BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Istilah kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan dengan istilah policy. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini belum diketahui terjemahan yang tepat terhadap istilah policy ke dalam bahasa Indonesia. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggungjawab melayani kepentingan umum. Menurut Hoogerwerf dalam Supriyadi (2007) pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan yang terarah. Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy science. Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian public itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum. Dengan demikian perbedaan makna antara perkataan kebijaksanaan dan 10

2 kebijakan tidak menjadi persoalan, selama kedua istilah itu diartikan sebagai keputusan pemerintah yang relatif bersifat umum dan ditujukan kepada masyarakat umum. Perbedaan kata kebijakan dengan kebijaksanaan berasal dari keinginan untuk membedakan istilah policy sebagai keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Kajian tentang kebijakan dalam arti yang luas sebagai usaha pengadaan informasi yang diperlukan untuk menunjang proses pengambilan kebijakan telah ada sejak manusia mengenal organisasi dan tahu arti keputusan. Kajian ini dilakukan mulai dari cara yang paling sederhana dan irasional sampai dengan cara-cara yang bersifat kombinasi kuantitatif dan kualitatif sekarang ini. Kajian-kajian yang dilakukan di masa lampau biasanya merupakan suatu kajian dari satu disiplin ilmu untuk memecahkan suatu permasalahan yang dianggap termasuk dalam aspek tertentu yang relevan dengan disiplin ilmu itu. Kajian yang demikian mulai sulit memecahkan persoalan-persoalan yang kompleks dalam masyarakat modern sekarang ini. Dalam masyarakat dewasa ini sering timbul keluhan bahwa hasil suatu analisis yang dilakukan dalam suatu bidang sulit diterapkan. Kesulitan dalam penerapan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat merupakan kancah pertautan berbagai aspek yang bersifat multidimensi. Dalam masyarakat berbagai aspek saling mempengaruhi, karena itu diperlukan analisis yang bersifat multidimensi.

3 Kebijakan menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin (2002) a course of action intended to accomplish some end atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Ibrahim (2004) menjelaskan kebijakan adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan tertentu. James E. Anderson yang dikutip Wahyuni dkk, (2002) kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. Untuk pemahaman yang baik, definisi yang dikemukakan Dikun (2003) menyatakan kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan. Terkait dengan ciri-ciri dari kebijakan tersebut, Anderson dan Charles (2000) mengemukakan beberapa ciri dari kebijakan, sebagai berikut : a. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya. b. Setiap kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum. c. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah. d. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan. e. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya.

4 Sebagai sebuah sistem yang terdiri atas sub-sistem atau elemen, komposisi dari kebijakan dapat dilihat dari dua perspektif: dari proses kebijakan dan dari struktur kebijakan. Dari sisi proses kebijakan, terdapat tahap-tahap sebagai berikut: identifikasi masalah dan tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan, evaluasi kebijakan. Dilihat dari segi struktur terdapat 5 (lima) unsur kebijakan (Supriyadi, 2007) Berhasil tidaknya suatu kebijakan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Ada 2 (dua) faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang dirumuskan. Kedua, ada dukungan pada strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tak dapat diwujudkan (Anderson, 2000). 2.2 Lingkungan Berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup, maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian lingkungan hidup itu sendiri. Lingkungan hidup dapat dikatakan sebagai bahagian yang multak dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, manusia tidak terlepas dari berbagai kebutuhan hidupnya dikarenakan adanya lingkungan hidup. Manusia memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya dikarenakan adanya lingkungan hidup. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup dalam kesendirian tetapi bergantung kepada lingkungan sekitarnya atau lingkungan hidupnya.

5 Menurut Soemartono (2001) lingkungan hidup adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam satu ruangan yang kita tempat dan mempengaruhi kehidupan kita. Dalam penjelasan umum UU No. 23 tahun 1997 butir 2 dijelaskan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup, yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Lingkungan dapat diartikan secara mudah sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar kita. Secara lebih terperinci, lingkungan di sekitar manusia dapat dikategorikan dalam a) lingkungan fisik, b) lingkungan biologi, c) lingkungan sosial (Kusnoputro, 1995). Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup atau untuk mendapat mutu lingkungan yang baik, dilakukan upaya memperbesar manfaat lingkungan hidup dan memperkecil resiko lingkungan agar pengaruh yang merugikan dapat dijauhkan sehingga kawasan lingkungan hidup dapat terpelihara. Setiap pengelolaan lingkungan hidup harus pula dilakukan secara sadar dan berencana. Hubungan keserasian antara arah pembangunan kelestarian lingkungan hidup perlu diusahakan dengan memperhatikan kebutuhan manusia. Menurut Soerjani (2000) pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Lingkungan hidup terdiri dari tatanan kesatuan dengan berbagai unsur lingkungan yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup memerlukan keterpaduan pelaksanaan di

6 tingkat nasional, koordinasi pelaksanaan secara sektoral dan di daerah, sehingga semua ini terkait secara mantap dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kesatuan gerak dan langkah mencapai tujuan pengelolaan hidup. Kemampuan sistem pengelolaan lingkungan hidup menentukan keberhasilan upaya pelestarian fungsi lingkungan. Sistem pengelolaan ini terdiri dari organisasi dan tata cara, mulai dari pusat sampai ke daerah. Dalam bentukan ini juga termasuk lembaga dan organisasi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Kerusakan lingkungan hidup seringkali disebabkan oleh sistem pengelolaan yang belum efektif dan efisien. Oleh karena itu sasaran pengelolaan lingkungan hidup lainnya adalah terbentuknya sistem kelembagaan yang lebih efisien dan efektif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah baik dalam lingkungan pemerintah, dunia usaha maupun organisasi masyarakat (Depkes, 2006). 2.3 Sanitasi Lingkungan Sanitasi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah, instansiinstansi pemerintah ataupun masyarakat terhadap pencemaran yang terjadi di darat, air maupun udara yang memberi kontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup serta berperan dalam menghilangkan sumber vector dan reservoir penyakit dan memutus rantai penular (Depkes, 2008). Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang khususnya menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, kantor, hotel, pertokoan (air buangan dari WC, air cucian, dan lain-lain). Selain berasal dari rumah tangga, limbah

7 juga dapat berasal dari sisa-sisa proses industri, pertanian, peternakan, dan rumah sakit (Said,1987). Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat menganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah permasalah sanitasi. 2.4 Kebijakan Lingkungan tentang Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Peraturan Pemerintah No 35 tahun 1991 tentang Sungai Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengaliran sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. Sungai merupakan salah satu ekosistem perairan terbuka yang mengalir dari bagian hulu hingga ke hilir. Badan sungai, bantaran dan daerah tangkapan air sepanjang daerah aliran sungai (DAS) tersebut kualitasnya dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Sungai sebagai sebuah ekosistem memiliki daya homeotasis yaitu suatu kemampuan untuk menahan berbagai jenis perubahan untuk mempertahankan keseimbangannya.

8 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan sungai adalah tempattempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Pendayagunaan sungai merupakan semua upaya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya sungai secara efisien, efektif, dan berkelanjutan untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya yang meliputi kegiatan peruntukan, pengembangan, pemanfaatan dan pengusahaan dari air sungai, sumber air sungai, dan prasarana sungai. Pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai merupakan semua upaya untuk mempertahankan fungsi pelayanan, keamanan dan kelestarian hutan/vegetasi, tanah dan air serta lingkungan secara berkelanjutan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perlindungan kelestarian Daerah Aliran Sungai. Upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian sungai, penanganannya diprioritaskan pada sungai yang strategis dengan memperhatikan tingkat perkembangan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan dan tingkat pemanfaatan air, ketersediaan air, dan sumber air. Upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian daerah aliran sungai, penanganannya diprioritaskan pada daerah aliran sungai yang kritis dan prilaku masyarakatnya belum berprilaku hidup bersih sehat.

9 2.4.2 Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Peran serta masyarakat dapat berbentuk : a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah nasional termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan. b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan. c. Pemberian masukan dalam perumusan rencana termasuk kawasan tertentu. d. Pemberian informasi atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai tertuang dalam PP No 69 tahun 1996 yang mengatur tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang. Kebijakan pemerintah ini selain mengatur tentang peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS terpadu, juga mengatur sanksi (hukuman) bagi masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan pemerintah dalam pengelolaan DAS terpadu baik pada DAS lokal, regional maupun nasional.

10 Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Sumber Daya Air Yang Mencakup Pokok-pokok Pengaturan Bidang Sanitasi (Air Limbah dan Persampahan) Peraturan Pemerintah No. 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum sebagai tindaklanjut dari UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air terdapat pokok-pokok pengaturan bidang sanitasi (air limbah dan persampahan). Dalam pokok-pokok pengaturan tersebut terdapat pula keterpaduan pengaturan pengembangan Sistem Pelayanan Air Minum (SPAM) dan prasarana sarana sanitasi, pengembangan sanitasi yang berpihak pada masyarakat miskin dan rawan air, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, pemenuhan standar pelayanan dan tidak menimbulkan dampak sosial, serta kualitas hasil pengolahan yang tidak mencemari sumber air baku. Selain itu, pengembangan sistem air minum air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. Limbah padat berasal dari lingkungan permukiman, bukan bahan berbahaya dan beracun, yang dianggap tidak berguna lagi. Agoes (2008) mengemukakan kebijakan dan strategi bidang air limbah, persampahan dan drainase memerlukan pengembangan sesuai kebutuhan masa kini dan mendatang. Oleh karena itu perlu penekanan kegiatan yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perlindungan kesejahteraan

11 masyarakat terhadap perlindungan kualitas kehidupan dan lingkungan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai PP No. 25/2000 menyebutkan bahwa penanganan persampahan dan pembangunan bidang penyehatan lingkungan permukiman (PLP) menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. 2.5 Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan bagian integral yang harus ditumbuhkan dan dikembangkan yang pada akhirnya akan menumbuhkan rasa memiliki serta rasa tanggungjawab dari masyarakat secara sadar dan bertanggung jawab. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1989) menyatakan secara umum bahwa peran serta (partisipasi) diartikan sebagai keikutsertaan dalam mengambil peran tertentu dalam suatu kegiatan. Peran merupakan sebagai keikutsertakan dalam mengambil peran tertentu dalam suatu kegiatan. Secara sederhana peran serta masyarakat dapat diartikan sebagai upaya yang terencana untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan (Slamet, 2007). Peran serta juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pihak yang akan memperoleh dampak positif atau negatif ikut mempengaruhi arah dan pelaksanaan kegiatan dan tidak hanya dalam arti menerima hasilnya. Irawan (2002) mengatakan bahwa peran serta masyarakat adalah sebagai suatu proses dimana orang-orang yang ada dengan pejabat-pejabat pemerintah berusaha untuk memperbaiki keadaan ekonomi, sosial dan kebudayaan, mengintegrasikan masyarakat didalam kehidupan bangsa dan dapat membantu bangsa dan negara.

12 Untuk menumbuhkan kegiatan peran serta masyarakat diperlukan suatu keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai tingkatannya, dan untuk itu selalu dapat ditemukan titik tolaknya untuk mengawalinya. Dengan memperhatikan perbedaan tingkatan yang ada, Sastropoetro (2004) mengemukakan pada dasarnya ada tiga tingkatan peran serta masyarakat, yaitu: 1. Tingkat saling mengerti. Tujuannya adalah untuk membantu para anggota kelompok agar memahami masing-masing fungsi dan sikap, sehingga dapat mengembangkan kerja sama yang lebih baik. Dengan demikian secara pribadi mereka akan menjadi lebih banyak terlibat, bersikap kreatif dan juga menjadi lebih bertanggung jawab. 2. Tingkat sugesti yang dibangun atas dasar saling mengerti, oleh karena para anggota kelompok pada hakikatnya sudah cenderung siap untuk memberikan suatu usul/saran kalau telah memahami masalah dan ataupun situasi yang dihadapkan kepada mereka. Dalam partisipasi bentuk penasihatan, seseorang dapat membantu untuk mengambil keputusan dan memberikan saran-saran yang bersifat kreatif, namun ia sendiri tidak dapat menentukan suatu keputusan. Banyaklah keputusan teknis yang dilakukan sedemikian atas dasar kompetensi teknik, dalam mana si pemimpin mengesahkan keputusan-keputusan tersebut. Cara demikian nampak meningkatkan inisiatif, kreativitas, disiplin, dan semangat, selain mengurangi sesuatu sifat yang ketat dan kaku maupun mengurangi pengarahan/petunjuk dari atasan.

13 3. Tingkat otoritas. Otoritas pada dasarnya memberikan kepada kelompok suatu wewenang untuk memantapkan keputusannya. Kewenangan sedemikian dapat bersifat resmi kalau kelompok hanya memberikan kepada pimpinan konsep keputusan yang kemudian dapat diresmikan menjadi keputusan oleh si pemimpin. Dalam setiap pelaksanaan penataan ruang, peranan masyarakat sangat menentukan keberhasilan dan kesinambungan penataan ruang yang diinginkan. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi dan situasi masyarakat yang bersangkutan, hanya masyarakat itu sendiri yang mengetahui kebutuhan berkenaan penataan ruang yang perlu diprioritaskan. Demikian pula peran serta masyarakat dalam suatu penataan ruang harus sudah dimulai sejak saat perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Peran serta masyarakat merupakan satu bentuk peran serta atau keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan. Peran serta masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat merasa terlibat dan merasa menjadi bagian dari pembangunan. Hal ini akan berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program pembangunan. Mengembangkan dan membina peran serta masyarakat merupakan suatu pendekatan yang pelaksanaannya dilakukan secara kontinyu. Peran serta masyarakat merupakan perubahan prilaku kearah yang lebih positif untuk menyadari akan tanggung jawabnya. Peran serta masyarakat dapat terjadi dalam berbagai tingkatan, yaitu:

14 1. Tingkat peran serta masyarakat karena perintah atau karena paksaan, 2. Tingkat peran serta masyarakat karena imbalan atau karena insentif. 3. Tingkat peran serta masyarakat karena identifikasi, atau karena ingin meniru. 4. Tingkat peran serta masyarakat karena kesadaran, 5. Tingkat peran serta masyarakat karena tuntutan akan hak azasi dan tanggung jawab. Peran serta masyarakat dalam penataan ruang wilayah sangat penting kedudukannya, sehingga ada tiga alasan utama mengapa peran serta masyarakat mempunyai sifat yang penting, yaitu : 1. Peran serta masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat yang tanpa kehadirannya, program pembangunan serta proyek proyek akan gagal; 2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya; 3. Yang mendorong adanya peran serta masyarakat umumnya di banyak negara karena anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan itu sendiri. Dalam peran serta masyarakat tersirat makna dan integritas keseluruhan dari proyek tata ruang yang merupakan sikap keterbukaan terhadap persepsi dan perasaan pihak lain, peran serta berarti perhatian mendalam mengenai perbedaan atau perubahan yang akan dihasilkan suatu proyek tata ruang sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Peran serta adalah kesadaran mengenai kontribusi yang dapat

15 diberikan oleh pihak pihak lain untuk suatu kegiatan. Peran serta sebagai sarana pembangunan dimaksudkan agar tersaranakan potensi dan kemungkinan dari peran serta itu sendiri. Bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai dibedakan menjadi empat macam, yakni peran serta dalam bentuk : 1. Tahapan pembuatan keputusan. Dalam hal ini sejak awal masyarakat telah dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kegiatan serta dalam pengambilan keputusan atas rencana yang akan dilaksanakan. 2. Tahap implementasi. Keterlibatan masyarakat juga diupayakan pada tahap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, masyarakat dapat mengontrol bagaimana kegiatan dilakukan di lapangan. 3. Tahap evaluasi. Evaluasi secara berkala umumnya dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan pada akhir pelaksanaan kegiatan. 4. Peran serta untuk memperoleh manfaat suatu kegiatan (Mitchell, 2000). Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan lingkungan air, maka mereka yang sangat berkepentingan dengan penyediaan air bersih dan sanitasi perlu diikutsertakan. Keberadaan sumber air bersih yang dapat diterima masyarakat akan sangat membantu dan mempermudah dan memperingan beban kehidupan masyarakat pada umumnya. Untuk meningkatkan peran serta atau peran masyarakat harus mengikut sertakan dalam berbagai aktivitas program yang dilaksanakan, antara lain:

16 a. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkajian ulang proyek, namun kehadiran mereka sebatas sebagai pendengar semata. b. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan c. Anggota masyarakat berperan serta aktif dalam semua tahapan proses pengambilan keputusan, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Davis dalam Sastropoetro (1998) peran serta atau peran serta adalah suatu keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagi tanggungjawab terhadap pencapaian tujuan tersebut. Ada tiga gagasan penting dalam defenisi tersebut yang mempengaruhi peran serta, yaitu : 1. Keterlibatan mental dan emosional. Keikutsertaan dalam pengelolaan sanitasi lingkungan di Daerah Aliran Sungai meliputi peran serta langsung dalam menjaga kebersihan sekitar daerah aliran sungai. Keterlibatan dalam hal ini berarti bahwa masyarakat turut serta dalam satu kegiatan. Masyarakat terlibat dalam pengelolaan sanitasi lingkungan dalam arti memiliki jamban keluarga, memiliki persediaan air bersih, tidak membuang air limbah ke sungai dan tidak membuang sampah ke sungai. Bahwa keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan lebih dari keterlibatan jasmani. Peran serta berarti keterlibatan mental dan emosional ketimbang hanya berupa aktivitas fisik. Keterlibatan tersebut lebih

17 bersifat psikologis daripada fisik. Seseorang yang berperan serta sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya. Dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan terhadap pikiran dan perasaannya. 2. Kontribusi. Gagasan-gagasan, ide-ide dan aspirasi responden dalam pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai yang meliputi pemberian gagasan dan sumbangsih terhadap pemeliharaan kebersihan. Masyarakat memberikan ide atau masukan mengenai hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjaga dan mengelola sanitasi lingkungan terkait dengan cara-cara yang baik dalam hal pembuangan air limbah dan limbah padat. Adanya kesediaan memberi sesuatu demi mencapai tujuan kelompok dimana pemberian itu didasari oleh rasa senang, sukarela untuk membantu. Gagasan yang penting dalam peran serta memotivasi seseorang memberikan kontribusi atau sumbangsih. Mereka diberikan kesempatan untuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya guna mencapai tujuan organisasi. 3. Tanggungjawab. Kesanggupan dan kemampuan responden dalam melakukan pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai yang meliputi adanya tanggung jawab terhadap kebersihan daerah aliran sungai. Gagasan ini adalah peran serta mendorong orang-orang menerima tangungjawab dalam aktivitas kelompok. Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk menjaga dan mengelola kesehatan sanitasi lingkungan. Hal ini merupakan proses sosial yang melibatkan orang-

18 orang dalam organisasinya sendiri dan mau mewujudkan keberhasilannya. Pada saat seseorang menerima tanggungjawab dalam kegiatan kelompok, mereka melihat adanya peluang untuk melakukan yang mereka inginkan. Adanya unsur tanggungjawab merupakan kewajiban mendasar sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran serta merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Pada dasarnya sudah banyak peraturan dan kebijakan pemerintah yang memuat tentang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan daerah aliran sungai. Namun sering dijumpai dalam aplikasinya, peraturan-peraturan tersebut sama sekali tidak menerapkannya sehingga kegiatan yang melibatkan peran serta kurang berjalan dengan lancar. Oleh karena itu perlu konsep yang mensukseskan peran serta masyarakat. Mitchell dkk (2000) menyatakan bahwa dalam mensukseskan keterlibatan masyarakat dalam suatu pengelolaan sumber daya alam dan menyelesaikan pertentangan perlu dimasukkan elemenelemen kunci kesuksesan peran serta, antara lain kepercayaan, komunikasi, kesempatan dan fleksibilitas yang menentukan efektifnya program yang melibatkan peran serta masyarakat. Kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya, seperti yang dikemukakan Salim (2005) dipandang belum cukup karena rangkaian

19 peraturan memberi kesempatan dan kemungkinan, tetapi bukan jaminan bagi pengelolaan sumber daya alam yang memperbaiki lingkungan. Selanjutnya, dikatakan bahwa kunci utama dalam lingkungan hidup adalah kesadaran dan penghayatan manusia dan masyarakat untuk sungguh-sungguh membangun lingkungan yang lebih baik. Menurut Slamet (2007) untuk mencapai tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, ada beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut : a. Adanya kepercayaan dan saling menghargai sesama partisipan. b. Manfaat bagi seluruh partisipan yang terlibat. c. Wewenang dan keterwakilan yang sederajat. Tingkat peran serta akan melemah jika ada pihak yang terlalu mendominan sementara yang lainnnya tidak memiliki wewenang sama sekali. d. Adanya komunikasi yang baik yang dibangun secara internal oleh partisipan dan dengan pihak luar yang terkait. e. Adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah nasional termasuk kawasan tertentu dapat berbentuk: 1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah nasional termasuk kawasan tertentu yang ditetapkan. 2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan. Termasuk bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah termasuk kawasan tertentu.

20 3. Pemberian masukan dalam perumusan rencana tata ruang wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu. 4. Pemberian informasi atau pendapat dalam penyusunan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. 5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu. Pada dasarnya sudah banyak peraturan dan kebijakan pemerintah yang memuat tentang keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Namun, sering dijumpai dalam aplikasinya, peraturan-peraturan tersebut sama sekali tidak menerapkannya sehingga kegiatan yang melibatkan peran serta kurang berjalan dengan lancar. 2.6 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Ritonga (2001) mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan menghasilkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau laut. Suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah kumpulan dari sub

21 DAS yang lebih kecil dengan ukuran maupun bentuk DAS yang berbeda dengan yang lainnya. Menurut Suwardji (2007), Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu, pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain, ekosistem DAS bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Pada DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi

22 kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Sedangkan DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Dari uraian di atas secara umum dapat dipahami bahwa pengelolaan kawasan sungai merupakan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah, dan vegetasi dalam sebuah kawasan sungai dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan kawasan sungai, agar dapat menghasilkan hasil air (water yield) untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan masyarakat yaitu air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya. Namun dalam perkembangan permasalahan selanjutnya ternyata penyebab kerusakan sumberdaya air menyangkut berbagai tatanan kehidupan manusia dan pembangunan yang sangat kompleks. Sehingga semua aktors dan kegiatan pembangunan dalam satuan kawasan sungai bersangkutan, bahkan keterkaitannya antara kawasan sungai satu dengan lainnya, haruslah menjadi kesatuan dalam sistem pembangunan daerah bersangkutan. Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambaungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu,

23 pengelolaan DAS dipahami sebagai satu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang besifat manipulai sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumebr daya air dan tanah yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air dan keterikatan antara daerah hulu dan hilir. Menurut Manan (1978) seperti yang dikutip Ritonga (2001), ada 5 butir perkembangan masyarakat sejalan dengan konsep pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) yakni : 1. Pengetahuan manusia yang terus bertambah tentang siklus hidrologi dan perananya. 2. Pertambahan penduduk yang pesat hingga mengakibatkan tekanan terhadap kebutuhan tanah dan air. 3. Meningkatnya kebutuhan air, disebabkan kemajuan teknologi dan meningkatnya taraf hidup masyarakat. 4. Timbulnya masalah kecurangan air, banjir, erosi, pencemaran,dll. 5. Perencana mulai mengakui DAS sebagai unit terbaik untuk tujuan manajemen sumber daya alam. Untuk mewujudkan daerah aliran sungai yang baik dan sehat diperlukan adanya pengelolaan terpadu. Salah satu konsep pengelolaan terpadu daerah aliran sungai yang dianggap penting adalah peran serta masyarakat dalam pelestarian daerah aliran sungai.

24 Permasalahan yang ditemukan dalam pengelolaan daerah aliran sungai antara lain : (1) masih tumpang tindihnya peraturan antar sektor, (2) perbedaan visi, misi, persepsi dan tujuan antar stakeholder, (3) ego sektoral, (4) tidak adanya rencana induk pengelolaan sebagai rujukan, (5) penggunaan lahan tidak sesuai peruntukan, (6) tidak adanya sistem pengelolaan informasi terpadu, (7) kurangnya peran serta masyarakat dalam mengaplikasikan teknik-teknik konservasi sumber daya dan rendahnya kondisi sosial ekonmi, dan (8) keterbatasan dana dalam pelaksanaan konservasi, rehabilitasi lahan, pemeliharaan sarana dan prasarana pengairan. Sistem pengelolaan daerah aliran sungai terdiri atas : 1. Perencanaan, dalam bentuk pola rencana jangka panjang, rencana teknik lapangan dalam jangka menengah untuk 5 tahun dan rencana tahunan. 2. Pelaksanaan, dalam bentuk kegiatan yakni pengaturan pemanfaatan lahan, konservasi tanah dan air dan untuk peningkatan peran serta masyarakat. 3. Monitoring dan evaluasi, dilakukan baik pada kegiatan proyek di lapangan maupun sasaran program pengelolaan daerah aliran sungai secara umum. Agar pengelolaan daerah aliran sungai dapat dilakukan secara optimal, maka perlu ilibatkan seluruh stakeholders dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan, dan berawawasan lingkungan dengan daerah aliran sungai sebagai suatu unit pengelolaan. Pelaksanaan yang ditunjang oleh peraturan perundangan dna sistem pendanaan yang memungkinkan mekanisme kerjasama yang baik antar stakeholders, antar sektor dan adanya pembagian biaya dan keuntungan antar bagian

25 hulu dengan bagian hilir. Ini berarti aspek kelembagaan dalam pengelolaan daerah aliran sungai sangat penting untuk ditata. 2.7 Pengelolaan Sanitasi Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai sebagai bagian dari pembangunan wailayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait, antara lain ditunjukkan dengan masih belum adanya keterpaduan antar sektor, antar instansi dan antar daerah serta partisipasi masyarakat yang belum optimal dalam pengelolaan DAS yang berujung pada kerusakan DAS yang semakin mengkhawatirkan. Budiharso (2008) mengemukakan DAS merupakan sumberdaya darat yang sangat komplek dan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai peruntukan. Dalam pengelolaannya, DAS hendaknya dipandang sebagai suatu kesatuan sumberdaya darat. Sehingga pengelolaan DAS yang bijak hendaklah didasarkan pada hubungan antara kebutuhan manusia dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia tersebut. Perubahan kualitas dan kuantitas air sungai akibat perubahan tutupan Lahan berpengaruh terhadap risiko penyakit bawaan air terhadap penduduk yang tinggal di sepanjang sungai DAS, dari hulu sampai ke hilir. Perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak diikuti dengan pembangunan fasilitas pengolahan air limbah yang memadai akan menyebabkan memburuknya kualitas air sungai untuk keperuntukkan sumber air minum, budidaya ikan air tawar, pertanian dan pariwisata.

26 Degradasi kondisi DAS ditandai dengan semakin seringnya terjadi peristiwa banjir, tanah longsor dan kekeringan diakibatkan oleh pesatnya pemanfaatan sumber daya alam yang kurang terkoordinasi, telah menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Kecendrungan tersebut semakin meningkat pada era otonomi daerah, menimbulkan kerugian nasional yang sangat besar berupa kerusakan infrastruktur sosial ekonomi, rusaknya berbagai asset pembangunan dan pada gilirannya menyebabkan terganggunya tata kehidupan masyarakat. Disisi lain, tidak bisa dipungkiri dalam konteks kebijakan makro, lebih-lebih kecendrungan ini meningkat pada era otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam pada DAS lebih diorientasikan pada peran perkembangan ekonomi dan mengabaikan wawasan lingkungan. Akibatnya kerusakan lingkungan yang seharusnya tidak terjadi malah menimbulkan kerusakan hutan dan lahan yang cukup parah pada daerah hulu dan semakin meluasnya daerah kritis. Sementara itu, terjadinya pertambahan penduduk dan meningkatkan berbagai aktivitas ekonomi dan sosial, telah menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan terhadap kualitas lingkungan. Kebutuhan terhadap lahan untuk menampung segala aktivitas semakin bertambah dan eksploitasi kekayaan alam semakin meningkat, kuantitas dan kelanjutan sumber daya air pada gilirannya menyebabknya langkanya air pada beberapa daerah tempat dalam kawasan DAS. Pengelolaan sanitasi lingkungan di daerah aliran sungai pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan

27 bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS. Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja. Permasalahan pengelolaan DAS dapat dilakukan melalui suatu pengkajian komponen-komponen DAS dan penelusuran hubungan antar komponen yang saling berkaitan, sehingga tindakan pengelolaan dan pengendalian yang dilakukan tidak hanya bersifat parsial dan sektoral, tetapi sudah terarah pada penyebab utama kerusakan dan akibat yang ditimbulkan, serta dilakukan secara terpadu. Salah satu

28 persoalan pengelolaan DAS dalam konteks wilayah adalah letak hulu sungai yang biasanya berada pada suatu kabupaten tertentu dan melewati beberapa kabupaten serta daerah hilirnya berada di kabupaten lainnya. Oleh karena itu, daerah- daerah yang dilalui harus memandang DAS sebagai suatu sistem terintegrasi, serta menjadi tanggung jawab bersama. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumder daya air bagi manusia secara berkelanjutan. Hasil-hasil temuan dilapangan menunjukkan bahwa peran serta masyarakat terhadap pengelolaan DAS belum optimal. Meskipun keberadaan DAS secara hukum formal tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1970 tentang perencanaan hutan, akan tetapi pengelolaan DAS belum memberikan penyelesaian yang menyeluruh atas konflik-konflik yang timbul sebagia konsekuensi dari tekanan pertumbuhan populasi dan ekonomi dengan usaha-usaha perlindungan lingkungan. Hal ini ditambah dengan belum jelasnya tata ruang secara menyeluruh juga telah menambah beban atas berbagi konflik kepentingan. Konsep DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan saat ini belum dihubungkan dengan pembangunan dalam arti luas. Hingga saat ini belum ada kelembagaan utuh atau forum tentang pengelolaan DAS yang benar-benar mempunyai aksi nyata di lapangan. Masih banyaknya kasus pembuangan limbah padat ke sungai menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya tentang arti penting DAS sebagai sumber air bersih bagi masyarakat. Karena itu masih diperlukan kampanye penyadaran dan pendidikan tentang pentingnya penyelamatan dan pelestarian DAS.

29 Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungkin hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari pembuangan air limbah, daerah tangkapan air, sumber-sumber air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan Saluran Pembuangan Air Limbah Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber daya air harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilaksanakan secara bijaksana yaitu dengan memperhitungkan generasi sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air. Dengan meningkatnya kepadatan penduduk dapat memberikan dampak pada kualitas dan kuantitas air. Hal ini dikarenakan adanya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang. Selain itu permasalahan-permasalahan lain seperti kegiatan industri, domestik dan kegiatan lainnya akan berdampak negatif terhadap sumber daya air yang juga akan menyebabkan penurunan kualitas air. Oleh karena itu, perlu diadakannya pengelolaan dan pelestarian sumber daya air secara seksama. Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya

30 mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1995). Sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan makhluk hidup. Apabila keseimbangan kualitas air mulai terganggu maka akan terjadi permasalahan lingkungan yang sangat merugikan bagi kelangsungan makhluk hidup, baik yang berada di dalam sungai maupun yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai tersebut. Sungai merupakan kawasan yang tidak mengenal batas wilayah. Apabila dari hulu tercemar maka akan mengakibatkan daerah hilir juga akan ikut tercemar. Oleh karena itu, sungai sering dikatakan sangat rentan terhadap pencemaran. Siapapun dapat mengakibatkan sungai tercemar, karena sungai merupakan tempat atau media yang sangat efektif untuk melakukan pembuangan limbah (padat dan cair). Orang tidak akan mempedulikan akibat yang akan timbul setelah itu, karena sudah menjadi budaya bahwa setiap orang mempunyai pikiran bahwa mereka membuang sampah tidak di tempatnya. Sungai dapat membawa limbah (padat dan cair) atau sampah yang masuk kedalamnya. Akan tetapi jika limbah atau sampah yang dibuang ke dalam aliran sungai tersebut melebihi ambang kemampuan sungai untuk menerimanya tentu akan mengakibatkan permasalahan baru yang akan sulit ditanggulangi. Banyak sekali sumber polutan air sungai diantaranya : limbah pabrik, limbah manusia dan bahan bahan lain yang dapat mengganggu kualitas air sungai. Limbah dari manusia yang

31 paling besar secara kuantitas mencemari sungai, diantaranya adalah limbah sisa cucian dan sampah sampah yang langsung di buang ke sungai. Kualitas sungai merupakan indikator kondisi sungai apakah masih dalam keadaan baik atau tercemar. Pencemaran sungai didefinisikan sebagai perubahan kualitas suatu perairan akibat kegiatan manusia, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan manusia itu sendiri ataupun makhluk hidup lainnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh senyawa yang masuk ke aliran sungai yang bergerak ke hilir bersama aliran air atau tersimpan di dasar, berakumulasi (khususnya pada endapan) dan suatu saat dapat juga terjadi pencuciaan atau pengenceran. Senyawa tersebut (utamanya yang beracun) berakumulasi dan menjadi suatu konsentrasi tertentu yang berbahaya bagi mata rantai kehidupan. Masalah air buangan rumah tangga baik di perkotaan maupun di pedesaan sudah mulai menimbulkan gangguan antara lain karena air buangan biasanya telah dicemari dengan tinja dan urine, disamping deterjen yang pemakaiannya sudah sangat luas. Demikian pula mengenai pengelolaan air buangan industri sampai saat ini belum sepenuhnya dikelola dengan baik. Keharusan dari tiap industri untuk mengolah air buangannya sebelum dibuang ke badan-badan air belum dilaksanakan sepenuhnya (Depkes RI, 2006) Jamban Keluarga Banyak sekali permasalahan lingkungan yang harus dihadapi dan sangat menganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan bisa

32 berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan ekosistem dan timbulnya sejumlah permasalah sanitasi. Sebagai contoh, pembuatan jamban yang asal-asalan. Di daerah pedesaaan diperkirakan penduduk yang menggunakan jamban saniter tidak lebih dari 30% dan selebihnya membuang kotoran (tinja) ke sungai, kolam, empang, kebun dan cara-cara lain yang tidak saniter (Kusnuputranto, 2005). Terkait dengan pentingnya jamban keluarga bagi kesehatan, Departemen Kesehatan (2007) jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan diperlukan sebagai upaya untuk mencegah penularan penyakit yang terjadi di masyarakat. Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang terpenting untuk memenuhi sanitasi dasar bagi keluarga. Untuk itu, pembuangan kotoran yang baik harus dibuang ke dalam suatu tempat penampungan kotoran yang disebut dengan jamban Sampah Persampahan adalah bagian dari sanitasi karena merupakan sisa limbah padat yang keluar dari rumah tangga permukiman. Sampah didefenisikan sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Sampah berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, rumah tangga, perdagangan, dan kegiatan manusia lainnya (Manik, 2004 ).

33 Menurut Sudrajat (2002) sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik yang telah diambil bagian utamanya atau karena pengelolaan dan sudah tidak bermanfaat lagi. Ditinjau dari segi sosial ekonominya, sudah tidak ada lagi nilainya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Pengertian sampah menurut American Public Helath Association, yang dikutip Kusnoputranto (2005) sampah diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Widianarko (2002) menyatakan bahwa sampah dalam istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan sampah padat sisa proses industri atau sebagai hasil sampingan kegiatan rumah tangga Berdasarkan karakteristik dari sampah, pembagian ini sering dipakai dan mencakup jenis-jenis sebagai berikut garbage, rubbish, ashes, street sweeping, refuse, dead animal, abandones vehicles, sampah industri, household demolition waste, construction waste, sewage solids, dan sampah khusus. Garbage (sampah basah) merupakan jenis sampah yang terdiri dari sisa-sia potongan hewan atau sayuran hasil dari pengolahan, pembuatan dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab dan mengandung sejumlah air bebas. Rubbish (sampah kering) terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tak dapat atau sukar terbakar yang berasal dari rumah-rumah pusat-pusat

34 perdagangan, kantor-kantor. Ashes adalah sisa-sisa pembakaran dari zat yang mudah terbakar baik di rumah, dikantor dan industri (Kusnoputranto, 1995). Masalah yang kita hadapi, tidak semua rumah memiliki tempat sampah yang memadai. Dalam upaya mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat diperlukan pengelolaan air dan tersedianya tempat pembuangan sampah yang sesuai standar dan memenuhi syarat kesehatan (Depkes RI, 2008). Terkait dengan masalah sampah, permasalahan umum sampah yang terjadi sampai saat ini adalah sampah sering dibuang di sembarang tempat, di tempat terbuka bahkan di daerah aliran sungai sehingga meskipun tidak terlihat tetapi menimbulkan bau kurang sedap, menarik perhatian binatang dan menjadi vektor penyakit, serta dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan menimbulkan banjir. Jumlah sampah yang dihasilkan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Hal ini disebabkan karena populasi penduduk secara keseluruhan terus bertambah dan aktivitas ekonomi pun terus meningkat. Guna memperbaiki pengelolaan sampah diperlukan suatu perencanaan yang bersifat strategis dan sistematis, sehingga pengelolaan sampah dapat terlaksana sesuai dengan target yang diharapkan dalam rencana strategis pembangunan kota. Pada kenyataannya masih banyak muara bahkan di sepanjang DAS tersebut terdapat timbulan sampah yang sangat mengganggu baik dalam hal nilai estetika maupun dalam lingkup kesehatan masyarakat yang berada disepanjang DAS. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas air sungai khususnya sungai. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami arti

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI PEMALI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat.

1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, maka pemakaian sumberdaya air juga meningkat. 37 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang menjabarkan pembangunan sesuai dengan kondisi, potensi dan kemampuan suatu daerah tersebut.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI TUNTANG DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa daerah aliran sungai

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG Menimbang NOMOR 02 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI KABUPATEN TABALONG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Dalam sistem tata lingkungan, air merupakan unsur utama. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau kaadaan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar bagi pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kawasan yang berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan sampai akhirnya bermuara

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci