F = Filling (gigi dengan tumpatan baik) T = Tooth (gigi tetap) N = Jumlah orang yang diperiksa Tabel 2.1 berikut ini menjelaskan klasifikasi angka keparahan karies gigi menurut WHO : Tabel 2.1 Klasifikasi Keparahan Karies Menurut Indeks DMF-T Tingkat Keparahan Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi DMF-T 0,8-1,1 1,2-2,6 2,7-4,4 4,5-6,5 6,6 ke atas 2.6 Pencegahan Karies Gigi Karies merupakan penyakit yang dapat dicegah. Dasar-dasar pencegahan karies adalah modifikasi satu atau lebih dari tiga faktor utama penyebab karies yaitu:

22 plak, substrat karbohidrat yang sesuai serta kerentanan gigi. Secara teori ada tiga cara dalam mencegah karies yaitu, pertama menghilangkan substrat karbohidrat dengan mengurangi frekwensi komsumsi gula dan membatasinya pada saat makan saja, kedua dengan meningkatkan ketahanan gigi dengan memaparkannya dengan fluor secara tepat, dan ketiga dengan menghilangkan plak bakteri. Sedangkan faktor waktu adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh individu, mengingat bahwa karies membutuhkan waktu bulanan bahkan tahunan untuk dapat menghancurkan gigi (Kidd dan Bechal, 1992). Menurut Tarigan (1995), resiko kerusakan gigi yang berkaitan dengan karbohidrat akan sangat berkurang, bila permukaan gigi secara teratur dibersihkan dari plak dan bakteri. Makin sering makan karbohidrat yang mudah difermentasikan/dipecah makan makin cepat terjadi proses demineralisasi dari jaringan keras gigi. Frekwensi komsumsi makanan yang mengandung gula harus sangat dikurangi dengan menghindari makanan kecil diantara jam makan. Pencegahan yang paling mudah dan relatif murah adalah dengan melakukan sikat gigi secara berkesinambungan dan benar, dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor. Upaya ini dapat memutuskan tali ikatan perkembangan bakteri penyebab karies. Hasil uji coba klinik dari pasta gigi yang mengandung fluor memperlihatkan adanya penurunan insidensi karies yang bervariasi antara 17% pada penduduk yang tinggal di daerah mengandung kadar fluor optimum sampai 34% pada penduduk di daerah yang kandungan fluornya nol. Oleh karena itu penggunaan pasta gigi yang

23 mengandung fluor harus dianjurkan pada semua orang (Kidd dan Bechal, 1992). Fluor, diketahui mempunyai kemampuan untuk mengubah susunan kimiawi gigi sehingga tidak mudah larut oleh pengaruh asam (Panjaitan, 1995). Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan memutus rantai tiga faktor utama penyebab karies yaitu host, agent dan substrat untuk saling bertemu dan berinteraksi (Tarigan, 1991; Panjaitan, 1995). Menurut Tarigan (1991), pencegahan karies yang dapat dilakukan individu antara lain; pengaturan diet karbohidrat, melakukan kontrol plak dengan menyikat gigi dengan cara yang benar atau meliputi seluruh permukaan gigi dan waktu yang tepat, penggunaan fluor antara lain dengan pemakaian pasta gigi yang mengandung fluor. Menurut Panjaitan (1995), pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan prosedur menyikat gigi yang benar serta aplikasi fluor baik secara topikal melalui pemakaian pasta gigi mengandung fluor, kumur-kumur fluor maupun secara sistemik melalui tablet fluor dan fluoridasi air minum. Houwink (1993), menggambarkan beberapa intervensi perilaku yang berperan dalam mekanisme pencegahan karies, mulai dari tahap awal terjadinya karies sampai perawatannya, dalam skema gambar 2.2 berikut ini:

24 Gambar 2.2 Peranan Faktor Perilaku dalam Pencegahan Karies Sesuai dengan Urutan Proses Terjadinya Karies Sumber: Houwink ( 1993)

25 Sebagian besar masalah kesehatan gigi dan mulut, termasuk di dalamnya karies gigi, sebenarnya dapat dicegah. Ada banyak cara untuk mengurangi dan mencegah penyakit gigi dan mulut dengan berbagai pendekatan meliputi pencegahan yang dimulai pada masyarakat, perawatan oleh diri sendiri dan perawatan oleh tenaga kesehatan. Usaha-usaha pencegahan penyakit gigi dan mulut, terdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier, seperti penjelasan yang dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini (Putri, dkk, 2011): Tabel 2.2 Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut PENCEGAHAN PRIMER PENCEGAHAN SEKUNDER PENCEGAHAN TERTIER INTERVENSI OLEH TIM KESEHATAN GIGI: Pendekatan Individual Pendekatan Berbasis Masyarakat - Anjuran diet - Konseling kontrol plak - Pemeriksaan gigi - Skrining kanker mulut - Diagnostik radiografi - Penutupan ceruk dan fisura - Fluoridasi topikal (swa aplikasi dan perawatan dirumah) - Probing periodontal - Menghilangkan faktor sekunder lokal, misalnya tambalan yang menggantung (overhang) - Profilaksis - Fluoridasi air minum - Program menghentikan merokok - Skrining kesehatan gigi di sekolah - Penutupan fisura - Pemeriksaan,misalnya tes vitalitas pulpa - Restorasi sealant - Restorasi minimal - Diagnostik radiografi untuk memantau perkembangan penyakit - Pulp capping - Mengisi kartu probing poket periodontal - Skaling sub dan supragingiva - Anjuran menghentikan kebiasaan merokok Anjuran berhenti merokok melalui media seperti TV dan radio - Penambalan gigi yang lebih kompleks - Protesa lepas atau cekat - Ekstraksi gigi - Pulpotomi - Gigi sulung - Bedah periodontal - Pemberian bahan anti mikroba

26 Tabel 2.2 Lanjutan Pencegahan kecelakaan wajah dan mulut dengan menggunakan mouthgurd INTERVENSI KESEHATAN UMUM Pendekatan Individual Program Menyikat Gigi untuk kehidupan yang lebih Sehat - Imunisasi - Pendidikan tentang gizi Skrining untuk kanker Penyediaan perawatan dan dukungan bekelanjutan untuk penyakit terminal Pendekatan Berbasis Masyarakat - Program imunisasi - Program imunisasi - Program imunisasi - Kampanye pencegahan kecelakaaan - Program gizi seimbang bagi masyarakat 2.7 Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) Pengertian UKGS Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah bagian integral dari Usaha kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana pada siswa terutama siswa Sekolah Tingkat Dasar dalam satu kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui UKS dengan paket pelayanan dikelompokkan sebagai berikut (Depkes RI, 1997): 1. Paket Minimal UKS yaitu UKGS Tahap I yang Meliputi : a. Pendidikan /Penyuluhan kesehatan gigi mulut. b. Pencegahan penyakit gigi mulut.

27 2. Paket Standar UKS yaitu UKGS Tahap II yang Meliputi : a. Pelatihan guru & tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi & mulut. b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. c. Pencegahan penyakit gigi mulut. d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit. f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I s/d VI. g. Rujukan bagi yang memerlukan. 3. Paket Optimal UKS yaitu UKGS Tahap III yang Meliputi : a. Pelatihan guru dan tenaga kesehatan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut. b. Pendidikan/penyuluhan kesehatan gigi dan mulut. c. Pencegahan penyakit mulut. d. Penjaringan kesehatan gigi dan mulut siswa kelas I. e. Pengobatan darurat untuk menghilangkan rasa sakit. f. Pelayanan medik gigi dasar atas permintaan pada kelas I sampai dengan kelas VI. g. Pelayanan medik gigi dasar sesuai kebutuhan pada kelas terpilih Tujuan UKGS Tujuan umum dari pelaksanaan UKGS adalah tercapainya derajat kesahatan gigi dan mulut siswa yang optimal. Adapun tujuan khususnya adalah agar setiap siswa memiliki pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut; siswa memiliki sikap

28 atau kebiasaan pelihara diri terhadap kesehatan gigi dan mulut serta siswa mendapat pelayanan medik gigi dasar (Depkes RI, 1997). 2.8 Landasan Teori Berdasarkan uraian teori tentang terjadinya karies dan faktor-faktor yang berhubungan dengan karies menyebutkan bahwa karies gigi memiliki etiologi multifaktor dimana terjadi interaksi dari tiga faktor utama: Host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak) dan Substrat (diet), dan faktor tambahan yaitu waktu. Selain faktor-faktor yang ada di dalam mulut yang langsung berhubungan dengan karies, terdapat faktor-faktor luar yang tidak langsung berhubungan dengan terjadinya karies. Faktor luar tersebut antara lain adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi (Suwelo, 1992; Tarigan, 1991; Pintauli dan Hamada, 2008, dan Budiharto, 2010). Blum (1974) menyatakan secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat yaitu: Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial budaya, politik, ekonomi dan sebagainya; faktor perilaku; pelayanan kesehatan dan faktor hereditas (keturunan). Di negara berkembang, termasuk Indonesia, status kesehatan ini banyak dipengaruhi oleh faktor perilaku di samping faktor lingkungan, sedangkan di negara maju faktor lingkungan cenderung lebih dominan (Zaidin, 2010). Uraian faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan dalam gambar 2.3 sebagai berikut:

29 Faktor Predisposisi (Faktor Luar) Faktor Utama (Faktor Dalam) Perilaku Host (Gigi & Saliva) Usia Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Tingkat Ekonomi Lingkungan Substrat Mikro Organisme Waktu Karies Gambar 2.3 Faktor-faktor Penyebab Karies serta Hubungannya dengan Perilaku Sumber: Tarigan (1991); Suwelo (1992); Pintauli dan Hamada (2008); Budiharto (2010) Perilaku kesehatan menurut Notoatmojo (2010), adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lainnya, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Menurut Becker (1979), perilaku kesehatan diklasifikasikan atas tiga kelompok yaitu: 1. Perilaku sehat (healthy behaviour) yaitu perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan meningkatkan kesehatan.

30 2. Perilaku sakit (illness behaviour) yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau mengatasi masalah kesehatan lainnya. 3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behaviour) yaitu mencakup hak dan kewajiban orang yang sedang sakit dalam hal tindakan untuk memperoleh penyembuhan, tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan yang tetap dan sebagainya. 2.9 Kerangka Konsep Perilaku Sehat Perilaku Sakit Kejadian Karies Gigi (Indeks DMFT): Tingkat Keparahan Rendah Tingkat Keparahan Tinggi Perilaku Peran Sakit Gambar 2.4 Kerangka Konsep

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh faktor etiologi yang kompleks. Karies gigi tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga menjalar ke dentin. 1 Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu masalah di Indonesia yang perlu diperhatikan adalah masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi mulut. Kebanyakan masyarakat Indonesia meremehkan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Perkembangan fisik yang terjadi pada masa ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral Higiene Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari enamel terus ke dentin. Proses tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, sehingga rongga mulut tidak dapat dipisahkan fungsinya dengan bagian tubuh lain. Rongga mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia 20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemasalahan gigi dan mulut merupakan salah satu pemasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, penyakit gigi dan mulut merupakan

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan pada tahun 2013 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi 1. Pengertian Karies Gigi Gigi berlubang atau karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, sementum, yang disebabkan oleh aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak TK (Taman Kanak-kanak) di Indonesia mempunyai risiko besar terkena karies, karena anak di pedesaan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES OLEH : Feradatur Rizka Eninea 11.1101.1022 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2015 SATUAN ACARA PENYULUHAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Selain itu gigi merupakan salah satu jalan masuk kuman ke dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan indeks, BMI sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH

Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Drg. Novitasari RA,MPH Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Drg. Novitasari RA,MPH Pendahuluan Aspek Biologis Batasan Perilaku (Behavior) S-O-R Situmulus-Organisme-Respons Dua Jenis Respons (Skiner, 1938) 1. Respondent Respons

Lebih terperinci

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008 Pendahuluan Penyakit gigi dan mulut termasuk karies gigi merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh 90%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang paling sering ditemui dalam kesehatan gigi dan mulut yaitu karies gigi dan penyakit periodontal. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2000,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi mulut anak-anak. United States Surgeon General melaporkan bahwa karies merupakan penyakit infeksi yang paling

Lebih terperinci

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TENTANG PEMELIHARAAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP OHI-S DAN TERJADINYA KARIES PADA SISWA/I KELAS IV SDN 101740 TANJUNG SELAMAT KECAMATAN SUNGGAL TAHUN 2014 Sri Junita Nainggolan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses tumbuh kembang sangat terkait dengan faktor kesehatan, dengan kata lain hanya pada anak yang sehat dapat diharapkan terjadi proses tumbuh kembang yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Karies Gigi a. Definisi Karies gigi atau gigi berlubang merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi (email, dentin, dan sementum), yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Anak Usia Prasekolah Usia 3-6 tahun adalah periode anak usia prasekolah (Patmonodewo, 1995). Pribadi anak dapat dikembangkan dan memunculkan berbagai potensi

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies gigi 2.1.1 Pengertian Karies Gigi Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu masalah kesehatan yang memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai dampak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevalensi

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Ibu dalam Kesehatan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini, peranan ibu sangat menentukan dalam mendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. Masalah utama kesehatan gigi dan mulut anak adalah karies gigi. 1 Karies gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut di dunia. Di negara maju dan negara yang sedang berkembang, prevalensi karies gigi cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut pada anak-anak. Target WHO tahun 2010 adalah untuk mencapai indeks caries 1,0. Hasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan Puskesmas adalah UKGS. UKGS di lingkungan tingkat pendidikan dasar mempunyai sasaran semua anak sekolah tingkat pendidikan dasar yaitu dari usia 6 sampai 14 tahun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008), berdasarkan Survei

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan pemberian ASI eksklusif dengan tingkat keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian observational

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saliva adalah cairan oral kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies 2.1.1 Definisi Karies Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu merupakan masalah penting. Gigi anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibu merupakan masalah penting. Gigi anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Perkembangan Gigi Gigi mulai berkembang sebelum bayi dilahirkan. Pada tahap ini, status gizi ibu merupakan masalah penting. Gigi anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelum tidur malam, hal itu dikarenakan agar sisa-sisa makanan tidak menempel di

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelum tidur malam, hal itu dikarenakan agar sisa-sisa makanan tidak menempel di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut adalah salah satu masalah kesehatan yang membutuhkan penanganan yang berkesinambungan karena memiliki dampak yang sangat luas, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit karies gigi merupakan masalah utama dalam rongga mulut saat ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies, disebabkan karena lapisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

Lebih terperinci

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Perilaku Menurut Lewit (1993), perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal meliputi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan ortodontik akhir- akhir ini semakin meningkat karena semakin banyak pasien yang sadar akan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku kesehatan terhadap kejadian karies gigi pada murid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi kesehatan keseluruhan dari tubuh. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempengaruhi kesehatan keseluruhan dari tubuh. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan gigi (Depkes RI, 2000). integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan gigi (Depkes RI, 2000). integral dari kesehatan secara keseluruhan yang memerlukan penanganan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan dalam visi dan misi Indonesia Sehat 2010. Usaha mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia dan dapat menjadi sumber infeksi yang dapat mempengaruhi beberapa penyakit sistemik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi adalah lesi gigi dekstruktif, progresif, yang jika tidak di obati akan mengakibatkan dektruksi total gigi yang terkena dan merupakan penyakit multifaktoria.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena

Lebih terperinci

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. A. Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan penyakit kronik yang paling sering ditemukan di dunia (Roberson dkk., 2002). Karies menempati urutan tertinggi dalam penyakit gigi dan mulut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi merupakan bagian terpenting dalam rongga mulut, karena adanya fungsi gigi yang tidak tergantikan, antara lain untuk mengunyah makanan sehingga membantu pencernaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia jauh sebelum mengenal gula. Madu baik dikonsumsi saat perut kosong (Suranto, Adji :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin menjadi masalah yang cukup serius di masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies Gigi 1. Definisi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan cementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi.

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi. Kesehatan gigi sangat penting karena berpengaruh pada fungsi pengunyahan, fungsi bicara, kualitas hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gigi berjejal atau crowding dapat diartikan sebagai ketidakharmonis antara ukuran gigi dengan ukuran rahang yang dapat menyebabkan gigi berada di luar lengkung rahang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam tubuh manusia, sehingga secara tidak langsung berperan dalam status kesehatan perorangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi dan gangguan gigi berlubang merupakan gangguan kesehatan gigi yang paling umum dan banyak dijumpai pada penduduk dunia, terutama pada anak. Menurut hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rongga mulut terdapat berbagai macam koloni bakteri yang masuk melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang masuk melalui makanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan bahan organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu sampai

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan bahan organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas hidup. Mulut sehat berarti terbebas kanker tenggorokan, infeksi dan luka pada mulut, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung Pengetahuan merupakan hasil atau wujud dari penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Ortodonti Piranti ortodonti cekat adalah salah satu alat yang digunakan di kedokteran gigi untuk perawatan gigi yang tidak beraturan. Biasanya melibatkan penggunaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan struktur dan penurunan fungsi ginjal yang bisa berdampak pada ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang mengkonsumsi air minum dari air PAH dan air PDAM di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian ph dan Saliva 1. PH Hasil kali ( produk ) ion air merupakan dasar bagi skala ph, yaitu cara yang mudah untuk menunjukan konsentrasi nyata H + ( dan juga OH - ) didalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipersensitivitas dentin merupakan salah satu masalah gigi yang paling sering dijumpai. Hipersensitivitas dentin ditandai sebagai nyeri akibat dentin yang terbuka jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Para penganut teori perilaku Skinner percaya bahwa perilaku adalah respons terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku merupakan

Lebih terperinci