Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Boks Boks Bagian II 17. Boks Boks Bagian III 43. Boks Boks 6 65.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Boks Boks Bagian II 17. Boks Boks Bagian III 43. Boks Boks 6 65."

Transkripsi

1

2

3

4 IV

5 Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Boks 1 12 Konvergensi Inflasi Daerah Terhadap Target Inflasi Nasional Boks 2 15 Pergerakan Harga Komoditas Volatile Foods (VF) Pada Pasar Tradisional, Pasar Modern, dan Pedagang Besar Bagian II 17 Perekonomian Sumatera Boks 3 37 Pengembangan Industri Semikonduktor sebagai Industri Berorientasi Ekspor dan Technology Intensive untuk Mendukung Surplus Neraca Perdagangan Barang Boks 4 41 Keberhasilan Pengendalian Inflasi Tarif Angkutan Udara di Bengkulu Bagian III 43 Perekonomian Jawa Boks 5 62 Strategi Peningkatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Alas Kaki: Membuka Akses ke Pasar Potensial dengan Penguatan Industri Dalam Negeri Boks 6 65 Strategi Penguatan Industri Otomotif Jawa: Perluasan Pasar Ekspor Melalui Penguatan Daya Saing Domestik Bagian IV 69 Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Boks Potensi Pengembangan Industri Berbasis Ekspor yang Ditopang oleh Pariwisata di Bali Bagian V 103 Isu Strategis: Pengembangan Industri Berorientasi Ekspor, Padat Karya, Technology Intensive, dan Pendukung Berbasis SDA Melalui Perluasan Akses Pasar dan Kawasan Industri Boks Hilirisasi Nikel Pada Kawasan Industri di Luar Jawa Lampiran 117 V

6

7 P erumusan kebijakan Bank Indonesia mempertimbangkan sejumlah aspek termasuk berbagai dinamika perekonomian maupun perkembangan isu-isu terkini di level nasional maupun dalam perspektif kewilayahan. Untuk itu, secara periodik Dewan Gubernur bersama dengan Kepala Departemen Regional wilayah Sumatera, wilayah Jawa dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) melakukan pembahasan dinamika perekonomian dan isu-isu terkini yang mengemuka di daerah. Hasil dari pembahasan tersebut kemudian menjadi masukan dalam perumusan kebijakan Bank Indonesia. Hasil pembahasan tersebut juga kemudian dikomunikasikan kepada seluruh stakeholders melalui publikasi Laporan Nusantara yang diterbitkan secara triwulanan. Penyusunan buku Laporan Nusantara ini dilakukan secara bersama antara Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) serta Departemen Regional I, II, dan III yang masing-masing membawahi regional Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia. Pembahasan terkait perkembangan perekonomian Indonesia terkini menyimpulkan bahwa perekonomian nasional pada triwulan IV 2017 tumbuh membaik dibandingkan triwulan III 2017 yaitu sebesar 5,19%.. Secara keseluruhan 2017, perekonomian nasional tahun 2017 tumbuh 5,07%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh 5,03%. Perbaikan kinerja perekonomian nasional ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat di seluruh wilayah. Berdasarkan hasil asesmen, perekonomian nasional di triwulan I 2018 diperkirakan akan tumbuh positif, meski tidak setinggi triwulan IV Pertumbuhan ekonomi berbagai wilayah di KTI diprakirakan tumbuh membaik, sementara perekonomian wilayah Jawa dan Sumatera diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi meski melambat dibandingkan triwulan IV Pada triwulan II 2018 perekonomian berbagai daerah diperkirakan tumbuh meningkat, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Perbaikan kinerja ekonomi daerah diprakirakan akan didorong oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor. Sementara, secara keseluruhan 2018, perekonomian diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 di hampir seluruh wilayah, sehingga secara agregat akan tumbuh pada kisaran 5,0%- 5,4%. Kinerja ekonomi tahun 2018 didorong oleh permintaan domestik yang kuat, peningkatan investasi, dan berlanjutnya pemulihan perekonomian dunia. Dari sisi inflasi, inflasi berbagai daerah secara agregat pada tahun 2017 tercatat 3,61%, terjaga di kisaran target sasaran inflasi 4,0%±1%. Pencapaian inflasi tersebut didukung oleh inflasi volatile foods (VF) yang rendah (0,71%) dan inflasi inti yang terjaga (2,95%). Sementara, tekanan administered prices tercatat relatif tinggi (8,70%) terutama disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik terkait kebijakan subsidi listrik tepat sasaran untuk daya 900 VA. Keberhasilan pencapaian inflasi yang rendah dan stabil di tahun 2017 tidak terlepas dari dukungan koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah PUsat dan Pemerintah Daerah dalam upaya pengendalian inflasi. Pada triwulan I 2018, risiko inflasi volatile foods diprakirakan akan minimal seiring berlangsungnya panen raya sejumlah komoditas tanaman bahan makanan. Sementara, tekanan inflasi inti dan administered price diperkirakan meningkat seiring peningkatan harga minyak dunia dan komoditas global. Hingga akhir tahun 2018, inflasi diprakirakan berada dalam kisaran target 3,5%±1%. Potensi tekanan inflasi diperkirakan berasal dari peningkatan harga minyak dunia dan penguatan permintaan masyarakat seiring kondisi ekonomi yang lebih baik dibanding tahun Tekanan inflasi volatile foods diprakirakan sedikit meningkat seiring potensi peningkatan harga beberapa komoditas pangan.

8 Selain perkembangan perekonomian terkini, pada edisi kali ini Laporan Nusantara mengangkat isu khusus terkait Pengembangan Industri Berorientasi Ekspor, Padat Karya, Technology Intensive dan Pendukung Berbasis SDA melalui Perluasan Akses Pasar dan Kawasan Industri. Isu ini diangkat mengingat salah satu upaya untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif adalah melalui penguatan industri manufaktur berbasis ekspor. Penguatan industri manufaktur dilakukan melalui peningkatan nilai tambah dan muatan teknologi pada produk industri manufaktur, termasuk pada industri padat karya. Upaya penguatan muatan teknologi tersebut perlu ditopang oleh sektor manufaktur melalui (i) integrasi yang kuat ke rantai nilai global; (ii) penguatan akses pasar ekspor melalui Free Trade Agreement (FTA); (iii) reformasi yang kuat melalui pengembangan kawasan ekonomi; (iv) penguatan rantai nilai lokal; (v) penyediaan modal sumber daya manusia untuk industri. Dalam isu kali ini, berbagai potensi dan tantangan pengembangan industri untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan tersebut akan diulas secara lebih mendalam. Sebagai penutup, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam pembangunan ekonomi daerah. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati langkah kita bersama untuk berkarya demi Nusa dan Bangsa. Jakarta, 26 Februari 2018 Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Dody Budi Waluyo Asisten Gubernur

9 Perkembangan Terkini Perekonomian Daerah Perkembangan Ekonomi Triwulan IV 2017 Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III Perekonomian Indonesia tumbuh 5,19% (yoy) pada triwulan IV 2017, sedangkan pada triwulan III 2017 tumbuh 5,06% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional didorong oleh kinerja investasi dan ekspor yang tetap tumbuh tinggi, masing-masing sebesar 7,27% (yoy) dan 8,5% (yoy). Kinerja investasi dan ekspor tersebut menjadi penopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 (4,97%;yoy) yang lebih baik dibandingkan triwulan III 2017 (4,93%;yoy). Dari sisi Lapangan Usaha (LU), perbaikan ekonomi nasional terutama didorong peningkatan kinerja LU konstruksi, transportasi dan pergudangan, serta informasi dan komunikasi. Secara spasial, akselerasi perbaikan ekonomi nasional ditopang oleh perekonomian Jawa dan Sumatera yang tetap tumbuh kuat. Perekonomian Sumatera tumbuh relatif kuat sebesar 4,43% (yoy) pada triwulan IV Pertumbuhan ekonomi Sumatera ditopang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor pada triwulan IV Pertumbuhan kinerja ekspor didorong oleh peningkatan ekspor berbasis Sumber Daya Alam (SDA) seiring dengan periode musim panen yang sedang berlangsung. Dorongan perbaikan ekspor SDA tersebut mendukung perbaikan pendapatan tenaga kerja pertanian, sehingga menopang peningkatan konsumsi rumah tangga di triwulan IV Secara sektoral, perbaikan kinerja perekonomian Sumatera ditopang oleh LU pertanian dan perdagangan. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan LU pertanian ditopang peningkatan produksi komoditi tanaman pangan dan hortikultura, serta harga komoditas perkebunan yang meningkat. Pertumbuhan LU pertanian menopang peningkatan kinerja LU perdagangan, baik antar daerah maupun perdagangan luar negeri. Secara spasial, perekonomian Sumatera di triwulan IV 2017 terutama ditopang oleh Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jambi, dan Kepulauan Riau. Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,62% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jawa ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan investasi yang tinggi. Peningkatan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh aktivitas pada libur akhir tahun dan perayaan HBKN. Sementara, pertumbuhan investasi di Jawa ditopang oleh percepatan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur. Pada akhir tahun 2017, sejumlah proyek infrastruktur telah memasuki tahap penyelesaian. Secara sektoral, perekonomian Jawa pada triwulan IV 2017 didukung oleh peningkatan LU industri pengolahan dan konstruksi. Peningkatan kinerja industri pengolahan ditopang oleh perbaikan permintaan terhadap produk industri alat angkut, TPT, dan kertas, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Sementara, pertumbuhan kinerja LU konstruksi dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan berbagai proyek infrastruktur strategis Pemerintah dan investasi swasta. Secara spasial, akselerasi perekonomian Jawa didorong oleh Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sementara, Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta tetap tumbuh kuat, meski relatif melambat dibanding triwulan III

10 Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada triwulan IV 2017 tumbuh cukup baik (4,85%), meski melambat dibandingkan triwulan III 2017 (5,38%). Pertumbuhan ekonomi KTI ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong oleh peningkatan konsumsi selama periode libur akhir tahun dan perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN). Sementara, pertumbuhan investasi didorong oleh percepatan realisasi investasi Pemerintah dan investasi oleh pelaku usaha pertambangan dan industri. Perlambatan pertumbuhan ekonomi KTI dipengaruhi oleh penurunan ekspor batu bara dan dampak erupsi Gunung Agung. Secara sektoral, perekonomian KTI pada triwulan IV 2017 ditopang oleh LU konstruksi dan perdagangan. Pertumbuhan LU konstruksi didorong oleh penyelesaian berbagai proyek infrastruktur Pemerintah dan pembangunan sejumlah fasilitas industri pengolahan 1. Sementara itu, peningkatan lapangan usaha perdagangan ditopang oleh pertumbuhan aktivitas impor pada barang konstruksi dan barang konsumsi selama periode libur akhir tahun dan perayaan HBKN. Secara spasial, perekonomian KTI ditopang oleh wilayah Sulawesi dan Mapua (Maluku dan Papua). Perkembangan Ekonomi 2017 Pertumbuhan ekonomi nasional pada keseluruhan tahun 2017 mengonfirmasi berlanjutnya pemulihan perekonomian secara gradual. Perekonomian nasional 2017 tumbuh 5,07%, meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,03%. Capaian pertumbuhan ekonomi pada 2017 merupakan yang tertinggi dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Peningkatan pertumbuhan ditopang oleh perbaikan ekspor dan investasi. Perbaikan pendapatan 1 Beberapa proyek konstruksi di KTI antara lain pembangunan jalan Trans-Papua, penyelesaian jalan perbatasan Kalimantan Barat, pembangkit listrik di Sulawesi Barat & Gorontalo, pembangunan pabrik CPO dan upgrading kilang minyak Kalimantan Timur, pembangunan pabrik karet dan biodesel Kalimantan Tengah, serta proyek hilirisasi (smelter). memberikan dukungan pada konsumsi rumah tangga sehingga tetap memberikan kontribusi pertumbuhan yang tinggi dengan pangsa sekitar 54% terhadap perekonomian nasional. Perbaikan pertumbuhan ekspor nasional sebesar 9,09% (yoy) didorong oleh pemulihan ekonomi global yang semakin kuat. Realisasi pertumbuhan ekspor tersebut merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Sementara, perbaikan pertumbuhan investasi pada 2017 menjadi sebesar 6,15% (yoy), dari pertumbuhan 2016 sebesar 4,47% (yoy), didorong oleh percepatan realisasi proyek infrastruktur Pemerintah, khususnya sejak semester II Secara sektoral, perbaikan ekonomi terutama terjadi pada lapangan usaha yang terkait dengan aktivitas ekspor dan investasi Pemerintah. Kontribusi tertinggi berasal dari LU industri pengolahan yang memiliki pangsa lebih dari 21% terhadap perekonomian. Perbaikan kinerja ekspor tercermin pada LU pertanian, khususnya perkebunan, serta lapangan usaha industri pengolahan. Selanjutnya, percepatan berbagai proyek infrastruktur menopang perbaikan kinerja LU konstruksi. Secara spasial, perbaikan kinerja perekonomian nasional pada 2017 ditopang oleh peningkatan pertumbuhan di seluruh kawasan. Perekonomian Sumatera pada keseluruhan tahun 2017 tumbuh 4,30% (yoy), membaik dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,29% (yoy). Perbaikan ekonomi Sumatera ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor dan belanja pemerintah. Ekspor barang dan jasa pada tahun 2017 tumbuh 7,99% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mengalami kontraksi 0,89% (yoy). Peningkatan ekspor dipengaruhi oleh dorongan faktor eksternal yaitu kenaikan harga komoditas CPO, karet dan batu bara. Konsumsi pemerintah di tahun 2017 tumbuh 4,52% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 yang mengalami kontraksi 0,88% (yoy). Peningkatan konsumsi Pemerintah tercermin dari perbaikan serapan APBD pada 2017 (80,6%) dibandingkan 2016 (66,9%). Secara sektoral, perbaikan ekonomi Sumatera terutama 2

11 terjadi pada LU yang terkait dengan aktivitas ekspor dan belanja Pemerintah. Perbaikan ekspor Sumatera tercermin pada LU pertanian, khususnya sub-lu tanaman bahan makanan dan perkebunan. Lapangan usaha pertanian pada 2017 tumbuh 3,93% (yoy), meningkat dibandingkan 2016 yang sebesar 3,77% (yoy). Perbaikan ekspor juga mendorong peningkatan pada LU perdagangan. Pertumbuhan LU perdagangan pada 2017 mencapai 6,16% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2016 yang tumbuh 5,88% (yoy). Secara spasial, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera terutama ditopang oleh Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara keseluruhan tahun 2017, perekonomian Jawa tetap tumbuh solid sebesar 5,61% (yoy), lebih tinggi dibanding 2016 sebesar 5,60% (yoy). Perbaikan ekonomi Jawa ditopang oleh peningkatan kinerja investasi, belanja Pemerintah, dan ekspor. Peningkatan investasi terutama didorong oleh pelaksanaan pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah serta pembangunan sejumlah fasilitas pabrik swasta. Konsumsi pemerintah turut menjadi penopang perbaikan ekonomi Jawa. Kondisi ini tercermin dari tingkat serapan APBD 2017 yang mencapai 91%, lebih tinggi dari serapan pada 2016 yang sebesar 62%. Selanjutnya, dorongan dari sisi ekspor juga menjadi penopang perekonomian Jawa, seiring dengan pemulihan ekonomi dunia yang sedang berlangsung. Kondisi ini mendukung perbaikan ekspor sejumlah komoditas antara lain produk kimia, otomotif, dan elektronik. Secara sektoral, perbaikan ekonomi Jawa terutama didorong pada lapangan usaha yang mendukung aktivitas investasi, ekspor, dan belanja Pemerintah. Dampak perbaikan ekspor, tercermin dari peningkatan kinerja LU perdagangan dan industri pengolahan, khususnya industri produk kertas dan garmen. Selain itu, peningkatan aktivitas investasi tercermin dari pertumbuhan sub-lu industri pengolahan logam dan LU konstruksi. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Jawa didorong oleh pertumbuhan ekonomi di provinsi DKI Jakarta dan Banten. Sumber: BPS, diolah Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2017 (% yoy) Perekonomian KTI 2017 tumbuh sebesar 5,10% (yoy), lebih tinggi dibanding 2016 yang tumbuh 4,84% (yoy). Perbaikan kinerja ekonomi KTI didukung oleh peningkatan kinerja investasi dan ekspor. Pada tahun 2017, ekspor KTI tumbuh 7,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2016 yang mengalami kontraksi 2,63% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor KTI didorong oleh perbaikan harga komoditas global yaitu batu bara, CPO, dan karet. Sementara, investasi KTI pada 2017 tumbuh 4,94% (yoy), lebih tinggi dari 2016 yang sebesar 3,61% (yoy). Pertumbuhan investasi dipengaruhi 3

12 oleh percepatan realisasi Proyek Strategis Pemerintah (PSN), pembangunan proyek hilirisasi, serta peningkatan investasi barang modal pelaku usaha pertambangan dan industri. Secara sektoral, perbaikan ekonomi KTI terutama terjadi pada LU yang terkait dengan aktivitas ekspor dan investasi. Perbaikan ekspor, tercermin dari peningkatan kinerja LU pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Lapangan usaha pertanian pada 2017 tumbuh 5,20% (yoy), lebih tinggi dari 2016 yang sebesar 4,20% (yoy). Peningkatan kinerja LU pertanian juga didukung oleh perbaikan harga komoditas perkebunan, khususnya karet dan kelapa sawit, serta peningkatan produksi tanaman bahan makanan dan peningkatan volume produksi perikanan tangkap. LU pertambangan turut tumbuh lebih tinggi pada 2017 (2,01%;yoy) dibandingkan 2016 (1,42%;yoy). Kondisi tersebut sejalan didukung oleh tren peningkatan harga komoditas, khususnya batu bara, operasional beberapa smelter baru komoditas pertambangan dan dukungan kebijakan relaksasi ekspor mineral yaitu nikel kadar redah. Secara spasial, perbaikan ekonomi KTI 2017 didorong oleh wilayah Kalimantan. PDRB Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi RT Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Ekspor LN Impor LN AGREGASI Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan I 2018* SUMATERA JAWA KAWASAN TIMUR INDONESIA Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Pertumbuhan seluruh komponen masih tertahan di awal tahun. Menurunnya konsumsi masyarakat pasca Natal dan Tahun Baru serta berakhirnya masa panen beberapa komoditas. Ketidakpastian iklim politik menjelang Pilkada, realisasi belanja triwulan I yang lebih rendah, dan beberapa proyek yang masih dalam proses lelang. Sikap wait and see pelaku usaha terkait situasi politik menjelang Pilkada dan kapasitas utilisasi yang belum optimal. Masuknya musim trek perkebunan kelapa sawit, kenaikan bea masuk oleh India atas CPO Indonesia, penetapan bea masuk untuk ekspor biodiesel ke US, meningkatnya daya saing beberapa negara tetangga yang menawarkan harga lebih rendah. Kapasitas utilisasi yang belum maksimal, ketidakpastian iklim politik menjelang Pilkada, dan kendala realisasi beberapa proyek fisik pemerintah yang berpotensi menahan kinerja impor. Pertumbuhan investasi yang melambat di awaal tahun, sementara komponen lainnya meningkat sehingga menahan perlambatan yang lebih dalam. Penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) tahap I serta peningkatan konsumsi dalam rangka persiapan Pilkada dan Asian Games Penyaluran PKH tahap I (Februari) kepada 10 juta keluarga, percepatan penyaluran dana desa pada triwulan I 2018, serta Pilkada serentak dan persiapan Asian Games Realisasi investasi pemerintah masih terbatas di awal tahun dan kecenderungan sikap wait and see investor menjelang Pilkada. Peningkatan pertumbuhan ekonomi global, khususnya negara tujuan ekspor (Amerika Serikat dan India), serta meningkatnya harga komoditas di tahun Perlambatan kinerja impor sejalan dengan kinerja sektor riil yang masih terbatas di awal tahun dan masih terbatasnya investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, ekspor, dan konsumsi pemerintah di awal tahun. Peningkatan jumlah wisatawan ke Balinusra, khususnya Bali, pasca erupsi Gunung Agung mendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Peningkatan optimalisasi belanja operasional yang mendukung persiapan belanja infrastruktur. Masih tertahannya realisasi belanja modal dari APBD pada awal tahun dan pihak swasta yang cenderung masih pada tahap perencanaan dan konsolidasi. Peningkatan ekspor hasil pertanian dan olahannya seiring dengan terjaganya permintaan dan harga di pasar global serta peningkatan permintaan alumina dan batubara. Peningkatan impor sejalan dengan peningkatan belanja operasional pemerintah dalam rangka persiapan belanja infrastruktur. * Tendensi arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year) Keterangan : hijau (berkontribusi positif terhadap PDRB), merah (berkontribusi negatif terhadap PDRB) Tracking Perekonomian Triwulan I 2018 Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2018 diperkirakan tetap tumbuh kuat terutama didukung konsumsi rumah tangga, belanja Pemerintah, dan ekspor. Pertumbuhan ekspor triwulan I 2018 diperkirakan masih tetap tinggi, meski masih ditopang oleh ekspor komoditas berbasis SDA. Peningkatan ekspor didukung oleh perbaikan permintaan seiring dengan perkembangan positif perekonomian dunia dan level harga komoditas yang cukup tinggi. Sementara, konsumsi Pemerintah di triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017, didorong oleh akselerasi penyaluran Bansos di seluruh wilayah serta potensi penyaluran DBH Migas dan komoditas tambang yang sempat tertahan di Desember Sementara, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tetap menjadi penopang utama didukung oleh kenaikan UMP 2018 (8,71%) yang lebih tinggi dibandingkan 2017 (8,25%), event Pilkada dan persiapan ASEAN Games, serta terjaganya daya beli seiring tidak adanya penyesuaian harga energi di awal tahun sebagaimana Penyelesaian proyek infrastruktur Pemerintah dan perbaikan iklim investasi yang semakin kondusif, diperkirakan 4

13 menjadi katalis investasi di triwulan I 2018, meski masih terbatas. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2018 diperkirakan ditopang oleh LU pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Pertumbuhan LU pertanian, didorong oleh puncak masa panen komoditas padi di daerah penghasil tanaman bahan makanan, dan dukungan faktor cuaca pada kegiatan produksi Tandan Buah Segar (TBS) di Kalimantan. Sementara, LU pertambangan diperkirakan mengalami peningkatan, ditopang oleh komoditas batu bara dan tembaga. Peningkatan permintaan berasal dari Kalimantan untuk pemenuhan kebutuhan pembangkit listrik serta permintaan dari negara mitra dagang utama. Sementara, kinerja pertambangan tembaga didukung oleh penerbitan izin ekspor konsentrat tembaga Papua. Perkembangan Inflasi Inflasi di daerah pada 2017 tetap terkendali sehingga mendukung pencapaian target inflasi nasional berada dalam sasaran 4,0%±1%. Inflasi nasional pada 2017 tercatat 3,61% (yoy). Meskipun meningkat dibandingkan pada 2016 sebesar 3,02% (yoy), inflasi nasional pada 2017 lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi dalam lima tahun terakhir sebesar 4,91% (yoy). Tercapainya target inflasi nasional pada 2017 tersebut ditopang oleh penurunan inflasi di wilayah Sumatera dan Mapua ditengah peningkatan inflasi di wilayah lainnya. Adapun inflasi daerah menunjukkan konvergensi yang semakin baik terhadap target inflasi nasional (Lihat Boks 1). Inflasi daerah terendah pada 2017 terjadi di Mapua (1,53%), kemudian disusul oleh Balinusra (3,20%), Sumatera (3,30%), Kalimantan (3,45%), Jawa (3,78%), dan Sulawesi (3,94%). Sumber: BPS, diolah Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Januari 2018 (yoy) Inflasi daerah yang terkendali pada 2017 terutama didukung oleh inflasi volatile food (VF) yang rendah. Inflasi VF di sebagian besar daerah pada 2017 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Terdapat 13 provinsi mengalami deflasi VF pada akhir 2017 seiring pasokan bahan pangan yang mencukupi dan penurunan harga beberapa komoditas pangan penyebab utama inflasi, seperti cabai merah, bawang merah, dan bawang putih. Penurunan inflasi VF di sebagian besar daerah tersebut pada gilirannya berdampak pada pencapaian inflasi VF nasional yang rendah pada Inflasi VF nasional tercatat 0,71% (yoy), lebih rendah dibandingkan 2016 sebesar 5,92% (yoy). Inflasi VF ini merupakan yang terendah sejak Berdasarkan pengamatan, pergerakan harga sejumlah komoditas pangan di pasar modern relatif lebih stabil dibanding harga di pasar 5

14 tradisional, namun pada level harga yang lebih tinggi (Lihat Boks 2). Inflasi inti selama 2017 juga berada dalam tren menurun dan terjadi merata di semua wilayah. Inflasi inti nasional pada 2017 mencapai 2,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya 3,07% (yoy). Dengan pencapaian tersebut, level inflasi inti nasional telah berada di bawah 4% selama tiga tahun berturut-turut, dan merupakan terendah sejak diterapkannya Inflation Targeting Framework (ITF) pada Inflasi inti yang rendah terkonfirmasi terjadi di wilayah Jawa, Sumatera, dan KTI. Ekspektasi inflasi yang terjangkar, tekanan permintaan yang terkelola dengan baik, dan nilai tukar yang terkendali mendukung pencapaian inflasi inti yang rendah pada Di sisi lain, inflasi administered prices (AP) meningkat seiring berlanjutnya kebijakan reformasi subsidi energi. Inflasi AP pada 2017 mencapai 8,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,21% (yoy). Kenaikan inflasi AP terutama didorong oleh kebijakan reformasi subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Penyesuaian tarif listrik dilakukan terhadap sebagian pelanggan 900 VA secara bertahap (3 kali), dengan rata-rata kenaikan sebesar 32%. Peningkatan inflasi AP tertinggi pada 2017 terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa seiring dengan lebih banyaknya penduduk yang terdampak penyesuaian tarif listrik dibandingkan di KTI. Di samping itu, kenaikan biaya perpanjangan STNK, tarif angkutan udara, bahan bakar khusus, serta cukai rokok kretek juga turut menyebabkan tingginya inflasi AP di semua wilayah. Pencapaian inflasi yang rendah dan stabil pada 2017 tidak terlepas dari dukungan kebijakan moneter Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi. Kebijakan Bank Indonesia pada sepanjang 2017 secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong penurunan ekspektasi inflasi agar terjangkar dalam target 4,0%±1%. Kebijakan pengendalian inflasi juga didukung melalui koordinasi bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) baik di tingkat pusat (TPIP) maupun daerah (TPID) (pada Boks 4 di Bagian 2 disampaikan salah satu contoh tentang keberhasilan pengendalian inflasi tarif angkutan udara di Bengkulu yang melibatkan TPID). Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengendalian inflasi terutama diarahkan untuk menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan stabilisasi harga pangan. Upaya pengendalian inflasi di sepanjang 2017 terus dijalankan untuk merealisasikan roadmap program pengendalian inflasi. TPID di seluruh daerah secara konsisten diarahkan untuk mendukung pengendalian inflasi melalui peningkatan kapasitas produksi pangan, perbaikan infrastruktur dan sistem logistik daerah, pembenahan tata niaga pangan, serta komunikasi kepada masyarakat dalam rangka menjaga ekspektasi harga. Monitoring harga pangan juga telah dilengkapi oleh teknologi informasi untuk mengatasi informasi asimetris terkait harga baik di tingkat produsen, pedagang maupun konsumen, yaitu melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Memasuki awal 2018, inflasi di semua daerah masih sejalan dengan target inflasi nasional 2018 sebesar 3,5%±1%. Inflasi nasional pada Januari 2018 mencapai 3,25% (yoy), lebih rendah dibandingkan akhir 2017 sebesar 3,61% (yoy). Penurunan inflasi terjadi di sebagian besar wilayah Jawa dan KTI. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh dampak kenaikan tarif listrik yang sudah mereda, tarif angkutan udara yang kembali normal pascalibur akhir tahun, dan masih terbatasnya tingkat permintaan di awal tahun. Inflasi tahunan di semua wilayah pada Januari 2018 masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional 2018, dengan inflasi terendah terjadi di Mapua (1,31%), kemudian diikuti Kalimantan (2,67%), Balinusra (2,65%), 6

15 Sumatera (3,32%), Jawa (3,36%), dan Sulawesi (3,55%). Tekanan inflasi VF pada Januari 2018 cenderung sedikit meningkat terutama diakibatkan oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan utama. Inflasi VF pada Januari 2018 mencapai 2,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pada akhir Kenaikan inflasi VF disebabkan oleh kenaikan harga beras, daging ayam ras, cabai rawit, dan cabai merah. Harga beras menunjukkan peningkatan sejak September 2017 hingga Januari 2018 seiring kenaikan harga gabah akibat pasokan yang terbatas pada musim tanam. Harga daging ayam ras juga meningkat akibat penurunan produksi. Sementara kenaikan harga cabai rawit dan cabai merah didorong gangguan pasokan di daerah sentra produksi utama seiring curah hujan yang tinggi. Namun demikian, tekanan inflasi diprakirakan minimal pada triwulan I 2018 seiring dengan semakin terkendalinya inflasi volatile food pada masa panen raya. Pasokan bahan pangan, terutama beras, diprakirakan akan meningkat pada musim panen raya yang akan berlangsung sepanjang Februari-Maret Pasokan bawang merah di sebagian besar daerah sentra produksi juga diprakirakan masih mencukupi. Sementara itu, implementasi kebijakan Pemerintah terkait stabilisasi harga pangan akan terus ditingkatkan efektivitasnya agar berdampak positif terhadap kestabilan harga pangan. Terkendalinya inflasi volatile food tersebut diprakirakan menurunkan risiko kenaikan inflasi yang bersumber dari peningkatan inflasi inti dan administered prices akibat peningkatan harga minyak dunia dan harga komoditas global. Stabilitas Keuangan Daerah Ketahanan Sektor Korporasi Sejalan dengan perbaikan ekonomi yang berlangsung secara gradual, kinerja korporasi nonkeuangan sampai triwulan III 2017 menunjukkan perbaikan meski terbatas. Hal tersebut terlihat dari peningkatan rasio profitabilitas dan produktivitas korporasi, kondisi likuiditas dan rasio kemampuan korporasi untuk memenuhi kewajiban pada triwulan III dibandingkan kondisi triwulan II. Dorongan peningkatan profitabilitas dipengaruhi oleh upaya efisiensi sehingga mengakibatkan laba bersih yang meningkat. Dari sisi lapangan usaha, penopang utama perbaikan kinerja korporasi terutama ditopang oleh korporasi pertambangan di KTI dan Sumatera yang mengalami kenaikan profitabilitas dan produktivitas paling besar sejalan dengan harga komoditas yang meningkat, khususnya batu bara. Perbaikan kinerja korporasi juga tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit perbankan kepada korporasi pada triwulan IV (7,28%;yoy) yang lebih tinggi dibandingkan triwulan III (7,26%;yoy). Secara spasial dorong penyaluran kredit terjadi di wilayah Sumatera dan KTI. Peningkatan pertumbuhan kredit korporasi tersebut, juga didukung dengan kualitas kredit korporasi yang membaik, di mana rasio non performing loan (NPL) turun pada triwulan IV (2,96%) dibandingkan triwulan III (3,36%). Ketahanan Sektor Rumah Tangga Perbaikan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV dibandingkan triwulan III, juga tercermin dari kinerja keuangan sektor rumah tangga. Kredit rumah tangga pada triwulan IV tumbuh 10,92%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III (10,0%). Dorongan pertumbuhan kredit rumah tangga terutama berasal dari Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang meningkat di semua wilayah. Peningkatan pertumbuhan kredit kepada rumah tangga, didukung oleh kualitas penyaluran kredit rumah tangga, di mana rasio NPL menurun di semua wilayah dan masih terjaga di bawah 5%. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Aktivitas transaksi tunai masyarakat mengalami peningkatan sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Peningkatan aktivitas sistem pembayaran tunai 7

16 tercermin dari meningkatnya outflow uang kartal dari Bank Indonesia pada triwulan IV dibanding triwulan III Bahkan transaksi outflow uang Rupiah triwulan IV juga tumbuh lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan outflow tersebut terjadi di semua wilayah, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di Jawa yang mencapai 23,4% (yoy). Berbeda dengan transaksi tunai, aktivitas transaksi nontunai pada triwulan IV 2017 justru tumbuh melambat, baik melalui RTGS maupun Kliring. Nilai transaksi keuangan melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) sepanjang triwulan IV 2017 tumbuh 3,14% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai 12,47%. Sementara transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan IV 2017 mengalami kontraksi 6,11% (yoy). Prospek Perekonomian Prospek Ekonomi Triwulan II 2018 Perbaikan ekonomi Indonesia diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2018, dan berlangsung merata di semua wilayah. Perbaikan kinerja ekonomi daerah didorong oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan ekspor yang diperkirakan tumbuh meningkat. Pertumbuhan konsumsi diperkirakan terjadi pada bulan Ramadhan, perayaan Hari Raya Idul Fitri, dan libur sekolah yang berlangsung di triwulan II 2018 di seluruh wilayah. Perbaikan konsumsi rumah tangga akan ditopang oleh peningkatan penerimaan ekspor berbasis SDA dan belanja konsumsi terkait pelaksanaan Pilkada serentak di daerah, serta program penyaluran bantuan sosial yang masih terus berlanjut pada Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan II 2018 terutama didorong oleh kinerja ekspor Jawa dan KTI. Sementara peningkatan konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2018 diperkirakan bersumber dari kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyaluran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), pengeluaran untuk pelaksanaan Pilkada, pencairan gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN). Sementara, pertumbuhan investasi diperkirakan cenderung sedikit melambat sejalan dengan beberapa proyek infrastruktur Pemerintah yang sudah memasuki tahap penyelesaian dan realisasi investasi swasta yang masih terbatas. Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja ekonomi daerah pada triwulan II 2018 diperkirakan didorong oleh pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian didorong oleh masa panen raya komoditas tabama di Jawa dan Sumatera, dan musim panen produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan. Sementara peningkatan pertumbuhan industri pengolahan terutama didorong oleh industri makanan dan minuman di Jawa, dan industri pengolahan komoditas tambang di Kalimantan. Selanjutnya peningkatan lapangan usaha perdagangan sejalan dengan dorongan aktivitas ekspor antardaerah dan luar negeri pada triwulan II Prospek Ekonomi 2018 Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 diperkirakan membaik dibandingkan 2017 di kisaran 5,1%-5,5% (yoy). Momentum positif perekonomian global dan domestik pada 2017 diperkirakan menjadi basis bagi berlanjutnya pemulihan ekonomi Dari sisi domestik dukungan peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari investasi dan ekspor. Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi tahun 2018 terutama akan ditopang oleh lapangan usaha konstruksi, industri pengolahan, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Secara spasial, dorongan pertumbuhan ekonomi akan didukung oleh perbaikan di semua wilayah. Perekonomian Jawa pada 2018 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 5,5%-5,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi didukung oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor. Akselerasi pertumbuhan investasi diperkirakan didorong 8

17 oleh penyelesaian proyek infrastruktur multiyears Pemerintah, termasuk infrastruktur pendukung venue Asian Games. Sementara peningkatan kinerja ekspor didorong oleh prospek perbaikan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama, serta upaya perluasan pasar ekspor otomotif. Perbaikan investasi dan ekspor tersebut akan menjadi basis penopang peningkatan konsumsi rumah tangga, selain penyelenggaraan event Pilkada serentak dan event Asian Games. Dari sisi lapangan usaha, akselerasi ekonomi Jawa tahun 2018 akan ditopang oleh lapangan usaha utama, yakni industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan. Perbaikan kinerja industri pengolahan sejalan dengan potensi peningkatan permintaan dari pasar domestik maupun global, serta dukungan upaya Pemerintah untuk terus memperkuat daya saing industri nasional. Selanjutnya peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan karena dukungan kondisi iklim yang akan kembali normal setelah fenomena El Nino dan La Nina yang terjadi pada Selanjutnya dorongan lapangan usaha perdagangan dipengaruhi oleh perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan konsumsi rumah tangga maupun Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada 2018 diperkirakan dapat tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2017 di kisaran 4,2%-4,6%. Peningkatan pertumbuhan diperkirakan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi Pemerintah. Dorongan konsumsi rumah tangga dan Pemerintah dipengaruhi oleh penyelenggaraan Asian Games 2018, dan pelaksanaan Pilkada serentak. Namun pertumbuhan ekspor Sumatera diperkirakan tidak sekuat 2017, karena pengaruh harga komoditas ekspor seperti CPO dan karet diperkirakan menurun. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Sumatera akan ditopang oleh lapangan usaha pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan. Perbaikan lapangan usaha pertanian ditopang oleh kinerja pertanian tabama seiring pola tanam yang kembali normal karena faktor cuaca yang lebih kondusif. Sementara dorongan industri pengolahan didukung oleh peningkatan produk olahan seiring beroperasinya beberapa smelter baru. Selanjutnya lapangan usaha perdagangan akan meningkat seiring penyelenggaraan event Asian Games dan Pilkada serentak Ekonomi di KTI pada 2018 diprakirakan tumbuh meningkat pada kisaran 5,1%-5,5, lebih tinggi dari capaian Dorongan pertumbuhan ekonomi KTI berasal dari perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, investasi, dan ekspor. Peningkatan kinerja investasi diperkirakan didukung oleh percepatan realisasi proyek infrastruktur konektivitas Pemerintah, berlanjutnya proyek hilirisasi tambang serta peningkatan kapasitas produksi smelter. Sementara peningkatan ekspor terutama dipengaruhi oleh perbaikan ekspor mineral dari Papua dan NTB, seiring dukungan kebijakan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Peningkatan investasi dan ekspor tersebut akan mendorong peningkatan pendapatan, sehingga mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi KTI akan ditopang lapangan usaha pertambangan, konstruksi, dan perdagangan. Peningkatan lapangan usaha pertambangan dipengaruhi oleh kebijakan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga. Sementara perbaikan lapangan usaha konstruksi sejalan dengan aktivitas pembangunan infrastruktur Pemerintah dan proyek hilirisasi pertambangan. Selanjutnya, peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan dan akomodasi terutama didorong oleh peningkatan jumlah wisman dan kegiatan Meetings, Incentives, Conferences, dan Exhibitions (MICE), di mana salah satu yang terbesar adalah Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali. Namun, terdapat beberapa risiko baik eksternal maupun internal yang masih mengemuka, sehingga berpotensi menahan akselerasi pertumbuhan ekonomi pada Dari sisi eksternal, potensi risiko terkait bersumber dari 9

18 normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara maju sehingga menyebabkan terjadinya aliran modal keluar. Dalam jangka menengah, kebijakan untuk melakukan switching penggunaan sumber energi oleh Tiongkok berpotensi menekan ekspor bahan mineral, khususnya batu bara. Selain itu, risiko pelemahan harga komoditas ekspor utama, terutama CPO dan karet, juga berpotensi menekan kinerja ekspor daerah. Dari sisi domestik, agenda penyelenggaraan Pilkada berpotensi mempengaruhi tahapan realisasi investasi proyek infrastruktur Pemerintah maupun swasta. Sementara agenda pembangunan infrastruktur Pemerintah juga perlu didukung dengan perencanaan penerimaan negara yang memadai. Prospek Inflasi Triwulan II 2018 Tekanan inflasi di berbagai wilayah pada triwulan II 2018 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan pola historisnya, kenaikan inflasi terjadi karena tingginya permintaan komoditas pangan dan jasa angkutan udara pada periode Ramadhan dan Lebaran. Selain itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan juga diperkirakan meningkat akibat dorongan konsumsi pemerintah terkait penyelenggaraan Pilkada Namun, inflasi triwulan II 2018 diperkirakan tidak setinggi triwulan II 2017, karena Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan untuk melakukan penyesuaian tarif kelompok administered prices. Lebaran yang jatuh di pertengahan Juni 2018 juga membuka ruang untuk penyesuaian harga ke bawah pada akhir triwulan II Prospek Inflasi 2018 Inflasi 2018 diprakirakan akan lebih rendah dibandingkan 2017 dan berada dalam sasaran inflasi nasional 3,5%±1%. Inflasi yang rendah utamanya bersumber dari kelompok administered prices seiring menurunnya dampak dari penyesuaian tarif listrik daya 900 VA, dan tidak adanya kebijakan pemerintah terkait penyesuaian harga pada Namun demikian, inflasi inti dan volatile food diprakirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan 2017, meskipun tetap terkendali. Peningkatan harga minyak dunia dan penguatan konsumsi rumah tangga berisiko meningkatkan inflasi inti. Kenaikan harga minyak dunia juga berisiko berdampak pada kenaikan harga bahan bakar khusus dan angkutan udara. Sementara itu, inflasi VF juga diprakirakan sedikit meningkat setelah sempat mengalami koreksi yang cukup dalam pada Peningkatan harga beberapa komoditas pangan perlu diwaspadai. Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) akan menempuh langkah-langkah strategis untuk memitigasi risiko inflasi Di tingkat pusat, telah disepakati lima langkah strategis pengendalian inflasi 2018, yang meliputi (i) Menjaga inflasi volatile food maksimal di kisaran 4-5% dengan memastikan kecukupan pasokan pangan; (ii) Mengatur besaran dan timing kenaikan kebijakan administered prices serta mengendalikan dampak lanjutan yang berpotensi timbul; (iii) Memperkuat koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Bank Indonesia, antara lain melalui penyelenggaraan Rakornas Pengendalian Inflasi pada 2018; (iv) Memperkuat kualitas data untuk mendukung pengambilan kebijakan; serta (v) Memperkuat bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi. Langkah-langkah strategis pengendalian inflasi tersebut selanjutnya akan ditindaklanjuti di level daerah oleh masing-masing TPID. Program TPID pada 2018 akan dijalankan untuk mendukung pengendalian inflasi daerah, khususnya dalam menjaga inflasi VF pada kisaran 4-5%. Program pengendalian inflasi oleh TPID diarahkan untuk: a. Mengelola kesiapan produksi antar waktu; b. Memperkuat cadangan pangan pemerintah dan tata kelola operasi pasar oleh Bulog; c. Memperbaiki manajemen produksi melalui penguatan kelembagaan petani (corporate/ cooperative farming), pengelolaan produksi 10

19 dan pascapanen khususnya pengeringan dan pergudangan, serta pemasaran; d. Meningkatkan tingkat rendemen dan kualitas beras melalui revitalisasi penggilingan; e. Menyalurkan Rastra Bansos dan Bantuan Pangan nontunai sesuai dengan jadwal dan dengan kualitas yang terjaga; f. Membangun sistem data produksi yang akurat melalui pembangunan dan pemanfaatan e- commerce untuk pangan; serta g. Memfasilitasi sinergi petani dan industri hilir. Tantangan Ke Depan Kondisi eksternal maupun domestik yang cenderung semakin dinamis, memerlukan upaya strategis terarah untuk memperkuat struktur perekonomian nasional dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Penguatan struktur transaksi berjalan akan membuka ruang bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Dalam tiga tahun terakhir, kondisi transaksi berjalan Indonesia terus menunjukkan perbaikan, ditandai defisit yang semakin mengecil dan konsisten berada di bawah 3% dari PDB nasional. Perbaikan transaksi berjalan terutama karena dorongan transaksi barang, yang didukung oleh ekspor industri pengolahan, meski masih didominasi oleh produk berteknologi rendah dan berbasis sumber daya alam. Beberapa pengalaman negara peers ASEAN menunjukkan, bahwa penguatan struktur ekspor barang terutama produk manufaktur dan ekspor jasa memiliki peran penting sebagai salah satu pendukung utama pencapaian surplus neraca transaksi berjalan. lebih sehat mulai terlihat. Pengembangan industri pengolahan yang lebih bernilai tambah telah mulai dilakukan, antara lain pada industri padat karya maupun industri yang bersifat medhigh tech. Pengembangan Kawasan Industri untuk hilirisasi merupakan salah satu upaya konkrit Pemerintah untuk memperkuat industri berbasis ekspor. Lebih lanjut upaya membangun industri manufaktur berorientasi ekspor perlu didukung oleh peningkatan keterkaitan industri ke jaringan produksi dan rantai nilai global (Global Value Chain GVC), perluasan akses pasar melalui perjanjian perdagangan internasional yang efektif, serta reformasi struktural terkait regulasi, infrastruktur, dan kualitas sumber daya manusia. Ke depan, beberapa industri nasional juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan, antara lain industri semikonduktor di Sumatera (Lihat Boks 3 di Bagian 2), industri TPT dan alas kaki serta otomotif dan komponennya di Jawa (Lihat Boks 5 dan 6 di Bagian 3), maupun industri kreatif pendukung pariwisata di KTI (Lihat Boks 7 di Bagian 4). Dalam jangka panjang perbaikan transaksi berjalan yang ditopang oleh kemampuan memproduksi dan mengekspor produk bernilai tambah tinggi, akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan transisi Indonesia menuju negara maju (Lihat Bab V Isu Strategis : Perbaikan Transaksi Berjalan untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan, melalui Penguatan Industri Berorientasi Ekspor). Perbaikan transaksi berjalan perlu didukung kebijakan penguatan industri berorientasi ekspor. Momentum perbaikan ekonomi global dan domestik saat ini dapat dioptimalkan untuk memperkuat transaksi berjalan Indonesia, terutama dengan dukungan faktor endowment berupa sumber daya alam dan potensi pariwisata yang dimiliki. Dalam beberapa tahun terakhir, diversifikasi menuju struktur neraca barang yang 11

20 Boks 1 Inflasi nasional berhasil berada dalam rentang target sasaran selama tiga tahun terakhir. Realisasi inflasi nasional tahun secara berurut adalah 3,35%; 3,02%; dan 3,61%; masuk ke dalam kisaran target 4,0±1%. Selama satu dekade terakhir, inflasi nasional dapat berada di bawah target (tahun 2009 dan 2011) maupun di atas target (tahun 2010, 2013, dan 2014) karena dorongan inflasi volatile foods maupun administered prices (Grafik I.1). Keberhasilan pencapaian inflasi di kisaran target dipengaruhi berbagai faktor. Inflasi inti terus menurun sejak tahun 2016 sejalan dengan terjangkarnya ekspektasi inflasi, masih rendahnya tekanan domestik dan rendahnya tekanan eksternal. Inflasi volatile foods juga cenderung semakin menurun, hingga di 2017 mencatatkan angka terendah dalam 14 tahun terakhir. Hal tersebut dapat dicapai berkat terjaganya pasokan, lancarnya distribusi bahan pangan, moderatnya tekanan harga komoditas global, serta koordinasi pengendalian inflasi yang makin kuat. Inflasi administered prices juga tercatat rendah di (Grafik I.2), meski cukup tinggi di 2017 terutama karena adanya kebijakan subsidi tepat sasaran untuk listrik daya 900 VA dan kenaikan tarif STNK pada awal tahun Grafik I.1. Perkembangan Inflasi Daerah dan Sebarannya terhadap Target Inflasi Nasional Keberhasilan tersebut juga tercermin secara spasial, dimana inflasi daerah cenderung semakin konvergen terhadap target inflasi nasional. Konvergensi 2 inflasi daerah tersebut terlihat dari standar deviasi yang semakin menyempit selama satu dekade terakhir (Grafik I.2). Konvergensi tersebut terjadi secara cukup 2 Konvergensi disini menunjukkan kondisi dimana inflasi daerah menuju satu titik, yaitu target inflasi nasional dan tercermin dari standar deviasi yang semakin kecil. merata di antara berbagai provinsi di Sumatera, Jawa, maupun Kawasan Timur Indonesia (KTI). Konvergensi inflasi daerah lebih banyak berkorelasi dengan pergerakan inflasi volatile foods. Hal ini terjadi mengingat sebagai negara berpendapatan menengah-rendah (lower middle income), sebagian besar masyarakat masih mengonsumsi bahan kebutuhan pokok makanan sebagai bagian terbesar dari porsi pengeluaran rumah tangga. Sementara itu, harga komoditas 12

21 pangan di daerah sangat ditentukan oleh kondisi kecukupan pasokan relatif terhadap permintaan di masing-masing daerah. Kondisi kecukupan pasokan di daerah sangat dipengaruhi oleh perbedaan kondisi infrastruktur pendukung distribusi dan kedekatan spasial daerah terhadap daerah penghasil bahan makanan. Itu semua menyebabkan perbedaan harga komoditas pangan yang menyolok di berbagai daerah. Grafik I.2. Inflasi Nasional dan Standar Deviasi Inflasi Daerah Pergerakan inflasi inti juga cukup berkorelasi terhadap konvergensi inflasi daerah. Korelasi tersebut terutama karena adanya variasi pertumbuhan ekonomi daerah dan respon permintaan di daerah terhadap kebijakan moneter yang berkaitan dengan berbagai komoditas inflasi inti. Mengingat pergerakan inflasi inti lebih banyak ditentukan oleh faktorfaktor fundamental yang tidak spesifik daerah, maka pengaruhnya terhadap konvergensi inflasi daerah menjadi terbatas. Faktor-faktor yang berpengaruh tersebut di antaranya adalah nilai tukar rupiah, pergerakan komoditas harga global, pertumbuhan ekonomi nasional, serta ekspektasi inflasi. Di sisi lain, konvergensi inflasi daerah tidak memiliki korelasi yang kuat dengan pergerakan inflasi administered prices (AP). Pergerakan harga AP lebih banyak ditentukan oleh kebijakan pemerintah pusat dan biasanya bersifat nationwide. Pengaturan harga tersebut misalnya perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Tenaga Listrik (TTL), cukai rokok, maupun tarif batas atas atau bawah berbagai moda transportasi. Meski demikian, perbedaan nilai konsumsi masyarakat terhadap komoditas administered prices di masing-masing daerah memungkinkan adanya variasi inflasi akibat pengaturan harga, meski tidak terlalu besar. Selama tiga tahun terakhir, konvergensi inflasi terutama terjadi untuk inflasi inti dan volatile foods. Konvergensi inflasi inti dipengaruhi konsistensi bauran kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar, serta menjaga permintaan dan mengarahkan ekspektasi inflasi di semua daerah. Sementara konvergensi inflasi volatile foods tak terlepas dari berbagai program pengendalian inflasi yang semakin konsisten dilakukan Tim Pengendalian Inflasi di seluruh daerah dalam menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan. Di sisi lain, konvergensi administered prices daerah cenderung melemah karena kenaikan TTL 900 VA nonsubsidi. Kebijakan tersebut sebenarnya bersifat nationwide namun berdampak variatif terhadap inflasi daerah karena perbedaan besaran nilai konsumsi masyarakat terhadap listrik. Konvergensi administered prices di Sumatera yang sempat melemah tajam pada 2016 (Grafik I.3) disebabkan adanya kenaikan inflasi angkutan udara di dua provinsi, yaitu Bengkulu dan Bangka Belitung. Grafik I.3. Inflasi Nasional dan Standar Deviasi Inflasi Daerah Di tahun 2018, risiko tekanan inflasi volatile foods yang cukup tinggi perlu diantisipasi untuk menjaga konvergensi inflasi tetap berada pada kisaran target inflasi 3,5±1%. Berbagai risiko 13

22 yang muncul di daerah terutama berkaitan dengan komoditas beras dan hortikultura (Gambar I.3). Oleh karena itu, Tim Pengendalian Inflasi di semua daerah perlu tetap konsisten dalam menjaga kecukupan pasokan pangan melalui kerjasama pangan antar daerah, mendorong pengembangan pertanian modern dan meningkatkan kualitas manajemen usaha tani, serta mendorong perbaikan pengolahan pasca panen. Gambar I.3. Risiko Inflasi Volatile Foods Tahun 2018 di Berbagai Wilayah 14

23 Boks 2 Berdasarkan data PIHPS 3 pada periode Oktober s.d. Desember 2017, pergerakan harga VF di pasar modern relatif lebih stabil dibandingkan dengan pergerakan harga VF pada pedagang besar dan pasar tradisional 4, namun pada tingkat harga yang jauh lebih tinggi. Sebagai contoh, untuk komoditas cabai rawit, pergerakan harga di pasar modern berada pada kisaran Rp Rp61.250, sementara harga di pedagang besar dan pasar tradisional masingmasing berada pada kisaran Rp Rp dan Rp Begitu pula dengan komoditas beras. Pergerakan harga beras di pasar modern relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga di pedagang besar dan pasar tradisional (Grafik I.4). pergerakan harga pada pasar tradisional dan pedagang besar berdampak minimal pada pergerakan harga di pasar modern. Buffer yang cukup besar antara harga pada pedagang tradisional dan pasar modern membuat cukup ruang bagi pasar modern untuk mempertahankan harga jual VF pada tingkat harga yang sama meskipun terjadi gejolak pada pasar tradisional. Di samping itu, pergerakan harga di pasar tradisional ternyata cenderung searah dengan pedagang besar. Sebagai contoh, terjadi kenaikan harga cabai rawit di pedagang besar dan pasar tradisonal pada pertengahan Desember 2017 yang terjadi secara hampir bersamaan (Grafik I.5). Hal ini mengindikasikan transmisi langsung harga dari pedagang besar ke para pedagang di pasar tradisional. Sumber: hargapangan.id Grafik I.4. Pergerakan Harga Beras Tingginya tingkat harga VF pada pasar modern disinyalir membuat tingkat harga di pasar modern relatif lebih stabil. Tingkat harga yang lebih tinggi pada pasar modern membuat 3 Bank Indonesia bersama Pemerintah menginisiasi pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) berskala nasional. PIHPS berisi data harga 10 komoditas pangan strategis penyumbang utama inflasi dengan 21 varian komoditi yang termasuk kelompok inflasi volatile foods. PIHPS berfungsi sebagai alat monitoring harga, peningkatan efektivitas koordinasi kebijakan, dan sarana memperluas akses informasi harga bagi masyarakat luas. 4 Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Sumber: hargapangan.id Grafik I.5. Pergerakan Harga Cabai Rawit Sementara, pergerakan harga di pasar tradisional dan pasar modern terkadang tidak searah. Pada saat harga cabai rawit meningkat di pasar tradisional, harga cabai rawit di pasar modern cenderung menunjukkan penurunan. Perubahan (fluktuasi) harga yang terjadi di pasar modern juga cenderung lebih kecil dibandingkan di pedagang besar dan pasar tradisional, serta tidak terpengaruh pergerakan harga di kedua pasar tersebut (Grafik I.6). 15

24 dalam basket belanja masyarakat akan semakin besar. Itu artinya, di masa yang akan datang, pergerakan harga di pasar modern akan semakin mewakili perilaku konsumen (anchor for inflation). Pergerakan harga yang lebih stabil tersebut diprediksi akan membuat tingkat inflasi ke depan dapat terjaga pada level yang lebih stabil. Grafik I.6. Perubahan Harga Cabai Rawit Harian Di masa yang akan datang, sejalan dengan peningkatan kesejahteraan, peran pasar modern 16

25 Perekonomian Sumatera pada triwulan IV 2017 masih tumbuh kuat dengan sumber pertumbuhan yang berasal dari perbaikan konsumsi rumah tangga dan kinerja ekspor. Sementara itu, kinerja konsumsi pemerintah dan investasi masih tertahan seiring dengan realisasi anggaran Pemerintah Daerah yang dipercepat di triwulan sebelumnya dan beberapa proyek infrastruktur yang sudah memasuki fase penyelesaian. Ekonomi Sumatera tercatat tumbuh 4,43% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh 4,45% (yoy). Dari sisi sisi lapangan usaha, masih relatif kuatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera dipengaruhi oleh kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan. Secara keseluruhan tahun 2017, ekonomi Sumatera tumbuh sebesar 4,30% (yoy), melanjutkan tren perbaikan dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai 4,29% (yoy). Net ekspor dan konsumsi pemerintah menjadi pendorong utama perekonomian Sumatera di tengah masih terbatasnya kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Laju inflasi pada triwulan IV 2017 tercatat 3,30% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 3,63% (yoy). Laju inflasi yang rendah itu ditopang oleh meredanya tekanan inflasi volatile food serta terkendalinya inflasi inti dan inflasi administered prices. Capaian inflasi yang masih dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 4,0%+1% tidak lepas dari peran Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Kendati inflasi terkait bahan pangan masih terkendali, namun tekanan inflasi dari harga beras dan efektivitas penerapan kebijakan tata niaga pangan patut menjadi perhatian penting dalam upaya pencapaian inflasi tahun 2018 yang ditargetkan pada kisaran 3,5%+1%. Perbaikan ekonomi diperkirakan terus berlanjut dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi 2018 akan lebih baik dibandingkan Perbaikan pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi domestik, investasi, dan ekspor, serta pelaksanaan ajang internasional Asian Games 2018 di Palembang. Perekonomian yang semakin membaik akan terlihat sejak triwulan II Konsumsi rumah tangga diprakirakan semakin meningkat. Peningkatan ini didukung oleh daya beli masyarakat yang tetap terjaga dan permintaan domestik yang membaik seiring pola musiman pada bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri. Perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera juga dipengaruhi oleh peningkatan belanja pemerintah maupun lembaga non profit dan rumah tangga (LNPRT) seiring dengan pelaksanaan Pilkada serentak. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sumatera pada triwulan IV 2017 tumbuh kuat dengan mencapai 4,43% (yoy), relatif stabil dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 4,45% (yoy). Relatif tingginya pertumbuhan pada triwulan laporan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor di tengah tertahannya konsumsi pemerintah dan investasi. Secara spasial, kuatnya aktivitas ekonomi Sumatera di triwulan IV 2017 terjadi hampir merata di seluruh provinsi. Akselerasi pertumbuhan yang tinggi terjadi di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jambi dan Kepulauan Riau. Sementara laju ekonomi yang lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi di Sumatera Barat, Bengkulu, Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, dan Riau. Secara keseluruhan tahun 2017, dinamika ekonomi Sumatera menunjukkan perbaikan. Kondisi tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi tahun 2017 yang mencapai 4,30% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 sebesar 17

26 4,29% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi di sejumlah provinsi meski tertahan oleh penurunan kinerja ekonomi di Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Net ekspor dan konsumsi pemerintah menjadi pendorong perekonomian di tengah terbatasnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera (% yoy) Provinsi IV Total I II III IV Total Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Kep. Riau Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Sumatera Sumber: Badan Pusat Statistik Kinerja Sisi Penggunaan Perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga dan ekspor menjadi penggerak utama perbaikan ekonomi di Sumatera selama triwulan IV Musim panen tanaman pangan dan perkebunan selama triwulan laporan mampu mendorong perbaikan konsumsi rumah tangga dan menunjang kinerja ekspor berbasis Sumber Daya Alam (SDA). Di sisi lain, investasi dan konsumsi pemerintah tumbuh melambat seiring dengan realisasi belanja Pemerintah Daerah yang dipercepat di triwulan III dan beberapa proyek infrastruktur yang telah memasuki tahap penyelesaian. Secara keseluruhan tahun 2017, masih kuatnya ekonomi Sumatera ditopang oleh kinerja ekspor dan belanja pemerintah yang mendorong investasi bangunan melalui proyek-proyek infrastruktur. Meningkatnya harga komoditas utama ekspor, yaitu crude palm oil (CPO), karet, dan batubara mendorong kinerja ekspor luar negeri Sumatera selama tahun Akselerasi belanja pemerintah yang tercermin dari perbaikan realisasi belanja pemerintah daerah, serta realisasi Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pembangunan jalan tol lintas Sumatera, infrastruktur pendukung pelaksanaan Asian Games, dan pembangkit listrik menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera. Kenaikan kinerja ekspor berbasis SDA yang didukung oleh perbaikan lapangan usaha (LU) pertanian belum diikuti oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga. Kebijakan reformasi subsidi energi yang dijalankan oleh Pemerintah turut berdampak ke daya beli rumah tangga yang tertahan, antara lain terkait penyesuaian harga bahan bakar khusus yang terjadi pada awal tahun 2017, dan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap. Di sisi lain, terjadi perubahan perilaku konsumsi yang turut memengaruhi konsumsi rumah tangga selama Masyarakat cenderung menyimpan sebagian pendapatannya dalam bentuk simpanan di perbankan dibandingkan digunakan untuk berbelanja. Tabel II.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Sisi Penggunaan (% yoy) Indikator Makroekonomi Daerah IV 2016 Total I II 2017 III IV Total Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah (3.26) (0.88) 3.44 (0.37) Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa (1.12) (0.89) Impor Barang dan Jasa (3.24) (1.82) Net Ekspor (1.18) (3.83) 1.55 PDRB % (yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik Konsumsi Rumah Tangga Setelah sempat menurun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 kembali meningkat meski masih tumbuh terbatas. Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,23% (yoy). Penguatan ini dikonfirmasi oleh meningkatnya pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (Grafik II.1). Pengeluaran pada periode liburan panjang (Natal dan liburan akhir tahun) yang didukung peningkatan pendapatan masyarakat dan rendahnya laju inflasi mendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Kenaikan konsumsi rumah tangga terutama disumbang oleh konsumsi makanan minuman, transportasi dan 18

27 komunikasi, serta konsumsi pakaian dan alas kaki. Secara spasial, perbaikan konsumsi rumah tangga terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera, kecuali Riau, Jambi, Bengkulu, dan Kepulauan Riau. Grafik II.1. Indeks Penjualan Ritel Konsumsi rumah tangga yang meningkat merupakan dampak dari perbaikan kinerja LU pertanian terhadap daya beli masyarakat. Membaiknya penghasilan terjadi seiring dengan kenaikan harga komoditas utama yang berdampak pada peningkatan penerimaan ekspor. Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera yang meningkat di triwulan laporan. NTP pada triwulan IV 2017 meningkat dari sebelumnya 98,0 di triwulan III 2017 menjadi 98,6. Di sisi lain, konsumsi masyarakat yang naik didukung oleh optimisme rumah tangga terhadap perekonomian ke depan. Hal tersebut terindikasi dari hasil survei konsumen melalui indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang meningkat pada triwulan IV 2017 (Grafik II.2). Perbaikan permintaan konsumsi juga tercermin pada penggunaan kredit konsumsi yang mulai menunjukkan kenaikan. Penyaluran kredit konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari sebesar 8,91% (yoy) menjadi 10,83% (yoy). Secara keseluruhan tahun 2017, perbaikan kinerja LU pertanian dan ekspor SDA belum cukup kuat menopang perbaikan konsumsi rumah tangga di tengah penyesuaian daya beli dan perubahan perilaku konsumsi (consumption smoothing). Konsumsi rumah tangga pada tahun 2017 tumbuh sebesar 4,54% (yoy), melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,01% (yoy). Daya beli kelompok masyarakat menengah bawah sedikit terpengaruh beberapa kebijakan, seperti penerapan kebijakan reformasi subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Kebijakan tersebut antara lain mencakup kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) secara bertahap dan kenaikan harga bahan bakar khusus seiring peningkatan harga minyak dunia di awal tahun, yang diikuti oleh kenaikan biaya sewa dan kontrak rumah. Tertahannya konsumsi rumah tangga juga terjadi akibat perubahan perilaku konsumsi masyarakat. Masyarakat cenderung menambah simpanannya di perbankan dan melakukan pergeseran konsumsi dari barang ke travel dan leisure melalui peningkatan konsumsi transportasi dan komunikasi. Pada triwulan I 2018, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan masih belum cukup tinggi sebagaimana pola siklikalnya. Berakhirnya masa panen sejumlah komoditas seperti beras dan kelapa sawit, diperkirakan menahan kenaikan pendapatan petani dan penerimaan ekspor, yang pada gilirannya dapat menyebabkan terbatasnya konsumsi masyarakat. Konsumsi Pemerintah Grafik II.2. Survei Konsumen Arah kebijakan fiskal Pemerintah yang mendorong percepatan realisasi dan peningkatan kualitas belanja APBD mengakibatkan perbaikan realisasi belanja pada 19

28 2017. Berdasarkan data TEPRA 5, realisasi APBD di seluruh wilayah Sumatera tercatat sebesar 80,6%, lebih baik dari realisasi tahun lalu sebesar 66,9%. Realisasi belanja pemerintah daerah yang lebih cepat, terutama di triwulan III 2017, berdampak pada melambatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2017 dari 9,34% (yoy) menjadi 5,28% (yoy) di triwulan laporan. Realisasi penyerapan anggaran belanja Pemerintah Daerah yang membaik pada keseluruhan tahun 2017 menjadi salah satu tumpuan perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera. Konsumsi pemerintah di tahun 2017 tumbuh sebesar 4,52% (yoy), meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar -0,88% (yoy). Perbaikan kinerja konsumsi pemerintah memberikan kontribusi ke pertumbuhan ekonomi Sumatera pada 2017 sebesar 0,35%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang memberikan dampak kontraksi sebesar -0,07%. Konsumsi pemerintah pada triwulan I 2018 sesuai pola historisnya diprakirakan belum meningkat banyak. Terbatasnya konsumsi pemerintah daerah di awal tahun antara lain disebabkan oleh proses pencairan anggaran dari pusat ke daerah yang masih berlangsung, dan proses pengadaan yang masih berada pada tahap awal. Selain itu, terdapat daerah yang hingga Januari 2018 masih menghadapi kendala dalam memperoleh persetujuan APBD. Meski demikian, pelaksanaan Pilkada secara serentak di beberapa provinsi dan kabupaten/kota berpotensi meningkatkan belanja pemerintah daerah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, serta dapat memberikan stimulus bagi aktivitas ekonomi di Sumatera. Investasi Investasi di Sumatera menunjukkan kinerja yang cukup kuat ditopang oleh pelaksanaan proyek- 5 Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi APBN dan APBD (TEPRA). proyek infrastruktur pemerintah. Investasi pada triwulan IV 2017 tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 5,94% (yoy). Angka yang sedikit lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,66% (yoy) ini dipicu oleh hampir berakhirnya beberapa proyek infrastruktur karena telah memasuki fase penyelesaian (Grafik II.3). Beberapa pembangunan proyek infrastruktur strategis memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan investasi bangunan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Bangka Belitung. Beberapa proyek infrastruktur tersebut antara lain, pembangunan Trans Sumatera yang meliputi ruas di Sumatera Utara 6, Sumatera Selatan 7 dan Lampung 8. Peningkatan investasi bangunan juga bersumber dari pembangunan infrastruktur pendukung penyelenggaraan Asian Games 2018 di Sumatera Selatan, seperti pembangunan LRT serta perbaikan venue dan akomodasi atlet. Selain itu, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei di Sumatera Utara dan KEK Tanjung Kelayang di Kepulauan Bangka Belitung turut mendorong pertumbuhan investasi bangunan. Untuk mendukung iklim investasi di Sumatera, beberapa daerah telah melakukan pembenahan terhadap permasalahan yang berpotensi menghambat realisasi investasi. Beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain adalah sinkronisasi administrasi pertanahan melalui koordinasi antarotoritas di Kepulauan Riau, yaitu antara Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pengelola (BP) Batam, dan Pemerintah Kota Batam, untuk mendukung investasi di bidang properti. Telah dilaksanakan pula pengesahan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) oleh DPRD Riau pada triwulan III 2017 yang turut 6 Ruas Trans Sumatera di Sumatera Utara meliputi jalur Medan-Binjai, Medan-Kualanamu-Tebingtinggi, Kisaran- Tebingtinggi, dan Tebingtinggi-Pematangsiantar-Parapat- Tarutung-Sibolga. 7 Meliputi jalur Palembang-Indralaya, Pematang Panggang- Kayu Agung, dan Kayu Agung-Palembang-Betung. 8 Meliputi jalur Bakauheni-Terbanggi Besar, dan Terbanggi Besar-Pematang Panggang. 20

29 memperbaiki iklim investasi dan kepastian usaha dalam penggunaan ruang dan lahan. Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik II.3. Perkembangan PMTB Setelah sempat tumbuh terbatas selama tiga triwulan pertama 2017, investasi nonbangunan oleh swasta mulai menunjukkan perbaikan. Sebagaimana perkembangan investasi bangunan, investasi nonbangunan di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan mencatatkan perbaikan tertinggi di triwulan IV Meningkatnya investasi nonbangunan oleh pelaku swasta di antaranya terkait dengan perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin produksi industri untuk pemenuhan permintaan yang menguat di akhir tahun. Perbaikan kinerja investasi pada periode laporan juga terkonfirmasi dari likert scale hasil liaison yang mengindikasikan peningkatan investasi beberapa perusahaan utama di Sumatera (Grafik II.4). Grafik II.4. Likert Scale Investasi Secara keseluruhan tahun, perbaikan investasi tertahan oleh belum kuatnya pertumbuhan investasi nonbangunan. Investasi pada tahun 2017 tumbuh sebesar 5,30% (yoy), melambat dibandingkan tahun 2016 sebesar 5,62% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh belum terakselerasinya investasi nonbangunan oleh swasta seiring dengan masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan belum optimalnya kapasitas utilisasi. Sebagian besar investasi oleh pelaku swasta masih bersifat pemeliharaan dan perawatan bagi mesin-mesin dan peralatan pendukung industri. Investasi diprakirakan belum tumbuh tinggi pada triwulan I Proses konsolidasi korporasi yang masih berlanjut dan pelaksanaan Pilkada serentak di empat provinsi dan 35 kabupaten/kota di Sumatera diperkirakan akan sedikit menahan pertumbuhan investasi. Dari sisi pemerintah, investasi diyakini masih terbatas sering dengan baru dimulainya proses pengadaan proyek infrastruktur baru di awal tahun. Ekspor Barang dan Jasa Ekspor barang dan jasa dari Sumatera, sebagai daerah basis produksi pangan, menunjukkan peningkatan, ditopang oleh maraknya perdagangan antardaerah seiring dengan tingginya permintaan bahan makanan dari wilayah lainnya. Ekspor barang dan jasa pada triwulan IV 2017 tercatat tumbuh 10,79% (yoy), sedikit lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor tersebut bersumber dari ekspor antardaerah yang tumbuh lebih tinggi dari 2,19% (yoy) menjadi 8,98% (yoy) di triwulan IV Membaiknya ekspor antardaerah bersumber dari daerah-daerah produsen tanaman pangan utama seperti di Sumatera Selatan dan Sumatera Barat yang merupakan daerah penghasil beras. Sementara itu, pertumbuhan ekspor luar negeri cenderung tertahan akibat terbatasnya permintaan dari mitra dagang dan pelemahan harga komoditas ekspor utama di akhir tahun Ekspor luar negeri tumbuh melambat dari 19,92% menjadi 12,58% di triwulan IV Melambatnya harga komoditas CPO dan karet menjadi penyebab lemahnya ekspor luar negeri. 21

30 Secara spasial, Sumatera Selatan dan Jambi tercatat sebagai daerah yang mengalami pelemahan ekspor tertinggi akibat kinerja ekspor karet yang kurang menggembirakan di akhir tahun Selain pelemahan harga komoditas, menurunnya permintaan CPO dari India turut menghambat kinerja ekspor. Hal ini diakibatkan kebijakan Pemerintah India untuk memprioritaskan penggunaan minyak nabati domestik, antara lain melalui pengurangan penggunaan produk impor CPO dengan menaikkan tarif impor CPO dari 7,5% menjadi 15%, serta menaikan tarif impor turunan kelapa sawit dari 15% menjadi 25%. Di sisi lain, harga batubara yang terus meningkat belum mampu mengangkat kinerja ekspor luar negeri, khususnya di Sumatera Selatan. Kondisi tersebut terjadi karena permintaan yang cenderung menurun seiring dengan adanya substitusi dengan produksi lokal dan efisiensi pembangkit listrik di Tiongkok. Perbaikan harga komoditas ekspor utama di paruh pertama menjadi faktor yang mengangkat kinerja ekspor Sumatera pada Ekspor barang dan jasa pada tahun 2017 tercatat tumbuh 7,99% (yoy), jauh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar -0,89% (yoy). Membaiknya kinerja ekspor sangat dipengaruhi faktor harga komoditas ekspor utama Sumatera, yaitu CPO, karet dan batubara. Pada triwulan I 2018, kinerja ekspor diprakirakan belum tumbuh kuat seiring dengan kenaikan harga komoditas ekspor utama yang tidak setinggi triwulan sebelumnya. Harga komoditas CPO yang diprakirakan menurun akibat mulai pulihnya produksi CPO Malaysia dan masuknya musim trek perkebunan kelapa sawit diperkirakan menahan kinerja ekspor di awal tahun Impor Barang dan Jasa Peningkatan investasi nonbangunan oleh swasta berdampak pada tingginya pertumbuhan impor barang dan jasa di triwulan IV 2017 (Grafik II.5). Impor barang dan jasa pada triwulan IV 2017 tumbuh 13,09% (yoy), relatif stabil di level tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,70% (yoy). Perawatan dan pemeliharaan untuk mesin-mesin produksi industri telah meningkatkan kebutuhan impor barang modal. Sementara menguatnya konsumsi rumah tangga di akhir tahun mendorong peningkatan impor barang konsumsi. Kenaikan impor lebih lanjut tertahan oleh penurunan impor bahan baku konstruksi seiring dengan telah selesainya sejumlah proyek infrastruktur. Grafik II.5. Perkembangan Impor Non Migas Pembangunan infrastruktur di sepanjang 2017 mendorong kebutuhan impor bahan baku dan barang modal. Impor barang dan jasa pada tahun 2017 tercatat tumbuh 9,49% (yoy), jauh meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatat kontraksi sebesar - 1,82% (yoy). Impor bahan baku terkait dengan pekerjaan konstruksi dan bahan penunjang lainnya dengan lokasi proyeksi di Sumatera Utara, Riau, Lampung, dan Sumatera Selatan juga mendorong kenaikan impor antardaerah. Peningkatan juga terjadi pada impor luar negeri sejalan dengan tingginya kebutuhan bahan baku dan barang modal industri pengolahan untuk memenuhi kenaikan ekspor luar negeri, khususnya di Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Pada triwulan I 2018, sesuai pola historisnya, impor diperkirakan melambat sejalan dengan menurunnya ekspor dan juga belum kuatnya kegiatan domestik pada awal tahun. Turunnya ekspor industri pengolahan dan telah selesainya 22

31 sejumlah pembangunan infrastruktur menyebabkan turunnya kebutuhan akan impor, khususnya bahan baku dan barang modal. Kinerja Lapangan Usaha Dari sisi lapangan usaha (LU), masih kuatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV 2017 didukung oleh kinerja LU utama, yaitu pertanian dan perdagangan. Masa panen tanaman pangan dan perkebunan yang disertai dengan perbaikan harga kelapa sawit domestik mendorong peningkatan kinerja LU pertanian. Perbaikan pada LU pertanian kemudian meningkatkan pendapatan dan konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga mendorong perbaikan LU perdagangan melalui peningkatan aktivitas ekspor dan perdagangan antardaerah. Perbaikan kinerja LU pertanian dan LU perdagangan tersebut menjadi tumpuan ekonomi Sumatera pada keseluruhan tahun 2017 untuk tetap tumbuh solid. Pertanian Kinerja LU pertanian pada triwulan IV 2018 membaik sejalan dengan meningkatnya produksi dan membaiknya harga produk tanaman pangan dan perkebunan. LU pertanian pada triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 4,41% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar 3,76% (yoy). Peningkatan kinerja LU pertanian didorong oleh peningkatan produksi sublu tanaman pangan dan sublu hortikultura seiring dengan masuknya musim panen dan kondisi cuaca yang relatif kondusif. Perbaikan pertumbuhan juga ditopang oleh mulai meningkatnya harga komoditas pangan dan perkebunan, seperti beras, cabai merah, serta tandan buah segar (TBS) kelapa sawit lokal. Dampak perbaikan harga TBS lokal terlihat dari meningkatnya kinerja sublu perkebunan di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi yang merupakan pusat agroindustri kelapa sawit di Sumatera. Perbaikan di LU pertanian terkonfirmasi oleh likert scale penjualan domestik pertanian yang meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik II.6). Secara keseluruhan 2017, kinerja LU pertanian lebih baik dibandingkan LU pertanian pada 2017 tumbuh sebesar 3,93% (yoy), meningkat dibandingkan pada 2016 sebesar 3,77% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut ditopang oleh meningkatnya produksi tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan sejalan dengan kondisi cuaca tahunan yang lebih kondusif, membaiknya harga komoditas tanaman perkebunan, serta upaya pemerintah dan petani dalam mengantisipasi serangan hama seperti yang pernah terjadi pada akhir Kinerja LU pertanian pada triwulan I 2018 diprakirakan akan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan berakhirnya musim panen serta mulai masuknya periode musim trek dan musim tanam. Perlambatan kinerja LU pertanian lebih disebabkan oleh faktor musiman. Namun demikian, pertumbuhan pada triwulan-triwulan selanjutnya diprakirakan lebih baik dari capaian dua tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan dukungan program pemerintah dan realisasi dana desa untuk perbaikan infrastruktur pertanian dan perdesaan. Grafik II.6. Likert Penjualan Domestik Pertanian Pertambangan LU pertambangan dan penggalian pada triwulan IV 2017, meskipun masih terkontraksi, terus menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, kinerja LU pertambangan dan penggalian tercatat mengalami penurunan sebesar 0,24% (yoy), membaik dibandingkan dengan triwulan 23

32 sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,43% (yoy). Perbaikan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan batubara oleh Tiongkok. Dari sisi penawaran, perbaikan tersebut didukung oleh distribusi batubara yang semakin lancar dengan bertambahnya operasional angkutan kereta api khusus, dan peningkatan kapasitas pelabuhan timbun di Sumatera Selatan. Terkait sublu pertambangan migas, dukungan perbaikan berasal dari eksploitasi sumur baru di Jambi dan Sumatera Selatan. Di sisi lain, lifting minyak Riau masih terus mengalami penurunan diakibatkan semakin menipisnya cadangan minyak bumi (natural declining) (Grafik II.7). Kenaikan harga minyak yang masih terbatas juga belum mampu memberikan insentif kepada produsen minyak bumi untuk melakukan eksploitasi kilang baru. Sumber: SKK Migas Grafik II.7. Lifting Minyak Riau Kinerja LU pertambangan dan penggalian terkontraksi secara keseluruhan 2017 seiring penurunan lifting minyak bumi. LU pertambangan dan penggalian kembali terkontraksi yaitu sebesar 0,66% (yoy) pada 2017 sedikit meningkat dibandingkan kontraksi 2016 sebesar 0,56% (yoy). Penurunan ini terutama terjadi di Riau dan Kepulauan Riau seiring penurunan lifting minyak. Kontraksi yang lebih dalam tertahan oleh perbaikan LU pertambangan dan penggalian di Sumatera Selatan seiring membaiknya harga dan permintaan batubara, dan mulai beroperasinya sumur baru di Jambi dan Sumatera Selatan pada paruh kedua 2017 (Grafik II.8). Sumber: Bloomberg Grafik II.8. Harga Batubara Internasional Perbaikan kinerja LU pertambangan dan penggalian di triwulan I 2018 diprakirakan masih terbatas. LU pertambangan dan penggalian diprakirakan masih mencatat kontraksi namun tidak sedalam dibandingkan dengan triwulan IV Natural declining cadangan minyak bumi di Riau masih menjadi faktor utama penyebab penurunan kinerja LU pertambangan dan penggalian. Di sisi lain, produksi minyak di sumur baru masih belum optimal sehingga belum mampu memberikan daya dorong bagi perbaikan lebih lanjut. Industri Pengolahan Pertumbuhan LU industri pengolahan melambat sejalan dengan melemahnya harga komoditas pada akhir paruh kedua 2017 dan terbatasnya permintaan mitra dagang utama. Pada triwulan IV 2017, LU industri pengolahan tumbuh sebesar 3,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,10% (yoy). Melemahnya kinerja industri pengolahan tersebut tercermin dari hasil liaison yang menunjukkan penurunan penjualan domestik produk-produk industri di beberapa pelaku utama (Grafik II.19). Melemahnya industri pengolahan terutama bersumber dari industri pengolahan kelapa sawit dan turunannya akibat sejumlah restriksi yang dihadapi. Restriksi itu berupa peningkatan bea masuk yaitu kenaikan tarif impor CPO oleh India dan pengenaan non-tariff barrier yaitu resolusi sawit oleh Uni Eropa. Di sisi input, industri pengolahan kelapa sawit juga menghadapi kenaikan harga bahan baku domestik seiring 24

33 dengan peningkatan harga TBS kelapa sawit lokal. Pelemahan LU industri pengolahan terutama terjadi di Riau dan Sumatera Utara yang merupakan basis utama industri pengolahan kelapa sawit. Di samping permasalahan harga input, industri pulp paper di Riau juga menghadapi kendala keterbatasan bahan baku akibat pembatalan rencana kerja usaha pemanfaatan hasil hutan di lahan gambut. Secara keseluruhan tahun 2017, melemahnya permintaan dunia akan produk medium and high tech menahan kinerja LU industri pengolahan. LU industri pengolahan di tahun 2017 tumbuh sebesar 4,11% (yoy), terkoreksi dibandingkan tahun 2016 sebesar 4,37% (yoy). Penurunan kinerja tersebut terutama bersumber dari rendahnya permintaan akan produk industri galangan kapal dan industri besi dan baja untuk keperluan kilang migas di Riau. Grafik II.9. Likert Scale Penjualan Domestik Industri Pengolahan Pada awal tahun 2018, meningkatnya produksi industri makanan dan minuman serta beroperasinya industri baru berpotensi mendorong kinerja LU industri pengolahan. LU industri pengolahan diperkirakan mencapai 4,47% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2017 sebesar 3,35% (yoy). Kenaikan produksi industri makanan dan minuman dilakukan untuk menambah persediaan yang sempat menurun akibat tingginya permintaan di akhir tahun 2017, terutama di Sumatera Utara, Riau dan Lampung. Selain industri makanan dan minuman, mulai berproduksinya smelter industri alumunium di Sumatera Utara diyakini akan mampu memberikan dorongan baru bagi perbaikan kinerja LU industri pengolahan. Perdagangan Pada triwulan IV 2017, kinerja LU perdagangan mencatat pertumbuhan yang kuat sejalan dengan membaiknya konsumsi rumah tangga dan ekspor. Aktivitas konsumsi masyarakat meningkat pada akhir tahun terkait perayaan Natal dan liburan tahun baru. LU perdagangan tercatat meningkat di triwulan IV 2017 menjadi 5,39% (yoy). Peningkatan kinerja LU Perdagangan juga ditopang oleh meningkatnya kegiatan ekspor dan impor antardaerah. Hal ini juga terefleksi pada kenaikan realisasi kegiatan usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) (Grafik II. 10). Perbaikan LU perdagangan juga bersumber dari aktivitas ekspor luar negeri dan perdagangan antardaerah yang cukup tinggi di sepanjang tahun Pertumbuhan LU perdagangan pada 2017 mencapai 6,16% (yoy), lebih baik dibandingkan pada 2016 yang tumbuh 5,88% (yoy). Hal ini sejalan dengan masih kuatnya konsumsi rumah tangga yang didorong oleh antara lain peningkatan pendapatan petani dari LU pertanian, dan tingginya kegiatan ekspor dan impor di Sumatera. Grafik II.10. Realisasi Kegiatan Usaha SKDU Perdagangan Pada triwulan I 2018, kinerja LU perdagangan diperkirakan akan mengalami perlambatan. Pelemahan tersebut merupakan imbas dari menurunnya aktivitas ekspor komoditas perkebunan dan tanaman pangan, serta masih 25

34 terbatasnya impor sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang belum tinggi di awal tahun. Perkiraan pelemahan terindikasi dari oleh turunnya kegiatan usaha pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) (Grafik II. 11). kedua 2017, menjadi sumber perlambatan LU konstruksi pada sepanjang Selain itu, pertumbuhan LU konstruksi belum diimbangi oleh besarnya peran investasi bangunan swasta. Grafik II.11. Perkiraan Kegiatan Usaha SKDU Perdagangan Konstruksi Dinamika perkembangan investasi yang mulai sedikit melambat di triwulan IV 2017, terutama investasi bangunan, memengaruhi LU konstruksi. Kinerja LU konstruksi tercatat tumbuh 6,91% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih rendah daripada triwulan III-2017 sebelumnya 7,91% (yoy). Masih dominannya investasi melalui proyek pembangunan infrastruktur pemerintah di Sumatera menjadi faktor utama yang memengaruhi dinamika perkembangan LU konstruksi. Daya ungkit LU konstruksi terhadap pertumbuhan ekonomi di akhir tahun melemah seiring dengan selesainya pembangunan beberapa proyek infrastruktur, yaitu sejumlah ruas jalan Trans Sumatera dan infrastruktur pendukung Asian Games di Sumatera Selatan. Secara keseluruhan 2017, kinerja LU konstruksi belum setinggi tahun 2016 terutama disebabkan pelemahan investasi bangunan pada akhir 2017 dan belum giatnya investasi swasta. Pertumbuhan LU konstruksi pada 2017 mencapai 6,27% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 6,42% (yoy). Beberapa proyek infrastruktur pemerintah yang telah memasuki tahap penyelesaian di samping masalah administrasi terkait peruntukan lahan di Riau dan Kepulauan Riau yang baru rampung pada paruh Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Grafik II.12. Konsumsi Semen Sumatera Telah selesainya beberapa proyek infrastruktur tersebut akan berdampak ke kinerja konstruksi pada triwulan I 2018 yang diprakirakan tidak setinggi pencapaian triwulan IV LU konstruksi diprakirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan IV Perlambatan tersebut terjadi seiring dengan belum adanya proyek investasi bangunan yang signifikan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Fiskal Daerah Capaian realisasi belanja APBD tahun 2017 lebih baik dibandingkan tahun 2016, dan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera. Pada akhir 2017, serapan belanja APBD di Sumatera (termasuk APBD provinsi dan kabupaten/kota) mencapai 80,64%, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 66,92%. 9 Secara spasial, 10 provinsi di Sumatera mengalami peningkatan penyerapan belanja APBD (Grafik II.13). Penyerapan tertinggi terjadi di Bengkulu yang mencapai 78,68%, disusul oleh Riau sebesar 75,03%, dan Kepulauan Riau sebesar 74,49%. Meningkatnya serapan belanja APBD sejalan dengan kenaikan 9 Data realisasi APBD berasal dari Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi APBN dan APBD (TEPRA). Realisasi APBD 2016 merupakan data per minggu pertama 2017, sedangkan realisasi APBD 2017 merupakan data per minggu keempat

35 pertumbuhan konsumsi Pemerintah dari semula kontraksi sebesar 0,88% (yoy) pada 2016 menjadi tumbuh 4,52% (yoy) pada Penyerapan realisasi belanja APBD tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyaluran dana transfer dan peningkatan kualitas belanja. Dalam rangka meningkatkan peran daerah dalam mendukung perekonomian yang lebih kuat, Pemerintah meningkatkan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang diatur untuk dioptimalkan pemanfaatannya dalam rangka pembangunan daerah, terutama infrastruktur. Alokasi dana desa di Sumatera pada 2017 mencapai Rp18 triliun, lebih tinggi dibandingkan 2016 sebesar Rp14,1 triliun. Pemerintah pada 2017 mengeluarkan kebijakan percepatan penyaluran DAK fisik dan dana desa dalam dua tahap, dan disalurkan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di daerahdaerah. Grafik II.13. Realisasi APBD Sumatera sd Akhir Tahun Meski masih berada di bawah target, realisasi penyerapan belanja fisik pada sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota di Sumatera sudah cukup tinggi (Grafik II.14). Penyerapan belanja fisik paling tinggi terjadi di Kepulauan Riau yang mencapai 95,61%, disusul Aceh sebesar 95,50%. Riau menjadi daerah yang mencatatkan penyerapan belanja fisik di atas target realisasi. Penyerapan belanja fisik di Riau mencapai 93,77%, lebih tinggi dari target yang ditetapkan sebesar 93,75%. Di sisi lain, realisasi belanja fisik di beberapa daerah, seperti Jambi dan Lampung, masih terbatas. Beberapa kendala seperti masalah pembebasan dan pengadaan lahan mengakibatkan realisasi proses lelang sejumlah proyek dengan nilai besar terlambat. Grafik II.14. Belanja Fisik Pemerintah Provinsi dan Kota/Kabupaten hingga Desember 2017 Perkembangan Inflasi Inflasi di Sumatera pada triwulan IV 2017 tercatat menurun sehingga capaian inflasi pada akhir tahun tetap berada pada kisaran target inflasi 4,0%+1%. Inflasi Sumatera sebesar 3,30% (yoy) berada di bawah pola historisnya selama tiga tahun terakhir yang mencapai 8,76% (yoy). Inflasi tersebut lebih rendah daripada inflasi 2016 sebesar 3,63% yang berarti melanjutkan tren penurunan laju inflasi. Di samping itu, tingkat inflasi Sumatera pada 2017 juga lebih rendah daripada inflasi nasional dan inflasi wilayah lainnya (Jawa dan Kawasan Timur Indonesia - KTI). Faktor penyebab rendahnya inflasi tersebut adalah menurunnya inflasi volatile food, inflasi inti, dan inflasi administered prices. Walaupun secara keseluruhan sudah baik, namun secara spasial masih terdapat dua daerah yang perlu mendapat perhatian karena mencatatkan inflasi di atas 4%, yaitu Aceh dan Riau. Inflasi volatile food menurun seiring dengan ketersediaan pasokan bahan pangan yang mencukupi serta koordinasi yang kuat antara Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Inflasi volatile food pada 2017 hanya sebesar 0,77% (yoy). Hal ini disebabkan penurunan harga sejumlah komoditas pangan utama, seperti cabai 27

36 merah, bawang putih, bawang merah, gula pasir, cabai rawit, dan cabai hijau di sepanjang Koordinasi pengendalian inflasi oleh TPID bersama lembaga lainnya yang semakin baik turut mendorong penurunan tekanan inflasi volatile food sejak awal hingga akhir tahun Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik II.15. Disagregasi Realisasi Inflasi Sumatera Di sisi lain, inflasi administered prices juga terus menunjukkan penurunan. Inflasi administered prices tercatat menurun dari 7,59% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 7,12% (yoy) pada triwulan IV Upaya pemerintah daerah dalam mengendalikan dampak lanjutan kenaikan tarif listrik, biaya administrasi perpanjangan STNK, cukai rokok kretek, dan tarif angkutan udara memberikan dampak positif terhadap terkendalinya inflasi administered prices. Sebagai contoh, TPID Provinsi Bengkulu memainkan peran cukup penting dalam mengendalikan tarif angkutan udara yang merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi terbesar di Sumatera. Tarif angkutan udara di Bengkulu menjadi relatif terkendali, dan tidak lagi menjadi faktor yang memberikan tekanan terhadap inflasi administered prices (lihat selengkapnya pada boks Keberhasilan Meredam Inflasi Tarif Angkutan Udara di Bengkulu). Terjaganya inflasi Sumatera tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi TPID provinsi dan kabupaten/kota yang semakin kuat dalam pengendalian inflasi. Pengendalian inflasi oleh TPID di wilayah Sumatera diarahkan kepada peningkatan produksi pangan, pengaturan distribusi, penguatan kerja sama antardaerah, pemanfaatan data harga komoditas, dan penguatan kelembagaan. Contoh nyata pengendalian inflasi yang dilakukan oleh beberapa TPID di wilayah Sumatera di antaranya adalah kerja sama antardaerah dalam perdagangan komoditas beras dan sayuran oleh Aceh dan Sumatera Utara, percepatan pembentukan BUMD pangan dan pembangunan sistem kelembagaan petani di Sumatera Utara, pemanfaatan teknologi informasi untuk pemantauan produksi pangan di Sumatera Barat, penyediaan cold storage untuk penyimpanan daging di Jambi, dan pelaksanaan urban farming di beberapa daerah lainnya. Memasuki 2018, tekanan inflasi pada Januari 2018 tercatat sebesar 0,73% (mtm), lebih tinggi dari pola historis Januari dalam tiga tahun terakhir sebesar 0,19% (mtm). Tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh inflasi volatile food dan inflasi administered prices. Komoditas penyumbang utama inflasi Januari 2018 adalah beras, cabai merah, daging ayam ras, dan tukang bukan mandor. Dari inflasi volatile food pada Januari 2018 yang sebesar 0,37% (mtm), andil terbesar berasal dari inflasi beras sebesar 0,15% (mtm). Kenaikan harga beras ditengarai akibat menurunnya pasokan di tengah implementasi kebijakan tata niaga pangan yang diterapkan oleh Pemerintah melalui penerapan Permendag No. 57 Tahun Dengan melihat perkembangan inflasi pada Januari 2018 tersebut, inflasi pada triwulan I 2018 diprakirakan meningkat. Namun demikian, inflasi triwulan I 2018 masih sejalan dengan prakiraan inflasi Sumatera dan berada dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 3,5%±1%. Beberapa TPID sudah mulai melakukan mitigasi risiko kenaikan inflasi, baik melalui penguatan kelembagaan, optimalisasi pemanfaatan data harga pada Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), koordinasi dan kerja sama antardaerah (produsen-konsumen), dan percepatan distribusi pangan. Upaya-upaya pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh 28

37 TPID sejak awal tahun tersebut diharapkan dapat mengantisipasi risiko inflasi pada 2018 agar tetap berada pada kisaran target inflasi nasional. Stabilitas Keuangan Daerah Ketahanan Sektor Korporasi Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah (SKD) wilayah Sumatera membaik sejalan dengan ekonomi Sumatera yang tumbuh solid. Membaiknya kondisi SKD, khususnya kinerja korporasi 10 di tiga LU utama (LU pertanian, LU pertambangan, dan LU industri pengolahan) tercermin dari seluruh indikator kinerja keuangan korporasi. Penjualan yang meningkat dan profit margin yang membaik berdampak positif terhadap perbaikan rasio rentabilitas, solvabilitas, dan likuiditas. Sumber: Bloomberg Grafik II.17. ROA Korporasi Sumatera Sumber: Bloomberg Grafik II.18. ROE Korporasi Sumatera Sumber: Bloomberg Grafik II.16. Profit Margin Korporasi Sumatera Kenaikan indikator profitabilitas terjadi terutama pada korporasi yang bergerak di LU industri pengolahan. Hal ini sejalan dengan kinerja korporasi industri pengolahan yang membaik seiring meningkatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor. Perbaikan kinerja korporasi di LU industri pengolahan juga didukung oleh pasokan bahan baku yang lebih baik seiring masuknya periode panen pertanian dan perkebunan, serta meningkatnya permintaan CPO oleh negara-negara mitra dagang utama. 10 Korporasi di Sumatera diwakilli oleh 12 perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia. Sejalan dengan profitabilitas korporasi yang meningkat, kemampuan perusahaan dalam membayar beban utang juga semakin membaik. Hal ini tercemin dari rasio beban utang korporasi atau Debt Servie Ratio (DSR) yang menurun, dari 10,74 pada triwulan II 2017 menjadi 10,11 pada triwulan III Kondisi tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan kemampuan laba perusahaan untuk menutup risk debt yang dimiliki, terutama kewajiban jangka pendek, baik untuk pemenuhan pembayaran pokok utang maupun bunganya. Hal ini terjadi pada perusahaan yang bergerak di LU pertanian, LU pertambangan dan LU industri pengolahan. Meningkatnya kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aset yang dimiliki dan meningkatkan tingkat pengembalian ekuitas bagi pemegang saham, mendorong perusahaan meminimalkan porsi utang dari pihak eksternal. Kinerja korporasi berdasarkan seluruh indikator keuangan semakin membaik. Hal ini menyebabkan korporasi cenderung 29

38 menggunakan hasil keuntungannya untuk ekspansi usaha dibandingkan menambah porsi utang. Kondisi ini tercermin dari menurunnya Debt to Equity Ratio (DER) dari 1,25 menjadi 1,04. Sumber: Bloomberg Grafik II.19. DSR Korporasi Sumatera Peningkatan pendapatan korporasi mendukung kemampuan membayar sehingga berdampak terhadap penurunan risiko kredit. Penurunan risiko kredit tercermin pada NPL korporasi yang menunjukkan penurunan, yaitu dari 2,76% pada triwulan III 2017 menjadi 2,59% pada triwulan IV Penurunan NPL terutama terjadi pada korporasi yang bergerak di LU konstruksi, yaitu dari 7,25% pada triwulan III 2017 menjadi 4,67% pada triwulan IV Hal ini seiring dengan telah selesainya pembangunan beberapa proyek infrastruktur jalan Trans Sumatera dan beberapa infrastruktur pendukung Asian Games di Sumatera Selatan. Di samping itu, NPL di beberapa LU utama lainnya, seperti industri pengolahan dan perdagangan juga masih berada di bawah batas indikatif 5%, yaitu masing-masing sebesar 1,54% dan 4,54%. Sumber: Bloomberg Grafik II.20. DER Korporasi Sumatera Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Kredit korporasi meningkat sejalan dengan kecenderungan korporasi yang mulai meningkatkan usahanya untuk merespons konsumsi rumah tangga dan ekspor yang tumbuh cukup kuat. Penyaluran kredit selama triwulan IV 2017 tercatat 6,35% (yoy), meningkat dari 3,24% (yoy) pada triwulan III Naiknya permintaan kredit terjadi di beberapa LU utama, seperti industri pengolahan dan perdagangan. Hal ini sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan ekspor yang tumbuh cukup kuat, seiring dengan meningkatnya pendapatan petani akibat masuknya masa panen tanaman pangan dan perkebunan serta meningkatnya permintaan CPO. Grafik II.21. Proporsi Kredit Sektoral Korporasi Grafik II.22. Pertumbuhan Kredit Sektoral Korporasi Perbaikan pendapatan dan kinerja korporasi di Sumatera mendorong tingginya pertumbuhan penghimpunan simpanan korporasi. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV 2017 tercatat relatif tinggi, sebesar 30

39 19,6% (yoy). Tingginya pertumbuhan simpanan korporasi didorong oleh meningkatnya pertumbuhan tabungan maupun deposito. Perlambatan terjadi baik untuk dana jangka pendek (tabungan) maupun dana jangka panjang (deposito). DPK perseorangan juga masih mendominasi porsi DPK perbankan dengan porsi 73,81% dari total DPK, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 69%. Grafik II.23. Pertumbuhan NPL Kredit Korporasi Sektoral Grafik II.25. Perkembangan Pangsa DPK Perseorangan Grafik II.24 Pertumbuhan DPK Korporasi Sumatera Ketahanan Sektor Rumah Tangga Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Kinerja sektor rumah tangga menunjukkan perbaikan seiring peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga. Meningkatnya pendapatan masyarakat memengaruhi kenaikan DPK masyarakat sebesar 8,40% pada triwulan IV 2017 menjadi Rp432,30 triliun. Namun, peningkatan tersebut lebih rendah dibandingkan pada triwulan III 2017 sebesar 10,13%. Sesuai dengan pola musimannya, pada periode Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN) dan liburan akhir tahun, pertumbuhan DPK (giro, tabungan, dan deposito) triwulan IV 2017 menurun dibandingkan triwulan III DPK perseorangan pada triwulan IV 2017 tercatat tumbuh 8,40% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,13% (yoy). Grafik II.26. Perkembangan Pertumbuhan DPK Perseorangan Kredit Perseorangan di Perbankan Penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan IV 2017 tumbuh meningkat dengan risiko kredit yang tetap terjaga. Perbaikan pendapatan rumah tangga yang berasal dari LU pertanian, LU perdagangan, dan juga hasil ekspor SDA memberikan ekspektasi positif terhadap permintaan kredit konsumsi rumah tangga. Penyaluran kredit rumah tangga meningkat dari 8,91% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 10,83% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan penyaluran kredit rumah tangga bersumber dari peningkatan pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna. Peningkatan pertumbuhan KPR terjadi khususnya untuk tipe m 2. Di 31

40 tengah pertumbuhan penyaluran kredit rumah tangga yang meningkat, rasio NPL kredit rumah tangga tetap relatif terjaga, bahkan tercatat menurun dari 1,85% pada triwulan III 2017 menjadi 1,59% pada triwulan IV Grafik II.27. Pertumbuhan Kredit dan NPL Sektor Rumah Tangga sektoral, peningkatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi pada LU utama, seperti LU perdagangan, LU pertanian, dan LU konstruksi, di mana masing-masing tumbuh 2,45% (yoy), 13,14% (yoy) dan 16,72% (yoy) pada triwulan IV 2017, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 1,64% (yoy), 9,14% (yoy) dan 7,57% (yoy). Sementara itu, porsi kredit UMKM terhadap total kredit sudah mencapai 26,33%, atau berada diatas ketentuan porsi kredit UMKM sebesar 20%. Dari sisi risiko, rasio NPL kredit UMKM juga menurun dari 5,18% pada triwulan sebelumnya, menjadi 4,75% atau berada di bawah batas indikatif sebesar 5%. Pengelolaan Uang Tunai Rupiah Aliran uang kartal ke Bank Indonesia mengalami arus keluar (outflow) yang tinggi pada triwulan IV 2017 sesuai pola musiman di akhir tahun. Secara total, arus keluar bersih (net outflow) uang kartal selama triwulan IV 2017 mencapai Rp21,81 triliun, jauh lebih tinggi dari dari net outflow pada triwulan yang sama pada 2016 sebesar Rp16,19 triliun (Grafik II.30). Grafik II.28. Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan Grafik II.30. Pembayaran Tunai Grafik II.29. Pertumbuhan KPR per Tipe Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Penyaluran kredit UMKM di Sumatera mengalami peningkatan dari tumbuh 5,35% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi sebesar 8,08% (yoy) pada triwulan IV Secara Tingginya net outflow uang kartal terjadi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi di Sumatera yang tetap tinggi. Arus keluar bersih tertinggi terjadi di Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan yang masing-masing mencatat net outflow sebesar Rp11,99 triliun, Rp5,79 triliun, dan Rp4,74 triliun. Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan pendapatan yang berasal dari perbaikan kinerja LU pertanian dan kegiatan ekspor SDA di ketiga provinsi tersebut. Ekonomi 32

41 di ketiga provinsi tersebut memberikan andil terbesar terhadap ekonomi Sumatera, yaitu sebesar 58,15%. Koordinasi yang baik dengan penegak hukum dan perbankan, serta semakin tingginya kesadaran masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah memengaruhi temuan uang palsu (upal) yang terus menurun. Pada triwulan IV 2017, rasio temuan upal terhadap arus masuk (inflow) uang kartal di Sumatera tercatat sebesar 0,22. Rasio tersebut lebih rendah dibandingkan dua tahun terakhir, yaitu dari sebelumnya 0,37 pada 2015 dan 0,26 pada 2016 (Grafik II.31). kas titipan, KPwBI di Sumatera juga melakukan kas keliling sebagai bentuk peningkatan pelayanan distribusi uang kepada masyarakat dan mendukung kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga ketersediaan uang bersih (clean money policy). Sistem Pembayaran Non Tunai Aktivitas perekonomian yang semakin membaik juga terlihat dari peningkatan transaksi kliring di Sumatera pada triwulan IV 2017 baik secara nominal maupun volume. Secara nominal, transaksi kliring menunjukkan tren peningkatan dari Rp99,94 triliun pada triwulan III 2017 menjadi Rp102,79 triliun pada triwulan IV Volume kliring juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari ribu lembar kliring pada triwulan III 2017 menjadi ribu lembar kliring pada akhir triwulan IV 2017 (Grafik II.33 dan II.34). Grafik II.31. Rasio Upal Terhadap Inflow Grafik II.33. Transaksi Kliring Menurut Nominal (Wilayah Sumatera) Grafik II.32. Temuan Uang Palsu (UPAL) Layanan uang kas yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada masyarakat semakin baik, tercermin dari penambahan jumlah kas titipan di wilayah Sumatera. Selama triwulan IV 2017, terdapat penambahan 10 lokasi kas titipan baru yang tersebar di hampir seluruh wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) di Sumatera. Total kas titipan yang ada di wilayah Sumatera kini berada di 33 lokasi. Selain melalui Grafik II.34. Transaksi Kliring Menurut Volume (Wilayah Sumatera) Transaksi kliring terbesar masih terfokus pada provinsi yang memiliki pangsa besar dalam ekonomi Sumatera. Transaksi di Sumatera Utara, 33

42 Riau, Sumatera Selatan, dan Lampung secara berurutan merupakan provinsi-provinsi dengan nominal transaksi terbesar, dengan total pangsa mencapai 80,39% dari total transaksi di Sumatera. Sementara itu, transaksi kliring terendah tercatat di Bengkulu dengan pangsa hanya 1,55% atau setara Rp1,63 triliun. Perkembangan Elektronifikasi di Wilayah Sumatera Penggunaan pembayaran non-tunai di wilayah Sumatera pada triwulan IV 2017 terus meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh transaksi menggunakan kartu kredit dan uang elektronik yang meningkat. Penggunaan kartu kredit dalam transaksi non-tunai di wilayah Sumatera pada triwulan IV 2017 senilai Rp5,18 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp5,08 triliun. Penggunaan uang elektronik terus meningkat seiring dengan implementasi pembayaran nontunai bagi pengguna jalan tol. Penggunaan uang elektronik (unik) selama triwulan IV 2017 meningkat menjadi Rp3,47 miliar dari sebelumnya Rp1,19 miliar pada triwulan III Sebagian besar transaksi unik digunakan untuk top up dan pembayaran transaksi. Elektronifikasi pembayaran jalan tol di Sumatera sudah diimplementasikan pada ruas tol di beberapa kota besar di Sumatera, seperti Medan, Palembang, dan Lampung. Ketersediaan Layanan Keuangan Digital (LKD) bagi penduduk Sumatera semakin membaik seiring meningkatnya jumlah agen LKD maupun pengggunaan uang elektronik. Pada triwulan IV 2017, jumlah agen LKD di Sumatera mencapai agen, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebanyak agen. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya pengguna uang elektronik yang mencapai pengguna, jauh lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar pengguna. Jumlah agen LKD terbesar terdapat di Sumatera Utara, yaitu sebanyak agen atau mencapai 20,06% dari total agen LKD di wilayah Sumatera. Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan jumlah agen LKD di daerah. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan terus melanjutkan beberapa program yang telah berjalan, antara lain sosialisasi dan kampanye LKD kepada pemerintah daerah, sekolah, universitas, dan pengusaha (termasuk UMKM); penguatan kerja sama antara Bank Indonesia, perbankan dan instansi pemerintah daerah terkait pembayaran gaji, pajak dan pelunasan pinjaman; serta kerja sama antara perbankan, pemerintah daerah dan sekolah dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). Grafik II.35. Jumlah Agen LKD Prospek Perekonomian Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perbaikan ekonomi Sumatera diprakirakan akan terus berlanjut pada triwulan II Dari sisi permintaan, daya beli masyarakat diprakirakan semakin membaik sehingga mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga, terutama pada periode Ramadhan dan Idul Fitri. Di samping itu, konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit dan Rumah Tangga (LNPRT) juga diprakirakan akan meningkat seiring dengan pelaksanaan Pilkada serentak di empat provinsi, 14 kota, dan 21 kabupaten. Namun dari sisi eksternal, ekspor luar negeri diprakirakan sedikit tertahan akibat perkembangan harga komoditas yang tidak setinggi di triwulan I

43 Dari sisi lapangan usaha, kinerja LU pertanian, LU perdagangan, dan LU industri pengolahan diprakirakan membaik dan menjadi penopang utama perbaikan pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II Perbaikan kinerja LU pertanian terjadi seiring masuknya masa panen beberapa komoditas hortikultura serta meningkatnya produksi TBS kelapa sawit di Riau dan Sumatera Utara. Sementara kinerja LU perdagangan dan LU industri pengolahan diprakirakan membaik seiring penyelenggaraan Asian Games 2018 di Sumatera Selatan dan mulai beroperasinya smelter PT Inalum di Sumatera Utara. Dengan memerhatikan faktor-faktor tersebut, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan II 2018 diprakirakan akan tumbuh pada kisaran 4,3%-4,8%. Perbaikan pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan relatif merata di semua provinsi di Sumatera. Tabel II.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera 2018 Provinsi IV Ip IIp Total Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Kep. Riau Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Sumatera Secara keseluruhan tahun 2018, perekonomian Sumatera diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2017 seiring membaiknya konsumsi domestik. Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada 2018 diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,3%-4,8%, meningkat dibandingkan 2017 sebesar 4,30% (yoy). Konsumsi rumah tangga akan menjadi penggerak utama perbaikan ekonomi Sumatera yang bersumber dari dampak positif pelaksanaan Pilkada serentak di beberapa daerah, pelaksanaan Asian Games 2018, serta tetap terjaganya daya beli masyarakat. Masih berlanjutnya beberapa proyek infrastruktur pemerintah diprakirakan turut meningkatkan kinerja LU kontruksi dan menjadi penopang perbaikan ekonomi Sumatera. Proyek infrastruktur yang ditargetkan selesai dan dapat beroperasi dalam jangka pendek di 2018 nilainya mencapai Rp33,9 triliun. Sementara itu, proyek yang baru akan dimulai pada 2018 diprakirakan nilainya mencapai Rp352,2 triliun. Dari sisi eksternal, perkembangan harga komoditas CPO, karet, dan batubara yang diprediksi melemah akan menahan perbaikan kinerja ekspor luar negeri. Di samping faktor harga komoditas, kecenderungan negara-negara maju untuk menerapkan kebijakan perdagangan yang lebih protektif juga berpotensi menurunkan kinerja ekspor luar negeri Sumatera. Salah satu kebijakan protektif tersebut adalah keputusan Departemen Perdagangan Amerika Serikat (USDOC) untuk mengenakan bea masuk imbalan biodiesel dari Indonesia sebesar 34,45%-64,73%. Hal ini berisiko menurunkan kinerja ekspor CPO Sumatera dalam memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel dunia. Kinerja LU perdagangan diprakirakan tumbuh meningkat, sedangkan kinerja LU industri pengolahan sedikit tertahan. Peningkatkan kinerja LU perdagangan ditopang oleh perbaikan konsumsi domestik dan peningkatan aktivitas perdagangan antardaerah seiring semakin membaiknya infrastruktur transportasi. Sementara pertumbuhan industri pengolahan akan sedikit tertahan akibat pelemahan harga komoditas ekspor utama. Kondisi perlambatan ini diperdalam oleh belum pulihnya industri galangan kapal dan rig terapung, dan prediksi menurunnya permintaan negara Singapura terhadap barang elektronik dari Kepulauan Riau. Sementara itu, kinerja lifting minyak yang terus menurun akibat kondisi kilang yang mayoritas sudah melewati usia keekonomian akan kembali menahan kinerja LU pertambangan dan penggalian pada Produksi hasil eksplorasi sumur baru di Jambi dan Sumatera Selatan juga 35

44 diprakirakan masih terbatas. Selain kondisi kilang minyak, belum adanya perbaikan signifikan pada perkembangan harga minyak dunia juga diprakirakan berpotensi menahan kinerja LU pertambangan. Sejumlah risiko yang berasal baik dari domestik dan eksternal perlu diantisipasi untuk mendukung perbaikan ekonomi Sumatera pada Dari sisi domestik, dampak dari penyelenggaraan Pilkada serentak memiliki dua sisi. Di satu sisi, Pilkada dapat menunda investasi para investor yang mengambil sikap wait and see. Di sisi lain, Pilkada yang berjalan lancar dapat berdampak positif bagi kepastian iklim investasi. Dari sisi eksternal, risiko perbaikan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama yang beragam, perbaikan harga komoditas yang belum stabil, dan risiko dampak normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat berpotensi menahan laju perbaikan kinerja ekspor dan impor luar negeri Sumatera. Prospek Inflasi Inflasi Sumatera pada triwulan II 2018 diprakirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi pada triwulan II 2018 terutama bersumber dari kelompok volatile food dan kelompok inti. Rendahnya harga produk pertanian diprakirakan mendorong petani untuk mulai mengalihkan penggunaan lahan pertanian tanaman bahan pangan ke komoditas yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Hal ini akan berpotensi mengganggu pasokan bahan pangan ke depan. Selain itu, risiko peningkatan permintaan seiring masuknya periode Ramadhan dan Idul Fitri, pelaksanaan Pilkada serentak, dan penyelenggaraan Asian Games 2018 juga dapat memicu tekanan inflasi dari sisi permintaan. Namun demikian, kenaikan inflasi yang lebih tinggi akan tertahan oleh prospek rendahnya inflasi kelompok administered prices seiring minimalnya kebijakan kenaikan harga oleh pemerintah. 2017, namun tetap berada pada kisaran sasaran inflasi nasional, yaitu 3,5%±1%. Tekanan inflasi pada 2018 terutama didorong oleh kelompok inti dan volatile food. Kenaikan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan terjadi akibat menurunnya pasokan seiring dengan semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian. Sementara kenaikan inflasi kelompok inti akan disebabkan oleh peningkatan permintaan domestik sejalan perkembangan ekonomi Sumatera yang semakin membaik. Di sisi lain, faktor penahan inflasi akan bersumber dari inflasi administered prices yang diperkirakan menurun seiring minimalnya kebijakan kenaikan harga oleh pemerintah, seperti tarif listrik, BBM bersubsidi dan LPG di sepanjang Meski demikian, masih terdapat beberapa risiko yang perlu mendapat perhatian, antara lain meningkatnya tarif cukai rokok dari 8,8% pada tahun sebelumnya menjadi 10,04%, kenaikan harga beras akibat dampak kebijakan tata niaga pangan, serta potensi dinamika ekonomi global yang menyebabkan kenaikan harga minyak dunia sehingga mendorong kenaikan tarif angkutan udara maupun BBM nonsubsidi. Laju inflasi Sumatera pada keseluruhan tahun 2018 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan 36

45 Boks 3 Peran Industri Semikonduktor di Sumatera Pada tahun 2016, neraca perdagangan barang produk semikonduktor (integrated circuit) tercatat mengalami defisit senilai USD1.486 juta akibat nilai impor yang mencapai USD1.946 juta, jauh lebih besar dari ekspornya yang hanya sebesar USD460 juta (Gambar II.1). Impor yang tinggi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri elektronika lanjutan di wilayah Jawa serta bahan baku untuk proses perakitan (back end processing/assembly) di wilayah Sumatera. Permintaan impor semikonduktor terbesar berasal dari Jawa dengan pangsa mencapai 54% terhadap nasional, dan sisanya dari Sumatera dengan negara asal impor utama Singapura. Sementara itu, Sumatera merupakan pengekspor semikonduktor terbesar di Indonesia dengan pangsa mencapai 84% terhadap total ekspor nasional. Sebagian besar produk semikonduktor Sumatera diekspor ke Singapura dengan pangsa mencapai 92% terhadap total ekspor semikonduktor Sumatera (Gambar II.1). Gambar II.1. Ekspor dan Impor Produk Semikonduktor Berdasarkan data BPS 11, Provinsi Kepulauan Riau merupakan pemain utama industri semikonduktor nasional dengan pangsa mencapai 97,5% terhadap total produksi nasional. Pangsa ini jauh di atas Jawa yang hanya memiliki pangsa 2,5%. Mayoritas (86,4%) produk industri semikonduktor yang diproduksi di Kepulauan Riau diekspor keluar negeri. Sementara sisanya digunakan untuk keperluan domestik, baik sebagai bahan baku ataupun barang akhir. Dari jenis produk, industri semikonduktor di Kepulauan Riau saat ini terbatas pada lini produksi proses perakitan (back end processing/assembly) dengan nilai tambah yang lebih rendah dibandingkan proses lainnya. Lini produksi ini cenderung tidak membutuhkan modal serta riset dan pengembangan (R&D) yang besar, namun dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan lini produksi lainnya (less capital intensive dan more labor intensive). Dalam global value chain (GVC), lini produksi proses perakitan biasanya banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang, seperti Malaysia, Filipina dan Indonesia. Sementara itu, lini produksi proses desain dan front end fabrication yang membutuhkan modal besar, R&D intensive, serta tenaga kerja yang berkeahlian tinggi masih terpusat di negara-negara pionir industri semikonduktor, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Taiwan, Jepang, Korea Selatan dan Singapura (Gambar II.2). Dengan kondisi tersebut, maka peran Indonesia dalam global value chain (GVC) untuk produk semikonduktor belum signifikan dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan pemain- 11 Industri Manufaktur Besar dan Sedang. 37

46 pemain utama dunia saat ini. Pangsa ekspor semikonduktor Indonesia terhadap total ekspor dunia baru mencapai 0,08% dari total ekspor semikonduktor. Gambar II.2. Pemain Dunia Industri Semikonduktor Potensi dan Tantangan Industri Semikonduktor Sumatera Pengembangan semikonduktor di sektor hulu akan memberikan nilai tambah yang besar, namun perlu upaya ekstra dan strategi jangka panjang, terutama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja serta riset dan pengembangan. Melihat perdagangan dunia saat ini, nilai terbesar dari rantai industri semikonduktor terdapat pada produksi semikonduktor (95%), diikuti industri material semikonduktor (2,6%), dan perakitan (1,7%). Namun demikian, pengembangan industri eksisting (back end processing/assembly) dan industri hilir masih cukup potensial untuk menyerap tenaga kerja dan menjadi sumber pertumbuhan baru dalam jangka pendek. Terkait dengan lini produksi proses perakitan (back end processing/assembly), Kepulauan Riau memiliki potensi tinggi dari sisi geografis, antara lain memiliki lokasi strategis berdekatan dengan Singapura, dan merupakan daerah free trade zone (FTZ). Di samping itu, di Kepulauan Riau juga telah banyak berkembang industri elektronik (lebih dari 150 perusahaan), serta ketersediaan tenaga kerja terampil yang mencukupi dengan upah relatif kompetitif. Namun demikian, jenis industri ini menghadapi sejumlah tantangan, yaitu tingginya ketergantungan pada permintaan global, daya saing ekspor yang menurun, tingginya konten impor, minimnya industri pendukung, rendahnya nilai tambah produk, dan lemahnya penerapan teknologi serta riset dan pengembangan. Untuk industri hilir, pengembangan lebih lanjut sangat potensial melihat besarnya pangsa pasar domestik untuk smartphone dan electronic card. Implementasi kebijakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) oleh Pemerintah diharapkan dapat memperluas peluang industri lokal dan mendukung industri perakitan yang sudah berkembang di Kepulauan Riau. Pengembangan industri ini sangat dimungkinkan mengingat terdapat perusahaan yang sudah mulai menjalankan lini produk hilir, seperti produsen smartphone dan beberapa perusahaan lainnya yang berencana untuk mengembangkan lini produk ini. Untuk menjamin keberlangsungan prospek industri ini diperlukan strategi untuk menjaga konsistensi keberlangsungan penerapan 38

47 kebijakan TKDN, meningkatkan insentif fiskal, optimalisasi lahan industri di Batam yang semakin terbatas, serta mempermudah prosedur dan perizinan investasi. Sementara itu, untuk dapat memasuki pasar di lini produksi desain dan front end processing, Indonesia memerlukan kerja keras dan jangka waktu yang lebih lama mengingat kompleksnya tantangan yang dihadapi. Tantangan tersebut terkait tantangan menghadapi pesaing yang sudah memiliki teknologi tingkat tinggi dan menguasai pasar, ekosistem usaha dengan dukungan SDM yang memadai, serta kebutuhan biaya investasi yang tinggi sekitar USD3-8 miliar. Namun demikian, sebagai negara yang hendak lepas dari jeratan middle income trap, Indonesia perlu masuk lebih dalam ke industri semikonduktor. Beberapa negara di ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam sudah mulai terjun ke dalam industri ini. Ohno s stages of catch up industrialization 12 (Gambar II.3) mengemukakan pentingnya penguasaan akan teknologi dan kemampuan memproduksi barang berkualitas tinggi untuk negara yang ingin keluar dari middle income trap. Sumber: Ohno, 2009 Gambar II.3. Tahapan Industrialisasi Strategi Pengembangan Industri Semikonduktor Sumatera 12 Avoiding the middle income trap : Renovating Industrial Policy Formulation in Vietnam (Ohno, K. 2009) Berkaca pada transformasi yang dilakukan oleh negara tetangga, peningkatan tahapan industrialisasi merupakan suatu hal yang sangat mungkin dilakukan. Taiwan, satu negara kecil yang industri semikonduktornya masih bergerak pada proses perakitan di tahun 1975, mampu mengembangkan diri menjadi negara industri semikonduktor dengan kapabilitas tinggi di seluruh tahapan, dimulai dari desain, pabrikasi, dan perakitan pada tahun Dukungan kebijakan pemerintah sangat penting, antara lain melalui (i) pemberian fasilitasi industri lokal untuk melaksanakan R&D serta mendukung pengembangan teknologi, (ii) dukungan kepada institusi riset nonprofit (Industrial Technology Research Institute) untuk melaksanakan R&D dan mentransfer hasil riset kepada industri lokal, dan (iii) persuasi kepada perusahaan multinasional untuk mendorong pengembangan industri high tech di dalam negeri. Oleh karena itu, agar reformasi dapat dilakukan secara menyeluruh untuk meningkatkan daya saing industri semikonduktor Indonesia, maka perlu kebijakan untuk memperbaiki iklim investasi yang dilakukan dalam kerangka free trade zone (FTZ) di Kota Batam dalam jangka pendek. Iklim yang kondusif dapat dicapai dengan mewujudkan kepastian hukum, kemudahan dalam proses perizinan, serta ketersediaan tenaga kerja yang terampil. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat menarik lebih banyak investor, terutama para pemain besar industri semikonduktor yang dapat melakukan transfer teknologi ke industri domestik. Sementara itu, upaya peningkatan ketersediaan tenaga kerja yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah melalui penerapan teaching factory untuk memperkuat kerjasama antara sekolah vokasi dengan industri terkait. Dalam jangka menengah-panjang, keterbatasan lahan di kawasan FTZ Batam mengakibatkan perlunya ekspansi produksi ke kawasan ke FTZ Karimun dan Bintan. Selain itu, keterkaitan industri hilir semikonduktor di Kepulauan Riau dengan industri elektronik di Jawa (domestic 39

48 integration) juga harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Keberhasilan domestic integration diharapkan mengurangi ketergantungan permintaan global yang selama ini menjadi tantangan industri domestik di Sumatera. Ini akan mengurangi ketergantungan industri elektronik Indonesia terhadap impor luar negeri, selain meningkatkan ekspor elektronik dengan nilai tambah lebih besar. 40

49 Boks 4 Karakteristik Inflasi Bengkulu Andil inflasi angkutan udara terhadap inflasi di Bengkulu sejak 2014 terus mengalami kenaikan yang didorong oleh peningkatan permintaan angkutan udara. Pada akhir 2016, inflasi Bengkulu sempat mencapai 5,00% (yoy), dengan sumbangan angkutan udara mencapai 1,62%. Kondisi ini sangat mengganggu pengendalian inflasi di Bengkulu akibat inflasi yang besar pada angkutan udara. Rata-rata inflasi Bengkulu (5,93%) lebih tinggi dibandingkan rata-rata tiga tahun terakhir inflasi nasional (4,57%) dan Sumatera (4,93%). Disagregasi inflasi Bengkulu untuk inflasi volatile food, administered prices, dan inti masing-masing sebesar 4,90%, 10,07%, dan 4,68% (Grafik II.36). Angka inflasi yang relatif cukup tinggi tersebut menjadi tantangan bagi Bengkulu dalam pengembangan ekonominya. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik II.36. Perkembangan Disagregasi Inflasi di Bengkulu (%yoy) Upaya Pengendalian Inflasi Angkutan Udara Atas rekomendasi dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu pada Pertemuan tingkat tinggi (High Level Meeting - HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), berhasil dikeluarkan kebijakan strategis untuk pengendalian inflasi angkutan udara. Kebijakan tersebut adalah penambahan rute penerbangan langsung dari Bengkulu ke enam kota tujuan utama, yaitu Padang, Palembang, Jambi, Lampung, dan Yogyakarta. Hal ini didasarkan pada hasil kajian TPID Provinsi Bengkulu yang menyatakan potensi jumlah penumpang untuk tujuan ke enam kota sudah cukup besar dan selama ini penerbangan ke enam kota tersebut harus ditempuh melalui penerbangan transit di Jakarta. Langkah strategis tersebut ditempuh oleh TPID Provinsi Bengkulu untuk mengurangi jumlah permintaan penerbangan transit Bengkulu Jakarta. Melalui penerbangan langsung ke enam kota tujuan dimaksud, maka harga tiket penerbangan Bengkulu Jakarta tidak mengalami tekanan kenaikan harga yang tinggi. Dengan asumsi bahwa pasar yang lebih kompetitif akan mendorong pasokan tiket penerbangan yang lebih banyak, maka harga yang ditawarkan dapat lebih bersaing. Tindak lanjut dari hasil HLM tersebut melibatkan peran aktif dari kepala daerah, Kementerian Perhubungan, operator bandara, dan maskapai penerbangan. Dukungan dan keterlibatan langsung dari Plt. Gubernur dalam negosiasi dengan pihak-pihak terkait menjadi kunci sukses keberhasilan kebijakan ini. Uji coba rute penerbangan oleh salah satu maskapai penerbangan dimulai pada triwulan III 2017, yang kemudian dilanjutkan dengan penerbangan resmi pada triwulan IV 2017 untuk rute Padang, Palembang, dan Jambi. 41

50 Sumber: TPID Provinsi Bengkulu Gambar II.4. Alur Proses Pendekatan Pengendalian Inflasi Angkutan Udara di Bengkulu Keberhasilan Menekan Inflasi Angkutan Udara Bengkulu Penerbangan langsung yang secara resmi dibuka pada triwulan IV 2017 berhasil menurunkan inflasi angkutan udara. Pada Mei 2017, inflasi angkutan udara tercatat turun dari sebesar 1,72% menjadi 0,78% pada triwulan IV 2017 (Tabel II.4). Keberhasilan mengendalikan inflasi angkutan udara di Bengkulu mendukung pencapaian inflasi IHK Bengkulu menjadi lebih terkendali. IHK Bengkulu yang terkendali berhasil mendorong Bengkulu keluar dari kategori daerah dengan inflasi tertinggi. Di sisi lain, minat masyarakat terhadap jalur penerbangan khusus yang dibuka oleh salah satu maskapai penerbangan itu telah menarik minat dari beberapa perusahaan penerbangan lain untuk membuka jalur penerbangan dari/ke Bengkulu. yang menghadapi masalah serupa. TPID memegang peran penting dalam keberhasilan pengendalian inflasi, yaitu melalui intermediasi bagi segenap pihak terkait untuk secara bersamasama mencari solusi permanen maupun temporer dalam upaya menahan gejolak inflasi yang tinggi di daerah. Tabel II.4. Dampak Penambahan Penerbangan di Bengkulu (%yoy) Komponen Satuan Des Des Des Mei Des Inflasi IHK % yoy Andil Angkutan Udara % Jumlah Penumpang orang/hari 1,074 1,131 1,225 1,379 1,565 Okupansi % Sumber: TPID Provinsi Bengkulu Keberhasilan meredam inflasi angkutan udara sebagaimana yang dilakukan oleh TPID Provinsi Bengkulu dapat dijadikan contoh bagi daerah lain 42

51 Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2017 tetap tumbuh kuat sebesar 5,62% (yoy), didukung oleh struktur ekonomi yang semakin membaik. Konsumsi RT dan kinerja investasi yang tetap tumbuh tinggi menjadi penopang pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa pada triwulan IV Dari sisi lapangan usaha, perekonomian Jawa didorong oleh peningkatan kinerja lapangan usaha (LU) industri pengolahan dan konstruksi sejalan dengan penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Berbagai perkembangan positif di atas menjadi pendorong solidnya pertumbuhan ekonomi Jawa pada keseluruhan tahun 2017 yang mencapai 5,61% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut disebabkan oleh dukungan kebijakan Pemerintah untuk mempercepat belanja dan realisasi investasi proyek infrastruktur di sejumlah daerah. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Jawa pada 2017 ditopang oleh peningkatan kinerja industri pengolahan, khususnya industri pendukung konstruksi seperti semen dan baja, serta kinerja LU konstruksi. Tekanan inflasi Jawa tetap terkendali dalam kisaran sasaran inflasi nasional 4,0%±1%. Hal ini didorong oleh pengelolaan kebijakan moneter yang menjaga perekonomian tetap sesuai dengan fundamentalnya, serta dukungan koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pada triwulan IV 2017 inflasi di wilayah Jawa berada pada level 3,78% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III Penurunan tersebut disebabkan oleh inflasi kelompok core inflation dan kelompok administered prices yang terjaga, serta dukungan sinergi kebijakan pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang difokuskan pada penguatan ketahanan pangan daerah, penguatan distribusi pangan melalui kerja sama antardaerah, dan pengembangan sistem informasi harga pangan strategis. Namun untuk keseluruhan tahun 2017, inflasi di wilayah Jawa masih relatif lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 seiring kenaikan beberapa harga pangan strategis akibat faktor cuaca yang memengaruhi ketersediaan pasokan, khususnya komoditas padi. Memasuki triwulan I 2018 perekonomian Jawa diperkirakan tetap tumbuh solid di kisaran 5,2%-5,7% (yoy) untuk mendukung momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor diperkirakan menjadi pendorong perekonomian Jawa pada triwulan I Hal ini didukung oleh peningkatan konsumsi akibat persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di sejumlah daerah dan event Asian Games. Sementara, kinerja ekspor diperkirakan meningkat seiring dengan potensi perbaikan ekonomi global dan kenaikan harga komoditas. Pertumbuhan investasi di masa pemilihan kepala daerah perlu terus dicermati karena berpotensi menekan kinerja investasi pada awal tahun. Sementara itu, inflasi pada triwulan I 2018 diperkirakan lebih rendah pada kisaran 3,0%-3,5% (yoy). Kondisi tersebut terutama didukung oleh penurunan tekanan inflasi volatile food akibat kebijakan Pemerintah untuk memperkuat stok pangan dan mulainya periode panen di sebagian wilayah, serta minimnya tekanan dari kelompok administered prices. Untuk keseluruhan tahun 2018, perbaikan ekonomi Jawa diperkirakan terus berlanjut. Hal ini didukung oleh upaya Pemerintah untuk memperkuat daya saing dan perbaikan iklim investasi, serta optimisme peningkatan ekspor yang pada gilirannya akan mendorong perbaikan konsumsi RT. Dari struktur lapangan usaha, industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan diperkirakan menjadi basis pertumbuhan ekonomi Jawa ke depan. Dengan potensi tersebut, pertumbuhan ekonomi Jawa 43

52 di tahun 2018 diperkirakan berada di kisaran 5,5%-6,0% (yoy). Selanjutnya, inflasi Jawa untuk keseluruhan tahun 2018 diperkirakan lebih rendah dari tahun 2017 dan berada dalam rentang target inflasi 3,5% ± 1%. Hal ini didukung oleh koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sektoral yang semakin kuat pasca dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 23 tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional. Dengan demikian, TPID dapat semakin meningkatkan upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, meminimalkan risiko dampak kebijakan penyesuaian tarif oleh Pemerintah, dan memperkuat pasokan pangan melalui program prioritas ketahanan pangan nasional. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Jawa pada triwulan IV 2017 tetap tumbuh tinggi, didukung oleh pola ekspansi ekonomi yang semakin baik. Pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan IV 2017 terutama ditopang oleh pertumbuhan konsumsi RT dan pertumbuhan investasi yang masih cukup tinggi. Secara spasial, perekonomian Jawa didorong oleh Provinsi Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, sedangkan Provinsi DKI Jakarta dan DI Yogyakarta tetap tumbuh positif namun relatif lebih lambat dibanding triwulan III. pemerintah di triwulan III 2017 seperti tunjangan guru dan bantuan operasional sekolah (BOS) di Provinsi DKI Jakarta. Pertumbuhan investasi di Jawa pada triwulan IV 2017 masih tetap tinggi, meski sedikit melambat dibandingkan triwulan III Kondisi ini disebabkan oleh percepatan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur, antara lain Tol Soroja (Soreang Koja) dan Bandara Kertajati di Jawa Barat yang sudah mencapai tahap finishing. Tahapan tersebut terindikasi dari impor barang modal dan penjualan semen yang menurun pada triwulan IV Tabel III.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Jawa Provinsi IV Total I II III IV Total DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah Peningkatan pertumbuhan konsumsi RT pada triwulan IV 2017 terjadi karena aktivitas liburan akhir tahun dan perayaan HBKN. Peningkatan belanja rumah tangga terkonfirmasi dari beberapa indikator, antara lain pertumbuhan kredit rumah tangga, kredit kendaraan bermotor, dan kredit multiguna yang masing-masing meningkat dari 10,60%, 3,51%, dan 12,85% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 10,96%, 5,08%, dan 16,71% (yoy) pada triwulan IV Namun, pertumbuhan konsumsi pemerintah di seluruh provinsi kecuali Jawa Timur dan Banten cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan tersebut disebabkan oleh adanya percepatan realisasi belanja Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah Grafik III.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan (Triwulanan) Grafik III.2. Perkembangan Indikator Konsumsi RT 44

53 Pertumbuhan ekspor pada triwulan IV 2017 tetap positif, di tengah pemulihan ekonomi global yang berlangsung secara gradual. Pertumbuhan ekspor pada triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yaitu menurun dari 15,46% (yoy) menjadi 3,57% (yoy). Perlambatan ekspor terjadi pada seluruh komoditas ekspor utama meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), makanan dan minuman, kimia, otomotif, serta elektronik. Sementara itu, pertumbuhan impor pada triwulan IV 2017 juga melambat akibat penurunan impor barang modal karena kegiatan pembangunan infrastruktur telah mulai masuk tahapan finishing. Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), total nilai investasi dari proyek pemerintah yang berjalan sepanjang tahun 2017 mencapai Rp447,76 triliun, meningkat signifikan (69%) dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp264,42 triliun. Selain investasi Pemerintah, investasi selama 2017 juga bersumber dari sektor swasta, antara lain pembangunan dan perluasan pabrik seperti pabrik garmen yang beroperasi di akhir tahun 2017 di Jawa Tengah. Selain investasi, konsumsi pemerintah juga menjadi pendorong tumbuhnya perekonomian Jawa tahun Sampai dengan akhir tahun 2017, total APBD yang sudah direalisasikan oleh provinsi di Jawa rata-rata mencapai 91%. Faktor pendorongnya antara lain adalah terdapat dua puluh lima proyek infrastruktur pemerintah yang baru dimulai di tahun 2017 dengan total nilai proyek sebesar Rp237,3 triliun. Sumber: BI, Bea Cukai dan Asosiasi Semen, diolah Grafik III.3. Perkembangan SKDU, Impor Barang Modal dan Penjualan Semen Sumber: Website KPPIP, diolah Grafik III.5. Proyek Strategis Pemerintah yang Berjalan Sepanjang Tahun 2017 Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik III.4. Perkembangan Ekspor dan Impor Luar Negeri Secara keseluruhan tahun 2017, perekonomian Jawa tetap tumbuh solid sebesar 5,61% (yoy) dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disebabkan oleh dukungan kebijakan Pemerintah untuk mempercepat realisasi belanja dan investasi proyek infrastruktur di sejumlah daerah. Berdasarkan data dari Komite Sejalan dengan konsumsi Pemerintah dan investasi, kinerja ekspor juga menjadi penopang perekonomian Jawa yang solid di tahun Pemulihan ekonomi dunia yang terus berlangsung mendorong kenaikan ekspor komoditas kimia, otomotif, dan elektronik di wilayah Jawa. Namun di sisi lain, impor tumbuh lebih tinggi daripada ekspor, yang antara lain disebabkan tingginya impor barang modal untuk percepatan proyek infrastruktur. Selain peningkatan impor, pertumbuhan ekonomi Jawa pada 2017 juga tertahan oleh melambatnya pertumbuhan konsumsi RT. Hal ini terindikasi 45

54 merupakan dampak lanjutan dari reformasi kebijakan subsidi Pemerintah agar lebih tepat sasaran, yakni melalui penyesuaian tarif listrik 900VA pada triwulan I dan triwulan II Kinerja Lapangan Usaha Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi Jawa pada triwulan IV 2017 ditopang kinerja LU industri pengolahan dan konstruksi. Peningkatan kinerja industri pengolahan didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap industri alat angkut, TPT, dan kertas, baik untuk domestik maupun ekspor. Sementara tingginya pertumbuhan LU konstruksi disebabkan oleh aktivitas pembangunan berbagai proyek infrastruktur strategis Pemerintah dan investasi swasta untuk pembangunan maupun perluasan pabrik. Namun, laju pertumbuhan ekonomi Jawa tertahan oleh kontraksi pada LU pertanian akibat pergeseran masa tanam yang dipengaruhi oleh faktor cuaca. Selain LU pertanian, pertumbuhan ekonomi Jawa juga tertahan oleh LU perdagangan. Hal ini di antaranya terlihat dari perlambatan kinerja ekspor dan impor barang pada periode akhir tahun. (yoy) pada triwulan III Secara spasial, pertumbuhan tertinggi didorong oleh industri di DKI Jakarta. Kinerja industri pengolahan yang membaik didukung oleh perbaikan kinerja industri alat angkut, TPT, dan kertas. Peningkatan kinerja industri alat angkut didukung oleh pertumbuhan permintaan kendaraan niaga seiring berlangsungnya perbaikan harga komoditas seperti batu bara dan CPO. Selain itu, perbaikan kinerja industri pengolahan juga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi rumah tangga saat libur akhir tahun menjelang hari raya keagamaan dan tahun baru. Peningkatan output kinerja industri pengolahan terkonfirmasi dari kapasitas terpakai industri pengolahan yang naik dari 74,97% pada triwulan III 2017 menjadi 78,87% 13 pada triwulan IV Berbagai indikator survei liaison juga menunjukkan perbaikan kinerja LU industri pengolahan 14, seperti tumbuhnya penjualan ekspor salah satu korporasi garmen. Selain itu, produksi kertas nasional juga meningkat sebesar 22,3% pada triwulan IV Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah Grafik III.6. Pertumbuhan Lapangan Usaha Utama Industri Pengolahan Kinerja industri pengolahan pada triwulan IV 2017 meningkat didorong oleh pertumbuhan permintaan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pada triwulan IV 2017 industri Jawa tumbuh menjadi 6,08% (yoy) dari semula 5,67% 12 Mayoritas penduduk Jawa termasuk dalam golongan tarif tersebut. Sumber: Liaison dan SKDU Bank Indonesia Grafik III.7. Perkembangan LU Industri Pengolahan dan Indikator Pendukungnya Secara keseluruhan tahun 2017, kinerja industri pengolahan lebih baik dibandingkan tahun Sepanjang tahun 2017 kinerja industri pengolahan terutama didorong oleh industri semen, TPT, dan industri kertas. Peningkatan 13 Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha 14 Hasil survei liaison Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan Likert Scale (LS) penjualan domestik dan ekspor 15 Hasil FGD Kementerian terkait. 46

55 kinerja pada industri semen dipengaruhi oleh tingginya kebutuhan semen untuk pembangunan proyek strategis Pemerintah. Hal ini tercermin dari volume penjualan salah satu korporasi produsen semen yang mampu tumbuh 10% (yoy) setelah pada tahun 2016 hanya mampu tumbuh 0,6% (yoy). Sementara itu, peningkatan kinerja industri kertas didorong oleh permintaan luar negeri yang tercermin pada pertumbuhan kumulatif ekspor kertas sebesar 9,76% (yoy) sepanjang Januari hingga Oktober Peningkatan produksi industri pengolahan juga ditunjukkan oleh naiknya produksi industri pengolahan logam yang didorong oleh kenaikan harga baja hingga 260% selama dua tahun terakhir. Selain itu, penjualan produk TPT meningkat 15%-20% di 2017 seiring strategi diversifikasi produk industri TPT yang dilakukan salah satu korporasi garmen. Solo-Kertosono), tol Cikampek di Jawa Barat, PLTU Batang dan Pelabuhan Tanjung Emas di Jawa Tengah, New Yogyakarta International Airport di DI Yogyakarta, serta Pelabuhan Marina Bay di Jawa Timur. Sementara aktivitas konstruksi fisik yang dilakukan oleh swasta antara lain pembangunan pabrik baja dan petrokimia di Banten, pabrik garmen di Jawa Tengah, pusat perbelanjaan di Jawa Timur, serta pengembangan properti rumah residensial. Hal ini terkonfirmasi dari permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tetap tinggi pada triwulan laporan, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di wilayah Jawa yang meningkat ke level 231,26 pada triwulan IV 2017 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya, serta peningkatan penyaluran kredit ke LU konstruksi yang tumbuh 56,43% (yoy). Perkembangan positif pada triwulan IV 2017 sebagaimana penjelasan di atas, mendorong pertumbuhan kinerja konstruksi lebih baik dibandingkan Sumber: Liaison dan SKDU Bank Indonesia Grafik III.8. Perkembangan Penjualan Beberapa Industri Pengolahan Terpilih Konstruksi Pertumbuhan kinerja konstruksi pada triwulan IV 2017 meningkat didorong oleh aktivitas pembangunan proyek infrastruktur Pemerintah dan sektor swasta. Beberapa proyek infrastruktur Pemerintah yang berlangsung sepanjang 2017 antara lain pembangunan konstruksi LRT Jabodebek, flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, proyek MRT, serta pembangunan beberapa infrastruktur pendukung Asian Games 2018 di Jakarta. Selain di DKI Jakarta, beberapa proyek di provinsi lain antara lain pembangunan tol Trans Jawa (ruas Grafik III.9. Perkembangan LU Konstruksi dan Indikator Pendukungnya Pertanian Kinerja lapangan usaha pertanian di Jawa dipengaruhi oleh faktor cuaca. Pada triwulan IV 2017 lapangan usaha pertanian mengalami kontraksi sebesar -1,50% (yoy), akibat pergeseran masa panen karena tingginya curah hujan di berbagai daerah 16. Perubahaan cuaca tersebut merupakan pengaruh fenomena El Nino dan La Nina yang berlangsung sejak Secara umum masa tanam padi di wilayah Jawa baru dimulai pada akhir Oktober

56 Penurunan kinerja LU pertanian di Jawa terkonfirmasi dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) 17, dan perlambatan pertumbuhan kredit pertanian dibandingkan triwulan sebelumnya 18. Perkembangan pada triwulan IV 2017 tersebut mengakibatkan pertumbuhan LU pertanian untuk keseluruhan tahun 2017 lebih lambat dibandingkan Hal ini tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia 19. (SPE) Bank Indonesia juga menunjukkan adanya penurunan 21 penjualan. Berbeda dengan triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha perdagangan sepanjang 2017 tumbuh meningkat dibandingkan Peningkatan ini sejalan dengan kinerja industri pengolahan, konstruksi, dan aktivitas ekspor yang meningkat. Peningkatan aktivitas di LU ini ditengarai juga didukung oleh jumlah hari libur yang lebih banyak pada tahun 2017 dibandingkan tahun Grafik III.10. Perkembangan Kredit Pertanian Perdagangan Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV 2017 melambat karena ekspor Jawa tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan III Lapangan usaha perdagangan tumbuh 5,42% (yoy), sementara pada triwulan sebelumnya mencapai 6,29% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekspor Jawa terjadi pada sublu otomotif, tekstil, dan kerajinan di Provinsi DKI Jakarta dan DIY Yogyakarta. Hal ini terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan mobil dan motor yang masing-masing menurun dibandingkan triwulan sebelumnya 20. Sementara dari perdagangan ritel, hasil Survei Penjualan Eceran 17 Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV sebesar 103,12, sementara di triwulan III 2017 mencapai Kredit pertanian pada triwulan IV tumbuh melambat dibandingkan triwulan III 2017 dari 7,09% (yoy) pada menjadi 5,75% (yoy). 19 SKDU LU pertanian menurun dari rata-rata 2016 sebesar 1,83% menjadi -0,37% pada tahun Pertumbuhan penjualan mobil dan motor pada triwulan IV masing-masing sebesar -1,49% dan 9,27%. Sumber: GAIKINDO dan AISI Grafik III.11. Perkembangan LU Perdagangan dan Indikator Pendukungnya Jasa Keuangan Kinerja lapangan usaha jasa keuangan tumbuh melambat, dari 3,91% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 1,67% (yoy) di triwulan IV Hal ini disebabkan oleh penurunan pertumbuhan Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) dan pendapatan sekunder perbankan. Perlambatan pertumbuhan kredit disebabkan oleh permintaan kredit yang masih terbatas sebagai dampak strategi konsolidasi dunia usaha. Perlambatan kinerja jasa keuangan tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit perbankan yang juga menurun dari 8,66% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 8,53% (yoy) di triwulan IV Selain itu, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga cenderung melambat bila dibandingkan triwulan III Kinerja lapangan usaha jasa keuangan pada 21 Indikator SPE pada triwulan IV -27,78%, sementara pada triwulan sebelumnya 9,13%. 48

57 triwulan IV yang melambat, berdampak pada perlambatan pertumbuhan jasa keuangan untuk keseluruhan tahun 2017 dibandingkan Sumber utama perlambatan tersebut berasal dari pertumbuhan kinerja pembiayaan perbankan yang melambat. Perkembangan pembiayaan non perbankan semakin positif pada tahun Total pembiayaan dari pasar keuangan (gross) yang bersumber dari pasar modal, pasar obligasi, dan pasar uang mencapai lebih dari Rp256 triliun, lebih besar dari Hal ini tidak terlepas dari ekspektasi prospek ekonomi Indonesia yang positif dan aliran masuk modal asing ke pasar modal nasional yang tinggi. Hal ini akan memperluas alternatif pembiayaan aktivitas ekonomi nasional, meningkatkan resiliensi sistem keuangan secara keseluruhan terhadap shock likuiditas, serta mendukung pembentukan suku bunga pembiayaan yang lebih efisien. Desa yang direalisasikan lebih awal 23. Selain itu, daya beli masyarakat relatif tetap terjaga seiring tekanan inflasi dari sisi administered prices yang lebih rendah dibandingkan tahun Peningkatan konsumsi juga tercermin dari peningkatan optimisme masyarakat, sebagaimana perkiraan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada Triwulan I Sementara dari sisi ekspor, potensi perbaikan ekonomi global khususnya negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan India diperkirakan akan mendorong permintaan produk ekspor dari Jawa. Perkembangan investasi di masa pemilihan kepala daerah 2018 perlu terus dicermati karena berpotensi menahan pertumbuhan investasi di awal tahun. Berbagai faktor di atas diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa di kisaran 5,2%-5,7% (yoy). Sumber: Bank Indonesia dan IDX Grafik III.12. Perkembangan Kredit dan Pasar Keuangan Tracking Perekonomian Jawa Triwulan I 2018 Ekonomi Jawa pada triwulan I 2018 diperkirakan ditopang oleh peningkatan kinerja konsumsi RT dan Pemerintah serta perbaikan ekspor. Peningkatan konsumsi RT dan Pemerintah diperkirakan terkait dengan aktivitas Pilkada dan persiapan Asian Games, serta Program Keluarga Harapan (PKH) 22 dan Dana Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik III.13. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2018 diperkirakan ditopang oleh LU pertanian dan perdagangan. Peningkatan output pertanian terjadi pada puncak masa panen komoditas padi yang diperkirakan akan terjadi pada triwulan I 2018, yaitu pada Januari-Maret Selain padi, komoditas hortikultura pada beberapa wilayah di Jawa juga akan memasuki masa panen pada triwulan I Sementara itu, masa kampanye Pilkada, persiapan Asian Games, serta kepastian pemerintah untuk tidak 22 Penyaluran tahap I PKH akan dilakukan Februari kepada 10 juta keluarga. 23 Penyaluran dana desa akan dilakukan Januari dan Maret dengan besaran penyaluran mencapai 60% dari total anggaran dana desa. 49

58 menaikkan tarif listrik rumah tangga selama 1 Januari-31 Maret 2018 diperkirakan akan meningkatkan kinerja lapangan usaha di LU perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Jawa di triwulan I 2018 diperkirakan tertahan oleh kinerja LU industri pengolahan, khususnya industri otomotif dan penghasil produk konstruksi. Pada triwulan I 2018, sesuai pola historisnya, realisasi investasi infrastruktur pemerintah umumnya belum cukup tinggi. Selain itu, terdapat potensi penyesuaian jadwal pengerjaan beberapa proyek infrastruktur, seperti Bandara Kulonprogo (Rp10 Triliun) dan Bandara Kediri (Rp1,5 Triliun). Berbagai faktor tersebut dapat mengurangi permintaan produk industri pendukung kegiatan kontruksi. Indikasi perlambatan kinerja industri tercermin dari Prompt Manufacture Index (PMI), data Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukan penurunan volume produksi di triwulan I Sumber: SKDU Bank Indonesia Grafik III.14. Perkembangan Prompt Manufacture Index (PMI) Fiskal Daerah Tingkat serapan APBD 2017 lebih baik dibandingkan APBD Tingkat serapan tersebut sejalan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan bahwa kinerja keuangan Pemda menjadi kriteria alokasi Dana Insentif Desa (DID) 24. Hal itu kemudian mendorong Pemerintah Daerah untuk 24 Peraturan Menteri Keuangan No.50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. memperbaiki kualitas pengelolaan fiskal. Pada tahun 2017, daerah penerima DID meningkat dari 271 Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota menjadi 317 Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Peningkatan Realisasi APBD tercermin dari posisi Dana milik Pemda di BPD yang berkurang di akhir tahun Grafik III.15. Porsi Dana Pemda di BPD Secara umum realisasi belanja daerah meningkat, baik untuk tingkat provinsi maupun kab/kota. Realisasi APBD provinsi dan kab/kota pada akhir 2017 tercatat sebesar 82,0%, sementara pencapaian tahun 2016 hanya sebesar 70,5% 25. Provinsi DI Yogyakarta memiliki realisasi tertinggi sebesar 90,1% (APBD provinsi dan kab/kota), sedangkan realisasi terendah berada di Provinsi Banten dengan tingkat realisasi anggaran 71,7% (APBD provinsi dan kab/kota). Namun demikian, tingkat realisasi untuk alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) masih relatif rendah karena keterlambatan transfer DBH semester II 2017 dan pemberlakuan ketentuan baru di tengah keterbatasan pemahaman ASN di daerah 26. Belanja daerah pada APBD 2018 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan Rencana belanja daerah pada 2018 diperkirakan sebesar Rp29,4 25 Realisasi belanja APBD provinsi 2017 sebesar 91,6 %, sementara di 2016 sebesar 72,0%; realisasi belanja APBD kabupaten/kota 2017 sebesar 77,6%, sedangkan di tahun ,7%. 26 PMK No. 18/PMK.07/2017 tentang Konversi Penyaluran DBH dan/atau DAU dalam Bentuk Nontunai, DBH; PMK 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. 50

59 triliun, meningkat 14,4% (yoy) dibandingkan total belanja daerah pada Secara nominal, provinsi dengan anggaran belanja daerah tertinggi adalah DKI Jakarta yaitu sebesar Rp16,99 Triliun, meningkat 10,3% dibandingkan Namun, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan anggaran belanja modal tahun 2018, Provinsi Banten menduduki peringkat pertama dengan pertumbuhan sebesar 44,4%. Tabel III.2. Realisasi Belanja Daerah Tahun 2016 Tahun 2017 Provinsi Anggaran Realisasi Realisasi Anggaran Realisasi Realisasi (Rp Triliun) (Rp Triliun) (%) (Rp Triliun) (Rp Triliun) (%) DKI Jakarta % % Jawa Barat % % Banten % % Jawa Tengah % % DI Yogyakarta % % Jawa Timur % % Jawa % % Sumber: Biro Ekonomi dan TEPRA, diolah Tabel III.3.Persentase Realisasi Dana Transfer Daerah Provinsi DBH DAU DAK Fisik Otsus-DID DAK Non Dana Desa Fisik DKI Jakarta 51.99% 0.00% 67.38% 0.00% 0.00% 0.00% Jawa Barat 48.83% % 85.33% % 95.86% 99.98% Jawa Tengah 45.95% % 89.85% % 93.34% % DI Yogyakarta 41.85% % 90.13% 98.53% 93.95% % Jawa Timur 39.82% % 87.80% % 92.58% 99.92% Banten 49.06% % 78.12% % 92.91% 99.91% Jawa 48.14% % 83.59% 99.54% 93.94% 99.96% Sumber: Simtrada DJPK, diolah Perkembangan Inflasi Tekanan inflasi Jawa pada triwulan IV 2017 menurun dan berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional 4,0%±1% 27. Secara spasial, penurunan inflasi didorong tekanan inflasi di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten yang mereda. Inflasi tahunan terendah pada triwulan IV 2017 terjadi di Provinsi Jawa Barat sebesar 3,63% (yoy), sementara tertinggi terjadi di DI Yogyakarta sebesar 4,20% (yoy). Namun demikian, realisasi inflasi Jawa pada triwulan IV 2017 masih lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi nasional. Hal ini disebabkan oleh tingginya kenaikan tarif angkutan udara dan inflasi beberapa komoditi di kelompok volatile food (VF). Kenaikan tarif angkutan udara dipicu oleh kenaikan permintaan pada periode Hari Raya 27 Laju inflasi tahunan Jawa pada triwulan IV tercatat sebesar 3,78% (yoy), menurun bila dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 4,80% (yoy). Natal 2017 dan Tahun Baru Sementara kenaikan harga untuk kelompok volatile food dipicu oleh keterbatasan pasokan komoditas strategis (cabai merah, beras, telur ayam, dan tomat) akibat kondisi curah hujan yang tinggi dan periode masa tanam yang sedang berlangsung. Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah Grafik III.16. Disagregasi Kelompok Inflasi Core inflation relatif stabil didukung pengelolaan kebijakan moneter agar menjaga perekonomian tetap sesuai kondisi fundamental. Hal ini mendorong ekspektasi inflasi yang terkendali, nilai tukar yang stabil, dan inflasi dari sisi permintaan yang terkelola dengan baik. Pada triwulan IV 2017, tekanan inflasi inti bersumber dari kenaikan tarif pulsa ponsel (9,12%, yoy), emas perhiasan (10,65%), upah pembantu RT (6,08%), dan sewa rumah (2,59%). Di sisi lain terjadi deflasi pada komoditas gula pasir (-13,55%, yoy), semen (-7,22%, yoy), dan alat elektronik (HP, mesin cuci, dan televisi berwarna). Penurunan tekanan inflasi kelompok administered prices (AP) merupakan hasil koordinasi kebijakan yang semakin intensif dan kuat antara Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mengatur strategi besaran dan timing penetapan kebijakan tarif. Tekanan inflasi kelompok AP mengalami penurunan dari 8,94% (yoy) menjadi 8,26% pada triwulan IV Penurunan inflasi AP ini disebabkan tidak ada kebijakan penyesuaian tarif listrik dan bensin oleh Pemerintah di akhir tahun. Namun, penurunan lebih dalam tertahan oleh kenaikan tarif angkutan udara dan kereta api, akibat 51

60 permintaan yang meningkat pada periode Hari Raya Keagamaan di akhir 2017 dan Tahun Baru Selain, harga bahan bakar rumah tangga juga meningkat di beberapa provinsi akibat kelangkaan ketersediaan gas LPG 3 kg di tingkat ritel. Tekanan inflasi VF di triwulan IV 2017 tetap terkendali, meski meningkat. Secara tahunan, inflasi VF 0,79% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III yang sebesar -0,02% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh pasokan komoditas beras yang sempat berkurang akibat curah hujan yang tinggi dan masa tanam yang sedang berlangsung. Selain itu, tekanan kelompok VF juga disebabkan oleh peningkatan permintaan komoditi telur dan daging ayam ras menjelang Natal dan Tahun Baru di tengah kebijakan pengurangan Day Old Chicken Final Stock (DOC FS) sejak triwulan II. Inflasi Jawa hingga triwulan IV 2017 yang terkendali merupakan hasil kontribusi positif sinergi kebijakan pengendalian inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bersama dengan kementerian dan lembaga terkait. Upaya pengendalian inflasi di Jawa difokuskan pada penguatan ketahanan pangan daerah, penguatan distribusi pangan, dan pengembangan sistem informasi harga komoditas. Beberapa program konkrit yang saat ini sedang dikembangkan antara lain adalah kerja sama antardaerah dengan mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Kerja sama tersebut mencakup pertukaran informasi antara daerah produsen dan konsumen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi perdagangan komoditas pangan, seperti yang dilakukan di DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. TPID juga mendorong upaya peningkatan produktivitas pertanian dengan mengoptimalkan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) 28. Salah satu contoh sukses UPJA terdapat di Kabupaten Sukoharjo yang telah berhasil 28 Pengembangan UPJA ini didukung oleh Permentan No. 25 pada tahun menurunkan biaya produksi sebesar 21% dan meningkatkan hasil panen sebesar 14,7%. Kondisi ini kemudian meningkatkan pendapatan panen 30,5%. Revitalisasi UPJA melalui kegiatan pertanian modern dapat menjadi salah satu alternatif kegiatan pengendalian inflasi. Hingga triwulan IV 2017, jumlah UPJA yang tercatat di Jawa sebanyak kelompok. Tabel III.4. Komoditas Penyumbang Inflasi Komoditas Bobot yoy Andil yoy Volatile Food Beras Telur Ayam Ras Daging Ayam Ras Administered Prices Tarip Listrik Biaya Perpanjangan STNK Rokok Kretek Filter Core Inflation Tarif Pulsa Ponsel Emas Perhiasan Upah Pembantu RT Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah Tabel III.5. Perkembangan Inflasi Spasial Provinsi I II III IV I II III IV DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Sumber: Badan Pusat Stastistik, diolah TPID juga terus mendorong pengembangan dan penguatan kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam upaya mendukung pengendalian inflasi daerah dari sisi suplai. Salah satu BUMDes yang dinilai berhasil antara lain adalah BUMDes Wahana Karya di Bojonegoro yang bergerak di sektor usaha perdagangan beras. Saat ini, BUMDes Wahana Karya telah mampu memasok ke sejumlah pasar modern dan telah mendistribusikan hasil produksinya ke BULOG dan Koperasi Surabaya Niaga Nusantara. BUMDes lain yang dapat menjadi contoh sukses adalah BUMDes Makmur Abadi di Bojonegoro yang bergerak di LU pertanian dan perkebunan. BUMDes tersebut juga telah mendistribusikan hasil produksinya ke pasar modern dan Puspa Agro. 52

61 Tekanan inflasi di triwulan I 2018 diperkirakan lebih rendah dari triwulan IV Hal ini disebabkan oleh datangnya periode musim panen di akhir triwulan I 2018, serta tekanan dari sisi administered prices yang minimal apabila dibandingkan periode awal tahun 2017 akibat peningkatan biaya perpanjangan STNK. Walaupun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong inflasi, antara lain kenaikan cukai rokok dan harga bahan bakar rumah tangga. Meningkatnya harga bahan bakar rumah tangga didorong oleh rencana peluncuran LPG 3 kg non subsidi, serta penerapan sistem distribusi LPG 3 kg bersubsidi dengan menggunakan kartu sejahtera. Meski demikian, pada Januari 2018 inflasi Jawa masih menurun dibandingkan akhir Kondisi tersebut didorong oleh deflasi pada kelompok AP karena penurunan pada tarif angkutan udara, kereta api dan angkutan antarkota. Secara umum laju inflasi Jawa pada akhir 2018 diprakirakan terjaga dalam dalam rentang target inflasi sebesar 3,5% ± 1%. Stabilitas Keuangan Daerah Ketahanan Sektor Korporasi Ketahanan sektor korporasi 30 di wilayah Jawa cenderung membaik pada triwulan III 2017 dibandingkan triwulan II Hal ini sejalan dengan kondisi repayment capacity 31 korporasi yang masih terjaga sebagaimana ditunjukkan oleh debt service ratio yang stabil. Peningkatan kinerja korporasi di triwulan III juga terindikasi dari perbaikan rasio likuiditas 32, rasio solvabilitas 33 yang stabil, dan peningkatan rasio 29 Secara tahunan tingkat inflasi Jawa berada pada level 3,36% (yoy). 30 Korporasi di Jawa diwakili oleh 40 (empat puluh) perusahaan manufaktur terbesar di Jawa dan tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (IDX) 31 Repayment capacity adalah kemampuan korporasi dalam membayar bunga pinjaman dan juga cicilan pokoknya 32 Likuiditas adalah kemampuan korporasi dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek 33 Solvabilitas adalah kemampuan korporasi dalam memenuhi seluruh kewajibannya rentabilitas 34. Salah satu faktor yang memengaruhi perbaikan kinerja korporasi tersebut adalah produksi yang kembali normal pasca penurunan jam kerja di bulan puasa dan libur panjang setelah Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, terjadi pula peningkatan ekspor yang didukung oleh ekspansi pasar pelaku usaha ke beberapa negara tujuan baru. Sumber: IDX dan Bloomberg Grafik III.17. Perkembangan ROA dan ROE Korporasi Rasio rentabilitas korporasi meningkat seiring pertumbuhan penjualan di triwulan III Kinerja korporasi dalam menghasilkan laba yang tercermin dari indikator Return on Assets (ROA) mengalami peningkatan dari 6,59% menjadi 6,67%. Indikator Return on Equity (ROE) juga meningkat dari 12,61% menjadi 12,77%. Walaupun demikian, peningkatan penjualan belum diikuti oleh peningkatan profitabilitas korporasi. Profit margin korporasi menurun dari 6,55% pada triwulan III 2017 menjadi 4,67% pada triwulan IV Dalam jangka pendek, terindikasi bahwa korporasi cenderung lebih berupaya untuk mempertahankan dan merebut loyalitas customer dibandingkan meningkatkan profitabilitas. Secara sektoral, rasio ROA dan ROE tercatat mengalami peningkatan pada sub lapangan usaha tekstil dan produknya, logam dan sejenisnya, serta tembakau. Sementara itu, ROA dan ROE sub lapangan usaha otomotif dan 34 Rentabilitas adalah kemampuan korporasi dalam menghasilkan laba atau keuntungan 53

62 komponennya, serta makanan dan minuman terpantau stabil 35. Rasio solvabilitas korporasi sebesar 2,06 pada triwulan III 2017, relatif stabil dibandingkan triwulan II 2017 yang sebesar 2,04. Hal ini didukung pula oleh Debt to Equity Ratio (DER) yang stabil, dari 0,97 pada triwulan II 2017 menjadi 0,94. Secara sektoral, DER korporasi terpantau stabil pada sub lapangan usaha otomotif dan komponennya, logam dan sejenisnya, serta tembakau. Sementara itu, DER sub lapangan usaha tekstil dan produknya, makanan dan minuman, serta kimia dan sejenisnya tercatat membaik dibandingkan DER pada triwulan II 36. Sumber: IDX dan Bloomberg Grafik III.18. Perkembangan DER dan Solvability Ratio Korporasi Ketahanan korporasi dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan pokok pinjaman masih terjaga pada triwulan III 2017, meski tidak sebaik triwulan sebelumnya akibat penurunan profit margin. Hal ini tercermin dari Interest Service Coverage Ratio (ISCR) pada triwulan III 2017 tercatat 1,66%, lebih rendah dari triwulan II yang sebesar 5,22%. Sementara dari sisi rasio likuiditas, terindikasi terjadi pelonggaran likuiditas korporasi seiring dengan 35 ROA dan ROE pada sublu logam dan sejenisnya masih mencatatkan angka negatif, namun mengalami perbaikan dari triwulan sebelumnya. 36 Rasio solvabilitas terendah pada sublu TPT, yakni sebesar 1,18%. Penurunan DER tertinggi dialami oleh sublu tekstil dan produknya, dari 5,83% menjadi 5,62%. Sedangkan rasio DER untuk industri tembakau masih relatif rendah dibandingkan sublu lainnya. meningkatnya rentabilitas pada triwulan III Hal tersebut terkonfirmasi dari current ratio yang mengalami sedikit peningkatan dan masih tetap terjaga di atas Sumber: IDX dan Bloomberg Grafik III.19. Perkembangan ICR dan Current Ratio Korporasi Tabel III.6. Indikator Kinerja Korporasi Sektor ROA ROE DER Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Automotive & Components Food & Beverage Pulp& Paper Tobacco Manufacturers Cement Metal & Allied Products Chemicals Pharmaceuticals Textile, Garment Ceramics, Glass, Porcelain Plastics & Packaging Total Sektor Solvability ICR Current Ratio Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Tw IV-16 Tw I-17 Automotive & Components Food & Beverage Pulp& Paper Tobacco Manufacturers Cement Metal & Allied Products Chemicals Pharmaceuticals Textile, Garment Ceramics, Glass, Porcelain Plastics & Packaging Total Sumber: IDX dan Bloomberg Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Pertumbuhan penyaluran kredit pada triwulan IV 2017 melambat dibandingkan triwulan III 2017, sejalan dengan kinerja pertumbuhan ekonomi Jawa 38. Namun, pencapaian tersebut masih lebih baik dibandingkan triwulan IV Rasio likuiditas korporasi Jawa sedikit meningkat dari 1,38% menjadi 1,44%. 38 Pertumbuhan kredit triwulan IV 8,53% (yoy), sementara di triwulan III tercatat 8,73% (yoy). Data berdasarkan kredit lokasi proyek. 54

63 yang sebesar 8,11% (yoy) serta pertumbuhan kredit nasional pada triwulan IV ,25% (yoy). Pertumbuhan kredit di Jawa ditopang oleh kredit di LU industri pengolahan dan perdagangan, yang juga merupakan pangsa terbesar dalam penyaluran kredit Jawa. korporasi yang masih terjaga. Secara sektoral, penurunan risiko kredit didukung oleh kualitas kredit tiga lapangan usaha utama di Jawa yang membaik (perdagangan eceran, industri pengolahan, dan konstruksi). 41 Grafik III.20. Perkembangan Kredit Perbankan Melambatnya pertumbuhan kredit di triwulan IV terkonfirmasi dari penyaluran kredit perseorangan dan korporasi 39. Perlambatan kredit korporasi terutama didorong oleh LU industri pengolahan yang merupakan lapangan usaha utama. Perlambatan lebih dalam tertahan oleh kredit LU perdagangan dan konstruksi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 40. Peningkatan tersebut sejalan dengan membaiknya kinerja kedua LU pada triwulan laporan, sebagai dampak peningkatan permintaan masyarakat serta realisasi investasi bangunan pemerintah dan swasta di akhir tahun. Kualitas penyaluran kredit tetap terjaga pada triwulan laporan dengan didukung perbaikan kualitas kredit korporasi. Penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,44% didorong oleh penurunan rasio NPL kredit korporasi dari 3,02% pada triwulan sebelumnya menjadi 1,88% pada triwulan IV Hal tersebut sejalan dengan kondisi repayment capacity sektor Grafik III.21. Penyaluran Kredit Sektoral Korporasi Grafik III.22. Rasio NPL Kredit Sektoral Korporasi Ketahanan Sektor Rumah Tangga Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan Perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan Jawa masih berlanjut di triwulan IV Tren tersebut terjadi sejak akhir 2016, yang diindikasikan akibat penempatan pada instrumen lain dengan imbal hasil yang lebih tinggi, seperti pasar uang dan pasar modal. Perlambatan DPK perseorangan terutama bersumber dari penurunan simpanan giro, sementara pada tabungan dan deposito 39 Kredit perseorangan tumbuh 9,51% (yoy) di triwulan III dan 9,10% (yoy) di triwulan IV. Kredit korporasi tumbuh 8,34% (yoy) di triwulan III dan 8,27% (yoy) di triwulan IV. 40 Kredit LU perdagangan tumbuh 3,62% (yoy) di triwulan III menjadi 8,01% (yoy) di triwulan IV. Kredit LU konstruksi tumbuh 17,71% (yoy) di triwulan III, menjadi 20,50% (yoy) di triwulan IV. 41 NPL LU perdagangan besar dan eceran turun dari 4,71% menjadi 4,45%; NPL LU industri pengolahan turun dari 3,52% menjadi 2,86%; NPL LU konstruksi turun dari 2,60% menjadi 2,52%. 42 DPK perseorangan tumbuh melambat dari 6,78% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,98% (yoy) pada triwulan laporan. 55

64 masih tumbuh positif namun melambat. Kontraksi giro pada triwulan laporan tercatat sebesar -17,94% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -17,68% (yoy). Sementara itu, dari sisi tabungan yang memiliki pangsa hingga 50,34% terhadap total DPK, tercatat melambat dari 8,30% (yoy) menjadi 7,05% (yoy). Selanjutnya deposito tercatat mengalami perlambatan dari 9,01% (yoy) menjadi 4,23% (yoy). 43 tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial yang meningkat 1,35 poin dari 229,91 menjadi 231,26. Selanjutnya, penurunan penyaluran kredit rumah tangga juga disebabkan oleh penurunan penyaluran kredit multiguna yang menurun menjadi 10,92% (yoy) pada triwulan IV 2017, dari triwulan sebelumnya sebesar 14,21%. Grafik III.24. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik III.23. Pertumbuhan DPK Perseorangan Kredit Perseorangan di Perbankan Perlambatan pertumbuhan kredit juga didorong oleh kredit rumah tangga 44. Kondisi tersebut disumbang oleh menurunnya pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah atau Apartemen (KPR/KPA), khususnya kredit pada tipe rumah besar dan Kredit Multiguna 45. Pertumbuhan KPR rumah tipe di atas 70 menurun dari 6,23% (yoy) menjadi 4,99% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan KPR rumah tipe 22 s.d. 70 meningkat dari 17,89% (yoy) menjadi 18,83% (yoy). Penyaluran KPR untuk tipe <21 juga mulai membaik meski masih terkontraksi sebesar - 0,79% (yoy), lebih baik dari triwulan sebelumnya sebesar -1,46% (yoy). Di tengah pertumbuhan KPR yang melambat, harga properti tetap meningkat untuk seluruh tipe jenis rumah. Hal ini 43 Suku bunga DPK perseorangan secara umum menurun dari 3,69% di triwulan III, menjadi 3,49% di triwulan IV. Penurunan terbesar terjadi pada deposito, dari 5,60% menjadi 5,39%. 44 Pada triwulan IV pertumbuhan kredit rumah tangga menjadi 9,38% (yoy) dari dari 12,00% (yoy) pada triwulan III. 45 Pertumbuhan penyaluran KPR di triwulan III 11,75% (yoy), sementara di triwulan IV 8,59% (yoy). Grafik III.25. Perkembangan KPR Pertumbuhan penyaluran KKB di Jawa meningkat di tengah perlambatan penyaluran kredit rumah tangga. Pertumbuhan KKB mengalami peningkatan dari 4,31% (yoy) menjadi 5,52% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan terutama bersumber dari kredit kendaraan roda empat (mobil) yang terakselerasi dari 9,36% (yoy) menjadi 11,10%. Hal ini terkonfirmasi dari pertumbuhan penjualan mobil yang meningkat pada triwulan laporan. Sementara, kontraksi kredit untuk truk semakin membaik dari -38,94% (yoy) menjadi -23,56% (yoy). Kontraksi masih dialami oleh kredit kendaraan roda dua (sepeda motor) yaitu sebesar -14,09% (yoy). Ketahanan sektor rumah tangga tetap terjaga, yang tercermin dari rasio NPL kredit rumah 56

65 tangga yang stabil dan berada dalam level aman. Rasio NPL kredit rumah tangga pada triwulan IV 2017 relatif stabil pada level rendah 1,71%, tidak berbeda dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,73%. Perbaikan risiko kredit terjadi pada kredit jenis KKB dan Multiguna, sementara rasio NPL KPR relatif meningkat. Penurunan rasio NPL KKB terjadi pada KKB untuk kendaraan roda dua dan empat, sedangkan rasio NPL KPR justru mengalami peningkatan, yaitu dari 2,36% pada triwulan III 2017 menjadi 2,38% pada periode laporan. Pertumbuhan transaksi RTGS (Real Time Gross Settlement) secara nominal mengalami peningkatan pada triwulan IV Total nominal transaksi RTGS mencapai Rp4.157,83 triliun, atau tumbuh 31,92% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,98% (yoy). Di sisi volume, transaksi RTGS mencapai transaksi, tumbuh melambat dari triwulan III sebesar 38,89% (yoy) menjadi 22,5% (yoy) pada triwulan laporan. Secara spasial, perlambatan volume transaksi RTGS terjadi di seluruh provinsi di Jawa. Grafik III.26. Rasio NPL Kredit Rumah Tangga Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sistem Pembayaran Non Tunai Volume transaksi SKNBI pada triwulan IV 2017 tumbuh meningkat dari triwulan sebelumnya. Peningkatan volume transaksi kliring ini didorong oleh belanja pemerintah dan realisasi pembayaran terkait aktivitas penyaluran bantuan sosial PKH. Volume transaksi SKNBI tercatat mencapai 29,97 juta transaksi. Pertumbuhan volume transaksi sebesar 7,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 10,49% (yoy). Dari sisi nominal, transaksi SKNBI juga membaik pada triwulan laporan, meski masih mengalami kontraksi. Transaksi SKNBI di Jawa secara total mencapai Rp 720,96 triliun, atau terkontraksi sebesar -4,55% (yoy). Kontraksi yang terjadi pada triwulan laporan meningkat dibandingkan kontraksi pada triwulan III 2017 yang sebesar - 3,62% (yoy). Grafik III.27. Volume Transaksi SKNBI Grafik III.28. Nominal Transaksi SKNBI Transaksi transfer dana non bank dari dan ke wilayah Jawa mengalami penurunan, terutama pada transfer dana keluar negeri. Secara keseluruhan transaksi incoming (masuk) internasional dan domestik ke wilayah Jawa lebih tinggi dibandingkan transaksi outgoing (keluar). Pada triwulan IV 2017 net transfer yang masuk sebesar Rp10,91 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp9,55 triliun. Transfer dana incoming internasional ke 57

66 Indonesia sebagian besar berasal dari negara Saudi Arabia, Malaysia, dan Hongkong yang merupakan negara-negara tempat Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kontribusi transfer dana incoming Jawa terhadap transfer dana nasional relatif besar, karena daerah basis TKI di Indonesia yang terbesar berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan IV 2017, wilayah Jawa mengalami net-outflow. Adapun outflow tercatat sebesar Rp60,9 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp37,7 triliun. Sementara itu inflow Jawa tercatat sebesar Rp58,2 triliun, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp104,5 triliun. Dengan demikian, net-outflow Jawa tercatat sebesar Rp2,7 triliun. Jika dibandingkan dengan historisnya, net-outflow pada triwulan IV baru terjadi pada tahun ini setidaknya dalam tujuh tahun terakhir. meningkat dari Rp202 miliar menjadi Rp231 miliar. Upaya peningkatan kualitas uang layak edar di Jawa juga dilakukan melalui penambahan jaringan kantor kas titipan. Pada triwulan IV 2017 telah dibuka kas titipan baru di Sumenep dan Pangandaran, sehingga jaringan kas titipan di Pulau Jawa tersebar di 14 Kota/Kabupaten. Adapun sebaran lokasi dari 14 kas titipan tersebut adalah 3 Kota/Kabupaten di wilayah Jawa Barat (Sukabumi, Subang, Pangandaran), 4 Kota/Kabupaten di wilayah Jawa Tengah dan DIY (Cilacap, Pekalongan, Kudus, Kebumen), dan 6 Kota/Kabupaten di Jawa Timur (Pamekasan, Sumenep, Probolinggo, Banyuwangi, Bojonegoro, Madiun, Ponorogo). Nominal uang tunai yang dikelola oleh kas titipan pada triwulan IV 2017 mencapai Rp6,3 triliun. Grafik III.30. Perkembangan Pemusnahan UTLE Grafik III.29. Perkembangan Inflow dan Outflow Bank Indonesia melakukan berbagai upaya dalam menjaga kualitas uang layak edar. Untuk menjaga kualitas uang layak edar, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dan layanan rutin kas keliling serta layanan rutin penukaran uang kepada masyarakat. Selama triwulan IV 2017 jumlah nominal dari kegiatan kas keliling mencapai Rp119 miliar, relatif sama dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp119 miliar. Sementara penukaran uang tercatat sedikit Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan terus memperkuat edukasi CIKUR (Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah) bagi masyarakat untuk mengurangi penyalahgunaan uang palsu di daerah. Berbagai upaya penanggulangan uang palsu terus dilakukan oleh Bank Indonesia, antara lain melalui edukasi pemahaman ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada teller perbankan, kasir, maupun masyarakat umum. Upaya tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan pihak berwajib, perbankan, Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah, dan instansi pemerintah. Sampai dengan triwulan IV 2017 jumlah uang diragukan keasliannya yang dilaporkan kepada Bank Indonesia mencapai lembar, lebih rendah daripada triwulan 58

67 sebelumnya yang mencapai lembar. Penemuan tersebut sebagian besar berasal dari DKI Jakarta sebanyak lembar, disusul Jawa Barat sebanyak lembar dan Jawa Timur sebanyak lembar. Rasio temuan uang palsu per 1 juta inflow menunjukan peningkatan, dengan rata-rata temuan adalah 19 lembar uang palsu per satu juta inflow. Rasio tersebut lebih tinggi bila dibandingkan periode sebelumnya yang hanya mencapai 11 lembar uang palsu per satu juta inflow. Grafik III.31. Perkembangan Temuan Uang Palsu Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) Transaksi KUPVA BB Berizin di Jawa baik transaksi jual maupun beli pada triwulan IV 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total nominal transaksi jual tercatat sebesar Rp42,8 triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp21,1 triliun. Sementara itu, transaksi beli juga meningkat dari Rp21,3 triliun menjadi Rp42,3 triliun. Peningkatan tersebut terutama terjadi di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur, sementara transaksi di daerah lain relatif stabil. Namun, jumlah KUPVA BB Berizin di Jawa hingga bulan Oktober 2017 mengalami penurunan. Pada triwulan laporan, jumlah KUPVA BB Berizin menurun menjadi 657, dari 689 pada triwulan sebelumnya. Penurunan tertinggi terjadi di Provinsi DKI Jakarta yang saat ini memiliki 376 KUPVA BB Berizin. Grafik III.32. Perkembangan Transaksi KUPVA BB Berizin Prospek Perekonomian Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Jawa pada triwulan II 2018 diperkirakan tumbuh meningkat di kisaran 5,6%-6,1% (yoy), didukung oleh perbaikan ekonomi domestik dan eksternal. Dari sisi domestik, peningkatan konsumsi RT dan Pemerintah diperkirakan membaik seiring dengan kegiatan Pilkada serentak, Hari Raya Idul Fitri, masa libur sekolah, serta penyaluran bansos dan dana desa (cash for work). Mekanisme penyaluran dana desa pada 2018 mengalami perubahan, di mana batas waktu pencairan sisa dana desa anggaran tahun sebelumnya menjadi paling lambat dilakukan Juni tahun berjalan. Di sisi investasi, beberapa proyek investasi fisik akan dilakukan. Hal ini tidak terlepas dari sentimen positif pasca peningkatan rating investment grade Indonesia dan upaya Pemerintah untuk terus meningkatkan daya saing dan iklim investasi nasional. Dorongan lainnya berasal dari investasi Pemerintah, khususnya terkait proyek infrastrutur Asian Games 2018 di Jakarta serta infrastruktur konektivitas dan energi. Dari sisi eksternal, perbaikan ekonomi Jawa didorong oleh momentum pemulihan ekonomi dunia dan kenaikan harga komoditas meski berlangsung secara gradual. Di sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan didorong oleh LU utama yakni industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan. Industri 59

68 pengolahan diperkirakan tumbuh lebih tinggi didorong oleh meningkatnya konsumsi RT dan ekspor. Kinerja LU perdagangan diperkirakan akan meningkat sejalan dengan kegiatan Pilkada serentak, Hari Raya Idul Fitri, masa libur sekolah, serta realisasi penyaluran bansos Pemerintah. Selanjutnya, akselerasi pada LU pertanian dipengaruhi oleh pergeseran musim tanam pada triwulan IV lalu yang menyebabkan mundurnya masa panen di sebagian wilayah ke awal triwulan II dan sebagian panen hortikultura yang akan terjadi bulan Juni Namun, perlu dicermati potensi penyesuaian tahapan implementasi beberapa proyek konstruksi Pemerintah, akibat periode libur Hari Raya Idul Fitri dan daerahdaerah yang melaksanakan Pilkada serentak. Sejalan dengan perkiraan triwulan II, perbaikan ekonomi Jawa untuk keseluruhan tahun 2018 diperkirakan masih akan berlanjut. Pertumbuhan ekonomi Jawa diperkirakan berada pada kisaran 5,5% - 6,0%. Dari sisi domestik peningkatan konsumsi RT dan pemerintah diperkirakan akan tetap menjadi basis perekonomian Jawa. Peningkatan aktivitas ekonomi bersumber dari pelaksanaan Pilkada serentak dan Asian Games yang dibarengi dengan terjaganya daya beli masyarakat. Daya beli relatif terjaga seiring dengan tidak adanya kebijakan administered prices Pemerintah sebagaimana tahun 2017, peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 8,71%, serta inflasi yang terkendali sesuai kisaran target inflasi. Indikasi peningkatan konsumsi terkonfirmasi dari indeks keyakinan konsumen di Jawa yang masih terjaga menjelang akhir tahun 2017 dan diperkirakan berlanjut ke tahun Upaya Pemerintah untuk memperkuat daya saing dan perbaikan iklim investasi diperkirakan akan mendorong pertumbuhan investasi Jawa di tahun Akselerasi pertumbuhan investasi diperkirakan akan didorong oleh penyelesaian proyek infrastruktur strategis Pemerintah yang bersifat multiyears dan proyek-proyek lainnya yang akan mulai tahapan konstruksi di tahun 2018 (antara lain Jalan Tol Serang Panimbang dan Pelabuhan Patimban), serta penyelesaian infrastruktur pendukung venue Asian Games. Berlanjutnya perbaikan ekonomi global, terutama negara mitra dagang Jawa diperkirakan mampu mendorong kinerja ekspor Jawa di tahun Beberapa perekonomian negara mitra dagang yang diperkirakan membaik dibanding tahun 2017 antara lain Amerika Serikat, India, dan sejumlah negara berkembang Asia lainnya. Optimisme tersebut terkonfirmasi dari sejumlah pabrik yang melakukan penambahan kapasitas produksi Jawa di tahun Peningkatan kinerja ekspor tersebut juga akan disertai dengan peningkatan impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal. Dari sisi lapangan usaha, akselerasi ekonomi Jawa tahun 2018 ditopang oleh lapangan usaha utama, yakni industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan. Peningkatan kinerja industri pengolahan sejalan dengan potensi meningkatnya permintaan baik domestik maupun global. Sejumlah perusahaan skala besar telah berencana untuk merealisasikan ekspansi pabrik di tahun Selain itu, Pemerintah juga terus mengupayakan penguatan daya saing industri nasional melalui pembangunan kawasan industri terintegrasi JIIPE di Gresik dan infrastruktur dasar. Sementara itu, pertumbuhan kinerja lapangan usaha pertanian akan sangat dipengaruhi faktor cuaca dan iklim. Pada tahun 2018, diperkirakan kondisi iklim akan kembali normal setelah sebelumnya fenomena El Nino dan La Nina terjadi di sepanjang tahun Hal ini berpotensi memberikan dampak positif kepada produktivitas tanaman pangan dan hortikultura. Selanjutnya untuk LU perdagangan, penguatan kinerja ekspor dan impor Jawa akan menjadi pendorong utama perbaikan kinerja LU ini. Perbaikan pertumbuhan ekonomi Jawa masih dibayangi oleh beberapa risiko internal dan eksternal. Dari sisi eksternal, kenaikan Federal Fund Rate di tahun 2018 masih terbuka, sehingga berpotensi mengganggu arus investasi modal ke 60

69 Indonesia. Selain itu, perkiraan IMF terhadap pertumbuhan volume perdagangan global di tahun 2018 sedikit melambat dibanding tahun 2017 seiring dengan perkiraan perlambatan pertumbuhan Eropa, Jepang, dan Tiongkok dibanding tahun Dari sisi internal, agenda penyelenggaraan Pilkada berpotensi memengaruhi tahapan realisasi investasi sektor riil. Sementara itu, agenda pembangunan infrastruktur Pemerintah perlu didukung dengan perencanaan penerimaan negara yang memadai. Laju inflasi Jawa triwulan II 2018 diperkirakan lebih rendah dibanding perkiraan inflasi triwulan I Inflasi Jawa diperkirakan akan berada pada rentang 3,0%-3,2% (yoy) pada triwulan II Terjaganya inflasi pada awal tahun dipengaruhi oleh stabilnya kelompok inflasi inti, kelompok VF, dan kelompok AP. Dari sisi inflasi inti, upaya pengelolaan kebijakan moneter Bank Indonesia akan tetap menjaga perekonomian nasional sesuai dengan fundamental ekonomi, mengelola kestabilitan nilai tukar, dan menjaga ekspektasi sesuai dengan sasaran inflasi yang ditetapkan. Potensi tekanan inflasi inti bersumber dari risiko kenaikan harga emas seiring kenaikan harga emas internasional pada triwulan II 2018 dan kenaikan biaya pendidikan menjelang tahun ajaran baru. Khusus di wilayah Jawa, perbedaan kebijakan penetapan awal tahun ajaran baru di beberapa Provinsi akan meminimalkan dampak terhadap inflasi karena terdistribusi di beberapa periode (tercatat beberapa provinsi memulai tahun ajaran baru pada triwulan III 2017). Sejalan dengan penguatan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan di daerah, inflasi volatile food diperkirakan tetap terjaga. Hal ini didukung oleh melimpahnya pasokan pasca panen raya beras dan hortikultura di bulan Maret, panen gadu di bulan Mei, kebijakan Pemerintah untuk menjaga kecukupan pasokan pangan, serta pengelolaan permintaan pada bulan Ramadhan. Stabilnya harga pangan tersebut tercermin dari penyesuaian harga beras sejak Februari yang diharapkan terus berlanjut seiring meningkatnya pasokan di daerah. Namun, risiko kenaikan harga pangan diperkirakan bersumber dari kelompok daging dan hasilhasilnya sehingga harus tetap diwaspadai. Tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok AP diperkirakan menurun. Hal ini dikarenakan tidak adanya kebijakan penyesuaian tarif Pemerintah (kenaikan TTL, STNK, dan Bensin pada periode yang sama tahun lalu. Meskipun demikian, tekanan dari kenaikan tarif angkutan udara dan kereta karena peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Idul Fitri di pertengahan Juni 2018 tetap perlu diwaspadai. Selanjutnya, inflasi Jawa untuk keseluruhan tahun 2018 diperkirakan lebih rendah dari tahun 2017 dan terjaga dalam rentang target inflasi 3,5% ± 1%. Secara umum penurunan tingkat inflasi Jawa dipengaruhi oleh inflasi inti yang terkendali dan tekanan inflasi AP yang minimal akibat tidak adanya penyesuaian tarif oleh Pemerintah secara signifikan. Selain itu, inflasi VF juga terjaga sebagaimana tahun 2017, sejalan dengan upaya Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk meningkatkan produktivitas pertanian, memastikan ketersediaan pasokan pangan melalui program prioritas ketahanan pangan nasional, serta memperbaiki efisiensi distribusi pangan. Namun risiko inflasi AP tetap perlu dicermati, seiring tren peningkatan harga minyak. Kenaikan harga minyak berpotensi memberikan dampak lanjutan pada komoditas TTL dan bensin. Meski demikian, dampak lanjutan melalui jalur tarif angkutan relatif dapat diminimalkan seiring dengan adanya penetapan tarif batas atas, khususnya pada periode peak season. 61

70 Boks 5 Peran Industri TPT dan Alas Kaki dalam Perekonomian Ekonomi Jawa Dalam perekonomian Jawa, industri TPT dan alas kaki memiliki peranan sebagai penyumbang surplus neraca perdagangan dan penyerap tenaga kerja. Neraca perdagangan industri TPT tercatat surplus USD3,7 miliar pada tahun Surplus neraca perdagangan terutama berasal dari industri hilir dengan produk utama berupa garmen (pakaian jadi) berbahan tekstil, garmen berbahan rajut, dan garmen fungsional seperti baju olahraga. Sementara itu, industri alas kaki menyumbang surplus USD4,3 miliar, dengan produk ekspor utama berupa produk sepatu olahraga, sepatu berbahan kulit, dan sepatu berbahan tekstil. Selain sebagai penyumbang surplus neraca perdagangan, industri TPT mampu menyerap tenaga kerja cukup besar hingga 1,5 juta orang. Secara spasial, keberadaan kedua jenis industri tersebut merata di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. terdapat 11 produk dengan pangsa 93% ekspor berada dalam kategori yang sama 46. Mayoritas produk TPT yang masuk dalam kategori unggul dan surplus berupa produk garmen, sementara untuk produk industri alas kaki adalah sepatu olah raga, sepatu kulit, dan sepatu berbahan tekstil. Namun demikian, surplus perdagangan industri TPT semakin menurun dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Penurunan ini disebabkan peningkatan impor produk yang berada pada rantai hulu-antara seperti serat dan kain. Rata-rata pertumbuhan ekspor selama periode hanya sebesar 3,2% sementara rata-rata pertumbuhan impor mencapai 9,6%. Berbeda dengan industri TPT, surplus industri alas kaki justru cenderung meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan ekspor dalam kurun waktu sebesar 11,6% (yoy). Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik III.33. Neraca Perdagangan Industri TPT dan Alas Kaki Jawa Daya saing untuk mayoritas produk ekspor TPT dan alas kaki Jawa berada dalam kategori unggul dan surplus. Berdasarkan hasil pemetaan sebanyak 51 produk TPT dengan pangsa 80%, ekspor TPT Jawa berada dalam kategori unggul dan surplus, sementara untuk produk alas kaki, Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik III.34. Klasifikasi Komoditas Berdasarkan RSCA dan TBI Industri TPT Jawa 46 Pemetaan menggunakan metode Revealed Symmetric Comparative Advantage (RSCA) dan Trade Balance Index (TBI). 62

71 Perbandingan dengan Kinerja Industri Negara Peers Kemampuan diversifikasi produk dan penguasaan pasar tujuan ekspor yang lebih baik mendorong ekspor industri TPT dan alas kaki Vietnam lebih tinggi daripada Indonesia. Nilai ekspor Vietnam untuk produk TPT pada 2016 tercatat sudah mencapai USD29,3 miliar atau hampir 2,5 kali lebih besar dibandingkan nilai ekspor Indonesia yang hanya sebesar US 11,8 miliar. Demikian pula halnya dengan eskpor alas kaki Indonesia. Nilai ekspor Vietnam untuk produk alas kaki pada 2016 sudah mencapai USD13,5 miliar, atau 3 kali lebih besar dibandingkan nilai ekspor Indonesia yang hanya sebesar USD4,6 miliar. Melalui pendekatan trade competitiveness diagnostics, kinerja positif kedua industri tersebut didorong oleh beberapa faktor penting. Pertama, kemampuan mengoptimalkan kerja sama perdagangan dengan negara mitra dagang. Dari sisi akses pasar, Indonesia dan Vietnam relatif berimbang. Indonesia memiliki 17 perjanjian dagang (free trade agreement) sementara Vietnam memiliki 16 perjanjian dagang (free trade agreement). Salah satu perjanjian dagang yang penting bagi Vietnam adalah perjanjian Vietnam-Eropa dengan skema tarif Generalised Scheme Preferences yang diterapkan sejak Sementara perjanjian Indonesia-Eropa (IEU-CEPA 47 ) masih dalam tahap negosiasi. Kedua, ketersediaan regulasi yang mendukung pengembangan industri. Industri di Vietnam mendapatkan insentif pajak dan kemudahan usaha serta biaya tenaga kerja dan energi yang lebih rendah daripada Indonesia. Di Vietnam, industri TPT dan alas kaki mendapatkan insentif pajak pendapatan korporasi (corporate income tax) sebesar 10%-20%, sementara pajak pendapatan korporasi di Indonesia berada di kisaran 25%. Dari sisi kemudahan usaha, terdapat 47 IEU-CEPA merupakan singkatan dari Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement. 9 prosedur yang harus dilalui untuk mendirikan usaha baru di Vietnam, sementara di Indonesia terdapat 11 prosedur. Biaya tenaga kerja dan energi di Vietnam juga relatif lebih rendah dibandingkan Indonesia 48. Selain itu, di Vietnam terdapat kebijakan bebas bea masuk impor apabila dipergunakan untuk memproduksi barang ekspor dalam 275 hari. Strategi Kebijakan untuk Memperkuat Industri TPT dan Alas Kaki Jawa Industri TPT dan alas kaki masih memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ekspor 33 jenis produk TPT dengan pangsa 17,8% dari total ekspor TPT sangat potensial untuk ditingkatkan. Produk tekstil tersebut termasuk yang bersifat khusus dan tidak diperuntukkan untuk memproduksi garmen. Sementara untuk produk industri alas kaki, potensi pengembangan terdapat pada sepatu berbahan selain kulit dan tekstil. Upaya mendorong peningkatan ekspor TPT dan alas kaki melalui diversifikasi produk dan pasar tujuan ekspor perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, perlunya mendorong diversifikasi pasar ekspor ke negara yang merupakan pasar potensial TPT dan alas kaki seperti Eropa. Pasar ekspor TPT dan alas kaki saat ini masih terkonsentrasi ke Amerika Serikat dan Jepang. Eropa masih belum menjadi tujuan pasar utama produk TPI dan alas kaki Indonesia, padahal Eropa merupakan importir produk TPT terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Untuk itu, diperlukan upaya percepatan negosiasi perdagangan dengan Eropa seperti perjanjian IEU-CEPA. Selain Eropa, diversifikasi pasar dapat dilakukan ke beberapa pasar potensial lain yang belum memiliki pangsa besar dalam ekspor TPT 48 Upah tenaga kerja di Vietnam tercatat sebesar USD162/bulan sementara di Indonesia USD234/bulan. Biaya energi di Vietnam sebesar 6 sen/kwh sementara di Indonesia 11 sen/kwh. Biaya energi merupakan komponen biaya terbesar untuk industri hulu-antara di industri TPT dan alas kaki, sementara biaya SDM merupakan komponen terbesar untuk industri hilirnya. 63

72 dan alas kaki Indonesia seperti Asia, Australia, dan Amerika Latin. Kedua, mendorong upgrading industri nasional dalam GVC melalui peningkatan kapabilitas industri dalam negeri. Saat ini mayoritas industri garmen dalam negeri berada pada tingkat nilai tambah rendah yaitu level Cut-Make-Trim (CMT). Untuk meningkatkan nilai tambah industri, perlu upaya meningkatkan kapabilitas industri agar dapat melakukan sourcing bahan baku sendiri (Original Equipment Manufacturing/OEM), dan mengupayakan penggunaan bahan baku produk industri lokal. Peningkatan motivasi upgrading dapat dilakukan melalui pemberian apresiasi/insentif bagi pelaku industri yang melakukan upgrading proses bisnis. Peningkatan kapabilitas akan mendorong penguatan backward linkages dengan industri penyedia bahan baku, yang kemudian akan memperkuat rantai nilai lokal (local value chain). Penguatan sektor hulu juga memerlukan dukungan dukungan kebijakan energi yang dapat meningkatkan daya saing produk TPT dan alas kaki dalam negeri. Biaya energi dalam industri TPT dan alas kaki dapat mencapai hampir 55% dari total biaya produksi. Biaya energi di Indonesia yang relatif kurang kompetitif dibandingkan negara lain membuat daya saing dari sisi input produksi kurang kompetitif dibandingkan peers. Sumber: OECD Grafik III.35. Posisi Industri TPT Indonesia dalam Rantai Nilai Industri Garmen Ketiga, perlu penguatan kapasitas keahlian Sumber Daya Manusia (SDM). Peningkatan keahlian SDM dapat dilakukan melalui link and match pendidikan vokasi untuk memenuhi kebutuhan industri saat ini. Pendalaman kurikulum terkait potensi pengembangan produk TPT dan alas kaki berteknologi tinggi perlu dilakukan. Tingkat efisiensi produksi diperbaiki melalui bantuan modernisasi/restrukturisasi permesinan agar produktivitas menjadi lebih baik. Hal ini pernah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2015 lalu. Mayoritas perusahaan tekstil dalam negeri masih menggunakan mesin dengan umur di atas dua puluh tahun, sehingga daya saing industri tekstil dalam negeri belum optimal. Program restrukturisasi mesin dipercaya akan mendorong peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan energi dan biaya produksi, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta memperkuat local value chain. Keempat, perlu mendorong diversifikasi produk ke arah peningkatan teknologi 49. Industri TPT di Jawa memiliki potensi dalam mengembangkan produk smart clothing kategori sportwear. Hal ini didasari oleh keunggulan komparatif produk ekspor Jawa dalam memproduksi sportwear. Produk sportwear memiliki pangsa ekspor terbesar 38% terhadap ekspor produk TPT fungsional. Meskipun belum dijabarkan secara eksplisit, RIPIN telah memasukkan pengembangan produk smart clothing sebagai bagian dalam rencana jangka menengah-panjang pembangunan industri nasional. Pengembangan produk smart clothing memerlukan penyiapan ekosistem pendukung, penguasaan teknologi melalui penguatan penelitian dan pengembangan (R&D), serta dukungan insentif bagi para pelaku usaha industri ini. Adapun ekosistem industri smart clothing yang perlu disiapkan terutama adalah pengembangan teknologi sensor, data processing, dan data security. 49 Contoh produk berteknologi tinggi: smart clothing dan smart footwear ataupun high tech production menggunakan 3D printing, knitting technology, serta robotic machine. 64

73 Boks 6 Peran Strategis Industri Otomotif dalam Ekonomi Jawa Industri otomotif memberi kontribusi cukup besar bagi kinerja industri manufaktur di Jawa 50. Selain mendorong penyerapan tenaga kerja, industri otomotif juga menyumbang surplus bagi neraca perdagangan sejak 2015 lalu. Hal ini terutama didorong oleh kenaikan ekspor mobil penumpang dan spare-part pendukungnya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada tahun 2017 ekspor industri otomotif Jawa mencapai USD7,5 miliar, yang disumbang oleh ekspor mobil penumpang terutama jenis MPV, spare-part mobil, dan ban. Secara spasial, sebagian besar industri otomotif terkonsentrasi di Jawa bagian barat, yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat, khususnya di Karawang dan Cikarang. memiliki potensi untuk ditingkatkan keunggulan komparatifnya adalah kendaraan penumpang. Ekspor produk ini yang sudah cukup besar dan masuk kategori surplus. Saat ini jenis kendaraan penumpang yang menjadi unggulan ekspor adalah jenis MPV seperti Fortuner, Innova, Avanza, APV, dan Ertiga (Gaikindo, 2017). Namun dalam sepuluh tahun terakhir, terdapat indikasi bahwa ekspor produk otomotif Indonesia semakin terkonsentrasi 52. Hal ini terkonfirmasi pada ekspor produk ban ke Amerika Serikat yang pangsanya mencapai 53%, maupun ekspor mobil penumpang dengan negara tujuan utama Filipina yang memiliki pangsa 40% dari total ekspor kategori tersebut. Ke depan, untuk mendorong peningkatan surplus perdagangan industri otomotif, perlu dukungan strategi kebijakan dengan memperhatikan aspek daya saing produk dan tantangan industri otomotif di masa mendatang. Sumber : Data Bea Cukai, diolah (2017) Grafik III.36. Neraca Perdagangan Industri Otomotif Jawa Produk ekspor industri otomotif Jawa, memiliki keunggulan daya saing 51. Dari total ekspor otomotif sebesar USD 7,5 miliar, sebanyak 43% masuk dalam kategori unggul dan menjadi sumber surplus industri otomotif. Selain itu, 38% ekspor juga berpotensi didorong untuk meningkatkan suplus. Adapun jenis produk yang Sumber : Data Bea Cukai diolah (2017) Grafik III.37. Klasifikasi Komoditas Berdasarkan RSCA dan TBI Industri Otomotif Jawa 50 Data BPS 2016 menunjukan bahwa share industri otomotif mencapai 14% terhadap total industry pengolahan di Jawa. 51 Menggunakan pendekatan Trade Balance Index (TBI) dan Relative Symmetric Comparative Advantages (RSCA). 52 Ditandai dengan Angka Herfindahl-Hirschman Index (HHI) yang meningkat. 65

74 Perbandingan dengan Kinerja Industri Otomotif Negara Peers Industri otomotif di Thailand memberikan kontribusi ekspor empat kali ekspor otomotif Jawa 53. Selain itu, 93% dari total ekspor otomotif Thailand tersebut sudah masuk kategori unggul dan surplus. Dengan menggunakan pendekatan trade competitiveness diagnostics, keunggulan industri otomotif Thailand didorong oleh beberapa faktor. Pertama, lini produksi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pasar (SUV dan Sedan) serta didukung dengan insentif pajak yang lebih murah 54. Untuk jenis mobil sedan, Thailand menerapkan pajak mobil sebesar 40%, sedangkan di Indonesia PPnBM sedan bervariasi antara 30% - 125%, tergantung dari kapasitas mesin. Kedua, penguatan akses penetrasi pasar melalui perjanjian dengan negara mitra dagang. Thailand memiliki perjanjian dengan Australia (FTA), di mana tarif masuk produk otomotif dari Thailand ke Australia rata-rata 0%. Adapun ekspor Thailand ke Australia menyumbang 20% dari ekspor otomotif negara tersebut. Sedangkan produk Indonesia dikenakan tarif masuk rata-rata 5%, dengan skema perjanjian ASEAN-Australia. Hal ini mengakibatkan nilai ekspor otomotif Thailand ke Australia jauh lebih tinggi, hampir sama dengan total ekspor otomotif Jawa ke dunia. Ketiga, dukungan regulasi yang mendorong kemudahan investasi di Thailand. Hal ini tercermin dari peringkat ease of doing business (EoDB) Thailand yang berada pada peringkat 26. Salah satu bentuk dukungan regulasi adalah penetapan Corporate Income Tax (CIT) sebesar 20%. Hal ini secara tidak langsung mendorong berkembangnya investasi untuk mendukung rantai pasok industri otomotif di Thailand. 53 Setara dengan nilai USD 31,1 miliar. 54 Jenis mobil yang diminati dunia yaitu SUV, sedan, dan niaga. Strategi Kebijakan untuk Memperkuat Industri Otomotif Jawa Pemerintah terus mengupayakan penguatan daya saing industri nasional, termasuk industri otomotif. Melalui paket kebijakan jilid XVI Pemerintah berupaya mereformasi proses birokrasi sehingga mempercepat penerbitan perizinan berusaha dari tingkat pusat hingga daerah. Komitmen dan dukungan Pemerintah tersebut berhasil menaikan EoDB Indonesia dari peringkat 91 pada tahun 2017 menjadi 72 di Selanjutnya untuk memperkuat industri otomotif nasional agar memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing di masa mendatang, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian seluruh pihak. Pertama, optimalisasi perjanjian perdagangan dengan negara mitra untuk mendukung ekspansi dan diversifikasi pasar. Perjanjian IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement) yang masih dalam negosiasi serta preferential tariff arrangement dengan 8 negara Islam (PTA D-8) berpeluang untuk dioptimalkan guna membuka akses pasar bagi industri otomotif Jawa. Kedua, mendorong implementasi standardisasi uji kelayakan mutu yang dapat diterima secara internasional. Hal ini diperlukan untuk meminimalkan dampak hambatan non-tarif, sebagaimana dilakukan oleh negara lain. Sebagai contoh, Vietnam telah memberlakukan uji gas buang dan uji teknis keselamatan sebagai lampiran dalam setiap batch ekspor. Implementasi adopsi standar uji internasional seperti ISO menjadi salah satu kunci penting dalam menghadapi hambatan non tarif ekspor. Ketiga, mendorong peningkatan nilai ekspor produk Indonesia di jaringan global (upgrading global value-chain - GVC). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah produk otomotif dalam negeri serta mendukung strategi market diversification. Sebagai contoh untuk ekspansi pasar ke negara maju seperti Australia, produk ekspor Indonesia perlu 66

75 mempertimbangkan kebutuhan pasar negara tersebut (kendaraan niaga dan SUV). Sebagai contoh untuk ekspansi pasar ke negara maju seperti Australia, produk ekspor Indonesia perlu mempertimbangkan kebutuhan pasar negara tersebut (kendaraan niaga dan SUV). Saat ini, lini produksi industri otomotif dalam negeri masih terkonsentrasi pada mobil jenis MPV. Sementara itu, industri otomotif Thailand lebih banyak memproduksi mobil SUV dan niaga yang memberikan marjin kualitas (quality margin) lebih baik. Keempat, memperkuat local value chain (LVC) terutama yang memasok pabrikan kendaraan. Jika dibandingkan dengan Thailand, industri yang menjadi pemasok industri otomotif di Indonesia masih tertinggal 55. Jumlah rantai pasok yang telah berkembang baik di Thailand ini mendorong kandungan lokal industri otomotif Thailand mencapai 73%, sementara di Indonesia baru mencapai 63% 56. Kelima, percepatan reformasi birokrasi untuk mendukung investasi dan ekspor. Upaya Pemerintah melalui berbagai paket kebijakan untuk mendorong peningkatan investasi perlu didukung di tingkat daerah. Selain itu kebijakan tersebut dapat diperkuat dengan pemberian insentif bagi pengembangan mobil sedan dan SUV sesuai dengan tren permintaan dunia yang meningkat. Hal ini dapat ditempuh dengan penyesuaian tarif PPnBM dan aturan terkait Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk kedua kategori produk tersebut. Kebijakan ini dalam jangka menengah panjang dapat mendorong berkembangnya rantai pasok otomotif di dalam negeri. Tantangan ke Depan Industri otomotif ke depan perlu mengantisipasi prospek perkembangan mobil listrik, khususnya di Amerika Serikat, Eropa, dan China. Bloomberg New Energy Finance memproyeksi bahwa pada 2040, Electric Vehicle (EV) akan berkontribusi hingga 54% dari total seluruh penjualan mobil di dunia. Hal ini secara perlahan akan menggeser kendaraan-kendaraan berbasis Internal Combustion Engine (ICE). Di Indonesia, rencana pengembangan EV telah dituangkan dalam Perpres No 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), di mana pada 2025 ditargetkan akan memproduksi unit mobil listrik/hibrida dan 2,1 juta motor listrik. Namun sampai saat ini, pengembangan industri mobil listrik di dalam negeri masih menghadapi berbagai kendala, antara lain harga mobil listrik yang jauh lebih mahal sehingga kesulitan mencapai skala ekonomi produksi di dalam negeri. Selain itu, operasional mobil listrik memerlukan stasiun pengisian daya (charging station) yang membutuhkan dukungan infrastruktur dengan biaya cukup mahal. Dalam kaitan tersebut, untuk melakukan pengembanan tahap awal, industri otomotif Indonesia perlu berkolaborasi dengan rantai pasok mobil listrik dunia sebagai bagian global value chain (GVC), antara lain pemasok spare-part. 55 Jumlah perusahaan pemasok industri otomotif nasional (tier 1, 2, dan 3) pelaku usaha, sementara jumlah pemasok serupa di Thailand telah mencapai sekitar pelaku usaha (Gaikindo, 2017). 56 Sumber: /industri-otomotif-indonesia-tak-konsistenterapkan-tkdn 67

76 68 Halaman ini sengaja dikosongkan

77 Pada triwulan IV 2017, perekonomian KTI yang mencakup wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku- Papua, serta Balinusra (Bali dan Nusa Tenggara) tumbuh cukup kuat sebesar 4,85% (yoy), walaupun melambat dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh 5,38% (yoy). Pada keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi KTI mencapai 5,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2016 yang tumbuh 4,84% (yoy). Perbaikan kinerja ekonomi KTI pada 2017 didorong oleh meningkatnya sumbangan Lapangan Usaha (LU) pertanian dan pertambangan pada kinerja ekspor terutama komoditas batu bara, CPO, dan karet. Peningkatan ini khususnya terjadi di wilayah Kalimantan. Dari sisi perkembangan harga, inflasi KTI terjaga pada kisaran 4%±1% dengan tekanan inflasi yang cenderung rendah. Inflasi KTI di triwulan IV 2017 tercatat 3,35% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan III 2017 yang sebesar 3,60% (yoy). Penurunan inflasi terutama disebabkan oleh pasokan komoditas volatile food yang membaik serta tingkat harga kelompok administered prices yang terjaga. Penurunan inflasi terjadi di hampir seluruh wilayah KTI, terutama Mapua dan Kalimantan. Secara keseluruhan tahun, inflasi KTI 2017 lebih rendah dari inflasi nasional meskipun meningkat dibanding inflasi KTI 2016 yang sebesar 2,90%. Memasuki triwulan I 2018, laju pertumbuhan ekonomi KTI diprakirakan mengalami akselerasi dibanding triwulan IV Akselerasi tersebut ditopang oleh membaiknya kinerja LU pertanian dan pertambangan seiring dengan datangnya musim panen tanaman bahan makanan di beberapa sentra produksi serta peningkatan permintaan bahan baku mineral oleh industri pengolahan tambang. Pada triwulan II 2018, kinerja ekonomi KTI diprakirakan mampu tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan I Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pertumbuhan konsumsi, sedangkan ekspor dan investasi cenderung terbatas. Secara sektoral, peningkatan kinerja terjadi pada hampir semua lapangan usaha utama. Pada keseluruhan 2018, ekonomi KTI diprakirakan mampu tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2017 dengan 5,1%-5,5% (yoy). Dari sisi perkembangan harga, tekanan inflasi triwulan I cenderung turun didukung berlangsungnya musim panen kondisi cuaca yang diperkirakan kondusif. Selanjutnya, tekanan inflasi pada triwulan II 2018 diprakirakan meningkat seiring dengan peningkatan permintaan pada periode Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN). Secara keseluruhan tahun 2018, inflasi KTI diprakirakan lebih tinggi dibanding 2017, namun masih berada pada kisaran ±3,50% (yoy). Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian KTI tercatat tumbuh cukup kuat pada triwulan IV Perekonomian KTI tercatat tumbuh 4,85% (yoy), melambat dibanding triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar 5,38% (yoy). Pertumbuhan KTI disumbang oleh Sulawesi dan Maluku-Papua (Mapua) yang tumbuh cukup tinggi, masing-masing sebesar 7,53% (yoy) dan 5,42% (yoy). Pertumbuhan Sulawesi ditopang oleh kinerja pertambangan dan industri pengolahan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah serta pertumbuhan pertanian di Gorontalo. Selain itu, perbaikan kinerja pertambangan di Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat menjadi faktor yang menopang pertumbuhan ekonomi Mapua. Sementara, terbatasnya pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan Balinusra menahan laju pertumbuhan ekonomi KTI lebih lanjut. Di Kalimantan, sejumlah provinsi yang mengandalkan kinerja komoditas batu bara tercatat tumbuh lebih lambat dari triwulan sebelumnya, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah (Tabel IV.1). Kinerja ekonomi Balinusra tertahan akibat bencana erupsi Gunung Agung di BalI, 69

78 sedangkan kinerja ekspor NTB terbatas seiring kuota ekspor mineral (NTB) yang minim. Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat mengalami perlambatan pada triwulan IV 2017 menjadi sebesar 1,11% (yoy), dari 5,18% (yoy) pada triwulan III Perlambatan konsumsi pemerintah KTI disumbang oleh Sulawesi dan Mapua, serta kontraksi konsumsi pemerintah di Kalimantan. Sejumlah faktor yang menyebabkan perlambatan konsumsi pemerintah antara lain, realisasi belanja operasional yang tidak sekuat triwulan sebelumnya (Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Mapua), tidak tercapainya target realisasi beberapa kegiatan operasional pendukung proyek infrastruktur (Sulawesi Selatan), kendala realisasi anggaran seiring perubahan struktur Organisasi Perangkat Daerah (Sulawesi Barat), serta berkurangnya realisasi jumlah program kerja pada triwulan IV 2017 (Sulawesi Tenggara). Sementara, Balinusra mencatat peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah didukung oleh percepatan realisasi anggaran program kerja Pemda menjelang akhir tahun Tabel IV.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di KTI Provinsi IV Total I II III IV Total Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Utara Kalimantan Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Mapua Bali NTB NTT Balinusra KTI Sumber: Badan Pusat Statistik, data realisasi periode sebelumnya direvisi p) Prakiraan Bank Indonesia Ekspor KTI pada triwulan IV 2017 tercatat tumbuh moderat sebesar 5,83% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh 6,59% (Grafik IV.1). Pertumbuhan ekspor KTI ditopang oleh ekspor Sulawesi dan Mapua. Kinerja ekspor Sulawesi didukung oleh relaksasi ekspor nikel mentah kadar rendah (low grade) (Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah), peningkatan permintaan produk olahan nikel dan liquified natural gas (LNG) dari Sulawesi Tengah, dan perbaikan ekspor rumput laut (Sulawesi Selatan). Selain itu, ekspor KTI juga didukung oleh peningkatan ekspor mineral (tembaga) dari Papua seiring dengan kembali dibukanya izin ekspor sejak awal triwulan IV Sementara, perlambatan pertumbuhan ekspor terjadi di Kalimantan (batu bara, Crude Palm Oil, migas) dan Balinusra (konsentrat tembaga). Perbaikan harga komoditas batu bara dan crude palm oil (CPO) yang terbatas menghambat perbaikan kinerja ekspor lebih lanjut kedua komoditas tersebut. Perlambatan ekspor konsentrat tembaga terjadi seiring kuota ekspor konsentrat tembaga yang terbatas. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik IV.1. Nilai Ekspor KTI Pertumbuhan impor pada triwulan IV 2017 tercatat 12,82% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh 7,41% (yoy). Peningkatan impor di KTI terutama dipengaruhi perkembangan impor di Kalimantan dan Mapua seiring kenaikan permintaan masyarakat pada periode Natal dan Tahun Baru. Selain itu, peningkatan kebutuhan bahan baku industri pengolahan di Kalimantan Barat dan impor barang modal untuk mendukung operasional smelter feronikel (Maluku Utara) dan pabrik 70

79 semen (Papua Barat) juga menjadi faktor pendorong impor. Sementara itu, impor i Sulawesi dan Balinusra melambat seiring dengan selesainya proyek pembangunan smelter (Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah), kecenderungan konsumsi barang lokal yang lebih murah (Sulawesi Barat), serta hambatan kegiatan perdagangan luar negeri karena erupsi Gunung Agung (Bali). Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Grafik IV.2. Indeks Keyakinan Konsumen Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Grafik IV.3. Realisasi PMA dan PMDN di KTI Konsumsi rumah tangga tercatat mengalami peningkatan dari 4,65% (yoy) pada triwulan III 2017, menjadi 4,77% (yoy) pada triwulan IV 2017, sehingga menopang pertumbuhan ekonomi KTI secara keseluruhan. Akselerasi konsumsi rumah tangga terutama terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Mapua. Hal ini didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat saat perayaan Natal dan Tahun Baru. Selain itu, terjaganya pendapatan masyarakat seiring dengan perbaikan ekonomi di beberapa daerah serta tingkat inflasi yang relatif rendah menjadi faktor pendorong peningkatan konsumsi rumah tangga triwulan IV Kondisi ini tercermin oleh perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat di periode akhir tahun 2017 (Grafik IV.2). Sebaliknya, konsumsi rumah tangga wilayah Balinusra mengalami perlambatan akibat penurunan jumlah wisatawan pada masa erupsi Gunung Agung sehingga mempengaruhi pendapatan masyarakat. Selanjutnya, investasi di KTI yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV Investasi meningkat menjadi 6,85% (yoy) pada triwulan IV 2017 dari 4,24% (yoy) pada triwulan III Peningkatan pertumbuhan investasi terjadi di hampir semua wilayah di KTI, kecuali beberapa daerah di Sulawesi. Di Kalimantan, akselerasi ditopang baik oleh investasi bangunan maupun non-bangunan. Upaya percepatan realisasi berbagai proyek infrastruktur yang termasuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) serta optimisme swasta terkait kinerja ekonomi menjadi faktor pendorong kinerja investasi di Kalimantan. Akselerasi di Mapua dan Balinusra juga didorong oleh membaiknya investasi bangunan dan nonbangunan. Hal ini didukung antara lain oleh investasi crane untuk memenuhi kebutuhan pelabuhan peti kemas (Papua), pembangunan smelter yang masih berlanjut (Maluku Utara), pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika (NTB), serta investasi untuk kegiatan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 (Bali). Perbaikan investasi tercermin juga dari membaiknya realisasi penanaman modal asing (PMA) di KTI (Grafik IV.3). Pertumbuhan investasi yang lebih terbatas terjadi di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara, seiring dengan penyelesaian beberapa tahap pembangunan proyek smelter dan terbatasnya investasi bangunan pasca penyelesaian pembangunan gedung perbelanjaan baru. Untuk keseluruhan tahun 2017, realisasi pertumbuhan ekonomi KTI tercatat mengalami peningkatan dibandingkan Pertumbuhan 71

80 ekonomi KTI pada tahun 2017 tercatat sebesar 5,10% (yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,84% (yoy). Secara spasial, akselerasi berlangsung di Kalimantan yang tercatat tumbuh 4,33% (yoy), Sulawesi yang tumbuh 6,99% (yoy) dan Mapua yang tumbuh 4,89% (yoy). Akselerasi ekonomi Kalimantan terutama bersumber dari perbaikan harga komoditas ungulan ekspor luar berbasis sumber daya alam. Sementara itu, ekonomi Sulawesi dan Mapua ditopang oleh perkembangan hilirisasi mineral yang semakin baik sehingga mendorong peningkatan ekspor nikel dan hasil olahannya (Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan). Di sisi lain, ekonomi Balinusra tercatat tumbuh terbatas pada 2017 yaitu sebesar 3,73% (yoy). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penurunan kuota ekspor mineral tembaga di NTB dan penurunan kunjungan wisman di akhir 2017 akibat erupsi Gunung Agung (Bali). Peningkatan kinerja ekonomi KTI di tahun 2017 terutama didorong oleh pertumbuhan ekspor luar negeri. Setelah terkontraksi sebesar 2,63% (yoy) pada tahun 2016, ekspor KTI tercatat tumbuh cukup tinggi mencapai 7,70% (yoy) di Peningkatan kinerja ekspor terutama didorong oleh Kalimantan dan Sulawesi serta membaiknya kontraksi ekspor Mapua. Peningkatan kinerja ekspor Kalimantan sejalan dengan perbaikan harga komoditas batu bara, CPO, dan karet di pasar global yang turut didukung oleh berkembangnya pasar tujuan ekspor yang baru. Untuk Sulawesi dan Mapua, peningkatan ekspor ditopang oleh relaksasi ekspor nikel berkadar rendah (low grade nickel) sejak awal Di samping itu, peningkatan jumlah wisman Tiongkok ke Sulawesi Utara pasca dibukanya beberapa rute penerbangan langsung turut mendukung peningkatan ekspor dari sisi jasa. Sementara itu, ekspor luar negeri Balinusra tercatat menurun yang dipengaruhi oleh terbatasnya permintaan untuk produk perikanan dan pakaian jadi (Bali) serta berkurangnya kuota ekspor mineral. Konsumsi pemerintah tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan pada tahun 2017 yaitu dari 0,24% (yoy) pada tahun 2016 menjadi 2,73% (yoy). Kondisi tersebut didukung oleh perbaikan tingkat konsumsi pemerintah di berbagai wilayah, terutama Kalimantan. Perbaikan didukung oleh perbaikan pendapatan seiring transfer dana Pusat tepat waktu sehingga mampu mendukung optimalisasi realisasi belanja daerah. Khusus untuk Sulawesi, penambahan anggaran dari Pusat sebagai dukungan bagi upaya peningkatan produksi pertanian turut mendorong perbaikan konsumsi pemerintah (Sulawesi Barat dan Gorontalo). Di Sulawesi Utara, konsumsi pemerintah yang lebih tinggi didukung oleh perbaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seiring peningkatan kinerja usaha perikanan daerah pada tahun sebelumnya. Sementara, konsumsi pemerintah di Balinusra ditopang oleh peningkatan realisasi biaya operasional dalam rangka pembangunan maupun persiapan event pariwisata nasional. Peningkatan penyerapan dana pemerintah tercermin dari kontraksi indikator giro pemerintah di perbankan pada tahun 2017 (Grafik IV.4). Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.4. Giro Pemerintah di Perbankan KTI Investasi (PMTB) di KTI turut berkontribusi pada penguatan ekonomi KTI sepanjang tahun Investasi tercatat tumbuh meningkat dari 3,61% (yoy) menjadi 4,94% (yoy). Akselerasi PMTB tersebut didorong oleh tumbuhnya investasi di Kalimantan pasca kontraksi yang terjadi pada tahun Percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti pembangunan 72

81 pos lintas batas negara (PLBN) di Kalimantan Barat serta peningkatan investasi non-bangunan dari pelaku usaha tambang dan industri seiring optimisme perbaikan harga komoditas menjadi pendorong utama perbaikan investasi. Di Sulawesi, pembangunan smelter baru dan peningkatan kapasitas produksi dari smelter yang telah beroperasi masih terus berlanjut. Pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap di Gorontalo masih terus berlanjut. Di Mapua, investasi ditopang oleh pembangunan proyek infrastruktur strategis salah satunya proyek Trans-Papua dan pembangunan terkait pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON). Sementara di Balinusra, program Pemda untuk peningkatan kualitas fasilitas publik dan pariwisata menjadi salah satu faktor utama yang menjaga kinerja pertumbuhan investasi bangunan maupun non-bangunan. Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi rumah tangga tercatat masih tumbuh cukup baik meski tidak sekuat tahun sebelumnya. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,77% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan 2016 yang tumbuh 4,85% (yoy). Perlambatan konsumsi rumah tangga disumbang oleh Mapua dan Balinusra. Selain itu, terbatasnya peningkatan UMP pada 2017 di Papua dan Papua Barat juga disinyalir memengaruhi konsumsi rumah tangga. Sementara, melambatnya kinerja pariwisata dan pertanian akibat perubahan status dan erupsi Gunung Agung sejak akhir triwulan III 2017 menekan konsumsi rumah tangga Balinusra. Perbaikan harga komoditas dunia berdampak positif terhadap pendapatan dan mendukung perbaikan daya belidi Kalimantan. Di samping itu, perbaikan kinerja pariwisata, produksi dan ekspor pertambangan menjadi faktor pendorong perbaikan daya beli di Sulawesi. Sejalan dengan meningkatnya kinerja ekspor, impor KTI turut mengalami peningkatan pada tahun Pertumbuhan impor tercatat mencapai 8,62% (yoy), setelah terkontraksi hingga -6,72% (yoy) di tahun Peningkatan impor terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Balinusra. Impor di berbagai daerah terutama berupa barang konsumsi dan barang antara untuk mendukung operasional usaha pertambangan dan industri pengolahan. Impor barang modal berkontribusi terhadap meningkatnya impor di Kalimantan. Meningkatnya tekanan impor tercermin dari akselerasi pertumbuhan impor non-migas pada tahun 2017 dibandingkan 2016 untuk hampir seluruh kategori barang (Grafik IV.5). Impor barang modal di Papua tercatat menurun sejalan dengan tertundanya investasi dari pelaku usaha di Papua. Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik IV.5. Impor Menurut Kategori Barang Memasuki triwulan I 2018, kinerja perekonomian KTI diprakirakan meningkat dibandingkan triwulan IV Peningkatan kinerja pertumbuhan diprakirakan berasal dari seluruh wilayah kecuali Sulawesi. Optimisme pada perkembangan ekonomi di Kalimantan, Mapua, dan Balinusra ditopang oleh membaiknya kinerja pertumbuhan ekspor luar negeri khususnya komoditas primer (pertanian dan pertambangan). Sementara itu, perekonomian Sulawesi diprakirakan tumbuh tidak sebaik triwulan IV 2017 seiring belum optimalnya kinerja investasi di awal tahun serta kembali normalnya konsumsi rumah tangga pascaperayaan hari besar keagamaan nasional (HBKN) dan Tahun baru. Dari sisi permintaan, ekonomi KTI triwulan I 2018 akan ditopang oleh akselerasi yang terjadi pada komponen ekspor. Peningkatan kinerja ekspor Kalimantan ditopang oleh peningkatan 73

82 ekspor kayu dan karet olahan seiring dengan meningkatnya permintaan global dan tingkat harga jual yang relatif terjaga. Selain itu, ekspor juga didukung oleh optimisme peningkatan ekspor alumina (Kalimantan Barat) dan batu bara (Kalimantan Tengah) seiring peningkatan permintaan sebagaimana terindikasi dari indikator purchasing managers index (PMI) mitra dagang utama KTI (Grafik IV.6). Untuk Sulawesi, peningkatan ekspor nikel didorong oleh semakin lancarnya proses produksi nikel matte (operasional) pascamaintenance mesin (Sulawesi Selatan). Di samping itu, ekspor ikan olahan dan gula juga diprakirakan meningkat seiring dengan terjaganya pasokan bahan baku. Adapun akselerasi ekspor luar negeri di Mapua dan Balinusra terutama didorong optimalisasi kuota dari izin ekspor usaha pertambangan. berlangsungnya tahap penyesuaian anggaran dan perencanaan kegiatan (Balinusra), serta keterlambatan pembahasan dan penyelesaian rincian dokumen penunjang realisasi anggaran beberapa Pemda kabupaten/kota (Mapua). Konsumsi rumah tangga KTI diprakirakan mengalami perlambatan pada triwulan I Perlambatan konsumsi rumah tangga terutama terjadi di Kalimantan dan Sulawesi yang dipengaruhi normalisasi permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan Tahun Baru, di tengah kinerja pariwisata yang juga sedikit melambat pasca peak season. Meski demikian, indikator Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada periode triwulan I 2018 cenderung masih menunjukkan cukup kuatnya kinerja konsumsi (Grafik IV.7) seiring dengan optimisme perbaikan pendapatan di Mapua dan Balinusra. Sumber: Bloomberg Grafik IV.6. Purchasing Managers Index Konsumsi pemerintah diprakirakan menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan I Peningkatan kinerja konsumsi pemerintah KTI didorong oleh akselerasi di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Secara umum, upaya dan komitmen Pemda untuk mengoptimalkan belanja operasional yang mendukung belanja infrastruktur di awal tahun menjadi faktor peningkatan konsumsi pemerintah. Selain itu, percepatan finalisasi dokumen pendukung realisasi anggaran juga telah diupayakan untuk selesai sejak akhir tahun 2017, khususnya di beberapa daerah di Sulawesi. Konsumsi pemerintah Balinusra dan Mapua diprakirakan tumbuh melambat akibat masih Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik IV.7. Indeks Tendensi Konsumen Pada triwulan I 2018, pertumbuhan investasi diprakirakan masih cukup tinggi meski belum optimal. Pertumbuhan investasi terutama berlangsung di seluruh KTI. Belum optimalnya kinerja investasi, khususnya investasi bangunan, akibat realisasi proyek Pemerintah Pemda yang masih terbatas seiring proyek infrastruktur baru yang masih dalam tahap lelang. Adapun untuk Balinusra, terdapat optimisme investasi seiring pulihnya perekonomian Bali pasca erupsi gunung berapi yang mendorong pelaku usaha merealisasikan investasi di bidang perhotelan yang sebelumnya tertunda. Di samping itu, perlu dicermati pertumbuhan investasi di masa pemilihan kepala daerah. 74

83 Kebutuhan impor mengalami peningkatan pada triwulan I Peningkatan impor terutama diprakirakan terjadi di Sulawesi dan Mapua sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan barang antara (bahan baku) untuk industri pengolahan (termasuk smelter) sebagai stok awal tahun. Peningkatan impor juga disumbang oleh meningkatnya impor barang konsumsi dan barang modal di Balinusra untuk keperluan investasi dan pariwisata Bali yang kembali pulih pasca erupsi Gunung Agung. Sementara itu, impor barang modal dan barang konsumsi di Kalimantan diprakirakan melambat seiring dengan masih terbatasnya konsumsi dan investasi di awal tahun. Lapangan Usaha Akselerasi perekonomian KTI pada tahun 2017 terutama ditopang oleh menguatnya kinerja LU pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, perdagangan dan akomodasi. Pertanian Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan LU pertanian, kehutanan, dan perikanan KTI mengalami perlambatan. Lapangan usaha pertanian tumbuh dari 4,67% (yoy) pada triwulan III 2017, menjadi 3,80% (yoy) pada triwulan IV Pertumbuhan LU pertanian didukung oleh peningkatan produksi dan harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (Kalimantan Timur, Kalimantan Utara), peningkatan produksi perikanan (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Mapua), dan berlangsungnya panen (Papua, Papua Barat). Perlambatan pertumbuhan LU pertanian KTI disebabkan oleh berakhirnya musim panen padi (Kalimantan Barat), ganguan produksi tabama dan hortikultura akibat cuaca yang kurang kondusif (Kalimantan Selatan) dan bencana banjir (Sulawesi Selatan). Untuk keseluruhan tahun 2017, LU pertanian KTI tercatat tumbuh meningkat. Peningkatan tersebut tercatat dari 4,20% (yoy) pada tahun 2016, menjadi 5,20% (yoy) pada Peningkatan ini didukung oleh perbaikan kinerja pertanian di Kalimantan, Mapua, dan Balinusra. Untuk Kalimantan, perbaikan produksi berlangsung pada komoditas karet dan kelapa sawit didukung upaya peningkatan luasan lahan produktif. Akselerasi pertumbuhan pertanian Mapua bersumber dari produksi tabama dan minimnya anomali cuaca sepanjang tahun Faktor cuaca yang lebih kondusif tersebut juga turut mendukung akselerasi volume penangkapan ikan di daerah sentra (Grafik IV.8). Di Balinusra, peningkatan kinerja pertanian ditopang oleh upaya peningkatkan produktivitas tabama oleh Pemerintah melalui perbaikan irigasi serta penyediaan alat dan mesin bagi para petani. Sementara, pertanian di Sulawesi mengalami perlambatan akibat kondisi curah hujan tinggi yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah sentra tabama, khususnya di Sulawesi Selatan. Sumber: Produsen dan Dinas Pemda terkait, diolah Grafik IV.8. Pertumbuhan Produksi Pertanian KTI Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik IV.9. Nilai Tukar Petani Pada triwulan I 2018, kinerja LU pertanian di KTI diprakirakan mengalami akselerasi. Perbaikan kinerja pertanian terjadi di semua wilayah. Hal ini sejalan dengan prakiraan kondisi cuaca yang lebih kondusif untuk kegiatan produksi TBS 75

84 (Kalimantan Selatan) dan tabama (Mapua). Di samping itu, beberapa daerah sentra akan memasuki musim panen tabama serta hortikultura. Upaya peningkatan luas tanam di Bali diprakirakan turut menjadi faktor pendukung akselerasi pertumbuhan pertanian. Selain itu, relaksasi transhipment dinilai akan menjaga tingkat produksi perikanan tangkap, khususnya di Sulawesi Utara. Optimisme terhadap peningkatan usaha pertanian tersebut tercermin dari masih tingginya NTP di beberapa daerah di awal triwulan berjalan (Grafik IV.9). Pertambangan Kinerja LU pertambangan tercatat mengalami perlambatan pada triwulan IV 2017 dari 2,89% (yoy) pada triwulan III 2017, menjadi 0,22% (yoy). Terbatasnya kinerja usaha pertambangan dipengaruhi oleh kontraksi yang terjadi di Kalimantan dan Balinusra. Faktor cuaca menjadi penyebab utama turunnya produksi batu bara Kalimantan karena kegiatan operasional di lokasi tambang tidak berjalan optimal. Hasil liaison ke pelaku usaha mengkonfirmasi bahwa anomali cuaca (kemarau basah) yang terjadi berdampak pada terhambatnya produksi. Sementara itu, terbatasnya sisa kuota ekspor mineral tembaga (Grafik IV.10) menyebabkan kegiatan produksi di Balinusra tidak dapat ditingkatkan di periode akhir tahun Sementara itu, kinerja tambang Sulawesi tercatat tumbuh cukup tinggi, meski tidak sebaik triwulan III Masih tingginya kinerja usaha tambang di Sulawesi ditopang oleh harga jual nikel yang masih tinggi dan aktivitas industri olahan nikel yang menguat sehingga membutuhkan tambahan output dari usaha pertambangan (Sulawesi Tengah). Di sisi lain, pemanfaatan perolehan izin ekspor mineral dan peningkatan permintaan gas alam untuk diolah industri lanjutan menjadi pendorong kinerja usaha pertambangan Mapua. Secara kumulatif, LU pertambangan KTI mengalami peningkatan pertumbuhan pada tahun 2017 dibandingkan tahun sebelumnya. Pertambangan KTI tercatat tumbuh meningkat dari 1,42% (yoy) di tahun 2016 menjadi 2,01% (yoy) pada Peningkatan tersebut didorong oleh naiknya permintaan global yang didukung oleh tren peningkatan harga komoditas, khususnya batu bara di Kalimantan. Peningkatan produksi bauksit dan aluminium pasca beroperasinya smelter di Kalimantan Barat juga turut mendorong kinerja pertambangan Kalimantan. Lebih lanjut, relaksasi kebijakan ekspor mineral (nikel kadar redah) juga turut mendukung peningkatan usaha tambang, khususnya di Sulawesi. Hal ini juga masih didukung oleh meningkatnya kebutuhan gas alam dan bijih nikel di Sulawesi untuk diolah lebih lanjut oleh industri produk LNG, feronikel, dan nickel pig iron. Namun demikian, akselerasi tertahan oleh adanya hambatan administratif dan negosiasi terkait izin ekspor mineral yang pada gilirannya menahan kegiatan produksi (Mapua). Adapun penurunan kuota ekspor mineral menjadi penyebab penurunan kinerja tambang di Balinusra. Sumber: Produsen, diolah Grafik IV.10. Pertumbuhan Produksi Mineral di KTI Memasuki triwulan I 2018, kinerja LU pertambangan diprakirakan kembali meningkat. Peningkatan permintaan batu bara di Kalimantan dari negara mitra dagang utama seiring dengan masih berlangsungnya musim dingin dan harga komoditas yang masih berada pada level yang cukup tinggi menjadi pendorong utama peningkatan kinerja pertambangan KTI di triwulan I 2018 (Grafik IV.11). Selain itu, adanya peningkatan kebutuhan batu bara di pasar domestik untuk pembangkit listrik turut 76

85 memperkuat kinerja usaha tambang (Kalimantan Selatan). Akselerasi produksi pertambangan juga disumbangkan oleh masih tingginya kebutuhan bijih nikel sebagai bahan baku industri pengolahan nikel di Sulawesi. Adapun optimalisasi produksi konsentrat mineral (tembaga) pasca diterbitkannya izin ekspor untuk eksportir di wilayah Mapua dan Balinusra turut menjadi faktor peningkatan kinerja usaha pertambangan KTI di triwulan berjalan. dagang terhadap produk nikel olahan menjadi penopang peningkatan pertumbuhan industri pengolahan Sulawesi. Sumber: Produsen, diolah Grafik IV.12. Pertumbuhan Produksi Manufaktur di KTI Sumber: World Bank, diolah Grafik IV.11. Indeks Harga Komoditas Ekspor Wilayah KTI Industri Pengolahan Setelah pada triwulan sebelumnya meningkat, kinerja LU industri pengolahan mengalami perlambatan pada triwulan IV Pertumbuhan industri pengolahan KTI tercatat tumbuh 4,36% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sebesar 4,88% (yoy). Perlambatan terutama dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan di Kalimantan dan Balinusra. Industri pengolahan migas yang merupakan salah satu industri dominan di Kalimantan tercatat tumbuh melambat, sejalan dengan indeks produksi LNG di Kalimantan Timur yang tumbuh lebih rendah pada triwulan IV 2017 (Grafik IV.12). Perlambatan perbaikan harga CPO dan kayu olahan menjadi disinsentif bagi usaha industri pengolahan di Kalimantan Utara. Sementara itu, melambatnya kinerja industri di Balinusra terindikasi merupakan dampak dari melemahnya permintaan pada masa bencana alam (Bali). Kinerja industri di wilayah Sulawesi dan Mapua tercatat mengalami peningkatan. Secara khusus, peningkatan permintaan mitra Kinerja industri pengolahan KTI untuk keseluruhan tahun 2017 tercatat melambat dari 6,55% (yoy) pada 2016, menjadi 4,81% (yoy) pada Perlambatan kinerja industri pengolahan terjadi di semua wilayah, kecuali di Mapua. Industri pengolahan Mapua ditopang oleh peningkatan permintaan LNG baik dari eksternal maupun domestik. Industri pengolahan Kalimantan melambat seiring dengan terganggunya pasokan bahan baku bagi industri pengolahan migas. Tingginya persaingan industri semen dan tepung mengakibatkan target produksi belum tercapai sepenuhnya (Sulawesi Selatan). Selain itu, tingkat produksi smelter nikel dan pabrik LNG baru pada tahun 2016 di Sulawesi yang sangat tinggi menjadi penyebab tertahannya kinerja pertumbuhan industri pengolahan di Sulawesi (base effect). Pada triwulan I 2018, kinerja LU industri pengolahan KTI diprakirakan masih mengalami tekanan. Secara spasial, sumber perlambatan terutama terjadi di wilayah Sulawesi dan Mapua. Perbaikan harga CPO dan minyak kelapa yang terbatas menjadi salah satu sumber perlambatan industri pengolahan di KTI. Selain itu, belum optimalnya kapasitas industri stainless steel di Sulawesi Tengah dan normalisasi permintaan industri LNG di Papua Barat turut menghambat akselerasi di awal tahun Perlambatan kinerja industri pengolahan KTI terindikasi dari 77

86 likert scale penjualan ekspor dan harga jual para pelaku usaha industri pengolahan yang relatif lebih rendah dengan persediaan yang cenderung meningkat (Grafik IV.13). Meski demikian, peningkatan produksi industri alumina dan karet (Kalimantan Barat) serta akselerasi produksi CPO pasca anomali cuaca di tahun 2017 (Kalimantan Selatan) menjadi faktor penopang pertumbuhan industri pengolahan yang diprakirakan meningkat di Kalimantan. Grafik IV.13. Likert Scale Kinerja Industri Pengolahan (Hasil Liaison Bank Indonesia) Konstruksi Pada triwulan IV 2017, LU konstruksi tumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan III Pertumbuhan tercatat meningkat dari 7,19% (yoy) pada triwulan III 2017, menjadi 8,31% (yoy) pada triwulan IV Peningkatan kinerja terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali Balinusra. Akselerasi usaha konstruksi didorong oleh upaya pencapaian target pembangunan berbagai proyek pemerintah maupun swasta. Proyek tersebut di antaranya pembangunan jalan Trans-Papua (Papua dan Papua Barat), penyelesaian jalan perbatasan (Kalimantan Barat), pembangunan fasilitas publik oleh pemerintah, pembangunan pabrik CPO baru dan upgrading kilang minyak (Kalimantan Timur), pembangunan pabrik karet dan biodesel (Kalimantan Tengah), pembangkit listrik (Sulawesi Barat, Gorontalo), serta berlanjutnya proyek hilirisasi industri di berbagai daerah di Sulawesi. Untuk keseluruhan tahun 2017, kinerja LU konstruksi di KTI tercatat tumbuh meningkat. Pertumbuhan usaha naik dari 4,66% (yoy) di tahun 2016 menjadi 6,69% (yoy). Akselerasi konstruksi terutama berlangsung di wilayah Sulawesi dan Kalimantan. Pertumbuhan yang tinggi tersebut antara lain didorong oleh pembangunan pembangkit listrik dan pabrik industri pengolahan pada tahun 2017, khususnya di Sulawesi. Selain itu, adanya pembangunan PLBN (Kalimantan Barat) dan akselerasi pembangunan properti juga turut menyumbang kenaikan kinerja LU konstruksi pada tahun 2017 di Kalimantan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit konstruksi yang tumbuh meningkat pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2016 (Grafik IV.14). Di sisi lain, capaian kinerja konstruksi di Mapua dan Balinusra relatif melambat dipengaruhi oleh terbatasnya kontruksi Pemda seiring peningkatan governance dalam pelaksanaan proyek sehingga memengaruhi durasi proses pengadaan. Sementara itu, perlambatan konstruksi di Balinusra terkait dengan telah dimulainya tahap penyelesaian beberapa proyek sektor riil swasta berupa hotel dan pabrik industri pengolahan baru. Sumber: LBU, diolah Grafik IV.14. Kredit ke Beberapa Lapangan Usaha Utama KTI Memasuki triwulan I 2018, meski tetap berada pada level pertumbuhan yang cukup tinggi, kinerja LU konstruksi diprakirakan tumbuh melambat. Perlambatan diprakirakan terjadi di seluruh wilayah. Melambatnya kinerja konstruksi dipengaruhi oleh belum dimulainya realisasi proyek baru, khususnya dari sisi pemerintah. Hal ini tercermin dari belum terakselerasinya jumlah 78

87 proyek yang akan memasuki fase konstruksi di awal 2018 (Grafik IV.15). Adapun tetap tingginya capaian pertumbuhan LU konstruksi ditopang oleh percepatan pembangunan PSN Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning (Kalimantan Utara), PLTA Kayan (Kalimantan Utara), pembangunan PLTU Sulbagut I (Gorontalo), serta proyek ekspansi usaha perhotelan di berbagai daerah untuk mengantisipasi peningkatan geliat pariwisata dan event berskala nasional hingga internasional. Di samping itu, berbagai proyek multiyears yang lain seperti proyek terkait PON 2020, pembangunan fisik infrastruktur pendukung train III pabrik LNG (Papua Barat), pembangunan Benoa Tourism Port (Bali), serta investasi kawasan industri di Maluku Utara turut menjadi penopang kinerja LU konstruksi di awal tahun Sumber: BCI Asia, diolah (per Januari 2018) Grafik IV.15. Perkiraan Jumlah Proyek yang Dimulai (Memasuki Fase Konstruksi) Perdagangan Pada triwulan IV 2017, LU perdagangan KTI mengalami akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perdagangan tercatat tumbuh sebesar 8,79% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,17% (yoy). Pertumbuhan yang lebih tinggi ini didorong oleh akselerasi di Kalimantan dan Sulawesi. Secara umum, peningkatan kinerja LU perdagangan di wilayah Sulawesi dan Kalimantan disebabkan oleh meningkatnya permintaan konsumsi seiring dengan adanya perayaan Natal dan libur akhir tahun. Peningkatan kinerja LU perdagangan tercermin dari meningkatnya indikator aktivitas bongkarmuat di salah satu pelabuhan utama KTI (Grafik IV.16). Sementara itu, perlambatan kinerja perdagangan di Balinusra dipengaruhi oleh turunnya jumlah wisman dan wisatawan nusantara (wisnus) karena bencana erupsi gunung berapi. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik IV.16. Volume Bongkar Muat di Pelabuhan Untuk keseluruhan tahun 2017, LU perdagangan secara agregat tumbuh meningkat. Peningkatan pertumbuhan tersebut tercatat dari 6,84% (yoy) menjadi 7,44% (yoy). Seluruh wilayah mencatat tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi dan akselerasi pertumbuhan terutama didorong oleh wilayah Kalimantan dan Balinusra. Perbaikan aktivitas ekonomi dan pendapatan yang ditopang ekspor berkontribusi pada menguatnya kinerja perdagangan besar maupun eceran di Kalimantan. Sementara itu, untuk Balinusra, capaian pertumbuhan usaha perdagangan terutama didukung oleh tetap meningkatnya kinerja pariwisata sepanjang tahun. Pada triwulan I 2018, LU perdagangan diprakirakan tetap tumbuh positif meskipun arahnya melambat. Perlambatan diprakirakan terjadi di wilayah Kalimantan dan Sulawesi seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat pasca HBKN dan momen perayaan Tahun Baru. Perkembangan ini juga sejalan dengan menurunnya prakiraan realisasi usaha perdagangan berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (Grafik IV.17). Sementara itu, usaha perdagangan wilayah Balinusra dan Mapua diprakirakan dapat tumbuh meningkat yang salah 79

88 satunya didukung oleh peningkatan kinerja perdagangan besar terkait dengan akselerasi ekspor mineral. Pulihnya pariwisata juga menjadi faktor penopang kinerja usaha perdagangan di Balinusra. oleh pembukaan rute penerbangan langsung internasional yang menghubungkan Manado (Sulawesi Utara) dengan beberapa kota di Tiongkok. Meski mengalami perlambatan di periode akhir tahun 2017, namun usaha penyediaan akomodasi di Balinusra 2017 tumbuh lebih tinggi dibanding 2016 didukung peningkatan jumlah wisman secara keseluruhan, khususnya wisman dari Eropa dan Tiongkok. Di samping itu, wilayah Balinusra juga masih menjadi destinasi utama penyelenggaraan berbagai event dan pertemuan (rapat) baik dari pihak swasta maupun pemerintah. p) Proyeksi Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Grafik IV.17. Perkembangan Kegiatan Dunia Usaha PHR Akomodasi Usaha penyediaan akomodasi (termasuk makanan dan minuman) tercatat mengalami perlambatan pada triwulan IV Usaha penyediaan akomodasi tumbuh 7,54% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh tinggi mencapai 9,99% (yoy). Perlambatan terutama di wilayah Balinusra akibat peningkatan aktivitas gunung berapi di Bali dan mendorong terjadinya pembatalan ratusan penerbangan, pelaksanaan MICE dan reservasi ribuan kamar hotel oleh wisman maupun wisnus. Kondisi ini terkonfirmasi dari indikator jumlah kedatangan wisman yang menunjukkan penurunan cukup dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik IV.18). Di sisi lain, kinerja usaha penyediaan akomodasi di Sulawesi dan Mapua tercatat tumbuh meningkat seiring dengan peningkatan permintaan pada periode libur di akhir tahun. Untuk keseluruhan tahun 2017, LU penyediaan akomodasi tumbuh lebih tinggi dari tahun Pertumbuhan tercatat dari 6,96% (yoy), menjadi 8,69% (yoy). Seluruh wilayah mengalami akselerasi, khususnya Sulawesi dan Balinusra. Peningkatan kinerja Sulawesi ditopang oleh meningkatnya kinerja pariwisata yang didukung Sumber: Badan Pusat Statisik, diolah Grafik IV.18. Jumlah Wisatawan Mancanegara Memasuki triwulan I 2018, LU akomodasi diprakirakan menunjukkan tanda pemulihan dan tumbuh lebih kuat dari triwulan sebelumnya. Sumber utama akselerasi tersebut datang dari pulihnya pariwisata di Balinusra. Seiring dengan kembali normalnya aktivitas vulkanis Gunung Agung (Bali), tingkat kunjungan wisatawan ke wilayah Balinusra diprakirakan membaik. Di samping itu, dibukanya rute penerbangan internasional baru dan adanya penambahan kapasitas hotel juga dinilai dapat menopang kinerja LU akomodasi. Pemerintah juga memiliki komitmen yang kuat untuk meningkatkan pariwisata melalui branding Bali and Beyond untuk menarik wisatawan asing. Selain itu, pengembangan daerah pariwisata lain di NTB, NTT, serta di wilayah KTI lainnya juga terus dilakukan untuk menarik minat para wisatawan. 80

89 Fiskal Daerah Persentase penyerapan pendapatan daerah dalam APBD 57 di KTI pada 2017 tercatat sebesar 96,36%, lebih rendah dari capaian triwulan yang sama tahun lalu sebesar 100,62%. Secara spasial, penurunan terjadi di seluruh wilayah, khususnya di Balinusra yang tercatat turun dari 104,43% pada 2016 menjadi 97,90% pada Dilihat dari komponennya, penurunan realisasi terjadi pada pos dana perimbangan. Sementara itu, pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pos lain-lain pendapatan daerah tercatat masih memiliki realisasi anggaran yang lebih baik dari periode sebelumnya (Tabel IV.2). Tabel IV.2. Realisasi Agregat APBD Provinsi di KTI Realisasi (%)* Komponen APBD 2016 Q Q4 Agregat KTI Pendapatan APBD Provinsi Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja APBD Provinsi Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Sumber: SKPD masing-masing provinsi *) Angka sangat sementara Persentase realisasi dana perimbangan di seluruh wilayah KTI pada 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi dana perimbangan terendah tercatat di Kalimantan, sebesar 85,19%. Rendahnya realisasi dana perimbangan di Kalimantan salah satunya dipengaruhi oleh kurang optimalnya kinerja LU pertambangan pada tahun 2016 seiring dengan harga komoditas yang rendah dan tumbuh melambat. Hal ini menyebabkan terbatasnya Dana Bagi Hasil (DBH) mineral dan batu bara (minerba) untuk periode Sementara itu, realisasi dana perimbangan tertinggi tercatat di 57 Data realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, seluruh provinsi di Sulawesi, Provinsi Papua, Bali, NTB, dan NTT Sulawesi, yang salah satunya didorong oleh kenaikan DBH pajak. Realisasi PAD untuk agregat KTI tercatat meningkat pada Peningkatan realisasi PAD terutama terjadi di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Balinusra. Realisasi pajak secara umum menjadi salah satu komponen pendorong peningkatan PAD terutama di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara itu, masih terjaganya kinerja pariwisata dinilai menjadi penopang realisasi PAD di Balinusra (Tabel IV.3 dan IV.4). Adapun penurunan PAD yang terjadi di Mapua dipicu oleh belum optimalnya penerimaan pajak, khususnya pajak air permukaan dan retribusi. Tabel IV.3. Realisasi Agregat APBD Provinsi di Kalimantan dan Sulawesi Realisasi (%)* Komponen APBD Kalimantan Sulawesi 2016 Q Q Q Q4 Pendapatan APBD Provinsi Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja APBD Provinsi Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Sumber: SKPD masing-masing provinsi *) Angka sangat sementara Tabel IV.4. Realisasi Agregat APBD Provinsi di Mapua dan Balinusra Realisasi (%)* Komponen APBD Mapua Balinusra 2016 Q Q Q Q4 Pendapatan APBD Provinsi Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja APBD Provinsi Belanja Operasional + Transfer Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Sumber: SKPD masing-masing provinsi *) Angka sangat sementara Penyerapan anggaran total belanja APBD masih belum optimal di seluruh wilayah, kecuali Kalimantan. Persentase penyerapan belanja di KTI pada 2017 tercatat sebesar 91,21%, lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 93,31%. Penurunan ini terutama terjadi pada komponen belanja operasional (termasuk transfer) dan belanja modal. Sementara itu, belanja tidak terduga 81

90 tercatat mengalami peningkatan realisasi yang cukup besar. Realisasi belanja operasional dan transfer di KTI pada 2017 lebih rendah dari tahun sebelumnya. Secara spasial, realisasi belanja operasional dan transfer yang lebih rendah tersebut terjadi di seluruh wilayah, kecuali Kalimantan. Setidaknya terdapat tiga faktor utama yang menjadi penyebab rendahnya realisasi belanja operasional dan transfer di KTI, yaitu realisasi program yang kurang sesuai dengan rencana kerja, penyesuaian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pasca Pilkada, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan. Serapan belanja modal di KTI juga lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja modal di Sulawesi tercatat sedikit meningkat, sementara disebagian besar wilayah mengalami penurunan. Kenaikan penyerapan belanja modal Sulawesi bersumber dari penyelesaian beberapa proyek pemerintah khususnya terkait dengan infrastuktur irigasi. Di sisi lain, serapan belanja modal paling rendah tercatat di Mapua yaitu sebesar 67,36%. Tantangan dalam penyediaan lahan dan proses lelang pengadaan proyek menjadi penyebab utama belum optimalnya realisasi belanja modal di Mapua. Tantangan dalam pelaksanaan lelang sejumlah proyek juga terjadi di wilayah Balinusra. Selain itu, rasionalisasi beberapa proyek infrastruktur seiring penundaan pencairan anggaran dari pusat menyebabkan kurang optimalnya belanja modal di berbagai daerah. Ke depan, mitigasi risiko terkait fiskal di KTI perlu terus ditingkatkan melalui sinergi berbagai pihak pemangku kepentingan. Sumber-sumber pendapatan baru yang berpotensi meningkatkan PAD perlu lebih dioptimalkan pengelolaannya untuk mendorong peningkatan kemandirian fiskal daerah. Risiko restrukturisasi organisasi pasca Pilkada perlu dimitigasi karena berpotensi memengaruhi pengelolaan fiskal daerah. Selain itu, beberapa permasalahan mendasar, seperti penyediaan (pembebasan) lahan dan penundaan lelang, perlu segera diatasi. Inventarisasi dan prioritas pelaksanaan proyek strategis dengan nilai paket pekerjaan yang besar dapat menjadi salah satu pertimbangan untuk mengoptimalkan serapan anggaran belanja sejak awal tahun. Perkembangan Inflasi Inflasi KTI triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi KTI pada periode laporan tercatat 3,35% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2017 yang sebesar 3,60% (yoy). Secara spasial, penurunan inflasi terjadi di Kalimantan, Sulawesi, dan Mapua, sementara di Balinusra mengalami peningkatan. Ditinjau dari kelompoknya, penurunan terbesar terjadi di kelompok volatile food (VF), terutama di wilayah Mapua dan Kalimantan. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered prices (AP) juga mencatatkan penurunan seiring telah selesainya periode penyesuaian tarif listrik dan relatif terkendalinya harga angkutan udara. Di sisi lain, inflasi kelompok inti (CI) tercatat sedikit meningkat, dipengaruhi tekanan permintaan saat HBKN Natal dan Tahun Baru Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik IV.19. Perkembangan Inflasi KTI dan Wilayah Penurunan inflasi terbesar terjadi di wilayah Mapua. Inflasi wilayah Mapua turun dari 2,31% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 1,53% (yoy) pada triwulan IV Penurunan terbesar terjadi pada kelompok volatile food. Komoditas utama penyumbang turunnya inflasi adalah bawang merah, bawang putih, dan layang/benggol. Penurunan harga bawang merah 82

91 terjadi seiring terjaganya pasokan dari sentra penghasil, baik di KTI maupun kawasan Jawa. Bawang putih juga mengalami penurunan harga seiring dengan dibukanya impor komoditas tersebut. Inflasi AP di Mapua juga merupakan yang terendah di KTI, akibat inflasi tarif angkutan udara yang relatif terjaga. Penurunan tarif angkutan udara terutama terjadi di Provinsi Maluku seiring upaya koordinasi TPID melalui Dinas Perhubungan yang aktif melakukan pengawasan dan himbauan kepada penyelenggara jasa penerbangan. Penurunan inflasi di Kalimantan merupakan yang kedua terbesar di KTI. Inflasi di wilayah tersebut turun dari 3,96% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 3,45% (yoy) pada triwulan IV Secara spasial, penurunan terbesar berasal dari Kalimantan Utara, terutama dari kelompok VF. Terjaganya pasokan bawang merah, bawang putih, dan cabai rawit mendorong terjadinya deflasi pada kelompok ini. Inflasi Sulawesi juga mengalami penurunan, dari 4,01% (yoy) menjadi 3,94% (yoy). Secara spasial, penurunan terjadi di semua provinsi, kecuali Sulawesi Selatan. Penurunan inflasi terutama didorong oleh kelompok VF, dengan ditopang oleh deflasi komoditas bawang merah, bawang putih, dan tomat sayur. Terjaganya pasokan bawang merah dari Brebes dan bawang putih impor menahan tekanan harga di tengah meningkatnya permintaan. Sementara itu, peningkatan tekanan pada kelompok inti dan AP di Sulawesi Selatan menahan penurunan inflasi kawasan Sulawesi secara keseluruhan. Peningkatan tekanan didorong kenaikan harga elpiji 3kg di tengah terbatasnya pasokan, serta peningkatan tarif angkutan udara seiring dengan meningkatnya permintaan pada hari libur akhir tahun. Selain itu, peningkatan harga emas perhiasan dan garam di provinsi tersebut juga mendorong kenaikan tekanan inflasi. Berbeda dengan kawasan lainnya, Balinusra mencatatkan peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Pada triwulan IV 2017, inflasi tercatat sebesar 3,20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,02% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh tingginya tekanan inflasi di Provinsi Bali dan NTB, sementara NTT masih mencatatkan deflasi. Kenaikan inflasi di kedua provinsi tersebut terutama didorong peningkatan inflasi kelompok VF, terutama beras dan telur ayam ras. Peningkatan aktivitas Gunung Agung serta cuaca yang tidak kondusif berdampak pada penurunan produksi di tengah meningkatnya permintaan pada akhir tahun. Di sisi lain, peningkatan aktivitas Gunung Agung juga mengakibatkan penurunan permintaan jasa angkutan udara. Hal ini mendorong penurunan tekanan pada kelompok AP di triwulan IV 2017, sekaligus menjadi faktor penahan laju inflasi di Balinusra. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik IV.20. Disagregasi Inflasi KTI Pada awal triwulan I 2018, inflasi Januari 2018 tercatat lebih rendah dari rata-rata historisnya. Inflasi Januari tercatat 0,56% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun terakhir sebesar 0,65% (mtm). Kelompok VF dan inti mengalami peningkatan inflasi, sementara kelompok AP mengalami deflasi seiring kembali normalnya permintaan, terutama angkutan udara. Inflasi VF bulan Januari 2018 bersumber dari peningkatan harga beberapa komoditas utama VF seperti beras, hortikultura, dan ikan segar. Kenaikan harga beras terjadi di tengah masa tanam komoditas yang masih berlangsung di beberapa sentra produksi, seperti di Sulawesi Selatan. Sementara itu, curah hujan tinggi di awal tahun yang dipengaruhi La Nina ringan 83

92 menyebabkan berkurangnya pasokan komoditas hortikultura seperti cabai dan tomat. Adapun kenaikan harga ikan segar terjadi akibat penurunan produksi pasca pembatasan penangkapan ikan di beberapa wilayah perairan dan cuaca yang kurang kondusif. Secara spasial, hampir semua provinsi di KTI mengalami inflasi pada Januari 2018, kecuali Papua. Berdasarkan perkembangan harga terkini, inflasi diprakirakan akan turun pada akhir triwulan I Berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, inflasi KTI pada triwulan I 2018 diprakirakan turun dibandingkan triwulan IV 2017 dan berada pada kisaran 2,60 3,00% (yoy). Sampai dengan pertengahan triwulan I 2018, Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia menunjukkan tekanan harga yang relatif terkendali. Pasokan tanaman bahan makanan diprakirakan meningkat seiring dengan berlangsungnya masa panen pada akhir triwulan I 2018 hingga triwulan II Selain itu, berdasarkan data BMKG kondisi cuaca dan curah hujan diprakirakan cukup kondusif untuk mendukung terjaganya pasokan hortikultura dan ikan segar. Di sisi lain, kenaikan tarif angkutan udara diprakirakan memberikan tekanan terhadap inflasi, terutama pada long weekend di akhir triwulan I Berdasarkan wilayahnya, penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2018 diprakirakan terjadi di semua wilayah KTI. Secara keseluruhan 2017 inflasi KTI tercatat masih berada dalam rentang sasaran inflasi nasional, meskipun lebih tinggi dibanding Kondisi tersebut tidak terlepas dari pengaruh kenaikan tekanan inflasi kelompok AP yang terutama bersumber dari penyesuaian subsidi TTL 900VA. Inflasi listrik sendiri menyumbangkan 0,85% terhadap inflasi tahunan KTI 2017 yang sebesar 3,35%. Apabila sumbangan inflasi listrik dikeluarkan dari angka pencapaian inflasi 2017 dan 2016, maka pencapaian inflasi KTI 2017 tercatat 2,50% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan 2016 yang sebesar 2,84% (yoy). Hal ini menggambarkan bahwa secara umum inflasi lebih terkendali pada tahun 2017, terutama pada kelompok VF. Secara spasial, peningkatan inflasi hampir terjadi di semua wilayah kecuali Mapua, seiring lebih terkendalinya inflasi kelompok AP, terutama komoditas angkutan udara. Sumber: Survei Pemantauan Harga Grafik IV.21. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.22. Ekspektasi Harga Konsumen Secara umum, pelaksanaan Roadmap Pengendalian Inflasi di KTI yang disusun sejak tahun 2015 mulai menunjukkan keberhasilan dalam menekan inflasi komoditas yang menjadi fokus pengendalian inflasi, terutama komoditas VF dan AP. Upaya TPID KTI dalam menekan inflasi VF terutama dilakukan dengan mendorong peningkatan pasokan, menurunkan hambatan distribusi komoditas pangan strategis, dan menjaga ekpektasi masyarakat. Dalam menjaga tekanan inflasi AP, khususnya angkutan udara, dilakukan koordinasi dengan penyedia jasa penerbangan terkait penambahan jadwal penerbangan, serta koordinasi aktif dengan Pemda dalam penjadwalan kegiatan besar di daerah. 84

93 Stabilitas Keuangan Daerah Stabilitas keuangan daerah di KTI pada akhir tahun 2017 berada pada kondisi yang aman seiring dengan terjaganya faktor-faktor risiko instabilitas (shock dari eksternal maupun kerentanan internal). Pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut pada tahun 2017, dengan didorong oleh perbaikan kinerja ekonomi negara maju dan negara berkembang. Di samping itu, kondisi tersebut turut mendorong peningkatan harga komoditas, terutama energi dan logam mineral. Perbaikan harga komoditas dunia tersebut mendorong pemulihan kinerja ekspor KTI di tahun Sementara itu, pergerakan nilai tukar yang stabil dengan volatilitas yang terjaga turut mendukung upaya para eksportir untuk dapat memanfaatkan momentum peningkatan harga komoditas. Selain itu, tekanan inflasi dan harga properti juga relatif terkendali pada tahun Hal ini dinilai berdampak positif pada terjaganya daya beli masyarakat dan kondisi keuangan rumah tangga secara keseluruhan. Ketahanan Sektor Korporasi Sejalan dengan membaiknya harga komoditas dan pertumbuhan ekspor, kinerja keuangan korporasi terbuka sampai triwulan III 2017 turut mengalami perbaikan. Profitabilitas korporasi di triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan triwulan II 2017, ditandai oleh profit margin dan hasil penjualan yang cukup tinggi. Perbaikan tersebut terutama terjadi pada korporasi yang bergerak di sublu pertambangan batu bara dan migas, sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi dunia dan negara mitra dagang yang turut mendorong peningkatan harga komoditas batu bara. Likuiditas juga tercatat mengalami perbaikan, diiringi oleh penurunan tingkat leverage yang tercermin dari penurunan Debt to Equity Ratio (DER). Seiring dengan peningkatan profitabilitas, repayment capacity korporasi semakin menunjukkan perbaikan, yang tercermin dari penurunan Debt Service Ratio (DSR). Sementara itu, para pelaku usaha yang menjadi responden survei Bank Indonesia turut melaporkan kondisi profitabilitas dan likuiditas yang masih cukup kuat hingga triwulan IV 2017 (Tabel IV.5). Hal ini sejalan dengan perbaikan realisasi kegiatan usaha beberapa pelaku usaha, khususnya yang bergerak di LU pertanian dan pertambangan. Peningkatan profitabilitas dan likuiditas tersebut dinilai sebagai upaya para pelaku usaha dalam mencapai target penjualan di akhir 2017 di tengah efisiensi biaya yang terus dilakukan dalam rangka mengoptimalkan margin usaha. Tabel IV.5. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka dan Pelaku Usaha di KTI Kinerja Keuangan Periode Korporasi Terbuka 2016 Q Q Q3 Profitabilitas (Return on Assets %) (2.29) Profitabilitas (Profit Margin %) Leverage (Debt to Equity Ratio ) Likuiditas (Current Ratio ) Kemampuan Bayar (DSR %) Pelaku Usaha Responden SKDU 2016 Q Q Q4 Likuiditas (%Baik - %Buruk) Profitabilitas (%Baik - %Buruk) Sumber: Bloomberg (diolah dari 44 perusahaan terbuka) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha Secara spasial, perbaikan kinerja korporasi terutama terjadi di wilayah Kalimantan. Hal ini didukung oleh besarnya jumlah korporasi terbuka batu bara dan migas yang beroperasi di Kalimantan. Perbaikan kinerja korporasi di Kalimantan tersebut ditopang oleh perbaikan harga komoditas. Tabel IV.6. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka Komoditas Kelapa Sawit Kinerja Keuangan Periode Korporasi Terbuka 2016 Q Q Q3 Profitabilitas (Return on Assets %) Profitabilitas (Profit Margin %) Leverage (Debt to Equity Ratio ) Likuiditas (Current Ratio ) Kemampuan Bayar (DSR %) Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan terbuka) Berdasarkan komoditasnya, profitabilitas korporasi kelapa sawit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, repayment capacity korporasi kelapa sawit tercatat 85

94 mengalami perbaikan yang tercermin dari penurunan DSR. Kinerja keuangan korporasi yang mengandalkan komoditas batu bara tercatat membaik pada triwulan III Perbaikan ini tercermin dari peningkatan profitabilitas korporasi, ditandai profit margin yang cukup tinggi. Perbaikan profitabilitas ini turut mendorong perbaikan likuiditas korporasi. Lebih lanjut, dari sisi leverage, terlihat bahwa pendanaan kegiatan operasional korporasi masih berasal dari utang yang tercermin dari tingginya DER, meski berada dalam tren yang menurun. Tabel IV.7. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka Komoditas Batu Bara Kinerja Keuangan Periode Korporasi Terbuka 2016 Q Q Q3 Profitabilitas (Return on Assets %) (6.45) Profitabilitas (Profit Margin %) Leverage (Debt to Equity Ratio ) Likuiditas (Current Ratio ) Kemampuan Bayar (DSR %) Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan terbuka) Kinerja korporasi dengan produk olahan logam mulai menunjukkan perbaikan setelah pada triwulan II 2017 mengalami penurunan. Kondisi ini didukung oleh kenaikan harga dan peningkatan produksi nikel sesuai dengan target akhir tahunnya. Secara umum, likuiditas korporasi produk logam juga masih solid yang diikuti oleh leverage yang cukup rendah. Tabel IV.8. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka Komoditas Produk Logam Kinerja Keuangan Periode Korporasi Terbuka 2016 Q Q Q3 Profitabilitas (Return on Assets %) (1.18) (1.39) (1.43) Profitabilitas (Profit Margin %) 3.56 (21.05) 2.04 Leverage (Debt to Equity Ratio ) Likuiditas (Current Ratio ) Kemampuan Bayar (DSR %) Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan terbuka) Membaiknya harga minyak dunia mendorong peningkatan kinerja korporasi di bidang migas. Kondisi tersebut menyebabkan profitabilitas perusahaan terjaga di tingkat yang sehat. Sementara itu, leverage dan repayment capacity juga cenderung membaik sehingga mendukung proses konsolidasi dan pemulihan kinerja korporasi secara umum. Hal ini disertai dengan likuiditas korporasi yang masih terjaga untuk membiayai kegiatan operasional maupun pembayaran utang jangka pendek. Tabel IV.9. Kinerja Keuangan Korporasi Terbuka Komoditas Minyak dan Gas Alam Kinerja Keuangan Periode Korporasi Terbuka 2016 Q Q Q3 Profitabilitas (Return on Assets %) (3.21) Profitabilitas (Profit Margin %) Leverage (Debt to Equity Ratio ) Likuiditas (Current Ratio ) Kemampuan Bayar (DSR %) Sumber: Bloomberg (diolah dari 12 perusahaan terbuka) Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Pertumbuhan kredit perbankan pada sektor korporasi meningkat pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut turut didukung oleh menurunnya rasio NPL seiring dengan upaya perbankan untuk melakukan restrukturisasi utang nasabah dan pemilihan secara lebih selektif. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tercatat masih tumbuh cukup tinggi, meski melambat dibandingkan triwulan III Tabel IV.10. Pertumbuhan dan NPL Kredit Korporasi g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi (5.78) (37.71) (29.23) Pertanian Tambang (6.61) (9.19) (17.75) Industri 2.44 (1.84) (15.46) Konstruksi (6.21) (2.89) Perdagangan Akomodasi Kalimantan Sulawesi Mapua Balinusra Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Pertumbuhan kredit kepada debitur korporasi pada triwulan IV 2017 meningkat menjadi 5,88% (yoy) dari 5,64% (yoy) di triwulan III Akselerasi terjadi pada kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Secara spasial, akselerasi 86

95 pertumbuhan kredit terjadi di wilayah Kalimantan dan Mapua. Secara sektoral, akselerasi pertumbuhan kredit di KTI terjadi di hampir seluruh LU kecuali tambang dan industri. Adapun pertumbuhan tertinggi tercatat pada LU pertanian. Akselerasi pertumbuhan kredit disertai membaiknya kualitas kredit korporasi. Rasio NPL sektor korporasi pada triwulan IV 2017 berada dibawah threshold 5%, yaitu sebesar 4,87%. Rasio NPL tersebut membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (4,90%) maupun pada periode yang sama di tahun lalu (5,21%). Penurunan NPL yang terjadi secara gradual dinilai merupakan dampak dari upaya korporasi yang terus melakukan perbaikan repayment capacity. Meski demikian, tiga lapangan usaha masih memiliki NPL di atas 5%, yaitu konstruksi (12,52%), tambang (9,41%), dan akomodasi (6,20%). Dari sisi spasial, hanya Kalimantan yang tercatat memiliki NPL di bawah 5%. NPL tertinggi berada di Sulawesi sebesar 6,85%. Kualitas kredit di Sulawesi yang kurang baik tersebut perlu mendapat perhatian perbankan dan pemangku kepentingan agar tidak menjadi faktor penghambat dalam penyaluran kredit ke depan. giro (14,81%; yoy). Secara spasial, melambatnya pertumbuhan DPK korporasi terjadi di seluruh wilayah, kecuali di wilayah Mapua. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Perbaikan kinerja keuangan korporasi di beberapa LU sejalan dengan kinerja keuangan rumah tangga pada triwulan IV 2017 yang menunjukkan peningkatan. Hasil survei Bank Indonesia (Grafik IV.24) mengindikasikan kenaikan penghasilan rumah tangga yang diikuti oleh peningkatan ekspektasi pengeluaran tiga bulan yang akan datang. Perkembangan yang cukup baik tersebut disertai juga dengan menurunnya alokasi penghasilan untuk membayar cicilan pinjaman, yang mengindikasikan adanya perbaikan kemampuan rumah tangga untuk membayar utangnya. Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.24. Kinerja Keuangan Rumah Tangga KTI Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.23. Pertumbuhan DPK Milik Korporasi Pertumbuhan DPK sektor korporasi tercatat melambat pada triwulan IV DPK perbankan tumbuh melambat pada triwulan IV 2017 menjadi 17,19% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 26,11% (yoy). Perlambatan DPK terjadi pada semua jenis simpanan, terutama deposito (12,93%; yoy) dan Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.25. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Kalimantan Secara spasial, kondisi keuangan rumah tangga di seluruh wilayah KTI secara umum juga tercatat menunjukkan peningkatan di triwulan IV Hasil survei Bank Indonesia 87

96 menunjukkan terjadinya peningkatan pendapatan yang diikuti oleh optimisme terhadap pengeluaran tiga bulan yang akan datang di Kalimantan dan Sulawesi. Adapun porsi alokasi pendapatan (penghasilan) untuk membayar cicilan pinjaman turun di hampir seluruh daerah, kecuali di Sulawesi. penghasilan untuk konsumsi, terutama di Sulawesi. Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.28. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Balinusra Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.26. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Sulawesi Sumber: Survei Konsumen Grafik IV.27. Kinerja Keuangan Rumah Tangga Mapua Membaiknya kondisi keuangan rumah tangga di KTI terindikasi didorong oleh perbaikan kinerja ekonomi secara umum di beberapa lapangan usaha utama pada tahun Perbaikan ini terjadi pada lapangan usaha utama seperti pertanian, pertambangan, konstruksi, perdagangan, maupun penyediaan akomodasi. Hal ini dinilai berdampak positif pada terjaganya tingkat pendapatan masyarakat. Meski demikian, dengan adanya berbagai risiko terhadap perkembangan ekonomi dan inflasi di berbagai daerah, rumah tangga dinilai menjadi lebih selektif dalam melakukan kegiatan konsumsi yang tercermin dari menurunnya alokasi Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga Sejalan dengan sektor korporasi, penyaluran kredit perbankan kepada sektor rumah tangga di KTI tercatat mengalami peningkatan pada triwulan IV Kredit kepada sektor rumah tangga tumbuh sebesar 11,36% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar 10,13% (yoy). Peningkatan terjadi seiring dengan meningkatnya kebutuhan konsumsi dalam rangka Natal dan Tahun Baru 2017 yang dibarengi dengan terjaganya pendapatan masyarakat, sehingga perbankan cukup yakin dalam melakukan penyaluran kredit. Kondisi tersebut juga tercermin dari NPL kredit sektor rumah tangga yang menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Rasio NPL kepada debitur rumah tangga tercatat sebesar 1,69% pada triwulan IV 2017, lebih rendah dari triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 1,89%. Berdasarkan jenis penggunaannya, akselerasi kredit didorong baik oleh kredit kepemilikan tempat tinggal, kendaraan bermotor, maupun multiguna. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) serta Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tercatat tumbuh meningkat dari 5,95% (yoy) menjadi 7,36% (yoy) pada triwulan IV Perbaikan pertumbuhan KPR dan KPA ini terutama didorong oleh KPR tipe 22 s.d. 70 seiring dengan relaksasi ketentuan loan to value (LTV). Sementara itu, pertumbuhan kredit multiguna juga tercatat 88

97 meningkat dari 11,46% (yoy) menjadi 15,06% (yoy), seiring dengan dorongan kebutuhan masyarakat pada musim akhir tahun. Tabel IV.11. Pertumbuhan dan NPL Kredit Rumah Tangga g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit KPR+KPA Tipe 21 (4.17) (19.37) (16.18) Tipe 22 sd Tipe > 70 (2.24) (0.62) (0.66) KKB (6.63) (4.38) (0.33) Roda 4 (3.84) (0.82) Roda 2 (10.67) (10.26) Multiguna Kalimantan Sulawesi Mapua Balinusra Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Secara spasial, peningkatan pertumbuhan kredit rumah tangga didorong oleh seluruh wilayah di KTI, kecuali Mapua. Penyaluran kredit perbankan kepada sektor rumah tangga pada triwulan IV 2017 di wilayah Sulawesi tercatat 11,58% (yoy), lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 9,16% (yoy). Kredit rumah tangga di Kalimantan juga tercatat tumbuh 9,90% (yoy), naik dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,75% (yoy). Adapun pertumbuhan kredit rumah tangga Balinusra juga meningkat dari 10,25% (yoy) menjadi 10,91% (yoy). khususnya pada kredit multiguna, KPR, KPA, dan KKB. Adapun jenis KPR tercatat menjadi penyumbang utama penurunan risiko kredit di rumah tangga KTI. Sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit rumah tangga, dana yang dihimpun perbankan dari sektor rumah tangga juga turut mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK tercatat mengalami akselerasi dari 5,70% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 6,91% (yoy) pada triwulan IV Secara spasial, hampir seluruh wilayah di KTI mengalami peningkatan, kecuali Balinusra. Berdasarkan jenis simpanannya, peningkatan terjadi pada simpanan jenis tabungan yang memiliki pangsa simpanan rumah tangga terbesar. Tabungan tumbuh meningkat dari 7,66% (yoy) menjadi 8,89% (yoy) pada triwulan III Akselerasi penghimpunan dana dari sektor rumah tangga ditopang oleh meningkatnya kinerja keuangan rumah tangga dan optimisme pada kondisi penghasilannya. Di sisi lain, akselerasi pertumbuhan DPK rumah tangga tertahan oleh melambatnya pertumbuhan deposito yang tercatat tumbuh sebesar 5,16% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (5,30%). Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.29. Pertumbuhan DPK Milik Perseorangan Per Wilayah Ketahanan rumah tangga KTI terus terjaga dengan baik, ditunjukkan dengan risiko kredit yang menurun. Berdasarkan penggunaannya, seluruh jenis kredit rumah tangga tercatat mengalami perbaikan kualitas penyaluran kredit, Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.30. Pertumbuhan Tabungan Milik Perseorangan Per Wilayah Tabungan tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan laporan. Secara spasial, hampir seluruh wilayah di KTI mengalami peningkatan pertumbuhan tabungan. Sulawesi mencatat peningkatan tertinggi, sedangkan Balinusra relatif melambat. 89

98 Penurunan rasio NPL terjadi di hampir seluruh LU. Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.31. Pertumbuhan Deposito Golongan Debitur Perseorangan Per Wilayah Di sisi lain, pertumbuhan deposito rumah tangga melambat pada triwulan IV Secara spasial, melambatnya pertumbuhan deposito terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali Mapua. Meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam rangka Natal dan Tahun Baru dinilai mendorong kreditur rumah tangga melakukan penarikan dana simpanan jangka panjangnya. Sementara itu, meningkatnya pertumbuhan deposito di wilayah Mapua menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan deposito KTI secara keseluruhan. Pembiayaan Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Pembiayaan UMKM menunjukkan ketahanan yang cukup baik pada triwulan IV Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi, yaitu mencapai 9,10% dengan risiko kredit yang menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan kredit UMKM masih terjadi di Sulawesi meski wilayah lain tercatat melambat. Secara sektoral, perlambatan kredit UMKM terutama terjadi di LU pertanian, tambang, konstruksi, perdagangan, dan penyediaan akomodasi. Perlambatan kinerja pada LU tersebut menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Hal ini tercermin pada perlambatan penyaluran kredit modal kerja dan investasi. Sementara itu, rasio NPL kredit UMKM tercatat sebesar 4,32%, menurun dibandingkan dengan triwulan III 2017 yang sebesar 4,87%. Tabel IV.12. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM* g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Modal Kerja Investasi Pertanian Tambang (7.08) (3.71) Industri Konstruksi Perdagangan Akomodasi Kalimantan Sulawesi Mapua Balinusra Sumber: Laporan Bank Umum, diolah *) Angka sangat sementara Tabel IV.13. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di Kalimantan* g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Pertanian Tambang (4.12) (5.08) Industri Konstruksi (4.11) Perdagangan Akomodasi 9.09 (3.32) Sumber: Laporan Bank Umum, diolah *) Angka sangat sementara Tabel IV.14. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di Sulawesi* g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Pertanian Tambang (4.49) (8.57) Industri Konstruksi (0.95) Perdagangan Akomodasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah *) Angka sangat sementara Secara spasial, kredit UMKM di Kalimantan, Mapua, dan Balinusra tumbuh melambat, meski kualitas kredit membaik. Kredit UMKM di Kalimantan tumbuh 9,57% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 10,91% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terutama dipengaruhi oleh belum meratanya perbaikan di LU pertambangan. Pertumbuhan 90

99 kredit di Kalimantan lebih ditopang oleh LU pertanian, industri, konstruksi, perdagangan, dan akomodasi. Sementara itu, kualitas kredit UMKM di Kalimantan tercatat mengalami perbaikan, tercermin dari turunnya rasio NPL dari 5,09% menjadi 4,27%. Pertumbuhan kredit UMKM di Sulawesi meningkat, didukung oleh perbaikan kualitas kredit. Kredit UMKM di Sulawesi tumbuh 9,88% (yoy), lebih baik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,95% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut didorong terutama oleh LU tambang, industri, perdagangan, dan akomodasi. Dari sisi risiko kredit, pembiayaan UMKM menunjukkan perbaikan dan telah berada di bawah threshold 5%. Perbaikan kualitas kredit (NPL) terjadi di sebagian besar LU, terutama pertanian, tambang, dan perdagangan. Tabel IV.15. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM di Mapua* g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Pertanian (6.66) Tambang (2.99) Industri Konstruksi (8.57) Perdagangan Akomodasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah *) Angka sangat sementara Kredit UMKM di Mapua menunjukkan perlambatan yang disertai dengan perbaikan kualitas kredit, meskipun masih di atas threshold. Kredit UMKM Mapua tumbuh 0,77% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,23% (yoy). Perlambatan tersebut terutama didorong LU pertanian, tambang, konstruksi, perdagangan, dan penyediaan akomodasi. Dari sisi kualitas kredit, rasio NPL UMKM di Mapua masih cukup tinggi, yakni mencapai 7,39% pada triwulan IV 2017, meskipun sedikit membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,34%. Hampir seluruh LU mengalami perbaikan rasio NPL. NPL tertinggi tercatat terjadi di LU konstruksi. Hal ini dipengaruhi oleh cukup banyaknya proyek yang tertunda sehingga berpengaruh pada kemampuan membayar kontraktor. Pertumbuhan kredit UMKM di Balinusra masih cukup tinggi walaupun melambat, diiringi dengan penurunan risiko kredit. Pertumbuhan kredit UMKM di Balinusra tercatat sebesar 10,91% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 11,56% (yoy). Perlambatan kinerja pertanian ditengarai menjadi penyebab perlambatan kredit UMKM, seiring bencana alam erupsi Gunung Agung yang memberikan pengaruh negatif terhadap beberapa sentra pertanian. Selain itu, kinerja pertambangan yang belum pulih serta ketatnya persaingan usaha di LU akomodasi juga turut memberi pengaruh pada melambatnya kredit UMKM secara umum. Di sisi lain, kualitas kredit UMKM di Balinusra menunjukkan perbaikan, tercermin pada penurunan rasio NPL dari 3,21% di triwulan sebelumnya menjadi 2,89% di triwulan IV Secara sektoral, LU konstruksi masih memiliki rasio NPL terbesar yaitu 6,08% seiring tingginya risiko usaha LU tersebut, terutama terkait pembebasan lahan. Sementara itu, hampir seluruh LU mengalami perbaikan kualitas kredit, kecuali pertanian. Tabel IV.16. Pertumbuhan dan Rasio NPL Kredit UMKM di Balinusra* g Kredit (% yoy) NPL (%) Indikator & Wilayah IV III IV IV III IV Total Kredit Pertanian Tambang (46.96) (27.75) (18.17) Industri Konstruksi Perdagangan Akomodasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah *) Angka sangat sementara Rasio kredit UMKM terhadap total kredit di KTI tercatat menurun, terutama disebabkan penurunan di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Mapua. Secara agregat, rasio kredit UMKM menurun dari 28,35% di triwulan III 2017 menjadi 28,24% di triwulan IV Penurunan rasio tersebut menunjukkan peningkatan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kredit UMKM di 91

100 tengah perlambatan beberapa LU di KTI. Perbankan di KTI perlu terus didorong untuk mengoptimalkan penyaluran kredit ke lapangan usaha lain yang memiliki prospek baik seperti perdagangan dan industri pengolahan berorientasi ekspor. Selain itu, peran jaringan yang dimiliki untuk memetakan UMKM potensial lainnya perlu dimaksimalkan, termasuk utilisasi dari Layanan Keuangan Digital (LKD) maupun program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (yoy) dan -11,97% (yoy). Capaian tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi tersebut terjadi sejak pertengahan 2016, ditengarai akibat perubahan batas minimal transaksi BI-RTGS dari sebelumnya Rp500 juta menjadi Rp100 juta. Perubahan ini memunculkan irisan layanan antara RTGS dan SKNBI di mana transfer dana antar nasabah dengan nominal antara Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta yang sebelumnya hanya dapat dilakukan via SKN juga dapat dilakukan via RTGS per tanggal 1 Juli Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Grafik IV.32. Rasio Kredit UMKM Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Sistem Pembayaran Nontunai Sejalan dengan peningkatan aktivitas masyarakat di akhir tahun, kinerja sistem pembayaran di KTI menunjukkan peningkatan. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan nominal transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) di wilayah di KTI. Transaksi kliring pada triwulan IV 2017 di KTI secara nominal menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan III Volume transaksi SKNBI pada triwulan IV 2017 tercatat sebanyak 2,29 juta lembar dengan nilai nominal sebesar Rp82,33 triliun, meningkat dibandingkan triwulan III yang tercatat sebanyak 2,23 juta lembar dengan nilai nominal Rp78,86 triliun. Meskipun demikian, pertumbuhan volume dan nominal masih mengalami kontraksi, yakni sebesar -8,51% Grafik IV.33. Volume Transaksi Kliring Secara spasial, sebagian besar wilayah KTI menunjukkan peningkatan volume dan nominal transaksi SKNBI, meski pertumbuhannya melambat. Peningkatan pertumbuhan hanya dicatatkan oleh wilayah Mapua dengan pertumbuhan volume sebesar 1,7% (yoy) dan nominal yang terkontraksi sebesar -14,1% (yoy), lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 1,2% (yoy) dan - 15,7% (yoy). Hal ini sejalan dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Sementara itu, pertumbuhan volume dan nominal kliring di wilayah Kalimantan, Balinusra, dan Sulawesi pada triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan triwulan III Di Kalimantan, volume dan nominal kliring masing-masing mencatatkan kontraksi -3,9% (yoy) dan -6,5% (yoy) pada triwulan IV Sulawesi mencatatkan volume transaksi dan nominal yang terkontraksi masing-masing sebesar -12,7% (yoy) dan -16,6% (yoy) pada triwulan IV Sementara Balinusra mengalami penurunan pada 92

101 volume transaksi sebesar -11,8% (yoy) dan - 13,0% (yoy) untuk nominal pada triwulan IV Grafik IV.34. Nominal Transaksi Kliring Berdasarkan aliran transaksinya, KTI mengalami net outflow transaksi kliring kredit. Outflow terbesar tercatat ke wilayah Jawa dengan nilai sebesar Rp28,45 triliun, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang juga mengalami outflow sebesar Rp27,4 triliun. Aliran dana dari KTI yang meningkat pada triwulan IV 2017 sejalan dengan peningkatan impor antar daerah di triwulan IV 2017 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di akhir tahun. Sementara itu, netflow aliran transaksi kliring sesama wilayah di KTI tercatat sebesar Rp136 miliar, dengan netflow terbesar tercatat dari wilayah Mapua ke wilayah Sulawesi sebesar Rp80 miliar. Di sisi lain, BI-RTGS mencatatkan peningkatan pertumbuhan nominal transaksi pada triwulan IV Nominal transaksi RTGS KTI tumbuh sebesar 26,43% (yoy), lebih tinggi dari triwulan III 2017 yang sebesar 19,98% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan aktivitas transaksi di KTI selama akhir tahun, baik transaksi masyarakat maupun dari pemerintah. Namun demikian, volume transaksi RTGS di KTI tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu dari 29,31% (yoy) di triwulan III 2017 menjadi 13,39% (yoy) di triwulan IV Hal tersebut menunjukan lebih tingginya rata-rata nilai transaksi pada instrumen RTGS yang diindikasikan digunakan untuk kebutuhan bisnis. Kondisi tersebut relatif sejalan dengan perkembangan sublu perdagangan besar dan LU konstruksi yang mengalami peningkatan kinerja pada triwulan IV Secara spasial, peningkatan pertumbuhan nominal transaksi RTGS terjadi hampir di seluruh wilayah KTI. Pertumbuhan nominal tertinggi terjadi di Balinusra, yaitu sebesar 59,67% (yoy) pada triwulan IV Sementara itu, pertumbuhan nominal RTGS di Kalimantan tercatat sebesar 25,55% (yoy), dan di Sulawesi sebesar 18,74% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan volume transaksi RTGS di ketiga wilayah tersebut tercatat melambat pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III Selain itu, pertumbuhan RTGS di Mapua tercatat sedikit melambat baik dari sisi nominal maupun volume. Grafik IV.35. Nominal & Growth Transaksi RTGS Transfer dana KTI mengalami peningkatan, baik untuk transaksi transfer dana outgoing dan incoming domestik maupun luar negeri. Pada triwulan IV 2017, KTI mencatatkan incoming transfer sebesar Rp0,28 triliun dan outgoing transfer sebesar Rp1,46 triliun. Dengan demikian, transaksi transfer dana domestik di KTI pada triwulan IV 2017 mengalami net outflow sebesar Rp1,18 triliun. Secara spasial, transfer dana domestik seluruh wilayah KTI pada triwulan IV 2017 mencatatkan net outflow. Net outflow domestik terbesar terjadi di wilayah Kalimantan, sejalan dengan pangsa perekonomiannya yang paling besar di KTI. Pada periode yang sama, transfer dana luar negeri di KTI tercatat net inflow sebesar Rp1,74 triliun. Transfer outgoing luar negeri KTI tercatat 93

102 sebesar Rp0,13 triliun dan incoming sebesar Rp1,87 triliun pada triwulan IV KTI menyumbang sekitar 17% dari net inflow nasional yang sebesar Rp10,45 triliun, masih relatif kecil dibandingkan kawasan lainnya. Secara spasial, seluruh wilayah KTI mencatatkan transaksi net inflow transaksi transfer dana luar negeri pada triwulan IV Berdasarkan pangsanya, porsi terbesar transfer dana di KTI untuk transaksi domestik terjadi di Kalimantan, dengan porsi sebesar 51,97% dan 32,92% masing-masing untuk outgoing dan incoming. Sementara itu, pangsa terbesar transfer dana luar negeri di KTI tercatat di Balinusra yaitu masing-masing sebesar 36,23% dan 68,86% untuk transaksi outgoing dan incoming. Kondisi tersebut sejalan dengan karakteristik Bali dan NTB yang merupakan daerah tujuan wisata utama dan NTB sebagai pemasok TKI. Upaya elektronifikasi di KTI terus menunjukan perkembangan positif meski beberapa tantangan masih mengemuka. Penetrasi nontunai di jalan tol Bali Mandara telah mencapai 100%, sementara penetrasi nontunai pada jalan tol di Makassar relatif masih terbatas. Jumlah Gardu Tol Otomatis (GTO) di Makassar per Desember 2017 tercatat sebanyak 14 GTO atau 38% dari total seluruh gardu. Seluruh gerbang tersebut memiliki penetrasi nontunai di bawah 100% dengan penetrasi tertinggi sebesar 55,30% pada gerbang Cambaya. Beberapa kendala yang menghambat antara lain infrastruktur yang belum memadai, masih cukup banyaknya gardu hybrid, dan faktor teknis penyelesaian masalah oleh operator uang elektronik (penyempurnaan SOP). Untuk mengatasi hal tersebut, BI bekerjasama dengan perbankan dan BUJT akan terus melakukan edukasi melalui berbagai media sehingga pada 2018 penetrasi nontunai dapat lebih optimal. Dengan menggunakan nontunai, pengelolaan jalan tol akan menjadi lebih efisien dari sisi biaya. Selain itu, dari sisi pengguna, manfaat yang diperloleh dari penggunaan nontunai adalah memangkas waktu transaksi di loket sehingga lebih efisien dari sisi waktu. Selanjutnya, capaian implementasi bantuan sosial nontunai di KTI tercatat meningkat dibandingkan triwulan III 2017, baik untuk penyaluran maupun penyerapan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pada posisi Desember 2017, penyerapan BPNT I VI mencapai > 85% dari penyaluran, baik secara nominal maupun jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Penyerapan BPNT di KTI periode Desember 2017 tercatat sebanyak KPM, dengan nilai sebesar Rp67,77 miliar. Sementara itu, penyerapan PKH di KTI pada periode Desember 2017 tercatat sebesar KPM, dengan nilai sebesar Rp2,3 triliun. Tingkat penyerapan PKH I IV juga tercatat cukup tinggi, yaitu > 97% dari KPM Penyaluran. Meskipun demikian, elektronifikasi di KTI masih dapat dioptimalkan. Beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah terbatasnya pendamping KPM di NTB dan Papua, serta lokasi agen yang relatif jauh dari KPM di beberapa lokasi. Implementasi nontunai pada transaksi Pemerintah Daerah terus menunjukkan perkembangan positif. Sebagian besar transaksi (baik penerimaan ataupun pengeluaran) pemerintah provinsi di wilayah KTI telah dilakukan secara nontunai. Meski demikian, masih terdapat beberapa transaksi pemerintah yang masih dilakukan secara tunai, seperti uang perjalanan dinas, penerimaan retribusi daerah, uang lembur, dan sebagian besar gaji pegawai lepas harian. Keterbatasan infrastruktur menjadi tantangan utama implementasi transaksi nontunai tersebut. Pengelolaan Uang Rupiah Kebutuhan uang kartal masyarakat di KTI selama triwulan IV 2017 mengalami peningkatan yang tercermin dari posisi net outflow sebesar Rp25,81 triliun. Kondisi ini sejalan dengan pola historis yang menunjukkan posisi aliran uang kartal pada triwulan IV 94

103 umumnya outflow, akibat tingginya aktivitas ekonomi rumah tangga pada periode perayaan Hari Natal dan libur tahun baru. Posisi net outflow menunjukkan bahwa aliran uang kartal yang keluar dari Bank Indonesia lebih besar dibandingkan uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia. Posisi net outflow pada triwulan IV 2017 juga tercatat lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp19,68 triliun. Secara spasial, seluruh wilayah KTI menunjukkan posisi net outflow pada triwulan IV 2017, dengan net outflow terbesar terjadi pada wilayah Kalimantan sebesar Rp8,76 triliun. Sementara pada periode yang sama, net outflow terendah terjadi di Balinusra sebesar Rp3,34 triliun. dimusnahkan mencapai Rp9,31 triliun dengan rasio terhadap inflow sebesar 43,33%. Jumlah pemusnahan tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp11,93 triliun, namun dengan rasio terhadap inflow yang lebih tinggi dari triwulan III 2017 sebesar 35,77%. Tingkat pemusnahan terbesar secara berturutturut ada di wilayah Kalimantan sebesar Rp3,31 triliun, Balinusra sebesar Rp2,79 triliun, Sulawesi Rp2,55 triliun, dan Mapua sebesar Rp0,65 triliun. Grafik IV.37. Temuan Uang Palsu Grafik IV.36. Aliran Uang Kartal Terkait kegiatan pengedaran uang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia di KTI terus berupaya meningkatkan layanan perkasan di daerah. Hal ini ditempuh melalui perluasan jaringan kas titipan dengan pembukaan 11 kas titipan baru di KTI selama triwulan IV 2017 di wilayah Sulawesi, Mapua, dan Kalimantan yang bekerjasama dengan Bank Umum dan BPD. Selain itu, dilakukan pula upaya peningkatan jangkauan layanan pengedaran uang di area perbatasan dan kepulauan terpencil melalui inisiatif BI Jangkau. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan soil level (kualitas uang yang diedarkan) dan menekan angka temuan uang palsu di masyarakat. Seiring dengan kebijakan clean money policy, kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Selama triwulan IV 2017, jumlah UTLE yang Jumlah uang yang diragukan keasliannya yang dilaporkan kepada Bank Indonesia di KTI pada triwulan IV 2017 tercatat meningkat. Temuan uang palsu pada triwulan IV 2017 tercatat sebanyak lembar, lebih banyak daripada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar lembar dengan dominasi uang pecahan besar (Rp50 ribu dan Rp100 ribu). Secara spasial, uang palsu terbanyak ditemukan di wilayah Kalimantan (3.786 lembar), sementara yang terendah di wilayah Mapua (92 lembar). Untuk mengantisipasi peningkatan peredaran uang palsu, edukasi kepada masyarakat terkait ciri-ciri keaslian uang Rupiah terus dilakukan di seluruh daerah. Selain itu, terus dilakukan pula penguatan koordinasi antara Bank Indonesia, perbankan, dan pihak yang berwenang dalam hal penanganan laporan masyarakat terkait uang yang diragukan keasliannya. KUPVA Bukan Bank Hingga Desember 2017, Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) berizin di wilayah KTI terus mengalami 95

104 peningkatan. Hal ini tercermin dari peningkatan transaksi KUPVA BB berizin. Transaksi KUPVA di KTI pada triwulan IV 2017 (Oktober-November) tercatat mencapai Rp3,99 triliun untuk transaksi penjualan dan Rp3,95 triliun untuk transaksi pembelian. Transaksi tersebut lebih tinggi dibandingkan transaksi penjualan dan pembelian pada triwulan IV 2016 (Oktober-November) yang masing-masing sebesar Rp3,42 triliun dan Rp3,38 triliun. Secara spasial, NTB merupakan provinsi dengan pertumbuhan transaksi KUPVA tertinggi yakni 176,9% (yoy) untuk transaksi penjualan dan 175,6% (yoy) untuk transaksi pembelian. Peningkatan transaksi KUPVA BB KTI pada triwulan IV 2017 sejalan dengan kuatnya kinerja pariwisata yang ditandai dengan peningkatan kunjungan wisman ke wilayah Balinusra dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, sepanjang 2017 Bank Indonesia terus bekerja sama dengan pihak berwajib untuk meningkatkan upaya penertiban KUPVA BB tidak berizin. Hal ini dilakukan untuk mencegah risiko pemanfaatan KUPVA BB untuk kegiatan pencucian uang, pendanaan terorisme, judi online, dan kejahatan lainnya sesuai dengan yang diatur pada PBI No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober Selain itu, upaya penertiban KUPVA BB juga dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen sekaligus mendukung pengembangan pariwisata di Indonesia. Keuangan Inklusif Perkembangan keuangan inklusif di KTI pun mengindikasikan perbaikan. Hal ini ditandai dengan kenaikan jumlah uang elektronik (unik) dan kenaikan transaksi pembayaran menggunakan unik. Pada triwulan IV 2017, transaksi pembayaran dengan uang elektronik mencapai Rp0,36 triliun, tumbuh 237,9% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang sebesar 26,22% (yoy). Berdasarkan proporsi nominalnya pada triwulan IV 2017, pembayaran paling tinggi terjadi di Sulawesi dengan share 50,50% dari total pembayaran dengan unik di KTI. Hal tersebut sejalan dengan sudah cukup baiknya implementasi nontunai di Sulawesi yang didukung ketersediaan infrastruktur serta proporsi KPM Bansos yang cukup besar di KTI. Sementara itu, proporsi paling rendah penggunaan unik untuk pembayaran di KTI berada di wilayah Mapua, dengan share 0,63% seiring masih terbatasnya infrastruktur pendukung. Prospek Perekonomian Prospek Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi KTI pada triwulan II 2018 diprakirakan terakselerasi dibandingkan triwulan I Peningkatan tersebut utamanya disumbang oleh wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Perbaikan di dua wilayah tersebut diprakirakan ditopang oleh menguatnya permintaan pada bulan Ramadhan yang diikuti oleh perayaan Lebaran. Hal ini akan mendorong konsumsi rumah tangga sekaligus mendukung optimisme pada LU industri pengolahan dan usaha perdagangan. Di samping itu, perkembangan positif hilirisasi SDA, terutama meningkatnya produksi alumina (Kalimantan) dan stainless steel (Sulawesi), juga akan berkontribusi pada akselerasi pertumbuhan. Di Kalimantan, pertumbuhan ekonomi juga akan didorong oleh kenaikan permintaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik. Produksi batu bara juga akan ditingkatkan untuk memenuhi permintaan mitra dagang (India dan ASEAN) sehingga turut berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor luar negeri. Untuk Sulawesi, percepatan kinerja ekonomi akan ditopang juga oleh usaha konstruksi melalui peningkatan intensitas pembangunan pembangkit listrik, realisasi proyek strategis jalan tol, bendungan, pelabuhan, smelter, serta gedung pusat perbelanjaan di berbagai daerah. Sementara itu, wilayah Mapua dan Balinusra diprakirakan tumbuh cukup baik meskipun lebih lambat dari capaian pertumbuhan triwulan I Perlambatan di Mapua dan Balinusra tersebut terutama disebabkan oleh masih 96

105 tertahannya ekspor luar negeri terkait perlambatan hasil produksi sublu pertambangan mineral di Papua, Maluku Utara, dan NTB. Perlambatan produksi mineral di Papua diprakirakan terjadi akibat rencana proses peralihan area tambang open pit ke underground. Sementara itu, perlambatan usaha tambang di Maluku Utara dan NTB diakibatkan belum adanya peningkatan kapasitas produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Lapangan usaha pertanian di Mapua dan Balinusra juga diprakirakan melambat karena masih terbatasnya produksi hortikultura dan hewan ternak karena datangnya musim tanam dan adanya gangguan cuaca. Dari sisi permintaan, akselerasi ekonomi KTI diprakirakan berasal dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi (rumah tangga serta pemerintah) di tengah melambatnya kinerja ekspor luar negeri dan investasi (PMTB). Akselerasi konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2018 terutama bersumber dari penguatan sisi permintaan yang didorong oleh pelaksanaan Pilkada, tingginya permintaan pada saat Ramadhan, dan tibanya momen perayaan Lebaran. Terkait konsumsi pemerintah, akselerasi akan didukung oleh perkiraan pencairan gaji ke- 13 dan THR untuk pegawai negeri sipil (PNS) serta dana desa. Selain itu, dimulainya pengerjaan proyek Pemerintah Daerah pasca proses lelang di awal tahun juga akan turut meningkatkan konsumsi pemerintah terkait kegiatan operasional pendukung proyek. Di sisi lain, melambatnya kinerja ekspor tidak terlepas dari penurunan produksi mineral yang terjadi di Mapua dan Balinusra. Sementara itu, Pilkada serentak pada akhir triwulan II 2018 diprakirakan berdampak pada perlambatan investasi swasta akibat kecenderungan wait and see dari pelaku usaha hingga selesainya pelaksanaan Pilkada. Meski demikian, investasi diprakirakan dapat tumbuh cukup tinggi yang didukung oleh realisasi proyek infrastruktur yang bersifat multiyears dari Pemda. Dari sisi lapangan usaha, akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2018 akan bersumber dari meningkatnya kinerja hampir seluruh lapangan usaha perekonomian KTI, kecuali pertanian dan pertambangan. Momen Ramadhan dan Lebaran serta Pilkada serentak di akhir triwulan II 2018 diprakirakan berdampak positif pada kinerja LU industri pengolahan (makanan-minuman, tekstil dan pakaian jadi, percetakan), perdagangan, serta penyediaan akomodasi (hotel dan restoran). Sementara itu, LU konstruksi juga diprakirakan terus mengalami ekspansi yang didukung oleh realisasi Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pembangunan jalan tol, pelabuhan, pembangkit listrik, serta berlanjutnya proyek-proyek terkait PON 2020 di Papua. Adapun melambatnya kinerja LU pertanian disebabkan oleh belum optimalnya produksi peternakan dan hortikultura akibat gangguan cuaca (Balinusra) serta tibanya musim tanam tabama di berbagai daerah sentra (Kalimantan dan Sulawesi). Terkait perlambatan kinerja pertambangan, selain karena melemahnya produksi mineral di Mapua dan Balinusra, produksi mineral di Sulawesi juga diprakirakan tumbuh melambat seiring dengan jumlah hari dan waktu kerja yang lebih sedikit pada periode Ramadhan dan Lebaran. Untuk keseluruhan tahun 2018, optimisme perbaikan kinerja ekonomi KTI diprakirakan berlanjut dari tahun Ekonomi KTI tahun 2018 diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,1%- 5,5% (yoy), lebih tinggi dari capaian 2017 yang tumbuh sebesar 5,10% (yoy). Secara spasial, menguatnya pertumbuhan ekonomi KTI pada tahun 2018 akan didorong oleh akselerasi ekonomi di wilayah Sulawesi, Mapua, dan Balinusra. Peningkatan ekspor luar negeri menjadi faktor utama pendorong akselerasi ekonomi di tiga wilayah tersebut. Hal ini didukung oleh produksi lapangan usaha tradable yang turut menunjukkan peningkatan, khususnya pertanian dan industri pengolahan di Sulawesi, serta pertambangan di Mapua dan Balinusra. Perbaikan ekonomi ini secara umum juga menjaga iklim investasi di berbagai daerah, di tengah upaya Pemda untuk terus memacu dan 97

106 mempercepat penyelesaian berbagai PSN terkait infrastruktur dan sektor riil. Namun demikian, peningkatan kinerja ekonomi KTI akan tertahan oleh melambatnya perekonomian di wilayah Kalimantan. Hal ini dipengaruhi oleh prakiraan mulai melambatnya pertumbuhan harga komoditas ekspor utama Kalimantan seperti batu bara, CPO, dan karet. Dari sisi permintaan, capaian pertumbuhan ekonomi KTI yang lebih baik di 2018 akan didukung oleh menguatnya konsumsi, investasi, serta ekspor luar negeri. Terjaganya tingkat konsumsi rumah tangga ditopang oleh rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi (9,79%; yoy), serta inflasi yang diprakirakan tetap terkendali. Di samping itu, perbaikan ekonomi secara umum juga akan menambah optimisme peningkatan pendapatan. Investasi diprakirakan turut mengalami akselerasi, khususnya pada paruh kedua tahun Kondisi tersebut didorong oleh percepatan realisasi berbagai proyek infrastruktur konektivitas, peningkatan kapasitas produksi smelter oleh para pelaku usaha, berlanjutnya hilirisasi tambang dan pertanian, pembangunan pembangkit listrik, serta pengembangan kawasan industri (KI) maupun kawasan ekonomi khusus (KEK). Selanjutnya, ekspor luar negeri akan tumbuh menguat, terutama karena perbaikan ekspor mineral dari Papua dan NTB seiring dengan izin ekspor yang dinilai dapat dipertahankan secara kontinu oleh para eksportir. Meski demikian, peningkatan pertumbuhan ekspor diprakirakan tertahan oleh melemahnya prospek harga komoditas batu bara dan CPO dari Kalimantan sepanjang tahun Dari sisi sektoral, akselerasi ekonomi KTI pada tahun 2018 diprakirakan berasal dari perbaikan usaha pertambangan, konstruksi, perdagangan, serta penyediaan akomodasi. Produksi mineral dari Papua dan NTB yang diprakirakan membaik seiring dengan optimisme diperolehnya izin ekspor secara periodik akan menjadi penopang usaha pertambangan KTI. Sementara itu, sejalan dengan membaiknya prospek investasi, usaha konstruksi juga diproyeksikan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, termasuk realisasi proyek PON 2020 di Papua. Adapun peningkatan kinerja LU perdagangan dan akomodasi terutama akan didorong oleh perbaikan konsumsi secara umum maupun peningkatan kunjungan wisman dan aktivitas MICE (salah satunya kegiatan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 di Bali). Meski diproyeksikan meningkat pada tahun 2018, terdapat beberapa downside risk terhadap pertumbuhan ekonomi KTI yang perlu diwaspadai. Dari aspek eksternal, risiko muncul dari tren perlambatan harga komoditas ekspor utama, rencana kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, serta masih belum stabilnya kondisi geopolitik di Timur Tengah dan semenanjung Korea. Hal tersebut dapat berdampak negatif pada kinerja ekspor maupun investasi di daerah. Dari aspek fiskal, pelaksanaan Pilkada 2018 di berbagai daerah di KTI memunculkan risiko terhadap kesinambungan pengelolaan fiskal daerah serta memunculkan tendensi wait and see dari para investor. Selain itu, terdapat pula risiko dari ketidakpastian kebijakan hilirisasi mineral, gangguan hama dan cuaca pada LU pertanian, serta risiko peningkatan inflasi kelompok administered prices dan volatile food yang dapat memengaruhi daya beli masyarakat. Di sisi lain, terdapat upside risk terhadap pertumbuhan ekonomi KTI terkait dengan berlanjutnya momentum perbaikan ekonomi global yang berpotensi meningkatkan permintaan negara mitra dagang. Lebih dari itu, percepatan proyek infrastruktur dan PSN lainnya serta realisasi rencana investasi oleh beberapa industri swasta di KTI dapat menjadi faktor pendorong akselerasi ekonomi KTI pada tahun 2018 ke arah yang lebih tinggi. Prospek Inflasi Tekanan inflasi di KTI pada triwulan II 2018 diprakirakan meningkat pada level yang terbatas. Inflasi pada triwulan II 2018 diproyeksikan berada pada rentang 2,80-3,20% 98

107 (yoy), atau sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi tersebut dipengaruhi oleh HBKN Idul Fitri yang jatuh pada pertengahan Juni Peningkatan inflasi diperkirakan didorong oleh kelompok VF dan CI seiring naiknya permintaan pada periode tersebut. Hal ini juga terkonfirmasi dari naiknya indeks ekspektasi harga konsumen 6 bulan mendatang hasil Survei Konsumen di wilayah KTI yang meningkat dari 163,47 pada triwulan III 2017 menjadi 172,79 pada triwulan IV Sementara itu, tekanan kelompok AP diprakirakan relatif menurun. Risiko tekanan pada kelompok AP haya berasal dari kenaikan tarif angkutan terutama angkutan udara. Secara umum, inflasi lebaran KTI pada Juni 2018 diproyeksikan lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Secara spasial, seluruh wilayah diprakirakan mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II Dengan perkembangan tersebut, tekanan inflasi KTI pada sepanjang tahun 2018 diprakirakan masih dalam rentang target nasional, meskipun meningkat dibanding tahun Melihat perkembangan terkini dan potensi inflasi ke depan, rentang perkiraan inflasi KTI tahun 2018 adalah sebesar 3,64-4,04% (yoy), meningkat dari tahun sebelumnya. Tekanan diprakirakan berasal dari kelompok VF dan CI, sementara inflasi kelompok AP diprakirakan relatif terjaga seiring minimnya tekanan dan berbagai upaya pengendalian dalam menjaga laju inflasi komoditas angkutan udara. Secara spasial, kenaikan inflasi diprakirakan terjadi di hampir semua wilayah. WB Meeting 2018 diprakirakan turut mendorong permintaan yang akan berpengaruh terhadap tekanan inflasi baik VF maupun CI. Di sisi lain, upaya perbaikan infrastruktur konektivitas, pengawasan distribusi dan tata niaga yang lebih baik, terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, serta kondusifnya prakiraan kondisi cuaca di sepanjang 2018 menjadi downside risk pencapaian inflasi KTI di tahun Untuk mengurangi risiko pencapaian target inflasi 2018, sinergi TPID dengan pemerintah dan unsur lain seperti Satgas Pangan terus dioptimalkan. Rencana program TPID Wilayah KTI di tahun 2018 mencakup penguatan ketahanan pangan melalui perbaikan pola tanam, optimalisasi penggunaan waduk, serta pelatihan bagi petani oleh akademisi dan praktisi. Fokus pengendalian inflasi 2018 di berbagai wilayah di KTI adalah pengendalian harga komoditas beras, hortikultura (cabai dan bawang), komoditas daging ayam dan sapi, serta komoditas ikan segar. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan produksi, pemanfaatan teknologi, dan mengatasi permasalahan pasokan dengan pembenahan distribusi maupun kerjasama antar daerah. Sumber utama peningkatan tekanan inflasi KTI pada tahun 2018 berasal dari kenaikan cukai rokok dan peningkatan permintaan yang sejalan dengan proyeksi penguatan perekonomian. Penghasilan masyarakat yang meningkat seiring naiknya rata-rata UMP KTI dari 8,9% (yoy) di 2017 menjadi 9,8% di 2018 juga dapat menjadi salah satu faktor pendorong tekanan inflasi. Selain itu, penyelenggaraan Pilkada dan beberapa event internasional berskala besar di KTI seperti IMF- 99

108 Boks 7 Sebagai wilayah yang memiliki keindahan alam dan pelayanan jasa yang baik, Bali telah mampu menunjukkan diri sebagai destinasi pariwisata yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Keunggulan pariwisata Bali tersebut didukung oleh tersedianya produk-produk lokal pendukung pariwisata berupa suvenir dan cinderamata. Penyediaan produk pendukung pariwisata di Bali yang melibatkan Local Value Chain (LVC) mampu mendukung peran pariwisata terhadap perekonomian. LVC tersebut terutama dalam bentuk industri padat karya yang memiliki kekhasan local content yang cukup tinggi. Dalam perkembangannya, industri terkait pariwisata yang bersifat padat karya telah mampu menghasilkan komoditas ekspor unggulan di Provinsi Bali. Beberapa jenis industri padat karya terkait pariwisata sekaligus berorientasi ekspor diantaranya industri kerajinan kayu, pakaian jadi, dan tekstil. Ketiga jenis industri tersebut memiliki pangsa nilai produksi terbesar dibandingkan berbagai industri lainnya. tahun 2017 yaitu penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, dan nilai produksi. Performa industri padat karya yang cukup baik tersebut sejalan dengan jumlah wisatawan mancanegara yang konsisten meningkat dari tahun ke tahun (Grafik IV.39). Nilai investasi industri tersebut mengalami peningkatan, mencerminkan minat investor yang tinggi dalam mendukung perkembangan industri padat karya (Grafik IV.40). Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Grafik IV.39. Perkembangan Jumlah Wisatawan Sumber : Survei IBS & IMK BPS, diolah Grafik IV.38. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha Dalam beberapa tahun terakhir, industri padat karya di Bali menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal tersebut tergambar dari peningkatan jumlah pelaku usaha pada industri tersebut (Grafik IV.38). Indikator lainnya yang juga menunjukkan peningkatan khususnya pada Sumber : BKPM, diolah Grafik IV.40. Perkembangan Investasi Industri Padat Karya Selain untuk memenuhi permintaan domestik, produk industri padat karya Bali juga melayani permintaan ekspor. Tingginya minat wisatawan asing yang berkunjung ke Bali terhadap produk padat karya khas Bali menjadi media promosi yang cukup baik bagi produk Bali di luar negeri. Hal ini membuka peluang ekspor produk-produk industri padat karya ke seluruh dunia. Dari sisi 100

109 jenis produknya, produk yang paling banyak diekspor adalah pakaian jadi dan tekstil. Kedua industri yang menghasilkan produk tersebut memiliki pangsa penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Nilai produksi dari kedua jenis industri tersebut mampu menyumbang hingga 60% dari total nilai produksi industri padat karya yang berorientasi ekspor di Bali. Jenis produk lain industri padat karya berorientasi ekspor yang cukup unggul di Bali adalah furnitur kayu dan anyaman bambu. Kedua produk ini memiliki pangsa total sebesar 18% dari seluruh nilai produksi industri berorientasi ekspor. Penyerapan tenaga kerja pada industri tersebut juga cukup baik, yaitu pada kisaran 24%. Produk furnitur kayu dan anyaman bambu memiliki keunikan ukiran dan desain khas Bali yang menjadi daya tarik bagi pasar ekspor. Beberapa industri padat karya telah berhasil menembus pasar ekspor global. Produk industri padat karya yang berhasil menembus pasar global salah satunya adalah perhiasan perak dan emas yang diukir dengan pola khas Bali. Salah satu hal yang cukup menarik dari pemasaran perhiasan perak dan emas ini adalah pentingnya dukungan layanan jasa angkutan udara sebagai agen distribusi dari produk tersebut. Produk lainnya yang sudah menembus pasar global adalah ukiran kayu dengan segmentasi pasar Amerika dan Eropa. Hampir 90% bahan baku yang digunakan untuk industri ukiran kayu berasal dari dalam negeri. Kualitas yang terjaga dengan baik serta keunikan pola ukiran menyebabkan industri ukiran kayu ini dapat bertahan dan semakin berkembang, bahkan berhasil memasok beberapa merek furnitur high class dunia. Permodalan industri ukiran kayu ini sebagian besar bersumber dari domestik. Ke depan, industri padat karya lainnya yang dapat dikembangkan antara lain produk tenun yang merupakan warisan budaya bangsa. Saat ini, popularitas tenun di kalangan wisatawan asing cukup tinggi sehingga dapat menjadi modal awal promosi di luar negeri. Selain itu, beberapa designer terkenal Indonesia sudah menjadikan tenun sebagai bahan dasar rancangan dan inovasi fashion Indonesia. Hal ini dapat menjadi modal untuk memperkenalkan tenun ke pasar yang lebih luas di mancanegara. Sumber: Kementerian Perdagangan Grafik IV.41. Perkembangan Ekspor Tenun Produk tenun telah dipasarkan melalui ekspor, meski masih relatif kecil. Nilai ekspor tenun berkisar US$ 20 Juta (Grafik IV.41) dan berpotensi untuk ditingkatkan. Beberapa negara tujuan utama ekspor tenun adalah Amerika Serikat, Australia, Spanyol, Norwegia, dan Finlandia. Tenun menjadi komoditas yang potensial karena karakteristik etnik yang saat ini banyak digemari. Potensi permintaan tenun yang lebih tinggi di wilayah Eropa dan Amerika Serikat didukung karakteristik kain tenun yang tebal sehingga sesuai dengan kondisi cuaca yang dingin di wilayah tersebut. Sejumlah perbaikan diperlukan untuk dapat mendukung pengembangkan industri padat karya yang lebih lanjut di Bali. Pertama, pengembangan produk ekspor Bali unggulan memerlukan upgrade dalam hal penggunaan teknologi. Saat ini, industri yang ada didominasi oleh penggunaan teknologi low-medium. Akibatnya, nilai tambah dari produk industri padat karya masih relatif terbatas. Rendahnya konten teknologi pada industri padat karya disebabkan oleh ciri khas produk Bali yang handmade, yang di sisi lain menjadi daya tarik utama bagi pasar, khususnya wisatawan. Untuk mendukung upaya peningkatan volume ekspor, 101

110 maka kualitas teknologi untuk menghasilkan produk industri padat karya yang lebih efisien dan presisi perlu didorong. ukir, pahat, dan desain lokal. Keempat, meningkatkan standarisasi produk yang akan diekspor sehingga kualitas produk tetap terjaga. Kedua, pengembangan industri padat karya Bali membutuhkan dukungan pasokan tenaga kerja kreatif yang berkualitas. Beberapa pelaku usaha industri padat karya mengalami kesulitan dalam menemukan tenaga kerja kreatif. Seiring dengan perkembangan zaman dan modernisasi, kemampuan kreatif yang mengandung warisan budaya Bali mulai berkurang. Generasi muda Bali saat ini memiliki minat yang lebih rendah terhadap kemampuan kreatif warisan budaya. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan menjadi ancaman bagi berkembangnya industri padat karya Bali. Pada industri tenun, belum adanya paten pada desain dan jenis kain berpotensi menghambat perkembangan industri ini di Bali. Hal ini diakibatkan oleh aspek desain tenun yang mudah ditiru, khususnya oleh negara yang sudah mempunyai industri tekstil yang lebih maju. Salah satu upaya yang dapat ditenpuh untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mendorong pelaku industri untuk mendaftarkan paten atau desain produknya. Selain itu, peran pemerintah untuk mempromosikan desain tenun Bali di pasar luar negeri juga perlu ditingkatkan. Langkah ini dilakukan untuk membuka peluang pasar tenun yang lebih luas dan meningkatkan awareness akan desain unik dan identitas tenun Bali sebagai warisan bangsa Indonesia. Terdapat sejumlah upaya lain yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan pasar ekspor komoditas industri padat karya Bali. Pertama, peningkatan promosi produk khas lokal dalam negeri kepada wisatawan asing antara lain melalui sinergi dengan paket wisata dan tour kunjungan ke sentra-sentra produksi industri. Kedua, peningkatan konten teknologi pada industri yang berpotensi diproduksi secara massal seperti pakaian jadi. Ketiga, pelestarian budaya kreatif lokal melalui penyediaan sarana pembelajaran keterampilan budaya lokal seperti 102

111 Pertumbuhan industri pengolahan yang berkelanjutan merupakan modal utama bagi tercapainya perekonomian nasional yang kuat dan berkesinambungan. Industri pengolahan sebagai motor penggerak perekonomian nasional, memiliki kontribusi cukup besar dalam perekonomian nasional dibandingkan lapangan usaha lainnya. Besarnya pangsa industri pengolahan terhadap perekonomian maupun komposisi ekspor, menegaskan peran penting industri pengolahan terhadap upaya meningkatkan surplus neraca barang. Penguatan industri domestik, khususnya industri berorientasi ekspor, padat karya, technology intensive, dan pendukung SDA, juga akan mendukung penguatan struktur Neraca Transaksi Berjalan Indonesia melalui penguatan struktur ekspor nasional. Saat ini, struktur ekspor Indonesia masih berada dalam taraf transformasi dari ekspor berbasis komoditas menuju ekspor berbasis manufaktur. Kedepan, upaya penguatan industri perlu didukung oleh peningkatan keterkaitan dengan Global Value Chain (GVC), perluasan akses pasar melalui perjanjian perdagangan internasional yang efektif, serta reformasi struktural terkait regulasi, infrastruktur, dan kualitas sumber daya manusia. Bagi Indonesia, momentum perbaikan ekonomi global dan domestik saat ini merupakan peluang untuk memperkuat struktur Neraca Transaksi Berjalan melalui industri berbasis ekspor sekaligus mendukung transisi menuju negara maju dan menghindari middle income trap. Latar Belakang Pada tahun 2017, neraca transaksi berjalan membaik dibandingkan 2016 dengan mencatat defisit yang menurun. Perbaikan neraca transaksi berjalan terutama didorong oleh perbaikan neraca perdagangan barang, khususnya non migas (Gambar V.1). Surplus neraca perdagangan non migas pada 2017 mencapai 26,2 miliar dolar AS, lebih tinggi dari Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan permintaan dari negara mitra dagang Indonesia. Namun, surplus neraca perdagangan non migas pada 2017 masih ditopang oleh ekspor komoditas primer. Sementara ekspor produk manufaktur, meski tetap tumbuh positif pada 2017 namun kontribusinya masih lebih rendah dibandingkan ekspor berbasis komoditi. Pada beberapa negara peers ASEAN, ekspor barang terutama produk manufaktur menjadi penopang utama surplus Neraca Transaksi Berjalan. Di Thailand, selain ekspor barang, jasa pariwisata memiliki peran penting sebagai salah satu pendukung utama pencapaian surplus Neraca Transaksi Berjalan (Grafik V.1). Indonesia memiliki potensi untuk memperbaiki defisit Neraca Transaksi Berjalan sehingga dapat mencapai surplus sebagaimana Thailand dan Vietnam. Kedua negara tersebut berhasil mencatatkan surplus Neraca Transaksi Berjalan dengan rasio surplus terhadap PDB yang semakin meningkat pasca defisit sebagaimana dialami Indonesia. Keberadaan faktor endowment Indonesia berupa sumber daya domestik dan potensi pariwisata yang melimpah, akan mampu membuka ruang perbaikan defisit Neraca 103

112 Transaksi Berjalan melalui optimalisasi ekspor manufaktur dan pariwisata. *Termasuk asuransi dan ongkos pengangkutan untuk konversi CIF ke FOB **Data peers ASEAN merupakan data 2016 Sumber: Bank Indonesia, World Bank, staf BI, diolah Gambar V.1. Perkembangan Komponen Neraca Transaksi Berjalan Indonesia dan Peers Sumber: Bank Indonesia, World Bank, staf BI, diolah Grafik V.1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia dan Peers Indonesia sebagai negara dalam golongan lower middle income memerlukan pertumbuhan ekonomi tinggi dan berkesinambungan untuk dapat mempercepat transisi menuju negara dengan tingkat pendapatan lebih tinggi. Transisi untuk terhindar dari middle income trap menuju negara maju memerlukan dukungan struktur Neraca Transaksi Berjalan yang kuat dan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang yang memadai. Kondisi surplus neraca perdagangan merupakan indikasi dari struktur perekonomian yang kuat, didukung oleh sektor industri pengolahan berorientasi ekspor yang berdaya saing (Grafik V.2). Negara dengan surplus besar pada transaksi barang cenderung memiliki pangsa manufaktur yang besar, baik terhadap PDB maupun terhadap ekspor, misal pada negara peers Thailand dan Malaysia (Grafik V.3). Bagi Indonesia, momentum perbaikan ekonomi global dan domestik saat ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memperkuat kondisi Neraca Transaksi Berjalan. Penguatan tersebut khususnya melalui upaya peningkatan surplus neraca perdagangan barang output industri/manufaktur. 104

113 Sumber : World Bank, data 2016, staf BI, diolah Grafik V.2. Rasio Neraca Transaksi Berjalan/PDB Negara di Dunia (2016) Sumber: World Bank, data 2016, kecuali %manufaktur thdp ekspor Thailand dan %manufaktur thdp PDB Tiongkok (data 2015), staf BI, diolah Grafik V.3. Neraca Barang dan Peran Sektor Manufaktur Strategi Penguatan Struktur Transaksi Berjalan Dengan mempertimbangkan pengalaman negara-negara peers, penguatan struktur neraca transaksi berjalan dapat dilakukan salah satunya melalui penguatan struktur ekspor dalam neraca perdagangan. Penguatan struktur ekspor tersebut dapat ditempuh melalui sejumlah strategi yaitu (i) meningkatkan diversifikasi dan teknologi produk manufaktur; (ii) meningkatkan keterkaitan terhadap Global Value Chain (GVC); (iii) memperkuat keterkaitan antara Global Value Chain (GVC) dan Local Value Chain (LVC); (iv) perluasan pasar ekspor melalui Free Trade Agreement (FTA); (v) pembangunan kawasan ekonomi khusus; dan (vi) penguatan suplai SDM terampil yang sesuai dengan kebutuhan industri. Penguatan diversifikasi produk dengan teknologi yang lebih tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, diversifikasi menuju struktur 105

114 neraca barang yang lebih sehat mulai terlihat. Meski masih berbasis pada komoditas Sumber Daya Alam (SDA), namun pengembangan industri pengolahan lebih lanjut dan bernilai tambah lebih tinggi telah mulai berlangsung (grafik V.4), antara lain pada industri padat karya maupun industri yang bersifat med-high tech seperti otomotif. Namun demikian, menimbang bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar, maka pengembangan industri low-med tech padat karya tetap perlu diperkuat untuk mendukung penyerapan tenaga kerja. Saat ini, industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki juga memiliki daya saing yang kuat dalam perdagangan internasional. Sumber: Kalkulasi Staf BI berdasarkan Sanjaya Lall, (2000), The technological structure and performance of developing country manufactured exports, Grafik V.4. Perkembangan Ekspor Per Klasifikasi Industri Sementara, industri elektronika domestik masih perlu meningkatkan keterkaitan rantai nilai dengan GVC. Industri di KTI, juga dapat mendorong keterkaitan rantai nilai produksi untuk komoditas unggulan di industri pertambangan, seperti nikel dan tembaga. Keterlibatan dan dukungan perusahaan multinasional yang memiliki jaringan global merupakan faktor penting bagi integrasi industri domestik dalam GVC. Berdasarkan World Investment Report (2013), 80% dari perdagangan internasional melibatkan perusahaan multinasional, baik dalam bentuk perdagangan antar perusahaan maupun intra perusahaan. Dalam kaitan tersebut, peningkatan investasi dan populasi PMA berorientasi ekspor di Indonesia perlu terus didorong melalui kebijakan perbaikan iklim investasi bagi partnership dengan perusahaan multinasional berorientasi ekspor tersebut. Saat ini Indonesia merupakan peringkat keempat lokasi terfavorit penanaman modal multinasional bersama dengan sejumlah negara berkembang lainnya, antara lain Thailand, India dan Tiongkok. Hal ini tercermin dari investasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang cenderung meningkat, terutama pada sektor industri (Grafik V.5). Peningkatan keterkaitan industri Indonesia dengan Global Value Chain (GVC). Keterkaitan erat antara industri suatu negara dengan GVC diindikasikan oleh besarnya ekspor yang ditujukan untuk mendukung jaringan produksi global. Di Indonesia, daya saing sebagian besar produk industri otomotif domestik tergolong tinggi dan termasuk dalam komoditas rising star 58. Produk seperti ban mobil, kendaraan bermotor dan spare-part motor, serta gear box mobil yang terintegrasi dalam GVC telah memiliki keunggulan komparatif di pasar global. 58 Komoditas rising star merupakan komoditas yang mengalami peningkatan permintaan dunia dan peningkatan kinerja ekspor domestik. Diolah berdasar Lawrence Edwards dan Volker Schoer (2001) Sumber: BKPM Grafik V.5. Perkembangan Investasi PMA Industri pengolahan yang berasal dari PMA, memerlukan dorongan agar meningkatkan partisipasi industri domestik dalam GVC. Peran PMA sektor sekunder di Indonesia dalam menghasilkan produk ekspor, lebih terbatas dibandingkan PMA yang beroperasi di negara 106

115 peers (Gambar V.2). Sementara, PMA manufaktur di Vietnam, Thailand, dan Malaysia sebagian besar berorientasi ekspor dan memiliki keterkaitan dengan jaringan global yang cukup luas. Keberadaan PMA atau perusahaan multinasional di Indonesia dapat berperan sebagai motor bagi pengembangan industri medhigh tech dan mendorong peningkatan efisiensi industri low-tech Indonesia. Hal ini mengingat perusahaan multinasional umumnya memiliki basis penguasaan teknologi dan akses riset dan pengembangan yang lebih terkini. Sumber : International Trade Centre Database, staf BI, diolah Gambar V.2. Kinerja Ekspor PMA Industri Pengolahan Indonesia dan Peers Peningkatan keterkaitan terhadap GVC perlu tetap mengedepankan perdagangan bahan baku industri antar wilayah di Indonesia (Local Value Chain - LVC). LVC yang efisien perlu terus didorong untuk mengurangi ketergantungan perusahaan multinasional pada pasokan bahan baku impor dan beralih pada pasokan domestik. Langkah ini dapat memastikan biaya produksi yang kompetitif dan dapat menstimulus pertumbuhan industri pemasok lokal. Optimalisasi LVC juga dapat meningkatkan peran UMKM dalam rantai pasok industri, sekaligus mendorong UMKM untuk mampu memenuhi persyaratan dan standarisasi industri. Peran UMKM dalam jaringan LVC yang terkoneksi dengan GVC (MNCs) berpotensi memperkuat struktur industri pengolahan agar memiliki ekosistem industri yang lebih kuat. Pada kasus ekspor industri otomotif berupa sepeda motor, efisiensi produsen yang dilakukan melalui pengoptimalan LVC mendorong perusahaan multinasional principal untuk memperbesar ekspor dari Indonesia. Saat ini, kontribusi UMKM di Indonesia dalam menghasilkan produk ekspor masih memiliki banyak ruang untuk ditingkatkan. (Grafik V.6). Grafik V.6. Peran UMKM dan Perusahaan Besar dalam Ekspor Perjanjian perdagangan bilateral/multilateral (Free Trade Agreement FTA) diyakini mampu mendukung perluasan pasar ekspor Indonesia. Keberadaan FTA akan membuat pasar suatu 107

116 negara besar tidak lagi eksklusif, namun menjadi pasar bersama bagi negara lainnya yang tergabung dalam FTA (Gambar V.3). Di sisi produksi, FTA memberikan kesempatan bagi semua negara yang tergabung untuk bersaing dalam memperoleh penanaman modal asing dan mendapatkan akses pasar yang lebih besar. Dari sisi daya saing ekspor, FTA dapat meningkatkan jumlah ekspor baik melalui keringanan tarif masuk maupun compliance bagi produk ekspor. Sementara dari sisi impor, FTA memberikan kemudahan impor bahan baku sehingga dapat meningkatkan efisiensi produksi domestik. Negosiasi FTA diarahkan untuk membuka akses ke pasar negara maju yang besar dan akses investasi yang lebih luas. Melalui akses ke pasar negara maju yang besar, perusahaan produsen di Indonesia, baik multinasional maupun domestik, dapat meningkatkan efisiensi dari skala produksi dan memperoleh biaya tenaga kerja yang lebih murah dengan skill-set yang serupa. Indonesia memiliki sekitar 10 (sepuluh) FTA yang telah efektif berjalan dan 7 (tujuh) FTA yang masih berada dalam tahap negosiasi. Meski jumlah negara yang tercakup dalam FTA Indonesia tergolong cukup luas, namun masih terbuka ruang bagi peningkatan pemanfaatannnya agar komoditi ekspor Indonesia dapat lebih diterima di pasar internasional. Sumber : Kemendag (2017), berbagai sumber Gambar V.3. Perkembangan Free Trade Agreement Indonesia Pengembangan Kawasan Industri prioritas maupun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri merupakan upaya Pemerintah untuk memperkuat struktur dan produktivitas industri. Pengembangan KEK dan keberadaan kawasan industri akan memberikan kepastian dan kesinambungan berusaha bagi para investor. Dampak keberadaan kawasan ekonomi khusus di sejumlah negara di Asia mampu menarik penanaman modal asing lebih tinggi hingga 82% 59 dan mampu meningkatkan ekspor hingga 27% 60. Saat ini, terdapat 14 Kawasan Industri prioritas dan 9 Kawasan Ekonomi Khusus Industri yang sedang dikembangkan hingga 2019, di luar 73 kawasan industri yang telah beroperasi. Sebagian besar kawasan industri baru yang dikembangkan merupakan green field project. Sampai saat ini, terdapat 3 (tiga) kawasan industri yang telah beroperasi yaitu KEK Sei Mangke (Sumatera Utara), Kawasan Industri Morowali (Sulawesi Tengah, lihat Boks 5), dan Kawasan Industri 60 Negara yang memiliki otoritas pengelola kawasan industri 59 ASEAN Investment Report (2017) independen 108

117 Bantaeng (Sulawesi Selatan). Jika dibandingkan dengan negara peers, jumlah kawasan industri di Indonesia tergolong minim (Grafik V.7). Pengembangan kawasan industri yang didukung dengan ketersediaan infrastruktur konektivitas, regulasi serta ketersediaan SDM yang berkualitas, memiliki potensi keberhasilan yang besar jika dikelola dengan baik dan menjadi prioritas bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Sumber: ASEAN Investment Report (2017) Grafik V.7. Perbandingan Jumlah Kawasan Industri di ASEAN Pemerintah telah menyediakan insentif untuk meningkatkan daya saing kawasan industri di Indonesia. Faktor yang paling penting bagi investor dalam pengembangan kawasan industri adalah konsistensi kebijakan pemerintah, termasuk layanan publik yang reliable 61. Beberapa terobosan yang dilakukan di kawasan industri oleh Pemerintah antara lain layanan Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK), tax holiday, tax allowance, bea masuk, dukungan pelatihan tersertifikasi, hingga insentif tarif energi. Dalam beberapa kasus, komitmen Pemerintah masih memerlukan penguatan. Perlunya dukungan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing. Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki produktivitas tinggi dan skill sesuai dengan kebutuhan industri (Grafik V.8), dapat 61 The Role of Special Economic Zones in Improving Efectiveness of GMS Economic Corridors (ADB, 2016) mendukung keberlanjutan investasi dan pengembangan suatu industri. Upaya peningkatan skill tenaga kerja industri memerlukan dukungan dari lembaga pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri. Sumber: Indonesia Skill Report, World Bank Grafik V.8. Faktor Pendorong Permintaan Skill Tenaga Kerja yang Lebih Tinggi Melalui revitalisasi pendidikan vokasional, sejumlah upaya penguatan sumber daya manusia telah mulai dirintis, untuk dapat mengurangi skill gap dengan kebutuhan industri 109

118 (Gambar V.4). Road Map revitalisasi SMK tengah diimplementasikan di sejumlah SMK secara terbatas. Sementara, secara paralel penyesuaian kurikulum pendidikan vokasi, perbaikan kualitas guru pengampu skill khusus, dan perbaikan kualitas fasilitas pembelajaran juga terus dibenahi. Penguatan kerja sama pendidikan dengan industri, untuk memperkuat kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi. Kolaborasi dengan dunia industri dalam penyusunan kurikulum pendidikan vokasi, pengembangan pendidikan dan pelatihan di lokasi produksi (teaching factory), diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan meminimalisir skill gap yang ada. Selain upaya tersebut, insentif juga diberikan bagi perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi untuk pemenuhan kebutuhan SDM industri. Selain sejumlah faktor sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia juga perlu menentukan prioritas industri ekspor yang bernilai tambah tinggi dan mampu menyerap tenaga kerja. Pemilihan komoditas industri prioritas harus didasarkan pada daya saing utama masingmasing daerah dengan tetap mempertimbangkan strategi peningkatan nilai tambah industri (Gambar V.6). Berdasarkan hasil asesmen Bank Indonesia, terdapat sejumlah industri yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan mampu menopang perbaikan struktur neraca barang. Industri tersebut meliputi industri lowmed tech yang berbasis pada komoditas SDA yang mendukung penyerapan tenaga kerja serta sejumlah industri med-high tech yang mampu membawa industri nasional menuju ketingkatan yang lebih tinggi baik dari segi nilai tambah maupun daya saing ekspor. 110

119 Sumber : Kementerian Perindustrian Gambar V.4. Pengembangan Pendidikan Vokasi di Kawasan Industri & Bekerjasama Dengan Industri Gambar V.5. Pengembangan Industri Prioritas Daerah 111

120 Boks 8 Overview Upaya Hilirisasi Nikel Nikel merupakan salah satu bahan baku penting untuk kebutuhan industri, khususnya industri strategis dan berteknologi tinggi seperti industri elektronika dan industri permesinan. Di Indonesia, nikel ditemukan sebagian besar di wilayah Indonesia bagian timur antara lain Sulawesi terutama Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Data United States Geological Survey (USGS) mengungkapkan besar cadangan nikel dunia mencapai 79 juta ton. Cadangan nikel yang berada di Indonesia mencapai 6% dari jumlah cadangan nikel dunia. Sebagai sumber daya yang tidak terbarukan, potensi nikel yang ada perlu dikelola dalam sebuah perencanaan jangka panjang agar diperoleh manfaat yang optimal bagi perekonomian nasional maupun daerah. Nikel Indonesia memiliki potensi tinggi bagi proses hilirisasi lebih lanjut, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang besar. Dari sekitar 4,5 juta cadangan nikel yang dimiliki Sulawesi, baru sekitar 10% yang telah dimanfaatkan. Sebagai gambaran, Filipina yang memiliki cadangan sekitar 4,8 juta ton nikel telah mampu menghasilkan sekitar 500 ribu ton metrik nikel per tahun. Kapasitas produksi Filipina ditengarai lebih tinggi dari kapasitas Indonesia yang hanya sebesar 168 ribu ton metrik per tahun. Mempertimbangkan potensi yang dimiliki dan peningkatan permintaan nikel dan produk turunannya, maka pengembangan hilirisasi nikel dalam jangka pendek maupun jangka panjang sangat perlu dilakukan. Sejak tahun 2014, pemerintah telah secara bertahap melakukan upaya mendorong hilirisasi sejumlah komoditas mineral, termasuk di antaranya adalah produk nikel. Pada tahap awal, upaya hilirisasi didorong melalui ketentuan UU Minerba No 4 Tahun 2009 terkait larangan ekspor barang mineral mentah. Dampak positif dari ketentuan tersebut adalah mulai berkembangnya industri smelter sebagai bagian dari hilirisasi nikel. Pengolahan lebih lanjut mineral melalui smelter memberikan nilai tambah lebih besar bagi produksi nikel. Agar proses hilirisasi terus berlangsung secara kontinu, maka diperlukan dukungan kebijakan yang memungkinkan industri nikel dapat beroperasi secara efisien. Kebijakan penguatan kualitas soft dan hard infrastructure menjadi bagian penting dari proses hilirisasi industri nikel. Dalam rangka pengembangan industri nasional melalui akselerasi hilirisasi sejumlah komoditas SDA, Pemerintah telah berupaya membentuk beberapa kawasan industri di sejumlah daerah sesuai dengan RPJMN Pengembangan kawasan industri bertujuan untuk meningkatkan kemudahan investasi industri melalui penyediaan sarana dan prasana yang terpadu pada suatu kawasan. Pada kawasan industri, pelaku industri dimungkinkan untuk mendapat perlakuan khusus antara lain terkait pemberian insentif dan layanan cukai. Saat ini, pengembangan kawasan industri diprioritaskan pada 14 lokasi yang berada di luar Jawa. Di Sulawesi sendiri, terdapat 3 (tiga) proyek pengembangan kawasan industri yang ditujukan bagi hilirisasi komoditas SDA. Di Kawasan Timur Indonesia, sejumlah proyek pengembangan kawasan industri telah menunjukkan progress yang cukup baik. Kawasan Industri Morowali (industri feronikel) dan Kawasan Industri Bantaeng (industri feronikel) kini telah berada dalam tahap operasional dan tahap pembangunan infrastruktur. Sementara, Kawasan Industri Bitung (industri perikanan, farmasi dan kelapa) berada pada tahap pembangunan infrastruktur. Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan sebuah kawasan industri memegang peran penting. Dari ketiga proyek pengembangan kawasan industri di Sulawesi dan 14 kawasan industri prioritas yang dicanangkan secara 112

121 nasional, Kawasan Industri Morowali merupakan satu-satunya proyek kawasan industri yang melibatkan peran swasta sejak tahap awal. Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan Morowali telah berhasil membuat Kawasan Industri Morowali berkembang dengan sangat cepat. Perkembangan Kawasan Industri Morowali Pengembangan Kawasan Industri Morowali terhitung sangat cepat, sehingga turut mengakselerasi dimulainya proses produksi. Kawasan Industri Morowali seluas hektare dikembangkan di Kabupaten Morowali yang memiliki potensi cadangan nikel terbesar di Sulawesi Tengah. Cadangan nikel dimaksud mencapai ±300 juta ton 62. Sejak ditetapkan sebagai kawasan industri pada tahun 2014, progress pembangunan kawasan telah mencapai 85%. Kawasan industri ini ditargetkan selesai pada tahun Hingga tahun 2017, Kawasan Industri Morowali telah berhasil menarik realisasi investasi mencapai USD6 miliar atau Rp80 triliun. Realisasi investasi tersebut didukung oleh proses pembebasan lahan dan konstruksi yang berlangsung cepat yaitu hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun, sejak awal 2014 hingga triwulan ketiga Pada akhir tahun 2015, kawasan industri tersebut sudah mulai beroperasi dan melakukan produksi pertama. Pengembangan Kawasan Industri Morowali telah mendorong pertumbuhan ekonomi dan ekspor Sulawesi Tengah. Sejak tahap awal konstruksi pada tahun 2014 hingga operasional yaitu sejak 2015 sampai dengan 2017, ekonomi Sulawesi Tengah mampu tumbuh secara rata-rata hingga 9,4% setiap tahun. Tingkat pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi di kawasan. Selain itu, nilai ekspor produk hasil olahan Sulawesi Tengah juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tahun 2016 nilai ekspor mencapai USD990 juta, dengan sumbangan bagi 62 Sumber : Kementerian ESDM penerimaan negara mencapai Rp1,7 triliun. Kemudian, nilai tersebut meningkat signifikan pada tahun 2017 yang mencapai USD1,8 miliar dengan sumbangan penerimaan negara diperkirakan mencapai sekitar Rp2 triliun. Pengembangan Kawasan Industri Morowali mendorong permintaan tenaga kerja di Sulawesi Tengah lebih dari 100 ribu orang. Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan terintegrasi tersebut mencapai orang dan tenaga kerja level supervisor atau engineer sebanyak orang. Berdasarkan estimasi, terdapat sekitar 26 ribu tenaga kerja langsung dan 80 ribu tenaga kerja tidak langsung yang diperlukan oleh Kawasan Industri Morowali hingga tahun Pada tahap kedua periode pengembangan industri nasional ( ), penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana dipekirakan mencapai tenaga kerja level supervisor dan tenaga kerja level engineer. Penyerapan tenaga kerja diperkirakan masih akan terus berlanjut dengan semakin berkembangnya sektor-sektor pendukung lain seperti perdagangan, hotel dan restoran serta pertambangan. Dengan kebutuhan yang demikian besar, diperlukan strategi penyediaan SDM domestik yang kuat. Terealisasinya Kawasan Industri Morowali merupakan hasil kemitraan antara swasta dan pemerintah. Kawasan Industri Morowali terbentuk atas dasar kepentingan bisnis dari korporasi dengan mengoptimalkan fasilitas dan insentif dari pemerintah. Pada tahap awal, pemerintah memberikan fasilitas kemudahan investasi untuk mendorong akselerasi peningkatan peran swasta di Morowali. Selanjutnya, pemerintah mempersiapkan lahan kawasan industri sebagai bagian dari insentif, untuk kemudian dilanjutkan dengan pembebasan lahan dan pembangunan fisik melalui skema kerja sama dengan swasta. Proses pengembangan kawasan industri ini merupakan optimalisasi pembangunan melalui pembagian peran yang seimbang antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pelaku usaha memegang 113

122 peranan dalam menjamin keberlangsungan industri melalui kepastian pemasaran produk. Sementara, Pemerintah Daerah dan Pusat berperan memastikan ketersediaan dukungan dan kualitas infrastruktur konektivitas termasuk pelabuhan dan bandara. Peran Pemerintah Daerah sangat penting dan menentukan terkait dengan insentif kemudahan pembebasan lahan kawasan dan kemudahan perizinan pembangunan kawasan industri. Dalam jangka panjang, Kawasan Industri Morowali direncanakan akan memiliki integrasi industri pengolahan nikel dari hulu ke hilir. Untuk mencapai hal tersebut, pengembangan Kawasan Industri Morowali dilakukan dalam 3 tahap (Gambar 1). Adapun produk yang akan dihasilkan dalam ketiga tahap pengembangan tersebut yaitu produk feronikel, stainless steel, dan Nickel Pig Iron. Pengembangan Kawasan Industri Morowali melibatkan investor utama dari Tiongkok pada ketiga tahap pembangunannya. Investor tersebut merupakan salah satu korporasi yang memiliki peran kuat dalam global value chain nikel. Saat ini, Kawasan Industri Morowali dikelola oleh PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Kawasan Industri Morowali telah memiliki 5 (lima) tenant korporasi asing yang bergerak di bidang pengolahan nikel. Selanjutnya, PT. IMIP diharapkan dapat menjaring investasi swasta lainnya untuk membangun industri produk olahan dengan nilai tambah lebih tinggi. Salah satu investasi terbaru di Kawasan Industri Morowali dan memiliki nilai tambah tinggi yaitu pengembangan industri besi baja. Pembangunan pabrik stainless steel telah dilaksanakan dan tengah dilakukan uji coba produksi (2017). Sementara, produksi dengan full capacity akan dilakukan pada tahun Adapun jenis produk yang dihasilkan adalah stainless steel lab yang merupakan produk olahan dengan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan produk existing. Produksi stainless steel tersebut akan mencapai 1 juta ton per tahun dengan nilai investasi sebesar USD62 juta. Sumber : imip.co.id Gambar V.6. Tahapan Pengembangan Kawasan Industri Morowali Mengingat potensi Kawasan Industri Morowali yang besar, dukungan infrastruktur dan sumber daya manusia perlu diperkuat. Saat ini, pembangunan infrastrukur energi listrik untuk mendukung pengembangan industri segera direalisasikan. Pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 2x350 MW senilai USD500 juta akan segera dibangun di Kawasan Industri Morowali. Selain itu, kecepatan pengembangan Kawasan Industri Morowali juga perlu diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja terlatih. Saat ini, tingkat penggunaan tenaga kerja asing di Kawasan Industri Morowali masih terbilang tinggi. Hal ini terjadi akibat masih tingginya skill gap antara tenaga kerja lokal yang tersedia dengan kebutuhan industri. Dengan dukungan kebijakan pendidikan vokasi yang tepat dan terstruktur, maka diharapkan tingkat penggunaan tenaga kerja asing dapat secara bertahap dikurangi dan terjadi peralihan pada penyerapan tenaga kerja domestik yang lebih tinggi. 114

123 Koordinasi dan Sinergi Berbagai Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah Menjadi Kunci Pengembangan Kawasan Industri Morowali Beberapa pelajaran dari pengembangan Kawasan Industri Morowali adalah sebagai berikut. Pertama, sinergi beberapa kementerian (PUPR, ESDM, BUMN, PLN, Kemenkes dan Kemendag) serta pemerintah daerah untuk menyediakan berbagai infrastruktur pendukung. Kedua, penyediaan lahan kawasan industri melalui pembebasan lahan telah dilakukan sejak awal (tahun 2014). Ketiga, penyediaan iklim investasi yang kondusif melalui PTSP sebagai bentuk kerja sama BKPM dan BKPMD, Pemerintah Daerah serta kementerian terkait. Keempat, penyediaan berbagai akses konektivitas, energi, dan komunikasi di kawasan. Penyediaan akses konektivitas antara lain berupa pelebaran dan peningkatan jalan dari Pelabuhan Bungku ke lokasi kawasan industri (40 km) dan pelebaran dan peningkatan jalan dari bandara ke lokasi kawasan industri (5 km). Kelima, pemberian insentif fiskal dalam bentuk tax holiday konstruksi kawasan industri sepanjang tahun 2014 dan non fiskal dalam bentuk kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan master list peralatan industri, serta pengajuan menjadi objek vital nasional (2017). Adapun proses pengajuan menjadi objek vital nasional ini masih dalam tahap evaluasi. 115

124 116 Halaman ini sengaja dikosongkan

125 117

126 Tahun Dasar 2010 Indikator Makroekonomi Daerah IV I II III IV Ip IIp 2018p PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB (%,yoy) Provinsi Aceh Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Jambi Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi Kep. Bangka Belitung Inflasi IHK (%,yoy) Provinsi Aceh Provinsi Sumatera Utara Provinsi Sumatera Barat Provinsi Riau Provinsi Kepulauan Riau Provinsi Jambi Provinsi Sumatera Selatan Provinsi Bengkulu Provinsi Lampung Provinsi Kep. Bangka Belitung

127 Tahun Dasar 2010 Indikator Makroekonomi Daerah IV I II III IV Ip IIp 2018p PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Net Ekspor Antar Daerah Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB (%,yoy) DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Inflasi IHK (%,yoy) DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur

128 Tahun Dasar 2010 Indikator Makroekonomi Daerah IV I II III IV Ip IIp 2018p PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya PDRB (%,yoy) Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Utara Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur

129 Tahun Dasar 2010 Indikator Makroekonomi Daerah IV I II III IV Ip IIp 2018p Inflasi IHK (%,yoy) Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Utara Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Sulawesi Tengah Provinsi Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Maluku Provinsi Maluku Utara Provinsi Papua Provinsi Papua Barat Provinsi Bali Provinsi Nusa Tenggara Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur

130 122 Halaman ini sengaja dikosongkan

131 Dody Budi Waluyo Reza Anglingkusumo Bambang Pramono Gunawan Wicaksono Hario K. Pamungkas Retno Muhardini Maximilian T. Tutuarima Neva Andina Gaffari Ramadhan Ikhsan Utama Ide Mahendra Ragil Misas Fuadi Agung Budilaksono Dythia Sendrata Rama Rahadian Prakasa Warsono Nurul Pratiwi A.P. Frida Yunita Sinurat Donny Hendri Pratama Evy Marya Deswita Siburian Andree Breitner Makahinda

132

133

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 13. Bagian III 35. Bagian IV 61. Bagian V 93

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 13. Bagian III 35. Bagian IV 61. Bagian V 93 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 13 Perekonomian Sumatera Boks 1 30 Peran Pariwisata dan Industri Kreatif dalam Mendukung

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 13. Bagian III 33. Bagian IV 61. Bagian V 91

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 13. Bagian III 33. Bagian IV 61. Bagian V 91 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Boks 1 10 Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional: Instrumen Pengendalian Inflasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan September 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Panen Dorong Deflasi Maret 2017 Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi 0,02% (mtm) di bulan Maret (Tabel 1). Deflasi bulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 39. Bagian V 55. Bagian VI 71. Lampiran 83

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 39. Bagian V 55. Bagian VI 71. Lampiran 83 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 9 Perekonomian Sumatera Boks 1 20 Mendorong Pengembangan Ekonomi Batam dan Daerah Sekitarnya

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 31. Bagian IV 57. Bagian V 79. Lampiran 89

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 31. Bagian IV 57. Bagian V 79. Lampiran 89 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 9 Perekonomian Sumatera Boks 1 25 Diversifikasi Vertikal dan Horisontal Perekonomian Sumatera

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 27. Bagian IV 51. Bagian V 71. Lampiran 87

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 27. Bagian IV 51. Bagian V 71. Lampiran 87 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 9 Perekonomian Sumatera Boks 1 22 Peran Pembangunan Infrastruktur Pertanian Terhadap Perekonomian

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 47. Bagian V 63. Lampiran 75

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 47. Bagian V 63. Lampiran 75 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 9 Perekonomian Sumatera Boks 1 19 Mentransformasi Industri Kelapa Sawit dan Karet Menjadi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

November L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 4

November L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 4 November 2015 L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 4 Halaman ini sengaja dikosongkan L a p o r a n N u s a n t a r a Daftar Isi Kata Pengantar Bagian I Bagian II Bagian III Bagian IV Bagian

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara dapat ditinjau dari variabelvariabel makroekonomi yang mampu melihat perekonomian dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Variabelvariabel

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan Pola Inflasi Ramadhan 1 Tracking bulan Juni 2014 2 Risiko Inflasi s.d Akhir 2014 3 Respon Kebijakan 4 Pola Inflasi Ramadhan Bila mengamati pola historis inflasi selama periode Ramadhan-Idul Fitri, umumnya

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A FEBRUARI 218 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan 01 02 03 Perkembangan Perekonomian Terkini Peluang Pengembangan Perekonomian Proyeksi Perekonomian Ke depan 2 Produk Domestik Regional Bruto Nasional Balikpapan Kaltim Industri Konstruksi Transportasi

Lebih terperinci

Mei L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 11 NOMOR 2

Mei L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 11 NOMOR 2 Mei 2015 L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 11 NOMOR 2 Halaman ini sengaja dikosongkan L a p o r a n N u s a n t a r a Daftar Isi Kata Pengantar Bagian I Bagian II Bagian III Bagian IV Bagian V Bagian

Lebih terperinci

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras.

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Beras. Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara mtm 2,86% yoy 3,67% ytd 1,90% avg yoy 1 6,51% Inflasi Komoditas Utama Beras Minyak Goreng Daging Ayam Ras Cabai Rawit Bawang Merah Tomat Sayur Cakalang Inflasi Sulawesi

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Agustus L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 3

Agustus L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 3 Agustus 2015 L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 10 NOMOR 3 Halaman ini sengaja dikosongkan L a p o r a n N u s a n t a r a Daftar Isi Kata Pengantar Bagian I Bagian II Bagian III Bagian IV Bagian

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI

PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI HIGH LEVEL MEETING PERSIAPAN MENJELANG BULAN RAMADHAN & HARI RAYA IDUL FITRI Denpasar, 18 Mei 2017 PERKEMBANGAN INFLASI NASIONAL 2 PERKEMBANGAN INFLASI NASIONAL 3 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 Inflasi

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016

SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA SOSIALISASI PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI BI Jakarta, 25 April 2016 Yang kami hormati, Gubernur Jawa Tengah, Bapak H. Ganjar Pranowo, Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN UTARA AGUSTUS 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Utara Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini dapat diakses secara online pada: A NOVEMBER 217 Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi Salinan publikasi dalam bentuk hardcopy dapat diperoleh di: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 51/11/Th.XIX, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III - EKONOMI ACEH TRIWULAN III TAHUN DENGAN MIGAS TUMBUH 2,22 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,31 PERSEN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

VOLUME 10 NOMOR 1. Februari 2015

VOLUME 10 NOMOR 1. Februari 2015 VOLUME 1 NOMOR 1 Februari 215 Daftar Isi 3 Kata Pengantar 5 Bagian I Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah 7 Bagian II Perekonomian Sumatera 13 Bagian III Perekonomian Jawa 49 Bagian

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan

Tim Penulis: Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPw BI Provinsi Kaltara CP. dan Edisi Agustus 217 Buku Kajian Ekonomi dan Regional ini Diterbitkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Utara Jl. Mulawarman No. 123, Kota Tarakan 77117 No. Telp: 551-38 7777. Fax:

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR FEBRUARI 218 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA I Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur 1 Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur ALUR PIKIR 2 PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAN KALIMANTAN UTARA MEI 217 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Provinsi Kalimantan Timur Publikasi ini dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2015 No. 76/11/19/Th.IX, November 01 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 01 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III-01 TUMBUH,96 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-01

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No. 37/08/Th.XX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I - 2017 EKONOMI ACEH SEMESTER I-2017 DENGAN MIGAS NAIK 3,67 PERSEN, TANPA MIGAS TUMBUH 3,54 PERSEN

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook Oktober 2015 Rakordal KALTENG 2015 Kondisi Perekonomian Triwulan III dan Outlook 2015 19 Oktober 2015 Outline 1 Perekonomian Nasional PDB Inflasi Rupiah Outlook 2015 3 Perekonomian Proyeksi PDRB Target Inflasi Kalteng

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional LAPORAN NUSANTARA

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional LAPORAN NUSANTARA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional DAFTAR ISI Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional KATA

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan Mei 2017 VISI DAN MISI

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Mei - 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Agustus L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 9 NOMOR 3

Agustus L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 9 NOMOR 3 Agustus 214 L a p o r a n N u s a n t a r a 1 VOLUME 9 NOMOR 3 Halaman ini sengaja dikosongkan L a p o r a n N u s a n t a r a Daftar Isi 3 Kata Pengantar 5 Bagian I Ringkasan Perkembangan dan Prospek

Lebih terperinci