Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku"

Transkripsi

1 Kepulauan Maluku terdiri atas dua provinsi yaitu Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara yang merupakan pemekaran dari wilayah provinsi Maluku.Kepulauan Maluku terdiri dari 21 daerah otonom baik yang berupa daerah otonom kabupaten maupun daerah otonom kota. Sebagai wilayah kepulauan, Maluku memiliki banyak pulau kecil terluar yang langsung berbatasan dengan negara tetangga. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Wilayah Administrasi Kabupaten/Kota Di Kepulauan Maluku No Kabupaten/Kota Luas (km 2 ) Persentase Luas Wilayah Kabupaten Jumlah Pulau Jumlah Pulau Berpend uduk Kawasan Perkotaan Utama Tipologi Kawasan Perkotaan Utama 1. Halmahera Barat 1 704,20 5, Jailolo dan Kota Kecil Sidangoli 2. Halmahera Tengah 2 653,76 8, Weda Kota Kecil 3. Kepulauan Sula 3 304,32 10, Sanana Kota Kecil 4. Halmahera Selatan 8 148,90 25, Labuha Guruapin Saketa Mafa Babang 5. Halmahera Utara 3 896,90 12, Tobelo Galela Malifut Kao Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil 6. Halmahera Timur 6 571,37 20, Maba Kota Kecil 7. Pulau Morotai 2 476,00 7, Daruba Kota Kecil 8. Pulau Taliabu 1 469,93 4,6 2 2 Bobong Kota Kecil Kota 1. Ternate 111,39 0, Ternate Kota Besar 2. Tidore Kepulauan 1 645,73 5, Tidore dan Sofifi Maluku Utara , Kota Besar Apabila dilihat berdasarkan entitas pulau, Pulau Halmahera merupakan pulau terbesar di Kepulauan Maluku dengan luas lebih kurang km 2. Pulau terbesar kedua adalah Pulau Seram dengan luas lebih kurang km 2. Adapun distribusi kabupaten berdasarkan lokasi pulau dan distribusi pulau berpenduduk di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..2 Pulau Berpenduduk di Kepulauan Maluku 2016 No Nama Pulau Kabupaten/Kota Penduduk Kawasan Perkotaan Tipologi Kawasan Perkotaan/Perdes aan 1 Morotai Morotai Daruba Kota Kecil 2 Halmahera Halmahera Utara Tobelo Galela Malifut Kota Sedang Kota Kecil Kota Kecil

2 No Nama Pulau Kabupaten/Kota Penduduk Halmahera Barat Halmahera Timur Kawasan Perkotaan Kao Jailolo dan Sidangoli Maba Tipologi Kawasan Perkotaan/Perdes aan Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Tidore Kepulauan Sofifi Kota Besar Halmahera Selatan Guruapin Saketa Mafa Kota Kecil Kota Kecil Kota Kecil Halmahera Tengah Weda Kota Kecil Labuha Kota Kecil 3 Bacan Halmahera Selatan Babang Kota Kecil 4 Obi Halmahera Selatan Laiwui Kota Kecil 5 Mandioli Halmahera Selatan 9577 Perdesaan Pesisir 6 Batang Lomang Halmahera Selatan 6603 Perdesaan Pesisir 7 Kasiruta Halmahera Selatan 9206 Perdesaan Pesisir 8 Kayoa Halmahera Selatan Perdesaan Pesisir 9 Lata-lata Halmahera Selatan 3753 Perdesaan Pesisir 10 Makian Halmahera Selatan Waikyon Kota Kecil 11 Kepulauan Joronga Halmahera Selatan 5644 Perdesaan 12 Ternate Kota Ternate Ternate Kota Besar 13 Pulau Hiri Kota Ternate 3070 Perdesaan Pesisir 14 Pulau Moti Kota Ternate 4919 Perdesaan Pesisir 15 Tidore Kota Tidore Tidore Kota Besar 16 Pulau Gebe Halmahera Tengah 8890 Patani Kota Kecil 17 Sulabes Kepulauan Sula Sanana Kota Kecil 18 Mangole Kepulauan Sula Falabisahaya Kota Kecil 19 Taliabu Pulau Taliabu Bobong Kota Kecil Provinsi Maluku Utara Gambaran lebih jelas karakter wilayah Kepulauan Maluku dapat diikuti pada gambar berikut.

3 Gambar Wilayah Kepulauan Maluku Berdasarkan Administrasi Kabupaten

4 Kepulauan Maluku memiliki karakter topografi yang beragam baik berupa dataran rendah di pesisir, perbukitan dan pegunungan. Sebagian besar wilayah Kepulauan Maluku memiliki morfologi yang bergunung dan berbukit-bukit. Kepulauan Maluku juga memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya merupakan dataran. Kondisi topografi Kepulauan Maluku beraneka ragam yaitu mulai dari dataran rendah yang landai, perbukitan dan pegunungan yang curam dan sangat curam dengan bentuk wilayah mulai bentuk pantai, teras berbukit dan pegunungan. Ketinggian tempat bervariasi dari 0 mdpl hingga 3024mdpl. Pulau Halmahera mempunyai banyak pegunungan yang rapat mulai dari Teluk Kao, Teluk Buli, Teluk Weda, Teluk Payahe dan Dodinga. Disetiap daerah terdapat punggung gunung yang merapat ke pesisir, sedangkan pada daerah sekitar Teluk Buli (di Timur) sampai Teluk Kao (di Utara), pesisir barat mulai dari Teluk Jailolo ke utara dan Teluk Weda ke selatan dan utara ditemui daerah dataran yang luas. Topografi pada pulau Halmahera berkisar antara 0mdpl hingga 1634mdpl yang berada pada sekitar Gunung Ibu di Kecamatan Ibu Selatan. Bagian tengah dari Pulau Halmahera merupakan wilayah perbukitan dengan lereng pendek dan curam. Pada sisi barat Pulau Halmahera terdapat Pulau Ternate dan Pulau Tidore yang merupakan pulau yang memiliki gunung berapi aktif. Titik tertinggi pada kedua Pulau tersebut berada di sekitar Gunung Gamalama di Pulau Ternate dan Tidore di Pulau Tidore. Karakter lereng pada kedua pulau curam dengan kisaran kelerengan sebesar 24%-66%. Gambaran lebih rinci pola kelerengan pada beberapa pulau besar di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada tabel berikut.

5 Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..3 Kelerengan Pada Beberapa Pulau Besar di Kepulauan Maluku No Pulau Kabupaten 1 Morotai Luas Lereng (Ha) 0-8% % % % % >40% Jumlah Morotai % 19% 21% 17% 12% 9% 2 Halmahera Halmahera Utara % 21% 14% 8% 5% 3% Halmahera Barat % 26% 19% 11% 6% 5% Halmahera Tengah % 27% 24% 12% 5% 3% Halmahera Timur % 20% 21% 15% 9% 7% Halmahera Selatan % 28% 18% 10% 6% 5% Kota Tidore Kepulauan % 20% 22% 16% 10% 7% 3 Bacan Halmahera Selatan % 3% 5% 6% 5% 2% 4 Obi Halmahera Selatan % 1% 2% 24% 2% 13% 5 Ternate Kota Ternate % 22% 18% 13% 12% 15% 6 Tidore Kota Tidore Kepulauan % 26% 20% 14% 9% 16% 7 Sulabes Kepulauan Sula % 27% 26% 16% 9% 3% 8 Mangole Kepulauan Sula % 24% 19% 11% 7% 5% 9 Taliabu Taliabu 0

6 No Pulau Kabupaten Luas Lereng (Ha) 0-8% % % % % >40% #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! Jumlah

7 Sedangkan pada Pulau Morotai, topografi secara umum memiliki karakter yang sama dengan topografi pada Pulau Halmahera. Wilayah yang memiliki ketinggian paling tinggi terdapat di Kecamatan Morotai Utara. Bagian tengah dari Pulau Morotai merupakan puncak-puncak perbukitan. Gambaran lebih jelas kondisi topografi di Pulau Halmahera dan Pulau Morotai dapat diikuti pada gambar berikut.

8 Gambar Kondisi Topografi Wilayah Maluku Utara Sumber: SRTM 30, USGS

9 Geologi 1. Pulau Halmahera Formasi geologi Pulau Halmahera berdasarkan pada peta geologi lembar ternate terbagi dalam tiga mandala (bagian utama) yaitu Mandala Halmahera Timur, Halmahera barat termasuk Pulau Morotai, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter yang meliputi pulau-pulau kecil di bagian barat Pulau Halmahera. Mandala Halmahera Timur meliputi Lengan Timur Laut, Lengan Tenggara dan beberapa pulau kecil di sebelah Timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai. Mandala Halmahera Barat meliputi bagian Utara dan lengan Selatan Halmahera. Morfologi mandala berupa perbukitan yang tersusun atas Batuan Sedimen, pada Batugamping berumur Neogen dan morfologi karst dan di beberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur oligosen. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung-gunung api yang masih aktif. Terdapat 11 formasi batuan di Pulau Halmahera antara lain formasi batuan ultrabasa, formasi batuan beku basa, formasi batuan intermediete, formasi batuan dodoga, formasi batuan batusagu, formasi batuan batugamping, formasi batuan konglomerat, formasi batuan bacan, formasi batuan weda, formasi batuan tingteng. Adapun rincian formasi batuan pada masingmasing formasi utama adalah sebagai berikut. 1. Formasi Batuan Ultrabasa; terdiri dari Serpentinit, Piroksenit dan Dunit umumnya berwarna hitam kehijauan, getas, terbreksikan mengandung asbes dan Garnierit. Satuan batuan ini hubungannya dengan satuan yang lebih muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik. 2. Formasi Batuan Beku Basa; terdiri dari Gabbro Piroksen, Gabbro Hornblende dan Gabbro Olivin. Tersingkap di dalam batuan Ultrabasa. 3. Satuan Batuan Intermediet; terdiri dari batuan Diorite Kuarsa dan Hornblende, tersingkap juga dalam batuan Ultrabasa. 4. Formasi Dodaga; berumur Kapur, tersusun oleh Serpih berselingan dengan Batugamping dan sisipan Rijang. Selain itu ditutupi pula oleh batuan yang berumur Paleosen Eosen yaitu Formasi Dorosagu, Satuan Konglomerat dan Satuan Batugamping.

10 5. Formasi Dorosagu; terdiri dari Batupasir berselingan dengan Serpih Merah dan Batugamping. Formasi ini berumur Paleosen Eosen. Hubungannya dengan batuan yang lebih tua (Ultrabasa) adalah ketidakselarasan dan sesar naik. Tebal Formasi ini adalah m. 6. Satuan Batugamping; berumur Paleosen Eosen, dipisahkan dengan batuan yang lebih tua (Ultrabasa) oleh ketidakselarasan dan yang lebih muda oleh sesar. Tebal satuan ini m. 7. Satuan Batuan Konglomerat; tersusun oleh batuan Konglomerat sisipan batupasir, Batulempung dan batubara. Satuan ini ini berumur kapur dan tebalnya lebih dari 500 meter. Hubungannya dengan batuan yang lebih tua (ultrabasa) dan formasi yang lebih muda (Formasi Tingteng) adalah ketidakselarasan sedangkan dengan satuan batugamping hubungannya menjemari. Setelah pengendapan sejak Eosen Akhir Oligosen Awal selesai, baru terjadi aktifitas gunung api Oligosen Atas Miosen Bawah, membentuk bagian-bagian yang disatukan sebagaiformasi Bacan. 8. Formasi Bacan; tersusun atas batuan Gunung Api berupa Lava, Breksi dan Tufa sisipan Konglomerat dan Batupasir. Dengan adanya sisipan Batupasir maka dapat diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen Miosen Bawah. Dengan batuan yang lebih tua (F ormasi Dorosagu) dibatasi oleh bidang sesar dan dengan batuan yang lebih muda (Formasi Weda) oleh bidang ketidakselarasan. Setelah pengendapan miosen bawah bagian atas selesai, terbentuk cekungan luas yang berkembang sejak Miosen Atas-Pliosen. Pada cekungan tersebut diendapkanformasi Weda, satuan konglomerat, dan Formasi Tingteng. 9. Formasi Weda; terdiri dari Batupasir berselingan Napal, Tufa, Konglomerat dan Batugamping. Berumur Miosen Tengah Awal Pliosen. Bersentuhan secara tidak selaras dengan Formasi Kayasa yang berumur lebih muda dan hubungannya dengan Formasi Tingteng adalah menjemari. 10. Satuan Konglomerat; berkomponen batuan Ultrabasa, Basal, Rijang, Diorit dan Batusabak. Tebalnya m, menutupi batuan Ultrabasa secara tidakselaras berumur Miosen Tengah Pliosen Awal. 11. Formasi Tingteng; tersusun oleh Batugamping hablur dan Batugamping pasiran, sisipan Napal dan Batupasir. Berumur Miosen Akhir Pliosen Awal, tebal m. setelah pengendapan Formasi Tingteng, terjadi pengangkatan pada kuarter sebagaimana ditunjukkan oleh Batugamping terumbu di pantai lengan timur Halmahera.

11 MANDALA HALMAHERA TIMUR MANDALA BUSUR KEPULAUAN GUNUNG API MANDALA HALMAHERA BARAT MANDALA SULAWESI TIMUR Gambar Formasi Geologi Halmahera dan Sekitarnya

12 Secara geologi dan tektonik Halmahera cukup unik, karena pulau ini terbentuk dari pertemuan 3 lempeng, yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo- Australia yang terjadi sejak zaman kapur. Di selatan Halmahera pergerakan miring sesar Sorong ke arah barat bersamaan dengan Indo- Australia struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. Sumbu lipatan berarah Utara-Selatan, Timur Laut - Barat Daya, dan Barat Laut-Tenggara. Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik umumnya berarah Utara-Selatan dan Barat Laut-Tenggara. Kegiatan tektonik dimulai pada Kapur Awal dan Awal Tersier, ketidakselarasan antara batuan berumur Paleosen-Eosen dengan batuan berumur Eosenoligosen Awal, mencerminkan kegiatan tektonik sedang berlangsung kemudian diikuti kegiatan gunung api. Sesar naik akibat tektonik terjadi pada jaman Eosen- Oligosen. Tektonik terakhir terjadi pada jaman Holosen berupa pengangkatan terumbu dan adanya sesar normal yang memotong batugamping. Perkembangan tektonik pada lengan timur diperkirakan terjadi pada akhir Kapur dan awal Tersier. Mandala lengan timur terdiri atas batuan tua ultrabasa dan serpih merah yang diduga berumur Kapur terdapat dalam batuan sedimen Formasi Dorosagu yang berumur Paleosen- Eosen. Kegiatan tektonik lanjutan terjadi pada awal Eosen Oligosen. Ini diketahui dari ketidak selarasan antara Formasi Dorosagu dan Formasi Bacan (batuan vulkanik berumur akhir Oligosen Miosen Awal (Oligo-Miosen). Mandala Timur terdiri dari hampir seluruhnya relatif batuan tua dibanding Mandala Barat. Pada Miosen Tengah, Plio-Plistosen dan akhir Holosen terjadi kegiatan tektonik berupa perlipatan, sesar naik secara intensif dengan arah utama UUT SSB. Sesar normal berarah BUB TUT dan ini terjadi pada fase tektonik akhir, memotong semua sesar naik. Pada Mandala Geologi Barat karakteristiknya jauh berbeda dari yang di jelaskan diatas. Batuan tertua di daerah ini adalah Formasi Bacan berumur Oligo-Miosen, tersingkap di ujung utara P. Halmahera dan sebagian P. Doi. Sesar yang dapat teramati adalah sesar Normal. Menurut Katili (1980) dalam Bukunya Geotectonic of Indonesia membagi kawasan Halmahera bagian utara menjadi dua zona yaitu: Lengan Mandala Timur dinamakan zona subduksi dan Lengan Mandala Barat (utara) sebagai zona busur magmatic. 2. Kepulauan Sula Formasi geologi pada Kepulauan Sula merupakan bagian dari formasi geologi banggai-sula yang merupakan serpihan benua.pulau Taliabu dan Pulau Sulabesi merupakan bagian dari deretan Kepulauan Banggai Sula, secara tektonik merupakan bagian dari mintakat Banggai Sula (Metcalfe, 1990) atau benuamicro (micro continent, Audley Charles drr., 1972; Simanjuntak & Barber, 1996).Kepulauan Sula merupakan hasil tumbukan dengan sistem penunjaman sepanjang batas timur Paparan Sunda yang menghasilkan kerangka tektonik Indonesia Bagian Timur (Silver, 1977; Hamilton 1979). Pulau ini diyakini berasal dari batas

13 Utara benua Australia (Klompe, 1954), yang terpisah pada akhir Mesozoikum atau hingga Paleogen, dan terdorong disepanjang sesar besar Sorong yang di akibatkan oleh pergerakan lempeng laut Filipina ( Mc Caffrey drr., 1981). Kepulauan Sula terpisah menjadi dua sistem sesar, masing-masing adalah Sesar Sula Utara dan Sesar Sula Selatan Kepulauan Banggai-Taliabu-Mangole yang terpisah dengan pulau Sulabesi di Selatannya. Bentuk pulautaliabu- Mangole mencerminkan pergerakan sesar Sorong yang berarah BaratTimur. Sementara itu, Pulau Sulabesi Sula yang berarah Utara- Selatan memotong tegak lurus kedua pulau tersebut. Susunan stratigrafi Pulau Taliabu tersaji pada Gambar terdiri dari runtunan batuan paling bawah adalah Kompleks Batuan Malihan yang terdiri atas sekis, genes, amfibolit, filit, argilit, dan kuarsit yang diduga berumur Karbon. Ketebalan kompleks ini diduga lebih dari 1000 m. Berdasarkan hasil pentarikhan radiometri, batuan malihan jenis sekis satuan ini berumur juta tahun atau Karbon (Sukamto, Secara tak selaras di atas Kompleks Batuan Malihan diendapkan Formasi Menanga yang terdiri atas perselingan batugamping hablur, batupasir malih, batusabak, dan filit. Tebal satuan Formasi Menanga yang diperkirakan 1000 m diendapkan dalam lingkungan fluviatil - laut dangkal. Umurnya diperkirakan Perem (Supandjono & Haryono, 1993; Surono & Sukarna, 1993). Lokasi tipe berada di Sungai Menanga Pulau Taliabu. Formasi Menanga ditindih tak selaras oleh Batuan Gunung Api Mangole yang dikuasai breksi gunung api, tuf terkersikkan, dan ignimbrit. Terobos-an Granit Banggai terdiri atas granit, diorit kuarsa, granodiorit, dan pegmatit yang berumur Perem Akhir - Trias (Sukamto, 1975a,b,c). Secara tak selaras di atas batuan Paleozoikum dan Trias diendapkan Formasi Bobong yang terdiri atas breksi, konglomerat, dan batupasir kuarsa di bagian bawah, dan perselingan serpih dan batulempung-batulumpur di bagian atas. Setempat terdapat lensa batugamping, sisipan batulanau, bintal pirit, dan lapisan batubara. Berdasarkan fasies, runtunan batuannya terdiri dari batubara menunjukkan bahwa satuan batuan Formasi Bobong ini diendapkan dalam lingkungan fluviatil, peralihan, sampai laut dangkal, dan diduga berumur Jura Awal - Tengah Formasi Bobong tersebar luas di bagian barat, utara dan timur Pulau Taliabu. Tebal formasi ini sekitar 2000 m (Supandjono & Haryono, 1993), dan terlipat dengan kemiringan lapisan batuan rata-rata Secara selaras dan sebagian menjemari di atas Formasi Bobong diendapkan.

14 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..1 Formasi Geologi Kepulauan Sula

15 Formasi Buya yang terdiri atas serpih bersisipan batupasir dan konglo-merat, bintal batulempung gampingan, dan oksida besi. Keberadaan fosil foraminifera, belemnit, dan amonit terutama dalam batuan serpih memberikan indikasi kisaran umur Jura Tengah - Akhir. Lingkungan pengendapan Formasi Buya adalah lingkungan laut dalam sampai peralihan (Sato drr., 1978); dan lingkungan laut dangkal, dalam, sampai terbuka (Bizon drr., 1982). Tebal satuan ini diduga lebih dari 1000 m. Formasi Buya secara selaras ditindih oleh Formasi Tanamu yang terdiri atas napal, kelabu agak kecoklat- an, berlapis baik, dan tersebar di bagian timur dan utara Pulau Taliabu. Surono & Sukarna (1993) menjumpai adanya batugamping kapuran dan serpih pada seri napal Formasi Tanamu ini. Formasi ini ber-umur Kapur (Supandjono & Haryono, 1993; Surono & Sukarna, 1993). Berdasarkan runtunan napal yang berasosiasi dengan batugamping dan batupasir, maka lingkungan pengendapan Formasi Tanamu adalah garis pantai - laut dangkal. Tebal satuan batuan Formasi Tanamu sekitar 300 m. Secara tak selaras dan terpisah di atas Formasi Tanamu diendapkan Formasi Salodik yang terdiri atas batugamping dan napal (Surono & Sukarna, 1993), sedangkan di Pulau Mangole ada sisipan batupasir pada runtunan batugamping. Sebaran Formasi Salodik di Pulau Taliabu dijumpai terutama di pantai utara bagian timur dan bagian selatan; sedangkan di Pulau Sehu terdapat di seberang barat Pulau Taliabu. Batugamping formasi ini berwarna kelabu terang yang sebagian berlapis baik, sementara sisipan batupasir, dan napal, berwarna coklat, agak padat dan agak keras, berlapis baik dengan ketebalan lapisan 1-10 cm. Iklim di Wilayah Kepulauan Maluku dipengaruhi oleh iklim tropis dan iklim musim yang disebabkan oleh kondisi Kepulauan Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh lautan yang luas. Wilayah Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim laut tropis dan iklim musim sehingga iklimnya bervariasi antara tiap bagian wilayah yaitu iklim Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula. Berikut rincian musim berdasarkan iklim iklim tersebut: 1. Daerah Iklim Halmahera Utara Musim Hujan (Desember Februari), sedangkan musim kemarau (Agustus Desember) 2. Daerah Iklim Halmahera Tengah/Barat Musim Utara (Oktober Maret), Pancaroba (April). Musim Selatan (April September) yang diselingi angin timur dan pancaroba pada bulan September. 3. Daerah Iklim Halmahera Selatan/Bacan Musim Utara (Oktober Maret) yang diselingi angin barat dan pancaroba (April), Musim Selatan (April Desember) diselingi angin timur dan pancaroba pada bulan September 4. Daerah Iklim Kepulauan Sula

16 Musim Utara (Oktober Maret) diselingi angin barat dan pancaroba pada bulan April, musim selatan (April September) diselingi angin timur dan pancaroba September. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..4 Curah Hujan di Wilayah Maluku Utara Kabupaten/Kota Kabupaten Halmahera Barat 2. Kabupaten Halmahera Tengah 3. Kabupaten Halmahera Utara 4. Kabupaten Halmahera Selatan 5. Kabupaten Halmahera Timur 6. Kabupaten Kepulauan Sula 7. Kabupaten Pulau Taliabu 8. Kabupaten Morotai 9. Kota Ternate Kota Tidore Kepulauan Sumber: BMKG Maluku Utara

17 Gambar Jenis Tanah di Pulau Halmahera dsk

18 Kepulauan Maluku memiliki kerawanan bencana alam yang cukup beragam, mulai dari kerawanan bencana gempa bumi, kerawanan bencana banjir, kerawanan bencana longsor dan kerawanan bencana gunung berapi dan cuaca ekstrim. Berdasarkan pada buku IRBI 2016, wilayah Kepulauan Maluku dikategorikan sebagai wilayah dengan kategori bencana sedang-tinggi. Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..2 Indeks Risiko Bencana Multi Hazard di Kepulauan Maluku Sumber: IRBI Kerawanan Bencana Pulau Halmahera Wilayah kepulauan Halmahera yang terdiri ata Pulau Halmahera, Motorai, Obi, Bacan, Ternate dan Tidore memiliki tingkat kerawanan bencana gempa bumi dalam kategori rendah hingga tinggi. Tingkat kerawanan gempa rendah memiliki tingkat goncangan skala V-VI MMI. Tingkat kerawanan bencana gempa menengah memiliki tingkat goncangan skala VII-VIII MMI. Pada tingkat kerawanan gempa rendah berpotensi menyebabkan retakan tanah dan pergeseran tanah dalam skala kecil, pelulukan dan longsoran pada daerah dengan lereng curam. Tingkat kerawanan gempa tinggi memiliki tingkat goncangan skala lebih besar dari skala VIII MMI. Pada tingkatan kerawanan gempa tinggi berpotensi untuk menimbulkan retakan tanah, pelulukan dan longsoran pada lereng terjal dan pergeseran tanah. Bangunan pada lokasi dengan tingkat kerawanan tinggi apabila tidak dibangun dengan standar bangunan tahan gempa akan berisiko mengalami kerusakan parah saat gempa terjadi. Pada

19 Pulau Halmahera tingkat kerawanan gempa terdiri dari tingkat kerawanan rendah hingga menengah pada sebagian besar pulau, tingkat kerawanan tinggi terdapat di lengan selatan Pulau Halmahera, tepatnya pada wilayah Kecamatan Gane Barat, Gane Timur Tengah, Gane Timur Selatan. Pada wilayah Pulau Morotai tingkat kerawanan bencana gempa pada tingkat rendah-sedang. Pada wilayah Kepulauan Bacan tingkat kerawanan gempa dalam kategori rendah hingga tinggi. Tingkat kerawanan tinggi terdapat di bagian selatan Pulau Bacan, yaitu di Kecamatan Bacan Selatan, Bacan Timur, Mandioli Utara dan Mandioli Selatan. Jika dibandingkan dengan peta gempa 2017 (september 2017) terdapat satu perbedaan antara assesment BNPB dengan peta gempa Pada wilayah halmahera bagian utara dan morotai merupakan daerah dengan kerawanan gempa yang tinggi. Sebagai konsekuensi pada kawasan tersebut yang notabene merupakan pengembangan aktivitas ekonomi di masa mendatang harus seluruh bangunan yang dikembangkan harus memilki kualifikasi standar tahan gempa. Gambaran lebih jelas tingkat kerawanan bencana gempa di Kepulauan Halmahera dapat diikuti gambar berikut.

20 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..3 Peta Kerawanan Gempa di Pulau Halmahera dan Sekitarnya Sumber: BNPB, 2017

21 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..4 Peta Percepatan Gempa di Pulau Halmahera dan Sekitarnya Tahun 2017

22 Sumber: BNPB, 2017 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..5 Peta Kerawanan Bencana Longsor di Kepulauan Halmahera

23 Sumber: KESDM, 2013 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..6 Peta Kerawanan Banjir Kepulauan Halmahera Sumber: BNPB, 2017

24 Selain bencana gempa, wilayah Kepulauan Halmahera juga dihadapkan pada kerawanan bencana longsor. Kerawanan bencana longsor pada Pulau Halmahera masuk dalam kategori sangat rendah hingga sedang. Faktor pemicu tingkat kerawanan longsor pada pulau Halmahera tidak terlepas dari karakter jenis tanah dan kemiringan lereng yang didominasi oleh jenis lereng curam. Wilayah dengan tingkat kerawanan longsor sedang terdapat di wilayah lengan timur dari Pulau Halmahera. Implikasi dari kondisi kerawanan longsor tentu harus disikapi dengan upaya yang sifatnya mitigatif antara lain pada ruas jalan yang melintas perbukitan/pegunungan dengan lereng curam maka sebaiknya dilengkapi dengan bangunan perkuatan tebing atau jika memungkinkan cukup lahan perlu dilakukan pelandaian tebing dengan sistem terasering untuk mengurangi tingkat kerawanan longsor yang akan menimpa badan jalan. Bencana ketiga yang potensial terhadi di Pulau Halmahera dan sekitarnya adalah bencana gunung berapi. Berdasarkan data BNPB sedikitnya terdapat empat gunung yang memiliki tingkat kerawasan bencana di Pulau Halmahera yaitu Gunung Dukono, Gunung Ibu, Gunung Gamalama di Pulau Ternate dan Makian di Pulau Makian. Bencana cuaca ekstrim juga rawan terjadi di wilayah pesisir Pulau Halmahera dan pulaupulau kecil di sekitarnya. BNPB (2017) telah menetapkan kawasan-kawasan di Pulau Halmahera yang memiliki kerentanan terhadap bencana cuaca ekstrim yang dapat berupa angin ribut maupun gelombang tinggi.berdasarkan pada kondisi kerawanan bencana terlihat bahwa faktor kebencanaan memberikan satu implikasi terhadap permukiman dan aset infrastruktur PUPR khususnya jalan yang terdapat di Pulau Halmahera. Bangunan rumah pada kawasan dengan tingkat kebencanaan gempa menengah dan tinggi harus dibangun dengan standar bangunan tahan gempa dan menggunakan material bangunan yang ringan untuk mengurangi ancaman terhadap penghuni apabila bangunan runtuh. Adapun rincian aset infrastruktur jalan di Pulau Halmahera dan sekitarnya yang memiliki kerawanan terhadap bencana adalah sebagai berikut.

25 Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..5 Ruas Jalan Nasional Yang Memiliki Kerawanan Bencana di Pulau Halmahera No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Tingkat Kerawanan Bencana Rekomendasi Morfologi Gempa Banjir Longsor Gunung Api 001 LAP. TERBANG - GALELA JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 002 GALELA - TOBELO JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Menengah- Rendah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan TOBELO - DERMAGA FERRY JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera 0.19 Pesisir Rendah Menengah Rendah Tidak Dukungan dan Sistem Drainase Perkotaan Tobelo TOBELO - PELABUHAN JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera 0.13 Pesisir Rendah Menengah Rendah Tidak Dukungan dan Sistem Drainase Perkotaan Tobelo 003 TOBELO - PODIWANG JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak 004 PODIWANG - KAO JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Menengah Rendah Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa 005 KAO - BOSO JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Menengah Rendah- Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 006 BOSO - SIDANGOLI (DERMAGA FERY) JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Rendah- Menengah Menengah Rendah- Menengah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 008 BOSO - SIMP. DODINGA JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera 1.99 Pegunungan Rendah Menengah Rendah Tidak Dukungan 009 SIMP. DODINGA - SOFIFI JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak 010 SOFIFI - AKELAMO JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Rendah Rendah Rendah Tidak 011 AKELAMO (KM.60 ) - PAYAHE JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pesisir Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 012 PAYAHE - W E D A JALAN LINTAS PULAU HALMAHERA Halmahera Pegunungan dan Perbukitan Rendah Menengah Rendah Tidak Dukungan 013 WEDA - MAFA Halmahera 50 Pesisir Menengah Rendah Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa 014 MAFA - MATUTING Halmahera 43 Pesisir Tinggi Rendah Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa

26 No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Tingkat Kerawanan Bencana Rekomendasi Morfologi Gempa Banjir Longsor Gunung Api 015 MATUTING - SAKETA Halmahera 21 Perbukitan Tinggi Rendah Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa 016 SP. DODINGA - BOBANEIGO NON LINTAS Halmahera 2.89 Pegunungan Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Perkuatan Tebing Dukungan 017 BOBANEIGO - EKOR Halmahera Perbukitan Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 018 EKOR - SUBAIM Halmahera Pegunungan Rendah- Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Perkuatan Tebing Dukungan 019 SUBAIM - BULI Halmahera Perbukitan dan Pegunungan Menengah Menengah Rendah- Menengah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Perkuatan Tebing Dukungan 031 BULI - MABA Halmahera 42.6 Pegunungan Rendah Menengah Menengah Tidak Dukungan 034 WEDA - SAGEA Halmahera 60.8 Perbukitan Menengah Menengah Rendah- Menengah 035 SAGEA - PATANI Halmahera 89.7 Perbukitan Menengah Tidak 034 WEDA - SAGEA Halmahera 60.8 Perbukitan Menengah Tidak 035 SAGEA - PATANI Halmahera 89.7 Perbukitan Menengah Tidak Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Perkuatan Tebing Dukungan Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa, perkuatan tebing Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa, perkuatan tebing Rendah Tidak Konstruksi bangunan jalan tahan gempa, perkuatan tebing 20 BTS. KOTA DARUBA - SANGOWO NON LINTAS Morotai Pesisir Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan JLN. TRANS DARAME (DARUBA) NON LINTAS Morotai 1.7 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan

27 No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau JLN. KH. ACHMAD SYUKUR (DARUBA) Panjang (km) Morfologi Tingkat Kerawanan Bencana Rekomendasi Gempa Banjir Longsor Gunung Api NON LINTAS Morotai 1.06 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan JL. TUGU PANCASILA (DARUBA) NON LINTAS Morotai 0.3 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan JLN.MERDEKA (DARUBA) NON LINTAS Morotai 1.7 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan JLN. DERMAGA FERRY (DARUBA) NON LINTAS Morotai 3.41 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan JALAN RAYA DARUBA (DARUBA) NON LINTAS Morotai 2.8 Pesisir Menengah Menengah Sangat Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 21 DAEO/SANGOWO - BERE BERE NON LINTAS Morotai Pesisir Rendah Tidak Rendah Tidak 22 BERE-BERE - SOFI Morotai 54 Pesisir Rendah Tidak Rendah Tidak 24 WAYABULA - DARUBA Morotai Pesisir Menengah Menengah Rendah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 25 BABANG - LABUHA NON LINTAS Bacan Perbukitan dan Pegunungan Menengah-Tinggi Rendah Menengah Tidak Konstruksi Bangunan Jalan Tahan Gempa, Dukungan 26 SP. JAMBULA - SP. DUFA-DUFA NON LINTAS Ternate Pesisir Rendah Tidak JLN. BANDARA BABULLAH (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.8 Pesisir Rendah Tidak JLN. PEMUDA (TERNATE) NON LINTAS Ternate 2.2 Pesisir Rendah Tidak JLN. SULTAN KHAIRUN (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.72 Pesisir Rendah Tidak Menengah Tidak Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Rendah- Tidak Perkuatan Tebing atau Menengah perlandaian tebing dengan sistem terasering Rendah- Tidak Perkuatan Tebing atau Menengah perlandaian tebing dengan sistem terasering Rendah- Tidak Perkuatan Tebing atau Menengah perlandaian tebing dengan sistem terasering

28 Tingkat Kerawanan Bencana No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi JLN. MERDEKA (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.48 Pesisir Rendah Tidak JLN. ARNOLD MONONUTU (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.7 Pesisir Rendah Tidak JLN. JEND. A. YANI (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.49 Pesisir Rendah Tidak JLN. HASAN ESA (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.88 Pesisir Rendah Tidak JLN. MANGGA DUA (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.92 Pesisir Rendah Tidak JLN. BASTIONG (TERNATE) NON LINTAS Ternate 0.99 Pesisir Rendah Tidak 026.1A DERMAGA FERRY - BASTIONG NON LINTAS Ternate 0.22 Pesisir Rendah Tidak 026.1B JLN. BASTIONG - JAMBULA NON LINTAS Ternate 6.98 Pesisir Rendah Tidak 026.1C JLN. BATU ANGUS NON LINTAS Ternate 0.8 Pesisir Rendah Tidak JLN. PATTIMURA (TIDORE) Tidore 0.65 Pesisir Rendah Tidak JLN. JEND. AHMAD YANI (TIDORE) Tidore 1.8 Pesisir Rendah Tidak JLN. PELABUHAN GOTO (TIDORE) Tidore 2.6 Pesisir Rendah Tidak JLN. FRANS KAISEIPO (TIDORE) Tidore 2.18 Pesisir Rendah Tidak JLN. DAUD UMAR (TIDORE) Tidore Pesisir Rendah Tidak JLN. SULTAN SYAIFUDIN (TIDORE) Tidore Pesisir Rendah Tidak 32 JLN. P. GEBE Gebe 4.61 Perbukitan dan Pegunungan Rendah Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rendah- Tidak Menengah Tidak Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah- Menengah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah- Menengah Rendah Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Rekomendasi Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering Perkuatan Tebing atau perlandaian tebing dengan sistem terasering

29 No Ruas Nama Ruas Lintas Pulau Panjang (km) Morfologi 33 BANDARA GEBE - UMERA Gebe 16.4 Perbukitan dan Pegunungan Sumber: BNPB, 2017, Kementerian ESDM, 2013, BPJN XVI, 2017 Tingkat Kerawanan Bencana Gempa Banjir Longsor Gunung Api Rendah Tidak Rendah Tidak Rekomendasi Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..6 Infrastruktur Sumber Daya Air Yang Memiliki Potensi Kerawanan Bencana Kerawanan Bencana Alam Rekomendasi No Jenis Infrastruktur Pulau Kabupaten Morfologi Gempa Banjir Longsor Gunung Api A Bendung 1 Bendung Wairoro Halmahera Halmahera Tengah Dataran dan perbukitan Tinggi Rendah Tinggi Tidak Penggunaan Konstruksi Bendung yang tahan gempa dan 2 Bendung Kobe Tinggi Rendah Tinggi Tidak perkuatan struktur tanah di sekitar bendung Halmahera Tengah 3 Bendung Ekor Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 4 Bendung Mancalele Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 5 Bendung Opiyang Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 6 Bendung Akedaga Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 7 Bendung Tutuling Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 8 Bendung Goal Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Penggunaan 9 Bendung Toliwang Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak Konstruksi Bendung yang tahan gempa dan 10 Bendung Tolabit Tinggi Rendah Tinggi Tidak perkuatan struktur tanah di sekitar Halmahera Utara bendung B Daerah Irigasi dan Jaringan Irigasi 1 D.I. Akedaga-Tutiling-Meja Halmahera Timur Rendah Sedang Tinggi Tidak 2 D.I. Opiyang-Mancalele Halmahera Timur Rendah Sedang Tinggi Tidak 3 D.I. Akediri Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 4 D.I. Goal Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 5 D.I. Jailolo Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 6 D.I. Loloda Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 7 D.I. Sahu Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 8 D.I. Susupu Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 9 D.I. Talaga Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 10 D.I. Tosoa Halmahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tidak 11 D.I. Bibinohi Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak 12 D.I. Gane Timur Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak 13 D.I. Geti Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak Perkuatan struktur 14 D.I. Goro-Goro Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak tanah di sekitar 15 D.I. Sayoang Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak jaringan irigasi 16 D.I. Wayamiga Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak 17 D.I. Kobe Halmahera Tengah Tinggi Rendah Tinggi Tidak 18 D.I. Sagea Halmahera Tengah Tinggi Rendah Tinggi Tidak 19 D.I. Tilope Halmahera Tengah Tinggi Rendah Tinggi Tidak 20 D.I. Akelamo Halmahera Timur Tinggi Rendah Tinggi Tidak 21 D.I. Dorosagu I, II Halmahera Timur Tinggi Rendah Tinggi Tidak 22 D.I. Biang Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak 23 D.I. Lelesang Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak 24 D.I. Malifut Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak 25 D.I. Toboulamo Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak 26 D.I. Toliwang Halmahera Utara Tinggi Rendah Tinggi Tidak 27 D.I. Cinga Kota Tidore Kepulauan Rendah Rendah Tinggi Tidak

30 Kerawanan Bencana Alam Rekomendasi No Jenis Infrastruktur Pulau Kabupaten Morfologi Gempa Banjir Longsor Gunung Api 28 D.I. Maidi Kota Tidore Kepulauan Rendah Rendah Tinggi Tidak 29 D.I. Gamtala Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Perkuatan konstruksi 30 D.I. Lolori Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi jaringan irigasi tahan 31 D.I. Taboso Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi gempa, perkuatan 32 D.I. Gamomeng Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi struktur tanah dan 33 D.I. Hoku-Hoku Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi pembangunan sabo 34 D.I. Jano Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi untuk pengendalian 35 D.I. Porniti Hamahera Barat Tinggi Rendah Tinggi Tinggi lahar dingin 36 D.I. Wayana Halmahera Selatan Rendah Rendah Tinggi Tidak 37 D.I. Dodaga Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 38 D.I. Mancalele Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 39 D.I. Meja Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak Perkuatan struktur 40 D.I. Pediwang Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak tanah di sekitar 41 D.I. Tolabit Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak jaringan irigasi 42 D.I. Dorolamo Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 43 D.I. Gagapok Halmahera Timur Rendah Rendah Tinggi Tidak 44 D.I Kahoho Tayawai Kota Tidore Kepulauan Rendah Rendah Tinggi Tidak Sumber: BNPB, 2017, Kementerian ESDM, 2013, BWS Maluku dan Maluku Utara, 2017

31 2. Potensi Kebencanaan Kepulauan Sula Wilayah Kepulauan Sula terdiri dari dua daerah otonom yaitu Kabupaten Sula dan Kabupaten Pulau Taliabu. Kepulauan Sula memiliki potensi kebencanaan berupa bencana gempa bumi dari tingkatan goncangan rendah hingga tinggi. Tingkat goncangan menengah- tinggi terdapat di Pulau Mangoli sedangkan tingkat goncangan gempa rendah-menengah terdapat di Pulau Sulabes dan Pulau Taliabu. Potensi gempa pada pulau Mangoli berpotensi besar untuk merusak struktur bangunan dikarenakan skala gempa berkisar antara VI-VIII MMI dan pada beberapa lokasi memiliki skala > VIII MMI. Potensi kebencanaan longsor skala menengah terdapat di Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli. Sedangkan potensi kebencanaan longsor skala rendah terdapat di ketiga pulau dalam wilayah Kepulauan Sula. Gambaran lebih jelas pola keruangan bencana alam di Kepulauan Sula dapat diikuti pada gambar berikut. 3. Potensi Kebencanaan Pulau Buru-Seram dan Ambon Wilayah Pulau Buru, Seram dan Ambon yang terletak pada busur banda juga memiliki keragaman potensi bencana alam. Jenis bencana yang mengancam ketiga pulau tersebut antara lain bencana gempa bumi, bencana longsor, banjir dan bencana cuaca ekstrem (bencana hidrometeorlogi). Potensi kerawanan gempa pada ketiga pulau hampir seragam. Pulau Buru dan Ambon memiliki tingkat kerawanan gempa tinggi dengan skala goncangan >VIII MMI. Pulau Seram memilki tingkat kerawanan bencana gempa bumi tinggi pada bagian barat Pulau Seram dan tingkat kebencanaan gempa bumi skala menengah pada bagian tengan hingga timur Pulau Seram. Potensi bencana tanah longsor tersebar merata pada seluruh pulau dengan tingkat kebencanaan skala sangat rendah hingga tinggi. Pulau Buru memiliki skala kebencanaan tanah longsor pada tingkatan sangat rendah berada pada sekitar perkotaan Waeapo, Waelata dan Teluk Kayeli, skala rendah berada pada wilayah Waeapo, Waelata dan Lolong Guba, bencana tingkat menengah tersebar pada hampir seluruh kecamatan dan bencana tingkat tinggi berada pada wilayah Kecamatan Namrole hingga ke arah Kecamatan Teluk Kayeli. Pada wilayah Pulau Seram potensi bencana longsor tingkatan sangat rendah terdapat di wilayah pesisir pulau Seram. Potensi kebencanaan longsor skala menengah sebagian besar berada pada wilayah Pulau Seram bagian tengah yang berada dalam wilayah otonomi Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat. Potensi bencana banjir dan cuaca esktrem tersebar secara merata pada bagian pesisir Pulau Seram dan Pulau Buru. Gambaran lebih jelas potensi kebencanaan secara keruangan dapat diikuti pada gambar berikut.

32 Sumber: Kementeritan ESDM, 2013 BNPB, 2017 Gambar Potensi Kerawanan Bencana Gempa Bumi Kepulauan Sula

33 Sumber: Kementerian ESDM, 2013 Gambar Potensi Kerawanan Bencana Longsor Kepulauan Sula

34 Sumber: BNPB, 2017 Gambar Potensi Kerawanan Bencana Banjir Kepulauan Sula

35 Wilayah Kepulauan Maluku memiliki jumlah penduduk lebih kurang 2,9 juta jiwa pada Jumlah penduduk terbanyak berada pada wilayah Provinsi Maluku sebesar 1,7 juta jiwa. Meskipun memiliki jumlah penduduk yang besar, tetapi pola kepadatan cenderung tidak merata dan hanya terkonsentrasi pada wilayah otonom perkotaan seperti di Kota Ambon, Kota Ternate, Kota Tual dan Kota Tidore. Pada wilayah Provinsi Maluku, jumlah penduduk terbesar terdapat di wilayah Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah dengan jumlah penduduk masing-masing adalah 427 ribu jiwa (Kota Ambon) dan 370 ribu jiwa (Maluku Tengah). Wilayah otonom dengan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di wilayah Kabupaten Buru Selatan. Jumlah penduduk di Provinsi Maluku Utara yang lebih kurang berjumlah 1.2 juta jiwa, sebagian besar terditribusi pada wilayah Pulau Halmahera. Wilayah otonom dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Halmahera Selatan dengan jumlah penduduk lebih kurang 220 ribu jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit terdapat di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah dengan jumlah penduduk sekitar 50 ribu jiwa. Perkembangan penduduk pada masing-masing kabupaten/kota di Kepulauan Maluku memiliki pertumbuhan yang positif. Apabila mengikuti kecenderungan pertumbuhan yang ada, diperkirakan jumlah penduduk di wilayah Kepulauan Maluku akan menjadi 4.1 juta jiwa, dengan perincian penduduk di Provinsi Maluku akan bertambah menjadi 2.4 juta jiwa pada 2035 dan penduduk Provinsi Maluku Utara akan menjadi 1.7 juta jiwa pada Gambaran lebih rinci jumlah dan distribusi penduduk di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel dan gambar.

36 Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..7 Distribusi Penduduk di Kepulauan Maluku J e n i s L u a s J u m l a h P e n d u d u k ( J i w a ) No P u l a u K a b u p a t e n / K o t a P e r k o t a a n W i l a y a h ( k m 2 ) H a l m a h e r a H a l m a h e r a B a r a t H a l m a h e r a, G e b e H a l m a h e r a T e n g a h M a n g o l i d a n Sulabes K e p u l a u a n S u l a H a l m a h e r a, 4 B a c a n, O b i, H a l m a h e r a S e l a t a n M a k i a n 5 H a l m a h e r a H a l m a h e r a U t a r a H a l m a h e r a H a l m a h e r a T i m u r M o r o t a i P u l a u M o r o t a i T a l i a b u P u l a u T a l i a b u T e r n a t e T e r n a t e T i d o r e, H a l m a h e r a T i d o r e K e p u l a u a n M a l u k u U t a r a

37 Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..8 Prakiraan Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku No Pulau Halmahera Halmahera Mangoli dan Sulabes Halmahera, Bacan, Obi, Makian Halmahera Halmahera, Gebe Morotai Taliabu Ternate Tidore, Halmahera Kabupaten/Kota Luas Wilayah (km2) Prakiraan Penduduk Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Pulau Morotai Pulau Taliabu Ternate Tidore Kepulauan Maluku Utara Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..9 Prakiraan Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku (lanjutan) No Pulau Kabupaten/Kota Halmahera Halmahera Mangoli dan Sulabes Halmahera, Bacan, Obi, Makian Halmahera Halmahera, Gebe Morotai Luas Wilayah (km2) Prakiraan Penduduk Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Pulau Morotai

38 No Pulau Kabupaten/Kota Taliabu Ternate Tidore, Halmahera Luas Wilayah (km2) Prakiraan Penduduk Pulau Taliabu Ternate Tidore Kepulauan Maluku Utara Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..10 Prakiraan Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku (lanjutan) No Pulau Kabupaten/Kota Luas Wilayah Prakiraan Penduduk (km2) Halmahera Halmahera Barat Halmahera Halmahera Tengah Mangoli dan Sulabes Kepulauan Sula Halmahera, Bacan, Obi, Makian Halmahera Selatan Halmahera Halmahera Utara Halmahera, Gebe Halmahera Timur Morotai Pulau Morotai Taliabu Pulau Taliabu Ternate Ternate Tidore, Halmahera Tidore Kepulauan Maluku Utara

39 Pertumbuhan penduduk di Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku relatif rendah. Kondisi ini menyebabkan pertambahan penduduk pada masing-masing kabupaten juga tidak terlalu tinggi. Kabupaten dengan pertumbuhan tertinggi terdapat di Kabupaten Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..11 Laju pertumbuhan penduduk di Kepulauan Maluku No Pulau Kabupaten/Kota Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk Halmahera Halmahera Barat 1.98% 1.87% 1.89% 1.85% 1.80% 0.89% 2 Halmahera, Gebe Halmahera Tengah 3.02% 3.24% 2.96% 2.82% 2.90% 1.41% 3 Mangoli dan Sulabes Kepulauan Sula 2.20% 2.19% 2.25% 2.24% 1.98% 0.97% 4 Halmahera, Bacan, Obi, Makian Halmahera Selatan 2.08% 1.92% 1.92% 1.92% 1.89% 0.93% 5 Halmahera Halmahera Utara 2.16% 2.11% 2.07% 2.00% 2.01% 0.98% 6 Halmahera Halmahera Timur 3.31% 3.03% 3.03% 3.02% 2.69% 1.31% 7 Morotai Pulau Morotai 2.81% 2.96% 2.79% 2.67% 2.76% 1.35% 8 Taliabu Pulau Taliabu 1.36% 1.53% 1.29% 1.13% 1.29% 0.64% 9 Ternate Ternate 2.71% 2.69% 2.61% 2.50% 2.51% 1.22% 10 Tidore, Halmahera Tidore Kepulauan 1.49% 1.54% 1.29% 1.39% 1.22% 0.60% Maluku Utara 2.28% 2.24% 2.18% 2.13% 2.08% 1.02% Kepadatan penduduk rata-rata per kabupaten/kota di wilayah Kepulauan Maluku pada 2016 adalah sebesar 185 jiwa per km 2. Daerah otonom paling tinggi kepadatannya adalah Kota Ternate (1936 jiwa/km 2 ) dan Kota Ambon (1191 jiwa per km 2 ). Sedangkan daerah otonom dengan kepadatan paling rendah adalah Kabupaten Maluku Barat Daya dengan kepadatan penduduk 8 jiwa per km 2. Gambaran lebih rinci dari pola kepadatan penduduk di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel 2.16 berikut.

40 No Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..12 Pola Kepadatan Penduduk di Kepulauan Maluku Pulau Kabupaten/Kota Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Halmahera Halmahera Barat Halmahera Halmahera Tengah Mangoli dan 3 Sulabes Kepulauan Sula Halmahera, Bacan, Obi, Makian Halmahera Selatan Halmahera Halmahera Utara Halmahera, Gebe Halmahera Timur Morotai Pulau Morotai Taliabu Pulau Taliabu Ternate Ternate Tidore, Halmahera Tidore Kepulauan Maluku Utara Kesejahteraan dapat diukur dengan berbagai macam parameter antara lain tingkat pendidikan, angka harapan hidup, pendapatan per kapita dan sebagainya. Salah satu alat ukur yang paling umum digunakan dalam penilaian kesejahteraan masyarakat adalah dengan menggunakan indikator indeks pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak 1. 1 UNDP, 1990 dalam accordion-daftar-subjek1

41 Berdasarkan pada data IPM di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara terlihat bahwa seluruh kabupaten/kota di kedua provinsi memiliki nilai indeks pembangunan manusia yang lebih rendah dari IPM Nasional. Rata-rata IPM di Provinsi Maluku adalah sebesar pada tahun 2015, sedangkan IPM di Provinsi Maluku Utara adalah Kondisi ini mengindikasikan bahwa masyarakat di Kepulauan Maluku masih belum dapat sepenuhnya menikmati hasil pembangunan. Kondisi ini tidak terlepas dari minimnya infrastruktur dasar dan juga minimnya akses masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Gambaran lebih rinci IPM pada masingmasing kabupaten/kota di Kepulauan Maluku selengkapnya dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..13 IPM Kepulauan Maluku per Kabupaten/Kota Wilayah Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (%) * 2015* 2016* Halmahera Barat Halmahera Tengah Kepulauan Sula Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Pulau Morotai Pulau Taliabu Ternate Tidore Kepulauan Maluku Utara Tingkat kemiskinan di Kepulauan Maluku juga sangat tinggi, rata-rata angka kemiskinan di masing-masing kabupaten jauh diatas angka kemiskinan nasional. Kabupaten dengan tingkat kemiskinan paling tinggi adalah kabupaten yang berada pada wilayah perbatasan negara yaitu Kabupaten Maluku Barat Daya dengan angka kemiskinan sebesar 31%, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan angka kemiskinan sebesar 28%, sedangkan pada wilayah Maluku Utara daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Halmahera Timur dengan angka kemiskinan sebesar 15.62%. Gambaran lebih rinci tingkat kemiskinan di Kepulauan Maluku dapat diikuti pada tabel berikut. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..14 Persentase Kemiskinan di Kepulauan Maluku per Kabupaten/Kota

42 No Pulau Kabupaten/Kota Persentase Penduduk Miskin Halmahera Halmahera Barat 12.75% 13.02% 10.59% 9.83% 9.60% 9.76% 8.81% 2 Halmahera, Gebe Halmahera Tengah 23.26% 22.58% 18.15% 17.63% 17.00% 15.10% 14.06% Mangoli dan 3 Sulabes Kepulauan Sula 16.59% 16.24% 13.09% 14.22% 13.52% 9.47% 9.14% Halmahera, Bacan, Obi, Halmahera 4 Makian Selatan 8.31% 8.15% 6.60% 6.09% 5.89% 4.59% 4.08% 5 Halmahera Halmahera Utara 8.67% 8.49% 6.84% 5.95% 5.77% 4.97% 4.17% 6 Halmahera Halmahera Timur 21.25% 20.57% 16.51% 16.52% 16.04% 15.62% 15.62% 7 Morotai Pulau Morotai 11.91% 11.58% 9.28% 9.21% 8.80% 8.38% 7.12% 8 Taliabu Pulau Taliabu 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 7.00% 7.31% 9 Ternate Ternate 5.29% 5.15% 4.15% 3.26% 3.18% 2.99% 2.66% 10 Tidore, Halmahera Tidore Kepulauan 7.51% 7.40% 6.00% 5.82% 5.73% 5.36% 5.08% Maluku Utara 10.26% 10.03% 8.08% 7.68% 7.45% 6.87% 6.36% Struktur perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku utara kurang lebih memiliki karakter yang sama dengan Pulau Papua, dimana sektor pertanian dalam arti luas masih menjadi sektor utama penopang perekonomian wilayah, disusul sektor perdagangan dan jasa, industri pengolahan dan pertambangan. Sektor pertanian cenderung mengalami penurunan peran dari tahun ke tahun, kondisi ini tidak terlepas dari kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan pendapatan petani, sehingga para petani cenderung beralih fungsi mata pencaharian lain. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata maka upaya pengembangan infrastruktur PUPR untuk menopang sistem produksi di masing-masing pulau sangat dibutuhkan. Pengembangan infrastruktur yang sangat dibutuhkan dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian wilayah di Kepulauan Maluku adalah infrastruktur yang berkaitan atau mendukung sistem produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan serta sistem infrastruktur yang mendukung sistem distribusi logistik dari pusat-pusat produksi pertanian menuju pusat pemasaran dan pusat-pusat pusat permukiman di masing-masing pulau. Keberadaan infrastruktur penunjang distribusi barang akan sangat membantu dalam rangka meningkatkan arus barang antar pulau di wilayah Kepulauan Maluku. Pengembangan infrastruktur penghubung antar pusat produksi pertanian pada kawasan perdesaan perlu mendapatkan skala prioritas dalam pembangunan jangka menengah Pengembangan infrastruktur ini diharapkan akan mendorong perkembangan aktivitas ekonomi dan memperkuat rantai nilai produksi yang akan memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan dan perekonomian wilayah.

43 Dengan perkembangan sistem rantai nilai ekonomi maka konsep WPS yang didorong oleh kementerian PUPR akan dapat menemui sasaran yang diharapkan yaitu memperkuat sistem klaster ekonomi pada masing-masing WPS. Gambaran lebih jelas struktur perekonomian Provinsi Maluku dan Maluku Utara dapat diikuti pada tabel dan grafik berikut. Tabel Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..15 Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Utara Kode Sektor Perekonomian Pertanian, A Kehutanan, dan 26.27% 25.66% 25.53% 24.86% 24.27% 23.26% 22.93% Perikanan B Pertambangan dan Penggalian 13.57% 13.07% 12.60% 12.17% 10.06% 10.09% 9.39% C Industri Pengolahan 5.67% 5.44% 5.25% 5.25% 5.49% 5.38% 5.85% D Pengadaan Listrik, Gas 0.06% 0.07% 0.07% 0.07% 0.08% 0.09% 0.11% Pengadaan Air, E Pengelolaan Sampah, Limbah dan 0.09% 0.09% 0.09% 0.08% 0.09% 0.09% 0.09% Daur Ulang F Konstruksi 5.80% 6.00% 6.40% 6.25% 6.29% 6.53% 6.66% G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan 15.04% 15.17% 15.57% 16.52% 17.58% 17.95% 18.17% Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 5.38% 5.32% 5.35% 5.36% 5.56% 5.63% 5.80% Penyediaan I Akomodasi dan 0.44% 0.44% 0.43% 0.42% 0.44% 0.43% 0.46% Makan Minum J Informasi dan Komunikasi 3.74% 3.82% 3.87% 3.98% 4.23% 4.35% 4.47% K Jasa Keuangan dan Asuransi 2.05% 2.61% 2.77% 2.83% 2.80% 2.92% 3.12% L Real Estate 0.11% 0.12% 0.12% 0.11% 0.12% 0.12% 0.12% M,N Jasa Perusahaan 0.33% 0.33% 0.33% 0.34% 0.34% 0.34% 0.34% O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 15.15% 15.58% 15.38% 15.51% 16.27% 16.38% 16.02% Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 3.46% 3.49% 3.45% 3.39% 3.43% 3.47% 3.46% Q R,S,T, U Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.00% 2.01% 2.00% 2.08% 2.15% 2.16% 2.17% Jasa lainnya 0.83% 0.80% 0.80% 0.79% 0.80% 0.82% 0.85% Total PDRB % Sumber: BPS Maluku Utara, % % % % % %

44 Gambar Kesalahan! Tidak ada teks dari gaya yang ditentukan dalam dokumen..7 Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Utara 2010 dan 2016 Sumber: BPS Maluku, 2017 Kondisi yang sama di Provinsi Maluku Utara, sektor pertanian mengalami konstraksi, perannya menurun 4% dalam rentang waktu lima tahun terakhir. Sektor perdagangan mengalami peningkatan peran menjadi 18% pada 2016 dari sebelumnya 15% pada 2010.

Bab II Tinjauan Umum

Bab II Tinjauan Umum Bab II Tinjauan Umum 2.1 Lokasi Penelitian Daerah penelitian berada di Pulau Gee secara administratif terletak di daerah Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara. Secara

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. FISIOGRAFI Geologi regional P.Obi ditunjukkan oleh adanya dua lajur sesar besar yang membatasi Kep.Obi yaitu sesar Sorong-Sula di sebelah utara dan sesar Sorong Sula mengarah

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATU BARA DI DAERAH MANGOLE DAN SEKITARNYA KABU- PATEN KEPULAUAN SULA,MALUKU UTARA. Oleh : Untung Triono * Mulyana** *KPP Energi Fosil

PENYELIDIKAN BATU BARA DI DAERAH MANGOLE DAN SEKITARNYA KABU- PATEN KEPULAUAN SULA,MALUKU UTARA. Oleh : Untung Triono * Mulyana** *KPP Energi Fosil PENYELIDIKAN BATU BARA DI DAERAH MANGOLE DAN SEKITARNYA KABU- PATEN KEPULAUAN SULA,MALUKU UTARA Oleh : Untung Triono * Mulyana** *KPP Energi Fosil ** Laboratorium Fisika Mineral SARI Formasi pembawa batubara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 1/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KAB. HALMAHERA TIMUR DAN KAB. HALMAHERA TENGAH PROVINSI MALUKU UTARA Kisman 1 dan Ernowo 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Tektonik regional Pulau Halmahera

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YA NG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YA NG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA

OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA OLEH : GUBERNUR MALUKU UTARA GAMBARAN UMUM PERKEBUNAN MALUKU UTARA Mencermati kondisi geografis Maluku Utara yang merupakan daerah kepulauan dengan berbagai keragaman potensi perkebunan pada setiap daerah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN HALMAHERA UTARA, KABUPATEN HALMAHERA SELATAN, KABUPATEN KEPULAUAN SULA, KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, DAN KOTA TIDORE KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL A. Fisiografi yaitu: Jawa Bagian Barat terbagi menjadi 4 zona fisiografi menurut van Bemmelen (1949), 1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa 2. Zona Antiklinorium Bogor atau Zona Bogor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin

Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin Evaluasi Ringkas Geologi Waduk Penjalin LITOLOGI Susunan litologi disekitar Waduk Penjalin didominasi batuan hasil gunung api maupun sedimen klastik dengan perincian sebagai berikut : Gambar 1 : Peta geologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline

II. TINJAUAN PUSTAKA. serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik - Caroline II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tatanan dan Struktur Geologi Regional Papua Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya dari Sundaland (tanah Sunda), perluasan Lempeng Eurasia yang berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Bogor merupakan cekungan yang terisi oleh endapan gravitasi yang memanjang di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat. Cekungan ini juga merupakan salah satu kunci

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumatra memiliki orientasi baratlaut yang terbentang pada ekstensi dari Lempeng Benua Eurasia. Pulau Sumatra memiliki luas area sekitar 435.000

Lebih terperinci

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) PROVINSI MALUKU UTARA KAB/KOTA RAWAT INAP NON RAWAT INAP JUMLAH 8201 HALMAHERA BARAT 2 9 11 8202 HALMAHERA TENGAH 3 8 11 8203 KEPULAUAN SULA 3 14

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI MALUKU UTARA

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI MALUKU UTARA DATA DASAR PROVINSI MALUKU UTARA KONDISI DESEMBER 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2015 JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2014) PROVINSI MALUKU UTARA KAB/KOTA RAWAT

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih.

Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih. Gambar III.7. Jalur sabuk lipatan anjakan bagian tenggara Teluk Cenderawasih. 27 28 III.2 Stratigrafi Regional Ciri stratigrafi regional diidentifikasikan dari perbandingan stratigrafi kerak Benua Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara

Lebih terperinci

BAB II Geologi Regional

BAB II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi empat zona, yaitu : 1. Zona Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plains of Batavia) 2. Zona Bogor (Bogor

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN GEOLOGI

BAB III TINJAUAN GEOLOGI BAB III TINJAUAN GEOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Secara geologi, daerah sulawesi merupakan daerah yang sangat kompleks. hal itu terjadi akibat pertemuan 3 lempeng litosfer yaitu lempeng australia yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci