BAB I PENDAHULUAN. terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011). Kota
|
|
- Sukarno Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kawasan permukiman padat adalah ruang di kawasan perkotaan yang paling rentan terhadap ancaman bahaya kebakaran (Kidokoro, 2008; Sufianto dan Green, 2011). Kota Bandung sendiri merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan dan kepadatan yang tinggi, dengan luas wilayah sebesar 168,23 Km2 dan dengan jumlah penduduk yang mencapai jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik [BPS], 2015), menjadikan kota Bandung sebagai kota terpadat yang ada di wilayah provinsi Jawa Barat dan menjadikannya rentan terhadap terjadinya kebakaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, pada tahun 2014 telah terjadi 162 kasus kebakaran, kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 177 kasus kebakaran, dan sepanjang tahun 2016 sampai dengan bulan Maret telah terjadi sebanyak 22 kasus kejadian kebakaran dimana sebagian besar kasus kejadian kebakaran disebabkan oleh korsleting arus litrik, sementara sisanya disebabkan oleh rokok, kebocoran gas, dan berbagai faktor lainnya. Instansi yang selama ini mempunyai tugas untuk menangani setiap kejadian kebakaran yang terjadi di Kota Bandung adalah Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, melalui petugas pemadam kebakaran yang telah dibekali keterampilan khusus, setiap petugas diberikan tanggungjawab utama untuk mampu meminimalisir dampak terjadinya kebakaran dan risiko jatuhnya korban jiwa. Menurut Utgoff & Chao (2006) pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran adalah pekerjaan yang berbahaya dan mengandung risiko kecelakaan kerja yang tinggi bahkan dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu selain dibekali dengan keterampilan khusus untuk menangani 1
2 2 kejadian kebakaran setiap petugas pemadam kebakaran juga akan dilengkapi dengan peralatan keselamatan pada saat menjalankan tugas pemadaman. Saat ini terdapat 109 petugas pemadam kebakaran yang bertugas di Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, namun menurut sekretaris Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, Drs.Rochmat Hidayat, M.Si, dalam kesempatan wawacara kepada media di gedung balai Kota Bandung, menjelaskan bahwa jumlah petugas pemadam kebakaran yang ada dinilai masih kurang, karena dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan keadaan geografis Kota Bandung saat ini, idealnya Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung memiliki sekitar 300 petugas pemadam kebakaran. (Miftah, 2015). Dengan jumlah yang ada saat ini, Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung telah membagi petugasnya menjadi tiga kelompok besar atau biasa disebut dengan pleton. Satu pleton terdiri dari sekitar 35 orang, setiap pleton tersebut akan dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil atau biasa disebut dengan istilah regu. Dalam setiap regu akan terdiri dari sekitar tiga sampai dengan enam orang petugas pemadam kebakaran, jumlah petugas pemadam kebakaran dalam satu regu disesuaikan dengan daya tampung kendaraan operasional yang akan digunakan. Dalam menjalankan tugas kesehariannya, setiap pleton akan melakukan tugas piket selama 1x24 jam dan akan digantikan oleh pleton berikutnya secara bergiliran, setiap pleton yang telah menyelesaikan tugas piket akan diberikan waktu libur selama dua hari sampai tiba gilirannya untuk melaksanakan tugas piket yang berikutnya. Petugas pemadam kebakaran tidak memiliki hari libur lain kecuali karena sedang tidak bertugas piket, ketika sewaktu-waktu terjadi kejadian kebakaran, Komandan pleton akan menentukan jumlah petugas yang akan diberangkatkan dari markas komando, setiap petugas yang ditunjuk akan bergegas mempersiapkan diri
3 3 dengan mengenakan perlengkapan keselamatan dan segera menuju lokasi kejadian kebakaran. Dalam kesempatan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Komandan Pleton Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, dijelaskan bahwa kesigapan petugas turut menjadi faktor pendukung keberhasilan proses penanggulangan kebakaran, oleh karena itu petugas pemadam kebakaran memiliki patokan waktu dalam upaya menangani kejadian kebakaran yang disebut dengan response time, response time merupakan rekomendasi waktu yang dibutuhkan petugas pemadam kebakaran mulai dari menerima laporan kebakaran dan mampu untuk tiba di lokasi kejadian kebakaran dalam waktu tidak lebih dari 15 menit. Dalam pelaksanaannya petugas pemadam kebakaran sering terkendala dalam mencapai response time yang diharapkan, beberapa penyebabnya antara lain karena lokasi kejadian kebakaran yang jaraknya cukup jauh, kepadatan lalu-lintas, akses jalan yang sulit dilalui, ataupun karena lokasi kejadian kebakaran yang telah dipadati oleh kerumunan massa. Ketidaktepatan waktu dalam mencapai response time dapat menyebabkan lokasi terdampak kebakaran menjadi semakin meluas, akibatnya masyarakat yang panik menjadi marah dan seringkali meluapkan kekesalannya kepada petugas. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 petugas pemadam kebakaran Dinas Pencegahan dan Penanggulangan (DPPK) Kota Bandung, diketahui bahwa kesepuluh petugas pemadam kebakaran tersebut (100%) seringkali berhadapan dengan situasi yang menekan pada saat bertugas, 80% petugas pemadam kebakaran pernah mendapatkan cemoohan berupa kata-kata kasar, sementara 20% lainnya mendapatkan tindakan kasar berupa dorongan dan pukulan karena dianggap terlambat tiba di lokasi kejadian kebakaran. Perlakuan yang diterima oleh petugas pemadam kebakaran dapat terjadi karena kegagalan petugas untuk mampu meredam reaksi masyarakat sehingga membuat suasana menjadi ricuh, kondisi yang dihadapi petugas pemadam kebakaran
4 4 menimbulkan perasaan cemas dan semakin memberikan tekanan ketika proses pemadaman berlangsung, keadaan tersebut jika tidak segera diredakan dapat membuat petugas pemadam kebakaran menjadi tidak fokus dalam menjalankan tugasnya. Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran juga rentan terhadap terjadinya risiko kecelakan kerja, hal ini dapat terjadi karena ketidakhati-hatian petugas pemadam kebakaran ataupun disebabkan oleh lingkungan kerja petugas pemadam kebakaran yang sangat berbahaya. Sebanyak 4 dari 10 (40%) petugas pemadam kebakaran yang diwawancarai mempunyai pengalaman tertimpa material akibat bahan bangunan yang roboh hingga mengakibatkan cidera terkilir serta menyebabkan memar, kemudian sebanyak 20% petugas pemadam kebakaran pernah mengalami luka bakar karena terkena ledakan akibat bahan yang mudah meledak, sementara 40% petugas lainnya mengalami sesak nafas hingga kehilangan kesadaran akibat terlalu banyak menghirup asap kebakaran. Berbagai peristiwa kecelakaan kerja yang berdampak pada kondisi fisik petugas pemadam kebakaran menimbulkan perasaan kecewa pada petugas pemadam kebakaran karena akibat dari kecelakaan kerja tersebut petugas menjadi tidak mampu untuk kembali melanjutkan tugasnya melakukan proses pemadaman, dalam kondisi kecelakaan kerja yang membutuhkan penanganan lebih lanjut dapat menyebabkan petugas pemadam kebakaran tidak bertugas selama beberapa waktu. Selain pengalaman kecelakaan kerja yang menimpa diri sendiri, sebanyak 7 dari 10 (70%) petugas pemadam kebakaran menyatakan pernah melihat langsung kecelakaan kerja yang menimpa rekan sejawatnya, namun demikian disaat yang bersamaan petugas pemadam kebakaran dihadapkan pada kondisi untuk tetap mampu menyelesaikan pekerjaannya agar kejadian kebakaran tidak semakin meluas dan segera teratasi. Pengalaman melihat kecelakaan kerja yang dialami oleh rekan sejawat dalam bertugas menimbulkan perasaan bersalah pada petugas pemadam kebakaran karena merasa tidak mampu berbuat banyak untuk menolong rekan kerjanya yang sedang tertimpa musibah, peristiwa kecelakaan kerja
5 5 tersebut juga menimbulkan perasaan khawatir jika kecelakaan kerja yang serupa menimpa dirinya pada saat bertugas. Selain itu sebanyak 60% petugas pemadam kebakaran yang diwawancarai menyatakan pernah mengalami kegagalan dalam menentukan strategi penanggulangan kebakaran, seperti kesalahan dalam menentukan sumber api dan kesalahan dalam memperkirakan arah angin. Kegagalan dalam menentukan strategi penanggulangan kebakaran dapat menimbulkan risiko semakin meluasnya lokasi terdampak kebakaran, akibatnya proses pemadaman membutuhkan waktu yang lebih lama serta memerlukan ketersediaan air tambahan untuk memadamkan api. Dalam situasi tersebut petugas pemadam kebakaran akan berupaya mencari sumber air yang terdekat dengan lokasi kejadian kebakaran, sebanyak 40% petugas pemadam kebakaran menyatakan pernah mengalami kesulitan dalam proses pengisian air ke dalam unit kendaraan pemadam, hal ini terjadi mengingat banyaknya hydrant yang tidak berfungsi dan terbatasnya jumlah hydrant dengan debit air yang besar diwilayah Kota Bandung. Kesulitan tersebut menimbulkan perasaan bersalah pada petugas pemadam kebakaran karena merasa tidak mampu untuk kembali ke tempat kejadian kebakaran dalam waktu yang singkat, proses pemadaman yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama menyebabkan petugas pemadam kebakaran mengalami keletihan dan seringkali menjadikan petugas pemadam kebakaran tidak optimal dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya meminimalisir dampak kebakaran dan risiko jatuhnya korban jiwa. Berbagai kejadian kegagalan ataupun kesalahan yang dialami selama melaksanakan proses pemadaman dapat memberikan tekanan pada petugas pemadam kebakaran, mulai dari kegagalan untuk tiba dilokasi kejadian kebakaran tepat waktu, ketidakmampuan petugas meredam reaksi masyarakat, kesalahan dalam menentukan strategi penanggulangan kebakaran, kegagalan dalam meminimalisir dampak terjadinya kebakaran sampai dengan
6 6 kegagalan dalam mengantisipasi risiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan petugas pemadam kebakaran. Pekerjaan dengan tanggungjawab yang besar dalam upaya menanggulangi kebakaran, membuat petugas pemadam kebakaran harus tetap mampu untuk fokus dalam menjalankan tugasnya sekalipun dalam kondisi yang menekan. Kemampuan individu untuk memahami kegagalan ataupun kesalahan yang dirasakan, melihat kegagalan ataupun kesalahan secara jernih, serta menyadari bahwa ada petugas pemadam kebakaran lain yang juga merasakan hal yang sama, menurut Neff (2011) disebut dengan self-compassion. Self-compassion merupakan sebuah bentuk perasaan yang mengandung kebaikan dan pengertian pada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, dengan tidak menghakimi diri dengan keras dan mengkritik diri secara berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan dan kegagalan yang dialami diri sendiri (Neff,2011). Dengan self compassion yang tinggi diharapkan petugas pemadam kebakaran dapat meringankan penderitaan yang mereka alami dalam situasi tugas yang biasa mereka hadapi dilapangan. Neff (2011) menyatakan bahwa self-compassion dapat terbentuk dari tiga komponen yaitu, self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Self-kindness adalah usaha untuk membuat diri nyaman pada saat menghadapi kegagalan atau kesalahan. Common Humanity adalah kemampuan untuk menyadari suatu kejadian sebagai pengalaman yang juga dialami oleh orang lain, sementara mindfulness mengacu pada kemampuan untuk melihat suatu keadaan dengan jernih dan mampu menerima tanpa menghakimi apa yang sedang terjadi saat ini. Berdasarkan fenomena dan uraian yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk meneliti self-compassion pada petugas pemadam kebakaran Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung.
7 7 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana derajat Self Compassion yang dimiliki oleh petugas pemadam kebakaran Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah memperoleh data tentang self-compassion petugas pemadam kebakaran Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran derajat self-compassion melalui komponen mindfulness, self-kindness, dan common humanity yang dimiliki oleh petugas pemadam kebakaran Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis - Memberi tambahan informasi bagi ilmu Psikologi mengenai self-compassion pada Petugas Pemadam Kebakaran, khususnya pada bidang ilmu Psikologi Sosial. - Memberi informasi dan bahan referensi pada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian mengenai variabel self-compassion.
8 Kegunaan Praktis - Memberikan informasi kepada Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung, mengenai derajat self-compassion yang dimiliki petugas pemadam kebakarannya agar dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi institusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemadam kebakaran. - Memberikan informasi kepada petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung mengenai derajat self-compassion. Informasi ini dapat digunakan agar petugas pemadam kebakaran mampu mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan kegagalan ataupun kesulitan yang dialami sehingga mampu menerima diri dengan lebih baik. 1.5 Kerangka Pemikiran Petugas pemadam kebakaran yang bertugas di Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran (DPPK) Kota Bandung mempunyai tanggungjawab utama dalam setiap kejadian kebakaran yaitu untuk meminimalisir dampak terjadinya kebakaran dan risiko jatuhnya korban jiwa. Tugas utama petugas pemadam kebakaran dalam proses penanggulangan kebakaran adalah melakukan proses pemadaman serta penyelamatan. Pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran rentan terhadap situasi kerja yang berbahaya dan mengandung risiko kecelakaan kerja yang tinggi bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam menjalankan pekerjaannya, petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung seringkali menghadapi kegagalan ataupun kesulitan dalam bertugas, seperti kegagalan untuk tiba dilokasi kejadian kebakaran tepat waktu, ketidakmampuan petugas meredam reaksi masyarakat, kesalahan dalam menentukan strategi penanggulangan kebakaran, kegagalan dalam meminimalisir dampak terjadinya kebakaran sampai dengan kegagalan dalam mengantisipasi risiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan petugas
9 9 pemadam kebakaran. Berbagai peristiwa yang dialami oleh petugas pemadam kebakaran dapat menimbulkan perasaan bersalah, kecewa, khawatir, serta memberikan tekanan hingga menyebabkan petugas pemadam kebakaran tidak mampu untuk fokus dalam menjalankan tugasnya meminimalisir dampak terjadinya kebakaran dan risiko jatuhnya korban jiwa, oleh karena itu diperlukan self-compassion agar petugas pemadam kebakaran mampu menerima kegagalan ataupun kesalahan yang dilakukan pada saat bertugas sehingga tetap mampu untuk melanjutkan pekerjaannya dengan optimal. Self-compassion adalah sebuah bentuk perasaan yang mengandung kebaikan dan pengertian pada diri sendiri ketika mengalami kegagalan ataupun membuat kesalahan, dengan tidak menghakimi diri dengan keras dan mengkritik diri secara berlebihan atas ketidaksempurnaan, kelemahan dan kegagalan yang dialami diri sendiri. Neff (2011) menguraikan bahwa self-compassion terbentuk dari tiga komponen, komponen-komponen tersebut adalah self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Di sisi lain, setiap komponen pembentuk self-compassion juga memiliki komponen penyeimbang yang bersifat negatif (Neff, 2011). Self-kindness berlawanan dengan self-judgment, mindfulness berlawanan dengan overidentification, dan common humanity berlawanan dengan isolation. Self-kindness berhubungan dengan pengakuan diri terhadap masalah dan ketidakmampuan dalam diri dimana hal tersebut akan membuat diri kita merawat dan menolong diri ketika sedang berada dalam keadaan yang tidak sesuai dengan harapan (Neff, 2011). Petugas pemadam kebakaran dengan self-kindness tinggi akan berupaya menenangkan pikirannya seperti ketika mengalami kegagalan ataupun melakukan kesalahan dalam melaksanakan proses pemadaman. Sebaliknya petugas pemadam kebakaran dengan selfkindness rendah akan terus memberikan kritik terhadap diri sendiri mengenai ketidakmampuannya dalam meminimalisir dampak terjadinya kebakaran, sehingga timbul perasaan cemas, khawatir, serta kecewa atas kegagalan ataupun kesalahan yang terjadi.
10 10 Keadaan tersebut dapat menyebabkan petugas pemadam kebakaran tidak mampu untuk kembali fokus melanjutkan pekerjaannya melaksanakan proses pemadaman. Kondisi yang dialami petugas pemadam kebakaran tersebut menunjukkan self-judgment yang tinggi. Selfjudgment menurut Neff (2011) adalah tindakan menghakimi, mengkritik diri sendiri, bahkan menghukum diri sendiri atas penderitaan, kegagalan, atau ketidaksempurnaan yang dialami. Common Humanity adalah kemampuan untuk melihat suatu kejadian sebagai pengalaman yang juga dialami oleh orang lain, bukan hanya dialami oleh dirinya sendiri, menyadari bahwa semua manusia tidak sempurna, bahwa semua orang dapat mengalami kegagalan dan melakukan kesalahan. Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang memiliki common humanity tinggi akan menyadari bahwa orang lain juga mengalami masalah dan ketidaksempurnaan dalam hidup, mereka akan menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang pernah mengalami kegagalan dalam bertugas, petugas pemadam kebakaran akan menyadari bahwa rekan kerjanya yang lain juga pernah mengalami kejadian yang serupa seperti kegagalan dalam meminimalisir dampak terjadinya kebakaran ataupun ketika mengalami kecelakaan kerja saat bertugas. Sebaliknya petugas pemadam kebakaran dengan common humanity yang rendah akan terfokus pada kekurangan yang ada didalam dirinya dan akan merasa terasingkan, petugas pemadam kebakaran seolah tidak menyadari bahwa orang lain juga pernah mengalami kegagalan dan melakukan kesalahan. Dampaknya petugas pemadam kebakaran menjadi takut dan merasa bahwa pengalaman kegagalan ataupun risiko kecelakaan kerja hanya dialami oleh dirinya seorang pada saat bertugas. Hal ini menurut Neff (2011) disebut dengan isolation, yang mana individu tidak berfokus pada kesamaan yang dimiliki antara satu dengan yang lainnya. Mindfulness adalah tidak membiarkan pikiran terbawa dengan keadaan buruk serta melebih-lebihkan hal itu, melainkan memastikan pikiran untuk lebih jernih dengan memahami adanya kejadian buruk (Neff, 2011). Petugas pemadam kebakaran yang memiliki
11 11 mindfulness tinggi akan mampu memahami dengan jernih kesulitan dalam merencanakan strategi pemadaman ataupun ketika mengalami kegagalan pada saat upaya meminimalisir dampak terjadinya kebakaran, sebaliknya petugas pemadam kebakaran dengan mindfulness yang rendah akan sulit untuk tetap dapat berpikir jernih dan tidak berupaya untuk menenangkan diri terlebih dahulu ketika menghadapi kesulitan ataupun kegagalan yang terjadi, dampaknya petugas pemadam kebakaran menjadi kewalahan dan takut kalau kegagalan dalam meminimalisir dampak terjadinya kebakaran ataupun risiko kecelakaan kerja akan terulang kembali dipekerjaan yang selanjutnya. Hal tersebut menurut Neff (2011) disebut dengan overidentification yaitu keadaan di mana individu menghadapi emosi yang berat dan kemudian terbawa reaksi emosional yang ada hingga sense of self bahkan seluruh realita juga terbawa reaksi tersebut. Ketiga komponen pembentuk self-compassion tersebut saling menunjang satu sama lain, bila self-kindness, common humanity, dan mindfulness yang dimiliki individu mempunyai derajat yang tinggi, maka self-compassion yang dimiliki individu juga akan tinggi (Neff, 2011). Namun jika lawan dari komponen pembentuk self-compassion, yaitu selfjudgment, isolation, dan overidentification tinggi maka self-compassion pada individu akan menjadi rendah. Jika salah satu komponen pembentuk self-compassion tinggi, maka dua komponen lainnya akan semakin tinggi derajatnya. Hal senada juga ditemukan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Barnard dan Curry (2011) bahwa ketiga komponen selfcompassion saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Barnard dan Curry (2011) menyatakan bahwa komponen self-kindness dapat meningkatkan common humanity dan mindfulness. Jika petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung memberikan perhatian, kelembutan, pemahaman, dan kesabaran terhadap kegagalan maupun kesalahan yang dimiliki selama menjalankan tugasnya, maka petugas pemadam kebakaran tidak akan merasa malu dan tidak akan menarik diri dari orang lain.
12 12 Dengan self-kindness petugas pemadam kebakaran akan sadar bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami kegagalan, tetapi petugas pemadam kebakaran lain juga merasakan hal yang sama. Dengan begitu petugas pemadam kebakaran akan dapat saling berbagi pengalaman mereka dengan petugas pemadam kebakaran yang lain (common humanity). Selain itu, selfkindness membuat petugas pemadam kebakaran memperhatikan kegagalannya saat ini dan melihatnya dari sudut pandang yang jernih sehingga petugas pemadam kebakaran tidak akan mengkritik diri secara berlebihan dan tidak merasa takut bahwa kegagalan itu akan terulang di masa depan (mindfulness). Common humanity dapat meningkatkan self-kindness dan mindfulness pada individu (Barnard dan Curry, 2011). Common humanity dapat meningkatkan self-kindness karena saat petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung melihat kegagalan sebagai kejadian yang juga pernah dialami oleh petugas pemadam kebakaran yang lain, maka petugas pemadam kebakaran tersebut tidak akan mengkritik diri namun justru akan memberikan pengertian atas kegagalan tersebut kepada diri sendiri. Common humanity juga dapat meningkatkan mindfulness karena dengan menyadari bahwa kegagalan adalah kejadian yang dialami oleh semua manusia, petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung tidak akan menganggap kekurangan mereka sebagai ancaman sehingga mereka tidak akan menghindar atau melebih-lebihkan kegagalan yang dialami (mindfulness). Mindfulness juga dapat meningkatkan self-kindness dan common humanity. Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang melihat kegagalan secara jernih dapat menghindari pemberian kritik pada diri sendiri secara berlebihan (self-kindness), sudut pandang yang jernih juga akan membuat petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung menyadari bahwa pengalaman kegagalannya juga dialami oleh petugas pemadam kebakaran yang lain, sehingga dirinya tidak merasa terasingkan dari orang lain.
13 13 Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung dikatakan memiliki selfcompassion yang tinggi ketika menunjukkan derajat yang tinggi pada ketiga komponen dari self-compassion. Sebaliknya, petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung dikatakan memiliki self-compassion yang rendah ketika petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung memiliki derajat yang rendah pada salah satu komponen atau pada lebih dari satu komponen self-compassion. Selain ketiga komponen tersebut, terdapat beberapa faktor yang juga dapat memengaruhi pembentukan self-compasssion pada diri individu, yaitu personality, the role of parent, dan budaya. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI (Neff, Rude,et.al., 2007), ditemukan bahwa self-compassion memiliki hubungan dengan The Big Five Personality. Semakin tinggi derajat neuroticsm yang dimiliki oleh individu maka semakin rendah derajat self-compassion yang dimilikinya. Petugas pemadam kebakaran dengan neuroticism tinggi lebih mudah mengalami stress, kesulitan ataupun kegagalan yang dialami akan dilihat sebagai hal yang membebani hidupnya sehingga mereka cenderung merasa khawatir dan merasa tidak aman. Hal tersebut menyebabkan petugas pemadam kebakaran memiliki derajat self-compassion yang rendah. Self-compassion memiliki hubungan dengan dimensi extraversion, agreebleness, neuroticism, dan conscientiousness dari The Big Five Personality. Namun, self-compassion tidak memiliki hubungan dengan openness to experience karena trait ini mengukur karakteristik individu yang memiliki imajinasi yang aktif, kepekaan secara aesthetic, sehingga dimensi openness to experience ini tidak sesuai dengan self-compassion (Neff, 2007). Individu dengan extraversion tinggi memiliki afek positif seperti memiliki antusiasme tinggi, senang bergaul, dan ramah terhadap orang lain. Begitupula individu dengan agreeableness tinggi secara umum akan bersikap ramah, menghindari konflik, memiliki
14 14 kepribadian yang selalu mengalah dan cenderung untuk mengikuti orang lain (Costa & McCrae, 1997). Petugas pemadam kebakaran yang memiliki derajat agreeableness dan extraversion yang tinggi akan berorientasi pada sifat sosial, sehingga dapat membantu petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung untuk dapat bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat kegagalan yang dialami sebagai pengalaman yang juga pernah dialami oleh orang lain bahkan rekan satu profesi. Hal tersebut menunjukkan bahwa petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung memiliki self-compassion yang tinggi. Begitupula dengan conscientiousness yang merupakan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang memiliki conscientiousness akan lebih memahami diri dari kesulitan yang dialami sehingga derajat self-compassion yang dimiliki menjadi tinggi. Derajat self-compassion pada petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung juga dapat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya Asia yang memiliki budaya collectivistic menekankan pada hubungan dengan orang lain dan memiliki derajat self-compassion yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan budaya Barat. Namun demikian budaya Asia lebih mengkritik diri dibandingkan dengan masyarakat budaya Barat. (Kitayama & Markus, 2000; Kitayama, Markus, Matsumoto, & Norasakkunkit, 1997) Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang memiliki budaya collectivist lebih memiliki derajat selfcompassion yang tinggi karena mereka akan belajar memahami diri dan berperan aktif dalam lingkungannya. Faktor berikutnya yang mempengaruhi self-compassion pada petugas pemadam kebakaran adalah the role of parent yang terdiri dari maternal criticism, attachment, dan modeling of parent. Strolow, Brandchaft, dan Atwood, (1987) menyatakan bahwa hubungan saling mendukung dan kehangatan yang diberikan orangtua pada anak akan membuat anak
15 15 memiliki self-compassion yang tinggi, namun bila orangtua sering memberi kritikan dan bersikap dingin, anak cenderung memiliki derajat self-compassion yang rendah. Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang memberikan kehangatan dan dukungan akan memiliki derajat self-compassion yang tinggi, sementara petugas pemadam kebakaran yang tumbuh dalam keluarga dengan tingkat kritik yang tinggi dari orangtua akan menginternalisasikan kritikan ke dalam pikirannya sehingga saat petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung menghadapi kesulitan ataupun kegagalan, mereka cenderung untuk mengkritik diri secara berlebihan dan membuat selfcompassion yang dimiliki menjadi rendah. Attachment juga dapat memengaruhi derajat self-compassion, bila petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung securely attached dengan orangtuanya, maka mereka akan merasa dicintai, tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat, bahagia, serta percaya bahwa mereka bisa mendapatkan rasa aman dan dukungan dari orang lain sehingga derajat selfcompassion mereka menjadi tinggi, sebaliknya petugas pemadam kebakaran yang insecurily attached dengan orangtuanya akan merasa tidak berharga dan tidak bisa mempercayai orang lain, hal tersebut membuat derajat self-compassion mereka menjadi rendah. Terakhir yaitu modeling of parent dapat memengaruhi self-compassion individu, karena orangtua yang sering mengkritik diri saat mereka menghadapi kegagalan atau masalah akan menjadi model bagi anak untuk melakukan hal yang sama saat dirinya mengalami kegagalan. Petugas pemadam kebakaran (DPPK) Kota Bandung yang memiliki orangtua yang sering mengkritik diri akan cenderung untuk meniru sikap orangtuanya sehingga selfcompassion yang dimiliki cenderung rendah. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa petugas pemadam kebakaran dengan self-compassion yang tinggi akan mampu menerima kesalahan ataupun kegagalan yang dialami tanpa menghakimi diri sendiri, mengakui masalah dan ketidakmampuan dalam diri,
16 16 memahami kegagalan sebagai suatu hal yang juga dialami oleh orang lain serta tetap berpikir jernih dan tidak melebih-lebihkan kegagalan ataupun kesalahan yang dilakukan pada saat menjalankan tugas, sebaliknya petugas pemadam kebakaran yang memiliki self-compassion yang rendah akan mengkritik diri sendiri, bahkan melebih-lebihkan pengalaman kegagalan yang dialami, serta merasa bahwa hanya dirinya sendiri yang mengalami pengalaman kegagalan atau melakukan kesalahan pada saat menjalankan tugasnya. Penjabaran diatas dapat digambarkan melalui bagan kerangka pikir sebagai berikut: Faktor-faktor yang mempengaruhi Selfcompassion: Personality (Big Five Theory) Budaya The Role of Parents Petugas Pemadam Kebakaran (DPPK) Kota Bandung 1.6 Asumsi Self-compassion Komponen Self-Compassion: Self-kindness Common humanity Mindfulness Bagan 1.1 Kerangka Pikir Tinggi Rendah - Self-compassion yang dimiliki yang petugas Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung terdiri dari 3 komponen yaitu mindfulness, self-kindness, dan common humanity. - Self compassion pada petugas Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor personality, the role of parent dan budaya. - Derajat Self-compassion pada petugas Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung dapat digolongkan tinggi apabila ketiga komponen
17 17 tergolong tinggi. Sebaliknya, apabila terdapat salah satu atau lebih komponen yang tergolong rendah, maka derajat Self-compassion yang dimiliki tergolong rendah. - Setiap Petugas Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung memiliki self-compassion yang berbeda-beda.
BAB I PENDAHULUAN. orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita berharap pasangannya terus menerus menjadi kekasih, teman, orang kepercayaan, penasehat, orang yang berkarir, dan sebagai orang tua (Santrock, 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu pada tahap perkembangan dewasa awal umumnya aktif, kreatif,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu pada tahap perkembangan dewasa awal umumnya aktif, kreatif, energik dan produktif. Tahap perkembangan dewasa awal itu sendiri dimulai dari usia 20-40
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panti jompo merupakan rumah tempat memelihara dan merawat orang lanjut usia atau lansia (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006). Keberadaan panti jompo di tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini kesehatan menjadi satu hal yang penting dalam menjalani kehidupan. Masyarakat membutuhkan layanan kesehatan seperti Puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan terhadap tenaga dokter di seluruh dunia terus meningkat hingga 14 persen. Total dokter yang dibutuhkan secara nasional hingga tahun 2014 mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi cantik fisik, setiap orang punya paham sendiri-sendiri. Orang Indonesia mengasosiasikan cantik adalah wanita yang memiliki ciri-ciri antara lain berkulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan (profesi dokter) merupakan institusi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Institusi pendidikan (profesi dokter) merupakan institusi yang melaksanakan pendidikan profesi dokter dalam bentuk program studi yang merupakan pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi pemerintah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerja sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia. Menurut mantan Wapres Boediono (dalam Munady, 2014)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor kepariwisataan sudah menjadi salah satu sumber devisa negara Republik Indonesia. Menurut mantan Wapres Boediono (dalam Munady, 2014) pariwisata adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kebutuhan manusia. Manusia dalam kenyataan hidupnya menunjukkan bahwa ia membutuhkan suatu proses belajar yang memungkinkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tenaga pendidik yang disebut dengan dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik di perguruan tinggi disebut dengan mahasiswa, dengan tenaga pendidik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Hasyim,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Hasyim, 2012). Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 9 juta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perawat merupakan segmen profesi terbesar dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat lebih dari 9 juta perawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap diri mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara dengan intensitas bencana alam yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan intensitas bencana alam yang cukup tinggi. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia diantaranya gempa bumi, tsunami,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan upaya kesehatan, dengan memberdayakan berbagai kesatuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dambaan bagi setiap keluarga. Suatu pernikahan diharapkan mampu memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan rumah tangga yang damai, sejahtera, dan bahagia adalah dambaan bagi setiap keluarga. Suatu pernikahan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan terdalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat di berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat di berbagai bidang serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berimplikasi pada meningkatnya tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memiliki anak merupakan suatu anugerah bagi setiap pasangan suami istri. Ketika pasangan suami istri memutuskan untuk memiliki anak, mereka berkomitmen untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2014 semakin meningkat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah penyalahgunaan narkoba di Indonesia pada tahun 2014 semakin meningkat. Hal ini telihat dari semakin banyaknya pemberitaan di media masa dan elektronik
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Self Compassion 1. Pengertian Self Compassion Menurut pendapat Neff (2011) self compassion adalah mememberikan pemahaman dan kebaikan kepada diri sendiri ketika mengalami kegagalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan mengandalkan berbagai divisi karyawan yang saling
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan mengandalkan berbagai divisi karyawan yang saling bekerjasama satu dan lainnya dalam mencapai tujuan perusahaan. Salah satu bagian divisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gereja dan Tata Laksana Gereja Sinode X Bab XXIV dan Bab XXVII, pendeta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemuka agama dalam Agama Kristen dinamakan Pendeta. Berdasarkan Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Sinode X Bab XXIV dan Bab XXVII, pendeta yang dimaksud adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerapan teori yang didapat sebelumnya dari periode praklinik untuk mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah P3D merupakan program profesi pendidikan dokter yang ditekankan pada penerapan teori yang didapat sebelumnya dari periode praklinik untuk mendapatkan gelar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya usia merupakan proses menua alami yang akan dihadapi manusia. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bertambahnya usia merupakan proses menua alami yang akan dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lanjut usia (lansia). Garis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama merupakan suatu kepercayaan tentang konsep Tuhan. Indonesia memiliki 6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan suatu kepercayaan tentang konsep Tuhan. Indonesia memiliki 6 agama, yaitu agama Katolik, Kristen, Buddha, Islam, Hindu, dan Konghucu. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang remaja sangat membutuhkan orang tua untuk dapat mengembangkan dirinya dan memenuhi kebutuhannya. Terpenuhinya segala kebutuhan dan adanya penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mahasiswa yang beragama Buddha. Seiring dengan bertambahnya usia, keinginan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai generasi muda, keyakinan agama merupakan salah satu pilar yang penting dalam membangun kehidupan para mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa yang beragama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu fase kehidupan manusia secara umum ialah menikah. Setelah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fase kehidupan manusia secara umum ialah menikah. Setelah menikah, masing-masing individu memiliki tugas baru sebagai pasangan dalam membina perkawinannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini Indonesia marak terjadi kasus kekerasan. Kejadian demi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belakangan ini Indonesia marak terjadi kasus kekerasan. Kejadian demi kejadian bermunculan dan menjadi momok sorotan masyarakat. Kekerasan merupakan fenomena gunung
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey menggunakan kuesioner. Penelitian deskriptif adalah suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian daerah lain, dan salah satunya adalah etnis Tionghoa. Sebagai etnis yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri atas banyak suku, bahasa, budaya, etnis dan agama. Selain etnis yang berasal dari Indonesia asli, terdapat juga etnis yang berasal
Lebih terperinciMenurut data National Fire Protection Association (NFPA) di U.S Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besarnya arus pertumbuhan penduduk mengindikasikan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini mengakibatkan pemerintah dituntut untuk berusaha menyeimbangkan kepadatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas
Lebih terperinci1 2
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Trait Kepribadian The Big Five Personality Dengan Self Compassion (Studi Korelasi Pada Relawan Pendamping Odha di Wpa Kebon Pisang Bandung) 1 Vita Dewayani,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah perkotaan telah membawa sejumlah persoalan penting seperti derasnya arus mobilisasi penduduk dari desa ke kota maupun berkembangnya berbagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self-Compassion 2.1.1. Definisi Self-Compassion Compassion menyatakan pengakuan dan kejelasan melihat penderitaan orang lain. Hal tersebut menuntut perasaan kebaikan, perawatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gadis Novianita,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak ada seorang manusia pun yang menginginkan hidupnya berada dalam tekanan, kesulitan, dan tidak bahagia, karena pada kenyataannya setiap manusia ingin selalu merasakan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Compassion yang mengacu pada teori dari Kristin Neff (2011). Neff membahas
Rizka Hendarizkianny Self Compassion 2015 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Alasan Memilih Teori Pada bab II akan dibahas mengenai teori yang berkaitan dengan variable penelitian ini. Teori yang digunakan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki
Lebih terperinciABSTRACT. This research was conducted to determine the degree of self-compassion
ABSTRACT This research was conducted to determine the degree of self-compassion in nursing inpatient at Regional General Hospital "X" in the City "Y". The method which was used in this research is descriptive
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anaknya akan lahir dengan kondisi fisik dan mental yang normal, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati merupakan dambaan dari setiap orangtua agar menjadi keluarga yang sempurna. Setiap orangtua memiliki satu gambaran atau impian bahwa anaknya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, masyarakat dalam kehidupan dewasa mulai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, masyarakat dalam kehidupan dewasa mulai memperhatikan gaya hidup sehat. Hal ini terlihat dari munculnya beragam pusatpusat kebugaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1993). Indonesia merupakan negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
Lebih terperinciBAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN A. Orientasi Kancah Penelitian Peneliti perlu memahami kancah atau tempat penelitian sebelum melakukan penelitian, serta mempersiapkan segala sesuatu agar penelitian
Lebih terperincimenjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing
Lebih terperinciProsiding Psikologi ISSN:
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Self Compassion pada Guru di Sekolah Dasar Dewi Sartika Bandung Descriptive Study Self Compasson of Teacher at Dewi Sartika Elementary School Bandung
Lebih terperinci2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebakaran merupakan salah satu jenis bencana yang cukup potensial dengan meninggalkan kerugian yang besar jika tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan batasan yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini.
BAB I PENDAHULUAN Dalam Bab 1 ini, peneliti menjabarkan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan dan manfaat penelitian, definisi terminologis dan juga cakupan dan batasan yang akan digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Belakangan berbagai media di Indonesia, baik cetak maupun elektronik banyak mengulas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Narkoba bukanlah hal yang asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Belakangan berbagai media di Indonesia, baik cetak maupun elektronik banyak mengulas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction. body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Cash & Pruzinsky (Marshall & Lengyell, 2012) mendefinisikan body image sebagai suatu sikap dan penilaian individu mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Angka pernikahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Angka pernikahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun. Meskipun demikian, tingginya angka pernikahan juga sejalan dengan peningkatan jumlah kasus perceraian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, maupun faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Sumber:
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah 664,01 Km² (www.kemendagri.go.id, diakses 20 Oktober 2013) dengan jumlah penduduk yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing
67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG
LAPORAN PENELITIAN SELF-COMPASSION DAN COMPASSION FOR OTHERS PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UK. MARANATHA PENELITI Missiliana R., M.Si., Psikolog (310147) FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah. Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi titik sentral aktivitas pembangunan di Negara Indonesia dimana semua kebijakan-kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. SELF COMPASSION Self-compassion merupakan konsep yang diadaptasi dari filosofi budha tentang cara mengasihi diri sendiri layaknya rasa kasihan ketika melihat orang lain mengalami
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci : Self-compassion, mahasiswa, keperawatan
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada mahasiswa Akademi Keperawatan X semester 4 dan 6 program Diploma III di Bandung. Penelitian ini dilakukan kepada seluruh populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia pekerjaan dewasa ini.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia pekerjaan dewasa ini. Efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan semakin diperhatikan seiring dengan penekanan resiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan dan keselamatan kerja di lembaga pendidikan masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih intensif. Sebuah lembaga pendidikan tidak berbeda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.
Lebih terperinciKata kunci: self-compassion, self-kindness, common humanity, mindfulness, perempuan single-parent
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui derajat self-compassion pada perempuan single-parent di daerah Rukun Warga 15, Kelurahan Babakansari, Kecamatan Kiaracondong, Kota Bandung. Self-compassion
Lebih terperinciAbstrak. x Universitas Kristen Maranatha
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui self-compassion yang terdapat pada komunitas tour organizer kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh
BAB I A. Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk bertambah pula lahan yang dibutuhkan untuk mendirikan bangunan sehingga sangat banyak bangunan yang di padati oleh penduduk. Bahkan banyak kelalaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa kebakaran merupakan bencana yang tidak diinginkan yang dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan kerap terjadi di hampir setiap wilayah Indonesia. Di Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang artinya manusia membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Adanya interaksi sosial antara manusia yang satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah
Lebih terperinci