HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH MUHAMMAD RIDWAN NIM: FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 20 17

2 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2017 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat OLEH MUHAMMAD RIDWAN NIM: FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

3 HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2017 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang diberikan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini. Medan, Oktober 2017 Yang membuat pernyataan Muhammad Ridwan i

4 ii

5 ABSTRAK Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan terhadap tenaga kerja yang merupakan hak pekerja. Perlindungan bagi petani dari dampak buruk pestisida yaitu memperoleh informasi yang benar melalui label kemasan atau brosur, memperoleh pestisida yang legal dan tidak rusak. Peran pemerintah dalam hal ini adalah melakukan upaya pengawasan terhadap pestisida yang beredar dimasyarakat. Pengawasan dilakukan agar pestisida terjamin mutu dan efektivitasnya, tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia, dan kelestarian lingkungan hidup. Menurut data World Health Organization (WHO) setidaknya kematian akibat keracunan pestisida terjadi setiap tahunnya. Sekitar orang mengalami dampak kesehatan seperti kanker, mandul, lahir cacat, dan hepatitis terutama pada pekerja sektor pertanian. Penggunaan pestisida dalam pengendalian organisme pengganggu sangat diperlukan namun pestisida merupakan zat yang bersifat toksik, berbahaya, irritant dan korosif sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan bijaksana. Bahaya keracunan pestisida merupakan akumulasi dari perilaku penggunaan yang kurang baik. Risiko keracunan dapat diperkecil apabila diketahui perilaku dan cara kerja yang aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah petani padi penyemprot pestisida. Sampel diambil secara accidental sampling dan didapat sebanyak 33 orang. Variabel penelitian adalah pengetahuan, sikap, tindakan dan gejala keracunan pestisida. Data pengetahuan, sikap, dan gejala keracunan diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan data tindakan dengan observasi. Observasi sebelum pengenceran pestisida sampai setelah penyemprotan selesai. Hasil dianalisis dengan menggunakan uji exact fisher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan dengan gejala keracunan (p=0,004), tidak ada hubungan antara pengetahuan (p=0,642) dan sikap (p=0,397) dengan gejala keracunan pestisida. Penyemprot pestisida seharusnya mengubah tindakan buruk menjadi tindakan yang benar dalam penanganan pestisida dan perlunya kerja sama antara dinas pertanian dan dinas kesehatan dalam pengawasan dan pendampingan penggunaan pestisida oleh petani. Kata Kunci: Penyemprot Pestisida, Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Gejala Keracunan iii

6 ABSTRACT Occupational health and safety is one aspect of protection of labor which is the worker`s right. Protect the farmers from the bad effects of pesticides that is getting the correct information from packaging labels or brochures, getting legal and undamaged pesticides. The role of government is to control the pesticides in the community. Supervision is need in order the pesticides are guaranteed the quality and effectiveness, does not interfere human health and safety, and environment sustainability. According to World Health Organization (WHO) data, at least 250,000 deaths from pesticide poisoning occur every year. Approximately 5,000-10,000 people experience health effects such as cancer, infertility, birth defects, and hepatitis especially in agricultural workers. The use of pesticides in the control of pest organisms is necessary but pesticides are toxic, hazardous, irritant and corrosive substances so their use should be done wisely. The danger of pesticide poisoning is an accumulation of poor usage behavior. The risk of poisoning can be minimized if known behavior and safe work. This study aims to determine the correlation of knowledge, attitude, and action with poisoning symptoms on pesticide sprayers in Pematang Cermai Village, Serdang Bedagai Regency in The type of this research is observational analytic with cross sectional approach. The population is rice farmers spraying pesticides. Samples taken by accidental sampling and get as many as 33 people. The variables studied were knowledge, attitude, spraying action and symptoms of pesticide poisoning. Data of knowledge, attitude and poisoning symptoms were obtained by interview using questionnaire and action data obtained through observation. Observed before pesticide dilution to finish spraying. The results obtained were analyzed using the exact fisher test. The results showed that there was a correlation between the action with poisoning symptoms (p = 0.004), no correlation between knowledge (p = 0.642) and attitude (p = 0.397) with poisoning symptoms of pesticide. Pesticides sprayers should change the bad action become proper action in use of pesticides and required for a collaboration among the agricultural service and health service in supervision and assistance of pesticides used on farmers. Keywords: Pesticide Sprayers, Knowledge, Attitude, Action, and Poisoning Symptoms iv

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan dengan Gejala Keracunan pada Penyemprot Pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2017 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara materil maupun moril. Untuk itu, saya ucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat. 4. Dra. Lina Tarigan, Apt., MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing II dan Anggota Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. v

8 6. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Anggota Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 7. Umi Salmah, SKM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Anggota Penguji yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 8. Terima kasih kepada Muhammad Arifin, SE selaku Kepala Desa Pematang Cermai yang telah memberikan izin dalam penelitian ini. 9. Terima kasih untuk kedua orang tua tersayang Sofyan dan Yusnani yang selalu memberikan bimbingan, dukungan serta doa dalam setiap keadaan. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kasih sayang-nya kepada ayah dan ibu. Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan agar dapat memperbaiki skripsi ini. Semoga dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Medan, 23 Agustus 2017 Penulis Muhammad Ridwan vi

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii RIWAYAT HIDUP...xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Hipotesis Manfaat Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pestisida Penggolongan Pestisida Berdasarkan Tujuan Penggunaan Berdasarkan Struktur Kimia Berdasarkan Cara Masuk Berdasarkan Cara Kerja Warna Dasar dan Tanda Bahaya pada Kemasan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keracunan Faktor Penyebab Timbulnya Keracunan Keracunan Pestisida dan Jalur Masuknya Keracunan Pestisida Jalur Masuk Pestisida kedalam Tubuh Gejala Keracunan Pestisida Gejala Keracunan Organoklorin Gejala Keracunan Organofosfat Gejala Keracunan Karbamat Gejala Keracunan Piretroid vii

10 2.8 Dampak Keracunan Pestisida Terhadap Kesehatan Pencegahan Keracunan Pestisida Tatalaksana Keracunan Pestisida Prinsip Penggunaan Pestisida Alat Pelindung Diri Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Sikap Komponen Sikap Tindakan Tingkatan Tindakan Pengukuran Perilaku Metode Pengukuran Perilaku Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder Variabel dan Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Metode Pengukuran Data Metode Analisis data Analisis Univariat Analisis Bivariat BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Desa Pematang Cermai Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Umur Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Hasil Uji Univariat Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Pestisida dan Aplikasinya di Desa Pematang Cermai Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Bahan Aktif dan Golongan Pestisida yang Digunakan viii

11 4.5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Keracunan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesesuaian Tindakan Penanganan Pestisida Analisi Bivariat Hubungan Pengetahuan dengan Gejala keracunan Hubungan Sikap dengan Gejala Keracunan Hubungan Tindakan dengan Gejala Keracunan BAB V PEMBAHASAN Hubungan Pengetahuan dengan Gejala Keracuna Hubungan Sikap dengan Gejala Keracunan Hubungan Tindakan dengan Gejala Keracunan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Umur Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pestisida yang Digunakan Responden Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Keracunan Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jenis Gejala Keracunan yang Muncul Tabel 4.9 Indikator Pengetahuan Aspek Keselamatan Penggunaan Pestisida Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tabel 4.11 Indikator Sikap Tentang Aspek Keselamatan Pestisida Tabel 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Tabel 4.13 Tindakan Responden dalam Penanganan Pestisida Tabel 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Tindakan Tabel 4.15 Hasil Uji Exact Fisher Pengetahuan dengan Gejala Keracunan Tabel 4.16 Hasil Uji Exact Fisher Sikap dengan Gejala Keracunan Tabel 4.17 Hasil Uji Exact Fisher Tindakan dengan Gejala Keracunan x

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konsep xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Lembar Observasi Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 5. Dokumentasi Lampiran 6. Master Data Lampiran 7. Output SPSS xii

15 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Muhammad Ridwan, lahir pada 10 Desember 1995 di Tanjung Beringin. Beragama Islam, suku melayu, dan berasal dari Desa Pematang Cermai Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara pasangan Sofyan dan Yusnani. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Bunga Tanjung Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Ar- Rahman Full Day School Medan pada tahun 2007 dan selesai pada tahun Setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama, penulis melanjutkan Sekolah Menegah Atas di SMA Unggulan CT Foundation pada tahun 2010 dan selesai pada tahun Pada tahun 2013 penulis menempuh pendidikan tinggi pada Program Studi S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun xiii

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan terhadap tenaga kerja yang merupakan hak pekerja. Perlindungan bagi petani dari dampak buruk pestisida yaitu memperoleh informasi yang benar melalui label kemasan atau brosur, memperoleh pestisida yang legal dan tidak rusak. Peran pemerintah dalam hal ini adalah melakukan upaya pengawasan terhadap pestisida yang beredar dimasyarakat. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2014) bahwa pengawasan yang dilakukan mulai dari kegiatan pengadaan, produksi, peredaran, penyimpanan, penggunaan, dan pemusnahan pestisida. Pengawasan dilakukan agar pestisida terjamin mutu dan efektivitasnya, tidak mengganggu kesehatan dan keselamatan manusia, dan kelestarian lingkungan hidup. Penggunaan pestisida dalam upaya pengendalian organisme pengganggu sangat diperlukan. Upaya tersebut sejalan dengan program pemerintah yaitu program intensifikasi. Di Indonesia, jumlah pestisida yang terdaftar mengalami peningkatan. Data dari Kementerian Pertanian tahun 2016 pestisida yang terdaftar meningkat sebanyak dari sebelumnya hanya pada tahun Peningkatan tersebut sejalan dengan meningkatnya penggunaan pestisida dikalang petani. Sebanyak 83,53 % petani di Sumatera Utara menggunakan pestisida kimiawi. 1

17 2 Menurut data World Health Organization (WHO) setidaknya kematian akibat keracunan pestisida terjadi setiap tahunnya. Sekitar orang mengalami dampak kesehatan seperti kanker, mandul, lahir cacat, dan hepatitis terutama pada pekerja sektor pertanian. Pestisida merupakan zat yang bersifat toksik, berbahaya, irritant dan korosif sehingga penggunaan pestisida harus dilakukan dengan bijaksana. Penggunan pestisida yang tidak benar berdampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Penelitian oleh Pan American Health Organization (2000) dalam Kishi (2002) menunjukkan bahwa 76% kasus keracunan pestisida berhubungan dengan pekerjaan. Hasil penelitian Budiawan (2013) diketahui bahwa setelah penyemprotan petani sering mengeluh mual karena paparan pestisida akibat tidak memakai masker ketika menyemprot. Selain itu hasil penelitian oleh Minaka (2016) menunjukkan bahwa lebih dari separuh (60,9%) petani hortikultura di Desa Pancasari Buleleng, Bali memiliki keluhan kesehatan spesifik yang berkaitan dengan penggunaan pestisida. Bahaya keracunan pestisida merupakan akumulasi dari perilaku penggunaan yang kurang baik. Risiko keracunan dapat diperkecil apabila diketahui perilaku dan cara kerja yang aman. Perilaku penggunaan pestisida yang kurang baik dimungkinkan oleh faktor sikap, pengetahuan dan tindakan penanganan pestisida yang masih rendah. Perilaku tersebut dapat menyebabkan timbulnya gejala keracunan pestisida. Penelitian yang dilakukan oleh Prijanto (2009) menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan tindakan penanganan pasca penyemprotan yang buruk memiliki probabilitas keracunan pestisida sebesar

18 3 70,58%. Menurut Djojosumarto (2008), keracunan juga dapat terjadi karena petani menganggap enteng bahaya pestisida. Kesalahan dalam penanganan pestisida dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut ditandai dengan munculnya gejala keracunan setelah aplikasi pestisida, sedangkan keracunan kronis membutuhkan waktu untuk muncul. Hasil penelitian Firman dkk (2010) di Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa semua petani yang diwawancarai merasakan gejala keracunan setelah aplikasi pestisida seperti sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah, gatal, sakit otot, keringat berlebihan, sulit bernapas, dan pandangan kabur. Indonesia merupakan negara Agraris sehingga pertanian merupakan salah satu sektor terbesar mata pencarian penduduk Indonesia. Salah satu daerah kontribusi pertanian adalah Sumatera Utara. Data BPS Sumatera utara (2015) dapat disimpulkan bahwa hasil Suvei Ketenagakerjaan Nasional tahun 2014 menunjukkan sebanyak 42,52 % penduduk Sumatera Utara bekerja pada sektor pertanian. Sumatera Utara merupakan peringkat kedua dengan hasil padi terbanyak di pulau Sumatera setelah Sumatera Selatan. Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu sentra penghasil padi bagi Sumatera Utara. Kabupaten Serdang Bedagai terdiri dari 13 kecamatan. Salah satunya adalah Kecamatan Tanjung Beringin. Desa Pematang Cermai terletak di Kecamatan Tanjung Beringin yang merupakan salah satu daerah penghasil padi. Data BPS Serdang Bedagai (2016) menunjukkan bahwa luas persawahan Desa Pematang Cermai 797 Ha. Mayoritas penduduk Pematang Cermai sebagai petani padi yang tidak terlepas dari penggunaan pestisida.

19 4 Survei pendahuluan melalui pengamatan langsung pada penyemprot pestisida didapat bahwa penanganan pestisida belum dilakukan dengan baik dan jauh dari aman. Penyemprot mencampurkan pestisida yang satu dengan pestisida yang lain dan tidak membaca label peringatan pada kemasan. Penyemprot mengencerkan dan mencampurkan pestisida tidak menggunakan pengaduk melainkan dengan tangan. APD yang digunakan tidak lengkap. Sebagian besar hanya mengunakan baju lengan panjang, celana panjang, dan topi. Dosis pestisida yang digunakan berdasarkan pengalaman dan arah penyemprotan dilakukan dengan cara bolak-balik. Menurut hasil wawancara, penyemprot mengalami gejala keracunan seperti mual setelah menyemprot pestisida. Gejala tersebut hanya dibiarkan saja oleh penyemprot. Penyemprotan tetap dilakukan meskipun gejala tersebut dirasakannya. Penyemprot juga tidak mengetahui jika pestisida dapat masuk kedalam tubuh melalui kulit. Kasus lain ditemukan adalah seorang petani penyemprot pestisida mengalami muntah-muntah selama penyemprotan insektisida berlangsung. Penyemprotan pestisida dimulai saat padi berumur 2 minggu hingga sebelum panen sebanyak 5-8 kali. Hal itu tergantung pada organisme pengganggu tanaman. Semakin banyak jenis organisme pengganggu tanaman maka semakin tinggi pula intensitas penyemprotan. Penyemprotan tersebut dilakukan oleh petani atau dengan bantuan orang lain yang bekerja sebagai penyemprot. Rata-rata lama penyemprotan pestisida 1-3 jam/kerja hari.

20 5 Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan Khusus 1. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida 2. Mengetahui hubungan sikap dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida 3. Mengetahui hubungan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida.

21 6 1.4 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 2. Ada hubungan sikap dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 3. Ada hubungan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi penyemprot pestisida, penyemprot mengetahui gejala keracunan dan dapat mencegah terjadinya keracunan pestisida. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan atau program terkait keselamatan dan kesehatan kerja pada petani.

22 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida merupakan zat atau senyawa kimia, zat pengatur dan perangsang tubuh, bahan lain, serta organisme renik atau virus yang digunakan untuk perlindungan bagi tanaman. Menurut Peraturan Menteri Pertanian RI No 107 tahun 2014 Tentang Pengawasan Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama liar pada hewan piaraan dan ternak, memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasadjasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah hama air, memberantas atau mencegah binatangbinatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air. Pestisida mencakup produk-produk yang digunakan dibidang pengolaan tanaman (pertanian, perkebunan, kehutanan), peternakan, kesehatan hewan, perikanan, penyimpanan hasil pertanian, pengawetan hasil hutan, kesehatan masyarakat, pestisida rumah tangga, serta pestisida industri. 7

23 8 Menurut Djojosumarto (2008) dapat disimpulkan bahwa pestisida pada dasarnya tidak hanya bekerja sebagai pembunuh tetapi juga bisa sebagai penarik, pengusir, dan zat pengatur tumbuh. 2.2 Penggolongan Pestisida Berdasarkan Tujuan Penggunaan 1. Insektisida digunakan untuk memberantas serangga 2. Rodentisida digunakan untuk memberantas binatang pengerat. 3. Herbisida digunakan untuk memberantas tanaman pengganggu. 4. Fungisida digunakan untuk memberantas penyakit akibat jamur. 5. Bakterisida digunakan untuk memberantas penyakit akibat bakteri. 6. Moluskisida digunakan untuk membunuh moluska. 7. Nematisida digunakan untuk membunuh cacing. 8. Akarisida digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba. 9. Avisida digunakan untuk membunuh burung. 10. Pedukulusida digunakan untuk membunuh kutu. 11. Predasida digunakan untuk membunuh hama vertebrata. 12. Algisida digunakan untuk mengendalikan ganggang. 13. Piskisida digunakan untuk mengendalikan ikan buas. 14. Repelen digunakan untuk mengusir hama. 15. Atraktan digunakan untuk menarik atau mengumpulkan serangga. 16. ZPT digunakan untuk memacu atau menekan pertumbuhan. 17. Plant activator digunakan untuk merangsang timbulnya kekebalan tumbuhan sehingga tahan terhadap penyakit tertentu.

24 Berdasarkan Struktur Kimia 1. Pestisida golongan organoklorin Pestisida golongan organoklorin pada umumnya merupakan racun perut dan racun kontak yang efektif terhadap larva, serangga dewasa, kepompong dan telurnya. Pestisida organoklorin merupakan bahan kimia yang masuk dalam kategori Persisten Organic Pollutants (POPs) yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Penggunaan organoklorin dalam jangka waktu lama menyebabkan persisten dalam tanah, tubuh hewan, dan jaringan tumbuhan, akumulasi terutama pada jaringan lemak. Organoklorin dapat menyebabkan kanker, alergi dan merusak susunan saraf serta dapat mengganggu sistem endokrin yang menyebabkan kerusakan pada sistem reproduksi dan sistem kekebalan yang terjadi pada mahluk hidup, termasuk janin. Kerja organoklorin juga tidak efektif serta dapat menyebabkan resistensi. Pestisida golongan organoklorin meliputi turunan halobenzen dan analog (DDT), benzene heksaklorida (lindan), toksafen, asam 2,4- diklorofenoksiasetat, heptaklor, aldrin, dieldrin, endrin, mirex, tiodan, dan klordekon. Beberapa nama formulasi yang beredar di Indonesia seperti Herbisida Garlon 480 EC, Gramoxon dan Fungisida Akofol 50 WP. 2. Pestisida inhibitor kolinesterase Pestisida inhibitor kolinesterase paling banyak digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida pengganti pestisida golongan

25 10 organoklorin. Pestisida yang termasuk pada pestisida ini adalah golongan organofosfat dan karbamat. a. Golongan organofosfat Pestisida organofosfat merupakan pestisida yang paling banyak digunakan pada pertanian dan peternakan. Pestisida golongan organofosfat bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan beberapa diantaranya sebagai racun pernapasan. Mayoritas pestisida organofosfat merupakan insektisida nonsistemik dan beberapa sebagai insektisida sistemik seperti demeton, disulfoton, fosmidon, monokrotos, dan tiometon. Penggunaan pestisida organofosfat semakin banyak digunakan karena cara kerjanya selektif, cepat, mudah terurai di lingkungan sehingga tidak persisten, tidak menyebabkan resisten pada serangga dan tidak bersifat bioakumulatif. Semua insektisida organofosfat yang sebagai racun saraf mengakibatkan kelumpuhan pada serangga sasaran dan akhirnya mati. Reaksi pestisida organofosfat pada manusia adalah dengan menghambat aksi pseudocholinesterase dalam plasma dan cholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kolin. Saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Berdasarkan penelitian oleh Kishi

26 11 (2002) dapat disumpulkan bahwa organofosfat bertanggung jawab terhadap atas sebagian besar kasus kematian di pedesaan. Pestisida yang termasuk golongan organofosfat adalah asefat, forat, dimetoat, dikrotofos, malation, metamidofos, triklorfon, terbufos, azinfos metil, fention, klorpirifos, metidation, parathion etil, parathion metil, izofenfos, profenofos, etion, schardan, tetraetil dithiofosfat, dimetoks, ipafoks, abate, azinfos metil, diazion, fenitrotion, fention, quinalfos, diklorvos, dimeton, dimetoat, fosfamidon, mevinfos, fasalon, fosmet, foksim, piraklofos, triazofos, dan protiofos. Beberapa nama formulasi yang masih beredar di Indonesia seperti Herbisida Scout 180/22 AS, Polaris 240 AS, Roundup 75 WSG, Fungisida Kasumiron 25/1 WP, Afugan 300 EC, Rizolex 50 WP, Insektisida Curacron 500 EC, Voltage 560 EC, Tokuthion 500 E. b. Golongan karbamat Karbamat merupakan racun kontak, racun perut, racun pernapasan dan racun saraf yang bekerja menghambat cholinesterase. Hambatan tersebut bersifat reversible (dapat pulih) berbeda dengan insektisida golongan organofosfat yang bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Pestisida golongan karbamat relatif mudah terurai di lingkungan dan tidak terakumulasi oleh jaringan lemak hewan. Karbamat umumnya digunakan untuk mengendalikan hama padi seperti penggerek batang, wereng batang coklat, wereng hijau, dan hama lundi pada padi gogo. Golongan karbamat yang banyak digunakan dari jenis karbofuran, karbaril dan aldicarb.

27 12 Karbofuran berspektrum luas untuk pengendalian hama pada tanaman padi, jagung, jeruk, dan tembakau. Karbofuran banyak digunakan di Indonesia sebagai herbisida dan insektisida. Pestisida yang termasuk kedalam golongan karbamat adalah karbaril, metiokarb, propoksur, dimetilan, isolan, pirolan, bendiocarb, karbofuran, aldicarb, metomil, benfurakarb, karbosulfan, fenobukarb, fenosikarb, furatiokarb, isoprokarb, metiokarb, metolkarb, oksamil, tiodikarb dan lain-lain. Beberapa nama formulasi yang masih beredar di Indonesia seperti Fungisida Previcur N, Topsin 500 F, dan Enpil 670 EC, Insektisida Curaterr 3 G, Dicarzol 25 SP. Pestisida golongan inhibitor kolinesterase yang paling banyak menyebabkan keracunan akut adalah aldicarb, karbofuran, klorpirifos, etoprofos, metamidofos, metomil, metilparation, monocrotofos (Kishi, 2002). 3. Pestisida lainnya Senyawa kimia lain tidak termasuk dalam golongan organoklorin dan inhibitor kolinesterase sebagai berikut: a. Piretroid digunakan sebagai insektisida. b. Dinitrofenol digunakan sebagai insektisida dan herbisida. c. Fluoroasestat digunakan sebagai rodentisida. d. Tembakau dan nikotin digunakan sebagai insektisida. e. Tiosianat digunakan sebagai insektisida. f. Vacor digunakan sebagai rodentisida.

28 13 g. Parakuat dan dikuat digunakan sebagai herbisida. h. Thalium digunakan sebagai rodentisida dan pembunuh semut. i. Barium digunakan sebagai rodentisida. j. Seng fosfid digunakan sebagai rodentisida terhadap tikus. k. Antikoagulan digunakan sebagai rodentisida terhadap tikus. l. Senyawa arsen digunakan sebagai fungisida dan insektisida. m. Halokarbon dan sulfuril digunakan sebagai fumigan. Kishi (2002) menyatakan bahwa pestisida selain golongan inhibitor kolinesterase yang paling sering menyebabkan keracunan akut adalah paraquat, endosulfan, dan aluminium phosphide Berdasarkan Cara Masuk 1. Pestisida sebagai racun perut atau lambung Pestisida sebagai racun perut mempunyai daya bunuh setelah target sasaran memakan pestisida serta masuk kedalam organ pencernaan. Pestisida tersebut akan diserap dinding saluran pencernaan dan dibawa ketempat pestisida tersebut aktif. Serangga harus memakan tanaman yang telah disemprot dalam jumlah yang cukup untuk membunuhnya. 2. Pestisida sebagai racun kontak Pestisida sebagai racun kontak mempunyai daya bunuh setelah target sasaran kontak dengan pestisida. Pestisida akan masuk ke dalam tubuh sasaran melalui kontak kulit.

29 14 3. Pestisida sebagai racun inhalasi (fumigan) Pestisida sebagai racun fumigan mempunyai daya bunuh setelah organisme sasaran menghirup pestisida dan masuk ke dalam sistem pernapasan Berdasarkan Cara Kerja 1. Racun saraf Racun saraf merupakan cara kerja yang paling umum. Gejala umum akibat paparan pestisida ini adalah serangga akan lumpuh dan kejang-kejang sebelum mati. 2. Racun pencernaan Racun pencernaan adalah racun yang masuk ke dalam saluran pencernaan serangga dan merusak saluran pencernaan tersebut sehingga menyebabkan serangga mati. 3. Racun penghambat Racun penghambat umumnya bekerja dengan cara menghambat pembentukan kitin yang menyebabkan proses pergantian kulit terganggu dan serangga akan mati dalam beberapa hari kedepan. 4. Racun metabolisme Racun ini membunuh serangga dengan menghambat fosforilasi oksidatif dan proses pembentukan ATP. 5. Racun fisik Racun yang membunuh serangga dengan cara yang tidak spesifik seperti minyak tanah.

30 Warna Dasar dan Tanda Peringatan Bahaya Warna dasar dan tanda peringatan bahaya pada kemasan pestisida: 1. Ia sangat berbahaya sekali : warna coklat tua 2. Ib sangat berbahaya : warna merah tua 3. II berbahaya : warna kuning tua 4. III cukup berbahaya : warna biru muda 2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keracunan Faktor-faktor yang memengaruhi keracunan pestisida 1. Usia Semakin bertambahnya usia semakin berkurangnya fungsi metabolisme dan menurunya aktivitas kolinesterase darah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida. 2. Jenis kelamin Wanita rata-rata mempunyai aktifitas kolinesterase lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. 3. Status kesehatan Pengaplikasian pestisida saat kondisi tubuh sedang tidak sehat mempermudah terjadinya keracunan pestisida. 4. Tingkat pengetahuan Pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan penanganan pestisida dengan baik, sehingga risiko terjadinya keracunan dapat dihindari.

31 16 5. Suhu lingkungan Suhu lingkungan berkaitan dengan waktu menyemprot, matahari semakin terik atau semakin siang maka suhu akan semakin tinggi. Kondisi demikian akan mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyerapan melalui kulit penyemprot pestisida. 6. Cara penanganan Penanganan pestisida sejak pembelian, penyimpanan, pencampuran, cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunan bila tidak memenuhi ketentuan. 7. Penggunaan alat pelindung diri Penggunaan alat pelindung diri pada petani waktu penanganan pestisida sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. 8. Dosis pestisida Dosis yang melebihi aturan akan membahayakan pengguna pestisida. 9. Jumlah jenis pestisida Pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik dari pestisida tersebut. 10. Masa kerja Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga risiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi.

32 Lama paparan Saat melakukan penyemprotan sebaiknya tidak boleh lebih dari 3 jam, bila melebihi maka risiko keracunan akan semakin besar. 12. Frekuensi penyemprotan Semakin sering seseorang melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam seminggu. 13. Penyemprotan searah angin Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan apabila angin berubah. 14. Waktu penyemprotan Waktu penyemprotan perlu diperhatikan hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari sehingga penyemprotan pada siang hari akan semakin mudah terjadinya keracunan pestisida melalui kulit. Waktu penyemprotan yang baik adalah pagi atau sore hari. 15. Higiene perorangan Higiene perorangan yang buruk dapat menyebabkan keracunan pestisida, seperti mandi atau mencucui tangan setelah aplikasi, kuku tangan tidak dipotong

33 Alat semprot Alat semprot atau sprayer yang bocor dapat menyebabkan kulit terpapar pestisida sehingga kulit dapat keracunan. Seperti timbulnya rasa gatal pada kulit, kulit kemerahan, atau iritasi kulit. 2.5 Faktor Penyebab Timbul Keracunan Beberapa faktor umum penyebab terjadinya keracunan pestisida: 1. Petani tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang memadai. 2. Petani tidak memiliki informasi yang benar dan akurat tentang pestisida, risiko penggunaan, dan teknik penggunaan pestisida yang benar dan bijaksana. 3. Informasi yang cukup tetapi petani biasanya menganggap enteng bahaya pestisida. 2.6 Keracunan Pestisida dan Jalur Masuk Keracunan Pestisida Ada 2 tipe keracunan pestisida 1. Keracunan akut Keracunan akut ditandai dengan efek dirasakan langsung pada saat itu atau beberapa jam setelah itu. Beberapa gejala keracunan akut seperti sakit kepala, pusing, mual, sakit dada, muntah-muntah, sakit otot, keringat berlebih, kram, diare, sulit bernapas, pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.

34 19 Berdasarkan luas keracunan : a. Efek lokal Efek lokal terjadi jika efek hanya memengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung dengan pestisida biasanya berupa iritasi, rasa kering, kemerahan dan gatal-gatal di mata, iritasi hidung, tenggorokan dan kulit, mata berair, dan batuk. b. Efek sistemik Efek sistemik muncul jika pestisida masuk ke dalam tubuh dan memengaruhi organ tubuh dengan tingkat yang berbeda. Darah akan membawa pestisida keseluruh bagian tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut, hati, lambung, otot, usus, otak, dan saraf. 2. Keracunan kronis Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terpapar pestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem saraf, hati, perut, sistem kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, dan dapat menyebabkan kanker Jalur Masuk Pestisida Kedalam Tubuh Jalur masuk pestisida ke dalam tubuh melalui 3 rute yakni: 1. Melalui kulit (dermal contamination) Pestisida yang menempel pada kulit dapat masuk melalui kulit yang utuh maupun kulit yang terluka. Kontaminasi melalui kulit

35 20 merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi. Lebih dari 90% kasus keracunan diseluruh dunia disebebkan oleh kontaminasi kulit (Djojosumarto, 2008). Risiko kontaminasi lewat kulit dipengaruhi beberapa hal sebagai berikut: a. Toksisitas Dermal (dermal LD 50 ) pestisida yang bersangkutan. Semakin kecil LD 50 maka semakin berbahaya. b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit. Semakin pekat maka semakin bahaya. c. Jenis dan formulasi pestisida. Petisida yang satu dengan pestisida yang lain tidak sama daya tembusnya terhadap kulit. d. Jenis dan bagian kulit yang terpapar. Kulit punggung tangan lebih mudah menyerap pestisida dari pada kulit telapak tangan. e. Luasnya kulit yang terpapar pestisida. Semakin luas yang terpapar maka semakin besar risikonya. f. Kondisi fisik yang bersangkutan. Makin lemah kondisi fisik seseorang maka semakin besar risiko keracunannya. Pekerjaan yang menimbulkan risiko tinggi kontaminasi kulit adalah: a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida. b. Pencampuran pestisida tidak sering menimbulkan kontaminasi dibandingkan dengan menyemprot tetapi apabila terjadi terkontaminasi

36 21 maka risikonya lebih besar. Ini berhubungan dangan konsentrasi pestisida yang mengontaminasi. c. Mencuci alat-alat aplikasi umunya jarang terjadi keracunan karena pestisida yang menempel pada kulit telah diencerkan oleh air yang digunakan untuk mencuci alat-alat. 2. Melalui saluran pernapasan (inhalasi) Saluran pernapasan merupakan jalur kontaminasi terbanyak kedua setelah kulit. Gas atau partikel semprotan yang sangat halus (<10 mikron) dapat masuk ke paru-paru yang dapat menimbulkan gangguan fungsi paruparu. Partikel yang lebih besar (>50 mikron) akan menempel pada selaput lendir dan tenggorokan yang dapat menyebabkan iritasi selaput lendir. Risiko kontaminasi pestisida lewat saluran pernapasan dipengaruhi oleh faktor-faktor beriku : a. LC 50 pestisida. Semakin rendah angka LC 50 pestisida akan semakin berbahaya. b. Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran <10 mikron sangat berbahaya karena bisa masuk ke dalam paru-paru. c. Lamanya kontaminasi. Semaik lama terpapar pestisida semakin tinggi risiko keracunan. d. Kondisi fisik. Seseorang dengan kondisi tubuh yang tidak fit cenderung lebih mudah mengalami keracunana pestisida. Pekerjaan yang berisiko terkontaminasi pestisida melalui inhalasi adalah :

37 22 a. Menimbang, mencampur, dan menyemprot pestisida di ruang tertutup atau yang ventilasinya buruk. b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung mempunyai risiko tinggi. c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap) 3. Melalui mulut (oral) atau pencernaan Keracunan pestisida melalui mulut jarang terjadi namun pada kasus tertentu keracunan melalui mulut masih ditemukan. Keracunan melalui mulut dapat terjadi karena : a. Kasus bunuh diri b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida. c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida. d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke dalam mulut. e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida. Risiko keracunan lewat mulut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a. LD 50 oral dari bahan aktif. Semakin rendah LD 50 semakin berbahaya. b. Kuantitas bahan aktif yang tertelan. Semakin banyak jumlah bahan aktif yang tertelan semakin tinggi risiko keracunan. c. Formulasi pestisida. Bahan tambahan pembuatan pestisida dapat menyebabkan lebih beracun atau tidak.

38 23 d. Kondisi fisik pengguna. Semakin lemah kondisi fisik semakin mudah terjadinya keracunan pestisida. Keracunan pestisida dapat terjadi pada 4 macam jenis pekerjaan yaitu a. Membawa, menyimpan, dan memindahkan konsentrat pestisida b. Mencampur atau mengencerkan pestisida sebelum aplikasi c. Pengaplikasian pestisida seperti penyemprotam, penaburan atau fumigasi d. Mencuci alat-alat yang telah dipakai Diantara jenis pekerjaan tersebut yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan aplikasi terutama dengan cara penyemprotan, namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur atau mengencerkan pestisida. Hal ini karena konsentrat pestisida masih dalam keadaan berkadar tinggi sedangkan pada saat pengaplikasian, pestisida sudah diencerkan. 2.7 Gejala Keracunan Pestisida Gejala keracunan akut pestisida akan sering muncul sesaat setelah terpapar pestisida. Tergantung pada konsentrasi pestisida, toksisitas pestisida, jumlah pestisida yang terabsorbsi, dan jalur masuk pestisida (jalur inhalasi lebih cepat menimbulkan gejala dari pada melalui jalur paparan kulit (ILO, 1991). Menurut Djojosumarto (2008), gejala-gejala keracunan pestisida mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Gejala seperti pusing atau sakit kepala, iritasi kulit, badan terasa sakit, dan diare diklasifikasikan ke dalam keracunan ringan. Gejala-gejala seperti mual, muntah, menggigil, kejang perut, keluar air liur, sesak napas, pupil mata mengecil, denyut nadi meningkat, hingga pingsan atau kejangkejang termasuk keracunan berat. Gejala-gejala tersebut bukanlah gejala khas

39 24 namun jika seseorang yang mula-mula sehat kemudian selama atau setelah aplikasi pestisida merasakan salah satu atau beberapa gejala seperti gejala tersebut maka patut diduga bahwa yang bersangkutan telah keracunan. Beberapa gejala umum keracunan pestisida seperti mata berwarna merah, terasa gatal, sakit, dan keluar air mata, keluar air liur dan keringat berlebihan, mual, muntah, kulit terasa panas, gatal-gatal, dan kemerahan, sulit bernapas dan dada sesak, pusing dan sakit kepala, gemetar (keracunan organofosfat), kejang (keracunan organoklorin), aritmia (detak jantung tidak teratur), batuk-batuk, diare, berkurangnya kesadaran Gejala Keracunan Organoklorin Tanda-tanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernapasan Gejala Keracunan Organofosfat Gejala keracunan akut akan muncul beberapa menit sampai setengah jam pada keracunan secara inhalasi, 15 menit sampai 1 jam pada keracunan secara oral, dan 2 sampai 3 jam pada keracunan melalui kulit dan mata. Gejala keracunan organofosfat: keringat meningkat, badan rasa sakit, pandangan kabur, kenaikan sekresi kelenjar, produksi kelenjar ludah meningkat, sesak napas, mual, muntah, kram perut, diare, defekasi spontan, diuresis spontan, mudah capek, otot kontraksi, kram, tekanan darah meningkat atau denyut jantung melambat.

40 Gejala Keracunan Karbamat Gejala keracunan berupa pusing, kelemahan otot, diare, berkeringat, mual, muntah, tidak ada respon pada pupil mata, penglihatan kabur, sesak napas dan konvulsi Gejala Keracunan Piretroid Gejala keracunan pestisida golongan piretroid dapat berupa iritasi pada kulit misalnya rasa terbakar, panas, gatal-gatal, kesemutan hingga mati rasa. Gejala yang lain yang dapat muncul seperti tremor, keluar air liur berlebihan, muntah, dan diare. 2.8 Dampak Keracunan Pestisida Terhadap Kesehatan Dampak keracunan pestisida terhadap kesehatan bersifat akut dan kronis. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dan beredar dalam darah akan mencapai organ target. Organ-organ tubuh yang biasanya menjadi target kerusakan adalah paru-paru, hati, sumsum tulang, ginjal, kulit, susunan saraf pusat dan tepi. Pestisida meracuni tubuh melalui beberapa mekanisme yaitu : 1. Memengaruhi kerja enzim/hormon. Enzim dan hormon dalam kerjanya membutuhkan activator, racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menonaktifkan activator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja. Pestisida masuk dan bereaksi dengan sel sehingga akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel. 2. Merusak jaringan Timbul histamin dan serotonin yang menimbulkan reaksi alergi, dapat juga muncul senyawa baru yang lebih beracun.

41 26 3. Fungsi detoksikasi hati. Pestisida yang masuk ke tubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati. Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya kurang beracun terhadap tubuh. 2.9 Pencegahan Keracunan Pestisida Untuk menekan risiko dan menghindari dampak negatif penggunaan pestisida bagi petani. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Peraturan perundang-undangan Peraturan tentang pestisida yang juga mencakup penggunaan pestisida dan tindakan keselamatan perlu disosialisasikan agar peraturan tersebut ditaati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran. 2. Pendidikan dan latihan Pengguna pestisida perlu dibekali informasi yang memadai tentang pestisida dan cara penggunaannya yang legal, benar, dan bijaksana. 3. Peringatan bahaya Setiap kemasan pestisida dilengkapi dengan brosur atau label yang harus dipatuhi oleh pengguna. Pengguna disarankan harus membaca label terlebih dahulu sebelum menggunakan pestisida. Pengguna juga harus mempelajari piktogram pada kemasan.

42 27 4. Penyimpanan pestisida Pestisida sebaiknya disimpan ditempat khusus dan aman bagi siapa pun. Gudang tempat penyimpanan harus berventilasi baik, pestisida disimpan pada wadah aslinya jika tidak harus dibuat peringatan AWAS RACUN. 5. Tempat kerja Pencampuran pestisida harus dilakukan diluar ruangan. 6. Kondisi kesehatan pengguna Pengguna pestisida yang kondisi badannya kurang/tidak sehat atau belum makan (perut kosong) jangan bekerja dengan pestisida, karena kondisi tubuh yang kurang sehat atau perut kosong dapat memperberat keracunan pestisida. 7. Penggunaan pakaian dan peralatan pelindung Pakaian pelindung harus dipakai sejak mulai pencampuran/pengenceran, aplikasi pestisida, dan mencuci alat-alat yang digunakan. Langkah-langkah agar keselamatan terjamin dalam penggunaan pestisida : a. Sebelum pemakaian 1. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila kondisi tidak sehat. 2. Jangan mengizinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang akan digunakan atau mengizinkan anak-anak melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida.

43 28 3. Catat nama pestisida yang digunakan, bahan aktifnya, dan kode warna lingkarannya. 4. Alat pelindung diri sudah harus dipakai sejak persiapan penyemprotan. 5. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung pakaian kerja. 6. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi bocor. 7. Siapkan air bersih dan sabun di tempat kerja untuk mencuci tangan dan keperluan lain. 8. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan bawa ke tempat kerja. 9. Saat menakar pestisida, sebaiknya jangan langsung memasukkan pestisida kedalam tangki kecuali diharuskan oleh pembuatnya. Takar dan aduklah pestisida pada ember untuk pestisida. b. Ketika pemakaian 1. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang berlawanan arah angin dan saat angin kencang karena drift pestisida dapat membalik dan mengenai diri sendiri 2. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung pakaian kerja. 3. Jangan makan, minum, atau merokok selama penyemprotan pestisida

44 29 4. Jangan menyeka keringat pada wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran pada wajah. 5. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi langsung dengan mulut. c. Sesudah pemakaian 1. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai. 2. Segera mandi setelah sampai di rumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari. 3. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri. 4. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya. 5. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau sesudah mencuci tangan dengan sabun Tatalaksana Keracunan Pestisida Penanganan keracunan pestisida harus segera dilakukan. Keterlambatan dalam menangani kasus pajanan berat dapat mengakibatkan korban jiwa. Jika gejala keracunan muncul, segera hentikan perkejaan dan cari pertolongan pertama.

45 30 Pertolongan pertama yang dapat dilakukan: 1. Apabila terasa tidak enak badan Berhentilah bekerja dan segera kunjungi kedokter dengan membawa label kemasan pestisida. 2. Bila pestisida tertelan Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari informasi bahan aktif pestisida yang digunakan. Jika yang tertelan adalah pestisida yang sangat toksik maka segera muntahkan penderita dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi. Penderita yang tidak sadarkan diri longgarkan pakaian dan segera bawa kedokter. Bila muntah dapat dilakukan segera beri karbon aktif dan bawa segera kedokter. 3. Bila terhisap lewat pernapasan Segera jauhkan dari tempat kerja atau sumber pemaparan. Pindahkan ketempat yang berudara bersih dan segar. Kendurkan pakaian korban. Jika penderita berhenti bernapas, segera beri pernapasan buatan. Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur dan lendir. Jika gawat segera bawa kedokter. 4. Bila terkena kulit Segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit dicuci dengan air sabun. Keringkan tubuh dengan handuk kering dan bersih. Jika bagian

46 31 tubuh yang terkena pestisida luas dan termasuk golongan berbahaya segera bawa kedokter. Bakar pakaian yang terkena pestisida jika sulit dibersihkan. 5. Bila terkena mata Segera cuci dengan banyak air selama 15 menit. Jangan gunakan obat tetes. Tutup mata dengan kain atau kasa bersih. Jika mata terasa sakit segera bawa kedokter Prinsip Penggunaan Pestisida Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) berdasarkan 5 tepat: 1. Tepat sasaran: Pestisida yang digunakan harus berdasarkan jenis Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang menyerang tanaman. 2. Tepat jenis: setiap jenis pestisida hanya diperuntukan bagi OPT tertentu. Informasi tersebut tertera pada label kemasan pestisida. 3. Tepat waktu: Penggunaan pestisida berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu harus berdasarkan hasil pemantauan atau pengamatan rutin. 4. Tepat dosis: daya racun pestisida terhadap jasad sasaran ditentukan oleh dosis atau konsentrasi formulasi pestisida yang terdapat pada label kemasan. 5. Tepat cara penggunaan: cara penggunaan pestisida ialah pencelupan, pengasapan, pemercikan, penyuntikan, pengolesan, penaburan, penyiraman dan penyemprotan.

47 Alat Pelindung Diri (APD) Alat pelindung diri merupakan peralatan keselamatan yang harus digunakan pekerja apabila berada ditempat kerja. Alat pelindung diri untuk penggunaan pestisida adalah topi, kaca mata, maker, sarung tangan, baju lengan panjang, celana panjang, celemek/apron dan sepatu boot. Alat pelindung diri bagi pengguna pestisida: 1. Pakaian pelindung Pakaian pelindung yaitu celana panjang dan baju lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dengan tenunan rapat. Pakaian sebaiknya tidak berkantung karena dengan adanya kantung cenderung digunakan untuk menyimpan benda-benda seperti rokok. Jas hujan dapat dijadikan sebagai alat pelindung karena terbuat dari plastik yang tidak menyerap air dan mudah untuk dibersihkan. 2. Celemek atau apron Celemek yang terbuat dari plastik. Celemek harus digunakan pada penyemprotan tanaman yang tinggi dan pengaplikasian pestisida terbatas pakai. 3. Penutup kepala Penutup kepala misalnya topi lebar. Topi dengan pinggiran yang lebar digunakan untuk melindungi bagian-bagian kepala dan muka. Topi harus terbuat dari bahan yang kedap carian dan tidak terbuat dari kain atau kulit.

48 33 4. Pelindung mulut dan hidung Pelindung mulut dan hidung yang dapat digunaka seperti masker atau sapu tangan atau kain sederhana lainnya. 5. Sarung tangan Sarung tangan (gloves) yang terbuat dari bahan yang tidak tembus air seperti karet, jika pestisida mempunyai konsentrasi tinggi maka diperlukan sarung tangan neoprene. Sarung tangan tidak boleh terbuat dari kulit atau katun karena pestisida yang melekat sukar dicuci. Sarung tangan yang digunakan harus panjang sehingga menutupi bagian pergelangan tangan. Sarung tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari kontaminasi percikan pestisida. 6. Kaca mata Kaca mata terbuat dari bahan anti air (water proff) sehingga mata tidak terkena partikel-partikel pestisida. 7. Sepatu bot Untuk penggunaan pada lahan basah (sawah) memang sulit digunakan tetapi pada tempat kerja yang kering perlu digunakan Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2010) pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya

49 Tingkat Pengetahuan Secara garis besar tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6 bagian yaitu : 1. Tahu Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. 2. Memahami Memahami suatu objek tidak hanya sekadar dapat menyebutkan tetapi dapat menginterprestasikan objek tersebut. 3. Aplikasi Aplikasi dipahami sebagai praktik dari pemahaman yang didapat dengan kata lain aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis Menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komonen pengetahuan yang dimilikinya.

50 35 6. Evaluasi Evaluasi merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan penilaian terhadap objek tertentu Sikap Sikap diartikan sebagai respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap merupakan kesiapan untuk bertindak atau predisposisi tindakan Komponen Sikap Komponen sikap terdiri atas 3 pokok yaitu: 1. Kepercayaan atau keyakinan, ide atau konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek diartikan sebagai bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak artinya sikap yang merupakan komponen yang mendahului tindakan Tindakan Tindakan ini mengacu pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk aktivitas yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang dimiliki. Sikap belum tentu dapat terwujud dalam tindakan sebab terwujudnya tindakan perlu faktor lain seperti adanya fasilitas.

51 Tingkatan Tindakan Tindakan dibedakan menjadi 3 tingkatan yaitu: 1. Tindakan terpimpin adalah seseorang yang melakukan tindakan tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. 2. Tindakan secara mekanisme adalah seseorang yang telah melakukan tindakan secara otomatis. 3. Adopsi adalah tindakan yang sudah berkembang dan tindakan yang berkualitas. Tindakan terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor lingkungan baik fisik maupun nonfisik. Pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, dan diyakini sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan pada akhirnya terwujudlah tindakan Pengukuran Perilaku Metode-metode yang sering digunakan untuk mengukur perilaku, biasanya tergantung pada ranah perilaku yang ingin diukur dan jenis serta metode penelitian yang digunakan Metode Pengukuran Perilaku a. Ranah pengetahuan Pengukuran pengetahuan biasanya menggunakan metode wawancara atau angket (self administered). Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan seputar pengetahuan responden terkait variabel yang hendak

52 37 diteliti. Berguna untuk menggali jawaban apa yang diketahui oleh responden. Indikator pengetahuan adalah tingginya pengetahuan responden tentang objek yang diteliti. Menurut Wawan dan Dewi (2011) disimpulkan bahwa pekerja yang dapat dikategorikan baik harus mampu mengenal dan menggunakan pestisida dengan baik karena berhubungan langsung dengan bahaya kimia berbahaya. Pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yaitu: baik 75% (Wawan dan Dewi, 2011). b. Ranah sikap Pengukuran sikap sama halnya dengan pengukuran pengetahuan yaitu menggunakan metode wawancara dan angket (self administered). Bedanya hanya pada substansi kuesioner saja. Substansi kuesioner berupa pernyataan-pernyataan yang diberikan untuk menggali pendapat atau penilaian responden terhadap variabel yang diteliti. Responden dimintakan pendapatnya terhadap pernyataan-pernyataan dengan memilih: 1. Setuju, tidak setuju 2. Baik, tidak baik c. Ranah tindakan Pengukuran tindakan lebih mudah daripada pengukuran pengetahuan dan sikap. Sebab tindakan dapat diamati secara konkret sedangankan pengetahuan dan sikap tidak dapat diamati oleh pihak ketiga secara konkret.

53 38 Mengukur tindakan dapat dipakai dua metode yaitu: 1. Langsung Mengukur tindakan secara langsung berarti peneliti langsung mengamati atau mengobservasi tindakan subjek yang diteliti. Untuk memudahkan dalam pengamatan maka hal-hal yang akan diamati tersebut dituangkan atau dibuat lembar tilik atau check list 2. Tidak langsung Pengukuran tindakan secara tidak langsung ini berarti peneliti tidak secara langsung mengamati tindakan subjek yang diteliti. Metode pengukuran tindakan secara tidak langsung seperti berikut: a. Metode mengingat kembali atau recall Metode recall ini dilakukan dengan cara responden diminta untuk mengingat kembali terhadap tindakan beberapa waktu lalu. b. Melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan responden Pengukuran perilaku terhadap responden dilakukan oleh orang terdekat responden yang diteliti. c. Melalu indikator (hasil perilaku) respondean Pengukuran tindakan dilakukan melalui indikator hasil tindakan responden yang diamati.

54 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan Gejala Keracunan Gambar 2.1 Kerangka Konsep

55 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini observasional analitic untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida dengan desain cross sectional. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pematang Cermai Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri atas 5 dusun. 3.3 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada 5 Januari sampai 23 Agustus Populasi dan Sampel Populasi Populasi penelitian ini adalah petani padi penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling. Pengambilan sambel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. 40

56 41 Kriteria inklusi 1. Penyemprot melakukan penyemprotan pestisida saat penelitian berlangsung. Kriteria ekslusi 1. Penyemprot pestisida dalam kondisi tubuh kurang sehat saat penyemprotan berlangsung 3.5 Metode Pengumpulan Data Data Primer Data gejala keracunan, pengetahuan dan sikap penyemprot didapat melalui wawancara menggunakan kuesioner. Tindakan penyemprot didapat melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi. Pengumpulan data dilakukan selama dan setelah penyemprotan pestisida. Kuesioner dan lembar observasi diambil pada Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian tahun Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari kantor kepala Desa Pematang Cermai dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. 3.6 Variabel dan Definisi Operasional Variabel 1. Dependen adalah gejala keracunan. 2. Independen adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan penyemprot pestisida.

57 Definisi Operasional 1. Penyemprot pestisida adalah petani yang menyemprot pestisida. 2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh penyemprot mengenai pestisida dan aspek keselamatan dalam penanganan pestisida. 3. Sikap adalah tanggapan penyemprot mengenai pestisida dan penanganannya seperti tanggapan tentang membaca label kemasan, petunjuk penggunaan, pencampuran pestisida, dosis pestisida, gejala keracunan, penggunaan APD, larangan ketika pemakaian pestisida, kondisi kesehatan saat penggunaan pestisida, dan anjuran setelah aplikasi pestisida. 4. Tindakan adalah perbuatan nyata penyemprot dalam penanganan pestisida seperti tindakan membaca label kemasan, menakar dosis, pengenceran pestisida, memakai APD, tidak merokok atau makan ketika penanganan pestisida, menggunakan sprayer yang layak, dan tindakan setelah aplikasi pestisida. 5. Gejala keracunan adalah keluhan kesehatan yang dirasakan oleh penyemprot setelah aplikasi pestisida.

58 Metode Pengukuran Data Pengukuran data dilakukan mulai dari sebelum pengenceran pestisida hingga 1 jam setelah penyemprotan dilakukan. Untuk data tindakan, maka dilakukan observasi mulai dari sebelum pengenceran hingga setelah penyemprotan dilakukan. Data pengetahuan, sikap, dan gejala keracunan diukur setelah penyemprotan dilakukan. Skala yang digunakan adalah skala Guttman. 1. Gejala keracunan Gejala keracunan dinyatakan: a. Ada, jika penyemprot pestisida merasakan keluhan kesehatan seperti sakit kepala, pandangan kabur, mata merah, mata terasa gatal, mata perih dan keluar air mata, iritasi hidung, sesak napas, mual, muntah, keluar air liur berlebihan, batuk-batuk, kulit terasa panas dan kemerahan, kulit gatalgatal, diare dan gemetar. Sumber: WHO (2009), Djojosumarto (2008), Yassin dkk (2002), Kimani dkk (1995), Hellenbeck dkk (1985). b. Tidak ada, jika penyemprot pestisida tidak merasakan keluhan kesehatan. 2. Pengetahuan dinyatakan dengan jawaban: a. Tahu, jika penyemprot tahu tentang pertanyaan pada kuesioner. b. Tidak tahu, jika penyemprot tidak mengetahui tentang pertanyaan pada kuesioner. Aspek pengukuran pengetahuan terdiri dari 13 pertanyaan. Skor untuk tiap pertanyaan: Tahu = 1, Tidak tahu = 0

59 44 Tingkat pengukuran pengetahuan terdiri atas: Baik Buruk : 75% jawaban tahu : < 75% jawaban tidak tahu 3. Sikap adalah dinyatakan dengan jawaban: a. Setuju, jika penyemprot setuju dengan pernyataan dalam kuesioner b. Tidak setuju, jika penyemprot tidak setuju dengan pernyataan dalam kuesioner. Aspek pengukuran sikap terdiri dari 11 pernyataan. Skor untuk tiap pernyataan: Setuju = 1, Tidak setuju = 0 Tingkat pengukuran sikap terdiri atas: Baik Buruk : 75% jawaban setuju : < 75 % jawaban tidak setuju 4. Tindakan dinyatakan dengan jawaban: a. Ya, jika penyemprot pestisida melakukan perbuatan seperti yang tertera pada lembar observasi. b. Tidak, jika penyemprot pestisida tidak melakukan perbuatan seperti yang tertera pada lembar observasi. Aspek pengukuran tindakan terdiri dari 13 tindakan. Skor untuk tiap tindakan: Ya = 1, Tidak = 0

60 45 Tingkat pengukuran tindakan terdiri atas: Sesuai: jika tindakan pada lembar observasi seluruhnya dilakukan. Tidak sesuai: jika tindakan pada lembar observasi ada yang tidak dilakukan. Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian No Variabel Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Gejala Keracunan Wawancara (Kuesioner) 1. Ada 2. Tidak ada Nominal 2 Pengetahuan Wawancara (Kuesioner) 3 Sikap Wawancara (Kuesioner) 4 Tindakan Observasi (Lembar observasi) 1. Baik 2. Buruk 1. Baik 2. Buruk 1. Sesuai 2. Tidak sesuai Ordinal Ordinal Ordinal 3.8 Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) Tahapan dalam analisis data 1. Editing data yaitu melakukan pengecekan terhadap jawaban yang telah diberikan oleh penyemprot pestisida. 2. Coding data yaitu mengubah data kalimat atau kata menjadi data angka.

61 46 Pada penelitian ini kode untuk variabel gejala keracunan yaitu ada = 1 dan tidak ada = 2. Untuk kode variabel tingkat pengetahuan dan sikap yaitu baik = 1, buruk = 2. Sedangkan variabel tindakan yaitu sesuai = 1 dan tidak sesuai = 2, Pendidikan terakhir yaitu SD = 1, SMP = 2, SMA =3. 3. Entry data yaitu memasukkan data yang telah dikode kedalam variabel sheet dan data view pada program SPSS 4. Cleaning data yaitu pengecekan kembali data yang telah dimasukkan kedalam variabel sheet dan data view untuk menghindari missing pada pengujian statistik Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran tentang distribusi frekuensi dari variable gejala keracunan, pengetahuan, sikap, dan tindakan penyemprot pestisida. Analisis univariat terhadap variabel pengetahuan, sikap, dan tindakan penyemprot pestisida dan hasil analisis adalah distribusi frekuensi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan. Variabel gejala keracunan dengan hasil analisis adalah distribusi frekuensi gejala keracunan (ada atau tidak ada). Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan teks.

62 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan, hubungan sikap dengan gejala keracunan, dan hubungan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square (independency test) dengan tingkat kepercayaan 95 %. Jika salah satu sel harapan (expected cel) kurang dari 5, maka nilai yang digunakan adalah nilai exact fisher. Berdasarkan hasil uji chi square akan diketahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, sikap, dan tindakan dengan gejala keracunan dengan melihat nilai p. Bila dari hasil uji statistik nilai p<0,05 berarti terdapat hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan, hubungan sikap dengan gejala keracunan, dan hubungan tindakan dengan gejala keracunan.

63 48 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Pematang Cermai Desa Pematang Cermai merupakan salah satu desa di Kecamatan Tanjung Beringin Kebupaten Serdang Bedagai. Luas Pematang Cermai adalah km 2 yang terbagi menjadi 5 dusun. Jumlah penduduk Pematang Cermai sebanyak jiwa. Pekerjaan utama penduduk Pematang Cermai adalah sebagai petani. Kelompok tani terbagi menjadi 15 kelompok tani. Pematang Cermai merupakan salah satu daerah pertanian yang hasil utamanya adalah padi. Penanaman padi dilakukan dalam 1 tahun sebanyak 2 kali. Mulai pada Mei-Agustus dan Oktober- Januari. Luas daerah persawahan adalah 797 Ha. 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah penduduk Desa Pematang Cermai lebih banyak berjenis kelamin laki-laki yaitu jiwa (51%) sedangkan jumlah penduduk perempuan sebanyak jiwa (49%). Persentase jumlah penduduk laki-laki dan wanita Desa Pematang Cermai diperinci pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Laki-laki Perempuan Total Sumber: Kecamatan Tanjung Beringin dalam Angka

64 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Umur Sebagian besar penduduk Pematang Cermai berumur 0-4 tahun sebanyak 541 orang (12,16%) dan yang paling sedikit berumur 75+ sebanyak 65 orang (1,46%) dan diperinci seperti tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Umur No Umur Jumlah Persentase (%) , , , , , , , , , , , , , , , ,46 Total Sumber: Kecamatan Tanjung Beringin dalam Angka Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sebagian besar penduduk Desa Pematang Cermai berprofesi sebagai petani yaitu 984 orang (79%) dan diikuti sebagai pedagang 134 orang (11%), nelayan 95 orang (8%). Data lengkap jenis pekerjaan penduduk dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:

65 50 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1 Nelayan Pedagang Petani PNS Lain-lain 9 0,6 Total Sumber: Desa Pematang Cermai tahun Hasil Uji Univariat Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur responden paling banyak usia 35 tahun (4 orang) dan 47 tahun (4 orang). Data lengkap dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur No Umur Responden (thn) Jumlah Persentase (%) Total

66 51 Berdasarkan Tabel 4.4 di atas maka diketahui umur responden seluruhnya masuk kedalam usia produktif. Usia produktif itu adalah umur tahun Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Sebagian besar jenjang pendidikan terakhir responden adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13 orang (39%). Jenjang pendidikan responden yang paling sedikit adalah Sekolah Dasar (SD) yakni 8 orang (24%). Jenjang pendidikan terakhir responden dengan lengkap terdapat pada tabel 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%) 1 SD SMP SMA Total Pestisida dan Aplikasinya di Desa Pematang Cermai Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa penyemprotan dilakukan setelah padi ditanam selama 2 minggu sampai sebelum panen sebanyak 5-8 kali. Semakin banyak hama yang menyerang maka semakin tinggi pula intensitas penyemprotan. Pestisida yang paling banyak digunakan adalah pestisida golongan insektisida dan fungisida. Pada waktu penyemprotan dilakukan, responden biasanya mencampurkan beberapa jenis pestisida. Rata-rata sebanyak 2-3 jenis pestisida. Pencampuran beberapa jenis pestisida dilakukan di dalam sebuah wadah khusus, setelah diaduk hingga cairan pestisida menjadi homogen kemudian dimasukkan ke dalam tangki penyemprotan. Volume tangki penyemprotan yang dijumpai pada penelitian ini yaitu volume 20 liter yang menggunakan mesin dan

67 52 volume 14 liter manual. Penyemprotan pestisida dilakukan pada pagi hari. Mulai pukul hingga pukul WIB. Penyemprotan dilakukan ketika cuaca cerah. Waktu yang dibutuhkan dalam penyemprotan pestisida bervariasi tegantung pada seberapa luas lahan sawah yang akan disemprot. Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam penyemprotan lahan sawah 1-2 jam. Penyemprotan pestisida dilakukan oleh pemilik sawah sendiri atau pekerja yang diberi gaji Bahan Aktif dan Golongan Pestisida yang Digunakan Pestisida yang banyak digunakan adalah pestisida golongan piretroid sebanyak 9 responden (27%) dengan bahan aktif sipermetrin (18%) dan diikuti pestisida golongan organofosfat sebanyak 6 responden (18%) dengan bahan aktif klorpirifos (15%). Pestisida yang paling sedikit digunakan oleh penyemprot adalah pestisida golongan benzimidazole, avermectin, benzoyl, dan fenoksi yaitu masing-masing sebanyak 1 responden (3%). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pestisida yang Digunakan No Bahan aktif Golongan Jumlah Persentase (%) 1 Sipermetrin Piretroid Lamda sihalotrin Piretroid Bifentrin Piretroid Alfametrin Piretroid Klorpirifos Organofosfat Asefat Organofosfat Karbosulfan Karbamat Karbofuran Karbamat Metomil Karbamat Dimehipo Neristoksin Imidacloprid Neonicotinoid Mancozeb Ditiokarbamat 2 6

68 53 Lanjutan tabel 4.6 No Bahan aktif Golongan Jumlah Persentase (%) 13 Karbendazim Benzimidazole ,4-D dimetil amina Fenoksi Abamectin Avermectin Novaluron Benzoyl 1 3 Total Berdasarkan tabel 4.6 di atas diketahui bahwa semua responden menggunakan pestisida yang legal di Indonesia. Pestisida yang digunakan terdaftar di Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Keracunan Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Gejala Keracunan No Gejala keracunan Jumlah Persentase (%) 1 Ya Tidak 7 21 Total Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 26 penyemprot (79%) mengalami gejala keracunan dan 7 penyemprot (21%) tidak mengalami gejala keracunan. Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Gejala Keracunan yang Muncul No Gejala Keracunan Jumlah Persentase 1 Kulit gatal-gatal Mual Mata perih Kulit terasa panas Sesak napas 1 4 Total

69 54 Berdasarkan tabel 4.8 diatas diketahui bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan adalah rasa gatal-gatal pada kulit yaitu 13 responden (50%) dan paling sedikit berupa gejala sesak napas 1 responden (4%). Rasa gatal pada kulit yaitu pada paha, lengan, dan bahu. Gejala keracunan ini diabaikan oleh responden Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tabel 4.9 Indikator Pengetahuan Tentang Aspek Keselamatan Penggunaan Pestisida No Indikator Pengetahuan Jumlah N % 1 Apakah anda mengetahui dilarang makan saat menyemprot? a. Tahu Apakah anda mengetahui pada label kemasan pestisida tertera petunjuk keselamatan? a. Tahu 29 87,8 b. Tidak tahu 4 12,1 3 Apakah anda mengetahui petunjuk dosis penggunaan pestisida adalah label kemasan? a. Tahu 15 45,4 b. Tidak tahu 18 54,5 4 Apakah anda mengetahui mual merupakan gejala keracunan? a. Tahu 29 87,8 b. Tidak tahu 4 12,1 5 Apakah anda mengetahui masker adalah alat pelindung diri? a. Tahu 32 96,9 b. Tidak tahu 1 3,0 6 Apakah anda mengetahui sarung tangan adalah alat pelindung diri? a. Tahu Apakah anda mengetahui arah penyemprotan searah angin? a. Tahu 13 39,4 b. Tidak tahu 20 60,6 8 Apakah anda mengetahui jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dapat melalui hidung? a. Tahu 30 90,9 b. Tidak tahu 3 9,1 9 Apakah anda mengetahui jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dapat melalui kulit? a. Tahu

70 55 Lanjutan tabel 4.9 No Indikator Pengetahuan Jumlah N % 10 Apakah anda mengetahui merokok ketika menyemprot dapat menyebabkan keracunan? a. Tahu Apakah anda mengetahui pengenceran pestisida merupakan kegiatan yang paling berbahaya? a. Tahu 28 84,8 b. Tidak tahu 5 15,1 12 Apakah anda mengetahui penyemprotan merupakan penanganan pestisida yang paling mudah mengenai kulit? a. Tahu 30 90,9 b. Tidak tahu 3 9,1 13 Apakah anda mengetahui bahwa harus menghentikan penyemprotan jika muncul gejala keracunan? a. Tahu 29 87,8 b. Tidak tahu 4 12,1 Berdasarkan tabel 4.9 di atas maka diketahui seluruh responden tahu tentang larangan makan dan merokok ketika sedang menyemprot pestisida (100%). Sebagian besar responden mengetahui bahwa pada label kemasan pestisida tertera petunjuk keselamatan (87,8%). Pertanyaan tentang petunjuk dosis penggunaan pestisida sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa petunjuk dosis penggunaan adalah label kemasan (54,5%). Dosis yang digunakan responden biasanya berdasarkan pengalaman. Berdasarkan pengalaman pribadi maupun pengalaman teman yang telah memakai pestisida bertahun-tahun. Dosis penggunaan yang benar harus sesuai dengan label kemasan dan disesuaikan dengan luas area persawahan. Responden tahu bahwa mual (87,8%) merupakan salah satu dari gejala keracunan. Pertanyaan tentang alat pelindung diri, mayoritas responden tahu bahwa masker (96,9%) dan sarung tangan (100%) merupakan alat pelindung diri penyemprot pestisida.

71 56 Pertanyaan tentang arah penyemprotan, sebagian besar responden tidak tahu bahwa arah penyemprotan searah datangnya angin (60,6%). Responden menyemprot pestisida secara bolak-balik. Jalur masuk pestisida kedalam tubuh, sebagian besar responden tahu bahwa pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui hidung (90,9%) dan kulit (100%). Sebagian besar responden tahu bahwa kegiatan yang paling berbahaya ketika menyemprot adalah pengenceran (84,8) dan kegiatan yang paling mudah mengenai kulit adalah penyemprotan pestisida (90,9%). Sebagian besar responden tahu bahwa tindakan yang harus dilakukan ketika gejala keracunan muncul menghentikan penyemprotan (87,8%). Keseluruhan skor yang responden dapat maka akan dikaregorikan menjadi baik atau buruk. Tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan No Tingkat Pengetahuan Jumlah Persentase (%) 1 Baik 24 72,7 2 Buruk 9 27,3 Total Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yakni 24 responden (72,7%) sedangkan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 9 responden (27,3%) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Sikap responden diukur dengan menggunakan kuesioner. Kemudian jawaban yang diberikan responden akan diberi skor. Indikator sikap responden dapat dilihat pada tabel 4.11.

72 57 Tabel 4.11 Indikator Sikap Responden Tentang Aspek Keselamatan Penggunaan Pestisida No Indikator Sikap Jumlah N % 1 Harus membaca label kemasan sebelum menggunakan pestisida a. Setuju 15 45,5 b. Tidak setuju 18 54,5 2 Pencampuran beberapa pestisida tidak boleh dilakukan jika tidak ada anjuran pada label a. Setuju 8 24,2 b. Tidak setuju 25 75,8 3 Menyemprot dengan dosis tinggi merupakan tindakan yang salah a. Setuju 20 60,6 b. Tidak setuju 13 39,4 4 Gejala keracunan yang muncul dapat cegah a. Setuju Pakaian pelindung harus dipakai selama penanganan pestisida a. Setuju 27 81,8 b. Tidak setuju 6 18,2 6 Petunjuk pemakaian pada label harus dipatuhi a. Setuju 4 12,1 b. Tidak setuju 29 87,9 7 Merokok ketika meyemprot tidak boleh dilakukan a. Setuju b. Tidak setuju Bekerja dengan pestisida kondisi tubuh harus dalam keadaan sehat a. Setuju Setelah menggunakan pestisida harus segera mandi pakai sabun a. Setuju 7 21,2 b. Tidak setuju 26 78,8 10 Kuku tangan harus dipotong pendek sebelum menggunakan pestisida a. Setuju Pengenceran pestisida harus dilakukan secara hati-hati a. Setuju

73 58 Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat diketahui sikap responden tentang pestisida dan aspek keselamatannya. Pada pernyataan tentang keharusan membaca label sebelum menggunakan pestisida, sebagian besar responden tidak setuju (54,5%). Mereka beralasan tidak perlu membaca label karena sudah tahu dari pengalaman-pengalaman yang lalu. Pernyataan tentang tidak bolehnya mencampurkan beberapa jenis pestisida jika tidak ada anjuran pada label, sebagian besar responden tidak setuju (75,8%). Responden beranggapan bahwa semakin banyak jenis pestisida yang dipakai maka semakin baik pula. Rata-rata responden menggunakan 2-3 jenis pestisida dalam sekali pemakaian. Alasan lain karena responden menganggap menyemprot dengan 1 jenis pestisida maka mereka akan berulang-ulang dalam penyemprotan karena hama banyak jenisnya sehingga tidak efisien. Sebagian besar responden setuju dengan pernyataan bahwa menyemprot dengan dosis tinggi adalah keselahan (60,6%). Menurut mereka dosis harus disesuaikan dengan banyaknya hama. Responden yang tidak setuju beralasan jika menyemprot dengan dosis rendah maka hama tidak akan mati. Seluruh responden setuju pada pernyataan tentang gejala keracunan dapat dicegah (100%). Mereka beralasan bahwa dengan memakai masker dapat mencegah racun masuk ke dalam hidung. Sebagian besar responden setuju dengan pernyataan pakaian pelindung harus dipakai selama penanganan pestisida (81,8%) namun sebagian yang lain tidak setuju. Mereka yang tidak setuju beralasan bahwa beberapa alat pelindung diri justru dapat menghalangi kenyamanan mereka bekerja seperti kaca mata. Kaca mata yang dipakai dapat menghalangi penglihatan mereka karena butiran-

74 59 butiran pestisida menempel pada permukaan kaca mata. Sebagian besar responden tidak setuju (87,9%) pada pernyataan keharusan mematuhi petunjuk pada label. Mereka beralasan bahwa label kemasan tidak selalu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Sebagian besar responden setuju dengan pernyataan bahwa meroko tidak boleh dilakukan selama penyemprotan pestisida (91%). Seluruh responden setuju pada pernyataan bahwa bekerja dengan pestisida kondisi tubuh harus dalam keadaan sehat (100%). Sebagian besar responden tidak setuju penyataan setelah menggunakan pestisida harus segera mandi pakai sabun (78,8%). Responden beralasan karena masih ada pekerjaan yang dilakukan seperti membersihkan rumput. Seluruh responden setuju tentang keharusan memotong kuku sebelum menggunakan pestisida (100%) dan pengenceran pestisida harus dilakukan secara hati-hati (100%). Keseluruhan skor yang responden dapat maka akan dikaregorikan menjadi baik atau buruk. Data tingkat pengetahuan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap No Tingkat Sikap Jumlah Persentase (%) 1 Baik Buruk Total Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahuai bahwa sikap responden yang paling banyak adalah kategori baik sebanyak 23 responden (70%) dan yang paling sedikit adalah kategori buruk sebanyak 10 responden (30%).

75 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesesuaian Tindakan Tindakan responden diukur dengan observasi dengan menggunakan lembar observasi. Kemudian setiap item akan diberi skor. Tabel 4.13 Tindakan Responden dalam Penanganan Pestisida No Indikator Tindakan Jumlah N % 1 Membaca label kemasan pestisida a. Sesuai 15 45,5 b. Tidak sesuai 18 54,5 2 Menakar dosis sesuai dengan label a. Sesuai 9 27,3 b. Tidak sesuai 24 72,7 3 Memakai alat bantu saat pengenceran pestisida a. Sesuai b. Tidak sesuai Memakai masker a. Sesuai 13 39,4 b. Tidak sesuai 20 60,6 5 Memakai sarung tangan a. Sesuai 5 15,2 b. Tidak sesuai 28 84,8 6 Memakai baju lengan panjang a. Sesuai 27 81,8 b. Tidak sesuai 6 18,2 7 Memakai celana panjang a. Sesuai 28 84,8 b. Tidak sesuai 5 15,2 8 Memakai kacamata a. Sesuai 5 15,2 b. Tidak sesuai 28 84,8 9 Memakai topi a. Sesuai b. Tidak sesuai Tidak makan selama proses penanganan pestisida a. Sesuai b. Tidak sesuai 0 11 Menggunakan sprayer yang tidak bocor a. Sesuai b. Tidak sesuai 0

76 61 Lanjutan Tabel 4.13 No Indikator Tindakan Jumlah N % 12 Tidak merokok saat menyemprot a. Sesuai 28 84,8 b. Tidak sesuai 5 15,2 13 Mencuci tangan pakai sabun setelah aplikasi pestisida a. Sesuai 5 15,2 b. Tidak sesuai 28 84,8 Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tindakannya tidak sesuai dengan pedoman pembinaan penggunaan pestisida. Tindakan yang tidak sesuai itu seperti sebagian besar responden tidak membaca label kemasan sebelum menggunakan pestisida (54,5%). Responden beralasan bahwa mereka telah menggunakan pestisida bertahun-tahun lamanya sehingga tidak perlu lagi membaca label. Sebagian besar responden tidak menakar dosis sesuai dengan label kemasan (72,7%). Responden berpatokan pada pengalaman mereka. Sebagaian besar responden menggunakan alat bantu dalam pengenceran pestisida (97%). Hanya 1 responden yang tidak memakai alat bantu yakni mengaduk pestisida dengan tangan. Sebagian besar responden tidak menggunakan masker (60,6%). Mereka beralasan jika menggunakan masker sulit bernapas dan tidak terbiasa. Sebagian besar responden tidak menggunakan sarung tangan (84,8%) dan kaca mata (84,8%). Responden beralasan tidak biasa menggunakan sarung tangan, serta licin dan kaca mata menghalangi penglihatan karena butiran pestisida menempel pada kaca mata. Sebagian besar responden menggunakan baju lengan panjang (81,8%), celana panjang (84,8%), dan topi (91%).

77 62 Seluruh responden tidak makan selama proses penanganan pestisida dan menggunakan sprayer yang tidak bocor (100%). Sebagian besar responden tidak merokok ketika penyemprotan berlangsung (84,8%) tetapi ada beberapa responden yang merokok sebelum mereka cuci tangan pakai sabun. Sebagian besar responden tidak mencuci tangan pakai sabun setelah aplikasi pestisida (84,8%). Responden hanya mencuci tangan pakai air dan melanjutkan pekerjaan lain. Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kesesuaian Tindakan No Tindakan Jumlah Persentase (%) 1 Sesuai Tidak sesuai Total Berdasarkan tabel 4.14 di atas maka dapat diketahui bahwa tindakan responden yang paling banyak adalah tindakan yang tidak sesuai dengan pedoman pembinaan penanganan pestisida yaitu sebanyak 28 responden (85%) dan tindakan yang sesuai 5 responden (15%). 4.6 Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan dengan gejala keracunan dengan menggunakan uji chi square namun karena pada salah satu sel expected kurang dari 5 maka nilai uji yang dilihat adalah nilai exact fisher Hubungan Pengetahuan dengan Gejala Keracunan Hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida dapat dilihat pada tabel 4.15.

78 63 Tabel 4.15 Hasil Uji Exact Fisher Hubungan Pengetahuan dengan Gejala Keracunan Gejala Keracunan Ya Tidak Jumlah Exact Sig. (p) Pengetahuan N % N % N % Baik 18 69,2 6 85, ,7 Buruk 8 30,8 1 14,3 9 27,3 Total ,642 Berdasarkan tabel 4.15 hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat 24 responden berpengetahuan baik dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan pestisida sebanyak 18 responden (69,2%). Responden yang berpengetahuan buruk sebanyak 9 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 8 responden (30,8%). Hasil uji exact fisher antara pengetahuan penyemprot dengan gejala keracunan pestisida dapat diketahui bahwa nilai p value = 0,642 dimana nilai p > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima. Berdasarkan nilai p value tersebut maka tidak ada hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai tahun 2017.

79 Hubungan Sikap dengan Gejala Keracunan Hubungan sikap dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut: Tabel 4.16 Hasil Uji Exact Fisher Hubungan Sikap dengan Gejala Keracunan Gejala Keracunan Ya Tidak Jumlah Exact Sig. (p) Sikap N % N % N % Baik Buruk Total ,397 Berdasarkan tabel 4.16 hasil uji statistik di atas maka diketahui terdapat 23 responden memiliki sikap baik dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 17 responden (65%). Responden yang memiliki sikap buruk sebanyak 10 orang dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 9 responden (35%). Hasil uji exact fisher antara sikap penyemprot dengan gejala keracunan pestisida dapat diketahui bahwa nilai p value= 0,397 dimana nilai p > 0,05. Hal ini berarti H0 diterima. Berdasarkan nilai p value tersebut maka tidak ada hubungan sikap dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai tahun 2017.

80 Hubungan Tindakan dengan Gejala Keracunan Hubungan tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut: Tabel 4.17 Hasil Uji Exact Fisher Hubungan Tindakan dengan Gejala Keracunan Gejala Keracunan Ya Tidak Jumlah Exact Sig. (p) Tindakan N % N % N % Sesuai Tidak sesuai Total ,004 Berdasarkan tabel 4.17 hasil uji statistik diatas maka diketahui tindakan responden yang sesuai dengan pedoman pembinaan penggunaan pestisida sebanyak 5 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 1 responden (4%). Tindakan responden yang tidak sesuai sebanyak 28 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 25 responden (96%). Hasil uji exact fisher antara tindakan dengan gejala keracunan diketahui nilai p value= 0,004 dimana nilai p < 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak. Berdasarkan p value tersebut maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai tahun 2017.

81 66 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pengetahuan dengan Gejala Keracunan Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 33 penyemprot pestisida menunjukkan bahwa terdapat 24 responden (72,7%) berkategori pegetahuan baik sedangkan 9 responden (27,3%) berkategori pengetahuan buruk. Tingkat pengetahuan baik lebih banyak dimungkinkan karena pendidikan terakhir paling banyak pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut Parera (2004) dalam Sularti (2012), salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan terhadap kesehatan adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan responden yang mayoritas SMP dan SMA menyebabkan kemampuan responden untuk mengingat informasi menjadi lebih baik. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 24 responden memiliki tingkat pengetahuan baik dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 18 responden (69,2%). Penyemprot yang memiliki tingkat pengetahuan buruk sebanyak 9 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 8 responden (30,8%). Hasil uji exact fisher diperoleh p value 0,642 > 0,05 dan disimpulkan tidak ada hubungan pengetahuan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden yang baik tidak selalu diikuti dengan terhindarnya responden dari keracunan pestisida. Ini dimungkinkan terjadi karena tidak semua pengetahuan yang dimiliki berakhir pada perilaku sehat. Pengetahuan yang dimiliki hanya 66

82 67 sebatas informasi dan tidak cukup untuk menyadarkan bahwa pentingnya menjaga kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2010) disimpulkan bahwa pada kenyataannya tidak semua pengetahuan yang diperoleh melalui pengindraan menghasilkan perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan tetapi juga dipengaruhi oleh motivasi, tindakan, fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Menurut Djojosumarto (2008) meskipun pengguna pestisida memiliki informasi yang cukup (pengetahuan baik) namun pengguna sering tidak memenuhi syaratsyarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Teori Green menyatakan bahwa pengetahuan tidak berkaitan langsung dengan status kesehatan tetapi harus melalui sikap dan tindakan namun pengetahuan akan memengaruhi orang untuk bertindak. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian oleh Utami (2016) dengan melakukan uji sperman`s rho yang disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dalam penggunaan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo (p=0,143). Hasil penelitian Walangitan (2013) berdasarkan uji exact fisher menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang pestisida dengan keracunan pestisida pada petani sayur (p=0,146) di Kelurahan Rurukan Satu Kota Tomohon. Penelitian Zuraida (2012) juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keracunan pestisida pada petani (p=0,423). Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian oleh Prijanto (2009) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

83 68 pengetahuan responden dengan keracunan pestisida (p=0,005) yang menggunakan uji chi square. 5.2 Hubungan Sikap dengan Gejala Keracunan Hasil penelitian diperoleh data bahwa sikap responden paling banyak pada tingkat baik yaitu sebanyak 23 responden sedangkan responden yang memiliki sikap buruk sebanyak 10 responden. Responden banyak yang memiliki sikap baik dimungkinkan karena mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan baik. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Notoatmodjo (2010) bahwa dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat sikap baik sebanyak 23 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 17 responden (65%). Responden yang memiliki tingkat sikap buruk sebanyak 10 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 9 responden (35%). Hasil uji exact fisher pada variabel sikap dengan gejala keracunan diperoleh hasil p value (0,397) > 0,05 dan berdasarkan nilai p tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan sikap dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai tahun Hal ini terjadi dimungkinkan karena sikap tidak selamanya berubah menjadi sebuah perilaku kesehatan. Terbentuknya perilaku kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh sikap yang positif tetapi juga dipengaruhi oleh tindakan positif, fasilitas dan motivasi.

84 69 Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu sehingga sikap belum dapat mewujudkan perilaku kesehatan namun sebagai pendorong terwujudnya perilaku kesehatan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah tindakan dan fasilitas. Selain itu juga diperlukan dukungan dari pihak lain, misalnya keluarga dalam mendukung memakai alat pelindung diri lengkap. Maka sebaik apapun sikap seseorang namun belum dapat menentukan baik buruknya status kesehatan seseorang. Hal ini karena sikap belum tentu menjadi sebuah perilaku kesehatan. Sikap positif belum tentu berlanjut menjadi tindakan yang positif pula. Sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Walaupun responden mayoritas setuju dengan pernyataan-pernyataan tentang aspek keselamatan dalam penggunaan pestisida namun sikap positif tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan yang benar pula dikarenakan selama penanganan pestisida respoden belum pernah mengalami keracunan berat. Meskipun responden pernah mengalami gejala keracunan ringan seperti rasa gatal pada kulit namun responden menganggap hal itu sudah terbiasa. Hasil penelitian Utami (2016) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dalam penggunaan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo (p=0,106).

85 Hubungan Tindakan dengan Gejala Keracunan Hasil penelitian diketahui bahwa tindakan dalam penanganan pestisida paling banyak dalam kategori tidak sesuai dengan pedoman pembinaan penggunaan pestisida. Tindakan tidak sesuai sebanyak 28 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 25 responden (96%). Responden yang bertindak dengan sesuai pedoman sebanyak 5 responden dengan angka kejadian yang mengalami gejala keracunan sebanyak 1 responden (4%). Maka yang paling banyak mengalami gejala keracunan adalah reponden yang bertindak tidak sesuai dengan pedoman pembinaan penggunaan pestisida (96%). Hal ini dimungkinkan terjadi karena responden belum memahami pentingnya menjaga kesehatan sehingga tindakan yang buruk dilakukan yang dapat menyebabkan status kesehatan menurun. Hal ini dapat dilihat pada lembar observasi yang digunakan peneliti untuk melakukan observasi terhadap tindakan responden. Mayoritas responden tidak melakukan tindakan seperti membaca label kemasan, menakar dosis sesuai label, memakai masker, memakai sarung tangan, memakai kaca mata dan tidak mencuci tangan pakai sabun setelah aplikasi pestisida. Membaca label kemasan sebelum penggunaan pestisida berguna untuk mengetahui aspek keselamatan dalam penanganan pestisida. Menakar dosis dengan tepat untuk menghidari dosis yag terlalu tinggi yang dapat menyebabkan keracunan berat. Penggunaan APD berguna utuk mengendalikan pajanan pestisida terhadap tubuh. Tindakan mencuci tangan dan mandi setelah menyemprot berguna untuk membersihkan sisa-sisa pestisida yang menempel pada tubuh saat penanganan pestisida dilakukan.

86 71 Penelitian Prijanto (2009) disimpulkan bahwa mayoritas penanganan pestisida dilakukan dengan buruk. Sebanyak 54 responden (78,2%) memiliki kebiasaan buruk dalam penanganan pestisida dan 15 responden (21,7%) yang memiliki kebiasaan baik. Hasil uji exact fisher antara tindakan dalam penanganan pestisida dengan gejala keracunan menunjukkan nilai p value (0,004) < 0,05 dan ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tindakan dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun Adanya hubungan antar tindakan dengan gejala keracunan pestisida dikarenakan tindakan responden cukup buruk yaitu tidak melaksanakan aspek keselamatan selama penanganan pestisida dan Alat Pelindung Diri yang dipakai tidak lengkap. Tindakan negatif akan memengaruhi status kesehatan seseorang. Begitu pula sebaliknya bahwa tindakan positif akan memengaruhi status kesehatan pula. Menurut Notoatmodjo (2010) disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tindakan kesehatan (positif) adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait dengan kesehatan (pencegahan penyakit), cara peningkatan kesehatan, dan cara memperoleh pengobatan. Menurut Djojosumarto (2008) disimpulkan bahwa pestisida yang dijual di Indonesia sudah cukup aman bila diaplikasikan secara benar, bijaksanan, dan legal sesuai dengan petunjukkan penggunaan dan syarat-syarat keselamatanya.

87 72 Kecelakaan kerja 85 % disebabkan oleh faktor manusia seperti tindakan tidak aman (Suma`mur, 2014). Mengabaikan aspek keselamatan dalam penanganan pestisida merupakan tindakan yang tidak aman. Keracunan pestisida merupakan salah satu kecelakaan kerja yang sebenarnya dapat cegah. Menurut Harrington (1992) dalam Kuswadji (2005) disimpulkan bahwa alat pelindung diri digunakan untuk mengendalikan pemajanan. Selain itu Djojosumarto (2008) juga menyatakan bahwa alat pelindung diri harus digunakan dari mulai sebelum bekerja dengan menggunakan pestisida hingga selesai. Penggunaan APD yang benar dapat meminimalkan pajanan pestisida terhadap tubuh. Hasil penelitian Kim dkk (2013) diketahui bahwa risiko keracunan akut meningkat pada petani yang tidak menggunakan APD (OR =1,29). Hasil penelitian Utami (2016) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan dalam penggunaan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida (p=0,001 < 0,05).

88 73 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Pematang Cermai Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2017 disimpulkan bahwa: 1. Ada hubungan tindakan (p=0,004) dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 2. Tidak ada hubungan pengetahuan (p=0,642) dan sikap (p=0,397) dengan gejala keracunan pada penyemprot pestisida. 6.2 Saran 1. Penyemprot pestisida seharusnya mengubah tindakan buruk menjadi tindakan yang benar dalam penanganan pestisida. 2. Perlunya kerja sama antara dinas pertanian dan dinas kesehatan dalam pengawasan dan pendampingan penggunaan pestisida oleh petani. 73

89 74

90 74 DAFTAR PUSTAKA Anonim Cholinesterase dan Keracunan Pestisida. Diakses pada 8 Agustus Afriyanto Kajian Keracunan Pestisida pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kec Bandungan Kab Semarang. Tesis, Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang. /16195/1/AFRIYANTO.pdf. Diakses pada 28 Maret Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Tanjung Beringin dalam Angka Sei Rampah: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serdang Bedagai. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Sensus Pertanian Medan: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Budiawan, A.R Faktor Risiko Cholinesterase Rendah pada Petani Bawang Merah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Kesmas (2) hal Diakses pada 26 Sepetember Cahyono, A Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Crop Life Indonesia Enam Tepat Penggunaan Pestisida dan Teknik Penyemprotan Pestisida. Penyemprotan-Pestisida. Diakses pada 20 November Djojosumarto, P Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT Agromedia Pustaka Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Jakarta: Kanisius. Hellenbeck W.H and K.M Cunningham Pesticides and Human Health. New York: Spinger Verlag. International Labour Organisation Safety and Health in the Use of Agrochemicals. public/@ed_protect /@protrav/@safework/documents/instructionalmaterial/wcms_ pdf. Diakses pada 27 Maret

91 75 Kementerian Pertanian RI Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida Pedoman Pelatihan Pestisida Terbatas. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida. Kimani, V.N dan Mwanthi, M.A Agrochemicals Exposure and Health Implication in Githunguri Location, Kenya. East African Medical Jurnal. erepository.uonbi.ac.ke/handle/11295/ Diakses pada 7 April Kim, J.H., Jaeyoung, K., Eun, S.C., Yousun, K., Doo, W.K., and Woo, J.L Work Related Risk Factory by Severity for Acute Pesticides Poisoning Among Male Famer in South Korea. International Journal Of Environmental Research And Public Health: Diakses pada 9 April Kishi, M Acutely Toxic Pesticides, Pretoria. JSI Research and Training Institute Inc. /bibliographyikishi.pdf. Diakses pada 9 April Kuswadji, S Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: Anggota IKAPI. Minaka, I.A., A.A.S. Sawitri.,D.N. Wirana Hubungan Penggunaan Pestisida dan Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Kesehatan pada Petani Hortikultura di Buleleng Bali. Laporan Hasil Penelitian, Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. /index.php/phpma/article/view/24736/ Diakses pada 26 September Notoatmodjo, S Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 107/permentan/SR.140/9/2014. Tentang Pengawasan Pestisida. Jakarta: 9 September Prijanto, T.B Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultural di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. O.pdf. Diakses pada 10 Januari 2017.

92 76 Sartono Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. Siswanto, S dan Suyanto Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu. Sularti dan Abi, M Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida dan Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dilihat dari Munculnya Gejala Keracunan pada Kelompok Tani di Karanganyar. (Publikasi Ilmiah), Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 12 Maret Suma`mur Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta: Sagung Seto. Sumantri, A Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Utami, C.U., Heru, S.K., dan Dwi, A Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo. Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses pada 2 Februari Walangitan, R.A. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Tentang Pestisida dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Keracunan Pestisida pada Petani Sayur di Kelurahan Ruruk Satu Kecamatan Temohon Timur Kota Tomohon. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. tsux8fbahwkkigd_q3cq/ pdf. Diakses pada 6 Mei Wawan, A., dan Dewi. M., Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Wudianto, R Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Yassin M, Abu M dan JM Safi Knowledge, Attitude, Practice and Toxicity Symptoms Associated with Pesticides Use Among Farm Worker in the Gaza Trip. BMJ Jurnal. http.//oem.bmj.com/conten/59/6/387. Diakses pada 9 April Zuraida Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Srimahi Tambun Utara Bekasi Tahun Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Diakses pada 2 Februari 2017.

93 77

94 77 Lampiran 1. Kuesioner KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN DENGAN GEJALA KERACUNAN PADA PENYEMPROT PESTISIDA DI DESA PEMATANG CERMAI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2017 I. Identitas Responden Nama : Umur : Pendidikan terakhir : II. Pertanyaan A. Pestisida yang Digunakan Pestisida apakah yang anda gunakan? 1. B. Status Kesehatan 1. Sebelum menyemprot, apakah anda dalam keadaan sehat/fit? a. Ya b. Tidak Jika tidak, sebutkan keluhannya. C. Pengetahuan Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda tepat pada tiap pertanyaan. 1. Apakah anda mengetahui dilarang makan saat menyemprot? a. Tahu b. Tidak tahu 2. Apakah anda mengetahui pada label kemasan pestisida tertera petunjuk keselamatan? a. Tahu b. Tidak tahu 3. Apakah anda mengetahui petunjuk dosis penggunaan pestisida adalah label kemasan? a. Tahu b. Tidak tahu 4. Apakah anda mengetahui mual merupakan gejala keracunan? a. Tahu b. Tidak tahu

95 78 5. Apakah anda mengetahui masker adalah alat pelindung diri? a. Tahu b. Tidak tahu 6. Apakah anda mengetahui sarung tangan adalah alat pelindung diri? a. Tahu b. Tidak tahu 7. Apakah anda mengetahui arah penyemprotan searah angin? a. Tahu b. Tidak tahu 8. Apakah anda mengetahui jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dapat melalui hidung? a. Tahu b. Tidak tahu 9. Apakah anda mengetahui jalur masuk pestisida ke dalam tubuh dapat melalui kulit? a. Tahu b. Tidak tahu 10. Apakah anda mengetahui bahwa merokok ketika menyemprot dapat menyebabkan keracunan? a. Tahu b. Tidak tahu 11. Apakah anda mengetahui pengenceran pestisida merupakan kegiatan yang paling berbahaya? a. Tahu b. Tidak tahu 12. Apakah anda mengetahui penyemprotan merupakan penanganan pestisida yang paling mudah mengenai kulit? a. Tahu b. Tidak tahu 13. Apakah anda mengetahui bahwa harus menghentikan penyemprotan jika muncul gejala keracunan? a. Tahu b. Tidak tahu

96 79 D. Sikap Berilah tanda ceklis pada pernyataan-pernyataan yang disetujui atau yang tidak disetujui oleh reponden. No Pernyataan Setuju 1 Harus membaca label kemasan sebelum menggunakan pestisida 2 Pencampuran beberapa pestisida tidak boleh dilakukan jika tidak ada anjuran pada label 3 Menyemprot dengan dosis tinggi merupakan tindakan yang salah 4 Gejala keracunan yang muncul dapat cegah Tidak setuju 5 Pakaian pelindung harus dipakai selama penanganan pestisida 6 Petunjuk pemakain pada label harus dipatuhi 7 Merokok ketika meyemprot tidak boleh dilakukan 8 Bekerja dengan pestisida kondisi tubuh harus dalam keadaan sehat 9 Setelah menggunakan pestisida harus segera mandi pakai sabun 10 Kuku tangan harus dipotong pendek sebelum menggunakan pestisida 11 Pengenceran pestisida harus dilakukan secara hati-hati

97 80 Lampiran 2. Lembar Observasi E. Tindakan Berilah tanda ceklis pada tindakan yang dilakukan atau yang tidak lakukan oleh responden. No Tindakan Ya Tidak 1 Membaca label kemasan pestisida 2 Menakar dosis sesuai dengan label 3 Memakai alat bantu saat pengenceran pestisida 4 Memakai masker 5 Memakai sarung tangan 6 Memakai baju lengan panjang 7 Memakai celana panjang 8 Memakai kacamata 9 Memakai topi 10 Tidak makan selama proses penanganan pestisida 11 Menggunakan sprayer yang tidak bocor 12 Tidak merokok saat menyemprot Mencuci tangan pakai sabun setelah menyemprot 13 pestisida Sumber: Pedoman Pembinaan Penggunaan Pestisida Kementerian Pertanian, 2011 F. Gejala Keracunan Apakah saudara mengalami keluhan seperti sakit kepala, pandangan kabur, mata merah, mata terasa gatal, mata perih, keluar air mata, iritasi hidung, sesak napas, mual, muntah, keluar air liur berlebihan, batuk-batuk, kulit terasa panas, kemerahan, gatal-gatal, diare dan gemetar? Sumber: WHO (2009), Djojosumarto (2008), Yassin dkk (2002), Kimani dkk (1995), Hellenbeck dkk (1985) a. Ya b. Tidak Jika ya, sebutkan

98 81

99 81 Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

100 82 Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian

101 83 Lampiran 5. Dokumentasi Gambar 1. Insektisida Rimon Fast 100 SC Gambar 2. Insektisida Klortrin 550 EC dan Pyriex-C 550 EC

102 84 Gambar 3. Insektisida Confidor 5 WP Gambar 4. Insektisida Fipromix 600 SC

103 85 Gambar 5. Pencampuran Pestisida Gambar 6. Pengenceran Pestisida

104 86 Gambar 7. Pengenceran Pestisida Gambar 8. Alat Semprot yang digunakan

105 87 Gambar 9. Penyemprotan Pestisida Gambar 10. Penyemprotan Pestisida

106 88 Gambar 11. Penyemprotan Pestisida Gambar 12. Penyemprotan Pestisida

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan PESTISIDA 1. Pengertian Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut: Semua zat kimia

Lebih terperinci

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA Penjelasan gambar Zat aktif + pencampur Pestisida Sebagian besar pestisida digunakan di pertanian,perkebunan tetapi bisa digunakan di rumah tangga Kegunaan : - Mencegah

Lebih terperinci

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja Paparan Pestisida Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida Dan Keselamatan Kerja CROPLIFE INDONESIA - vegimpact Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan substansi kimia yang mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui untuk membunuh atau mengendalikan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR 62 PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR A. Data Umum 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Umur : 4. Jenis Kelamin : a.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Dengan adanya perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pestisida 1. Pengertian Pestisida Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide ( Inggris) yang berasal dari bahasa latin pestis dan caedo uang bisa diterjemahkan secara

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI

HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI HUBUNGAN PAPARAN GAS KARBON MONOKSIDA (CO) DENGAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA PERPARKIRAN SUN PLAZA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI Oleh : M IRSAN NIM. 131000675 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hamahama tanaman. Penggunaannya yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat adalah hal mutlak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap hasil pertanian berupa buah dan sayur semakin tinggi sejalan dengan pertambahan penduduk. Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kadar Kolinesterase 1. Pengertian Kolinesterase Kolinesterase adalah suatu enzim yang terdapat pada cairan seluller, yang fungsinya menghentikan aksi AchE dengan jalan terhidrolisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar (asasi) manusia dan salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme pengganggu tumbuhan yang dianggap paling menjanjikan harapan. Pestisida telah digunakan sekitar 500 tahun

Lebih terperinci

KEDARURATAN LINGKUNGAN

KEDARURATAN LINGKUNGAN Materi 14 KEDARURATAN LINGKUNGAN Oleh : Agus Triyono, M.Kes a. Paparan Panas Panas dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Umumnya ada 3 macam gangguan yang terjadi td&penc. kebakaran/agust.doc 2 a. 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida semakin lama semakin tinggi terutama di negara-negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Negara-negara berkembang ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat Pestisida dapat didefinisikan sebagai semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan HUBUNGAN CARA PENANGANAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DUSUN BANJARREJO DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food and Agriculture Organization (FAO) mendefinisikan bahwa pestisida adalah setiap zat yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) Kelompok Intervensi O1 X O2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi Experiment) dengan rancangan Separate Sample Pretest-Postest (Notoatmodjo, 2005). Pretest Intervensi

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PETANI PENGGUNA PESTISIDA DI DESA TOLOMBUKAN KECAMATAN PASAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA TAHUN 2015 Silvana Omega

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Kadar Cholinesterase Darah, Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Kadar Cholinesterase Darah, Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah ANALISIS KANDUNGAN KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA PADI SAWAH DI DESA MPUYA SELATAN SATU KECAMATAN DUMOGA UTARA Ninik Rusma*, Odi R Pinontoan*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pestisida a. Pengertian Pestisida Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1973 menyatakan yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. KataKunci: Pengetahuan, sikap, penggunaan APD, petani pengguna pestisida.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. KataKunci: Pengetahuan, sikap, penggunaan APD, petani pengguna pestisida. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PETANI PENGGUNA PESTISIDA DI DESA KEMBANG SARI KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Heidy Manggopa*, Paul A.T.

Lebih terperinci

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum

11/9/2011 TOKSIKOLOGI. Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pestisida 12 Menurut Depkes RI (1990) Kata Pestisida berasal dari rangkaian kata pest yang berarti hama dan cida atau sida yang berarti membunuh. Dalam PP No 7 tahun

Lebih terperinci

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum

TOKSIKOLOGI BEBERAPA ISTILAH. Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik. Alfi Yasmina. Sola dosis facit venenum TOKSIKOLOGI Alfi Yasmina BEBERAPA ISTILAH Toksikologi Toksisitas Toksin / racun Dosis toksik Sola dosis facit venenum 1 KLASIFIKASI Berdasarkan cara: Self-poisoning Attempted poisoning Accidental poisoning

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun membutuhkan kebutuhan pangan yang semakin besar. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan tersebut,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Tati Sri Wahyuni R. 0209054 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan produksi pangan sehingga sangat diperlukan pestisida yang membantu sistem pertanian di Indonesia. Pestisida

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA TEKNIK PENYEMPROTAN PESTISIDA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BAGAIMANA MENGGUNAKAN PESTISIDA BERDASARKAN KONSEPSI PHT Tepat 1.Tepat sasaran Yang dimaksud dengan tepat sasaran ialah pestisida

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM

PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM PENCEGAHAN KERACUNAN SECARA UMUM Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia terutama

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN)

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN) Journal Endurance 1(2) June 2016 (88-93) FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PAPARAN PESTISIDA PADA PEKERJA CHEMIS (PENYEMPROTAN) Entianopa *, Edi Santoso Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Harapan Ibu

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Lambda-cyhalothrin 25 g/l : Taekwando 25 EC : (S)-α-cyano-3-phenoxybenzyl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia secara berencana, komprehensif, terpadu, terarah dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun tujuan dari

Lebih terperinci

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9

Keselamatan Penanganan Bahan Kimia. Kuliah 9 Keselamatan Penanganan Bahan Kimia Kuliah 9 Bahan Kimia & Kesehatan Mengetahui apakah suatu gangguan kesehatan berkaitan dengan pekerjaan tidaklah selalu mudah. Jangan mengabaikan pusing-pusing, flu dan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Cholinesterase, Pesticide Poisoning, Horticulture Farmers

ABSTRACT. Keywords: Cholinesterase, Pesticide Poisoning, Horticulture Farmers FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KERACUNAN PESTISIDA ANORGANIK TERHADAP ENZIM CHOLINESTERASE DALAM DARAH PADA PETANI HOLTIKULTURA DI DESA BATUR, KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI A. KERANGKA TEORI 1. Definisi dan Bentuk Fogging Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi penularan DBD

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI PENYEMPROT PADA PENGGUNAAN PESTISIDA DI DESA SUGIHEN KECAMATAN DOLAT RAYAT TAHUN 2013

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI PENYEMPROT PADA PENGGUNAAN PESTISIDA DI DESA SUGIHEN KECAMATAN DOLAT RAYAT TAHUN 2013 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PETANI PENYEMPROT PADA PENGGUNAAN PESTISIDA DI DESA SUGIHEN KECAMATAN DOLAT RAYAT TAHUN 203 Florentina Flisia SB, Lina Tarigan 2, Umi Salmah 3 Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. pestisida. Pengunaan agrokimia diperkenalkan secara besar-besaran untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petani merupakan kelompok tenaga kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecendrungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah

Lebih terperinci

mengalami keracunan pestisida yang menyebabkan kematian antara orang. Di Indonesia diperkirakan terjadi kasus keracunan setiap

mengalami keracunan pestisida yang menyebabkan kematian antara orang. Di Indonesia diperkirakan terjadi kasus keracunan setiap HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN TENTANG BAHAYA PESTISIDA BAGI KESEHATAN DENGAN PENGELOLAAN PESTISIDA PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN BELANG KABUPATEN MINAHASA TENGGARA. Freikel Yermi

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN DAN CARA PENYEMPROTAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia sebagian besar bermata pencaharian petani yang sudah mengenal teknologi intensifikasi pertanian, salah satunya penggunaan untuk mengendalikan hama,

Lebih terperinci

THE BEHAVIOR IN USING OF PESTICIDES ON RICE FARMERS AT RJ VILLAGE BANDAR LAMPUNG

THE BEHAVIOR IN USING OF PESTICIDES ON RICE FARMERS AT RJ VILLAGE BANDAR LAMPUNG [ RESEARCH ARTICLE ] THE BEHAVIOR IN USING OF PESTICIDES ON RICE FARMERS AT RJ VILLAGE BANDAR LAMPUNG Fitria Saftarina Departement of Occupational Medicine, Faculty of Medicine, Universitas Lampung Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang pertanian saat ini masih merupakan aktivitas perekonomian terbesar salah satunya di Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI DAN LAMA PENYEMPROTAN DAN INTERVAL KONTAK PESTISIDA DENGAN AKTIVITAS CHOLINESTERASE PETANI DI DESA KEMBANGKUNING KECAMATAN CEPOGO PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian

Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian Teknologi Arang Aktif untuk Pengendali Residu Pestisida di Lingkungan Pertanian Oleh Asep Nugraha Ardiwinata Pestisida telah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pertanian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wudianto, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dan dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Wudianto, 1999). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari manfaat yang dirasakan masyarakat dari penggunaan pestisida tersebut. Bahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada tanaman dapat disebabkan oleh faktor biotik ataupun abiotik. Faktor pengganggu biotik adalah semua penyebab gangguan yang terdiri atas organisme atau makhluk

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA KEMBANG KUNING KECAMATAN CEPOGO PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN LAMPIRAN 1 SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth: Bapak/Ibu/Sdr/i Calon Responden Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Keywords: Pecticides, Cholinesterase, Poisoning, Risk Factor

Keywords: Pecticides, Cholinesterase, Poisoning, Risk Factor ANALISIS FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI DI DESA JATI, KECAMATAN SAWANGAN, KABUPATEN MAGELANG, JAWA TENGAH Putri Arida Ipmawati 1), Onny Setiani 2), Yusniar

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 5 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH, PERSONAL HYGIENE DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA PEMULUNG DI KELURAHAN TERJUN KECAMATAN

Lebih terperinci

Kata Kunci:Pengetahuan, Sikap, Lama Kontak, Masa Kerja, Tata Cara, Keterpaparan Pestisida

Kata Kunci:Pengetahuan, Sikap, Lama Kontak, Masa Kerja, Tata Cara, Keterpaparan Pestisida FAKTOR RISIKO KETERPAPARAN PESTISIDA PADA PETANI TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO KOTA TOMOHON 2017 Frity D. Rumondor*, Rahayu H. Akili*, Odi R. Pinontoan* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Diana Mayasari Gambaran Perilaku Kerja Aman pada Petani Hortikultura di Desa Gisting Atas

Diana Mayasari Gambaran Perilaku Kerja Aman pada Petani Hortikultura di Desa Gisting Atas Gambaran Perilaku Kerja Aman pada Petani Hortikultura Pengguna Pestisida Di Desa Gisting Atas sebagai Faktor Risiko Intoksikasi Pestisida Diana Mayasari 1 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak

Lebih terperinci

Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas

Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas Mengendalikan Gulma pada Tanaman Padi secara Tuntas RAMBASAN 400 SL merupakan herbisida sistemik purna tumbuh yang diformulasi dalam bentuk larutan yang mudah larut dalam air dan dapat ditranslokasikan

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Chlorpyrifos 525 g/l + Cypermethrin 55 g/l : Kenrel 525/55 EC :

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Imidacloprid 10% Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kimida 10 WP Nama Kimia : (E)-1-(6-chloro-3-pyridylmethyl)-N-nitroimidazolidin-2-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara tidak disengaja dan dua juta orang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON

ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON 2017 Claudia E. Horimu*, Odi R Pinontoan*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU

KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU KERACUNAN DAN PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH BAHAN PENGAWET KAYU 8 Untuk mengawetkan kayu di samping dengan cara-cara tradisional yang tidak menggunakan racun seperti perendaman dalam air dan pengeringan,

Lebih terperinci

F. Pengendalian Kimiawi

F. Pengendalian Kimiawi PENGENDALIAN HAMA F. Pengendalian Kimiawi Yaitu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan bagi tanaman yang diusahakan. Kelebihannya : 1. Cepat menurunkan populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pestisida Pestisida sesungguhnya telah digunakan sekitar 500 tahun sebelum masehi. Sulfur, dalam catatan sejarah, merupakan pestisida pertama. Arsen, air raksa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan salah satu unsur atau zat yang sangat penting setelah air. Seluruh makhluk hidup membutuhkan udara sebagai oksigen demi kelangsungan hidupnya di muka

Lebih terperinci

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS DAN BAHAYA NARKOBA PADA SISWA LAKI-LAKI MAN 1 MEDAN TAHUN 2016 SKRIPSI OLEH NUR AZIZAH NIM :

ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS DAN BAHAYA NARKOBA PADA SISWA LAKI-LAKI MAN 1 MEDAN TAHUN 2016 SKRIPSI OLEH NUR AZIZAH NIM : ANALISIS PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HIV/AIDS DAN BAHAYA NARKOBA PADA SISWA LAKI-LAKI MAN 1 MEDAN TAHUN 2016 SKRIPSI OLEH NUR AZIZAH NIM : 121000159 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012 1. Identifikasi produk dan perusahaan Nama Produk: Maxforce Forte Gel0,05 Alamat Perusahaan: Environmental Science Division Mid Plaza I lt. 14 Jl. Jend. Sudirman Kav.10-11, Jakarta 10220 P.O. Box 2507

Lebih terperinci

BAHAN KIMIA DI RUMAH

BAHAN KIMIA DI RUMAH BAHAN KIMIA DI RUMAH Bahan kimia tidak terdapat di tempat kerja saja, tetapi terdapat juga dalam barang-barang yang kita pakai sehari-hari, di antaranya: 1. PEWANGI RUANGAN. Mungkin mengandung formaldehyde

Lebih terperinci

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011

LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 SPESIFIKASI WADAH PESTISIDA a. Volume Volume wadah dinyatakan dengan satuan yang jelas seperti ml (mililiter),

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011 A. Data Umum 1. Nomor

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : 2,4-D Dimethyl ammonium 865 g/l : Ken-Amine 865 SL : 2, 4-dichlorophenoxy

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Alpha-Cypermethrin 100 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Ken-Fas 100 EC Nama Kimia : (S)-α-cyano-3-phenoxy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil sensus penduduk nasional

Lebih terperinci

PIRETROID DAN ANTINYAMUK

PIRETROID DAN ANTINYAMUK PIRETROID DAN ANTINYAMUK Nyamuk merupakan serangga yang sangat mengganggu di rumah tangga. Penggunaan antinyamuk sebagai pengendali nyamuk di rumah tangga sudah sangat sering digunakan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn

Nama : Irritant. Lambang : Xi. Contoh : NaOH, C 6 H 5 OH, Cl 2. Nama : Harmful. Lambang : Xn Seperti yang telah kita ketahui, bahan-bahan kimia yang biasa terdapat di laboratorium kimia banyak yang bersifat berbahaya bagi manusia maupun bagi lingkungan sekitar. Ada yang bersifat mudah terbakar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung. Luas lahan sayuran di Tanggamus adalah 6.385 ha yang didominasi oleh tanaman cabai 1.961

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. ayat (1) yang menyatakan bahwa Penggunaan pestisida dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD II). Berbagai uji

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN Peranan CropLife Indonesia Dalam Meminimalkan Pemalsuan Pestisida PESTISIDA : HAL HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN Deddy Djuniadi Executive Director CropLife Indonesia 19 Juni 2012 Peranan CropLife Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang beriklim tropis sehingga memiliki tanah yang subur dan cocok untuk berbagai macam jenis tanaman. Produktivitas dan mutu hasil pertanian

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk : Glufosinate ammonium 150 g/l Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang : Kenbast 150 SL Nama Kimia : ammonium 4-(hydroxyl(methyl)

Lebih terperinci

TESIS. Oleh ERLINA HAYATI / IKM

TESIS. Oleh ERLINA HAYATI / IKM PENGARUH KOMUNIKASI PERSUASIF BIDAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN MP- ASI DI DESA PASAR MAGA KECAMATAN LEMBAH SORIK MERAPI KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2016 TESIS Oleh ERLINA

Lebih terperinci

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN LEMBAR DATA KESELAMATAN BAGIAN 1 IDENTIFIKASI PRODUK KIMIA DAN PERUSAHAAN Nama Produk Pengidentifikasi Produk / Nama Dagang Nama Kimia : Glyphosate Isopropylammonium 490 g/l : Kenfosat 490 SL : N-(fosfonometil)

Lebih terperinci

POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011

POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011 POLA DAN PERILAKU PENYEMPROTAN PESTISIDA TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI JERUK DI DESA BERASTEPU KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO TAHUN 2011 SKRIPSI Oleh: BEDA KRISTIAN SITEPU NIM. 091000212 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang bila

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang bila BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pestisida Istilah pestisida berasal dari bahasa Latin yaitu pestis dan caedo yang bila diterjemahkan secara bebas berarti racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT BAHAYA BAHAN KIMIA TERHADAP DERMATITIS KULIT DAN ISPA PADA PEKERJA LABORATORIUM KIMIA PKBS

PENGARUH TINGKAT BAHAYA BAHAN KIMIA TERHADAP DERMATITIS KULIT DAN ISPA PADA PEKERJA LABORATORIUM KIMIA PKBS PENGARUH TINGKAT BAHAYA BAHAN KIMIA TERHADAP DERMATITIS KULIT DAN ISPA PADA PEKERJA LABORATORIUM KIMIA PKBS SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Putri Septiani R. 0209042

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Petani adalah sektor yang sangat penting di Indonesia dalam rangka mewujudkan pertanian sebagai leading sector melalui suatu proses yang berencana, sistematis, dengan

Lebih terperinci

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi :

No. kuesioner. I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Pendidikan : 4. Lama Bekerja : 5. Sumber Informasi : No. kuesioner KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN KARYAWAN PABRIK KARET TENTANG POLUSI UDARA DI DALAM RUANGAN PABRIK DAN KELUHAN KESEHATAN DI PABRIK KARET KEBUN LIMAU MUNGKUR PTPN II TANJUNG

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pertanian sering diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu Tanaman/Tumbuhan (OPT) ini

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja sebagai sumber daya manusia sangat penting. Oleh karena itu, upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi pakcoy adalah jenis sayuran yang termasuk keluargan Brassicaceae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi pakcoy adalah jenis sayuran yang termasuk keluargan Brassicaceae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sawi pakcoy (Brassica rapa L) Sawi pakcoy adalah jenis sayuran yang termasuk keluargan Brassicaceae. Sayuran sawi pakcoy berasal dari Cina dan telah dibudidayakan secara luas setelah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN GANGGUAN FAAL PARU DI INDUSTRI PAKAN TERNAK PT.CHAROEN POKPHAND INDONESIA SEMARANG SKRIPSI

HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN GANGGUAN FAAL PARU DI INDUSTRI PAKAN TERNAK PT.CHAROEN POKPHAND INDONESIA SEMARANG SKRIPSI HUBUNGAN PAPARAN DEBU DENGAN GANGGUAN FAAL PARU DI INDUSTRI PAKAN TERNAK PT.CHAROEN POKPHAND INDONESIA SEMARANG SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan SANTI EKASARI

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN SISWA ANTARA SEBELUM NEGERI DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN SISWA ANTARA SEBELUM NEGERI DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN SISWA ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DI SD NEGERI 173398 DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2016 SKRIPSI

Lebih terperinci