KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA STUDI KASUS PADA ANAK PASANGAN ISLAM-NASRANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA STUDI KASUS PADA ANAK PASANGAN ISLAM-NASRANI"

Transkripsi

1 KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA STUDI KASUS PADA ANAK PASANGAN ISLAM-NASRANI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi Oleh : LONG SUSAN BELINA FAKULTAS PSIKOLOGI & ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

2 HALAMAN PENGISIAN Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Pada Tanggal Mengesahkan, Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Dekan Fuad Nashori Suroso, S.psi, M.Si Dewan Penguji Tanggal

3 KONFLIK MORAL PADA ANAK PASANGAN BEDA AGAMA Long Susan Belina Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik moral yang dialami oleh anak dalam keluarga beda agama serta dampaknya terhadap perkembangan keagamaan anak. Suatu moral yang dijalankan didalam situasi konflik dapat dikatakan sebagai konflik moral, situasi ini adalah dimana seseorang didorong untuk mengorbankan nilai demi yang lain. Konflik moral merupakan konflik psikologik dimana salah satu cara untuk menunjukan realitas ini adalah bahwa dia cenderung mengembangkan perasaan bersalah ketika dia berperilaku dengan cara yang dianggap salah oleh pendidikan sosial yang diterimanya. Dalam keluarga beda agama, agama menjadi konflik tersendiri dalam diri anak akan keberbedaan yang ada. Konflik moral menjadi salah satu problem yang muncul dalam diri anak, bagaimana terjadinya? Dan konflik moral apa saja yang terjadi? Serta dampak nya dalam perkembangan keagamaan anak? Penelitian ini akan berusaha menjelaskan fenomena yang ada Subjek penelitian ini adalah anak yang berasal dari keluarga beda agama yang berusia sekitar tahun atau dalam masa remaja akhir sampai dewasa awal. Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam. Responden wawancara berjumlah tiga orang. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan gambaran terjadinya konflik moral serta dampak yang ditimbulkan dalam perkembangan keagamaan anak. Terjadinya konflik moral pada anak dimana ketika anak menyakini suatu nilai agama sebagai identitas dirinya, namun berbentur pada nilai lain yang berbeda dalam keluarga dan juga dipengaruhi oleh faktor kelekatan dan faktor dominasi orangtua. Dampak pada perkembangan kegamaan anak adalah timbulnya rasa ketidaknyamanan identitas agamanya dalam keluarga dan terhambatnya perkembangan keagamaan anak. Rincian mengenai hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini Kata Kunci : Pernikahan beda agama, Konflik Moral

4 PENGANTAR A. Latar Belakang Perkawinan lintas agama di indonesia makin menjadi gejala sosial biasa dan dipraktekan secara lintas sosial kultural terutama pada warga dimana ikatan indentitas formal keagamaan tidak signifikan. Pernikahan beda agama ditentang dengan beragam alasan, baik secara teologis maupun sosial, praktek ini tidak dipandang sebagai model pernikahan ideal tapi penyimpangan dan pemberontakan terhadap tradisi keagamaan. Pelik dan rumit situasi yang dihadapi pasangan perkawinan beda agama saat bersinggungan dengan birokrasi, negara maupun agama. Tidak hanya ketika mengurus akad nikah dan administrasi pencatatan dimana untuk melaksanakan perkawinan dengan tetap mempertahankan agama mereka masing-masing sesuai dengan perundangundangan yang mengatur masalah perkawinan, dalam undang-undang perkawinan Indonesia yaitu pasal 1 dan pasal 2 UU perkawinan No. 1 tahun 1974 disebutkan lembaga perkawinan negara tidak bersedia melayani pasangan beda agama kecuali salah-satu dari pasangan itu pindah agama (Eoh, O.S, 1996). Namun agama bagi sebagian orang hanya semata persoalan doktrin transendental yang melangit tanpa akar di bumi. Masyarakat sering melakukan negosisasi sosial-kultural terhadap doktrin agama dilevel praksis. Budaya yang berkembang selama ini yang dianggap sebagai solusi dari keadaan ini adalah konversi agama secara pragmatis menjelang pernikahan untuk menerobos kebuntuan birokrasi ataupun melaksanakan perkawinan ke luar negeri yang tidak mempersoalkan masalah perbedaan agama

5 Kepelikan juga berlanjut ketika penentuan agama anak. Meskipun tidak mempermasalahkan agama pasangannya, namun ada keyakinan dalam diri suami atau istri bahwa agamanyalah yang paling benar. Keyakinan tersebut juga ditanamkan untuk masing-masing agama. Agama menuntut para pemeluknya untuk menyakini kebenaran agamanya dan mendidik anak mereka sesuai dengan agama yang dipeluk orang tua nya. Seperti halnya bagi pasangan katolik yang berniat menikahi pasangan non-katolik harus membuat nota kesepakatan dengan gereja untuk terus berusaha mengkatolikkan keturunannya (disebut Antinuptial Aggrement), gereja secara tentatif mengontrol apakah kesepakatan tersebut dilaksanakan. Doktrin gereja tersebut sering membuat penganut Katolik bersikap ekstrem dalam mendefinisikan identitas agama anak. Penganut islam pun juga secara teologis diminta mengislamkan keturunanya. Dalam sebuah kasus keluarga beda agama, Parta (Katolik-Jawa) dan Mala (Sunda Islamagamis), tingkat kefanatikan pasangan ini menjadi faktor lain dalam membentuk agama anak. Walau menikah ala Islam, pasangan ini harus bercerai saat suami memaksakan status agama anaknya secara sepihak. Tidak hanya ketiga anak mereka dimasukan sekolah Katolik, Parta juga melarang anak-anaknya belajar mengaji (Islam). Anak disini dapat menjadi tumbal impitan normatif teologis (Gatra, 8 oktober 2005). Peran orang tua dalam menanamkan kepercayaan atas Tuhan kepada anak dan remaja pastilah sangat penting. Kebenaran pandangan ini sekurangkurangnya disampaikan Artanto (2006) melalui penelitian yang bertopik Konsep Tuhan pada Anak Usia Akhir Operasional Kongkrit. Artanto mengungkapkan bahwa gagasan yang dimiliki anak mengenai tuhan lebih merupakan doktrin yang

6 dihasilkan dari pengajaran. Melalui pengajaran orang tua dan gurunya anak-anak memiliki gambaran tentang siapa dan bagaimana Tuhan. Tittley, 2001a (dalam Idrus, 2004) secara lebih tegas menyatakan bahwa kunci dari perkembangan kepercayaan anak adalah rumah, tempat dibangkitkan dan diterimanya kepercayaan (Iman). Dalam satu keluarga anak bisa mengikuti keyakinan (agama) ayahnya atau ibunya. Bila sepasang suami istri tersebut memiliki lebih dari satu anak, kemungkinan anak-anaknya memilih agama yang berlainan pula antara kakak dan adiknya. Dalam keluarga yang demokratis, anak-anak dapat secara sukarela mengikuti suatu ajaran agama tertentu, namun tak dapat dipungkiri bahwa pengenalan dan penanaman agama sebaiknya dilakukan semenjak anak-anak. Pada kasus lainnya, adapula orangtua yang sudah menegoisasikan masa depan agama anaknya sejak awal akan ikut siapa agamanya. Kondisi-kondisi tersebut baik secara langsung atau tidak langsung tentunya akan membawa kebinggungan pada anak, karena norma dan nilai pada masa anak-anak diperoleh melalui dari kecil melalui proses imitasi, indentifikasi, asimilasi dan sosialisasi dengan orang lain seperti orang tua, teman, guru dan orang terdekat lainnya (Lute dalam Monks, 2002). Dan orangtua sebagai awal tempat kehidupan anak, tentu memiliki peran besar dalam hal proses penanaman nilai pada anak. Tidak dapat dipungkiri banyaknya tekanan-tekanan secara psikologis maupun sosial yang dirasakan oleh anak pada pasangan beda agama. Secara psikologis anak mendapatkan tekanan dalam dirinya. Baik konflik saat anak dihadapkan untuk memilih salah satu agama yang akan ia anut, ataupun saat anak dihadapkan pada satu agama yang harus ia ambil (kompromi orangtua)

7 dan saat dihadapkan dengan perbedaan-perbedaan yang ia lihat sehari-hari, juga dari lingkungan sosial yang memandang pernikahan beda agama adalah sesuatu hal yang tidak dapat diterima dalam masyarakat. Pernikahan pada pasangan yang berbeda agama adalah suatu kontroversi tersendiri dalam hidup keberagamaan di masyarakat. Pada keluarga pasangan beda agama, masalah agama adalah hal yang paling potensial menimbulkan konflik baik dari pihak orang tua sendiri maupun dari pihak anak. Dari berbagai situasi, yang dialami anak dari pasangan beda agama tersebut, peneliti merasa tertarik untuk mengungkap lebih jauh tentang bagaimana konflik yang dialami anak dalam keluarga beda agama, khususnya konflik moral yang dialami oleh anak dalam proses perkembangan keagamaan dirinya, konflik moral apa saja yang dialami dan dampaknya terhadap anak dengan situasi-situasi dalam perbedaan agama tersebut. Agama menjadi sumber konflik yang berkepanjangan, dari proses penanaman dan pemilihannya, agama telah menjadi awal timbulnya konflik dalam diri anak. Anak menjadi bagian yang tidak terpisahakan dalam pernikahan beda agama. Dalam hal ini anak tak bisa memilih dan mau tidak mau dihadapkan pada situasi tersebut. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konflik moral apa saja yang dialami oleh anak pada pasangan beda agama serta dampaknya bagi anak tak lepas dari proses perkembangan keagamaan anak. C. Manfaat Penelitian Bahwa penelitian ini diharapkan mampu memiliki manfaat teoritis dan praktis bagi pembaca sehingga dapat menyimpulkan isi penelitian ini :

8 a. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan kajian ilmiah dalam psikologi perkembangan umumnya dan khususnya dalam perkembangan keagamaan anak. b. Secara Praktis Penelitian ini menjadi masukan bagi orang tua dengan status perkawinan beda agama diharapkan mampu memahami dan memperhatikan dampak psikologis dan menginternalisasi nilai-nilai secara tepat serta tetap mendampingi anak-anaknya dalam perkembangannya. Tinjauan Pustaka A. Konflik Moral a. Pengertian Konflik Menurut Webster, 1983 (dalam Pruitt dan Kim, 2004) istilah konflik sendiri memiliki arti fight. battle, or struggle perkelahian, pertempuran atau perjuangan. Yang berarti konfrontasi yang secara terang-terangan diantara beberapa pihak. Tetapi pegertian itu telah berkembang yang juga mencakup pengertian terdapatnya ketidakcockan atau sesuatu yang berlawanan antara minat, gagasan dan ide-ide. istilah juga mencakup secara psikologi yakni adanya konfrontasi yang terjadinya dengan diri sendiri.

9 Konflik merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan individu ketika seseorang dihadapkan pada dua atau beberapa hal yang saling bertentangan. Konflik terjadi jika seseorang dihadapkan pada aspek-aspek yang berbeda atau bertentangan. Freud dengan penelitian psikoanalisis menyatakan bahwa konflik adalah bagian dari dinamika kepribadian seseorang. Melalui pembentukan id, ego, dan super ego seseorang akan mengalami konflik antara apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya diinginkan dan bagaimana realita disekitarnya (Shantz dan Hartup, 1992) b. Pengertian Moral Istilah moral berasal dari kata latin : Mos (Moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, tatacara kehidupan. Sedangkan pengertia moralitas berhubungan dengan keadaan nilai-nilai moral yang berlaku dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat. Jadi suatu tingkah laku dikatatakan bermoral apabila tingkahlaku itu sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kelompok sosial dimana anak itu hidup. Dan tidak pada semua masyarakat nilai-nilai moral itu sama, karena pada umumnya nila-nilai moral ini dipengaruhi oleh kebudayaan dari kelompok atau masyarakat itu sendiri (Gunarsa, 1983) Ada tiga tingkatan dalam teori moral yakni, standar moral, aturan moral dan pertimbangan moral (Haricahyono,1985). Dalam standar moral yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip moral dasar atau biasanya mempunyai katakata kunci yang harus dibatasi secara tegas sebelum standar moral yang bersangkutan dapat diaplikasikan, dalam standar moral egoistik misalnya salah satu kuncinya adalah kepentingan pribadi itu sendiri. Selanjutnya mengenai aturan moral yakni pada dasarnya memuat prinsip-prinsip moral umum yang

10 diderivasikan dari standar-srtandar moral. Dan yang terakhir pertimbangan moral yakni evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan tindakan seseorang baik yang bersifat umum maupun spesifik. c. Konflik Moral Suatu moral yang dijalankan didalam situasi konflik dapat dikatakan sebagai konflik moral. Situasi ini adalah dimana seseorang didorong untuk mengorbankan nilai demi yang lain. Disatu situasi konflik ini adanya konfrontasi dengan pilihan antara dua atau lebih yang satu sama lain memiliki keberbedaan nilai buruk dan baiknya (Podimattam, 1982). Thoulles (1992) menyatakan konflik moral merupakan konflik psikologik dimana salah satu cara untuk menunjukan realitas ini adalah bahwa dia cenderung mengembangkan perasaan bersalah ketika dia berperilaku dengan cara yang dianggap salah oleh pendidikan sosial yang diterimanya. Aturan moral sebuah kelompok berkaitan erat dengan pelaksanaan aturan tersebut, pola pikir kelompok, dan pola penggunaan bahasa. Karena mereka bersosialisasi dalam kelompok yang sama, para anggota kelompok belajar untuk mendasarkan penilaian mereka terhadap nilai dan tata cara moral yang fundamental terhadap budaya asal mereka. Kimmel (2000) menyatakan aturan moral mereka berisi serangkaian arti-arti yang bisa mereka gunakan untuk memahami pengalaman dan membuat penilaian tentang apa yang disebut bernilai dan penting. Pola arti ini membentuk cara seseorang memahami fakta dan isu dan menumbuhkan rasa beridentitas. Pearce and Littlejohn menyatakan, realita sosial juga membentuk apa yang disebut sebagai tindakan benar (appropriate action) dan membuat batas atas apa yang bisa dilakukan oleh

11 masyarakat. Bahkan, realita sosial juga mempengaruhi cara menyebut, memahami, dan memperlakukan emosi. Hasilnya, kepercayaan, perkataan, dan tindakan seseorang harus dipahami berdasarkan konteks keadaan sosial tertentu. Dalam beberapa kasus, sebuah kelompok budaya mungkin akan memandang kepercayaan dan tindakan kelompok budaya lain sebagai sebuah penyimpangan dan tidak bisa ditoleransi secara moral. Hal ini akan berakibat pada pertikaian dan kekerasan yang akan sangat merusak hubungan di antara keduanya (dalam http// 7) b. Ciri-ciri Konflik Moral Untuk memahami apa itu konflik moral, perlu mengetahui ciri-ciri umum konfllik moral, yakni : 1. Kesalahpahaman Ciri umum pertama adalah kecenderungan masing-masing pihak untuk terjadi salah paham atas kata-kata dan tindakan pihak yang lain. Masyarakat dari tradisi yang tidak sebanding mungkin akan mengalami masalah dalam berkomunikasi karena mereka bergantung ada sistem arti, norma komunikasi, dan aturan tingkah laku yang berbeda. 2. Ketidakpercayaan Ciri umum konflik moral yang kedua adalah kecenderungan para anggota kelompok untuk tidak mempercayai dan curiga terhadap kelompok lain, bahkan juga menumbuhkan rasa bahwa kelompok lain memiliki potensi untuk membahayakan kelangsungan hidup kelompoknya. Dengan adanya

12 perbedaan dalam hal nilai dan sistem arti tersebut, tindakan yang dilakukan oleh salah satu pihak untuk menyelesaikan konflik seringkali akan disalahartikan sebagai tindakan mengancam bagi pihak yang lain. 3. Komunikasi yang Kaku dan Kasar Ciri umum lain dari konflik moral adalah adanya kekakuan hubungan dan komunikasi antar pihak. Ketika retorika komunikasi terdiri dari timbal-balik alasan untuk membentuk kepercayaan bersama, maka pola komunikasi dalam konflik moral justru terdiri dari serangan personal, seperti celaan dan kata-kata kasar. 4. Stereotipe Negatif Percakapan seringakali mengandung generalisasi terhadap anggota kelompok lain. Pihak yang terlibat dalam konflik moral cenderung, hanya dengan berdasarkan dugaan, mengelompokkan dan mencela kepribadian, intelegensia, dan perilaku sosial pihak lawannya. Mereka akan membentuk stereotipe negatif dan menyandangkan degradasi moral atau karakter negatif lainnya kepada pihak yang tidak sesuai dengan budaya mereka, dengan mengesampingkan anggota meyimpang dari pihaknya sendiri, dan menganggap seluruh anggota kelompoknya sebagai berbudaya. Hal ini seringkali disebut oleh psikolog sebagai kesalahan anggapan (attribution error). 5. Ketiadaan Negosiasi Sistem kepercayaan ini mengakibatkan asumsi-asumsi penting dan cara pandang global tidak bisa dikompromikan. Keterikatan yang kuat terhadap ideologi bisa membuat seseorang susah untuk mendekati pihak yang memiliki

13 cara pandang berbeda dengan pikiran terbuka (http// 02/07). Konflik moral terjadi ketika kelompok yang bersengketa bertindak dalam dunia sosial berbeda, menurut arti yang berbeda pula. Salah satu alasan mengapa kelompok-kelompok yang bersengketa mengalami kesulitan membongkar pola interaksi antar mereka adalah bahwa masing-masing kelompok sudah terikat dengan aturan moral masing-masing. Ketika dua kelompok memiliki cara yang sangat berbeda dalam memandang kehidupan manusia, maka tindakan yang dianggap baik dan mulia oleh kelompok satu, akan dianggap buruk atau jahat oleh kelompok kedua. Ini karena tindakan yang dianggap bisa diterima oleh aturan moral sebuah kelompok, akan dianggap sebagai hal yang buruk oleh aturan moral kelompok lain (dalam http// 7) c. Bentuk Konflik Moral Hampshire membedakan dua bentuk konflik moral, yang keduanya berhubungan dengan dilema pelaku tunggal (Decew, 1990), yakni : 1. Dimana dua sumber cita-cita moral saling bersaing. Adanya cita-cita abstrak dan tanpa batas waktu yang sangatlah alamiah dan universal dan juga memunculkan tanggung jawab-tanggung jawab yang menurut kita tidak bisa kita abaikan sebagai manusia. Tetapi pada saat yang sama, kita juga memiliki cita-cita yang lebih pribadi yang berasal dari tradisi atau kesepakatan, yang kemudian memunculkan aturan-aturan moral yang beragam dan berbagai

14 tanggung jawab yang bisa diubah dan bersifat sementara. Begitu juga dengan standar moral dan prinsip-prinsip yang muncul dari dua sumber tersebut. Itulah yang menyebabkan tanggung jawab moral kita seringkali bertentangan. 2. Ada konflik yang muncul karena pilihan moral. Setiap kali pilihan moral atau politik dibuat, pasti ada konsekuensi etisnya. Dengan menggunakan bentuk keadilan alternatif, Hampshire menggambarkan konflik yang dialami seseorang saat memilih dua hal yang tampaknya sama, pada akhirnya malah membuatnya kehilangan pilihan alternatif yang sebenarnya lebih baik. B. Pernikahan Beda Agama Pernikahan antar agama menurut Rusli dan Tama adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syaratsyarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa (Eoh, O.S, 1996). Undang-undang Indonesia sendiri tidak ada mengatur tentang perkawinan beda agama. Sesuai dengan Piagam Hak Hak Azasi Manusia, Undang undang perkawinan sipil di Indonesia pada dasarnya tidak juga melarang pernikahan antar agama. Yang menjadi kesulitan penerapan prinsip ini adalah pasal 2 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang mengatakan bahwa, Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa setiap WNI yang akan menikah

15 seharusnya melewati lembaga agamanya masing masing dan tunduk kepada aturan pernikahan agamanya. Lalu apabila keduanya memiliki agama yang berlainan, maka lembaga agama tidak dapat menikahkan mereka kecuali salah satunya mengikuti agama lain. Pernikahan beda agama disini ialah pasangan suami istri yang berbeda agama yang melakukan pernikahan dengan tetap mempertahankan keyakinannya masing-masing. D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dan teori diatas, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana konflik moral yang terjadi pada anak pasangan beda agama dalam proses perkembangan keagamaan anak? 2. Konflik moral apa saja yang dialami oleh anak? 3. Bagaimana dampaknya terhadap anak? METODE PENELITIAN A. Fokus Penelitian Yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah konflik moral apa saja yang dialami oleh anak dari pasangan beda agama dalam perkembangan keagamaannya. Dan bagaimana proses serta dampaknya bagi anak itu sendiri, akan ikut dibahas dalam penelitian ini.

16 C. Subjek Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan untuk memahami konflik moral yang dialami oleh anak yang memiliki orangtua beda agama. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menentukan kriteria subjek penelitian adalah remaja usia tahun, laki-laki atau perempuan, status perkawinan orang tua beda agama hingga saat ini dan belum menikah. D. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode wawancara mendalam. Wawancara kualitatif dilakukan dengan maksud antara lain untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulan demikian sebagai yang dialami masa lau; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota ( Moleong, 2001). Sedangkan menurut Nazir (1988) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang disebut interview guide. Menurut Poerwandari (2001) wawancara adalah percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada tujuan tertentu.

17 Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa wawancara adalah proses tanya jawab antara seseorang dengan tujuan tertentu kepada orang lain dengan menggunakan interview guide sebagai panduan percakapan. F. Metode Analisis Data Langkah-langkah dalam analisi data menurut Moleong (2000), pertama adalah menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan sebagainya. Kedua, reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga agar tetap didalamnya. Ketiga adalah koding, merupakan proses penguraian data, pengkosepan, dan penyusunan kembali dengan cara baru. Keempat adalah kategorisasi, yaitu pengelompokan konsep berdasrkan kesamaannya. Terakhir adalah pemeriksaan keabsahan data. HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan tiga responden, ketiga responen berusia sekitar remaja akhir dan dewasa awal. Yang dimana pada masa ini mereka telah memiliki keyakinan akan nilai yakini dalam agama. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa konflik-konflik moral terjadi dalam diri mereka bersangkutan dengan adanya perbedaan nilai dalam keluarga. Konflik-konflik moral sendiri juga dilatar belakangi oleh emosi moral mereka, emosi moral disini bersangkutan dengan keyakinan nilai yang ia yakini dan perasaan moral untuk menghargai salah satu orangtua yang berbeda nilai atau menghindari hal-hal yang dapat

18 menyulut masalah dalam keluarga, seperti takut akan tanggapan dari anggota keluarga lainnya, perasan bersalah pada salah satu orangtua yang berbeda dengan agamanya dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Konflik moral yang terjadi pada ketiga responden didapatkan juga dilatarbelakangi adanya konflik nilai yang terjadi dalam diri anak berkaitan dengan nilai agama yang mereka yakini. Konflik nilai sendiri menurut Coleman (dalam Fernando, 1993) adalah ketika asumsi nilai seseorang belum jelas dan tidak konsisten, ia akan mengalami kesulitan untuk memutuskan pilihannya dan mengarahkan perilakunya. Dan akan terjadi pertentangan antara nilai yang ideal (ideal self) dan nilai pada kenyataannya (real self ). Pada responden Vin, adanya konflik nilai dimana ada kewajiban yang ia ketahui dalam kewajiban sebagai seorang muslim untuk memakai jilbab. Responden Tar sendiri mngalami konflik nilai yang timbul pada hilangnya keyakinannya pada agama yang terdahulu dan agama lain yang ia yakini. Pada responden Alp, konflik nilai yang terjadi saat dia harus memutuskan satu nilai yang harus ia ambil dan yakini. Pada prosesnya penanaman agama pada anak dalam suatu keluarga yang berbeda agama berpengaruh dalam pemahaman awal anak mengenai agama, karena dengan perbedaan pelaksanaan agama yang ada dapat memberikan kebinggungan-kebinggungan pada anak). Pada responden Vin, mengaku bahwa orangtuanya tidak banyak memberikan penjelasan mengenai perbedaan agama yang ada. Saat melihat keberbedaan ibadah antara ibu dan ayahnya, dia hanya menyatakan seperti melihat orang yang bekerja yang berbeda tempat, karena diketahui juga kedua orangtuanya bekerja dan kurangnya keterbukaan dalam permasalahan agama. Pada responden Tar, sebagai identitas agamanya dirinya

19 telah dibaptis dari kecil dan ikut sang Ayah. Keberbedaan ibadah yang dilaksanakan dirumah menimbulkan kebinggungan dalam dirinya berkaitan pelaksanaan ibadah yang berbeda, ibu solat sendiri dan dirinya beserta bapak dan adik ke gereja. Pada responden Alp sendiri dimana dalam keluarga adanya kebebasan dalam memilih agama, namun tidak lepas dari doktrin-doktrin agama yang diberikan kedua orangtuanya sehingga membuat kebinggungan yang dialami menjadi keraguan dan tidak memilih satu agama sampai ia dewasa. Namun perkembangan keagamaan anak selanjutnya mengalami konflikkonflik, pada anak keluarga beda agama terhambat oleh adanya konflik moral yang mereka alami, dimana nilai-nilai yang mereka yakini harus berbentur dengan nilai lainnya dan harus mengorbankan salah satu nilai yang ada. Dalam masa ini ketika anak akan dan telah mengambil atau menyakini satu nilai agama yang ia yakini, anak mengalami konflik moral. Disinilah konflik moral timbul karena adanya situasi yang kurang mendukung. Peneliti mendapatkan beberapa konflik yang dialami anak, saat mereka memutuskan sikap keagaamaan yang mereka yakini. Pada responden Vin, timbul konflik moral saat dia menyakini nilai islam dan ada kewajiban untuk memakai jilbab dan yang pada akhirnya memutuskan untuk memakai jilbab sebagai indentitas dirinya sebagai seorang muslim, namun hal ini tidak lepas dari ketakutan-ketakutan awal dan kecemasan yang dia rasakan saat akan menunjukan pada papa dan anggota keluarga lainnya dari pihak keluarga papa yang bebeda agama. Juga dari hasil pendalaman dirinya terhadap agama islam, menjadikan konflik-konflik moral tersendiri dalam dirinya akan ketidaknyamanan dari agama yang ayah jalankan. Pada responden TR, konflik-konflik moral terjadi dimulai saat adanya

20 ketidakyakinan dirinya pada agama yang dijalankannya, sehingga memutuskan dirinya menjadi sebagai seorang muslim. Dari hal ini, awalnya responden telah menyadari bahwa apa yang diputuskannya memilki resiko besar sehingga sementara waktu hal ini tidak diketahui oleh anggota keluarga lainnya kecuali dari pihak ibu (seagama) dan keluarga ibu. Suatu pilihan ini telah berdampak besar terhadap keluarganya, saat ayah yang akhirnya mengetahui dan mendapat pertentangan dari sang ayah, sikap ayah yang tidak setuju dan juga permasalahan-permasalahan yang mulai timbul dalam keluarga dari keputusan untuk memilih keyakinannya tersebut. Dan dari keputusannya telah membuat sang ayah berubah total terhadap dirinya, tidak hanya dirinya yang merasakan itu namun juga ibunya. Tar mengalami konflik moral dimana disatu sisi memilih keyakinannya dan disatu sisi sikap Ayah yang tidak bisa menerima. Yang disini timbul rasa bersalah dalam dirinya bahwa dengan keputusan yang dia ambil telah ikut menghancurkan keluarganya, namun disituasi lain nilai (agama) yang dirinya yakini adalah kepercayaannya terhadap adanya Tuhan. Situasi-situasi ini yang membuat dirinya mau tidak mau dihadapkan dengan resiko-resiko dari setiap pilihan yang ada. Pada responden Alp, konflik-konflik moral terjadi disaat dia mulai mencari dan menyakini suatu nilai. Karena sebelumnya, ia belum memilki suatu nilai (agama) bagi dirinya, konflik moral pada Alp, ditunjukan dengan adanya rasa bersalah saat harus memilih agama yang beda dengan ibunya (Thoulles, 1992) dan juga situasi yang ditimbulkannya, yakni memburuknya hubungan dengan keluarga ibu setelah ia memilih salah satu agama yang berbeda.

21

22 PENUTUP Kesimpulan Konflik moral yang terjadi pada anak dalam keluarga beda agama, dipengaruhi oleh faktor emosional (kedekatan hubungan pada anggota keluarga) dan dominasi orangtua. Konflik moral ikut mempengaruhi bagaimana sikap keagamaan anak kedepannya. Konflik moral yang dialami anak merupakan suatu situasi yang mau tidak mau dia harus mengambil satu pilihan, dan adanya perasaan negatif yang timbul seperti rasa bersalah,rasa ga enak, rasa takut atas pilihan yang diambilnya dan juga konflik moral dengan reaksi negatif dari lingkungannya, karena pilihan moral anak akan berbentur dengan nilai moral lainnya (dilema moral) dan konflik moral yang terjadi dalam diri anak pun cenderung akan menimbulkan cognitive dissonance. Anak harus mengorbankan salah satu nilai yang ada. Dampak dalam konflik moral inilah yang akan memberikan rasa ketidaknyamanan identitas agama dalam diri anak dan ikut mempengaruhi dalam perkembangan keagamaan anak. Dalam kesimpulan peneliti, Jika ketaatan ritual yang formalistis dan pengetahuan keagamaan sebagai tolak ukur keberagamaan, pernikahan beda agama gagal menghadirkan obsesi keagamaan pada anak. Tapi, jika sikap keagamaan yang toleran sebagai indikator kesalehan sosio-teologis seseorang, maka perkawinan lintas agama menjadi medium penting demokratisasi, walau kadang bernuansa cuek dan sekuler.

23 B. Saran Saran yang dapat disampaikan melalui penelitian mengenai konflik moral pada anak pasangan beda agama : 1. Reponden penelitian Untuk tetap dapat fokus pada keyakinan agama yang dimilikinya, karena agama adalah tempat kita berpulang kembali dalam hidup ini. Responden diharapkan dapat mengambil hikmah yang ada dan berlaku sabar. Walaupun perbedaan agama orangtua menjadi suatu ganjalan tersendiri, tetaplah berdoa dan bertawakkal pada Allah SWT. 2. Bagi Orangtua yang membina keluarga beda agama Diharapkan dapat memberikan pembinaan anak yang teladan, dengan tetap dapat mendampingi anak dalam perkembangan keagamaannya, kedua orangtua diharapkan tetap menerima dan mendukung apapun keputusan yang diambil anak, karena bagaimanapun keberbedaan agama yang ada yang memberikan situasi-situasi yang sulit bagi anak. 3. Bagi penelitian selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat topik ini, disarankan untuk meneliti mengenai strategi koping anak dalam mengatasi keberbedaan yang ada baik dalam lingkup agama yang melarang dan lingkup sosial yang tidak dapat menerima pernikahan model ini. Strategi koping yang dilakukan anak ini, baik dalam perkembangan dirinya dan hubungan sosialnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang dihadapi ataupun ditanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu jalan keluarnya.

Lebih terperinci

NOVIYANTI NINGSIH F

NOVIYANTI NINGSIH F PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERAGAMA PADA ANAK DARI PASANGAN BEDA AGAMA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Oleh : NOVIYANTI NINGSIH F 100 040 285 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang mengerutkan kening, terkejut, bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata poligami.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu proses penyatuan dua individu yang memiliki komitmen berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode penelitian kualitatif Pengumpulan data oleh peneliti akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif berkaitan dengan mengumpulkan dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu tradisi dipersatukannya dua insan manusia dalam ikatan suci, dan keduanya ingin mencapai tujuan yang sama yaitu menjadi keluarga yang harmonis.

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1.

KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1. KOMUNIKASI ADAPTASI KELUARGA DALAM REMARRIAGE SUMMARY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Agama merupakan faktor penting yang dapat membimbing manusia agar berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran agama yang dianut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan- Nya. Dalam kehidupan ini secara alamiah manusia mempunyai daya tarik menarik antara satu individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Itulah petikan pasal 28B ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang terkecil dan yang pertama kali digunakan manusia sebagai sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga inilah kemudian

Lebih terperinci

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Penyusun Nama : Asteria Agustin NIM : D2C 007 012 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian ini muncul karena terjadi perubahan paradigma dalam memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan dini dapat didefinisikan sebagai sebuah pernikahan yang mengikat pria dan wanita yang masih remaja sebagai suami istri. Lazimnya sebuah pernikahan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan Indonesia mempunyai nilai yang tinggi karena merupakan suatu system yang dikembangkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lamanya, di dalam kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal keberadaan seorang individu memiliki relasi yang mutlak dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga merupakan kesatuan

Lebih terperinci

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA PASANGAN ANTAR ETNIS JAWA DAN SUMATERA DI SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : Retno Mahening F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri kehidupan. Komitmen laki-laki dan perempuan untuk menjalani sebagian kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan berkeluarga atau menempuh kehidupan dalam perkawinan adalah harapan dan niat yang wajar dan sehat dari setiap anak-anak muda dan remaja dalam masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam setiap kehidupan sosial terdapat individu-individu yang memiliki kecenderungan berperilaku menyimpang dalam arti perilakunya tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia terdiri dari multi etnik dan agama. Keanekaragaman tersebut memungkinkan adanya interaksi antar etnis maupun agama. Selain Itu perpindahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka pernikahan dini di Indonesia terus meningkat setiap tahunya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN (2012), menyatakan bahwa angka pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I

SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I SELAMAT MEMBACA, MEMPELAJARI DAN MEMAHAMI MATERI ELEARNING RENTANG PERKEMBANGAN MANUSIA I PERKEMBANGAN MORAL PADA MASA ANAK oleh: Triana Noor Edwina D.S Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Pembahasan pada bab ini didasarkan pada seluruh data yang berhasil dihimpun pada saat penulis melakukan penelitian lapangan di desa Sawotratap Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia remaja terbagi dalam tiga fase, yaitu fase remaja awal (usia 12 tahun sampai 15 tahun), fase remaja tengah (usia 15 tahun sampai 18 tahun), dan fase remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

GUILTY FEELING PADA PELACUR YANG BERSTATUS MAHASISWA

GUILTY FEELING PADA PELACUR YANG BERSTATUS MAHASISWA GUILTY FEELING PADA PELACUR YANG BERSTATUS MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi untuk diperbincangkan. Jumlah perceraian di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian tentunya secara tidak langsung memiliki andil dalam menciptakan permasalahan sosial di masyarakat. Perceraian dalam rumah tangga, dapat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara sosial, biologis maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pengalaman Beragama. Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (Hayes, 1980) adalah 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGALAMAN BERAGAMA 1. Pengertian Pengalaman Beragama Menurut Jalaluddin (2007), pengalaman beragama adalah perasaan yang muncul dalam diri seseorang setelah menjalankan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimacy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalin suatu hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan memberi sesuai dengan kemampuannya. Gereja adalah tempat setiap orang dalam menemukan belas kasih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci