BAB I PENDAHULUAN. adalah Jepang dengan usia 83,5 tahun sedangkan Indonesia UHH sebesar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. adalah Jepang dengan usia 83,5 tahun sedangkan Indonesia UHH sebesar"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umur Harapan Hidup (UHH) adalah perkiraan rata-rata lamanya hidup yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk dari sejak lahir. UHH dapat dijadikan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah pada keberhasilan pembangunan kesehatan serta sosial ekonomi di suatu wilayah, termasuk didalamnya derajat kesehatan. UHH yang tertinggi adalah Jepang dengan usia 83,5 tahun sedangkan Indonesia UHH sebesar 70,1 tahun (Nations United, 2010). Provinsi Riau UHH meningkat dari tahun pada tahun 2012 menjadi tahun pada tahun 2013 (Profil Kesehatan Indonesia, 2014). Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dibangun pada Milenium Development Goals (MDGs) terdapat 17 tujuan pada SDGs salah satunya adalah kesehatan yang baik dan kesejahteraan, artinya menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur (Internationalis, 2015). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai kehidupan yang sehat dan sejahtera adalah dengan dibentuknya Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM).. Penyakit Tidak Menular merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh kuman atau virus penyakit dan tidak ditularkan kepada orang lain, 1

2 2 termasuk cedera akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. Di Indonesia penyakit utama termasuk PTM penyakit kardiovaskuler, kanker, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), diabetes mellitus, serta cedera akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia sebesar 36 juta yang setiap tahunnya sekitar 63% seluruh kematian disebabkan penyakit jantung, kanker, pernafasan kronis dan diabetes. Ancaman PTM setiap tahun diperkirakan sebesar 8 juta kematian atau 22% dari seluruh kematian di wilayah Asia Tenggara (RI, 2014). Setiap tahun PTM menyebabkan hampir 60% kematian di Indonesia, sebagian besar dialami usia di bawah 60 tahun. Hal ini yang juga berdampak negatif terhadap produktivitas dan pembangunan, sehingga menyebabkan kemiskinan karena menghabiskan waktu dan biaya yang besar untuk pengobatan. Karakteristik PTM antara lain penularan penyakit tidak melalui rantai penularan tertentu. Masa inkubasi yang panjang dan laten, perlangsungan penyakit yang berlarut-larut (kronis), kesulitan diagnosis, variasi yang luas, memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangan dan faktor penyebab bermacam-macam (multikausal), bahkan tidak jelas (Bustan, 2007). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada tahun 2013, penderita PTM 69,6% dialami oleh diabetes melitus, 63,2% hipertensi yang belum terdiagnosis, keadaan ini mengakibatkan penanganan menjadi sulit, terjadi komplikasi bahkan kematian. Rikesdas 2013 menunjukan prevalensi

3 3 gagal ginjal 0,2%, gagal jantung 0,3%, hyperthyroid 0,4%, batu ginjal 0,6%, kanker 1,4%, penyakit jantung koroner 1,5%, diabetes melitus 2,1%, penyakit paru kronik obstruktif 3,7%, asma 4,5%, cidera 8,2%, hipertensi berdasarkan wawancara 9,5%, stroke 12,1%, rematik 24,7%, hipertensi berdasarkan pengukuran 25,8% dan cidera 8,2%. Dari data surveilens, PTM kabupaten Kuantan Singingi, terjadi peningkatan kasus diabetes melitus tahun 2013 yaitu 7,8 % pada tahun 2015 menjadi 13,5% kasus, asma tahun ,9% tahun 2015 jadi 6,4% dan cidera tahun ,7% pada tahun 2015 menjadi 6,4%. Di Puskesmas Teluk Kuantan pada tahun 2013 kasus diabetes melitus dari 12,7% menjadi 14,2% dan kasus cidera pada tahun 2013 dari 24,8% menjadi 42,6%. Di desa Beringin Taluk pada tahun 2013 kasus hipertensi 41,9%, pada tahun ,7%, diabetes melitus pada tahun 2013 terjadi 11,5% kasus pada tahun ,6 %. Hasil Rikesdas 2013 faktor risiko PTM di Indonesia disebabkan oleh perilaku merokok yaitu 36,3%, kurang aktifitas fisik 26,1%, kurang sayur dan buah 93,6%, konsumsi makanan tinggi manis 53,1%, konsumsi makanan asin 26,2%, konsumsi makanan tinggi lemak, konsumsi makanan tinggi penyedap 77,3% dan gangguan mental 6,0%. Kementerian Kesehatan telah menggunakan trik khusus dalam menyiasati pola perkembangan PTM di Indonesia secara cepat dengan menggunakan berbagai media-media komunikasi kesehatan, salah satunya

4 4 dengan slogan yaitu: Mari Menuju Masa Muda Sehat, Hari Tua Nikmat Tanpa PTM Dengan Perilaku Cerdik. Kebijakan dan strategi Pengendalian PTM tergantung dari kebijakan dan strategi masing-masing daerah, begitu juga dengan penerapannya tergantung pada daerah kerja masing-masing. Strategi pengendalian PTM diantaranya yaitu memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat, seperti Pos Kesehatan Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) (Kemenkes, 2012). Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor risiko PTM pada awalnya tidak memberikan gejala. Posbindu PTM menjadi salah satu bentuk upaya kesehatan masyarakat yang selanjutnya berkembang menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM di bawah pembinaan Puskesmas. Tujuan kegiatan Posbindu PTM adalah meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran serta dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak lanjut. Sasaran utama dalam kegiatan ini adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas (Kemenkes, 2014).

5 5 Usia 15 tahun ke atas merupakan kelompok usia menengah yang merupakan usia produktif. Menteri luar negeri RI pada pertemuan tingkat tinggi PTM di New York tahun 2011 menyatakan bahwa PTM paling banyak menyerang kelompok usia menengah yang merupakan usia produktif sehingga dapat mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi sampai 5%. Kematian akibat PTM yang sebagian besar terjadi pada usia kurang dari 60 tahun yang merupakan kelompok pekerja yang produktif dapat mengganggu pembangunan dan produktifitas negara baik level makro maupun mikro (Kemenkes RI, 2014). Dinas Kesehatan kabupaten Kuantan Singingi bekerjasama dengan Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Mei 2014 telah melakukan sosialisasi kepada Tim Penggerak PKK Kecamatan untuk dapat mengupayakan pembentukan Posbindu PTM di setiap wilayah. Dinas Kesehatan kabupaten Kuantan Singingi juga memberikan kit Posbindu PTM dasar di setiap puskesmas, serta memperkuat sistem surveilans epidemiologis faktor risiko PTM (Dinkes Kuansing, 2016). Kegiatan Posbindu PTM tidak berhasil karena hasil yang diharapkan tidak sejalan dengan yang direncanakan. Hasil evaluasi dari program ini belum terlihat, dikarenakan sulitnya menerapkan kegiatan Posbindu PTM pada masyarakat umum. Dari laporan Direktur Pengendali Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dari sekitar Posbindu PTM yang ada di Indonesia hanya 6000 yang aktif. Padahal, Posbindu PTM berfungsi untuk mendeteksi

6 6 dan menapis penyakit tidak menular lebih dini. Menurut menteri kesehatan penyakit tidak menular sangat terkait dengan perilaku dan gaya hidup. Itu sebabnya yang memegang peranan yang paling sentral dalam penyakit tidak menular ialah kesadaran masyarakat untuk hidup dan berperilaku sehat (Kompas, 2015). Di kabupaten Kuantan Singingi terdiri dari 23 Puskesmas dan hanya 6 Puskesmas yang masih aktif Posbindu PTM yaitu Puskesmas Lubuk Jambi, Gunung Toar, Kari, Teluk Kuantan, Sentajo Raya dan Inuman. Pada tahun 2016 Dinas Kesehatan kabupaten Kuantan Singingi menargetkan 60% dari wilayah yang ada disetiap Puskesmas harus mempunyai Posbindu PTM yang aktif. Adapun cakupan kunjungan Posbindu PTM yang aktif pada tahun 2015 sebagai berikut : Tabel 1.1 Cakupan Kunjungan Posbindu PTM di Puskesmas Kabupaten Kuantan SingingiTahun 2015 No Nama Puskesmas Jumlah Posbindu PTM Cakupan kunjungan (%) 1 Inuman 11 19,1 2 Sentajo Raya 10 18,4 3 Teluk Kuantan 1 10,8 4 Kari 11 19,9 5 Gunung Toar 14 21,9 6 Lubuk Jambi 5 27,1 Jumlah 52 19,5 Sumber buku kunjungan Posbindu PTM Kabupaten Kuantan Singingi Menurut Handayani (2012), dalam Umayana dan Cahyati (2015) perilaku seseorang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor predeposisi antara lain (pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, karakteristik individu), faktor pemungkin (ketersediaan sarana kesehatan, jarak tempuh, hukum pemerintah, keterampilan terkait

7 7 dengan kesehatan), dan faktor penguat (antara lain keluarga, teman sebaya, guru, tokoh masyarakat). Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang, sedangkan menurut pendapat Ware. H (1984) yang dikutip oleh Heri Purwanto (1999 dalam Susanti dan Yeni, 2013) semakin tinggi keingintahuan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang tersebut mencari informasi dan meningkatkan kemampuan seseorang tersebut memahami yang akan dilakukan dalam menghadapi suatu masalah atau bertindak. Selain faktor pengetahuan ada faktor lainnya yaitu faktor keluarga. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masyarakat. Keluarga sebagai suatu kelompok, sebagai motivator kuat bagi penduduk untuk dapat mengikuti kegiatan Posbindu PTM apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi, mengantar atau mengingatkan jadwal Posbindu PTM. Keberadaan anggota keluarga memainkan peranan penting dalam mencegah atau paling tidak menunda orang menderita sakit kronis ke lembaga pelayanan kesehatan. Besarnya keterlibatan dan sifat pelayanan yang diberikan keluarga tergantung pada sumber-sumber ekonomi, struktur keluarga, kualitas hubungan, kebutuhan lainnya dan tenaga yang tersedia (Wetle, 1997 dalam Lestari, 2011 dalam Umayana dan Cahyati, 2015). Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan seseorang untuk mengikuti kegiatan Posbindu. Kehadiran penduduk dalam Posbindu yang rendah dapat

8 8 dipengaruhi oleh kurangnya dukungan keluarga (Fallen, 2010 dalam Sunartyasih, 2011 dalam Umayana dan Cahyati, 2015). Peran keluarga sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat, jika ada anggota keluarga sangat berperan, maka masyarakat akan berpartisipasi sesuai sikap anggota keluarganya (Rufiati, 2011 dalam Umayana dan Cahyati, 2015). Penelitian Susanti dan Yenni pada tahun 2013 di kabupaten Sijunjung bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan Posbindu PTM dan ada hubungan antara motivasi dengan kunjungan Posbindu PTM. Begitu pula dengan hasil penelitian Umayana dan Cahyati pada tahun 2015 di Semarang bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan keaktifan penduduk pada kegiatan Posbindu PTM. Desa Beringin Taluk yang yang berada di wilayah Puskesmas Teluk Kuantan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, hal tergambar dari sedikitnya kunjungan Posbindu PTM setiap bulannya. Berikut data kunjungan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular di desa Beringin Taluk Puskesmas Teluk Kuantan pada bulan Januari-Desember 2015 yang dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut ini:

9 9 Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Posbindu PTM Desa Beringin Taluk Tahun 2015 BULAN SASARAN MASYARAKAT USIA KUNJUNGAN 15 TAHUN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah 282 Sumber buku kunjungan Posbindu PTM desa Beringin Taluk Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 2 Maret 2016 melalui wawancara terhadap 20 orang diperoleh hasil bahwa yang tidak tahu Posbindu PTM sebanyak 12 orang (60%) dan sebanyak 8 orang (40%) yang tahu Posbindu PTM. Dari 8 orang yang tahu tentang Posbindu PTM tersebut hanya 3 orang (15%) yang pernah mengikuti kegiatan Posbindu PTM, tetapi tidak setiap bulan mengikuti kegiatan tersebut karena tidak ada keluarga yang mengantar dan juga tidak ada yang mengingatkan. Berdasarkan latar belakang dan survei di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Tentang Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular Dengan Pemanfaatan Posbindu PTM Pada Masyarakat Desa Beringin Taluk Wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2016.

10 10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan pengetahuan tentang Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular dengan pemanfaatan Posbindu PTM desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2016? 2. Apakah terdapat hubungan dukungan keluarga dengan pemanfaatan Posbindu PTM desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2016? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular dengan pemanfaatan Posbindu PTM pada masyarakat desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui proporsi pengetahuan tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular, dukungan keluarga dan pemanfaatan

11 11 Posbindu PTM pada masyarakat desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun b. Menganalisa hubungan pengetahuan tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular dengan pemanfaatan Posbindu PTM pada masyarakat desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun c. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan pemanfaatan Posbindu PTM pada masyarakat desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi Tahun D. Manfaat Penelitian. 1. Aspek Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan menambah khasanah ilmu kebidanan terutama mengenai pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular. b. Bagi institusi pendidikan kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya dalam menyusun hipotesis baru ataupun dengan jenis penelitian berbeda. 2. Aspek Praktis a. Dapat digunakan oleh Puskesmas terutama bagi penanggung jawab program penyakit tidak menular dalam meningkatkan pemanfaatan pos

12 12 pembinaan terpadu penyakit tidak menular di Puskesmas Teluk Kuantan dan fasilitas pelayanan kesehatan lain. b. Dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan mengenai pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular di Puskesmas Teluk Kuantan dan fasilitas pelayanan kesehatan lain umumnya. c. Dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan kompetensi bagi tenaga kesehatan khususnya dalam pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular. d. Meningkatkan pemahaman dan wawasan tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular.

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) a. Konsep pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular 1) Pengertian Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. 2) Tujuan Kegiatan Meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran serta dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak lanjut dini. 3) Sasaran Kegiatan Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. 4) Wadah Kegiatan Penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM dapat dilakukan di lingkungan tempat tinggal dalam wadah desa/kelurahan ataupun fasilitas publik lainnya seperti sekolah, tempat ibadah, terminal dan lain sebagainya. 13

14 14 5) Pelaku kegiatan Penyelenggaraan Posbindu PTM dilakukan oleh petugas pelaksana Posbindu PTM yang berasal dari kader kesehatan yang telah yang ada atau beberapa orang dari masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan Posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasi. Pelaksanaan Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas penanggung jawab wilayah kerja dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota setempat. Petugas Pelaksana Posbindu PTM memiliki kriteria antara lain mau dan mampu melakukan kegiatan Posbindu PTM minimal bisa membaca dan menulis, lebih diutamakan minimal SLTA sederajat. 6) Klasifikasi Pos Pembinaan Terpadu Penyakit tidak Menular Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini yang dapat dilakukan oleh Posbindu PTM, maka dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok Posbindu PTM yaitu : a) Posbindu PTM Dasar Meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrumen atau formulir untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, pengukuran

15 15 berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan tekanan darah serta konseling. b) Posbindu PTM Utama Meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar ditambah dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol total, trigliserida, pengukuran Arus Puncak Ekspirasi ( APE), konseling dan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) serta Clinical Breast Examination (CBE), pemeriksaan kadar alkohol dalam darah dan tes amfetamin urin bagi pengemudi, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan, perawat kesehatan/tenaga ahli teknologi laboratorium medik/lainnya) 7) Kemitraan Dalam penyelenggraan Posbindu PTM pada tatanan desa/kelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah. Kemitraan dengan Poskesdes, industri, dan klinik perlu dilakukan untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan. Dukungan dapat berupa sarana/prasarana lingkungan yang kondusif untuk menjalankan pola hidup sehat seperti fasilitas olahraga atau sarana untuk pejalan kaki. Melalui Poskesdes dapat dikembangkan sistem rujukan dan dapat diperoleh bantuan teknis medis untuk pelayanan kesehatan. Kemitraan dengan industri misalnya industri farmasi bermanfaat dalam pendanaan dan

16 16 fasilitas alat, dengan klinik swasta bermanfaat untuk memperoleh tenaga dalam pelayanan medis atau alat kesehatan lainnya. b. Langkah-langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM 1) Identifikasi Kelompok Potensial yang ada di Masyarakat Langkah persiapan untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat diawali dengan pengumpulan data dan informasi besaran masalah PTM yang ada, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia yang tersedia. Identifikasi merupakan kegiatan mencari, menemukan, mencatat data yang belum diketahui mengenai kelompok-kelompok masyarakat potensial yang ada yang merupakan sasaran akan menjadi subyek atau objek dalam pengembangan Posbindu PTM. Tujuannya adalah agar pengembangan Posbindu PTM dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya di masyarakat sehingga dapat berjalan secara mandiri dan berkesinambungan. Informasi didapatkan secara langsung melalui berbagai metode sebagai berikut: a) Wawancara b) Pengamatan c) Angket d) Teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Parisipatif Pedesaan e) Fokus Diskusi Kelompok Terarah.

17 17 2) Sosialisasi dan advokasi Sosialisasi dan advokasi dilakukan kepada kelompok masyarakat potensial terpilih tentang besarnya permasalahan PTM yang ada, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pencegahan dan pengendalian serta tujuan dan manfaat kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan Posbindu PTM. Tindak lanjut dari advokasi adalah kesepakatan bersama berupa penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM. 3) Pelatihan Petugas Pelaksana Posbindu PTM a) Tujuan Memberikan pengetahuan tentang penyakit tidak menular faktor risiko, dampak dan upaya yang diperlukan dalam pencegahan dan pengendalian PTM, memberikan pengetahuan tentang Posbindu PTM, memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor risiko PTM dan memberikan keterampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya. b) Materi Pelatihan Pelaksana Posbindu PTM (1) Situasi dan kebijakan pencegahan dan pengendalian PTM

18 18 (2) Penyakit Tidak Menular : (a) Jenis PTM (b) Faktor risiko PTM (3) Penyelenggaraan Posbindu PTM (Tahapan Layanan Posbindu PTM). (4) Pengukuran faktor risiko PTM (5) Konseling faktor risiko PTM (6) Pencatatan dan Pelaporan (7) Surveilans Faktor Risiko PTM berbasis Posbindu PTM c) Peserta pelatihan: Jumlah peserta maksimal 30 orang agar pelatihan berlangsung efektif. d) Waktu pelaksanaan pelatihan selama 3 hari atau disesuaikan dengan kondisi setempat dengan modul yang telah dipersiapkan. e) Sarana peralatan Posbindu PTM Sarana dan peralatanyang diperlukan untuk menyelenggarakan Posbindu PTM adalah sebagai berikut : (1) Posbindu PTM Dasar memerlukan 5 set meja-kursi jika tersedia, pengukur tinggi badan, timbangan berat badan/alat ukur analisa lemak tubuh, pita pengukur lingkar perut dan tensimeter digital serta buku pintar Posbindu PTM seri 1-6 dan media edukasi lainnya. (2) Posbindu PTM Utama memerlukan sarana dan peralatan seperti pada Posbindu PTM dasar ditambah dengan alat

19 19 pemeriksaan kadar gula darah, kadar kolesterol total dan trigliserida, kadar alkohol dalam darah, Arus Puncak Ekspirasi (peakflow meter) dan amfetamin urine serta peralatan pemeriksaan IVA. (3) Untuk pelaksanaan surveilans PTM diperlukan buku pemantauan faktor risiko PTM, buku dan alat pencatatan dan pelaporan Posbindu PTM berbasis sistem informasi. (4) Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) yaitu serial buku pintar Posbindu PTM, lembar balik, leaflet, model makanan dan sebagainya. Tabel 2.1 Standar Sarana Posbindu PTM Tipe-tipe Posbindu Posbindu PTM Dasar Posbindu PTM Utama Peralatan Deteksi Dini dan Monitoring Media KIE dan Penunjang Alat ukur lingkar perut 1 buah Lembar balik 1 buah Alat ukur tinggi badan 1 buah Leaflet / brosur 1 buah Timbangan berat badan 1 buah Buku panduan 1 buah Tensimeter digital 1 buah Buku pencatatan 1 buah Peralatan Posbindu PTM 1 paket Formulir 1 Dasar rujukan buah Alat ukur gula darah, 1 buah Buku Sesua kolesterol total dan Monitoring FR- i trigliserida PTM kebut Peakflowmeter 1 paket Kursi dan meja uhan Tes amfetamin urin 1 paket Alat ukur kadar alkohol 1 paket Meja Gynekologi 1 paket IVA kit 1 paket

20 20 4) Pengorganisasian dan Pembagian Peran Setelah petugas petugas pelaksana Posbindu PTM dilatih langkah yang dilakukan: a) Melaporkan kepada pimpinan organisasi/lembaga atau pimpinan wilayah b) Mempersiapkan dan melengkapi sarana yang dibutuhkan c) Menyusun rencana kerja d) Memberikan informasi kepada sasaran e) Melaksanakan wawancara, pengukuran, pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan serta rujukan bila diperlukan setiap bulan f) Melaksanakan konseling g) Melaksanakan penyuluhan berkala h) Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama i) Membangun jejaring kerja j) Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan 5) Pelaksanaan Kegiatan Posbindu PTM Tabel 2.2 Peran dan Kriteria No Peran Kriteria dan Tugas 1 Koordinator Ketua dari penanggung jawab kegiatan serta berkoordinasi terhadap puskesmas dan para pembina terkait di wilayahnya 2 Petugas Penggerak Anggota perkumpulan yang aktif, berpengaruh dan komunikatif bertugas menggerakkan masyarakat, sekaligus melakukan wawancara dalam penggalian informasi 3 Petugas Pemantau Anggota perkumpulan yang aktif dari komunikatif 4. Petugas konselor/ Edukator bertugas melakukan pengukuran faktor risiko PTM Anggota perkumpulan yang aktif komunikatif dan telah menjadi panutan dalam penerapan gaya hidup sehat, bertugas melakukan konseling, eduksi, motivasi serta menindaklanjuti rujukan dari puskesmas

21 21 No Peran Kriteria dan Tugas 5 Petugas Pencatat Anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM dan melaporkan kepada koordinator Posbindu PTM Kegiatan yang harus dilaksanakan oleh petugas pelaksana Posbindu PTM : Pada H -1, Tahap Persiapan a) Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal kegiatan. b) Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan. c) Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanaan. Pada hari H, Tahap Pelaksanaan a) Melakukan kegiatan dengan 5 tahapan layanan atau modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama b) Aktifitas bersama seperti olahraga, demo masak, penyuluhan, sarasehan atau peningkatan keterampilan bagi para anggotanya Pada H+1, Tahap Evaluasi a) Menilai kehadiran (para anggotanya, petugas pelaksana Posbindu PTM dan undangan lainnya. b) Mengisi catatan pelaksanaan kegiatan. c) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi. d) Mencatat hasil penyelesaian masalah.

22 22 e) Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan rumah bila diperlukan f) Melakukan konsultasi teknis dengan pembina Posbindu PTM Peran pihak lainnya : Petugas Puskesmas a) Memberikan bimbingan teknis kepada para petugas pelaksana Posbindu PTM dalam penyelenggarakannya b) Memberikan materi kesehatan terkait dengan permasalahan faktor risiko PTM dalam penyuluhan maupun kegiatan lainnya c) Mengambil dan menganalisa hasil kegiatan Posbindu PTM d) Menerima, menangani dan memberi umpan balik kasus rujukan dari Posbindu PTM e) Melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan lain terkait Para Pemangku Kepentingan (Para Pembina Terkait) a) Camat b) Lurah/Kepala desa atau sebutan lain c) Para pimpinan kelompok potensial/lembaga/instansi/organisasi. d) Tokoh/Penggerak Masyarakat e) Dunia Usaha 6) Pembiayaan Dalam menyelenggarakan Posbindu PTM agar dapat berlangsung secara berkelanjutan, diperlukan pembiayaan yang

23 23 memadai. Pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, swasta, kelompok masyarakat/lembaga atau pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular. c. Pelaksanaan Posbindu PTM 1) Waktu Penyelenggaraan Diselenggarakan dalam satu kali dalam sebulan, bila perlu dapat lebih satu kali sebulan, hari dan waktu dipilih sesuai dengan kesepakatan dan situasi serta kondisi setempat. 2) Tempat Tempat pelaksanaan adalah tempat yang sudah disepakati dan menjadi tempat rutin suatu kelompok. 3) Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM yang rutin dilaksanakan sebulan sekali di suatu tempat yang sudah disepakati dapat ditambahkan dengan melakukan kegiatan Posbindu PTM secara bergerak dengan mendatangi tiap-tiap rumah dalam lingkup desa untuk meningkatkan cakupan peserta Posbindu PTM di wilayah tersebut. Tahapan layanan 1 Tahapan layanan 2 Tahapan layanan 3 Tahapan layanan 4 Tahapan layanan 5 Skema 2.1 Proses Kegiatan Posbindu Tahapan layanan 1 : Registrasi, pemberian nomor urut/kode yang sama serta pencatatan ulang hasil pengisian buku pemantauan Faktor

24 24 Risiko Penyakit Tidak Menular (FR-PTM) ke buku pencatatan oleh petugas pelaksana Posbindu. Tahapan layanan 2 : Wawancara oleh petugas pelaksana Posbindu PTM. Tahapan layanan 3: Pengukuran TB, BB, IMT, lingkar perut, analisa lemak tubuh. Tahapan layanan 4 : Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, kolesterol total, dan trigliserida, APE, alkohol, amfetamin, CBE dan IVA. Tahapan layanan 5 : Identifikasi faktor risiko PTM, konseling/edukasi, serta tindak lanjut lainnya. 4) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan Posbindu PTM dilakukan secara manual dan atau menggunakan sistem informasi manajemen PTM oleh petugas pelaksana Posbindu PTM maupun oleh petugas Puskesmas. Petugas puskesmas mengambil data atau menerima data untuk dianalisis dan untuk digunakan dalam pembinaan, sekaligus melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. Untuk pencatatan manual digunakan : a) Buku Pemantauan Faktor Risiko (FR) PTM b) Buku Pencatatan Posbindu PTM

25 25 Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian Faktor Risiko PTM Faktor Risiko Baik Buruk Gula darah puasa < Glukosa darah 2 jam < Glukosa sewaktu < Kolesterol darah total < Trigliserida < Tekanan darah < 140 / / 90 Indeks Masa Tubuh < Lingkar perut P< 90cmW< 80 cm P 90cmW80 cm Arus Puncak Ekspirasi Nilai APE nilai Nilai APE nilai prediksi normal prediksi normal 5) Tindak Lanjut Dini Faktor Risiko Posbindu PTM Pada tahap dini, kondisi faktor risiko PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko dan gaya hidup yang sehat seperti berhenti merokok, diet seimbang, rajin beraktifitas fisik, pengelolaan stres dan lain-lain. Tabel 2.4 Frekuensi dan Jangka Waktu Pemantauan Faktor RisikoPTM Faktor Risiko Orang sehat Faktor Risiko Penderita PTM Glukosa darah puasa 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah 2 jam 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Glukosa darah sewaktu 3 tahun sekali 1 tahun sekali 1 bulan sekali Kolesterol darah total 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Trigliserida 5 tahun sekali 6 bulan sekali 3 bulan sekali Tekanan darah 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Indeks Masa Tubuh (IMT) 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Lingkar perut 1 bulan sekali 1 bulan sekali 1 bulan sekali Arus Puncak Eksirasi 1 tahun sekali 3 bulan sekali 1 bulan sekali Cedera dan kekerasan dalam rumah tangga 6 bulan sekali 3 bulan sekali 3 bulan sekali IVA dan CBE 1 tahun sekali Kadar alkohol dalam darah dan amfetamin dalam urin 1 tahun sekali 6 bulan sekali 1 bulan sekali 6) Rujukan Posbindu PTM Pelaksanaan Posbindu PTM dimulai dengan layanan pendaftaran, kemudian dilanjutkan dengan wawancara dan pengukuran serta pemeriksaan faktor risiko PTM. Bila ditemukan

26 26 peserta yang memiliki faktor risiko maka petugas akan melakukan tindak lanjut dini berupa konseling dan edukasi atau merujuk peserta ke FKTP sesuai dengan kriteria rujukan. 7) Tingkat Perkembangan Posbindu PTM Beberapa tolak ukur hasil pengukuran dan tindak lanjut faktor risiko PTM yang mejadi indikator untuk perkembangan Posbindu PTM yang meliputi cakupan dan proporsi faktor risiko PTM, yaitu : a) Merokok b) konsumsi sayur dan buah c) aktifitas fisik,d) konsumsi minuman beralkohol e) Indeks massa tubuh, f) lingkar perut g) tekanan darah h) gula darah sewaktu i) kolesterol total j) trigliserida k) pemeriksaan klinis payudara l) inspeksi visual asam asetat m) arus puncak ekspirasi n) kadar alkohol dalam darah o) tes amfetamin urin. Penilaian tingkat perkembangan Posbindu PTM berdasarkan indikator: a) Cakupan kegiatan Posbindu PTM (1) Indikator untuk menilai kegiatan Posbindu PTM terhadap masyarakat di tingkat desa/kelurahan, Puskesmas kabupaten/kota dan provinsi. Cakupan kegiatan Posbindu PTM adalah presentase penduduk 15 tahun yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM dibandingkan dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun.

27 27 ( ) Dengan indikator tersebut, maka diketahui sejauh mana diketahui kegiatan Posbindu PTM pada suatu wilayah telah menjangkau masyarakat sehingga dengan demikian pengelola program PTM dapat melakukan pembinaan dan tindak lanjut terkait hal ini. Tabel 2.5 Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM No Pemeriksaan Faktor risiko Target Merah Hijau 1 Merokok < 50% 50% 2 Konsumsi sayur buah < 50% 50% 3 Aktifitas fisik < 50% 50% 4 Konsumsi minuman beralkohol < 50% 50% 5 Penyuluhan rokok < 50% 50% 6 IMT < 50% 50% 7 Lingkar perut < 50% 50% 8 Tekanan darah < 50% 50% 9 Fungsi paru sederhana < 50% 50% 10 Gula darah < 50% 50% 11 Kolesterol total darah < 50% 50% 12 Trigliserida darah < 50% 50% 13 Benjolan payudara (P th) <10% 10% 14 IVA (P th) <10% 10% 15 Penyuluhan IVA dan CBE (P th) <80% 80% 16 Kadar alkohol pernafasan <20% 20% 17 Kadar amfetamin urin <20% 20% (2) Cakupan kegiatan Posbindu PTM di tingkat Puskesmas, Kabupaten / Kota, Provinsi dan Nasional. Indikator ini digunakan untuk menilai cakupan kegiatan Posbindu PTM pada tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional berdasarkan prosentase masing masing wilayah.

28 28 ( ) Hasil cakupan pada tingkat desa/kelurahan, Puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional akan dianalisis dan dikategorikan menjadi dua yaitu hijau jika melebihi nilai yang ditetapkan dan merah bila kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan. Tabel 2.6 Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM Tingkat Puskesmas, Kabupaten / Kota, Provinsi, Nasional No Pemeriksaan Faktor risiko Target Merah Hijau 1 Merokok < 10 % 10% 2 Konsumsi buah dan sayur < 10 % 10% 3 Aktivitas fisik < 10 % 10% 4 Konsumsi minuman beralkohol < 10 % 10% 5 IMT < 10 % 10% 6 Lingkar perut < 10 % 10% 7 Tekanan darah < 10 % 10% 8 Fungsi paru sederhana < 10 % 10% 9 Gula darah < 10 % 10% 10 Kolesterol darah < 10 % 10% 11 Trigliserida darah < 10 % 10% 12 Benjolan payudara (P thn) < 10 % 10% 13 IVA (P thn) < 10 % 10% 14 Penyuluhan IVA dan CBE (P thn) < 20% 20% 15 Penyuluhan rokok < 20 % 20% 16 Kadar alkohol pernafasan < 10% 10% 17 Kadar amfetamin urin < 10% 10% Target cakupan secara bertahap akan ditingkatkan karena semakin tinggi cakupan berarti semakin banyak masyarakat yang melakukan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM dan hal ini berkontribusi besar bagi pengendalian penyakit tidak menular. Dinas Kesehatan

29 29 Kabupaten/Kota dapat menetapkan target cakupan sesuai dengan kemampuan yang ada. b) Proporsi faktor risiko PTM. Berdasarkan hasil pemeriksaan faktor risiko, maka dapat diketahui kondisi faktor risiko di suatu Posbindu atau suatu wilayah yang merupakan rekapitulasi proporsi dari Posbindu PTM di wilayahnya. Proporsi faktor risiko ini untuk kewaspadaan masyarakat dan pengelola program PTM terhadap suatu faktor risiko di waktu tertentu dan prediksi atau proyeksi PTM di masa mendatang, serta intervensi yang diperlukan. Proporsi faktor risiko PTM adalah prosentase hasil faktor risiko dari peserta Posbindu PTM yang melakukan pemeriksaan. Proporsi faktor risiko PTM : Hasil proporsi akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari desa/kelurahan, Puskesmas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional dengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai yang ditetapkan dan hijau jika kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan.

30 30 Tabel 2.7 Indikator Proporsi Faktor Risiko PTM Pada Posbindu PTM No Faktor risiko Target Merah Hijau 1 Kurang makan sayur dan buah <90% 90% 2 Kurang aktivitas fisik >26% 26% 3 Merokok >30% 30% 4 Konsumsi minuman beralkohol >20% 20% 5 IMT 25 (obesitas) >20% 20% 6 Obesitas sentral >26% 26% 7 Tekanan darah tinggi >25% 25% 8 Fungsi paru sederhana tidak normal >4% 4% 9 Hiperglikemia >6,5% 6,5% 10 Hiperkolesterolemia >1% 1% 11 Hipergliserida >1% 1% 12 Benjolan payudara >2º ºº 2º ºº 13 IVA positif >3% 3% 14 Kadar alkohol dalam darah positif >1% 1% 15 Amfetamin urin positif >1% 1% 16 Penyuluhan rokok <80% 80% 17 Penyuluhan IVA dan CBE (P thn) <80% 80% 18 Penyuluhan potensi cedera <80% 80% 8) Pembinaan Kegiatan pembinaan antara lain adalah : a) Penyelenggaraan forum komunikasi bagi petugas pelaksana Posbindu PTM minimal 2 kali setahun yang difasilitasi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan b) Pemilihan petugas pelaksana Posbindu PTM teladan c) Pemilihan Posbindu PTM teladan d) Pelaksana studi banding e) Pendampingan oleh puskesmas dengan memberikan bantuan maupun bimbingan teknis dan fasilitas secara berkala dan berkesinambungan.

31 31 2. Konsep Pengetahuan a. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular yang diperoleh melalui penginderaan terhadap objek tertentu. Menurut Husada (2013), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya(mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Sementara itu menurut Nursalam (2013), pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah umur dan pendidikan, di mana semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang dapat menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang diperkenalkan dan semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang dimiliki, namun sebaliknya semakin tinggi tingkat umur seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak.

32 32 Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan dibagi 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengikat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengikat kembali (recall) suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

33 33 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulir dari formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan di antaranya sebagai berikut : 1) Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin luas pengetahuannya. Namun hal ini tidaklah mutlak, seorang berpendidikan rendah bukan berarti memiliki pengetahuan yang rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak didapatkan

34 34 di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Semakin banyak aspek positif yabg diketahui, akan menumbuhkan sikap positif terhadap obyek tersebut. 2) Informasi / media massa Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi tersedia sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang sehingga memberikan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan. 3) Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seeorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan. 4) Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan

35 35 berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada di lingkungan tersebut. 5) Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. 6) Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Tahapan usia menurut Masganti Sit (2011) adalah : a) Remaja akhir dari usia tahun b) Masa dewasa dini dari usia tahun c) Masa dewasa madya dari usia tahun d) Masa usia lanjut dari usia 60 ke atas. Pada usia madya, individu akan berperan lebih aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Hasil penelitian Susanti dan Yenni (2013) di Jorong Pasar Maloro kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung menunjukan

36 36 bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kunjungan Pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Menurut Arikunto (2006) dalam Budiman dan Agusrianto (2013) pengukuran pengetahuan terbagi : 1) Pengetahuan baik : hasil persentase 75%-100% 2) Pengetahuan kurang : hasil persentase < 75% b. Perilaku Kesehatan Perilaku adalah hasil atau dengan resultan antara stimulus (faktor eksternal) faktor respon (faktor internal) dalam orang yang berperilaku. Dengan kata lain perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar (Notoatmodjo, 2010). Teori Lawrence Green ada tiga faktor utama perilaku yaitu : 1) Faktor-faktor predeposisi (pre disposing faktors) : Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.

37 37 2) Faktor-faktor pemungkin ( enabling factors) : Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan, yaitu sarana dan prasarana atau faslilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya Puskesmas, Posbindu PTM tempat pembuangan sampah dan sebagainya. 3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) : Yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya misalnya keluarga, teman, guru, petugas kesehatan dan sebagainya. 3. Konsep Keluarga a. Keluarga 1) Pengertian Keluarga adalah bagian dari masyarakat, yang merupakan kelompok primer yang diikat suatu perkawinan tetapi juga menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan berumah tangga dan pemeliharaan anak. 2) Fungsi Keluarga a) Fungsi biologis Fungsi dari bapak dan ibu (1) Meneruskan keturunan. (2) Memelihara dan membesarkan anak

38 38 (3) Memelihara dan merawat kesehatan. b) Fungsi psikologis Bukan dari ayah dan ibu saja. (1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman. (2) Memberikan perhatian anggota keluarga (3) Membina proses pendewasaan anggota keluarga (4) Memberikan identitas yang baik c) Fungsi sosiologis (1) Memberikan sosialisasi pada anak dalam interaksi sosial diantara anggota keluarga. (2) Membentuk norma dan tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak. (3) Meneruskan nilai budaya bangsa. d) Fungsi pendidikan (1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pendidikan, pengetahuan keterampilan membentuk perilaku sesuai bakat dan minat. (2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan yang akan datang. (3) Mendidik anak sesuai tingkat perkembangan anak. e) Fungsi ekonomi (1) Mencari sumber penghasilan kebutuhan keluarga. (2) Mengatur penggunaan keuangan. (3) Menabung untuk kebutuhan keluarga.

39 39 f) Fungsi rekreasi Memberikan kesempatan pada anak untuk mengetahui hal-hal baru. g) Fungsi religi (1) Menanamkan rasa keagamaaan terhadap anak. (2) Membiasakan anak mengamalkan ajaran sejak kecil. b. Dukungan keluarga 1) Pengertian Dukungan (motivasi) atau dukungan merupakan kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu, oleh karena itu motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan (Notoatmodjo, 2010). 2) Bentuk dukungan keluarga Menurut Friedman (1998 dalam Psycologi Mania, 2012) ada beberapa bentuk dukungan keluarga yaitu : (a) Dukungan informasional Berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia, menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada induvidu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

40 40 (b) Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai nara sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan dan perhatian. (c) Dukungan instumental Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan dalam kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. (d) Dukungan emosional Merupakan dukungan yang diwujudkan dalam bentuk kelekatan, kepedulian dan ungkapan simpati sehingga timbul keyakinan bahwa individu yang bersangkutan diperhatikan. Dalam penelitian Handayani (2012), Susanti dan Yenni (2013), Umayana dan Cahyati (2015) menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga dalam mengikuti Pos Pembinaan Terpadu penyakit tidak menular sangat berpengaruh besar pada individu. Masyarakat yang kurang pengetahuan tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular cenderung tidak mendukung kegiatan Posbindu PTM tersebut. Mullany, et al, (2007) bahwa keluarga atau orang terdekat merupakan perantara yang efektif dan mampu memberikan kemudahan seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

41 41 Karena keluarga juga memiliki peran dalam menentukan keputusan untuk memelihara kesehatan para anggota keluarganya. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan secara emosional yang mendasari tindakan. Keluarga sebagai motivator yang kuat bagi penduduk untuk mengikuti kegiatan Posbindu PTM apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi, mengantar atau mengingatkan jadwal Posbindu PTM. Keberadaan anggota keluarga memainkan peranan penting dalam mencegah atau paling tidak menunda orang menderita penyakit kronis ke lembaga pelayanan kesehatan. Besarnya keterlibatan dan sifat pelayanan diberikan keluarga tergantung pada sumber-sumber ekonomi, struktur keluarga, kualitas hubungan, kebutuhan lainnya dan tenaga yang tersedia (Wetle, 1997 dalam Lestari,2011 dalam Umayana dan Cahyati, 2015) B. Kerangka Teori Dari penjabaran dalam tinjauan pustaka, maka pada pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular, maka dipengaruhi oleh faktorfaktor yaitu: pengetahuan dan dukungan keluarga, maka disentesis dan ditunjukkan kerangka teori skema di bawah ini :

42 42 Faktor Predisposisi (pre disposing factors) : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai-nilai 6. Tradisi Faktor pemungkin (enabling factors) 1. Pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular 2. Keterampilan petugas 3. Ketersediaan sarana dan prasarana 4. Keterjangkauan sumber daya kesehatan Pemanfaatan pos pembinaaan terpadu penyakit tidak menular Faktor Pendorong / penguat (Renforcing factors) 1. Keluarga 2. Teman sebaya 3. Guru 4. Petugas kesehatan Skema 2.2 Kerangka Teori C. Kerangka Konsep Dari kerangka teori di atas, peneliti hanya meneliti beberapa faktor saja yang akan dioperasionalkan menjadi variabel kerangka konsep yaitu pengetahuan dan dukungan keluarga, dengan ditunjukkan kerangka konsep pada skema 2.3 sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen 1. Pengetahuan 2. Dukungan keluarga Pemanfaatan pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular Skema 2.3 Kerangka Konsep

43 43 D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat hubungan pengetahuan tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular dengan pemanfaatan Posbindu PTM. 2. Terdapat hubungan dukungan keluarga dengan pemanfaatan Posbindu PTM.

44 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis desain kuantitatif dengan penelitian bersifat analitik menggunakan pendekatan cross sectional yang merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2012). Bertujuan untuk melihat hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga tentang pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular dengan pemanfaatan Posbindu PTM pada masyarakat desa Beringin Taluk wilayah Puskesmas Teluk Kuantan kabupaten Kuantan Singingi tahun Rancangan Penelitian Secara sistematis rancangan penelitian ini dapat dilihat dalam skema 3.1: Pengetahuan baik Dukungan keluarga : mendukung 1. Memanfaatkan 0. Tidak memanfaatkan Pengetahuan kurang Dukungan keluarga : tidak mendukung enelitan 1. Memanfaatkan 0. Tidak memanfaatkan Skema 3.1 Rancangan Penelitian (Sudigdo, 2014) 44

45 45 2. Alur Penelitian Secara sistematis alur penelitian dapat dilihat dalam skema 3.2 Puskesmas Teluk Kuantan Jumlah masyarakat desa Beringin Taluk di wilayah kerja Puskesmas Teluk Kuantan 3567 orang Jumlah masyarakat usia 15 tahun desa Beringin Taluk di wilayah kerja Puskesmas TelukKuantan N= 2636 orang Memanfaatkan Posbindu PTM n =19 orang Tidak memanfatkan Posbindu PTM n =77 orang Faktor faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan Posbindu PTM : Pengetahuan dan dukungan keluarga Melakukan pengolahan data Analisa data 1. Univariat 2. Bivariat Hasil Skema 3.2 Alur Penelitian

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di KERANGKA ACUAN POSBINDU PTM PENDAHULUAN A.Latar Belakang Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan di dunia merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulanginya demi terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini mendorong setiap negara untuk lebih serius

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : Tanggal : PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) A. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005, (WHO), dan 80 % kematian

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) DR.dr.H.RACHMAT LATIEF, SPpD-KPTI.,M.Kes., FINASIM Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi ( P4K ) Pada tahun 2007 Menteri Kesehatan RI mencanangkan P4K dengan stiker yang merupakan upaya terobosan dalam percepatan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG Di Susun Oleh: Ineu Cahyati., A.Md.Keb SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya umur harapan hidup (life expectancy). Pembangunan kesehatan di Indonesia sudah cukup berhasil,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dewasa ini sedang dihadapkan pada terjadinya transisi epidemiologi, transisi demografi dan transisi teknologi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI O U T L I N E PENDAHULUAN SITUASI TERKINI STROKE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi masalah kesehatan dunia dimana morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang No.78, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kesehatan Kerja. Pos. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2015 TENTANG POS UPAYA KESEHATAN KERJA TERINTEGRASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit degeneratif merupakan penyakit kronik menahun yang banyak mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit degeneratif tersebut antara

Lebih terperinci

FORMULIR SURVEILANS PTM

FORMULIR SURVEILANS PTM FORMULIR SURVEILANS PTM Form PTM utk laboratorium SURVEILANS FAKTOR RISIKO PTM DARI LABORATORIUM Form 4 Tahun Propinsi : Bulan Kabupaten/Kota : Jumlah Kunjungan No JENIS PEMERIKSAAN 1 Gula darah sewaktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) Pokok Pembahasan : Masalah Kesehatan penyakit tidak menular (PTM) Sasaran : komunitas dewasa pekerja di RT 3 dan 5 Jam : 16.00 WIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola kejadian penyakit pada saat ini telah mengalami perubahan yang ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah. mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi

PENDAHULUAN. Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah. mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola penyakit yang ada di Indonesia saat ini telah mengalami pergeseran atau sedang dalam masa transisi epidemiologis, dimana prevalensi Penyakit Tidak Menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) adalah penyakit yang tidak menular dan BUKAN KARENA PROSES INFEKSI yang mempunyai FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2015 UPTD PUSKESMAS SUKALARANG JL. RAYA SUKALRANG KM. II TELP (0266)260120 KODE POS 43193 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu

Lebih terperinci

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR)

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) Pengertian Regulasi Referensi Peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan factor resiko PTM yang dilakukan secara terpadu, rutin dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes KalBar dengan kondisi masyarakat dan budaya yang ada, memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang terus mengalami peningkatan prevalensi dan berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Berdasarkan data WHO (2013), pada tahun 2008 angka kematian Penyakit Tidak Menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran seperti pola makan, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik tingkat ekonomi, sosial maupun teknologi. Perubahan penyakit menular ke penyakit tidak menular menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016)

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016) PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016) Biro Perencanaan dan Anggaran Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 1 DASAR HUKUM STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Lebih terperinci

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT DALAM 30 TAHUN TERAKHIR... TERJADI PERUBAHAN POLA PENYAKIT TERKAIT DENGAN PERILAKU MANUSIA TAHUN 1990: SEJAK 2010: PENYAKIT MENULAR Penyebab terbesar kesakitan dan kematian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur.

PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur. PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa Prevalensi gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau yang dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 140/90 mmhg. Penyakit

Lebih terperinci

POS PEMBINAAN TERPADU

POS PEMBINAAN TERPADU ISBN PETUNJUK TEKNIS POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR (POSBINDU PTM) Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit kardiovaskuler menempati ranking pertama sebagai penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti Indonesia (Setianto, 2004). Penyakit kardiovaskuler

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular

Lebih terperinci

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS)

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) PERAN ORGANISASI PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT Dalam Program GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) Disampaikan Oleh FILOSOFI DAN KONSEP DASAR FAKTA PERUBAHAN POLA PENYAKIT TERKAIT DENGAN FAKTOR PERILAKU

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut sebagai silent killer selain penyakit jantung, yang merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SINERGITAS PENANGANAN DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai masyarakat dunia berkomitmen untuk ikut merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012

OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012 OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012 Indonesia : >18,000 kepulauan kecil & besar 33 Provinsi, 363 kabupaten, 91 kota. Kaya SosBud dan Bahasa Lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. ekonomis (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009) (1). Pada saat ini telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran selang waktu lima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Intensi 1. Definisi Intensi Menurut kamus besar Dagun (2006), intensi adalah keinginan bertindak untuk melakukan atau merubah sesuatu untuk mencapai suatu tujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery Disease (CAD) merupakan suatu penyakit yang terjadi ketika arteri yang mensuplai darah untuk dinding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit diabetes secara global diderita oleh sekitar 9% orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada tahun 2014. Diabetes menjadi penyebab besarnya jumlah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1775, 2015 KEMENKES. Penyakit Tidak Menular. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK

Lebih terperinci

YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA

YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA YANDU LANSIA dr. Kartika Ratna Pertiwi JURDIK BIOLOGI FMIPA UNY YOGYAKARTA Pendahuluan Taraf kesehatan masyarakat yang meningkat disertai meningkatnya fasilitas kesehatan berdampak pada semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada beban ganda, di

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada beban ganda, di 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional di bidang kesehatan saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satupihak penyakit menular merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan utama yang mengakibatkan kematian nomor satu secara global dan umum terjadi di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR

KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin

BAB I PENDAHULUAN. sebagai masalah kesehatan global terbesar di dunia. Setiap tahun semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Penyakit ini lebih dikenal sebagai silent

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (Non-Communicable diseases) terdiri dari beberapa penyakit seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Pada tahun 2008,

Lebih terperinci

B. Tujuan Umum : Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

B. Tujuan Umum : Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan terhadap usia lanjut dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. PROGRAM KESEHATAN USIA LANJUT DI PUSKESMAS PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil meningkatnya umur harapan hidup dengan meningkatnya populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tidak Menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Empat jenis PTM utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan sehingga dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang. Hipertensi yang tidak segera ditangani berdampak pada munculnya penyakit degeneratif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkunagan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Oleh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDENSI DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYANG DAN LEDOKOMBO Disampaikan Pada Pertemuan Ilmiah Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenaikan jumlah penduduk dunia yang terkena penyakit diabetes atau kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia yang menderita

Lebih terperinci

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb Prodi Kebidanan Bangkalan Poltekkes Kemenkes Surabaya dwwulan1@gmail.com ABSTRAK Setiap jam terdapat

Lebih terperinci

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah faktor resiko utama dari penyakit-penyakit kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di setiap negara. Data WHO (2011) menunjukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan hipertensi pada remaja ini dilakukan di SMAN 15 Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan

BAB I PENDAHULUAN. ini diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup (AHH). Namun peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Di tingkat dunia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi persoalan serius

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Di tingkat dunia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi persoalan serius BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di tingkat dunia, penyakit tidak menular (PTM) menjadi persoalan serius karena prevalensinya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data WHO tahun 2012

Lebih terperinci