BAB I PENDAHULUAN. Medan sebagai sebuah ibukota provinsi yang besar, yakni provinsi Sumatera

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Medan sebagai sebuah ibukota provinsi yang besar, yakni provinsi Sumatera"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Medan sebagai sebuah ibukota provinsi yang besar, yakni provinsi Sumatera Utara, tampak sebagai tempat yang menjanjikan untuk penghidupan yang layak. Sebagai sebuah kota yang besar dan berlokasi strategis, kota Medan menjadi perlintasan dan persinggahan dari berbagai suku bangsa untuk melakukan perdagangan. Kondisi yang demikian menjadi salah satu faktor pendukung kegiatan ekonomi di kota tersebut. Banyaknya individu maupun kelompok yang bersaing dalam usaha perdagangan demi mencapai penghidupan yang layak, pada akhirnya membuat individu maupun kelompok tersebut membuka usaha-usaha kecil tanpa memperhatikan undang-undang ataupun peraturan-peraturan yang berlaku sehingga sering kali tidak memperhatikan ekonomi kerakyatan. Hal ini terlihat dari tata ruang kota Medan yang menjadi tidak teratur akibat lokasi pasar-pasar modern yang telah menjamur di mana-mana. Akibatnya, terjadi persaingan yang tidak sehat di antara para pengusaha maupun pedagang. Dalam masyarakat yang serba modern seperti sekarang ini, segala kegiatan juga dilakukan secara modern. Salah satu yang menjadi ciri kemodernan tersebut yakni adanya pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern tidak hanya dari segi mode ataupun fashion, melainkan telah berkembang ke arah yang lebih luas lagi dengan adanya pusat perbelanjaan untuk keperluan sandang-pangan serta segala kebutuhan pokok. 2

2 Berdasarkan prinsipnya, kehadiran pasar modern tentu diizinkan tumbuh dan berkembang di suatu daerah. Di satu sisi, kehadiran pasar modern sangat membantu masyarakat memenuhi kebutuhannya dengan mudah dan tidak menyita waktu karena sebagian besar kebutuhan masyarakat tersedia di pasar-pasar modern tersebut. Akan tetapi, seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan persaingan ekonomi, kehadiran pasar modern yang tidak mematuhi kebijakan seperti jumlah yang berlebihan atau melewati batas maksimum dan menyalahi segala aturan dalam kegiatan ekonomi yang ditetapkan dianggap telah menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat sehingga mampu mematikan pasar tradisional dan membuat pedagang kecil lainnya harus lebih dini gulung tikar. Beberapa pasar modern yang dikenal oleh masyarakat, seperti Carrefour, Hypermart, termasuk juga pasar modern dengan sistem waralaba atau franchise, seperti Indomaret, Alfamart dan Alfa Midi telah berkembang pesat. Dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, pasar modern dengan sistem franchise, seperti Indomaret dan Alfamart telah melebihi kapasitasnya. Hal ini dapat dilihat dari adanya 3 hingga 5 kios pasar modern dalam satu jalan di beberapa tempat di kota Medan. Akibatnya, pasar modern tersebut terkesan menekan pedagang ataupun pasar tradisional di sekitarnya. Menurut Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang tercantum pada Pasal 7 ayat 3, bahwa khusus Minimarket diatur jarak minimal 500 meter dari mini market yang sudah ada, dan 250 meter dari pasar tradisional. Akan tetapi, dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011, jarak ini sudah tidak diatur lagi 3

3 sehingga keadaannya berbanding terbalik dari Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 tersebut.karena pada kenyataannya pasar modern berdiri secara berdekatan antara satu dengan yang lainnya. Bahkan ada pasar modern yang bersebelahan dengan pasar tradisional dan pedagang kecil lainnya. Dalam peraturan perundang-undangan, Pasar Modern termasuk dalam pengertian Toko Modern. Peraturan mengenai pasar modern diatur dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pengertian Toko Modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Setiap toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada (Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007). Mengenai jarak antarminimarket dengan pasar tradisional yang saling berdekatan, hal tersebut berkaitan dengan masalah perizinan pendirian pasar modern (Minimarket). Suatu pasar modern harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota, dan khusus untuk wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres 112/2007). Kewenangan untuk menerbitkan IUTM ini dapat didelegasikan kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11 Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern - Permendag 4

4 53/2008 ). Mengenai persyaratan untuk mendapatkan IUTM, Pasal 3 Perpres 112/2007, disebutkan bahwa luas bangunan untuk minimarket adalah kurang dari 400m 2. Lokasi pendirian dari Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu, pemerintah perlu bertindak teliti dan tegas dalam pemberian izin usaha toko modern karena banyak orang yang telah melanggar ketentuan yang telah disebutkan mengenai usaha toko modern tersebut. Berikut ini adalah kutipannya: BERITA PEMKO MEDAN Kamis, :20:00 Wib 54 INDOMARET DIPERINGATKAN Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Medan mulai bersikap tegas terhadap pengusaha Indomaret yang tidak memiliki izin usaha. Kami sudah memberikan surat teguran dan pemanggilan secara tertulis, itu sementara. Untuk tindak lanjutnya kami masih menunggu mekanisme selanjutnya, kata Kepala Dinas Perindag Kota Medan Syarizal Arief, kemarin. Diketahui,terdapat 54 Indomaret di kota ini yang beroperasi tanpa izin usaha. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan selisih antara izin yang dikeluarkan Disperindag dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Saat ini, terdapat 184 Indomaret yang berdiri di Kota Medan. Namun, Disperindag baru mengeluarkan surat izin untuk 85 unit.sedangkan BPPT hanya menerbitkan izin untuk sembilan Indomaret.Izin yang diberikan yaitu izin usaha toko modern (IUTM), izin gangguan (Ho), surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan surat tanda daftar perusahaan (TDP). Menurut Syarizal, pihaknya tidak bisa serta merta langsung menindak dengan membongkar paksa bangunan Indomaret yang tidak berizin tersebut. Karena harus melalui beberapa proses,mulai dari teguran, sanksi administrasi, peringatan hingga akhirnya penindakan. Kami ada standar operasional prosedur (SOP) kalau mau melakukan penindakan. Jadi, harus diikuti tahapannya dengan melakukan teguran terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan Peraturan Wali Kota (Perwal) No 20/2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, ucapnya. Mengenai rencana Pemerintah Kota (Pemko) Medan membentuk tim untuk melakukan pengawasan dan penataan Indomaret di bawah pimpinan Asisten Ekonomi Pembangunan, menurut dia, masih tahap proses. Itu merupakan tim gabungan untuk melakukan pembinaan dan penataan terhadap pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Saat ini tim sedang dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait, tutur Syarizal. Sementara itu, Branch Manager Indomaret Medan Najuri menilai persoalan ini hanya bentuk persaingan bisnis. Begitupun, pihaknya siap mengurus seluruh perizinan yang dibutuhkan. Biar bagaimanapun kami 5

5 akan mengurus izin sesuai ketentuan. Kemarin kami sudah memberi penjelasan kepada Komisi B DPRD, Disperindag dan BPPT bahwa kami akan mengurus izin secepatnya, katanya. Di sisi lain, Ketua Komisi C DPRD Kota Medan Jumadi meminta Disperindag tidak memberi kompensasi terhadap usaha yang beroperasi tanpa izin. Disperindag harus menjalankan aturan sesuai dengan tugas dan fungsinya, yakni melakukan pengawasan. Setelah pengawasan dan terbukti ada yang menyalahi aturan tentu harus segera dilakukan penindakan.tidak bisa usaha dibiarkan beroperasional tanpa izin, ucap Jumadi. Berdasar Perwal No 20/ 2011, pusat perbelanjaan harus berjarak minimal 500 meter dengan pusat perbelanjaan lainnya. Ketentuan ini berlaku untuk toko modern, termasuk minimarket yang bersifat franchise. Perwal juga mengatur keharusan pusat perbelanjaan minimal berjarak 100 meter dengan sekolah, rumah ibadah serta pasar tradisional. Sumber: Seputar Indonesia ; WIB Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa terdapat permasalahan di dalam penataan dan pembinaan usaha pasar modern sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan walikota Medan tersebut. Banyak pihak yang mengabaikan peraturan yang telah dibuat sehingga terjadi permasalahan-permasalahan baik dari aspek sosial maupun ekonomi dalam masyarakat kota Medan. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket. I.2. Fokus Masalah Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi batasan peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti hanya memfokuskan penelitian mengenai implementasi Peraturan Walikota Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pada Toko Modern khusus Minimarket saja. 6

6 Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana proses pelaksanaan atau implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket dengan melihat studi pada Kota Medan. I.3. Rumusan Masalah Pada dasarnya, penelitian itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana peneliti mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabnya melalui kegiatan penelitian. Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang dapat penulis rumuskan yaitu sebagai berikut: Bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket? I.4. Tujuan Penelitian Di dalam usulan atau rancangan penelitian, apapun format penelitian yang digunakan, juga perlu secara jelas merumuskan tujuan penelitian yang hendak dihasilkan. Tujuan penelitian ini ialah untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses implementasi Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket. 7

7 I.5. Manfaat Penelitian Kebijakan merupakan sarana dari pemerintah untuk mengatasi permasalah yang dihadapi oleh masyarakat umum. Oleh sebab itu lahirnya sebuah kebijakan tertentu diharapkan adanya perbaikan di dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini kebijakan Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket. Berdasarkan penjelasan di atas, adapun manfaat penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Ilmiah: Menambah pengetahuan bagi penulis sendiri, baik secara teoritis maupun secara praktis sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis dalam menyusun berbagai kajian literatur sehingga menghasilkan suatu wacana baru dalam memperkaya wawasan kepustakaan pendidikan. 2. Manfaat Praktis: Sebagai bahan masukan bagi dinas yang bersangkutan, dan dapat dijadikan bahan informasi, acuan, dan pertimbangan bagi dinas dalam melaksanakan peraturan walikota mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 3. Manfaat Akademik: Sebagai bahan referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini. I.6. Kerangka Teori Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun 8

8 kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Menyusun teori diartikan sebagai serangkaian konsep, definisi, proposisi, yang saling berkaitan dan tujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena. Mengacu pada pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini. I.6.1. Kebijakan Publik I Pengertian Kebijakan Publik Menurut Anderson, kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya, Anderson (Nurcholis, 2007:263) mengklasifikasikan kebijakan itu menjadi dua, yaitu : 1. Substantif, yaitu apa yang harus dilakukan pemerintah. 2. Prosedural, yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan. Menurut Woll (Tangkilisan, 2003:2), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam definisi tersebut, Woll menyatakan bahwa pengaruh dari tindakan atau aktivitas pemerintah tersebut ialah: (1.) Adanya pilihan kebijakan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya dengan menggunakan kekuatan publik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat; 9

9 (2.) Ada output kebijakan yakni dengan dibuatnya kebijakan, pemerintah dituntut membuat peraturan, anggaran, personil, dan regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat; (3.) Adanya dampak kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. David Easton menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah adalah kekuasaan mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat. Sementara menurut Hutington dan J. Nelson (Abidin, 2002:86), dalam masyarakat modern, masyarakat melihat pemerintah sebagai bagian dari kehidupannya. Kebijakan pemerintah selalu dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah lewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumber dayasumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. I Proses Kebijakan Publik Holwet dan M. Ramesh (Suharto, 2006:13) berpendapat bahwa proses kebijakan publik terdiri atas lima tahapan, yaitu: 1. Penyusunan Agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah; 2. Formulasi Kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah; 10

10 3. Pembuatan Kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan; 4. Implementasi Kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil; 5. Evaluasi Kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil kebijakan. I.6.2. Implementasi Kebijakan Publik I Pengertian Implementasi Kebijakan Publik Salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan memiliki arti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan secara maksimal dan tidak dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langka yang ada, yaitu yang pertama langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program, atau yang kedua melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Menurut Pressman dan Wildavsky (Tangkilisan, 2003:9), implementasi kebijakan adalah interaksi antara penyusunan tujuan denga sarana-sarana tindakan dalam mencapai 11

11 tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Menurut Patton dan Sawicki (1993) implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatankegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usahausaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. Dari beberapa pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan proses pelaksanaan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk pencapaian tujuan yang diharapkan sesuai dengan sasaran kebijakan tersebut. I Model Implementasi Kebijakan Publik A. Model Van Meter dan Van Horn Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005:99), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: (1.) Standar dan sasaran kebijakan 12

12 Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. (2.) Sumber daya Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia. (3.) Hubungan antarorganisasi Dalam implementasinya, kebijakan perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Keberhasilan suatu kebijakan memerlukan koordinasi dan kerjasama antarinstansi. (4.) Karakteristik agen pelaksana Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan. (5.) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. (6.) Disposisi implementor Hal ini mencakup tiga hal, yakni: 13

13 a. Respon implementor terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan c. Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan kebijakan Ciri badan pelaksana Sikap para pelaksana Prestasi kerja Sumber-sumber kebijakan Lingkungan: Ekonomi, sosial, dan politik Gambar 1.1. Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn Sumber: Riant Nugroho, 2006:128 B. Model George C. Edward III Dalam mengkaji suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Edward III, pendekatan yang digunakan terhadap studi implementasi dimulai dari sebuah intisari dan menanyakan: Apakah prakondisi untuk implementasi kebijakan yang berhasil? Apakah rintangan primer untuk implementasi kebijakan yang sukses?. Diperlukan suatu model kebijakan 14

14 guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu: 1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan? 2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan? Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Widodo, 2011:96). Communication Resources Implementation Dispositions Bureucratic Structure Gambar 1.2. Model implementasi kebijakan George C. Edward III Sumber: Widodo, 2011:107 15

15 (1.) Komunikasi (Communication) Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan (Widodo, 2011:97) berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors). Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri. Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transmission), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait. 16

16 (2.) Sumber Daya (Resources) Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III (Widodo, 2011:98) mengemukakan bahwa bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut: a. Sumber Daya Manusia (Staff) Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat. b. Anggaran (Budgetary) Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, 17

17 sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran. c. Fasilitas (Facility) Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan. d. Informasi dan Kewenangan (Information and Authority) Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki. (3.) Disposisi (Disposition) Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, 18

18 sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik. (4.) Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure) Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel. C. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni; (1.) Karakteristik Masalah, terdiri atas; a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang ada Dalam hal ini dilihat bagaimana permasalahan yang terjadi, apakah termasuk permasalahan sosial yang secara teknis mudah diselesaikan atau masuk kategori masalah sosial yang secara teknis sulit untuk dipecahkan. Sebagai contoh masalah sosial yang termasuk kategori mudah diselesaikan adalah seperti kekurangan persediaan beras di suatu daerah, kekurangan guru dalam suatu sekolah, dan lain-lain. Untuk contoh masalah 19

19 sosial yang termasuk kategori sosial yang cukup sulit dipecahkan adalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan masalah-masalah lain yang sejenis. b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran Hal ini menyangkut kelompok sasaran dari pembuatan suatu kebijakan atau dapat dikatakan masyarakat setempat yang dapat bersifat homogen ataupun heterogen. Kondisi masyarakat yang homogen tentunya akan lebih memudahkan suatu program ataupun kebijakan diimplementasikan, sementara itu dengan kondisi masyarkat yang lebih heterogen akan lebih menyulitkan ataupun mendapat lebih banyak tantangan dalam pengimplementasiaannya. c. Prosentase kelompok sasaran terhadap total populasi Dalam artian bahwa suatu program atau kebijakan akan lebih mudah diimplementasikan ketika sasarannya hanyalah sekelompok orang tertentu atau hanya sebagian kecil dari semua populasi yang ada ketimbang kelompok sasarannya menyangkut seluruh populasi itu sendiri. d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan Hal ini menyangkut akan hal bagaimana perubahan perilaku dari kelompok sasaran yang diharapkan dengan program yang ada. Sebuah kebijakan atau program akan lebih mudah diimplementasikan ketika program tersebut lebih bersifat kognitif dan memberikan pengetahuan. Sementara itu, program yang bersifat merubah sikap atau perilaku masyarakat cenderung cukup sulit untuk diimplementasikan seperti perda larangan merokok ditempat umum, pemakaian alat kontrasepsi dan Keluarga Berencana, dan lain-lain. (2.) Karakteristik Kebijakan, yang terdiri atas; 20

20 a. Kejelasan isi kebijakan Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. Kebijakan dengan isi yang jelas akan memudahkan sebuah kebijakan dan akan menghindarkan distorsi atau penyimpangan dalam pengimplementasiannya. Hal ini dikarenakan jika suatu kebijakan sudah memiliki isi yang jelas maka kemungkinan penafsiran yang salah oleh implementor akan dapat dihindari dan sebaliknya jika isi suatu kebijakan masih belum jelas atau mengambang, potensi untuk distorsi ataupun kesalahpahaman akan besar. b. Seberapa jauh kebijakan memiliki dukungan teoritis Dukungan teoritis akan lebih memantapkan suatu aturan atau kebijakan yang dibuat karena tentunya sudah teruji. Namun, karena konteks dalam pembuatan kebijakan adalah menyangkut masalah sosial yang meski secara umum terlihat sama disetiap daerah, akan tetapi sebanarnya terdapat hal-hal yang sedikit banyak berbeda sehingga untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan modifikasi saja. c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut Hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan adalah masalah keuangan/modal. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumber daya lainnya yang semua itu memerlukan modal. d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana Suatu program akan dengan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait baik secara vertikal maupun 21

21 horizontal. e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana Badan pelaksana atau implementor sebuah kebijakan harus diberikan kejelasan aturan serta konsistensi agar tidak terjadi kerancuan yang menyebabkan kegagalan pengimplementasian. f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan Salah satu faktor utama kesuksesan implementasi sebuah kebijakan adalah adanya komitmen yang kuat dari aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut. g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompokkelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka. (3.) Lingkungan Kebijakan, terdiri atas; a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi Kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut akan hal keadaan suatu masyarakat secara umum, mulai dari pendidikan, keadaan ekonomi, dan kondisi sosialnya yang secara sederhana dapat dikatakan kepada masyarakat yang sudah terbuka dan modern dengan masyarakat yang tertutup dan tradisional. Masyarakat yang sudah terbuka akan lebih mudah menerima program-program pembaruan dari masyarakat yang 22

22 masih tertutup dan tradisional. Sementara itu, teknologi sendiri adalah sebagai pembantu untuk mempermudah pengimplementasian sebuah program. Teknologi yang semakin modern tentu akan semakin mempermudah. b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan Dukungan publik akan cenderung besar ketika kebijakan yang dikeluarkan memberikan insntif ataupun kemudahan, seperti pembuatan KTP gratis, dan lain-lain. Sebaliknya, dukungan akan semakin sedikit ketika kebijakan tersebut malah bersifat disinsentif seperti kenaikan BBM. c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups) Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara, seperti: 1) Kelompok pemilih dapat melakukan intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah kebijakan; 2) Kelompok pemilih dapat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan kepada badan legislatif. d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki keterampilan dalam membuat prioritas tujuan dan selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut. 23

23 Karakteristik Masalah 1. Ketersediaan teknologi dan teori teoritis 2. Keragaman perilaku kelompok sasaran 3. Sifat populasi Daya Dukung Peraturan 1. Kejelasan/konsistensi tujuan/sasaran 2. Teori kausal yang memadai 3. Sumber keuangan yang mencukupi 4. Integrasi organisasi pelaksana 5. Diskresi pelaksana 6. Rekrutmen dari pejabat pelaksana 7. Akses-formal pelaksana ke organisasi lain Variabel Non-Peraturan 1. Kondisi sosial ekonomi dan teknologi 2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan 3. Dukungan publik 4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama 5. Dukungan kewenangan 6. Komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana Proses implementasi Keluaran Kesesuaian keluaran dampak dampak yang kebijakan keluaran aktual diperkirakan dari organisasi kebijakan dengan keluaran pelaksana kelompok sasaran kebijakan perbaikan peraturan Gambar 1.3. Model implementasi kebijakan Mazmanian dan Sabatier Sumber: Samodra Wibawa, 1994:26 D. Marilee S. Grindle (1980) Menurut Grindle (1980), bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). 24

24 (1.) Isi Kebijakan, mencakup: a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan publik; b. Jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran (target groups); c. Sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan; d. Apakah letak sebuah program sudah tepat; e. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; f. Sumber daya yang disebutkan apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai. (2.) Lingkungan Kebijakan, mencakup: a. Seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. 25

25 Tujuan Kebijakan Melaksanakan kegiatan dipengaruhi oleh: (a) Isi Kebijakan 1. Kepentingan yang dipengaruhi 2. Tipe manfaat 3. Derajat perubahan yang diharapkan 4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksana program 6. Sumber daya yang dilibatkan (b)konteks Kebijakan 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap Hasil kebijakan a. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok b. Perubahan dan penerimaan oleh masyarakat Tujuan yang ingin dicapai program aksi dan proyek individu yang di desaian dan dibiayai program yang dijalankan seperti direncanakan? mengukur keberhasilan Gambar 1.4. Model implementasi kebijakan Grindle Sumber: Riant nugroho,

26 I.6.3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang dimaksud dengan Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjual. Sedangkan Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Berdasarkan luasnya, Toko Modern dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : a. Minimarket, kurang dari 400 m 2 (empat ratus meter persegi); b. Supermarket, 400 m 2 (empat ratus meter persegi) sampai dengan m 2 (lima ribu meter persegi); c. Hypermarket, lebih dari m 2 (lima ribu meter persegi); d. Department Store, lebih dari 400 m 2 (empat ratus meter persegi); dan e. Perkulakan, lebih dari m 2 (lima ribu meter persegi). Ketentuan-ketentuan mengenai perizinan usaha pusat perbelanjaan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern ( Perpres No. 112/2007 ) dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern ( Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 ). Menurut peraturan-peraturan tersebut terdapat izin yang diperlukan untuk melaksanakan usaha Pusat Perbelanjaan. 27

27 Dalam melaksanakan usaha pusat perbelanjaan tersebut, pemilik atau pengelola pusat perbelanjaan wajib untuk memiliki izin usaha, yaitu Izin Usaha Pusat Perbelanjaan ( IUPP ) untuk pertokoan, mall, plaza dan pusat perdagangan. IUPP diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bupati/Walikota selain Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melimpahkan kewenangan penerbitan IUPP kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat. Prosedur dan Tata Cara Pengajuan Permohonan IUTM: Persyaratan untuk memohon IUTM Mini Market, dengan melampirkan: a. Fotocopy KTP; b. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan yang berbadan hukum; c. Fotocopy Surat Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan peruntukan; d.memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern serta Usaha Kecil, termasuk koperasi yang ada di wilayah yang bersangkutan; dan e. Fotocopy Surat Izin Tempat Usaha dan/atau Surat Izin Gangguan. Pengurusan permohonan IUPP tersebut tidak dikenakan biaya. Permohonan untuk IUPP diajukan kepada Dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu Setempat dengan mengisi Formulir Surat Permohonan dengan melampirkan dokumen sesuai persyaratan yang telah disebutkan. 28

28 Permohonan ditandatangani oleh pemilik atau penanggungjawab atau pengelola perusahaan. Untuk mengajukan permohonan IUPP, perlu dilengkapi dengan studi kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat dan rencana kemitraan dengan usaha kecil. Bila permohonan yang diajukan benar dan lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin Usaha dapat menerbitkan IUPP paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Permohonan. Sedangkan bila permohonan dinilai belum benar dan lengkap, maka Pejabat Penerbit Izin Usaha memberitahukan penolakan secara tertulis disertai dengan alasannya kepada pemohon paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya Surat Permohonan. Perusahaan yang ditolak permohonannya dapat mengajukan kembali surat permohonan izin usahanya disertai kelengkapan dokumen persyaratan secara benar dan lengkap. Perusahaan pengelola Pusat Perbelanjaan yang telah memperoleh IUPP tidak diwajibkan memperoleh Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Apabila terjadi pemindahan lokasi usaha Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pengelola/penanggung jawab perusahaan wajib mengajukan permohonan izin baru. IUPP berlaku selama masih melakukan kegiatan usaha pada lokasi yang sama dan wajib dilakukan daftar ulang setiap 5 (lima) tahun. Sedangkan, dalam rangka memperoleh izin usaha bagi Pasar Tradisional atau Toko Modern yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a.) Hasil analisa kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terdiri dari: 29

29 1. Struktur penduduk menurut mata pencaharian dan pendidikan; 2. Tingkat pendapatan ekonomi rumah tangga; 3. Kepadatan penduduk; 4. Pertumbuhan penduduk; 5. Kemitraan dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal; 6. Penyerapan tenaga kerja lokal; 7. Ketahanan dan pertumbuhan Pasar Tradisional sebagai sarana bagi UMKM lokal; 8. Keberadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah ada; 9. Dampak positif dan negatif yang diakibatkan oleh jarak antara Hypermarket dengan Pasar Tradisional yang telah ada sebelumnya; dan 10. Tanggung jawab soaial perusahaan. (b.)salinan IUPP Pusat Perbelanjaan atau bangunan lainnya tempat berdirinya Pasar Tradisional atau Toko Modern; (c.) Copy Akte Pendirian Perusahaan dan pengesahannya; (d.) Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang berlaku; (e.) Rencana kemitraan dengan UMKM untuk Pusat Perbelanjaan atau Toko Modern. I.7. Definisi Konsep Menurut Masri Singarimbun, konsep adalah istilah atau definisi yang digunakan untuk menggambarkan kejadian secara abstrak, kelompok individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Untuk itu, peneliti menguraikan definisi konsep sebagai berikut: 1. Kebijakan Publik 30

30 Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dilakukan pemerintah lewat keputusan bersama aktor-aktor politik untuk pencapaian tujuan negara secara utuh dengan cara pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik yang dimaksud akan dipakai dalam penelitian ini ialah Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Dalam Penerbitan Ijin Usaha Minimarket. 2. Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan, dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Adapun indikator yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Kejelasan Isi Kebijakan Sebuah kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan haruslah mengandung konten yang jelas dan konsisten. - Sumber Daya Kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia. - Disposisi Implementor Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. 31

31 - Komunikasi (Communication) dan Koordinasi Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan. Sedangkan, koordinasi adalah praktik pelaksanaan kekuasaan dan kerjasama antarpihak yang mempunyai kewenangan. - Struktur Birokrasi Struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel. 3. Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 Merupakan kebijakan pemerintah daerah (dalam hal ini walikota Medan) untuk mengatur ekonomi daerah yang berbasiskan ekonomi kerakyatan sehingga tidak mematikan pasar tradisional dan pedagang kecil. I.8. Operasionalisasi Konsep Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah dalam mengumpulkan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut: 1. Kejelasan isi kebijakan a. standar dan sasaran kebijakan b. target pencapaian 32

32 c. implementor yang jelas 2. Sumber daya a. kemampuan sumber daya manusia pelaksana kebijakan b. ketersediaan sumber daya manusia, financial dan peralatan/fasilitas 3. Disposisi implementor a. persepsi pelaksana terhadap kebijakan b. respon pelaksana kebijakan c. tindakan pelaksana kebijakan 4. Komunikasi dan koordinasi a. kerjasama antarinstansi yang terkait b. batas-batas kewenangan organisasi/peran setiap agen 5. Struktur birokrasi a. Standar Operasional Prosedur (SOP) b. Pengawasan dan kontrol I.9. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan. BAB II METODE PENELITIAN Bab ini berisi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data. BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 33

33 Bab ini menguraikan tentang gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian. BAB IV PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang diperoleh selama penelitian dilapangan dan dokumendokumen yang akan dianalisis. BAB V ANALISIS DATA Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitain dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diteliti. BAB VI PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah yang dinyatakan dalam bentuk saran. 34

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN

Lebih terperinci

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM 1 2 3 UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN PERMENDAG NO.07 TH 2017 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 41 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Model Mazmanian dan Sabatier

Model Mazmanian dan Sabatier Kuliah 11 Model Mazmanian dan Sabatier 1 Model Mazmanian dan Sabatier Tiga variabel yg mempengaruhi implementasi kebijakan : 1.Karakteristik masalah; 2.Struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALI TANGERANG SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi:

BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Teori. 1. Implementasi Kebijakan Publik. a. Konsep Implementasi: BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Implementasi Kebijakan Publik a. Konsep Implementasi: Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/12/2008 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1149, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Usaha Toko Modern. Waralaba. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG WARALABA UNTUK JENIS

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : Mengingat :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 831 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN, TOKO MODERN, DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN Hasil PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 4 TAHUN 2010

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 4 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO: 4 2010 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SERI: E PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 SERI E.102 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 SERI E.102 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 SERI E.102 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran) LAMPIRAN (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko Modern yang Melakukan Pelanggaran) i (Data Jumlah Toko Modern di Kabupaten Sleman April 2017) ii (Data Jumlah Toko Modern

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN TOKO SWALAYAN Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 10

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN PRINSIP DALAM RANGKA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 53/M-DAG/PER/12/2008 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa keberadaan pusat perbelanjaan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PANGKALPINANG

WALIKOTA PANGKALPINANG WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi

TINJAUAN PUSTAKA. keputusan atau usulan-usulan dari para pembuat kebijakan. Para ahli administrasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Definisi Kebijakan Publik Dewasa ini, kebijakan publik menjadi suatu hal yang tidak asing lagi bahkan di kalangan masyarakat awam. Setiap saat

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PENDIRIAN TOKO MODERN SERTA PERLINDUNGAN USAHA KECIL, WARUNG/TOKO DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PEKALONGAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UMKM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2011 T E N T A N G PERIZINAN DIBIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI APARATUR SIPIL NEGARA DI KABUPATEN SUMENEP Rillia Aisyah Haris Program Studi Administrasi Publik, FISIP Universitas Wiraraja Sumenep Email: rilliaharis@gmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 18 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 18 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 18 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI KABUPATEN MAJENE DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 19 TAHUN 2012 TENTANG : PERIZINAN DAN PENDAFTARAN BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang

Lebih terperinci

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal.

manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. manusia sehingga dapat mengoptimalkan implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dapat berjalan dengan maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan teknologi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN (Kajian Pendirian Minimarket di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang) Oleh : Devi Nur Puspitasari, Ari Subowo Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Menurut Utrecht, Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh

Lebih terperinci

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa sektor perekonomian disusun berdasarkan atas asas

Lebih terperinci

FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL / PUSAT PERBELANJAAN / TOKO MODERN

FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL / PUSAT PERBELANJAAN / TOKO MODERN FORMULIR PERMOHONAN IZIN USAHA PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL / PUSAT PERBELANJAAN / TOKO MODERN Nomor:... Lampiran: 1 (satu) berkas Perihal:Permohonan Izini Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat/Pusat Perbelanjaan/

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 SERI E.7 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 SERI E.7 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 SERI E.7 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR, RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DAN RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN/ATAU PERTOKOAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1520, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penataan. Pembinaan. Pasar Tradisional. Pusat Perbelanjaan. Toko Modern. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang ; a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL,PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERPASARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERPASARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, LEMBARAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PERPASARAN SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. administration atau to administear yang berarti mengelola (to manage) atau. usaha seperti tulis menulis, surat menyurat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka a. Administrasi dan Administrasi Negara Administrasi secara etimologi berasal dari Bahasa Inggris yaitu administration atau to administear yang berarti mengelola

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. berada atau sedang menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang

BAB I P E N D A H U L U A N. berada atau sedang menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja, yang BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia mempunyai kedudukan semakin penting pada keadaan masyarakat yang selalu dinamis, terlebih lagi kondisi saat ini sedang berada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA. Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA. Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 28 A Tahun 2005 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA

Lebih terperinci

TENTANG. perbelanjaan modern di Kota. berdasarkan

TENTANG. perbelanjaan modern di Kota. berdasarkan LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2012 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAANN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan Visi Kota Metro menjadi Kota Pendidikan maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program Jam Belajar Masyarakat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan,

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat. karena kemiskinan menyebabkan terjadinya kerentanan, ketidakberdayaan, NAMA NIM : RISKI PUTRI AMALIA : D2A604045 JURUSAN : ADMINISTRASI PUBLIK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM RASKIN ( Beras Rakyat Miskin) DI KECAMATAN KOTA KABUPATEN KUDUS. Kemiskinan dapat menjadi masalah

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PENGATURAN MINI MARKET PENGELOLA JARINGAN USAHA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.1.1. Proses komunikasi kebijakan Proses komunikasi dan sosialiasi kebijakan telah mengantar Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengimplementasikan kebijakan tentang

Lebih terperinci

PROVINSI SUMATERA UTARA

PROVINSI SUMATERA UTARA WALIKOTA PEMATANGSIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN WALIKOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN MODAL DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERGUDANGAN

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERGUDANGAN WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERGUDANGAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa sesuai dengan perkembangan perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kabupaten Tana Tidung ditinjau dari tahap-tahap pelaksanaan kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kabupaten Tana Tidung ditinjau dari tahap-tahap pelaksanaan kegiatan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain, Thomas (2013) tentang Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Upaya Meningkatkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah

IV. GAMBARAN UMUM. Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah IV. GAMBARAN UMUM A. Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan suatu kajian mengenai kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang dikeluhkan oleh masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2016 BUPATI TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN, DAN TOKO SWALAYAN DI KABUPATEN TANAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 56.B TAHUN 2015 TENTANG PENYEDERHANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN GANGGUAN, SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 6 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... - 1 - BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 64 TAHUN 2012 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PUSAT PERBELANJAAN DAN IZIN USAHA TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 7 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci