PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda serta berhak atas rasa aman dari ancaman dari suatu kejadian bencana baik yang disebabkan oleh factor alam, factor nonalam maupun factor manusia; b. bahwa kejadian bencana dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, sehingga diperlukan upaya perlindungan kepada masyarakat melalui penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh baik pada masa prabencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana; c. bahwa peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana membutuhkan penjabaran lebih lanjut dengan memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bencana; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Wilayah-wilayah Daerah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

2 2 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828): 6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran serta lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT dan GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA.

3 3 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut BAPPEDA adalah lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi koordinasi dalam perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 6. Masyarakat adalah Masyarakat di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 7. Forum Pengurangan Risiko Bencana yang selanjutnya disebut Forum PRB adalah suatu forum yang dibentuk sebagai media diskusi dan mediasi untuk mengakomodasi inisiatif-inisiatif pengurangnan risiko bencana di daerah. 8. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 9. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, abrasi pantai, dan tanah longsor. 10. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam yang antara

4 4 lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran dan krisis pangan. 11. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi antara lain konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. 12. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. 13. Pengurangan Risiko Bencana adalah kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. 14. Prabencana adalah situasi dimana belum terjadi bencana. 15. Rencana Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat RPB adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan strategi, program dan pilihan tindakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dari tahap pra, tanggap darurat dan pascabencana. 16. Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana yang selanjutnya disingkat RAD PRB adalah dokumen perencanaan pengurangan risiko bencana yang berisi landasan prioritas dan strategi yang disusun oleh seluruh pemangku kepentinganyang disusun secara partisipatif, komprehensip, dan sinergis untuk mengurangi risiko bencana dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. 17. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Provinsi untuk periode 5 (lima) tahun. 18. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Provinsi untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. 19. Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat dengan SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 20. Kegiatan Pencegahan Bencana adlah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

5 5 21. Status Potensi Bencana Daerah adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk menilai potensi bencana yang akan terjadi pada jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 22. Daerah Rawan Bencana adalah daerah yg memiliki kondisi atau karakteristik geologis,biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, social, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegas, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 23. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. 24. Analisa risiko bencana yang selanjutnya disingkat ARB adalah dokumen kajian risiko bencana. 25. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian, serta melalui langkah yang tepat guna, dan berdaya guna. 26. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 27. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera, pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana. 28. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklarifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit dimana ada kejadian meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 29. Wilayah Bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana.

6 6 30. Pascabencana adalah situasi setelah tanggap darurat bencana. 31. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 32. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 33. Korban bencana yang selanjutnya disebut Korban adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. 34. Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyamdang cacat, orang lanjut usia dan orang sakit. 35. Kerugian adalah berkurang atau hilangnya manfaat dari suatu kepemilikan korban bencana. 36. Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bencana adalah alat yang dipakai untuk mempermudah pekerjaan, pencapaian maksud dan tujuan, serta upaya yang digunakan untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi bencana. 37. Kemudahan Akses adalah penyederhanaan proses atas upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang meliputi pengkajian secara cepat terhadap lokasi bencana(need assessment), kerusakan (demage assessment), dan penyediaan sumber daya; pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana fasilitas umum. 38. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi atau swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

7 7 menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 39. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 40. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. BAB II ASAS, PRINSIP, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penyelenggaraan penaggulangan bencana berasaskan: a. kemanusiaan; b. keseimbangan, keselarasan dan keserasian; c. kepastian hokum dan keadilan; d. kebersamaan dan kemitraan; e. kelestarian budaya dan lingkungan hidup; f. ilmu pengetahuan dan teknologi; dan g. partisipasi; Pasal 3 Prinsip penanggulangan bencana adalah: a. cepat dan tepat; b. prioritas; c. koordinasi dan keterpaduan; d. berdaya guna dan berhasil guna; e. transparansi dan akuntabilitas; f. pemberdayaan; g. nondiskriminasi; h. nonproletisi; dan i. kemitraan; j. pemberdayaan;

8 8 k. nondiskriminatif; dan l. membangun kembali kea rah yang lebih baik; Pasal 4 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Pasal 5 Ruang lingkup penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi; a. tahap pra bencana, dalam hal ancaman dan/atau dampak bencana secara potensial lintas Kabupaten/Kota; b. tahap tanggap darurat, dalam hal status dan tingkatan kedaruratan bencana ditetapkan oleh Gubernur; c. tahap Pasca bencana, dalam hal status dan tingkatan kedaruratan bencana telah ditetapkan oleh Gubernur. BAB III KELEMBAGAAN Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk BPBD. (3) BPBD terdiri atas unsur: a. Pengarah penanggulangan bencana; dan b. Pelaksana penanggulangan bencana Pasal 7 BPBD mempunyai tugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan b. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

9 9 Pasal 8 BPBD berwenang: a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara; b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanganan pengungsi akibat bencana; c. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundangan; d. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana; e. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Gubernur setiap bulan dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana; g. Mengendalikan pegumpulan dan penyaluran uang dan/atau barang; h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD atau sumber lainnya; dan i. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh Pasal 9 (1) Unsur pengarah penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) huruf a mempunyai tugas: a. menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana; b. memantau; dan c. mengevaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah; (2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Terdiri atas : a. Pejabat Pemerintah daerah terkait; dan b. Anggota masyarakat, professional dan ahli. (3) Keanggotan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan yang dilakukan oleh DPRD.

10 10 Pasal 10 (1) Pembentukan unsure pelaksana penanggulangan bencana daerah Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) huruf b merupakan kewenangan pemerntah daerah. (2) Unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud Ayat (1) mempunyai fungsi: a. koordinasi; b. komando; dan c. pengendalian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (3) Keanggotaan unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana Dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga professional dan ahli. Pasal 11 Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2), unsure pelaksana penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi: a. prabencana; b. saat tanggap darurat; dan c. pascabencana. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 12 (1) Setiap orang berhak: a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; b. mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana;

11 11 d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. (2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar. (3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi. Pasal 13 (1) Hak mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggarakan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan formal dan non formal di semua jenjang pendidikan. (2) Kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam materi pelajaran dan/atau kurikulum sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi di daerah wewenangnya. (3) Pendidikan bagi masyarakat tentang kebencanaan diselenggarakan oleh SKPD terkait. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 14 Setiap orang berkewajiban: a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. memberikan informasi yang benar kepada public tentang penanggulangan bencana;

12 12 c. melakukan kegiatan penanggulangan bencana baik secara pribadi maupun kelompok relawan; dan d. bertindak sebagai relawan baik sendiri atau secara kelompok yang sepenuhnya berada dalam pengendalian BPBD. BAB V PRA BENCANA Bagian Kesatu Umum Pasal 15 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi: a. situasi tidak terjadi bencana; dan b. situasi terdapat potensi terjadi bencana. Bagian Kedua Situasi Tidak Terjadi Bencana Pasal 16 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) meliputi : a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemanduan dalam perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Pasal 17 (1) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a disusun dalam bentuk RPB dan menjadi bagian dari RPJMD. (2) Penyusunan RPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana

13 13 dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil analisis risiko bencana. (3) Penyusunan RPB dikoordinasikan oleh BPBD dengan melibatkan unsure dari instansi/lembaga terkait pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. (4) RPB ditetapkan dengan Peraturan Gubernur untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. (5) Dalam hal penetapan RPJMD lebih awal dari RPB, Pemerintah Daerah melakukan review terhadap RPJMD. Pasal 18 (1) Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b disusun dalam bentuk RAD PRB. (2) Penyusunan RAD PRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BPBD secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsure dari pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. (3) Penetapan RAD PRB dilakukan dengan Keputusan Kepala BPBD setelah dikoordinasikan dengan BAPPEDA. (4) RAD PRB diintegrasikan dengan RKPD dalam forum musrenbang Provinsi oleh BPBD bersama BAPPEDA. Pasal 19 (1) Upaya mengurangi atau menghilangkan resiko bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana di koordinasikan oleh BPBD dengan melibatkan SKPD terkait lainnya. (2) Skpd sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) adalah instansi pemerintah daerah yang membidangi : a. sosial; b. kesehatan; c. pendidikan; d. pekerjaan umum; e. penataan ruang; f. lingkungan hidup;

14 14 g. perumahan; b. kehutanan; c. perkebunan; d. pertanian dan tanaman pangan; e. kelautan dan perikanan; f. peternakan; g. perhubungan; h. komunikasi dan informasi; i. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; j. pertambangan dan energy; k. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; Pasal 20 (1) BPBD sesuai dengan kewenangannya melakukan inventarisasi dan kajian kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan risiko bencana (2) Setiap kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Kepala BNPB. Pasal 21 (1) BPBD bersama-sama dengan SKPD yang membidangi penataan ruang berdasarkan kewenangannya melakukan koordinasi dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang wilayah. (2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan tata ruang, serta penerapan persyaratan analisis risiko bencana. (3) hasil pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan rekomendasi bagi terbitnya perizinan pemanfaatan ruang.

15 15 Pasal 22 (1) Pendidikan dan pelatihan kebencanaan bagi aparatur diselenggarakan oleh instansi yang membidangi pendidikan dan pelatihan. (2) Pendidikan dan pelatihan terkait dengan penanggulangan bencana bagi masyarakat dapat diselenggarakan oleh lembaga/organisasi/forum berkoordinasi dengan BPBD. (3) BPBD memfasilitasi materi pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana bagi sekolah dan masyarakat. Bagian Ketiga Situasi Terdapat Potensi Terjadi Bencana Pasal 23 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana sebagaiman dimaksud dalam pasal 15 huruf b, meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan dini; dan c. mitigasi bencana. Pasal 24 (1) BPBD melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan oleh instansi/lembaga terkait dalam bentuk : a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; b. pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini; c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e. penyiapan jalur dan lokasi evakuasi; f. penyusunan data dan informasi yang akurat, serta pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan sarana dan prasarana.

16 16 (2) Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan masyarakat dan lembaga usaha. Pasal 25 (1) Peringatan dini disusun dan dilaksanakan oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencana. (2) BPBD melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga yang berwenang untuk memastikan terselenggaranya peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 26 (1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (2) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan structural dan non structural. (3) Kegiatan mitigasi structural meliputi : a. Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang berdasarkan pada analisis risiko bencana; dan b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan. (4) Kegiatan mitigasi non structural meliputi penyelenggaraan Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. BAB VI TANGGAP DARURAT BENCANA Pasal 27 (1) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. pengkajian secara cepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumberdaya; b. penentuan status keadaan darurat bencana; c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; d. pemenuhan kebutuhan dasar; e. perlindungan terhadap kelompok rentan;

17 17 f. pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital; dan (2) Pengendalian penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawah kewenangan BPBD. Pasal 28 BPBD melakukan kaji cepat untuk menentukan kebutuhan dan tindakan penanggulangan bencana yang tepat pada saat tanggap darurat. Pasal 29 (1) Status keadaan darurat bencana ditetapkan oleh Gubernur atas usul BPBD berdasarkan hasil kaji cepat dan tepat. (2) Pada saat status keadaan darurat bencana telah ditetapkan,bpbd mempunyai kemudahan akses di bidang : a. pengerahan sumberdaya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; d. imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h. penyelamatan; dan i. komando untuk memerintahkan instansi/lembaga. (3) Pada saat status keadaan darurat bencana telah ditetapkan, BPBD mempunyai kemudahan dalam hal : a. Menggunakan dana siap pakai dalam APBD dan ditempatkan dalam anggaran BPBD untuk pengadaan barang dan/jasa. b. Mengajukan permintaan serta melakukan penerimaan dan penggunaan sumber daya, peralatan dan logistic dari instansi/lembaga masyarakat untuk melakukan kegiatan tanggap darurat sesuai kebutuhan. c. memberikan persetujuan kepada instansi/lembaga terkait untuk melakukan pengadaan barang/jasa dalam penyelenggaraan tanggap darurat bencana secara khusus melalui pembelian/pengadaan langsung yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi saat keadaan tanggap darurat berlangsung.

18 18 (4) dalam hal penerimaan dana siap pakai dari pemerintah, BPBD membuat laporan : a. Kepada Gubernur untuk selanjutnya dipergunakan sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi kedaruratan bencana; b. pertanggungjawaban penggu aan dana siap pakai dari Pemerintah kepada BNPB sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Kepala BNPB: dan c. pertanggungjawaban dan menginformasikannya kepada public terkait penerimaan dan penggunaan uang dan/atau barang dari masyarakat. Pasal 30 Dalam penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana,bpbd melaksanakan fungsi komando pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistic, dan penyelamatan sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya Pasal 31 Pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dibawah koordinasi BPBD sesuai dengan standar minimum mmeliputi bantuan penyediaan : kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang; pelayanan kesehatan; pelayanan psikososial; dan penampungan serta tempat hunian. Pasal 32 Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dibawah koordinasi BPBD berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Pasal 33 BPBD melakukan koordinasi upaya pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital dari instansi/lembaga terkait agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung.

19 19 BAB VII Pasca Bencana Pasal 34 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi: a. rehabilitas; dan b. rekonstruksi. Pasal 35 (1) Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan : a. perbaikan lingkungan daerah bencana; b. perbaikan prasarana dan sarana umum; c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; d. pemulihan sosial psikologis; e. pelayanan kesehatan; f. rekonsiliasi dan resolusi konflik; g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; h. pemulihan keamanan dan ketertiban; i. pemulihan fungsi pemerintah: dan j. pemulihan fungsi pelayanan publik. (2) Untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana, Pemerintah Daerah menetapkan prioritas rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Analisis kerusakan bencana dan kerugian akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dikoordinasikan oleh BPBD. (4) Prioritas kegiatan rehabilitasi pasca bencana ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah menyusun rencana rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusak dan kerugian akibat bencana. (2) Penyusunan rencana rehabilitasi harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui sebuah forum konsultasi publik.

20 20 (3) Penyusunan rencana rehabilitasi harus memperhatikan : a. pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan; b. kondisi social; c. adat istiadat; d. budaya; dan e. ekonomi. (4) Rencana rehabilitasi ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 37 (1) Dalam melakukan rehabilitasi, Pemerintah Daerah wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD Provinsi. (2) Dalam hal APBD tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi. Pasal 38 (1) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf a dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh BPBD. (2) Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi harus mengedepankan aspek pemberdayaan masyarakat sekitar terkena dampak bencana. Pasal 39 (1) Rekonstruksi pada wilayah pasca bencana dilakukan melalui kegiatan : a. pembangunan kembali prasarana dan sarana; b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik serta tahan bencana; e. partisipasi dan peran serta lembaga serta organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya; g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. (2) Untuk mempercepat pembangunan kembali semua prasarana dan sarana serta kelembagaan pada wilayah pasca bencana, pemerintah daerah menetapkan prioritas kegiatan

21 21 rekonstruksi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dikoordinasikan oleh BPBD. (4) Prioritas kegiatan rekonstruksi pasca bencana ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab melaksanakan kegiatan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b, kecuali prasarana dan sarana yang merupakan tanggungjawab Pemerintah. (2) Pemerintah Daerah menyusun rencana rekonstruksi sebagai satu kesatuan dari rencana rehabilitasi yang didasarkan pada analisi kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Penyusunan rencana rekonstruksi harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui sebuah forum konsultasi public. (4) Penyusunan rencana rekonstruksi harus memperhatikan : a. rencana tata ruang wilayah; b. pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan; c. kondisi social; d. adat istiadat; e. budaya; dan f. ekonomi. (5) Rencana rekonstruksi dtetapkan oleh Gubernur. Pasal 41 (1) Dalam melakukan rekonstruksi, Pemerintah Daerah wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD. (2) Dalam hal APBD tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan rekonstruksi. (3) Selain permintaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemerintah Daerah dapat meminta bantuan kepada pemerintah berupa: a. tenaga ahli; b. peralatan; c. pembangunan prasarana.

22 22 Pasal 42 (1) Pelaksanaan kegiatan rekonsrtuksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh BPBD. (2) Pelaksanaan kegiatan rekonstruksi harus mengedepankan aspek pemberdayaan masyarakat sekitar yang terkena dampak bencana. BAB VIII KOORDINASI DAN KERJASAMA ANTAR DAERAH Pasal 43 (1) Koordinasi antar daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi : a. antar Daerah provinsi dengan Daerah kabupaten/kota; b. antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah Provinsi; c. antar daerah provinsi dengan daerah provinsi lainnya. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rapat koordinasi antar BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota minimal 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Pasal 44 (1 Kerjasama antar Daerah Kabupaten/Kota dimaksudkan untuk efisiensi penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Gubernur bertanggungjawab untuk memfasilitasi kerjasama wajib penyelenggaraan penanggulangan bencana. (3) Kerjasama wajib penyelenggaraan penganggulangan bencana sebagaimana di maksud pada ayat (2) merupakan kerja sama antar-daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana yang memiliki eksternalitas lintas Daerah, dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama. (4) Dalam hal kerja sama wajib penyelenggaraann penanggulanagan bencana tidak dilaksanakan oleh Daerah kabupaten/kota, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mengambil alih pelaksanaannya.

23 23 BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 45 (1) Masyarakat, lembaga social kemasyarakatan dan lembaga usaha memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Masyarakat, lembaga social kemasyarakatan dan lembaga usaha dapat membentuk forum sebagai wahana untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 46 (1) Anggota forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) terdiri dari unsur : a.pemerintah daerah b.lembaga Swadaya Masyarakat c.lembaga sosial keagamaan d.organisasi sosial kemasyarakatan e.perguruan tinggi f.sekolah negeri dan swasta g.media masa h.dunia usaha i.masyarakat (2). Tugas, fungsi dan kepengurusan forum ditetapkan dengan Keputusan gubernur. BAB.X PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI Pasal 47 Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh BPBD sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana Pasal 48 (1) BPBD menyusun laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana (2) Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari: a. Laporan situasi kejadian bencana;

24 24 b. Laporan bulanan kejadian bencana; dan c. Laporan menyeluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 49 Laporan situasi kejadian bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf a disusun pada saat tanggap darurat dengan memuat : a. waktu dan lokasi kejadian; b. penyebab bencana; c. cakupan wilayah dampak bencana; d. penyebab kejadian bencana; e. dampak bencana (jumlah korban jiwa dan kerusakan/kerugian serta dampak social ekonomi yang ditimbulkan) f. upaya penanganan yang dilakukan; g. bantuan yang diperlukan; h. kendala yang dihadapi. Pasal 50 Laporan bulanan kejadian bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf b merupakan rekapituasi jumlah kejadian, dampak bencana yang disajikan dalam tabulasi. Pasal 51 Laporan menyeluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf c meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada prabencana yang dibuat setiap bulan dan setiap tahun. Pasal 52 (1) Evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh BPBD.

25 25 BAB VII PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA Pasal 53 (1) Sumber Dana penanggulangan bencana dapat berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Sumber Dana yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan setiap tahun 1 % (satu persen) dari APBD sesuai kemampuan keuangan daerah. (3) Dana penanggulangan bencana yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan kepada masing-masing SKPD yang menangani penanggulangan bencana. (4) Besarnya alokasi dana untuk masing-masing SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (5) Dana penanggulang bencana yang ada dalam anggaran SKPD, penggunaan dan pemantauannya dikoordinasikan oleh BPBD. Pasal 54 (1) Masyarakat dapat mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk penanggulanan bencana ketika tejadi bencana. (2) Pengumpulan dana oleh masyarakat dan penyalurannya sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dikoordinasikan oleh BPBD.

26 26 Pasal 55 (1) Dana uperasional BPBD menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya yang terdiri atas: a. dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBN, APBD, dan/atau masyarakat untuk digunakan pada tahap prabencana,saat tanggap darurat bencana dan pasca bencana. b. dana kontijensi bencana yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap prabencana. c. dana siap pakai yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada saat tanggap darrat serta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota menyediakan dana siap pakai dalam anggaran penanggulangan bencana yng berasal dari APBD dan menempatkannya dalam anggaran BPBD, dan harus selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan pada saat tanggap darurat; dan d. dana bantuan social berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap pasca bencana. (2) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai wilayah dan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana, barang dan atau jasa yang bersumber dari masyarakat, baik masyarakat dalam negeri maupun masyarakat internasional sesuai peraturanperundangan yg berlaku. (3) Dana, barang maupun jasa yang berasal dari Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah penyalurannya berkoordinasi dengan BNPB. Pasal 56 (1) Dana siap pakai sebagaimana dimaksud dalam pasar 55 huruf c digunakan terbatas pada pengadaan barang dan atau jasa untuk: a. pencairan dan penyelamatan korban bencana; b. pertolongan darurat; c. evakuasi korban bencana; d. kebutuhan air bersih dan sanitasi;

27 27 e. pangan; f. sandang; g. pelayanan kesehatan; h. penampungan serta tempat hunian sementara; dan i. pembayaran uang lelah petugas semua kegiatan yang memerlukan tenaga yang telah direkrut dalam Sistem komando tanggap darurat. (2) BPBD pada saat Tanggap Darurat dapat melaksanakan pengadaan barang dan atau jasa sesuai kebutuhan, kondisi dan karakteristik wilayah bencana secara langsung yang efisien dan efektif BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 Semua ketentuan mengenai pengelolaan bencana yang ada sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan daerah ini. Pasal 58 Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan daerah ini wajib ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

28 28 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 59 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Diundangkan di Mataram pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, H. M. ZAINUL MAJDI H. MUHAMMAD NUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 NOMOR NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT: (7/12)

29 29 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA I. UMUM Bencana merupakan suatu fenomena yang berdampak merusak dan muncul dengan atau tanpa prediksi yang selalu menyertai kehidupan manusia. Dampak yang merusak ini dapat berupa korban jiwa dan/atau kerugian harta benda sehingga mangacaukan tatanan alam dan sosial. Potensi penyebab bencana dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/bendabenda angkasa. Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Sedangkan menurut waktu terjadinya, bencana dikelompokkan menjadi; 1). Bencana periodik (bencana yang terjadi secara berkala dan dapat diprediksi, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor dan gunung meletus) dan 2). Bencana sporadis (bencana yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, seperti gempa bumi). Beberapa ancaman bencana berikut tersebar di beberapa wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu gempa bumi, gunung merapi, tanah longsor, banjir, erosi, abrasi-sedimentasi,kekeringan,kebakaran hutan,wabah flu burung, kegagalan teknologi dan sanitari. Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hokum yang kuat bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana di Provinsi Nusa Tenggara Barat, perlu disusun Peraturan daerah tentang penanggulangan bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap darurat, dan pasca

30 30 bencana. Materi muatan peraturan daerah ini berisikan ketentuanketentuan pokok sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. 2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya. 3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan perlindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 4. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional. 5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masing-masing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda. 6. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dananggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus. 7. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana. Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, peraturan daerah ini diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan

31 31 penanggulangan bencana di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2 ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan termanifestasi dalam bentuk jaminan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap masyarakat secara proporsional. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah dalam penanggulangan bencana harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap Masyarakat tanpa terkecuali. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum danpemerintahan adalah dalam penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,golongan, gender, atau status sosial. Huruf d Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keselarasan dan keserasian adalah dalam penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan, keselarasan tata kehidupan dan lingkungan dan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial Masyarakat. Huruf e Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah dalam penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam Masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Huruf f Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama Pemerintah Daerah dan Masyarakat yang dilakukan secara gotong royong. Huruf g

32 32 Yang dimaksud dengan asas kelestarian lingkungan hidup adalah dalam penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian lingkunganuntuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demikepentingan Daerah. Huruf h Yang dimaksud dengan asas ilmu pengetahuan dan teknologi adalah penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi bencana, maupun pada tahap pasca bencana. ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dilaksanakan secaracepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan Huruf b Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. Huruf c Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana didasarkan pada waktu, tenaga, biaya digunakan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat. Huruf d Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Huruf e Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah penyelenggaraan

33 33 penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. Huruf f Huruf g Huruf h Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminasi adalah negara dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun. Huruf i Yang dimaksud dengan nonproletisi adalah pelarangan kegiatan menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Ancaman lintas Kabupaten/Kota,contohnya letusan gunung rinjani yang secara administrative berada pada wilayah Kabupaten Lombok Utara,Lombok Tengah dan Lombok Timur. Dampak bencana secara potensial lintas kabupaten/kota, contohnya gempa bumi dan tsunami Ayat (2) Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9

34 34 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26

35 35 Pasal 27. Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Ayat (1) Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Contohnya, dalam hal penyusunan system peringatan dini banjir dimana sumber ancaman berada di suatu kabupaten.kota

36 36 sementara masyarakat potensial terdampak berada di wilayah kabupaten/kota lain. Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Pasal 58

37 37 Pasal 59 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.

38 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda serta berhak atas rasa aman dari ancaman dari suatu kejadian bencana baik yang disebabkan oleh factor alam, factor nonalam maupun factor manusia; b. bahwa kejadian bencana dapat menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, sehingga diperlukan upaya perlindungan kepada masyarakat melalui penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh baik pada masa prabencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana; c. bahwa peraturan perundang-undangan tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana membutuhkan penjabaran lebih lanjut dengan memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bencana; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Wilayah-wilayah Daerah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

39 2 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828): 6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran serta lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Menetapkan : dan GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

40 3 1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang selanjutnya disebut BAPPEDA adalah lembaga teknis daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi koordinasi dalam perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 5. Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 6. Masyarakat adalah Masyarakat di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 7. Forum Pengurangan Risiko Bencana yang selanjutnya disebut Forum PRB adalah suatu forum yang dibentuk sebagai media diskusi dan mediasi untuk mengakomodasi inisiatif-inisiatif pengurangnan risiko bencana di daerah. 8. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 9. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, abrasi pantai, dan tanah longsor. 10. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit, kebakaran dan krisis pangan. 11. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi antara lain konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

41 4 12. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. 13. Pengurangan Risiko Bencana adalah kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana. 14. Prabencana adalah situasi dimana belum terjadi bencana. 15. Rencana Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat RPB adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan strategi, program dan pilihan tindakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dari tahap pra, tanggap darurat dan pascabencana. 16. Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana yang selanjutnya disingkat RAD PRB adalah dokumen perencanaan pengurangan risiko bencana yang berisi landasan prioritas dan strategi yang disusun oleh seluruh pemangku kepentinganyang disusun secara partisipatif, komprehensip, dan sinergis untuk mengurangi risiko bencana dalam rangka membangun kesiapsiagaan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. 17. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Provinsi untuk periode 5 (lima) tahun. 18. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Provinsi untuk periode 1 (satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. 19. Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi yang selanjutnya disingkat dengan SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 20. Kegiatan Pencegahan Bencana adlah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. 21. Status Potensi Bencana Daerah adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk menilai potensi bencana yang akan terjadi pada jangka waktu tertentu atas dasar

42 5 rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 22. Daerah Rawan Bencana adalah daerah yg memiliki kondisi atau karakteristik geologis,biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, social, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegas, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. 23. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. 24. Analisa risiko bencana yang selanjutnya disingkat ARB adalah dokumen kajian risiko bencana. 25. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian, serta melalui langkah yang tepat guna, dan berdaya guna. 26. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 27. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera, pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana. 28. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklarifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit dimana ada kejadian meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. 29. Wilayah Bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana. 30. Pascabencana adalah situasi setelah tanggap darurat bencana. 31. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk

43 6 normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 32. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. 33. Korban bencana yang selanjutnya disebut Korban adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. 34. Kelompok rentan adalah bayi, anak usia di bawah lima tahun, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyamdang cacat, orang lanjut usia dan orang sakit. 35. Kerugian adalah berkurang atau hilangnya manfaat dari suatu kepemilikan korban bencana. 36. Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bencana adalah alat yang dipakai untuk mempermudah pekerjaan, pencapaian maksud dan tujuan, serta upaya yang digunakan untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi bencana. 37. Kemudahan Akses adalah penyederhanaan proses atas upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang meliputi pengkajian secara cepat terhadap lokasi bencana(need assessment), kerusakan (demage assessment), dan penyediaan sumber daya; pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan terhadap kelompok rentan, dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana fasilitas umum. 38. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi atau swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 39. Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama,

44 7 dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 40. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. BAB II ASAS, PRINSIP, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Penyelenggaraan penaggulangan bencana berasaskan: a. kemanusiaan; b. keseimbangan, keselarasan dan keserasian; c. kepastian hokum dan keadilan; d. kebersamaan dan kemitraan; e. kelestarian budaya dan lingkungan hidup; f. ilmu pengetahuan dan teknologi; dan g. partisipasi; Pasal 3 Prinsip penanggulangan bencana adalah: a. cepat dan tepat; b. prioritas; c. koordinasi dan keterpaduan; d. berdaya guna dan berhasil guna; e. transparansi dan akuntabilitas; f. pemberdayaan; g. nondiskriminasi; h. nonproletisi; dan i. kemitraan; j. pemberdayaan; k. nondiskriminatif; dan l. membangun kembali kea rah yang lebih baik;

45 8 Pasal 4 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Pasal 5 Ruang lingkup penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi; a. tahap pra bencana, dalam hal ancaman dan/atau dampak bencana secara potensial lintas Kabupaten/Kota; b. tahap tanggap darurat, dalam hal status dan tingkatan kedaruratan bencana ditetapkan oleh Gubernur; c. tahap Pasca bencana, dalam hal status dan tingkatan kedaruratan bencana telah ditetapkan oleh Gubernur. BAB III KELEMBAGAAN Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk BPBD. (3) BPBD terdiri atas unsur: a. Pengarah penanggulangan bencana; dan b. Pelaksana penanggulangan bencana Pasal 7 BPBD mempunyai tugas: a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan b. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

46 9 Pasal 8 BPBD berwenang: a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara; b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penanganan pengungsi akibat bencana; c. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundangan; d. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana; e. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana; f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Gubernur setiap bulan dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana; g. Mengendalikan pegumpulan dan penyaluran uang dan/atau barang; h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD atau sumber lainnya; dan i. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh Pasal 9 (1) Unsur pengarah penanggulangan bencana daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) huruf a mempunyai tugas: a. menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana; b. memantau; dan c. mengevaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah; (2) Keanggotaan unsur pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Terdiri atas : a. Pejabat Pemerintah daerah terkait; dan b. Anggota masyarakat, professional dan ahli. (3) Keanggotan unsure pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dipilih melalui uji kepatutan yang dilakukan oleh DPRD.

47 10 Pasal 10 (1) Pembentukan unsure pelaksana penanggulangan bencana daerah Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) huruf b merupakan kewenangan pemerntah daerah. (2) Unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud Ayat (1) mempunyai fungsi: a. koordinasi; b. komando; dan c. pengendalian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (3) Keanggotaan unsur pelaksana penanggulangan bencana sebagaimana Dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tenaga professional dan ahli. Pasal 11 Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2), unsure pelaksana penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi: a. prabencana; b. saat tanggap darurat; dan c. pascabencana. BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Hak Masyarakat Pasal 12 (1) Setiap orang berhak: a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana; b. mendapatkan pendidikan, pelatihan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana;

48 11 d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial; e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya; dan f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana. (2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar. (3) Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi. Pasal 13 (1) Hak mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggarakan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan formal dan non formal di semua jenjang pendidikan. (2) Kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam materi pelajaran dan/atau kurikulum sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi di daerah wewenangnya. (3) Pendidikan bagi masyarakat tentang kebencanaan diselenggarakan oleh SKPD terkait. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 14 Setiap orang berkewajiban: a. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

49 12 b. memberikan informasi yang benar kepada public tentang penanggulangan bencana; c. melakukan kegiatan penanggulangan bencana baik secara pribadi maupun kelompok relawan; dan d. bertindak sebagai relawan baik sendiri atau secara kelompok yang sepenuhnya berada dalam pengendalian BPBD. BAB V PRA BENCANA Bagian Kesatu Umum Pasal 15 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi: a. situasi tidak terjadi bencana; dan b. situasi terdapat potensi terjadi bencana. Bagian Kedua Situasi Tidak Terjadi Bencana Pasal 16 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) meliputi : a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemanduan dalam perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

50 13 Pasal 17 (1) Perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a disusun dalam bentuk RPB dan menjadi bagian dari RPJMD. (2) Penyusunan RPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perencanaan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil analisis risiko bencana. (3) Penyusunan RPB dikoordinasikan oleh BPBD dengan melibatkan unsure dari instansi/lembaga terkait pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. (4) RPB ditetapkan dengan Peraturan Gubernur untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. (5) Dalam hal penetapan RPJMD lebih awal dari RPB, Pemerintah Daerah melakukan review terhadap RPJMD. Pasal 18 (1) Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b disusun dalam bentuk RAD PRB. (2) Penyusunan RAD PRB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BPBD secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsure dari pemerintah daerah, non pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. (3) Penetapan RAD PRB dilakukan dengan Keputusan Kepala BPBD setelah dikoordinasikan dengan BAPPEDA. (4) RAD PRB diintegrasikan dengan RKPD dalam forum musrenbang Provinsi oleh BPBD bersama BAPPEDA. Pasal 19 (1) Upaya mengurangi atau menghilangkan resiko bencana dan kerentanan pihak yang terancam bencana di koordinasikan oleh BPBD dengan melibatkan SKPD terkait lainnya.

51 14 (2) SKPD sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) adalah instansi pemerintah daerah yang membidangi : a. sosial; b. kesehatan; c. pendidikan; d. pekerjaan umum; e. penataan ruang; f. lingkungan hidup; g. perumahan; h. kehutanan; i. perkebunan; j. pertanian dan tanaman pangan; k. kelautan dan perikanan; l. peternakan; m. perhubungan; n. komunikasi dan informasi; o. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; p. pertambangan dan energy; q. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; Pasal 20 (1) BPBD sesuai dengan kewenangannya melakukan inventarisasi dan kajian kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan risiko bencana (2) Setiap kegiatan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Kepala BNPB.

52 15 Pasal 21 (1) BPBD bersama-sama dengan SKPD yang membidangi penataan ruang berdasarkan kewenangannya melakukan koordinasi dalam hal pengendalian pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang wilayah. (2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan tata ruang, serta penerapan persyaratan analisis risiko bencana. (3) hasil pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bahan rekomendasi bagi terbitnya perizinan pemanfaatan ruang. Pasal 22 (1) Pendidikan dan pelatihan kebencanaan bagi aparatur diselenggarakan oleh instansi yang membidangi pendidikan dan pelatihan. (2) Pendidikan dan pelatihan terkait dengan penanggulangan bencana bagi masyarakat dapat diselenggarakan oleh lembaga/organisasi/forum berkoordinasi dengan BPBD. (3) BPBD memfasilitasi materi pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana bagi sekolah dan masyarakat. Bagian Ketiga Situasi Terdapat Potensi Terjadi Bencana Pasal 23 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana sebagaiman dimaksud dalam pasal 15 huruf b, meliputi: a. kesiapsiagaan; b. peringatan dini; dan c. mitigasi bencana.

53 16 Pasal 24 (1) BPBD melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan oleh instansi/lembaga terkait dalam bentuk : a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana; b. pengorganisasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini; c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; e. penyiapan jalur dan lokasi evakuasi; f. penyusunan data dan informasi yang akurat, serta pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat bencana; dan g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan sarana dan prasarana. (2) Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan masyarakat dan lembaga usaha. Pasal 25 (1) Peringatan dini disusun dan dilaksanakan oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencana. (2) BPBD melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga yang berwenang untuk memastikan terselenggaranya peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 26 (1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (2) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan structural dan non structural. (3) Kegiatan mitigasi structural meliputi :

54 17 a. Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang berdasarkan pada analisis risiko bencana; dan b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan. (4) Kegiatan mitigasi non structural meliputi penyelenggaraan Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. BAB VI TANGGAP DARURAT BENCANA Pasal 27 (1) Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. pengkajian secara cepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumberdaya; b. penentuan status keadaan darurat bencana; c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; d. pemenuhan kebutuhan dasar; e. perlindungan terhadap kelompok rentan; f. pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital; dan (2) Pengendalian penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawah kewenangan BPBD. Pasal 28 BPBD melakukan kaji cepat untuk menentukan kebutuhan dan tindakan penanggulangan bencana yang tepat pada saat tanggap darurat. Pasal 29 (1) Status keadaan darurat bencana ditetapkan oleh Gubernur atas usul BPBD berdasarkan hasil kaji cepat dan tepat. (2) Pada saat status keadaan darurat bencana telah ditetapkan,bpbd mempunyai kemudahan akses di bidang : a. pengerahan sumberdaya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik;

55 18 d. imigrasi, cukai, dan karantina; e. perizinan; f. pengadaan barang/jasa; g. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang; h. penyelamatan; dan i. komando untuk memerintahkan instansi/lembaga. (3) Pada saat status keadaan darurat bencana telah ditetapkan, BPBD mempunyai kemudahan dalam hal : a. menggunakan dana siap pakai dalam APBD dan ditempatkan dalam anggaran BPBD untuk pengadaan barang dan/jasa. b. mengajukan permintaan serta melakukan penerimaan dan penggunaan sumber daya, peralatan dan logistic dari instansi/lembaga masyarakat untuk melakukan kegiatan tanggap darurat sesuai kebutuhan. c. memberikan persetujuan kepada instansi/lembaga terkait untuk melakukan pengadaan barang/jasa dalam penyelenggaraan tanggap darurat bencana secara khusus melalui pembelian/pengadaan langsung yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi saat keadaan tanggap darurat berlangsung. (4) dalam hal penerimaan dana siap pakai dari pemerintah, BPBD membuat laporan : a. Kepada Gubernur untuk selanjutnya dipergunakan sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi kedaruratan bencana; b. pertanggungjawaban penggu aan dana siap pakai dari Pemerintah kepada BNPB sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh Kepala BNPB: dan c. pertanggungjawaban dan menginformasikannya kepada public terkait penerimaan dan penggunaan uang dan/atau barang dari masyarakat. Pasal 30 Dalam penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana,bpbd melaksanakan fungsi komando pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistic, dan penyelamatan sesuai dengan lokasi dan tingkatan bencananya

56 19 Pasal 31 Pemenuhan kebutuhan dasar dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dibawah koordinasi BPBD sesuai dengan standar minimum mmeliputi bantuan penyediaan : kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang; pelayanan kesehatan; pelayanan psikososial; dan penampungan serta tempat hunian. Pasal 32 Perlindungan terhadap kelompok rentan dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dibawah koordinasi BPBD berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Pasal 33 BPBD melakukan koordinasi upaya pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital dari instansi/lembaga terkait agar kehidupan masyarakat tetap berlangsung. BAB VII Pasca Bencana Pasal 34 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi: a. rehabilitas; dan b. rekonstruksi. Pasal 35 (1) Rehabilitasi pada wilayah pascabencana dilakukan melalui kegiatan : a. perbaikan lingkungan daerah bencana; b. perbaikan prasarana dan sarana umum; c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; d. pemulihan sosial psikologis; e. pelayanan kesehatan; f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;

57 20 g. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; h. pemulihan keamanan dan ketertiban; i. pemulihan fungsi pemerintah: dan j. pemulihan fungsi pelayanan publik. (2) Untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana, Pemerintah Daerah menetapkan prioritas rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Analisis kerusakan bencana dan kerugian akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dikoordinasikan oleh BPBD. (4) Prioritas kegiatan rehabilitasi pasca bencana ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah menyusun rencana rehabilitasi didasarkan pada analisis kerusak dan kerugian akibat bencana. (2) Penyusunan rencana rehabilitasi harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui sebuah forum konsultasi publik. (3) Penyusunan rencana rehabilitasi harus memperhatikan : a. pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan; b. kondisi social; c. adat istiadat; d. budaya; dan e. ekonomi. (4) Rencana rehabilitasi ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 37 (1) Dalam melakukan rehabilitasi, Pemerintah Daerah wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD Provinsi. (2) Dalam hal APBD tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi.

58 21 Pasal 38 (1) Kegiatan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf a dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh BPBD. (2) Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi harus mengedepankan aspek pemberdayaan masyarakat sekitar terkena dampak bencana. Pasal 39 (1) Rekonstruksi pada wilayah pasca bencana dilakukan melalui kegiatan : a. pembangunan kembali prasarana dan sarana; b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik serta tahan bencana; e. partisipasi dan peran serta lembaga serta organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat; f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya; g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. (2) Untuk mempercepat pembangunan kembali semua prasarana dan sarana serta kelembagaan pada wilayah pasca bencana, pemerintah daerah menetapkan prioritas kegiatan rekonstruksi didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi/lembaga terkait dikoordinasikan oleh BPBD. (4) Prioritas kegiatan rekonstruksi pasca bencana ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab melaksanakan kegiatan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b, kecuali prasarana dan sarana yang merupakan tanggungjawab Pemerintah.

59 22 (2) Pemerintah Daerah menyusun rencana rekonstruksi sebagai satu kesatuan dari rencana rehabilitasi yang didasarkan pada analisi kerusakan dan kerugian akibat bencana. (3) Penyusunan rencana rekonstruksi harus memperhatikan aspirasi masyarakat melalui sebuah forum konsultasi public. (4) Penyusunan rencana rekonstruksi harus memperhatikan : a. rencana tata ruang wilayah; b. pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan; c. kondisi social; d. adat istiadat; e. budaya; dan f. ekonomi. (5) Rencana rekonstruksi dtetapkan oleh Gubernur. Pasal 41 (1) Dalam melakukan rekonstruksi, Pemerintah Daerah wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD. (2) Dalam hal APBD tidak memadai, Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan dana kepada Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan rekonstruksi. (3) Selain permintaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemerintah Daerah dapat meminta bantuan kepada pemerintah berupa: a. tenaga ahli; b. peralatan; c. pembangunan prasarana. Pasal 42 (1) Pelaksanaan kegiatan rekonsrtuksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait yang dikoordinasikan oleh BPBD. (2) Pelaksanaan kegiatan rekonstruksi harus mengedepankan aspek pemberdayaan masyarakat sekitar yang terkena dampak bencana.

60 23 BAB VIII KOORDINASI DAN KERJASAMA ANTAR DAERAH Pasal 43 (1) Koordinasi antar daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi : a. antar Daerah provinsi dengan Daerah kabupaten/kota; b. antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah Provinsi; c. antar daerah provinsi dengan daerah provinsi lainnya. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rapat koordinasi antar BPBD Provinsi dengan BPBD Kabupaten/Kota minimal 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. Pasal 44 (1) Kerjasama antar Daerah Kabupaten/Kota dimaksudkan untuk efisiensi penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Gubernur bertanggungjawab untuk memfasilitasi kerjasama wajib penyelenggaraan penanggulangan bencana. (3) Kerjasama wajib penyelenggaraan penganggulangan bencana sebagaimana di maksud pada ayat (2) merupakan kerja sama antar-daerah yang berbatasan untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana yang memiliki eksternalitas lintas Daerah, dan penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama. (4) Dalam hal kerja sama wajib penyelenggaraann penanggulanagan bencana tidak dilaksanakan oleh Daerah kabupaten/kota,gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mengambil alih pelaksanaannya. BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 45 (1) Masyarakat, lembaga social kemasyarakatan dan lembaga usaha memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. (2) Masyarakat, lembaga social kemasyarakatan dan lembaga usaha dapat membentuk forum sebagai wahana untuk berperan serta

61 24 dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 46 (1) Anggota forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) terdiri dari unsur : a. Pemerintah daerah b. Lembaga Swadaya Masyarakat c. embaga sosial keagamaan d. Organisasi sosial kemasyarakatan e. Perguruan tinggi f. Sekolah negeri dan swasta g. Media masa h. Dunia usaha i. Masyarakat (2) Tugas, fungsi dan kepengurusan forum ditetapkan dengan Keputusan gubernur. BAB.X PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI Pasal 47 Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh BPBD sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana Pasal 48 (1) BPBD menyusun laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana (2) Laporan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari: a. Laporan situasi kejadian bencana; b. Laporan bulanan kejadian bencana; dan c. Laporan menyeluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana.

62 25 Pasal 49 Laporan situasi kejadian bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf a disusun pada saat tanggap darurat dengan memuat: a. waktu dan lokasi kejadian; b. penyebab bencana; c. cakupan wilayah dampak bencana; d. penyebab kejadian bencana; e. dampak bencana (jumlah korban jiwa dan kerusakan/kerugian serta dampak social ekonomi yang ditimbulkan) f. upaya penanganan yang dilakukan; g. bantuan yang diperlukan; h. kendala yang dihadapi. Pasal 50 Laporan bulanan kejadian bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf b merupakan rekapituasi jumlah kejadian, dampak bencana yang disajikan dalam tabulasi. Pasal 51 Laporan menyeluruh penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) huruf c meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada prabencana yang dibuat setiap bulan dan setiap tahun. Pasal 52 (1) Evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka pencapaian standar minimum dan peningkatan kinerja penanggulangan bencana. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh BPBD. BAB VII PENDANAAN PENANGGULANGAN BENCANA Pasal 53 (1) Sumber Dana penanggulangan bencana dapat berasal dari : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN)

63 26 b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) c. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat. (2) Sumber Dana yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dianggarkan setiap tahun 1 % (satu persen) dari APBD sesuai kemampuan keuangan daerah. (3) Dana penanggulangan bencana yang bersumber dari APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan kepada masingmasing SKPD yang menangani penanggulangan bencana. (4) Besarnya alokasi dana untuk masing-masing SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (5) Dana penanggulang bencana yang ada dalam anggaran SKPD, penggunaan dan pemantauannya dikoordinasikan oleh BPBD. Pasal 54 (1) Masyarakat dapat mengumpulkan dan menyalurkan dana untuk penanggulanan bencana ketika tejadi bencana. (2) Pengumpulan dana oleh masyarakat dan penyalurannya sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dikoordinasikan oleh BPBD. Pasal 55 (1) Dana uperasional BPBD menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya yang terdiri atas: a. dana penanggulangan bencana yang berasal dari APBN, APBD, dan/atau masyarakat untuk digunakan pada tahap prabencana,saat tanggap darurat bencana dan pasca bencana. b. dana kontijensi bencana yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan kesiapsiagaan pada tahap prabencana. c. dana siap pakai yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada saat tanggap darrat serta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota menyediakan dana siap pakai dalam anggaran penanggulangan bencana yng berasal dari APBD dan menempatkannya dalam anggaran BPBD, dan harus selalu tersedia sesuai dengan kebutuhan pada saat tanggap darurat; dan

64 27 d. dana bantuan social berpola hibah yang disediakan dalam APBN untuk kegiatan pada tahap pasca bencana. (2) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai wilayah dan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan dana, barang dan atau jasa yang bersumber dari masyarakat, baik masyarakat dalam negeri maupun masyarakat internasional sesuai peraturan-perundangan yg berlaku. (3) Dana, barang maupun jasa yang berasal dari Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah penyalurannya berkoordinasi dengan BNPB. Pasal 56 (1) Dana siap pakai sebagaimana dimaksud dalam pasar 55 huruf c digunakan terbatas pada pengadaan barang dan atau jasa untuk: a. pencairan dan penyelamatan korban bencana; b. pertolongan darurat; c. evakuasi korban bencana; d. kebutuhan air bersih dan sanitasi; e. pangan; f. sandang; g. pelayanan kesehatan; h. penampungan serta tempat hunian sementara; dan i. pembayaran uang lelah petugas semua kegiatan yang memerlukan tenaga yang telah direkrut dalam Sistem komando tanggap darurat. (2) BPBD pada saat Tanggap Darurat dapat melaksanakan pengadaan barang dan atau jasa sesuai kebutuhan, kondisi dan karakteristik wilayah bencana secara langsung yang efisien dan efektif

65 28 BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 Semua ketentuan mengenai pengelolaan bencana yang ada sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan daerah ini. Pasal 58 Peraturan Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan daerah ini wajib ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini diundangkan. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 59 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram pada tanggal GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Diundangkan di Mataram pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB, H. M. ZAINUL MAJDI H. MUHAMMAD NUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 NOMOR NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT : (7/12)

66 29 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA I. UMUM Bencana merupakan suatu fenomena yang berdampak merusak dan muncul dengan atau tanpa prediksi yang selalu menyertai kehidupan manusia. Dampak yang merusak ini dapat berupa korban jiwa dan/atau kerugian harta benda sehingga mangacaukan tatanan alam dan sosial. Potensi penyebab bencana dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan/lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa. Bencana nonalam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering terjadi. Sedangkan menurut waktu terjadinya, bencana dikelompokkan menjadi; 1). Bencana periodik (bencana yang terjadi secara berkala dan dapat diprediksi, seperti banjir, kekeringan, tanah longsor dan gunung meletus) dan 2). Bencana sporadis (bencana yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, seperti gempa bumi). Beberapa ancaman bencana berikut tersebar di beberapa wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu gempa bumi, gunung merapi, tanah longsor, banjir, erosi, abrasi-sedimentasi,kekeringan,kebakaran hutan,wabah flu burung, kegagalan teknologi dan sanitari. Mencermati hal-hal tersebut diatas dan dalam rangka memberikan landasan hokum yang kuat bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana di Provinsi Nusa Tenggara Barat, perlu disusun Peraturan daerah tentang penanggulangan bencana yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana, saat tanggap

67 30 darurat, dan pasca bencana. Materi muatan peraturan daerah ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan Penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. 2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam tahap tanggap darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Badan penanggulangan bencana tersebut terdiri dari unsur pengarah dan unsur pelaksana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan penanggulangan bencana secara terencana dan terpadu sesuai dengan kewenangannya. 3. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, mendapatkan perlindungan sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 4. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional. 5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana, karena masingmasing tahapan mempunyai karakteristik penanganan yang berbeda. 6. Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain didukung dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dananggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, juga disediakan dana siap pakai dengan pertanggungjawaban melalui mekanisme khusus. 7. Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana, agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana. Dengan materi muatan sebagaimana disebutkan diatas, peraturan daerah ini diharapkan dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilaksanakan secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.

68 31 II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1. Pasal 2 ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan termanifestasi dalam bentuk jaminan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia, harkat dan martabat setiap masyarakat secara proporsional. Huruf b Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah dalam penanggulangan bencana harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap Masyarakat tanpa terkecuali. Huruf c Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum danpemerintahan adalah dalam penanggulangan bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,golongan, gender, atau status sosial. Huruf d Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keselarasan dan keserasian adalah dalam penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan lingkungan, keselarasan tata kehidupan dan lingkungan dan keserasian lingkungan dan kehidupan sosial Masyarakat. Huruf e Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah dalam penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan ketertiban dalam Masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Huruf f Yang dimaksud dengan asas kebersamaan adalah penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan tanggung jawab bersama Pemerintah Daerah dan Masyarakat yang dilakukan secara gotong royong. Huruf g Yang dimaksud dengan asas kelestarian lingkungan hidup adalah dalam penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian

69 32 lingkunganuntuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demikepentingan Daerah. Huruf h Yang dimaksud dengan asas ilmu pengetahuan dan teknologi adalah penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat terjadi bencana, maupun pada tahap pasca bencana. ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana harus dilaksanakan secaracepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan Huruf b Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia. Huruf c Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana didasarkan pada waktu, tenaga, biaya digunakan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat. Huruf d Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan. Huruf e Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum. Huruf f

70 33 Huruf g Huruf h Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminasi adalah negara dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun. Huruf i Yang dimaksud dengan nonproletisi adalah pelarangan kegiatan menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Ancaman lintas Kabupaten/Kota,contohnya letusan gunung rinjani yang secara administrative berada pada wilayah Kabupaten Lombok Utara,Lombok Tengah dan Lombok Timur. Dampak bencana secara potensial lintas kabupaten/kota, contohnya gempa bumi dan tsunami Ayat (2) Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9

71 34 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26

72 35 Pasal 27. Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Ayat (1)

73 36 Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Contohnya, dalam hal penyusunan system peringatan dini banjir dimana sumber ancaman berada di suatu kabupaten.kota sementara masyarakat potensial terdampak berada di wilayah kabupaten/kota lain. Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55

74 37 Pasal 56 Pasal 57 Pasal 58 Pasal 59 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR.

75 1 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGURANGAN RISIKO BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki kondisi geologis, geografis, hidrologis, demografis, sosiografis yang menjadikannya rawan bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial yang berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, dan kerugian dalam bentuk lain yang tidak ternilai; b. bahwa untuk mengurangi korban dan kerugian akibat bencana perlu upaya pengurangan risiko bencana dalam mewujudkan ketangguhan masyarakat terhadap potensi dan ancaman bencana dengan mempertimbangkan nilainilai kearifan lokal;

76 2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengurangan Risiko Bencana; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I: Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran

77 3 Negara Republik Indonesia Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4830); 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Mitigasi Bencana; 11. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9 Tahun 2008 tentang Prosedur Tetap Tim Reaksi Cepat Badan Nsional Penanggulangan Bencana; 12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2008 tentang Sistem Komando Tanggap Darurat Bencana; 13. Peraturan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat Bencana;

78 4 14. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang di ubah menjadi Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2009 tentang Lembaga Lain Sebagai Bagian dari Perangkat Daerah Provinsi NTB (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 Nomor 16); 15. Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Dan Rincian Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Pelaksanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Berita Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 Nomor 49. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Barat. 4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota se Nusa Tenggara Barat.

79 5 5. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota se Nusa Tenggara Barat. 6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut BPBD Provinsi Nusa Tenggara Barat. 7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut BPBD Kabupaten/Kota. 8. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. 9. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. 10. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. 11. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang di akibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. 12. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. 13. Lembaga kemasyarakatan adalah lembaga yang mempunyai akta notaris/akta pendirian/anggaran dasar disertai anggaran rumah tangga, yang memuat antara lain; asas, sifat, dan tujuan lembaga, lingkup kegiatan, susunan organisasi, sumber-sumber

80 6 keuangan serta mempunyai kepanitiaan, yang meliputi susunan panitia, alamat kepanitiaan dan program kegiatan. 14. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera, pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan prasarana dan sarana. 15. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulan akibat bencana pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, skit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. 16. Pengurangan Risiko Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana. 17. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat. 18. Status keadaan darurat adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana. 19. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk becana. 20. Sistem Komando Tanggap Darurat adalah suatu sistem dalam penanganan bencana pada status keadaan darurat, yang dalam sistem tersebut BPBD memiliki kemudahan akses berupa fungsi komando untuk memerintahkan sektor/lembaga terkait dalam satu komando guna pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik dan penyelamatan.

81 7 21. Komandan tanggap darurat adalah seorang pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi komando tanggap darurat bencana. 22. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum. 23. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. 24. Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan karena keadaan yang disandangnya diantaranya masyarakat lanjut usia, penyandang cacat, anakanak, serta ibu hamil dan menyusui. 25. Tim Reaksi Cepat adalah suatu tim yang dibentuk oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang terdiri dari instansi/lembaga teknis/non teknis terkait yang bertugas melaksanakan kegiatan kaji cepat bencana dan dampak bencana pada saat tanggap darurat meliputi penilaian kebutuhan (need asessment), penilaian kerusakan dan kerugian (damage and losses asessment) serta memberikan dukungan pendampingan dalam penanganan darurat bencana. 26. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi atau Swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 27. Lembaga Internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya. 28. Lembaga asing non pemerintah adalah suatu lembaga internasional yang terorganisasi secara fungsional bebas dari dan tidak mewakili pemerintahan suatu negara atau organisasi

82 8 internasional yang di bentuk secara terpisah dari suatu Negara dimana organisasi itu didirikan. 29. Pengenalan Risiko Bencana adalah kegiatan yang dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran terhadap risiko yang ditimbulkan apabila terjadi bencana. 30. Pemantauan Risiko Bencana adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi segala kegiatan yang dapat menimbulkan bencana. Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan dalam Peratuan Gubernur ini meliputi : a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; c. pengembangan budaya sadar bencana; d. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana. BAB II PENGENALAN DAN PEMANTAUAN RISIKO BENCANA Bagian Kesatu Pengenalan Risiko Bencana Pasal 3 (1) Kegiatan pengenalan dan pemantauan risiko bencana dimaksudkan untuk mendapatkan data ancaman, kerentanan, dan kemampuan masyarakat untuk menghadapi bencana. (2) Kegiatan pengenalan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kemudian digunakan untuk melaksanakan analisis risiko bencana. Pasal 4 (1) Untuk mendapakan data ancaman, kerentanan, dan kemampuan masyarakat sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:

83 9 a. survey/penelitian; dan b. seminar dan lokakarya. (2) Dalam hal melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan unsur; pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Bagian kedua Pemantauan Risiko Bencana Pasal 5 Pemantauan risiko bencana meliputi : a. penyusunan peta; b. pengembangan sistim indikator risiko bencana dan kerentanan skala lokal; dan c. peringatan dini risiko bencana. Pasal 6 Penyusunan peta sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf a meliputi: a. penyempurnaan dan pemutahiran peta risiko bencana; b. penyusunan indeks risiko bencana Kabupaten/Kota; c. purvey potensi Cekungan Air Tanah (CAT); d. indentifikasi daerah rawan bencana longsor; e. rapid risk assesment bencana dibeberapa wilayah yang menjadi daerah rawan bencana (berdasarkan lokasi,jenis bencana, dan risiko yang diakibatkan); f. identifikasi program pembangunan sekitar kawasan hutan yang rawan bencana; g. pemetaan proyeksi pola dan proyeksi perubahan iklim bencana; dan h. pemetaan dan proyeksi deforestasi/reforestasi dan land use change.

84 10 Pasal 7 Pengembangan system indicator risiko dan kerentanan skala local bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi: a. Penyusunan sistim indikator risiko bencana dan kerentanannya untuk menjadi standar didaerah provinsi dan Kabupaten/Kota. b. Pengembangan sistim peringatan dini. c. Pendataan informasi statistik mengenai kejadian bencana, dampak, dan kerugian. d. Penyediaan alat komunikasi tanggap darurat. e. Mengembangkan model-model desain dan konstruksi rumah dan bangunan lainnya yang tahan bencana sesuai dengan kondisi wilayah. Pasal 8 Peringatan dini risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. pengembangan sistem informasi elektronik berbasis website; b. monitoring dan evaluasi secara berkala sebagai bagian dari proses penyempurnaan system peningkatan dini; c. review secara periodik dan memelihara sistem informasi sebagai bagia dari sistem pringatan dini; d. mengidentifikasi daerah-daerah prioritas yang perlu dibangun jaringan inforamasi dini dimasing-masing kabupaten/kota; e. penambahan jaringan pengamatan pendeteksi gempa/ seismometer di kabupaten/kota; f. pembangunan pusat informasi penanganan bencana disetiap kabupaten/kota; g. penyempurnaan peta iklim secara berkala; h. penyusunan studi risiko bencana dan sistem peringatan dini; dan i. pendataan dan pengamatan visual dan aktifitas gunung api.

85 11 BAB III PERENCANAAN PARTISIPATIF PENANGGULANGAN BENCANA Pasal 9 (1) Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana dilakukan melalui kegiatan: a. penyusunan rencana penanggulangan bencana; b. konsultasi publik dan uji publik. (2) Perencanaan partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan kearifan local masingmasing daerah. BAB IV PENGEMBANGAN BUDAYA SADAR BENCANA Pasal 10 (1) Pengembangan budaya sadar bencana dilaksanakan di bawah kordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah. (2) Pengembangan budaya sadar bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. sosialisasi; b. pelatihan, simulasi/gladi; dan c. penelitian, lokakarya dan seminar; Pasal 11 (1) Sosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dilakukan kepada; unsur aparat pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat. (2) Pelatihan, simulasi/gladi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b dilakukan dengan melibatkan kalangan Aparat Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Pelajar, Karang Taruna, Pramuka, dan Masyarakat.

86 12 (3) Penelitian, lokakarya, dan seminar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c dilakukan untuk mengkaji potensi rawan bencana. (5) BPBD dalam melaksanakan kegiatan pengembangan sadar bencana dapat bekerja sama dengan mitra BPBD. BAB V PENINGKATAN KOMITMEN TERHADAP PELAKU PENANGGULANGAN BENCANA Pasal 12 (1) Untuk melaksanakan kegiatan kegiatan pengurangan risiko bencana dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui BPBD Provinsi dan BPBD Kab/Kota. (2) Kegiatan pengurangan risiko bencana dapat dilakukan oleh : dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, dunia pendidikan, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap upaya pengurangan risiko bencana. Pasal 13 (1) Untuk pengurangan risiko bencana, Pemerintah Daerah melakukan kegiatan melalui eningkatan kapasitas pelaku. (2) Peningkatan kapasitas pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan: a. sosialisasi peraturan tentang kebencanaan; b. pelatihan-pelatihan pengurangan risiko bencana; c. simulasi/gladi pengurangan risiko bencana; d. penyiapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pengurangan risiko bencana; e. penyusunan rencana kontinjensi (renkon); f. rencana aksi pengurangan risiko bencana; dan g. penguatan kelembagaan.

87 13 (3) Pelaksanaan kegiatan pengingkatan kapasitas pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bekerjasama dengan pihak lain. BAB VI PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Pasa 14 (1) Pemerintah Daerah melalui BPBD melakukan pengawasan pelaksanaan pengurangan risiko bencana. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. pengawasan terhadap kegiatan lembaga-lembaga/organisasi nasional maupun internasional terkait dengan pengurangan risiko bencana; dan b. pengawasan terhadap kegiatan usaha baik yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang dapat menimbulkan risiko bencana. (3) Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur. Pasal 15 (1) BPBD melakukan pembinaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan : a. bimbingan kepada lembaga/organisasi, dan masyarakat yang melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana; dan b. pelatihan-pelatihan untuk pengurangan risiko bencana

88 14 BAB VII PENUTUP Pasal 16 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya di Berita Daerah Nusa Tenggara Barat. Ditetapkan di Mataram Pada tanggal 20 Maret 2014 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT H.M. ZAINUL MAJDI Diundangkan Di Mataram Pada Tanggal 21 Maret 2014 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI NTB H. MUHAMMAD NUR BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 NOMOR 8

89 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGURANGAN RISIKO BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang : a. bahwa wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki kondisi geologis, geografis, hidrologis, demografis, sosiografis yang menjadikannya rawan bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial yang berpotensi menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, dan kerugian dalam bentuk lain yang tidak ternilai; b. bahwa untuk mengurangi korban dan kerugian akibat bencana perlu upaya pengurangan risiko bencana dalam mewujudkan ketangguhan masyarakat terhadap potensi dan ancaman bencana dengan mempertimbangkan nilainilai kearifan lokal; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pengurangan Risiko Bencana;

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang :

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA - 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E NOMOR 7 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten mempunyai

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PANJANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis, geologis,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2017 WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU 0 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN INDRAMAYU 2016 1

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa secara geografis,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA

PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI JAYAPURA,

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa perlunya penyelenggaraan penanggulangan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR 06 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Profil dan Data Base BPBD Sleman

Profil dan Data Base BPBD Sleman PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa secara

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang: a. bahwa upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Bima memiliki kondisi geografis,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Miko Kamal, PhD Miko Kamal & Associates Ins&tut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara (ireformbumn) 1 Struktur bahasan Bencana Penyelenggaraan Penanggulangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa wilayah Kabupaten Pacitan

Lebih terperinci

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA SALINAN BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa wilayah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PEMERINTAH KABUPATEN ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang Mengingat : : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 51 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA CILEGON,

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR-UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa dalam menumbuhkan jiwa dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN DAN PENGELOLAAN BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci