BAB I PENDAHULUAN. Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Papua merupakan salah satu pulau yang terletak di wilayah paling timur Negara Kesaatuan Republik Indonesia, dibagi menjadi 2 (dua) Propinsi yaitu Papua dan Papua Barat. Daerahnya belum banyak dirambah aktivitas manusia dan kaya akan sumber daya alam. Sebagai pulau terluar Indonesia, Papua memiliki luas daratan 21.9% dari total tanah seluruh Indonesia yaitu Km 2, membujur dari Barat ke Timur (Sorong- Jayapura) sepanjang Km (744 mil) dan dari Utara ke Selatan (Jayapura-Merauke) sepanjang 736 Km (456 mil). Papua memiliki topografi yang sangat bervariasi dan juga memiliki banyak pulau yang berjejer di sepanjang pesisirnya 1.Kekayaan Papua tidak saja pada aspek SDA nya, tetapi juga pada keragaman kulturnya. Dengan struktur geografis yang berbeda-beda, membentuk cara pandang dan budaya yang juga berbeda di antara para komunitas yang mendiami berbagai lokasi geografis tersebut. Kekayaan kultural ini, tidak dapat dipungkiri, akhirnya sering melahirkan konflik, karena terjadi kesalahapahaman bahasa. Meskipun begitu, Papua bukan saja kosakata untuk menyebut geografis atau kultural semata, istilah Papua telah menjadi identitas imajiner bersama yang kadang mampu melampaui batas-batas teritorial juga kultural. Menggunakan terminologi Fukuyama tentang komunitas dalam konteks Modal Sosial, Papua bagaimanapun adalah 1 Bedes, Dessy Musina, Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua: Studi Terhadap Dimensi dan Tipologi Modal Sosial yang Dimiliki HIMPPAR.(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga, 2013), 1 1

2 sebuah komunitas moral.disebut demikian karena mereka mampu mengakuisisi dirinya menjadi sebuah komunitas yang disebut Papua.Padahal, ada perbedan-perbedaan yang sangat tajam diantara mereka.pertama, secara geografis. Papua terbagi dalam struktur geografis berbeda-beda yang membentuk cara pandang komunitasnya masing-masing. Droglover, membagi struktur geografis orang Papua menjadi tiga bagian, yaitu pesisir, pedalaman dan pegunungan yang ikut mempengaruhi pembentukan Modal Sosial menjadi Papua 2.Kedua, keragaman sosio-kultural. Siregar, melaporkan bahwa ada 258 suku dengan 193 sistim kebudayaan, ditambah dengan 138 suku migran yang tentu saja memberikan warna dalam transaksi sosial dan pembentukan Modal Sosial menjadi Papua. 3 Menariknya adalah perbedaan yang begitu tajam, tampaknya tidak menghalangi kemauan untuk menjadi Papua bisa jadi dipengaruhi oleh hal-hal berikut. Pertama, transkasi sosial yang lebih luas dan kompleks, termasuk kesadaran akan pentingnya pendidikan. 4 Kedua, hal yang tak dapat diabaikan dalam pembentukan Modal Sosial orang Papua adalah sejarahnya. Catatan Asyari Afan, bahwa kegagalan memahami struktur sosial orang Papua, sehingga menghasilkan pendekatan yang keliru tentang membangun orang Papua menjadikan kosakata Papua sebagai salah satu pengikat, dalam rangka membentuk 2 Droglover, P.J. Tindakan Pilihan Bebas, (Kanisius. Yogyakarta, 2010), 1 3 Bedes, Dessy Musina, Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua: Studi Terhadap Dimensi dan Tipologi Modal Sosial yang Dimiliki HIMPPAR.(Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga, 2013),1. 4 Bandingkan dengan pemikiran Bourdieu tentang pengaruh pendidikan dalam membentuk strata sosial di Perancis dalam Bourdieu, Pierre, Habitus x Modal + Relasi: Praktik. Dalam Takwin Bagus, Proyek Intelektual Pierre Bourdieu: Melacak Asal-usul Masyarakat, Melampaui Posisi Biner dalam Ilmu Sosial, (Jalasutra, Yogyakarta, 1990), XV-XXV. 2

3 identitas tersendiri dan Modal Sosial sebagai Papua. Berikutnya, tetapi bukan yang terakhir, adalah sistim politik demokrasi yang diadopsi menjadi sistim pemerintahan di Papua. 5 Mengacu pada konteks membentuk komunitas imajiner, atau dalam terminologi Fukuyama disebut juga dengan komunitas moral, maka Papua adalah Modal Sosial sebuah pengikat sosial yang mampu menjadi pengikat sekaligus jembatan perbedaan-perbedaan itu. Prinsip dasar Modal Sosial adalah bahwa hanya kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki seperangkat nilai sosial dan budaya yang menghargai pentingya kerjasama yang dapat maju dan berkembang dengan kekuatan sendiri. Konsep Modal Sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Hanifan mengatakan Modal Sosial bukanlah modal dalam artian biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan,namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati, serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok social. 6 Bourdieu mengatakan untuk dapat memahami struktur dan cara berfungsinya dunia sosial, perlu dibahas modal dalam segala bentuknya dan tidak terbatas serta tidak cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting diketahui bahwa bentuk-bentuk transaksi dalam teori ekonomi dianggap non ekonomi karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Hal ini dikarenakan dalam 5 Asyari Afan, B, Mutiara Terpendam Papua:Potensi Kearifan Lokal untuk Perdamaian di Tanah Papua. Program Studi Lintas Agama, (Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 2015), Syahrah, R, Modal Sosial: Konsep, 2. 3

4 setiap transaksi modal ekonomi, selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan Modal Sosial. 7 Modal Sosial telah disepakati oleh para ahli disebut sebagai pengingat relasi sosial. Disebut demikian, karena modal ini bersifat tidak kelihatan, tidak seperti modal manusia (pengetahuan dan ketrampilan), modal finansial, ataupun modal fisik (material). 8 Namun, kekuatan modal ini telah menjadi jembatan juga pengikat dalam relasi sosial demi kepentingan-kepentingan bersama 9. Meminjam bahasa Fukuyama, bahwa Modal Sosial dibutuhkan guna menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh hanya seperti dalam kasus-kasus modal manusia. Studi-studi terdahulu tentang Modal Sosial baik yang telah dibahas Coleman; Bourdieu; Fukuyama; Boisjoly, et al; Putnam; Stephenson; Zhao 10 semuanya berarah sangat terbatas pada akumulasi ekonomi, sebagai salah satu akibat yang dibangun karena adanya unsur-unsur Modal Sosial seperti jaringan, kepercayaan dan norma. Bahkan di Indonesia kajian-kajian tentang Modal Sosial yang diarahkan terkait dengan pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat hampir semuanya mengarah pada kemampuan suatu komunitas terkait akumulasi ekonomi. Meskipun demikian, dengan semakin maraknya pembahasan tentang Modal Sosial dalam kajian-kajian sosial maupun ekonomi, penelitianpenelitian pada bidang lain mulai dilirik dengan menggunakan Modal Sosial sebagai variabel yang memiliki pengaruh dalam relasi sosial. Sungkar dan Kudubun 7 Bourdieu, Pierre, The Forms of Capital, dalam J. Richardson, ed. Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education.(Greenwood Press.Westport, 1992), Bourdieu, Pierre, The Forms of Capital, dalam J. Richardson, ed. Handbook of Theory and Research for the Sociology of Education.(Greenwood Press.Westport, 1992), Alfitry, Community Development: Teori dan Aplikasi(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), John Field, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi,penj terj cet 2 (Kreasi Wacana Yogyakarta 2011),

5 mengembangkan variabel modal sosial dalam melihat relasi sosial beda agama 11. Mitzal dan James menggunakan kajian Modal Sosial dalam konteks ketimpangan rasial pada pengungsi dan imigran.caligiuri et, al menggunakan variabel Modal Sosial untuk melihat ketimpangan gender terkait posisi pekerjaan manager dan tugas-tugas pada level internasional pada perempuan dan laki-laki. 12 Studi lain yang dikemukakan Harper, Ledeneva menjelaskan bagaimana variabel Modal Sosial berpengaruh dalam menerima ketertindasan sebagai sesuatu yang alamiah - dimana pada ratusan tahun lebih awal Marx telah mengungkapkan itu dalam tesisnya dengan menggunakan salah satu indikator Modal Sosial yaitu norma agama yang disebutnya sebagai candu. Meluasnya penggunaan variabel Modal Sosial dalam berbagai aspek relasi sosial, menunjukkan bahwa Modal Sosial merupakan salah satu elemen yang sangat vital dalam relasi sosial.artinya, kualitas sebuah relasi sosial sangat ditentukan oleh kekuatan Modal Sosial.Pada tataran organisasi, Fukuyama bahkan mengatakan bahwa keberhasilan oraganisasi bahkan kesehatan ekonomi sebuah Negara ditentukan oleh kualitas Modal Sosial yang bersandar pada akar-akar kultural. 13 Hanifan sebagai penggagas awal Modal Sosial mengatakan hal-hal yang terkandung dalam Modal Sosial bahkan menentukan keberlanjutan sebuah komunitas sosial. Putnam berujar, keberhasilan pencapaian tujuan bersama sebuah komunitas menunjukkan kualitas modal sosial yang dimiliki komunitas tersebut. Karena itu dalam bahasa Putnam Modal Sosial disebut sebagai kapabilitas sosial. 11 Sungkar, E.K & Kudubun, E. Esra Modal Sosial Keluarga Beda Agama:Studi Sosiologis Tentang Relasi Pergaulan Anak dari Pasangan Beda Agama, (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana.Salatiga, 2016). 12 John Field, Sosial Capital, Routledge: London., Nurhadi, penj terj cet 2 (Kreasi Wacana Yogyakarta 2011), Fukuyama, Francis.Sosial Capital and Civil Society.International Monetary Fund Working Paper, WP/00/74.In Elinor Ostrom and T.K. Ahn Foundation of Sosial Capital,(Massachusetts. Edward Elgar Publishing Limited, 2000),

6 Tinggi rendahnya kapabilitas sosial ditentukan oleh tiga unsur dalam Modal Sosial, yakni jaringan, kepercayaan dan norma. Semakin meluasnya jaringan dan tidak terbatas pada komunitas yang homogen seperti dalam studi kasus Putnam, maka dalam temuan Mitzal dan James bahwa diperlukan pertukaran kepercayaan yang tinggi diantara mereka yang basis komunitasnya sangat heterogen. 14 Dalam terminologi Fukuyama, diperlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral agar terbangun kepercayaan yang kuat untuk kepentingan akuisisi menjadi sebuah komunitas. 15 Berdasarkan pada pembahasan tentang Modal Sosial dan kemanfaatannya pada suatu komunitas, penelitian ini kemudian dilakukan. Penelitian ini berfokus pada Mahasiswa asal Papua yang memilih untuktinggaldi Asrama Mansinam selama menempuh studi di Universitas Kristen Satya Wacana.Ada beberapa dugaan awal yang melatar belakangi penelitian tentang mahasiswa penghuni Asrama Mansinam ini.pertama, bahwa rasa solidaritas yang terbentuk antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam, didasarkan pada satu kesamaan yang dimiliki oleh mereka bahwa mereka sama-sama berasal dari Papua.Kedua, solidaritas ini yang terjadi pada mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam, karena pengkondisian tertentu yang telah ditata sebelumnya semenjak Asrama Mansinam didirikan. Dugaan ini berawal dari rasa ketertarikan penulis melihat kehidupan penghuni Asrama Mansinam yang tertata begitu baik dibandingkan dengan asrama lain yang juga berasal dari Papua. Disebut tertata baik, karena Asrama Mansinam memiliki jam malam yang teratur, memilik jadwal harian untuk aktivitas-aktivitas rutin, dan sepanjang 14 John, Field,Sosial 1 15 Fukuyama, Francis, Sosial Capital, 8 6

7 pengamatan penulis, aturan-aturan yang diberlakukan maupun kegiatan-kegiatan ini dilakukan dengan konsisten. Artinya, jika dibandingkan dengan asrama-asrama mahasiswa Papua yang lain, yang hampir tidak memiliki aturan-aturan yang ketat, maka Asrama Mansinam sesungguhnya dapat menjadi percontohan tentang kehidupan berasrama dalam konteks pembinaan mahasiswa. Konsistensi pada aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan berimplikasi besar pada aktivitas dan hasil studi mereka.berdasarkan pada data awal, ditemukan bahwa hampir semua mahasiswa penghuni Asrama Mansinam memiliki indeks prestasi di atas, 2. 75, tidak ada yang mengalami kendala seperti kendala keuangan dalam studi mereka meskipun mereka berasal dari latar belakang keluarga dengan kondisi ekonomi yang berbeda; demikian juga dengan kendala lain seperti makan dan minum sebagai kebutuhan harian mereka. Pada aktivitas harian mereka di Asrama Mansinam, konsistensi mereka pada aturan yang telah mereka sepakati bersama, mampu menghasilkan rasa persaudaraan yang erat, dan meminimalisir konflik yang dapat terjadi karena hal-hal kecil, menyalakan musik pada saat yang lain sedang istirahat atau sedang belajar. Fenonema yang tampak ini membuat penulis membangun dugaan bahwa ada Modal Sosial yang kuat pada mahasiswa penghuni Asrama Mansinam, dimana ada dugaan bahwa ada norma-norma tertentu yang disepakati bersama, dan terutama serta yang terpenting ialah ada rasa saling percaya yang tinggi di antara mereka untuk membentuk jejaring di antara mereka ataupun di luar mereka. Meskipun demikian, penulis juga menduga bahwa terbentuknya rasa saling percaya di antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam, mungkin saja dikondisikan terlebih dahulu. Karena itu, pengkondisian semacam apa yang membentuk rasa saling percaya, rasa membentuk 7

8 jejaring di antara mereka dan juga dengan yang lain di luar mereka, menjadi penting untuk diungkapkan dalam penelitian ini. Artinya, penulis melihat bahwa modal sosial terbentuk karena sebuah pengkondisian, sebuah penciptaan keadaan dimana norma menjadi dasar atau aturan bersama, dan rasa saling mempercayai karena saling membutuhkan satu sama lain, dimana rasa percaya inilah yang mengikat mereka dalam membentuk jejaring di antara mereka Identifikasi Masalah Melihat pentingnya Modal Sosial dalam komunitas maupun masyarakat, maka penelitian ini akan mencoba mengungkap tentang Modal Sosial yang dimiliki oleh Mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam. Mengacu pada aspek sejarah, Asrama Mansinam pertama kali didirikan karena ada kebutuhan tentang tempat tinggal Mahasiswa Papua sekaligus pembinaan Mahasiswa yang kala itu dikirim oleh sinode GKI Papua untuk studi di UKSW. 16 Hal menarik tentang Asrama Mansinam ini dibandingkan asrama-asrama Mahasiswa Papua sekarang ini adalah pada proses pembinaan, dan terutama pada proses pembentukan kemandirian. Sejak awal, Asrama Mansinam diserahkan sepenuhnya untuk dikelola oleh mahasiswa penghuni tanpa ada dukungan finansial sama sekali baik dari pihak sinode GKI ataupun dari pihak pemerintah. 17 Hal ini menarik, karena bagaimanapun proses keberlangsungan Asrama Mansinam, menjadi sepenuhnya tanggungjawab mereka yang menjadi penghuni disitu. 16 Bedes, M Dessy Modal Sosial, Wawancara Penulis dengan penghuni Asrama Mansinam pada 9 Februari 2017 bertempat di Asrama Mansinam Pukul wib 8

9 Asrama Mansinam mengalami pasang surutnya sendiri. Pada periode awal, asrama ini mengijinkan siapapun yang datang dari Papua, baik mereka yang penerima beasiswa maupun bukan, selama mereka belum mendapatkan pemondokan atau indekos, mereka boleh tinggal mondok sementara di Asrama Mansinam.Dalam kondisi semacam ini, Asrama Mansinam dikatakan pernah mengalami periode surut, karena belum dimaksimalkan fungsinya. Pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an, dari segi tampilan luar, Asrama Mansinam terkesan tidak terurus, tidak terawat dan terkesan kumuh. 18 Kondisi inilah yang mendorong terjadinya revitalisasi fungsi Asrama Mansinam pada tahun Revitalisasi fungsi Asrama Mansinam ini berarti bahwa mengembalikan lagi fungsi Asrama Mansinam sejak pertama kali didirikan, yaitu sebagai tempat pembinaan.segala aturan baru dibuat, termasuk membatasi waktu berkunjung, juga membatasi waktu-waktu untuk membuka dan menutup gerbang Asrama Mansinam 20.Tentu saja hal ini membawa konsekuensi pada keberlangsungan Asrama Mansinam.Telah menjadi hakikat manusia bahwa dirinya tidak suka diatur.dengan membatasi jam-jam berkunjung, bagi penghuni tentu saja ini sebuah pembatasan pada kebebasan. Namun begitu, fenomena menarik adalah sejak 2004 atau sejak 13 tahun revitalisasi fungsi ini dilakukan, Asrama Mansinam masih kokoh berdiri saat ini, dan masih saja memiliki penghuni yang memilih untuk tinggal di Asrama tersebut. 18 Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam 2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul wib 19 Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam 2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul 17.00wib 20 Wawancara penulis dengan salah satu pengurus sekaligus penghuni Asrama Mansinam 2017.Wawancara dilakukan pada tanggal 9 Febuari 2017 Pukul wib 9

10 Direvitalisasi tetapi masih dengan menerapkan metode yang sama yaitu tidak memberikan dukungan finansial untuk perawatan dan pemeliharan Asrama Mansinam dari pihak sinode GKI Papua maupun oleh pihak pemerintah daerah, otomatis bahwa seluruh biaya perawatan maupun pemeliharaan menjadi tanggungjawab penghuni Asrama Mansinam. Pertanyaan menggelitik adalah bagaimana mereka dapat sehati untuk bersedia merawat Asrama Mansinam ini, sementara dipihak lain, mereka boleh saja memilih untuk indekos dengan segala kebebasan yang mengikuti mereka? Bagaimana mereka menyadari kebebasannya, tetapi lebih utama dari itu adalah bagaimana mereka mampu menggunakan kesadaran akan kebebasan itu untuk bersedia menjadi di Asrama Mansinam selama mereka menempuh studi di UKSW? Karena itu, perlu diketahui apa yang menjadi motivasi mereka melakukan keputusan untuk tetap mondok di Asrama Mansinam. Motivasi-motivasi yang mendasari inilah, yang kemudian diangkat sebagai dasar yang membentuk Modal Sosial di antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam. Kesediaan untuk memilih tetap tinggal di Asrama Mansinam, tentu saja menggoda kita untuk segera mengatakan kesimpulan bahwa ada sesuatu yang menarik yang disediakan oleh Asrama Mansinam yang tidak dimiliki oleh pemondokan atau indekos lainnya. Karena itu, perlu juga diketahui hal-hal apa saja yang dapat saja menjadi daya tarik tersendiri yang ada di Asrama Mansinam. Dengan kata lain, dalam kondisi yang tidak terbebas, dan bisa saja dikatakan terkekang, karena dibatasi dengan berbagai aturan, bagaimana mereka dapat merasakan Asrama Mansinam sebagai tempat yang tepat untuk tinggal hingga mereka selesai studi? Selain dugaan tentang daya tarik Asrama Mansinam, hal yang perlu diketahui juga adalah bagaimana mereka dalam kesehariannya membangun interaksi yang bermakna 10

11 antara satu dengan lainnya.adakah hal-hal yang menarik yang diciptakan diantara mereka sendiri yang berimplikasi pada keberlangsungan Asrama Mansinam? Bagaimana Modal Sosial, yang terekspresi melalui jaringan yang dibangun di antara mereka, ataupun dengan yang lain di luar mereka, bagaimana rasa saling percaya juga dibangun di antara mereka juga di luar mereka, serta norma-norma apa yang mendasari terbangunnya jejaring maupun rasa percaya tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dirumuskan dalam pertanyaan penelitian ini sebagai proses pembentukan Modal Sosial di antara mereka sebagai sesama penghuni Asrama Mansinam. Penelitian-penelitian tentang Modal Sosial, telah banyak dilakukan. Pada umumnya, seperti kajian-kajian yang dilakukan Putnam, Coleman, Bourdieu dan Fukuyama, tujuan akhir dari Modal Sosial adalah pada akumulasi ekonomi atau dalam bahasa Fukuyama adalah untuk kesejahteraan. Penelitian-penelitian berikut juga mengasumsikan hal demikian, bahwa Modal Sosial yang dibangun oleh individu maupun komunitas, selalu saja bermuara pada akumulasi ekonomi. Karena itu, terkait dengan pertanyaan motivasi yang telah di paparkan di atas, apakah motivasi ekonomi, dalam hal ini karena Asrama Mansinam pada satu sisi menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga-harga kos-kosan, sehingga menjadi pertimbangan mereka yang memilih tinggal di Asrama Mansinam, untuk menggunakan pertimbangan tersebut untuk tetap menjadi anggota Asrama, Apakah motivasi ini juga yang mendorong mereka, untuk membentuk Modal Sosial di antara mereka, demi merawat Asrama Mansinam? Dengan kata lain, apakah ini adalah dasar pembentukan Modal Sosial mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam, dan atas dasar inilah, mereka kemudian berproses untuk membentuk Modal Sosial, melalui seperangkat aturan baik aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh 11

12 Sinode Gereja Kristen Injili Papua, maupun aturan-aturan yang mereka sepakati bersama, yang tercermin dalam aktivitas harian mereka sebagai penghuni Asrama Mansinam Rumusan Masalah Mengacu pada beberapa pertanyaan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah: a. Bagaimana Modal Sosial mahasiswa Papua Salatiga yang tinggal di Asrama Mansinam? b. Bagaimana proses pembentukan Modal Sosial tersebut? 1.4. Tujuan Penelitian Berpijak dari rumusan masala penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah: a) Menggambarkan Modal Sosial yang dimiliki oleh mahasiswa Papua yang tinggal di Asrama Mansinam b) Menggambarkan proses-proses pembentukan Modal Sosial Mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam Manfaat Penelitian Sebagai sebuah kajian, Bourdieu,Coleman,Putnam bahkan Fukuyama memberikan simpulan bahwa Modal Sosial telah menjadi jembatan juga pengikat dan memberikan kontribusi bagi perkembangan sosio-ekonomi komunitas bahkan masyarakat juga Negara.Tidak dipungkiri bahwa Modal Sosial juga memiliki sisi gelap.prostitusi, narkoba, kekerasan termasuk bersifat eksklusif juga karena Modal Sosial yang dimiliki oleh suatu komunitas.di Indonesia mengulas bagaimana Modal Sosial digunakan sebagai kekuatan dalam kontribusinya terhadap pembangunan dan pemberdayaan. 12

13 Dalam khazanah keilmuan, penelitian diharapkan memberikan kemanfaatan baik teoritis maupun praktis. Berdasarkan itu, maka penelitian ini dirancang untuk memberikan manfaat 1. Manfaat Teoritis Terkait penelitian ini, maka manfaat melakukan Penelitian Modal Sosial Mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam secara teoritik dapat memberikan masukan baik itu memperkuat teori-teori yang telah ada tentang Modal Sosial, atau sekaligus dapat memberikan masukan baru baik berupa variabel atau indikator-indikator lain yang dapat digunakan dalam kajian tentang Modal Sosial. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian tentang Modal Sosial mahasiswa yang tinggal di Asrama Mansinam diharapkan dapat memberikan masukkan kepada pihak-pihak terkait, dalam hal ini pihak Universitas misalnya dalam merancang tentang pembinaan mahasiswa dengan menggunakan kekuatan Modal Sosial yang dimiliki Hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukkan kepada pihak Pemeritah daerah yang setiap tahun mengirimkan mahasiswa dari Papua untuk studi, agar dapat memaksimalkan Modal Sosial, demi pencapaian tujuan-tujuan Pemerintah Daerah yaitu mahasiswa yang dikirim untuk studi agar berhasil sesuai rencana waktu yang ditetapkan Metode Penelitian Penelitian merupakan sebuah rencana untuk mengungkapkan sesuatu.karena itu, penelitian memerlukan aspek metodologis untuk menjawab bagaimana sesuatu itu diungkapkan.metode atau methodos dalam bahasa Yunani (meta+bodos), berarti cara. 13

14 Tashakkori & Charles mengungkapkan bahwa dengan demikian, metode penelitian adalah cara yang sistimatik digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam proses identifikasi dan penjelasan fenomena yang sedang ditelisiknya 21. Menurut Kusuma juga Sugiyono, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pelaporannya menggunakan teknik deskriptif, sementara cara mengumpulkan datanya, menggunakan teknik teknik observasi dan wawancara Rencana Penulisan Penelitian merupakan upaya terstruktur dan sistimatik untuk mengungkapkan kebenaran dibalik fakta.sebagai upaya terstruktur dan sistimatik, maka penelitian tentu perlu memiliki kerangka. Dalam maksud itu maka penelitian ini disusun dalam beberapa bab, dengan isi dari masing-masing bab tersebut, sebagai berikut 1. BAB I yaitu Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penulisan, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat peneltiian, metode penelitian. 2. BAB II yaitu Landasan Konseptual, berisis tentang konsep Modal Sosial, Fungsi Modal Sosial, Unsur-Unsur dalam Modal Sosial, Proses Pembentukan Modal Sosial dan Pengelompokkan Modal Sosial. 3. BAB III Modal Sosial Mahasiswa Di Asrama Mansinam SalatigaDasar Dan Proses Pembentukan Modal Sosialberisi tentang Salatiga, Kota Persemaian Tentang Indonesia,.Sejarah Asrama Mansinam Salatiga, Kehidupan Mahasiswa Sebelum 21 Tashakkori, A & Charles, T Handbook of Mixed Methods in Sosial & Behavior Research.(Sage Publ. Oak California, 2003), Djaelani, A. R, Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualiatatif,

15 dan Awal Masuk Asrama Mansinam Salatiga, Dasar dan Proses Pembentukan Modal Sosial Mahasiswa Penghuni Asrama Mansinam, Nilai, Kepercyaan dan Jejaring Selama Menjadi Penghuni Asrama Mansinam. 4. BAB IV Berisi Tentang Pembahasan Kebutuhan Psiko-Sosiologis Sebagai pembentuk Modal Sosial dan Analisis. 5. BAB V Berisi tentang Kesimpulan dan Saran. 15

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan

BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL. diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan proses Pembentukan BAB IV KEBUTUHAN SOSIOLOGIS SEBAGAI PEMBENTUK MODAL SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa karakter sosio-teologis mewarnai dasar dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial. Sebuah. pernyataan yang sekaligus menunjukkan identitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial. Sebuah. pernyataan yang sekaligus menunjukkan identitas manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Sebuah pernyataan yang sekaligus menunjukkan identitas manusia, dimana dalam kehidupan sehari-hari individu melakukan interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Modal sosial adalah kombinasi norma-norma yang berada dalam sistem sosial yang mengarah kepada peningkatan kerja sama antar anggota masyarakat dan membawa

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL 6.1. Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Kendel Kehidupan ekonomi tertanam secara mendalam kepada kehidupan sosial serta tidak bisa dipahami terpisah

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP

BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP BAB VI KOMUNITAS DIBO-DIBO SEBAGAI JARINGAN YANG HIDUP Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijabarkan pada dua bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa komunitas karakter sosial dan juga karakter

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salatiga adalah salah satukota kecil yang berada di Jawa tengah. Terletak di selatan Kota Semarang atau sering diberi julukan Indonesia Mini, pemberian julukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini.

BAB VI PENUTUP. rumah tangga sering dicurigai sebagai penyebab munculnya jenis incest yang seperti ini. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya kejadian persetubuhan antara ayah dengan anak kandungnya ditengah-tengah masyarakat dianggap tidak lazim oleh mereka. Keretakan dalam hubungan rumah tangga sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. digunakan secara tepat, modal sosial akan melahirkan serangkaian nilai-nilai atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal sosial merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dipandang sebagai faktor yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

SINERGISITAS TIGA PILAR (PEMERINTAH-MASYARAKAT-PENGUSAHA): Upaya Keamanan Maritim

SINERGISITAS TIGA PILAR (PEMERINTAH-MASYARAKAT-PENGUSAHA): Upaya Keamanan Maritim SINERGISITAS TIGA PILAR (PEMERINTAH-MASYARAKAT-PENGUSAHA): Upaya Keamanan Maritim Bahan Diskusi pada Panel Komisi Keamanan di Kegiatan Forum Rektor Indonesia (FRI), Universitas Sumatera Utara, Medan, 23-24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menempuh pendidikan tinggi merupakan. impian banyak orang. Pandian, (2008) hasrat ini. didasari oleh sejumlah tujuan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Menempuh pendidikan tinggi merupakan. impian banyak orang. Pandian, (2008) hasrat ini. didasari oleh sejumlah tujuan, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menempuh pendidikan tinggi merupakan impian banyak orang. Pandian, (2008) hasrat ini didasari oleh sejumlah tujuan, mulai dari memperoleh pengalaman baru, bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam catatan sejarah maupun tidak, baik yang diberitakan oleh media masa maupun yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Modal Sosial Konsep modal sosial juga muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAYAK DENGAN MADURA PASCA KONFLIK PADA TAHUN 2001, DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH (DITINJAU DARI KAJIAN SOSIAL KEAGAMAAN)

HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAYAK DENGAN MADURA PASCA KONFLIK PADA TAHUN 2001, DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH (DITINJAU DARI KAJIAN SOSIAL KEAGAMAAN) HUBUNGAN ANTARA ETNIS DAYAK DENGAN MADURA PASCA KONFLIK PADA TAHUN 2001, DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH (DITINJAU DARI KAJIAN SOSIAL KEAGAMAAN) TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tempat dan cara pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tempat dan cara pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Definisi pasar secara sederhana yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung. Pasar bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam hidup ini terdapat macam media massa. Media massa memberikan pengaruh dalam pikiran dan tingkah laku masyarakat atau khalayak yang menikmatinya. Media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. modern. Salah satu pasar tradisonal yang masih eksis di Yogyakarta yaitu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. modern. Salah satu pasar tradisonal yang masih eksis di Yogyakarta yaitu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Modal sosial dapat dibangun dalam dunia perdagangan di pasar. Modal sosial juga memiliki peran dalam membantu pasar tradisonal untuk mempertahankan keberadaannya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A SURAT IJIN PENELITIAN

LAMPIRAN A SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN A SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN B SKALA PENELITIAN Salam, Saya Eyrene Liufetto Tameno mahasiswa program Pasca Sarjana Magister Sains Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, yang

Lebih terperinci

Wawancara 03 Januari : Bpk Elly Doirebo. (Senior HIMPPAR)

Wawancara 03 Januari : Bpk Elly Doirebo. (Senior HIMPPAR) Wawancara 03 Januari 2013 Nama : Bpk Elly Doirebo (Senior HIMPPAR) Organisasi yang kini dikenal sebagai Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Papua Barat (HIMPPAR) pada awalnya lahir dari ide para mahasiswa utusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pengelolaan sumber daya alam. Sub sistem ekologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Perspektif Sosiologis Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

DIAN AMELIA F

DIAN AMELIA F CULTURE SHOCK DAN PERILAKU KOPING PADA MAHASISWA ASING SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : DIAN AMELIA F 100 030 033 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah masyarakat Maluku, budaya sasi merupakan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala dan merupakan komitmen bersama baik oleh masyarakat, tokoh

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia

BAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi BAB 1 PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan daerah yaitu mencari kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata,

Lebih terperinci

Komunikasi: Suatu Pengantar. Tine A. Wulandari, M.I.Kom.

Komunikasi: Suatu Pengantar. Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Komunikasi: Suatu Pengantar Tine A. Wulandari, M.I.Kom. Berbagai Kekeliruan dalam Memahami Komunikasi Tidak ada yang sukar tentang komunikasi. Komunikasi adalah kemampuan alamiah; setiap orang mampu melakukannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari segi biologi, psikologi, sosial dan ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

DAMPAK BEKERJA TERHADAP PERAN DAN KEDUDUKAN IBU DALAM KELUARGA

DAMPAK BEKERJA TERHADAP PERAN DAN KEDUDUKAN IBU DALAM KELUARGA DAMPAK BEKERJA TERHADAP PERAN DAN KEDUDUKAN IBU DALAM KELUARGA (Studi Para Ibu Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja Di Dusun Glodogan, Kelurahan Harjosari, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang) Oleh IRWAN MURDAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas

Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Nursyirwan Effendi Guru Besar FISIP Universitas Andalas Disampaikan tanggal 18 Mei 2016 di Padang pada acara Revitalisasi Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional antara Minangkabau dan Mentawai oleh

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata. 59 IV. GAMBARAN UMUM A. Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung. Oleh karena itu selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan,

Lebih terperinci

Oleh, Yohanes Yuniatika NIM: SKRIPSI

Oleh, Yohanes Yuniatika NIM: SKRIPSI PENGKHIANATAN YUDAS ISKARIOT TERHADAP YESUS DALAM INJIL YOHANES (Studi Hermeneutik Sosio-Politik Terhadap Narasi Pengkhianatan Yudas Iskariot Yang Terdapat Dalam Injil Yohanes 13: 1-35) Oleh, Yohanes Yuniatika

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi

BAB VI KESIMPULAN. Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi BAB VI KESIMPULAN Rumah kost tidak sebatas rumah tinggal yang hanya melindungi penghuninya dari sinar matahari, berlindung dari hujan hingga berlindung dari cuaca buruk yang ada disekitar lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua.

BAB III TEMUAN PENELITIAN. kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. BAB III TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini saya akan membahas temuan hasil penelitian terkait studi kasus kedukaan X mahasiswi Fakultas Teologi UKSW pasca kematian kedua orang tua. Mengawali deskripsi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG Bangsa Indonesia yang merupakan negara kepulauan, memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Masing-masing budaya memiliki adat-istiadat, kebiasaan, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB VIII BELAJAR KELOMPOK

BAB VIII BELAJAR KELOMPOK BAB VIII BELAJAR KELOMPOK A. Hakikat Belajar Kelompok Kelompok sudah ada sejak awal terbentuknya kehidupan manusia. Manusia merupakan makhluk sosial, artinya manusia dalam melaksanakan kehidupan ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan

Lebih terperinci

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY

PEMIKIRAN POLITIK DAN GERAKAN SOSIOKULTURAL KEWARGANEGARAAN KAUM INTELEKTUAL MUSLIM NEO-MODERNIS DALAM PENGUATAN DEMOKRASI DAN CIVIL SOCIETY DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan... ii Lembar Pernyataan.... iii Abstrak... iv Abstract... v Kata Pengantar... vi UcapanTerima Kasih... viii Daftar Isi... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL

PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL PEMANFAATAN MEDIA AUDIO VISUAL SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN BAHASA INGGRIS ANAK USIA DINI (Sebuah Penelitian Tindakan Kelas di KB dan TKIT Mutiara Hati Klaten) Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan

T E S I S. Oleh : SUTADI NIM : Q Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan Konsentrasi : Sistem Pendidikan PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, HUBUNGAN ANTAR GURU, DAN PROFESIONALISME GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG T E S I S Oleh : SUTADI NIM : Q 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Apa dan Bagaimana, ketika perilaku berdampak baik, penilaian akan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. seperti Apa dan Bagaimana, ketika perilaku berdampak baik, penilaian akan terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku merupakansebuah tindakan sosial, terjadi pada individu yang satu dengan yang lain. perilaku terjadi pada individu atau kelompok, yang sering di nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial budaya seperti pendidikan multikultural penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid Hasan, masyarakat dan bangsa

Lebih terperinci

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL

Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Bagian Pertama: PENDEKATAN EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL 1 2 BAB I Memahami Ekonomi Politik Internasional A. Pendahuluan Negara dan pasar dalam perkembangannya menjadi dua komponen yang tidak terpisahkan.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya yang menghubungkan dan mengikat anggota masyarakat satu dengan yang lain. Tradisitradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak kriminal. Setiap harinya pada berbagai stasiun televisi dapat disaksikan tayangantayangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi maka pesat juga perkembangan dalam dunia mode dan fashion. Munculnya subculture seperti aliran Punk, Hippies,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. industrialisasi menjadi salah satu fenomena urban yang didasarkan pada produksi

BAB V KESIMPULAN. industrialisasi menjadi salah satu fenomena urban yang didasarkan pada produksi BAB V KESIMPULAN Proses transformasi sosial ekonomi masyarakat terkait dengan proses industrialisasi menjadi salah satu fenomena urban yang didasarkan pada produksi energi fosil. Proses ini tidak terpisah

Lebih terperinci

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) 1 Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER) Pemberdayaan (empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan kekuasaan (power) Dalam tulisan Robert Chambers 1, kekuasaan (power) diartikan sebagai kontrol terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,

BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria, BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria, Saparua-Maluku, dalam bab I dan landasan teori pada bab II serta

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

GEREJA DAN POLITIK. Tesis

GEREJA DAN POLITIK. Tesis GEREJA DAN POLITIK STUDI MENGENAI SIKAP POLITIK GEREJA TORAJA TERHADAP PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN TANA TORAJA Tesis Diajukan kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda budaya. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pidgin dan bukan juga bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berbeda budaya. Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pidgin dan bukan juga bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dikenal sebagai bangsa besar dengan masyarakat dan bahasa yang beragam. Di antara keragaman itu, bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah bagi setiap remaja. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja yang paling sulit berhubungan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Kecamatan Kampar TimurKabupaten Kampar. Adapun jarak desa Pulau

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Kecamatan Kampar TimurKabupaten Kampar. Adapun jarak desa Pulau BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Secara geografis desa Pulau Rambai merupakan desa yang termasuk ke dalam pemerintahan Kecamatan Kampar TimurKabupaten Kampar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah

BAB I PENDAHULUAN. atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi informasi yang meningkat mengakibatkan e-bisnis atau e-commerce juga terus berkembang. Dengan demikian lebih mempermudah seorang konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1998), pendekatan merupakan suatu usaha/ proses yang dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. erat hubungannya. Seiring dengan berkembangnya teknologi para

BAB I PENDAHULUAN. erat hubungannya. Seiring dengan berkembangnya teknologi para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu karya lagu atau musik adalah ciptaan yang utuh terdiri dari unsur lagu atau melodi syair atau lirik dan aransemen, termasuk notasinya dan merupakan suatu karya

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akhir belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan awal untuk studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akademik dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana (2009).

BAB I PENDAHULUAN. Akademik dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana (2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi, sesuai yang tercantum dalam buku Peraturan Penyelenggarakan Kegiatan Akademik

Lebih terperinci