BAB I PENDAHULUAN. mengatur masyarakat itu sendiri.masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengatur masyarakat itu sendiri.masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri.masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau melakukan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi. Seorang pelaku tindak pidana akan dikenakan hukuman berupa sanksi pidana. Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana. 9 Mengenai jenis pidananya, bentuk-bentuk hukuman dapat diuraikan dalam hukum pidana Indonesia mengenal jenis pidana yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, dimana disebutkan bahwa pidana terdiri atasdua yaitu: 10 a. Pidana pokok 1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara 9 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2 3. Pidana Kurungan 4. Denda b. Pidana tambahan 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumumanputusan hakim Keterangan Pidana Mati adalah satu satunya bentuk hukuman yang menjadi diskursus di masyarakat sebab hukuman mati merampas kehidupan seseorang. Sisi lain hak hidup adalah salah satu hak yang dijamin oleh UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Sebagian orang berpendapat bahwa pidana mati dibenarkan dalam hal-hal tertentu yaitu apabila si pelaku telah memperlihatkan melalui perbuatannya bahwa dia adalah orang yang sangat membahayakan kepentingan umum maka dibutuhkan suatu hukum yang tegas yaitu hukuman mati. Hukuman Pidana Penjara, pidana membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang yaitu dengan menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga pemasyarakatan) dimana terpidana tidak bisa bebas keluar masuk dan di dalamnya diwajibkan tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun (Pasal 12 ayat 2) dan dapat melebihi batas maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 (3) KUHP. Persamaan antara pidana penjara dan pidana kurungan yaitu sama-sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kemerdekaan bergerak, mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan minimum umum dan tidak mengenal minimum khusus, sama-sama diwajibkan bekerja, sama-sama bertempat di penjara. Perbedaannya lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69

3 KUHP), ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun sedangkan pidana kurungan hanya 1 tahun, pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia sedangkan pidana kurungan hanya bisa dilaksanakan di tempat dimana ia berdiam ketika diadakan keputusan hakim. Pidana denda diancam pada jenis pelanggaran (buku III) baik secara alternatif maupun berdiri sendiri. Hukuman tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda. Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan oleh ideologi yang dianutnya. Pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal 35 ayat 1 KUHP hanya diperbolehkan hak memegang jabatan pada umunya atau jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/tni, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan keadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak bukan anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri, hak menjalankan mata pencaharian. Pidana perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk melakukan pemecatan tersebut, pidana perampasan barang tertentu ada 2 jenis barang yang dirampas melalui putusan hakim yaitu barang-barang milik terhukum yaitu barang yang diperoleh dengan kejahatan, yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan Pasal 39 KUHP, pidana pengumuman putusan hakim

4 merupakan publikasi ekstra dari putusan pemidanaan seorang dari pengadilan pidana. 11 Pemasyarakatan narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29 KUHP. Kewajiban bekerja lagi narapidana penjara dapat juga dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan kecuali bagi narapidana tertentu dijelaskan di dalam Pasal 25 KUHP. Hukuman yang diberikan kepada seorang pelaku tindak pidanabukanlah semata-mata sebagai tindakan balasan atas kejahatan yang telah ia lakukan. Padadasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan yaitu : Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna dalam masyarakat. 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dengan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana. Indonesia menganut falsafat pembinaan narapidana, yang disebut dengan nama Pemasyarakatan, sedangkan istilah penjara diubah namanya menjadi 11 Kombes Pol.Dr.Ismu Gunadi & Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, hal penitensier diakses 2 Maret 2015 pukul 17.40

5 Lembaga Pemasyarakatan 13 yang digunakan sebagai tempat untuk membina dan sekaligus sebagai tempat untuk mendidik narapidana. Pemasyarakatan yang dimaksud disini harus diartikan dengan memasyarakatkan kembali terpidana sehingga menjadi warga yang baik dan berguna( healthily re-entry into community) yang pada hakekatnya adalah resosialisasi. 14 Istilah sistem kepenjaraan telah diubah menjadi sistem pemasyarakatan. 15 Perbedaan sistem Kepenjaraan dengan pemasyarakatan sistem kepanjaraan menganut liberalisme individualisme, narapidana dianggap sebagai objek, tidak diperkenalkan kepada masyarakat, di dalam memperbaiki narapidana lebih banyak mempergunakan kekerasan/unsur penjeraan dalam penjara, mengakui narapidana sebagai manusia yang sudah tidak ada gunanya lagi. Sistem pemasyarakatan menganut Pancasila dan UUD 1945, narapidana di samping objek juga merupakan subjek, tidak terlepas dari masyarakat, di dalam memperbaiki narapidana lebih banyak mempergunakan kekuatan/unsur yang ada dalam 13 Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke-3 14 Resosialisasi yaitu suatu proses interaksi antara narapidana petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai daripada narapidana, sehingga ia akan dapat dengan baik dan efektif mengadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, di dalam buku Romli Atmasasmita, Dari Pemenjaraan ke Pembinaan Narapidana. (Bandung, Alumni 1971), hal.5 15 Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke 2

6 masyarakat, mengakui narapidana sebagai manusia yang harus dikembalikan martabatnya sebagai manusia. 16 Pertama kali dikemukakan oleh Sahardjo dalam pidato penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963 yang memberikan rumusan bahwa disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, 17 Pemasyarakatan juga membimbing terpidana agar bertobat, mendidik ia supaya menjadi seorang anggota masyarakat yang berguna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk Pemasyarakatan.Para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum tentu orang jahat.masyarakat sebenarnya tidak memahami norma kemasyarakatan yang berlaku sehingga melakukan pelanggaran hukum. Narapidana dapat kembali menjadi warganegara yang baik diperlukan pembinaan yang efektif. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan meliputi dua jenis pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang di dalamnya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dapat langsung dilakukan oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan bimbingan Pembina/Pembimbing. 18 Pembinaan kepribadian ditujukan untuk kesadaran mental dan fisik sehingga dapat menyadari kesalahan yang pernah dilakukan. 19 Pembinaan kemandirian ditujukan untuk memberikan keterampilan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat 16 S.R.Sianturi, SH dan Mompang L Panggabean SH, Hukum Peitensia di Indonesia, hal Sahardjo dalam buku Suwarto, Op.Cit.,hal Suwarto, Op.cit.,2013, hal Ibid., Hal.47

7 memiliki bekal hidup setelah selesai menjalani pidana.negara hukum narapidana juga memiliki hak-hak yang dilindungi dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga harus harus diayomi hak-haknya walaupun telah melanggar hukum, di samping itu juga ada ketidakadilan perilaku bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), misalnya penyiksaan, tidak mendapat fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat Pembebasan Bersyarat. 20 Menurut Sahardjo pembinaan dijabarkan menjadi 10 prinsip Lembaga Pemasyarakatan yaitu : Ayomi dan berikan hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. 3. Berikan bimbingan ( bukan penyiksaan) supaya mereka bertaubat. 4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk, atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana. 5. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya pada narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat. 6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu. 20 Susana Rita K., Nasib Narapidana, Mereka Hanya Menjemput Kematian Di Lembaga Pemasyarakatan, Harian Kompas, 13 April 2007, Hal.4 21 Sahardjo, dalam buku Romli Atsasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1982) Hal.12

8 7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila. 8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian dibina dan dibimbing kejalan yang benar. 9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaan dalam jangka waktu tertentu. 10. Pembinaan dan bimbingan diberikan kepada narapidana serta anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tertuang hak-hak yang dimiliki oleh warga binaan seperti hak beribadah, hak perawatan jasmani dan rohani, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengajaran serta hak lain yang seharusnya dilindungi dan dijamin. Dengan kata lain orang yang menjalani masa pidana, hak-hak kewarganegaraan dan kemanusiannya tidak akan hilang. 22 Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Lebih lanjut Soejono Dirdjosisworo menyimpulkan sebagai berikut Yang 22 Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

9 dimaksud dengan pembinaan napi adalah segala daya upaya perbaikan terhadap tuna warga atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan maksud secara langsung dan minimal menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan hakim tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib, serta melakukan urusan tata usaha rumah tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan identik dengan reintegrasi sosial, terpidana tidak hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek dalam pembinaan. 23 Hal tersebut adalah salah satu hal yang sampai sekarang belum dapat direalisasikan secara baik oleh instansi terkait. Selain hak-hak narapidana juga ada kewajiban yang harus dipenuhi olehnarapidana seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu : Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Menurut peraturan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan juga tercantum kewajiban narapidana yaitu: Soerjono D.Sosio Kriminologi, Ilmu-ilmu Sosial Dalam Studi Kejahatan, (Bandung: Sinar Baru, 1985) Hal Pasal 15, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditulis di Lembaran Negara RI 1995, Nomor 3614

10 1. Mentaati semua peraturan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2. Wajib berlaku sopan, patuh dan hormat kepada semua petugas 3. Wajib menghargai semua Warga Binaan Pemasyarakatan 4. Wajib menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan dan keindahan 5. Wajib berpakaian rapi dan sopan 6. Wajib mengikuti program pembinaan 7. Wajib memelihara barang-barang milik Negara 8. Wajib menitipkan barang-barang berharga 9. Wajib memberitahu kepada petugas apabila melihat atau mengetahui tanda-tanda atau keadaan bahaya bagi keamanan Lembaga Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya atau istilah yang dikenal masyarakat sebagai tindak pidana Narkotika. Sebagaimana yang disebutkan oleh UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika pada pasal 1 ke 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu : 1. Narkotika golongan I 25 Catur Darma Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

11 Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, kokain, opium, Ganja, Katinon, MDMDA/Ecstasy. 2. Narkotika golongan II Berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon. 3. Narkotika golongan III Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfin. Tindak pidana narkotika merupakan suatu kejahatan yang kompleks karena dalam tindak pidana narkotika, pelaku tindak pidana bisa menjadi sekaligus korban. Berdasarkan pra research yang dilakukan penulis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan masih cukup banyak ditemukan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan kasus pemakai diatur dalam Pasal 127 UU No.35 Tahun 2009, pengedar bukan pemakai diatur dalam Pasal 115, 120, 125 UU No.35 Tahun Pemakai sekaligus pengedar diatur dalam Pasal 127, dan Pasal 114 UU No.35 Tahun 2009, dan bandar diatur dalam Pasal 113, Pasal 118, Pasal 112, Pasal 123 UU No.35 Tahun2009.Banyaknya pelaku tindak pidana mengakibatkan bertambahnya jumlah

12 narapidana/warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan (lapas). Pada saat ini kita sering mendengar istilah Pembebasan Bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijheidstelling/VI) proses pembinaan tahap akhir bagi narapidana/warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), banyak orang yang belum mengetahui tentang Pembebasan Bersyarat tersebut. Masyarakat awam hanya tahu bahwa Pembebasan Bersyarat merupakan upaya pemerintah untuk membebaskan narapidana atau pelaku kejahatan.pandangan seperti ini harus segera diluruskan karena dapat menimbulkan pandangan negatif. Dasar hukum Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 KUHP dan yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang yang menyatakan Pemasyarakatan, narapidana memiliki hak untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit sembilan bulan dari masa hukumannya. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pembebasan Bersyarat (PB) adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar Lembaga Pemasyarakatan (lapas) setelah menjalani sekurang kurangnya 2/3 dari masa pidana minimal 9 (sembilan) bulan. 26 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika pengertian dari narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan 26 Pasal 14, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditulis di Lembaran Negara RI 1995, Nomor 3614

13 tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Ilmu kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya masih bermanfaat bagi pengobatan, namun biladisalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Narkoba dapat menjadi menghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual. Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya terhadap negara, jika sampai terjadi pemakaian narkoba secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian negara akan rapuh dari dalam karena ketahanan nasional merosot.hal ini harus lebih dipertimbangkan lagi apabila Pemerintah melaluikementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ingin memberikan Pembebasan Bersyarat kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)/narapidana narkotika. 27 Banyaknya kasus penyalahgunaan Narkotika tidak hanya dikota-kota besar saja, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas.hal ini menyebabkan banyaknya pelaku penyalahgunaan narkotika yang dikenai sanksi pidana penjara, dan berdampak pada bertambahnya Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I 27 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan,2004), hal 5

14 Medan.Pemidanaan atau penghukuman diatur lebih jelas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).Menurut Wirjono Prodjodikoro tindak pidana ialah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman.narapidana yang telah melakukan tindak pidana dibawa ke pengadilan dan dijatuhi pidana yang setimpal.warga Binaan Pemasyarakatan tersebut ke dalam lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya. 28 Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola pembinaan yang dilakukan oleh para petugas kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)/narapidana.Dalam hal inidapat dilihat apakah petugas benar-benar memperhatikan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan apakah narapidana juga sadar selain hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh kesadaran.dalam hal inidituntut adanya kerjasama yang baik antara petugas dan para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu perwujudandari pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), yaitu pengembalian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) kepada masyarakat (pembebasan narapidana) agar menjadi orang yang baik dan berguna asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu sebelum ia selesai menjalani masa pidananya 29. Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang diberikan Pembebasan Bersyarat 28 Suwarto, Individualisasi Pemidanaan, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2013), hal Suwarto, Op.Cit., Hal.87

15 menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) harus telah memenuhi syarat-syarat tertentu, baru kemudian dilepas ke masyarakat yang telah menyatakan siap menerimanya. Masyarakat diharapkan turut berperan dalam memberikan pembinaan dan pendidikan bagi narapidana.bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu, mempunyai kemungkinan dapat dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum habis masa pidananya.narapidana yang dikabulkan permohonan Pembebasan Bersyaratnya harus menjalani masa percobaan, yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah satu tahun.masa percobaan ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba terbatas menuju kehidupan bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Narapidana yang dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu,mempunyai kemungkinan dapat dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum habis masa pidananya. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang dikabulkanpermohonan Pembebasan Bersyaratnya harus menjalani masa percobaan, yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah satu tahun.masa percobaan ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba terbatas menuju kehidupan bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Penulis melakukan penelitian tentang hak asasi warga binaan di Lapas Klas I Medan yang salah satunya mengenai pembebasan bersyarat bertujuan secepat mungkin warga binaan pemasyarakatan kembali ke masyarakat, pembinaan terbaik terhadap warga binaan adalah dikembalikan/diintegrasikan di tengah-tengah

16 masyarakat. Pembinaan yang terbaik bukanlah disolasi dengan jeruji besi atau di balik tembok penjara. Jumlah narapidana yang sedang menjalani hukuman pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan sebesar orang terhitung hingga bulan April. Penelitian dilakukan di Lapas I Medan karena dominan mayoritas kasusnya mengenai penyalahgunaan narkotika sebesar narapidana yang memiliki masa pidana tinggi yaitu di atas 5 tahun karena terlalu banyaknya kasus mengenai penyalahgunaan narkotika membuat over kapasitas yang batas tampung sebesar orang, kasus korupsi 8 narapidana, teroris 2 narapidana dan dibentuk Lapas Khusus Narkotika di Humbahas, Langkat dan Raya ( Simalungun Siantar) namun disana masih rentan pengamanannya salah satunya minimnya sumber daya petugasnya, tim medis, psikolog, sarana medis kesehatan. Dalam kasus narkotika yang utama dibutuhkan adalah media kesehatan untuk memperbaiki kesehatannya akibat narkotika, segi bangunan yang belum memenuhi syarat standarisasi penjara. 30 A. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan? 30 Hasil Penghitungan wawancara dengan Bagian Pembinaan Register Narapidana Dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

17 2. Apa kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika? 3. Bagaimana pengawasan Pembebasan Bersyaratbagi warga binaan penyalahguna Narkotika di Balai Pemasyarakatan Klas I B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang dibahas secara lebih mendalam dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam proses Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika. 3. Untuk mengetahui pengawasan petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan terhadap narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu : 1. Secara teoritis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran dalam pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

18 hukum, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pemberian pembebasan bersyarat warga binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medantentang Narkotika. 3. Untuk Mahasiwa Hukum Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiwa fakultas hukum dalam memperluas wawasan terkait pemberian pembebasan bersyarat warga binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan tentang Narkotika. 4. Untuk masyarakat Memberikan informasi ilmiah mengenai peraturan yang berlaku pada narapidana penyalahguna narkotika. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran di lingkungan dan Universitas lainnya tidak terdapat kesamaan. Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yaitu: 1. Holmes Rio Natanael Siregar (NIM: ) dengan judul : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Sebagai Salah Satu Proses Reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan ditinjau dari UU No.12 Tahun 1995 Tentang

19 Pemasyarakatan.Tulisantesis ini tidak ditemukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. 2. Sri Asmaniah (NIM ) dengan judul : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Permasalahannya: 1. Apa Pertimbangan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Tanjung Balai Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat 2. Hambatan-Hambatan yang terjadi Dalam Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai Judul dan permasalahan yang ada di atas tidak memliki kesamaan terhadap judul dan permasalahan dengan penelitian ini. Penelitian ini belum ada yang meneliti dan membahasnya sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Hukum harus menjamin bahwa setiap orang dengan kedudukannya di muka hukum dan pengadilan tidak membedakan strata sosial dan tidak ada prioritas si miskin terhadap si kaya dalam mendapatkan keadilan, meskipun dalam praktiknya terjadi diskriminasi.

20 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis, terhadap prosedur penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat bagi penyalahguna narkotika ditinjau dari UU No.35 Tahun 2009 di lembaga pemasyarakatan Klas I Medan. Teori yang digunakan teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu: 31 a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan Teori ini artinya untuk membalas tindak pidana yang dilakukan seseorang. Jadi pidana menurut teori ini hanya semata-mata untuk pidana itu sendiri. Teori pembalasan ini terbagi 2 yaitu teori pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadapkesalahan pelaku, pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar. 32 b. Teori Relatif atau Teori Tujuan Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat. Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di 31 Suwarto, Op.cit, Hal Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal 26.

21 dalam masyarakat tidak terganggu. Teori ini dibagi 2 yaitu prevensi umum (generale preventie) bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada umumnya tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan supaya pembuat (dader) tidak melanggar. 33 Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat lainnya tidak akan melakukan tindak pidana. Teori prevensi khusus menekankan bahwa tujuan pidana itu dimaksudkan agar narapidana jangan mengulangi perbuatannya lagi. Berfungsi untuk mendidik dan memperbaiki narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna. Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori utilitarian, yaitu : a. tujuan pidana adalah pencegahan (Prevensi) b. pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat. c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja. (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana. d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan. 33 E.Utrecht, Hukum Pidana I,( Jakarta: Universitas Jakarta, 1958), hal.157

22 e. Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. 34 c. Teori Gabungan Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori memiliki kelemahan-kelemahan yaitu : Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidak adilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan. 2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat, kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan. Perbedaan pendapat di kalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu 34 E.Utrecht, Op.cit, hal Koeswadji, Perkembangan Macam-Macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995), Hal

23 sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana agar menjadi manusia yang berguna di masyarakat. 2. Konsepsi Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah bagian penghubung yang menerangkan suatu yang sebelumnya hanya baru ada dipikiran. Peranan konsep dalam pemeliharaan adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara bisnis dan realitis. 36 Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang abtraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional. 37 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Adanya penegasan kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu pandangan dalam menganalisis masalah yang akan diteliti baik dipandang dari aspek yuridis maupun aspek sosiologis. Penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut: a. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa 36 Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1999) hal Sumardi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Parsada 1998) hal.3

24 pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan. 38 b. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas c. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 39 d. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 40 e. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara warga yang baik dan bertanggung jawab Indonesia (g), Peraturan tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, PP Nomor 32 Tahun 1999, Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1999, TLN Nomor 3846, ps.1 bagian 7 39 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 40 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 41 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

25 f. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. g. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. F. Metode Penelitian Metode artinya cara tepat untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Sedangkan penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan penelitian hukum empiris. Metode penelitian normatif hukum yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa hukum positif dan bagaimana 42 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Ghalia Indonesia Jakarta, 1998), hal.13

26 penyerapannya dalam praktek di Indonesia. 43 Metode penelitian sosiologis/empiris yaitu penelitian yang berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan pembebasan bersyarat warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 44 Perbandingan antara ketentuan hukum secara normatif dengan pelaksanaannya di lapangan. Menurut Soerjono Soekanto, seorang sarjana hukum, adalah seorang ilmuwan yang memahami hukum dan mengetahui menghimpun data hukum secara sistematis dan konsisten. Mengumpulkan data atau menghimpun data berarti melakukan penelitian artinya apabila seorangilmuwan antara lain berfungsi sebagai seorangyang mengetahui dan menghimpun data tentang bidang yang diperdalaminya maka dia harus melakukan penelitian Sumber Data Penelitian Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sumber bahan hukum yang bersumber dari kepustakaan, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Berdasarkan jenis dan sumber data tersebut maka penelitian ini lazim disebut penelitian kepustakaan (library research).sebagai penunjang bagi data sekunder tersebut penelitian ini juga membutuhkan data primer, yakni data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, 43 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal.33.

27 masyarakat dan pemerintah. 46 Data-data yang dimaksud antara lain data yang didapat dari Lapas I Medan dan lain-lain. a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat antara lain Undang- Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan atau yurisprudensi, KUHPidana, KUHAPidana dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa makalah, lokakarya, seminar, simposium, diskusi, hasil-hasil penelitian, majalah/koran, pendapat pakar, tesis atau disertasi yang ada hubungannya dengan objek penelitian ini. 48 c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus, ensiklopedi dan sebagainya. 49 Mengenai wawancara/interview dilakukan terhadap individu yang menjadi pelaku dan petugas lapas. Wawancara yang dimaksud wawancara yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik mengumpulkan data yang diperoleh untuk menjawab masalah dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kepustakaan, pedoman wawancara/ Soerjono Soekanto, Metode penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1984), hal Ibid 48 Ibid 49 Ibid, hal. 52

28 interviewdan daftar pertanyaan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik : a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu melalui buku-buku, jurnal, terhadap bahan hukum tertulis yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud dengan tujuan untuk mendapatkan teori-teori, asas-asas perlindungan, konsepkonsep dan doktrin, pendapat serta pemikiran dari para ahli dan para peneliti terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, terhadap semua data sekunder yang diperoleh melalui membaca, melihat dan mendengar seminar maupun materi kuliah serta penelusuran resmi internet untuk mendapatkan teori, asas, prinsip dan kaidah serta norma yang relevan dengan Pembebasan Bersyarat warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. b. Field research atau penelitian lapangan, yaitu meneliti dengan melakukan wawancara secara langsung dengan Informan yakni Pejabat Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Lokasi Pengumpulan Data Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lapas Klas I Medan. Alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan kondisi Lapas Klas I Medan yang saat ini sudah melebihi kapasitas sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran di dalam pelaksanaan penegakan hukum dan HAM bagi tahanan dan narapidana. Yang menjadi responden dan populasi dalam penelitian ini terdiri atas: 50 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal 11.

29 1) Narapidanayang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2) Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. 3) Petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan. 5. Analisis Data Data-data yang telah terkumpul baik yang didapatkan dari penelitian kepustakaan maupun dari hasil penelitian lapangan yang tercakup berupa data primer dan sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara normatif, logis dan sistematis dengan menggunakan metode kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif. Mendapatkan suatu pemahaman mengenai objek yang diteliti yaitu mengenai peranan lembaga pemasyarakatan dalam penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi tahanan dan narapidana. Pengolahan data secara kualitatif dan memaparkannya secara deskriptif akhirnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan akan memperoleh hasil yang benar dan akurat dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan pemaparan secara deskriptif maka penelitian ini dapat menjelaskan pelaksanaan penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat tahanan dan narapidana di Lapas Klas I Medan. Soedjono dan Abdurrahman menyatakan bahwa deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

30 keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya Soedjono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal.23

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri. Apabila mereka melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narapidana sebagai warga negara Indonesia yang hilang kemerdekaannya karena melakukan tindak pidana pembunuhan, maka pembinaannya haruslah dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa di dalam Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Secara substansial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berasaskan Pancasila. Dalam usaha-usahanya Negara menjumpai banyak rintangan dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana Indonesia pidana penjara diatur sebagai salah satu bentuk pidana pokok berdasarkan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Terpidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatakan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, kesehatan merupakan hak setiap manusia. Hal tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penjara di Indonesia pada awalnya tidak jauh berbeda dengan negaranegara lain, yaitu sekedar penjeraan berupa penyiksaan, perampasan hak asasi manusia dan lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan normanorma BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembaharuan sistem secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan hak-hak kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menuliskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Salah satu prinsip penting negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya akan disingkat dengan LAPAS merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam hukum pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan, penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik pelaku tindak pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Hukum merupakan salah satu pranata yang dibutuhkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen

Lebih terperinci

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Pro dan kontra terkait pidana mati masih terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang baru melakukan eksekusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan keadaan yang teratur, aman dan tertib, demikian juga hukum pidana yang dibuat oleh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak melakukan pelanggaran, salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjadi masalah lokal maupun nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program rehabilitasi narkotika merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya medik, bimbingan mental, psikososial, keagamaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan

I. PENDAHULUAN. mengisi kemerdekaan dengan berpedoman pada tujuan bangsa yakni menciptakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan peninggalan yang tidak ternilai harga dari para pejuang terdahulu. Sebagai generasi penerus bangsa selayaknya jika kita mengisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang sangat besar jumlah pertumbuhan penduduknya yaitu berkisar 200 juta orang, sehingga harus diimbangi dengan kesadaran untuk berkepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan BB I PENDHULUN. Latar Belakang Masalah Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Pemerintah dalam menegakan hukum dan memberantas korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang. Sebagian dari perkembangan itu bermakna positif dan sebagian yang lain bermakna negatif. Usaha Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembebasan bersyarat adalah suatu hak yang dimiliki oleh setiap narapidana yang menjalani masa pidana, hal ini sudah diatur dalam Undang undang tentang pelaksanaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memandang narapidana sebagai individu anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari Sriwulan_@yahoo.co.id Abstraksi Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia yang dilaksanakan disegala bidang sudah barang tentu akan menimbulkan suatu perubahan dan perkembangan bagi kehidupan masyarakat, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan unsur-unsur tindak pidana tanpa hak memiliki menyimpan atau menguasai

Lebih terperinci

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan Handar Subhandi Bakhtiar http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-dan-sejarah-singkat.html Konsep tentang pelaksanaan pidana penjara di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA, SH., MH 1 Abstrak : Dengan melihat analisa data hasil penelitian, maka telah dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dan kemajuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat dan semakin memudahkan kehidupan manusia, namun

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA ORIENTASI PRINSIP PEMIDAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA MOH. ZAINOL ARIEF Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep sobarchamim@gmail.com ABSTRAK Pidana dan pemidanaan dalam ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum, ketentuan ini tercantum dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan

Lebih terperinci