ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

Transkripsi

1 ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018) Oleh Mariska N. Rande 1, Emi Ulfiana 2 1 Stasiun Geofisika Kelas I Palu 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, dan Laut Filipina (Hall 2002). Pulau Sulawesi termasuk Bagian dari Timur Indonesia, yang tatanan tektoniknya dipengaruhi oleh Lempeng Eurasia yang berada di Baratlaut Pulau Sulawesi, Mikro Filipin di Utara Sulawesi, Lempeng Pasifik di Timurlaut Sulawesi dan Lempeng Indo Australia di Barat Daya Sulawesi. Sesar Palu Koro merupakan sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif (Bellier et al. 2001), sesar Palu Koro yang memanjang kurang lebih 240 km dari utara (Kota Palu) ke selatan (Malili) hingga Teluk Bone (Suliyanti et al. 2015). Sesar ini merupakan sesar sinistral aktif dengan kecepatan pergeseran sekitar mm/tahun (Kaharuddin, Hutagalung, and Nurhamdan 2011). Selain Sesar Palu Koro, terdapat aktivitas penyusupan lempeng tektonik mikro laut Sulawesi hingga kedalaman mencapai 100 km dibawah lengan utara Sulawesi (Santoso dan Soehaimi. A, 2010). Pada 29 Mei 2017 terjadi gempabumi pada zona Graben Palolo-Sausu dengan kekuatan 6.6 M (Daryono 2017), hal ini meningkatkan jumlah frekuensi kejadian gempabumi pada daerah tersebut. Berdasarkan kejadian tersebut membuka mata kita, bahwa Selain Sesar Palu koro yang merupakan sumber utama gempabumi tektonik di Sulawesi Tengah, ada juga beberapa segmen yang memiliki peran aktif dalam kasus kejadian gempabumi. Seperti Segmen Sausu, Palolo, Poso, Tokararu, Kuleana, Bulili, Pewusai, Maleei, Saroako, dan sesar lokal lainnya. Pada artikel ini, penulis menggunakan data katalog gempabumi BMKG. Data waktu tiba gelombang yang digunakan dalam menentukan hiposenter adalah data katalog gempabumi BMKG-SeisComP3 periode bulan Januari 2018 sampai dengan bulan April 2018 dan batas kajian meliputi 2.89 LS 1.51 LU dan BT. Kemudian gempabumi pada rentang waktu tersebut direlokasi dengan menggunakan metode Double-Difference (hypodd).

2 Metode Penelitian Penelitian mencakup daerah Sulawesi Tengah dengan koordinat 2.89 LS 1.51 LU dan BT. Penelitian ini menggunakan 207 kejadian gempa bumi dan data arrival time dari 13 stasiun pencatat yang didapat dari katalog BMKG, periode Januari-April Relokasi gempa bumi menggunakan algoritma Double Difference. Metode double difference adalah salah satu metode untuk menentukan posisi relatif lokasi hiposenter. Prinsip dari metode ini adalah ketika ada 2 sumber gempa dengan jarak antar sumber lebih kecil daripada jarak kedua sumber terhadap suatu stasiun, maka raypath kedua sumber gempa tersebut dianggap sama. Sehingga perbedaan nilai waktu tempuh antar keduanya yang terekam di suatu stasiun dianggap sebagai fungsi jarak antara kedua jarak sumber gempa. Dari hal tersebut, kesalahan model kecepatan dapat meminimalkan (Waldhauser and Ellsworth 2000). Gambar 1. Ilustrasi Algoritma Double Difference (Waldhauser and Ellsworth, 2000). Lingkaran hitam dan putih (Gambar 1) adalah hiposenter dari data cross-correlation dan katalog, yang amna putih adalah gempa bumi i dan j yang terekam oleh stasiun k dan l dengan perbedaan waktu tempuh ij ij dt k dan dtl. Garis putus-putus menunjukkan data katalog, sedangkan garis menerus menunjukkan data cross correlation. Δ dan Δ adalah vektor relokasi. Kualitas hasil relokasi, salah satunya ditentukan oleh nilai residual dari waktu waktu tempuh yang direpresentasikan pada stasiun dalam formula berikut : Dengan: : waktu tempuh gelombang seismik dari hiposenter i ke stasiun k

3 : waktu tempuh gelombang seismik dari hiposenter j ke stasiun k Obs: Data observasi Cal: Data hasil kalkulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Relokasi Hiposenter Gempabumi Dengan Menggunakan HypoDD menghasilkan episenter gempabumi yang lebih terkonsen pada lokasi sesar dan subduksi lempeng (Gambar 2). Titik berwarna kuning adalah episenter sebelum relokasi dan titik berwarna merah adalah episenter setelah direlokasi menggunakan algoritma HypoDD. Kajian ini berhasil merelokasi 142 dari 207 kejadian gempabumi. Sebelum Relokasi Setelah Relokasi Gambar 2. Peta sebaran Gempabumi sebelum dan setelah relokasi menggunakan metode HypoDD Berdasarkan Hasil relokasi dilakukan slicing dibeberapa sebaran lokasi episenter yang bisa dilihat pada Gambar 3, dibuat 4 slicing yang terfokus pada bidang sesar dan daerah subduksi diutara pulau Sulawesi yang merupakan sumber-sumber utama kejadian gempabumi.

4 Gambar 3. Peta Cross-section gempabumi a. b.

5 c. d. Gambar 4 (a-d). Hasil analisa Cross-section A-B (a), C-D (b), E-F (c) dan G-H (d) Gambar 4 (a-d) merupakan sebaran hiposenter gempabumi proyeksi dari lintang yang merupakan hasil Cross-section. Garis A-B dari titik 0.25 o LS dan BT menuju titik 0.25 o LS dan BT dengan jarak km, sebaran gempabumi pada lintang tersebut memiliki kedalaman yang relatif dangkal, yaitu 5 km sampai 13 km (Gambar 4a) pada periode Januari hingga April 2018 dengan jumlah 11 kejadian. Gempabumi tersebut diperkirakan akibat aktivitas sesar Tambu. Berdasarkan Katalog WebDC3 BMKG daerah tersebut pernah terjadi gempabumi dengan Magnitudo 5.1 dan kedalaman 71 km pada 21 Agustus Garis C-D dari titik 0.27 o LU dan o BT menuju titik 0.72 o LS dan o BT dengan jarak km. Pada lintang tersebut memiliki kedalaman dangkal hingga menengah/dalam yaitu 9 km hingga 155 km (Gambar 4b), semakin kearah lintang yang lebih tinggi maka kedalaman relatif bertambah. Gempabumi pada daerah tersebut diperkirakan akibat aktivitas subduksi di Utara Pulau Sulawesi. Garis E-F dari titik 1.18 o LS dan o BT menuju titik 1.41 o LS dan o BT dengan jarak km dan kedalaman gempabumi 2 km sampai 19 km atau tergolong gempabumi dangkal (Gambar 4c), dengan jumlah 17 kejadian. Aktivitas gempabumi pada daerah tersebut diakibatkan oleh Graben Palolo- Sausu, Sesar Tokararu dan Sausu. Diperkirakan aktivitas gempabumi didaerah tersebut mulai meningkat sejak terjadinya Gempabumi Poso pada 29 Mei 2017 dengan kekuatan 6.6M dan kedalaman 11 km. Kejadian gempabumi tersebut memicu aktifnya gempa baru dan aftershock pada sesar Tokararu (Daryono 2017). Garis G-H dari titik 1.6 o LU dan o BT menuju titik 0.1 o LU dan o BT dengan jarak km dan memiliki kedalaman dangkal hingga menengah yaitu 9 km sampai 170 km (Gambar 4d). Daerah Sulawesi Tengah yang terletak pada bagian lengan Utara Sulawesi merupakan Kawasan tektonik yang terkenal sangat aktif dan kompleks dengan aktivitas gempabumi yang tinggi. Hal ini disebabkan kedudukan lengan Utara Sulawesi dikontrol oleh aktivitas tunjaman lempeng laut Sulawesi disebelah Utara

6 Semenanjung Minahasa dan lempeng Pasifik disebelah Timurnya (Santoso dan Soehaimi. A, 2010) dan pada bagian daratan lengan utara Sulawesi terdapat beberapa sesar-sesar lokal yang aktif. Pada periode Januari-April 2018 sebaran gempabumi di Utara lengan Sulawesi memilki kedalaman yang relatif dangkal yaitu 9 km sampai 16 km, dengan jumlah 9 kejadian. Pada daratan lengan Sulawesi memiliki gempa dengan kedalaman dangkal hingga menengah yaitu 11 km sampai 170 km (30 kejadian gempa). Sedangkan arah selatan Lengan Sulawesi/ Teluk Tomini juga memiliki gempabumi dengan kedalaman dangkal hingga menengah yaitu 58 km sampai 171 km, Namun rata-rata kedalaman pada wilayah tersebut adalah menengah >100 km dengan 21 kejadian gempa. Hasil dari 4 Cross-section gempabumi memberikan gambaran penting bahwa daerah Sulawesi tengah memilki Kawasan tektonik yang sangat aktif. Sumber gempabumi Sulawesi Tengah tidak hanya bersumber pada patahan Palu Koro, tetapi juga bersumber dari sesar-sesar Lokal dan aktivitas tunjaman lempeng pada Utara Lengan Sulawesi. KESIMPULAN - Hasil Relokasi Hiposenter Gempabumi Dengan Menggunakan HypoDD menghasilkan episenter gempabumi yang lebih terkonsen pada lokasi sesar dan subduksi lempeng dan menghasilkan jumlah episenter yang relatif lebih sedikit dibading sebelum relokasi yaitu 142 kejadian periode bulan Januari hingga April 2018, hal tersebut disebabkan oleh prinsip dari metode HypoDD. - Berdasarkan hasil dari 4 Cross-section didapatkan bahwa Kawasan Sulawesi Tengah memilki kedalaman gempa yang dangkal hingga menengah (9 km sampai 171 km) dan memberikan gambaran penting bahwa gempabumi Sulawesi Tengah tidak hanya bersumber pada patahan Palu Koro, tetapi juga bersumber dari sesar-sesar Lokal dan aktivitas tunjaman lempeng pada Utara Lengan Sulawesi. Daftar Pustaka Bellier, Olivier, Michel Se, Thierry Beaudouin, Michel Villeneuve, R Braucher, Didier Bourles, Lionel Siame, Eka Putranto, and Indyo Pratomo High Slip Rate for a Low Seismicity along the Palu- Koro Active Fault in Central Sulawesi (Indonesia), Daryono Seminar GEMPABUMI POSO 29 MEI 2017 Pusat Gempabumi Dan Tsunami BMKG. Hall, Robert Cenozoic Geological and Plate Tectonic Evolution of SE Asia and the SW Pacific: Computer-Based Reconstructions, Model and Animations. Kaharuddin, MS, Ronald Hutagalung, and Nurhamdan TERHADAP POTENSI GEMPA DAN TSUNAMI, no. September:

7 Soehaimi, Santoso A Analisis Bahaya Gempa Bumi Lengan Utara Sulawesi, no. 57: Suliyanti, P, D Ngadmanto, Masturyono, Supriyanto Rohadi, Rasmid, Widodo HS, and P Susilanto Analisis Kegempaan Di Zona Sesar Palu Koro, Sulawesi Tengah 6 (3): Waldhauser, Felix, and William L Ellsworth A Double-Difference Earthquake Location Algorithm: Method and Application to the Northern Hayward Fault, California, no. December: