BAB I PENDAHULUAN. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah"(QS. az-zariyat : 49).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah"(QS. az-zariyat : 49)."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan laki-laki dan perempuan agar mereka dapat berhubungan satu sama lain, sehingga mencintai, menghasilkan keturunan serta hidup dalam perdamaian. Dalam al-qur an dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah SWT termasuk manusia. Dalam surat az-zariyat ayat 49 Allah SWT berfirman: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah"(QS. az-zariyat : 49). Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah Swt menciptakan makluknya berpasang-pasangan dan dengan itu manusia menjadi berkembang biak dan berlangsung dari generasi ke genarasi berikutnya. Hukum Islam juga diterapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sangat bergantung kepada kesejahteraan keluarga (Rahman 1996: 29). Dalam membentuk sebuah keluarga, terlebih dahulu seseorang harus mempunyai sebuah ikatan atau akad antara laki-laki dan perempuan, ikatan itu disebut dengan istilah pernikahan. Menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi pernikahan, diantaranya adalah pernikahan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki (Ghozali, 2014: 8). Beberapa ahli juga terkadang menyebut pernikahan dengan kata perkawinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkawinan berasal 1

2 2 dari kata kawin yang menurut bahasa, artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh (Anonymous, 1994: 456). Istilah kawin digunakan secara umum, untuk tumbuhan, hewan, dan manusia, dan menunjukkan proses generative secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya digunakan kepada manusia saja karena mengandung keabsahan agama. Makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam proses pernikahan terdapat Ijab (pernyataan pernyerahan dari pihak perempuan) dan Qabul (pernyataan penerimaan dari pihak lelaki). Selain itu, nikah bisa juga diartikan sebagai bersetubuh (Assegaf, 2005: 131). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir yang dimaksud pada Undang-undang di atas adalah hubungan formal yang dapat dilihat, karena dibentuk menurut Undang-undang yang mengikat kedua belah pihak dan pihak lain dalam masyarakat, sedangkan ikatan lahir bahthin adalah hubungan timbal balik yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua belah pihak. Adanya kata kekal dalam arti perkawinan di atas menunjukkan bahwa hakikat pernikahan itu adalah sekali seumur hidup dan telah tertutupnya pintu akan adanya perceraian, jadi wajar saja jika salah satu prinsip dari pernikahan menurut Islam itu adalah mempersulit terjadinya perceraian (Nuruddin 2004: 46-47). Tujuan pernikahan ialah untuk memenuhi petunjuk Agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir bathin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga ( Ghozali, 2014: 22). Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

3 3 dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UURI, 1974: 3). Hukum pernikahan Islam dikenal sebuah asas yang disebut selektifitas. Artinya bahwa, seseorang ketika hendak melangsungkan pernikahan terlebih dahulu harus menyeleksi dengan siapa ia boleh menikah dan dengan siapa ia dilarang untuk menikah ( Nuruddin, 2014: 144). Hal ini untuk menjaga agar pernikahan yang dilangsungkan tidak melanggar aturanaturan yang ada, terutama bila perempuan yang hendak dinikahi ternyata terlarang untuk dinikahi, dalam Islam dikenal dengan istilah mahram (orang yang haram untuk dinikahi). Larangan dalam pernikahan ini maksudnya ialah larangan untuk menikah antara seorang pria dengan seorang wanita. Menurut syara, larangan tersebut dibagi dua, yaitu halangan abadi dan halangan sementara. Diantara larangan-larangan abadi ada yang telah disepakati dan ada pula yang masih diperselisihkan. Larangan yang disepakati ada tiga, yaitu (Nuruddin, 2014: 146): 1. Larangan nikah karena pertalian nasab. 2. Larangan nikah (wanita yang haram dinikahi) karena hubungan sesusuan. 3. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan mushaharah (pertalian kerabat semenda) Adapun larangan yang bersifat sementara: 1. Wanita yang haram dinikahi karena sumpah li an 2. Wanita yang masih dalam keadaan beriddah 3. Menikahi dua wanita dalam satu waktu Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang larangan pernikahan diatur dalam pasal 8 yang menyatakan sebagai berikut: 1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan ke atas

4 4 2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan seorang dengan saudara neneknya 3. Berhubungan semenda, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman susuan 4. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal bersuami lebih dari seorang 5. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Selain ketentuan syara dan Undang-undang yang mengatur tentang larangan pernikahan sebagaimana disebutkan di atas, di Minangkabau juga ada pengaturan tentang larangan pernikahan, seperti larangan pernikahan sesuku. Masyarakat Minangkabau menganut eksogami dan endogamy kampung. Hal ini berati bahwa orang-orang yang sesuku di dalam satu nagari tidak boleh nikah. Pernikahan sesuku dianggap tidak baik karena nikah seketurunan merupakan incest (Nuruddin, ). Di Minangkabau terdapat banyak macam atau ragam tentang adat istiadat, dan pemberlakuan adat tersebut berbeda-beda di masing-masing nagari. Sesuai dengan pepatah Minangkabau adat salingka nagari, pangulu salingka kaum, maksud pepatah ini ialah walaupun di Minangkabau secara umum terikat dengan budaya Minangkabau, tetapi dalam budaya tersebut terdapat aneka ragam peraturan atau kebijakan adat istiadat yang tergantung kepada hasil musyawarah mufakat para pemuka adat di suatu daerah tertentu (Kamaluddin, 2005: 56). Adat tersebut berlaku di dalam wilayah hukum mereka masing-masing. Secara umum di Minangkabau terdapat larangan pernikahan, seperti larangan pernikahan sesuku. Secara khusus masing-masing daerah tertentu di Minangkabau juga mempunyai aturan khusus tentang larangan pernikahan. Apabila larangan pernikahan tersebut dilanggar, maka pelaku yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi adat. Adapun sanksi adat di Minangkabau yang diberlakukan bagi orang yang melanggar aturan secara umum, ialah:

5 5 1. Membatalkan pernikahan 2. Mengusir mereka dari kampung 3. Mengucilkan mereka dari pergaulan dan adat 4. Mendenda mereka, yaitu mewajibkan mereka meminta maaf kepada semua pihak pada satu jamuan dengan memotong seekor atau dua ekor ternak (Kamaluddin, 2005: 59-60). Salah satu Daerah di Minangkabau yang mempunyai aturan khusus tentang larangan pernikahan ini adalah di Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok. Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok terdiri dari 8 nagari, yaitu Nagari Aripan, Nagari Kacang, Nagari Koto Sani, Nagari Saniangbaka, Nagari Singkarak, Nagari Sumanih, Nagari Tanjung Alai, dan Nagari Tikalak. Dari beberapa nagari yang disebutkan, terdapat dua nagari yaitu Nagari Saniangbaka dan Nagari Singkarak yang memilki peraturan atau ketetapan adat yang melarang pernikahan antara penduduk asli Nagari Saniangbaka dengan penduduk asli Nagari Singkarak, meskipun berbeda suku. Suku-suku yang terdapat pada Nagari Saniangbaka dan Nagari Singkarak ialah Koto, Piliang, Pinyangek, Guci, Sikumbang, dan Simpadang (Wawancara Dengan Bakar Manti Sutan Talelo, : 13:02). Apabila terjadi pernikahan antara penduduk asli Nagari Saniangbaka dengan penduduk asli Nagari Singkarak, maka pasangan tersebut menurut pandangan pemuka adat dan masyarakat setempat telah melanggar aturan adat serta aturan yang telah digariskan oleh nenek moyang mereka terdahulu. Sejarahnya larangan pernikahan tersebut dikarenakan nenek moyang Nagari Saniangbaka dan nenek moyang Nagari Singkarak adalah bersaudara kandung, dan membuat perjanjian bahwa keturunan mereka dilarang untuk saling menikah. Apabila salah satu keturunan mereka melanggar perjanjian, maka pasangan tersebut akan dikenai sumpah yang bunyinya kateh ndak bapucuak, kabawah ndak baurek, ditangah digiriak kumbang, kabukik ndak dapek angin, kabawah ndak dapek aia, maksud dari sumpah ini ialah setiap seluk beluk kehidupan pelaku yang melanggar

6 6 perjanjian tersebut akan mendapatkan kesulitan yang bertubi-tubi atau sengsara yang tiada henti yang diibaratkan dengan sebatang pohon yang tidak memnyai pucuk, akar-akar yang layu, batangnya dimakan hewan serta tidak dialiri oleh air. (Wawancara Dengan Angku Bakar Manti Sutan Talelo, Sabtu 19 Maret 2017, 13:02). Apabila masih terjadi pernikahan antara penduduk asli kedua nagari tersebut maka pelaku akan mendapatkan sanksi adat yang diterapkan oleh ninik mamak setempat. Adapun sanksi adat bagi pelaku adalah: 1. Digantuang tinggi, dibuang jauah sapanjang adat 2. Di keluarkan dari kampung karena dianggap telah berani melanggar aturan adat yang berlaku. 3. Seandainya pihak yang melanggar ingin tetap berada dalam nagari, maka mereka tidak diperbolehkan untuk pulang ke rumah mertua (Wawancara Dengan Angku Datuk Barbanso, Sabtu 19 Maret 2017, 13:02). Peraturan adat yang terjadi pada kedua nagari tersebut memang sudah menjadi ketetapan mutlak yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk asli Nagari Saniangbaka dan penduduk asli Nagari Singkarak. Hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan dari pemuka adat dan niniak mamak tentang diperkokoh kembali aturan tersebut pada tanggal 26 Januari 2017 bertempat di Kerapatan Adat Nagari Saniangbaka, yang dihadiri oleh KAN, Manti, pemuka adat dan seluruh niniak mamak. Dalam hal ini Angku Datuk Barbanso menyatakan Latarbelakang munculnya aturan ini diperkokoh kembali adalah ketika terjadinya pelanggaran pernikahan sesuku dalam nagari, saat itu seluruh niniak mamak dan pemuka adat berkumpul dan menegaskan bahwa nikah sasuku dalam nagari dilarang, serta menikah antara penduduk asli Nagari Saniangbaka dan penduduk asli Nagari Singkarak juga dilarang (Wawancara Dengan Angku Dt Barbanso, Singkarak, Sabtu 19 Maret 2017, 13:02). Berdasarkan observasi awal penelitian, maka didapat beberapa pasangan yang pernah melanggar larangan pernikahan, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh ED (inisial) berusia 36 tahun yaitu laki-laki bersuku Sikumbang, penduduk asli Nagari Saniangbaka, menikah dengan VV (inisial)

7 7 berusia 33 tahun yaitu perempuan bersuku Guci, penduduk asli Nagari Singkarak yang menikah pada tahun 2005 di Jakarta. REN berusia 32 tahun, yaitu laki-laki penduduk asli Nagari Saniangbaka menikah dengan RIN berusia 27 tahun, yaitu perempuan penduduk asli Nagari Singkarak yang menikah pada tahun 2009 di Pekanbaru. Kemudian DE berusia 46 tahun, yaitu laki-laki yang berasal dari penduduk asli Nagari Saniangbaka dan EF berusia 41 Tahun, yaitu perempuan yang berasal dari penduduk asli Nagari Singkarak yang menikah pada tahun Mereka tidak dibenarkan untuk mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan adat dan anak keturunannya yang akan melangsungkan pernikahan tidak boleh untuk melakukan walimat al urs. Berdasarkan realita yang terjadi terhadap pasangan yang melakukan larangan pernikahan tersebut dapat dilihat bahwa kehidupan rumah tangga mereka tidak baik, misalnya kondisi ekonomi mereka yang kian hari semakin menurun, selalu mendapatkan musibah seperti sakit yang berlarut-larut dan lain sebagainya (Angku Dt Barbanso, Sabtu 19 Maret 2017, 13:02). Dengan melihat kondisi rumah tangga pelaku pelanggaran tersebut maka masyarakat meyakini bahwa itu adalah sumpah akibat melanggar perjanjian nenek moyang mereka terdahulu. Masyarakat Nagari Singkarak dan Nagari Saniangbaka sangat meyakini bahwa sumpah yang telah diucapkan oleh nenek moyang mereka sangat berpengaruh bagi meraka yang melanggarnya. Larangan pernikahan antara penduduk asli kedua nagari tersebut masih berlaku sampai sekarang, sedangkan di dalam Hukum Islam tidak mengatur larangan pernikahan yang sedemikian. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai persoalan larangan pernikahan antara penduduk asli Nagari Saniangbaka dengan penduduk asli Nagari Singkarak, tentang bagaimana bentuk sanksi dan dampak larangan pernikahan terhadap pasangan yang melakukan pelanggaran serta bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap larangan pernikahan dan aturan saksi tersebut. Dituangkan dalam bentuk

8 8 penulisan skripsi dengan judul Implementasi Sanksi Adat Larangan Pernikahan Antara Penduduk Asli Nagari Saningbaka Dengan Penduduk Asli Nagari Singkarak Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok Tinjauan Hukum Islam Rumusan Masalah Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana sebenarnya implementasi sanksi adat dari larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak menurut tinjauan hukum Islam Pertanyaan Penelitian Bagaimana bentuk sanksi larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak? Bagaimana dampak larangan pernikahan terhadap pelaku yang melanggar larangan pernikahan? Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak serta sanksi yang diberlakuan bagi pelaku yang melanggar larangan pernikahan? 1.4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bentuk sanksi apa saja yang diterapkan terhadap larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak Untuk mengetahui bagaimana dampak larangan pernikahan terhadap pelaku yang melanggar larangan pernikahan Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak serta sanksi yang diberlakukan kepada pelaku yang melanggar larangan pernikahan.

9 Signifikansi Penelitian Dapat digunakan sebagai penambah wawasan dan ilmu pengetahuan Dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi peneliti dan penulis karya ilmiah selanjutnya yang behubungan dengan masalah ini yaitu implementasi sanksi adat larangan pernikahan antara penduduk asli nagari Saniangbaka dengan penduduk asli nagari Singkarak Secara praktis adalah sebagai bahan referensi bagi Mahasiswa Jurusan hukum keluarga Islam (Ahwal Al-Syakhshiyyah) Studi Literatur Berdasarkan pengamatan penulis, permasalahan yang penulis bahas berbeda dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti sebelumnya, baik dari segi pertanyaan penelitian, isi, maupun kesimpulan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa kesimpulan yang telah dibahas oleh peneliti sebelumnya, yaitu: Karya ilmiah yang ditulis oleh Prisa Eko Pratama, SH, Magister Kenotariatan. Tesis dengan judul Larangan Perkawinan Antara Anak Nagari Singkarak Dengan Anak Nagari Saniangbaka Di Kabupaten Solok Ditinjau Dari Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah bagaimana sejarah terjadinya larangan perkawinan antara anak Nagari Singkarak dengan anak Nagari Saniangbaka, dan bagaimana larangan perkawinan ditinjau dari hukum Islam dan Undang-undang no 1 tahun Kesimpulannya mengenai sejarah ialah nenek moyang Nagari Singkarak dan nenek moyang Nagari Saniangbaka adalah bersaudara kandung. Kesimpulan mengenai tinjauan hukum Islam dan Undang-undang no 1 tahun 1974 ialah bahwa peraturan adat bertentangan dengan hukum Islam namun tidak bertentangan menurut undang-undang no 1 tahun Karya ilmiah yang ditulis oleh Khairul Bp dengan judul skripsi larangan perkawinan antara laki laki batu palano dengan perempuan dari nagari koto baru ditinjau dari hukum Islam. Dengan rumusan masalah bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap larangan perkawinan laki-laki dari Nagari Batu Palano dengan perempuan dari Nagari Koto Baru. Kesimpulannya adalah mengenai pandangan Hukum Islam terhadap larangan

10 10 perkawinan antara laki-laki dari nagari Batu Palano dengan perempuan dari nagari Koto Baru itu tidak sah, karena tidak sesuai dengan Hukum Islam dan hukum dari larangan itu adalah tidak sah. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian penulis terletak pada fokus yang akan diteliti. Adapun fokus tersebut ialah: adalah a. Pada kedua penelitian di atas tidak membahas tentang bagaimana bentuk sanksi serta penerapannya terhadap pelaku yang melanggar larangan pernikahan, sedangkan yang akan menjadi fokus dalam penelitian penulis adalah bagaimana bentuk sanksi yang diterapkan terhadap pasangan yang melanggar larangan pernikahan dan bagaimana dampak terhadap pasangan yang melanggar larangan pernikahan tersebut serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap larangan pernikahan dan sanksi yang diberlakukan bagi pelaku yang melanggar larangan pernikahan. b. Pada penelitian Karya ilmiah yang ditulis oleh Prisa Eko Pratama, SH, yang menjadi fokus menelitiannya adalah bagaimana sejarah terjadinya larangan pernikahan dan bagaimana tinjauan hukum Islam serta undang-undang perkawinan no 1 tahun Karya ilmiah yang ditulis oleh Khairul bp yang menjadi fokus penelitiannya adalah bagaimana pandangan hukum Islam terhadap larangan perkawinan Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis (Sugiono, 2007: 2-3). Sehingga untuk mendapatkan hasil yang cermat, penelitian ini menggunakan tahapan-tahapan metode sebagai berikut:

11 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan ( field research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke masyarakat Nagari Saniangbaka dan masyarakat Nagari Singkarak, guna memperoleh data-data yang berkaitan dengan larangan pernikahan dan mengacu pada penelitian kualitatif Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu mengolah dan mendeskripsikan data yang dikaji dalam tampilan data yang lebih bermakna dan lebih dapat dipahami, sekaligus menganalisis data tersebut (Sujana, 1999: 77). Penulis menggunakan data untuk mendapatkan informasi, data dikumpulkan melalui instrumen manusia dan bukan melalui inventaris maupun mesin, secara fisik berhubungan dengan orang untuk mengamati atau komunikasi dan mencatat prilaku dalam latar alaminya. Selanjutnya data dideskripsikan kemudian dianalisis untuk mendapatkan hasil akhir guna menjawab pokok-pokok masalah Lokasi dan Sumber data penelitian Lokasi penelitian ini adalah Nagari Saniangbaka dan Nagari Singkarak Kecamatan X Koto Singkarak Kabupaten Solok, hal ini disebabkan adanya ketentuan adat yang melarang antara dua nagari untuk saling menikah. Adapun sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data Primer adalah sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban terhadap masalah penelitian (Saebani, 2008: 158). Data ini penulis peroleh langsung dari pihak pemuka adat, ninik mamak, alim ulama, masyarakat Nagari Singkarak dan Nagari Saniangbaka dan pelaku yang melanggar larangan pernikahan.

12 12 b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang penulis peroleh dari sumber kedua atau dari data yang dibutuhkan, seperti dari perpustakaan yang berkaitan dengan masalahan pernikahan, seperti buku Mohd Idris Ramulyo Hukum Perkawinan Islam, Amir Nuruddin Hukum Perdata Islam Di Indonesia, buku Ghazali Abdul Rahman Fiqh Munakahat, H. Aminuddin Fiqh Munakahat, dan Rahman Khalid Hukum Perkawinan Islam Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan tema penelitian, digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Metode Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki (Sajana, 1999: 77). Dalam kaitan ini, peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mengadakan pengamatan dan penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memperoleh data, antara lain: 1) Mengamati para pelaku yang melanggar larangan pernikahan tentang kehidupan rumah tangganya untuk menjawab dampak atau akibat setelah melakukan larangan pernikahan. 2) Mengamati lokasi penelitian dan lingkungan sekitar untuk memperoleh gambaran umum lokasi penelitian. b. Metode Interview Metode interview atau wawancara adalah metode pengumpulan data dengan bertanya jawab yang dikerjakan secara sistematis dengan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan ( Hadi, 1995: 195). Model wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin (Arikunto, 128), artinya

13 13 wawancara tersebut dilaksanakan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah tersedia, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pertanyaan baru yang ada hubungannya dengan permasalahan. Wawancara ini bertujuan agar penulis dapat bebas menggali secara mendalam tentang larangan pernikahan tersebut Metode Analisis Data Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kualitatif, yaitu dengan metode induktif, artinya analisis ditujukan terhadap data yang nyata berlaku dalam masyarakat dengan tujuan untuk memahami sifat-sifat atau gejala yang benar-benar berlaku dengan bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus, kemudian digeneralisasikan kedalam kesimpulan umum.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialahikatan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr A. Analisis terhadap proses penyelesaian wali adhal di Pengadilan Agama Singaraja Nomor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1994), hlm 453 Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Allah SWT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Contohnya dalam hal pemenuhan kebutuhan lahiriah dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat keji dan merupakan jalan yang sesat. Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat keji dan merupakan jalan yang sesat. Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Agama Islam, zina dirumuskan sebagai hubungan seksual (persetubuhan) antara pria dengan wanita yang tidak terikat oleh perkawinan yang sah yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Oleh karena itu, pengertian perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Oleh karena itu, pengertian perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan berkasih-kasihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan diciptakan Allah untuk mendampingi lelaki, demikian pula sebaliknya. Ciptaan Allah itu pastilah yang paling baik dan sesuai buat masingmasing. Perempuan pastilah

Lebih terperinci

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALI NAGARI SUNGAI KAMUYANG Menimbang : a. Bahwa dengan terjadinya pelanggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian pembatalan perkawinan Yaitu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Islam adalah agama yang universal. Syariat-Nya mencakup berbagai bidang kehidupan mahluk manusia baik itu aqidah, ibadah dan muamalah, termasuk masalah budaya dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian perkawinan Secara etimologis perkawinan dalam Bahasa Arab berarti nikah atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap makhluk diciptakan saling berpasangan, begitu juga manusia. Jika pada makhluk lain untuk berpasangan tidak memerlukan tata cara dan peraturan tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang dimaksud dengan "ijab

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH : RESTY YULANDA 07140159

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI 1) TITIN APRIANI, 2) RAMLI, 3) MUHAMMAD AFZAL 1),2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mensyariatkan perkawinan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai ibadah dan untuk memadu kasih sayang serta untuk memelihara kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Menikah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Menikah 1. Pengertian Menikah Istilah penggunaan kata menikah digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti melakukan akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: ANDRIYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Derajad Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KM. Masyarakat Desa Ranah memiliki penduduk yang homogen. Domo, Piliang (Piliang Jilanso/Limabuong, Pilian g Ci Kayo, Piliang

BAB I PENDAHULUAN. KM. Masyarakat Desa Ranah memiliki penduduk yang homogen. Domo, Piliang (Piliang Jilanso/Limabuong, Pilian g Ci Kayo, Piliang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa Ranah merupakan suatu desa yang berada di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. Jarak Desa Ranah dengan pusat Kecamatan Kampar kira-kira 3 KM dan dengan Ibukota

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Menjelaskan Persepsi Ulama Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1. Deskripsi Satu a. Identitas Responden 1) Nama : KH.

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) A. Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian Pranikah Dalam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

SALINAN P U T U S A N Nomor 144/Pdt.G/2011/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN P U T U S A N Nomor 144/Pdt.G/2011/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor 144/Pdt.G/2011/PAJP BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian merupakan suatu estafet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga dan Fungsi Keluarga Perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar belakang sejarah,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci