BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona"

Transkripsi

1 BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN 4.1. Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona Penentuan zana endapan dilakukan setelah data dianalisis secara statistik univarian, dimana dari hasil analisis tersebut dikeluarkan data pencilan untuk mengurangi terjadinya kesalahan akibat adanya data kadar yang terlalu besar. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penentuan zona endapan adalah: a. Posting data koordinat dan data kadar (Gambar 4.1. dan Tabel 4.1.), b. Pemberian nomor urut lubang bor (Gambar 4.1. dan Tabel 4.1.), c. Verifikasi data awal untuk membuang pencilan data dari analisis statistik (Gambar 4.1. dan Tabel IV.1.), d. Penentuan zona per interval data berdasarkan parameter kadar yang dipilih (Gambar 4.2. dan Tabel IV.2.), e. Pembuatan komposit zona per lubang bor dan perhitungan kadar Ni ratarata per komposit zona (Gambar 4.3., Tabel IV.2. dan Tabel IV.3.), f. Verifikasi zona berdasarkan kadar Ni rata-rata ( Tabel IV.1.), g. Optimasi zona hasil komposit data berdasarkan kadar Ni rata-ratanya (Gambar 4.4. dan Tabel IV.3.), h. Rekap data dan verifikasi hasil akhir (Gambar 4.5., Gambar 4.6. dan Gambar 4.7.), i. Apabila diantara tahap yang dilakukan diatas terdapat kekeliruan akibat limitasi dari asumsi yang digunakan maka dapat dilakukan perbaikan manual terhadap data yang salah tersebut dan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Untuk lebih jelasnya maka tahapan tersebut dapat proses di atas dapat diilustrasikan dengan contoh berikut. Data yang digunakan adalah data Pulau Gee blok GE bore hole GE 115 dan GE

2 Gambar 4.1. Tampilan Data Awal dan Verifikasi Data 32

3 Tabel IV.1 Data untuk Penentuan Zona Endapan Laterit No Bor Hole Easting Northing Elevasi Kadar Ni Fe Co SiO2 CaO MgO 1 GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE GE

4 Gambar 4.2. Tampilan Penentuan Individual Zona 34

5 Tabel IV.2. Hasil Penentuan Zona Individu Dengan Beberapa Parameter. No Bor Hole Easting Northing Elevasi Zona Individu (parameter) Ni-Fe- Ni-Fe Ni-MgO MgO-Ni 1 GE waste waste 1 GE Limonit 1 GE Limonit 1 GE L.S.O.Z L.S.O.Z 1 GE Limonit 1 GE waste waste 1 GE Limonit 1 GE L.S.O.Z L.S.O.Z L.S.O.Z 1 GE Limonit 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z L.S.O.Z L.S.O.Z 2 GE Limonit 2 GE L.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z 2 GE waste 2 GE waste 2 GE L.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z 35

6 Gambar 4.3. Tampilan Pembuatan Komposit Zona 36

7 Gambar 4.4. Tampilan Proses Optimasi Zona 37

8 Tabel IV.3. Perbandingan Hasil Komposit Zona dengan Hasil Verifikasi Kadar Rata-Rata Tanpa Proses Optimasi dan Dengan Optimasi Zona No Bor Hole Easting Northing Elevasi Komposit Ni-Fe- MgO-Ni Verifikasi Hasil Tanpa Optimasi Dgn Optimasi 1 GE waste waste waste 1 GE Limonit Limonit Limonit 1 GE Limonit Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE L.S.O.Z Limonit Limonit 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 1 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z L.S.O.Z L.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z L.S.O.Z L.S.O.Z 2 GE L.S.O.Z L.S.O.Z L.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE H.S.O.Z H.S.O.Z H.S.O.Z 2 GE bedrock bedrock H.S.O.Z 2 GE bedrock bedrock H.S.O.Z 2 GE bedrock bedrock bedrock 2 GE bedrock bedrock bedrock 2 GE bedrock bedrock bedrock 2 GE bedrock bedrock bedrock 38

9 Gambar 4.5. Rekap Data Hasil Olahan Dengan Optimasi (bagian 1) 39

10 Gambar 4.6. Rekap Data Hasil Olahan Dengan Optimasi (bagian 2) 4

11 Gambar 4.7. Rekap Data Hasil Olahan Dengan Optimasi (bagian 3) 41

12 4.2.Analisis Statistik Univarian Data Awal Tujuan dilakukannya analisis statistik adalah untuk mengetahui parameterparameter atau karakteristik populasi endapan dari data yang akan diolah yaitu data kadar hasil analisis dari pemboran. a. Kadar Ni Analisis statistik univarian kadar Ni dilakukan terhadap semua data Pulau Gee dan Pulau Pakal hasil pemboran. Histogram untuk kadar Ni dengan menggunakan interval kelas.2 %. Berdasarkan histogram pada Gambar 4.8. dan Gambar 4.9. maka distribusi kadar NI pada Pulau Gee mirip dengan distribusi kadar pada Pulau Pakal dimana data mengumpul pada kadar di bawah 4 %. Sementara untuk pencilan data kadar Ni pada Pulau Gee berdasarkan analisis digunakan kadar Ni 6 % dan untuk Pulau Pakal sebesar 5,6 %. Gambar 4.8. Histogram Kadar Ni Pulau Gee 42

13 Histogram Data Kadar Ni Keseluruhan Data Individual 1.% 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Kadar Ni (% berat) Gambar 4.9. Histogram Kadar Ni Pulau Pakal b. Kadar Fe Analisis statistik univarian kadar Fe dilakukan terhadap semua data Pulau Gee dan Pulau Pakal hasil pemboran. Histogram untuk kadar Fe dengan interval kelas 5 % Histogram Data Kadar Fe Keseluruhan Data Individual Kadar Fe (% berat) Gambar 4.1. Histogram Kadar Fe Pulau Gee 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % 43

14 Histogram Data Kadar Fe Keseluruhan Data Individual Kadar Fe (% berat) 1.% 9.% 8.% 7.% 6.% 5.% 4.% 3.% 2.% 1.%.% Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Pakal Berdasarkan histogram pada Gambar 4.1. dan maka distribusi kadar Fe di Pulau Gee berbeda dengan yang ada di Pulau Pakal. Untuk kadar Fe Pulau Pakal terdapat 2 populasi yang berbeda yaitu populasi Fe kadar tinggi (Fe > 3 % berat) dan populasi Fe kadar rendah (Fe < 3 % berat). Untuk pencilan data Fe Pulau Gee pada kadar Fe 6 % dan pada Pulau Pakal kadar Fe merupakan pencilan untuk kadar Fe > 55 %. c. Kadar MgO Analisis statistik univarian kadar MgO dilakukan terhadap semua data Pulau Gee dan Pulau Pakal hasil pemboran. Histogram untuk kadar MgO dengan interval kelas 5 %. Berdasarkan histogram pada Gambar dan Gambar distribusi kadar MgO di Pulau Gee terdistribusi dengan baik sementara pada Pulau Pakal cnderung mengumpul pada kadar MgO rendah (MgO < 1%). Untuk pencilan data kadar MgO merupakan pencilan untuk kadar MgO > 35 % untuk Pulau Gee dan MgO > 4 % untuk Pulau Pakal. 44

15 Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Gee Histogram Data Kadar MgO Keseluruhan Data Individual Kadar MgO (% berat) 1.% 8.% 6.% 4.% 2.%.% Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Pakal d. Statistik Kadar Fe dan MgO Pada Interval Kadar Ni < 1 % Untuk keperluan analisis, pengolahan dan penyajian data, maka interval kelas yang digunakan pada histogram Fe dan Ni adalah interval kelas 5 %. Dari histogram pada Gambar sampai dengan Gambar maka distribusi kadar Fe dan MgO pada interval kadar Ni < 1 % Pulau Gee mirip dengan distribusi pada Pulau Pakal. Kadar Fe mengumpul pada kadar < 15 % tetapi terdapat distribusi 45

16 Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Gee Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Pakal Histogram Kadar MgO untuk Kadar Ni < 1 % Kadar MgO ( % berat) Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Gee Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Pakal 46

17 yang merata pada kadar Fe 2 % - 55 %. Hal ini disebabkan karena pada interval Ni < 1 % bisa merupakan zona top soil yang terdapat iron cap, sehingga memiliki distribusi kadar Fe yang tinggi atau merupakan bagian dari zona bedrock yang kadar Fe-nya sangat rendah. Demikian juga untuk kadar MgO terdapat 2 populasi kadar MgO. Populasi kadar rendah kemungkinan besar merupakan kadar MgO yang berada pada zona top soil dan populasi kadar MgO tinggi merupakan kadar MgO pada zona bedrock. e. Statistik Kadar Fe dan MgO Pada Interval Kadar Ni 1 % % Untuk keperluan analisis, pengolahan dan penyajian data, maka interval kelas yang digunakan pada histogram Fe dan Ni adalah interval kelas 5 %. 8 Histogram Kadar Fe untuk Kadar Ni 1 % % Kadar Fe ( % berat) Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Gee Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Pakal 47

18 15 Histogram Kadar MgO untuk Kadar Ni 1 % % Kadar MgO ( % berat) Gambar 4.2. Histogram Kadar MgO Pulau Gee Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Pakal Dari histogram diatas maka pada interval Ni 1 % % kadar Fe dapat dikelompokkan menjadi 2 populasi. Populasi Fe kadar tinggi terjadi karena pada daerah yang memiliki kadar Fe tinggi tersebut didominasi oleh mineral-mineral yang kaya akan Fe, misalnya goethite, hematite, dan magnetit. Sedangkan untuk distribusi MgO data mengumpul pada MgO kadar rendah ( MgO < 15 % berat ) dan terdapat populasi MgO kadar tinggi yang merupakan bagian dari zona bedrock. f. Statistik Kadar Fe dan MgO Pada Interval Kadar Ni 1.4 %-1.8 % Untuk keperluan analisis, pengolahan dan penyajian data, maka interval kelas yang digunakan pada histogram Fe dan Ni adalah interval kelas 5 %. 48

19 Histogram Kadar Fe untuk Kadar Ni 1.4 % % Kadar Fe ( % berat) Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Gee Histogram Kadar MgO untuk Kadar Ni 1.4 % % Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Pakal Kadar MgO ( % berat) Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Gee Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Pakal 49

20 Distribusi kadar Fe pada interval kadar Ni 1.4 % % pada Pulau Pakal mirip dengan distribusi pada Pulau Gee. Pada interval ini kadar Fe dapat dikelompokkan menjadi 2 populasi, yaitu Fe kadar tinggi dan Fe kadar rendah. Hal ini terjadi karena berdasarkan karakteristik endapan nikel laterit tipe Mg-silicate kadar Fe akan semakin berkurang pada zona saprolit. Sedangkan untuk kadar MgO pada Pulau Pakal lebih rendah di banding pada Pulau Gee, di mana untuk Pulau Pakal MgO mengumpul pada kadar < 5 % sedangkan untuk Pulau Gee MgO didominasi pada kadar > 1 %. g. Statistik Kadar Fe dan MgO Pada Interval Kadar Ni > 1.8 % Untuk keperluan analisis, pengolahan dan penyajian data, maka interval kelas yang digunakan pada histogram Fe dan Ni adalah interval kelas 5 % Histogram Kadar Fe untuk Kadar Ni > 1.8 % Kadar Fe ( % berat) Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Gee 5

21 Gambar Histogram Kadar Fe Pulau Pakal Histogram Kadar MgO untuk Kadar Ni > 1.8 % Kadar MgO ( % berat) Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Gee Gambar Histogram Kadar MgO Pulau Pakal 51

22 Dari histogram diatas maka pada interval Ni > 1.8 % kadar Fe mengumpul pada kadar Fe < 3 %. Sedangkan untuk distribusi MgO data mengumpul pada MgO kadar tinggi ( MgO > 15 % berat ) dan terdapat populasi MgO kadar rendah pada data Pulau Pakal. Secara keseluruhan, kadar MgO di Pulau Gee lebih tinggi di banding kadar MgO di Pulau Pakal. 4.3.Analisis Statistik Univarian Data Hasil Komposit Zona Hasil Olahan Analisis statistik deskriptif univarian data hasil komposit ini dibuat untuk membandingkan data olahan antara Pulau Gee dengan Pulau secara statistik. Analisis statistik ini dibuat per zona kecuali tebal zona bedrock, sementara untuk data kadar yang dibuat adalah analisis kadar Ni, Fe dan MgO saja Analisis Statistik Univarian Tebal Zona Hasil Komposit Untuk keperluan analisis, dan penyajian data, maka interval kelas yang digunakan pada histogram frekuensi ketebalan adalah interval kelas 1 meter. Gambar 4.3. Histogram Ketebalan Top Soil Pulau Gee 52

23 2 Histogram Tebal Top Soil Tebal (m) Gambar Histogram Ketebalan Top Soil Pulau Pakal Dari histogram pada Gambar 4.3. dan Gambar maka ketebalan zona top soil Pulau Pakal lebih tebal dari pada tebal top soil di Pulau Gee. Pada Pulau Gee tebal zona top soil maksimum hanya mencapai 9 meter sedangkan Pulau Pakal top soil dapat mencapi ketebalan hingga lebih dari 3 meter dan terdistribusi dengan baik hingga ketebalan top soil mencapai 17 meter. Dari histogram pada Gambar sampai dengan Gambar distribusi ketebalan zona limonit, zona LSOZ dan zona HSOZ Pulau Pakal dan Pulau Gee sangat mirip. Pada zona limonit dan LSOZ tebalnya berkisar antara 1 meter hingga 1 meter dengan data mengumpul pada ketebalan rendah. Sedangkan zona HSOZ data terdistribusi secara merata hingga ketebalan 2 meter untuk Pulau Gee dan 25 meter untuk Pulau Pakal. 53

24 Histogram Tebal Limonit Tebal (m) Gambar Histogram Ketebalan Limonit P Gee Gambar Histogram Ketebalan Limonit P Pakal Histogram Tebal LSOZ Tebal (m) Gambar Histogram Ketebalan LSOZ P Gee Gambar Histogram Ketebalan LSOZ P Pakal 54

25 Gambar Histogram Ketebalan HSOZ Pulau Gee Histogram Tebal HSOZ Tebal (m) Gambar Histogram Ketebalan HSOZ Pulau Pakal Analisis Statistik Univarian Data Kadar Ni Berdasarkan histogram pada Gambar sampai dengan Gambar maka akan terlihat dengan jelas distribusi kadar Ni pada masing-masing zona. Pada daerah top soil kadar Ni menjadi sangat rendah akibat sebagian besar Ni telah mengalami mobilisasi dan berpindah pada zona dibawahnya. Sementara untuk distribusi kadar Ni pada zona bedrock terkumpuk pada kadar.6 % - 1 % untuk Pulau Gee dan.4 % - 1 % untuk Pulau Pakal. Sementara populasi kadar Ni yang tinggi ( Ni > 1 % ) terjadi akibat batas antara zona saprolit dengan zona bedrock yang eratik dan perubahannya terjadi secara gradual. 55

26 Gambar Histogram Kadar Ni Zona Top Soil Pulau Gee Histogram Kadar Ni Zona Top Soil Ni ( % berat ) Gambar Histogram Kadar Ni Zona Top Soil Pulau Pakal 56

27 Histogram Kadar Ni zona Limonit Histogram Kadar Ni Zona Limonit Kadar Ni ( % berat ) Ni ( % berat ) Gambar Histogram Kadar Ni Zona Limonit P Gee Histogram Kadar Ni zona LSOZ Kadar Ni ( % berat ) Gambar 4.4. Histogram Kadar Ni Zona LSOZ P Gee Gambar Histogram Kadar Ni Zona Limonit P Pakal Histogram Kadar Ni Zona LSOZ Ni ( % berat ) Gambar Histogram Kadar Ni Zona LSOZ P Pakal 57

28 Histogram Kadar Ni Zona HSOZ Ni ( % berat ) Gambar Histogram Kadar Ni Zona HSOZ P Gee Gambar Histogram Kadar Ni Zona HSOZ P Pakal Histogram Kadar Ni Zona Bedrock Ni ( % berat ) Gambar Histogram Kadar Ni Zona Bedrock P Gee Gambar Histogram Kadar Ni Zona Bedrock P Pakal 58

29 Analisis Statistik Univarian Data Kadar Fe Berdasarkan histogram pada Gambar sampai dengan maka distribusi kadar Fe pada masing-masing zona akan mengalami pergeseran dimana pada zona top soil kadar Fe akan lebih tinggi dari pada kadar Fe di zona limonit dan demikian seterusnya hingga pada zona bedrock akan memiliki kadar Fe paling rendah dibandingkan dengan zona lainnya. Gambar Histogram Kadar Fe Zona Top Soil Pulau Gee Histogram Kadar Fe Zona Top Soil Fe (% berat) Gambar Histogram Kadar Fe Zona Top Soil Pulau Pakal 59

30 Histogram Kadar Fe Zona Limonit Histogram Kadar Fe Zona Limonit Kadar Fe ( % berat ) Fe (% berat) Gambar Histogram Kadar Fe Zona Limonit P Gee Gambar Histogram Kadar Fe Zona Limonit P Pakal 2 Histogram Kadar Fe Zona LSOZ Fe (% berat) Gambar 4.5. Histogram Kadar Fe Zona LSOZ P Gee Gambar Histogram Kadar Fe Zona LSOZ P Pakal 6

31 Histogram Kadar Fe Zona HSOZ Fe (% berat) Gambar Histogram Kadar Fe Zona HSOZ P Gee Gambar Histogram Kadar Fe Zona HSOZ P Pakal Histogram Kadar Fe Zona Bedrock Histogram Kadar Fe Zona Bedrock Kadar Fe ( % berat ) Fe (% berat) Gambar Histogram Kadar Fe Zona Bedrock P Gee Gambar Histogram Kadar Fe Zona Bedrock P Pakal 61

32 Analisis Statistik Univarian Data Kadar MgO Berdasarkan histogram pada Gambar sampai dengan maka distribusi kadar MgO pada masing-masing zona akan mengalami pergeseran dimana pada zona top soil kadar MgO akan lebih rendah dari pada kadar MgO di zona limonit dan demikian seterusnya hingga pada zona bedrock akan memiliki kadar MgO paling tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Sedangkan apabila kita bandingkan distribusi kadar MgO Pulau Pakal dengan Pulau Gee maka kadar MgO di Pulau Pakal lebih rendah dibandingkan MgO di Pulau Gee. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kasil analisis statistik deskriptif untuk data mentah kadar MgO Histogram Kadar MgO Zona Top Soil Kadar MgO (% berat) Gambar Histogram Kadar MgO Zona Top Soil Pulau Gee Histogram Kadar MgO Zona Top Soil MgO (% berat) Gambar Histogram Kadar MgO Zona Top Soil Pulau Pakal 62

33 Histogram Kadar MgO Zona Limonit Histogram Kadar MgO Zona Limonit Kadar MgO (% berat) MgO (% berat) Gb Histogram Kadar MgO Zona Limonit P Gee Gb Histogram Kadar MgO Zona Limonit P Pakal 25 Histogram Kadar MgO LSOZ Histogram Kadar MgO Zona LSOZ Kadar MgO (% berat) MgO (% berat) Gambar 4.6. Histogram Kadar MgO Zona LSOZ P Gee Gambar Histogram Kadar MgO Zona LSOZ P Pakal 63

34 Histogram Kadar MgO HSOZ 4 3 Histogram Kadar MgO Zona HSOZ Kadar MgO (% berat) MgO (% berat) Gb Histogram Kadar MgO Zona HSOZ P Gee Gb4.63. Histogram Kadar MgO Zona HSOZ P Pakal Histogram Kadar MgO Bedrock 2 15 Histogram Kadar MgO Zona Bedrock Kadar MgO (% berat) MgO (% berat) Gb Histogram Kadar MgO Zona Bedrock P Gee Gb Histogram Kadar MgO Zona Bedrock P Pakal 64

35 4.4.Pemodelan Endapan Pulau Gee Pemodelan endapan bertujuan untuk mengetahui pola penyebaran zona endapan nikel laterit, baik geometri secara umum, letak/posisi lapisan, serta ketebalan zona. Pemodelan ini hanya dilakukan untuk Pulau Gee saja, sementara untuk pemodelan Pulau Pakal tidak dilakukan. Konstruksi model endapan direpresentasikan dalam bentuk peta-peta, yang dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Autocad dan Surfer. Data-data dasar yang diperlukan berupa data topografi, data lubang bor, serta data-data olahan hasil penentuan zona endapan. Dari data-data tersebut dapat dibuat data turunan untuk keperluan analisis dan perhitungan sumber daya yaitu peta sebaran zona endapan, peta isokadar dan peta isotebal masing-masing zona Peta Isotebal Per Zona Peta isotebal per zona dibuat dengan menggunakan data-data ketebalan masingmasing zona dari hasil rekapitulasi pengolahan komposit zona. Garis kontur dikontruksi dengan menggunakan interpolasi metode inverse distance Peta Isokadar Per Zona Peta isokadar per zona dibuat dengan menggunakan data kadar rata-rata Ni, Fe dan MgO dari masing-masing zona dari hasil rekapitulasi pengolahan komposit zona yang telah dioptimasi zonanya. Garis kontur dikontruksi dengan menggunakan interpolasi metode inverse distance Peta Struktur Bedrock Peta struktur bedrock ini dibuat untuk memperkirakan posisi bedrock dari endapan nikel laterit pada Pulau Gee. Peta ini dibuat berdasarkan data elevasi top bedrock dari 65

36 data olahan pembuatan komposit zona. Garis kontur dikontruksi dengan menggunakan interpolasi metode inverse distance Perhitungan Sumberdaya Perhitungan sumberdaya dilakukan dengan menggunakan grid model dengan metode penaksiran NNP, ID dan IDS untuk radius pencarian data 25 meter dan 5 meter, dengan ukuran grid penaksiran 5 meter x 5 meter. Adapun tahapan perhitungan cadangan tersebut sebagai berikut : 1. Penaksiran nilai kadar dengan menggunakan Surfer 2. Pembuatan boundary perhitungan dari peta dasar 3. Data hasil penaksiran kadar ini diblanking untuk membuang data yang berada diluar boundary perhitungan 4. Perhitungan volume masing-masing zona. Untuk perhitungan sumberdaya ini hanya dilakukan pada Pulau Gee saja sedangkan untuk Pulau Pakal tidak dilakukan. 66

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Zona Endapan Nikel Laterit Penentuan zona endapan nikel laterit dilakukan setelah preparasi data selesai dimana zona dikonstruksi berdasarkan parameter yang

Lebih terperinci

BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA

BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA 3.1. Basis Data Basis data yang digunakan adalah data yang diperoleh langsung dari hasil pemboran eksplorasi untuk kemudian dilakukan verifikasi data dan pengolahan data

Lebih terperinci

MOHAMAD ISHLAHUL AZIZ

MOHAMAD ISHLAHUL AZIZ APLIKASI VISUAL BASIC DALAM PENENTUAN KADAR KOMPOSIT ENDAPAN NIKEL LATERIT; STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL LATERIT PULAU GEE DAN PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah

Lebih terperinci

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA Dalam studi penelitian Permodelan dan Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit di Pulau Gee, Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara ini data awal yang digunakan berasal dari

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B)

Bab V Pembahasan. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B) Bab V Pembahasan 5.1 Perhitungan Cadangan Perhitungan cadangan nikel laterit ini dibatasi dengan Cut of Grade (Cog) untuk nikel limonit kadar Ni 1,2 % dan kadar Fe 25 %, densitas 1,6 kg/m 3 dan saprolit

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit

BAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit BAB II DASAR TEORI 2.1. Genesa Endapan Nikel Laterit 2.1.1. Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit Nikel laterit merupakan material dari regolit (lapisan yang merupakan hasil dari pelapukan batuan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Data yang digunakan merupakan data dari PT. XYZ, berupa peta topografi dan data pemboran 86 titik. Dari data tersebut dilakukan pengolahan sebagai berikut : 4.1 Analisis Statistik

Lebih terperinci

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING (IDW) PADA PT. VALE INDONESIA, Tbk. KECAMATAN NUHA PROVINSI SULAWESI SELATAN Rima Mustika 1, Sri Widodo 2, Nurliah Jafar 1 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhitungan cadangan merupakan sebuah langkah kuantifikasi terhadap suatu sumberdaya alam. Perhitungan dilakukan dengan berbagai prosedur/metode yang didasarkan pada

Lebih terperinci

Bab IV Analisis Statistik dan Distribusi Lubang Bor

Bab IV Analisis Statistik dan Distribusi Lubang Bor Bab IV Analisis Statistik dan Distribusi Lubang Bor 4.1. Analisis Statistik Analisis statistik dan geostatistik dalam penelitian ini hanya dilakukan pada saprolit dan limonit dari profil nikel laterit.

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE DATAMINE STUDIO 3 PADA PT. VALE INDONESIA LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

PEMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE DATAMINE STUDIO 3 PADA PT. VALE INDONESIA LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN PEMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE DATAMINE STUDIO 3 PADA PT. VALE INDONESIA LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN Diansyah Afriandi 1, Djamaluddin 2, Hasbi Bakri 1 1.Jurusan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Statistik Univarian BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Statistik Univarian Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan

Lebih terperinci

PEMODELAN KADAR NIKEL LATERIT DAERAH PULAU OBI DENGAN PENDEKATAN METODA ESTIMASI ORDINARI KRIGING

PEMODELAN KADAR NIKEL LATERIT DAERAH PULAU OBI DENGAN PENDEKATAN METODA ESTIMASI ORDINARI KRIGING PEMODELAN KADAR NIKEL LATERIT DAERAH PULAU OBI DENGAN PENDEKATAN METODA ESTIMASI ORDINARI KRIGING Wawan A.K. Conoras Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Ternate Email: wawanmine01@gmail.com

Lebih terperinci

JTM Vol. XVI No. 3/2009

JTM Vol. XVI No. 3/2009 JTM Vol. XVI No. 3/2009 HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL,

Lebih terperinci

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi

Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara V.2 Pemetaan Topografi Bab V Pembahasan V.1 Data Eksplorasi Batubara Kegiatan eksplorasi batubara dilakukan di Daerah Pondok Labu Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Data yang dihasilkan dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan, maka komoditas endapan bahan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN METODE NEAREST NEIGHBOURHOOD POINT (NNP), INVERSE DISTANCE WEIGHT (IDW) DAN KRIGING PADA PERHITUNGAN CADANGAN NIKEL LATERIT TESIS

STUDI PERBANDINGAN METODE NEAREST NEIGHBOURHOOD POINT (NNP), INVERSE DISTANCE WEIGHT (IDW) DAN KRIGING PADA PERHITUNGAN CADANGAN NIKEL LATERIT TESIS STUDI PERBANDINGAN METODE NEAREST NEIGHBOURHOOD POINT (NNP), INVERSE DISTANCE WEIGHT (IDW) DAN KRIGING PADA PERHITUNGAN CADANGAN NIKEL LATERIT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh

Lebih terperinci

INVERSE DISTANCE WEIGHTING

INVERSE DISTANCE WEIGHTING ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN MEMBANDINGKAN METODE NEAREST NEIGHBOUR POINT DAN INVERSE DISTANCE WEIGHTING Muhammad Irwan Zibuka 1, Sri Widodo 2*, Agus Ardianto Budiman 1, 1. Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT BLOK GB PULAU GEE, HALMAHERA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK STUDIO 3 DATAMINE

PERMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT BLOK GB PULAU GEE, HALMAHERA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK STUDIO 3 DATAMINE PERMODELAN DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT BLOK GB PULAU GEE, HALMAHERA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK STUDIO 3 DATAMINE Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Akademis Dalam Meraih

Lebih terperinci

Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Potensi Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara

Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Potensi Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara Jurnal Itenas Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XVIII ISSN: 1410-3125 Januari 2014 Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Potensi Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur, Fiandri I. Rinawan 1, Hary Nugroho

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR

IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR Eltrit Bima Fitrian*, Dr.Muh.Altin Massinai.MT.Surv, Dra.Maria,M.Si Program Studi Geofisika Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA Data dasar yang akan diinput ke dalam Software Minescape Versi 4.115c adalah data topografi, rekapitulasi data lubang bor, patahan, dan data

Lebih terperinci

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR Roswita, Lantu a, Syamsuddin b Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara

Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Kriging Pada Surfer Untuk Batubara Akurasi Konturing Trianggulasi Dan Pada Surfer Untuk Batubara Agung Dwi Sutrisno 1, Ag. Isjudarto 2 Jurusan Teknik Pertambangan STTNAS Yogyakarta 1,2 agung_ds@yahoo.com, is_darto@yahoo.com Abstrak Salah

Lebih terperinci

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua data, yaitu data primer yang meliputi data mentah sebagai data utama dalam pengolahan data, sedangkan data

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS STATISTIK UNIVARIAN Analisis statistik yang dilakukan yaitu analisis statistik univarian untuk ketebalan batubara. Analisis statistik ini dilakukan untuk melihat variasi ketebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBP) Maluku Utara PT.Antam (persero) Tbk, adalah pemegang izin usaha pertambangan dengan salah satu lokasi penambangan berada di Pulau

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Perhitungan sumberdaya batubara dapat menggunakan metode poligon, atau penampang melintang (cross section). Metode tersebut tidak menyatakan elemen geometri endapan

Lebih terperinci

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 11 BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 3.1. Letak Daerah Penelitian Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau, yaitu Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sorowako terletak

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya

Lebih terperinci

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Tugas Akhir Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung Oleh : NOVRI TRI

Lebih terperinci

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA

3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA BAB III DASAR TEORI 3.1 KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan BSN, 1999 : Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource): jumlah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pentingnya Permodelan dan Estimasi Sumberdaya Permodelan merupakan tahap awal untuk melakukan estimasi kadar yang berlanjut ke estimasi sumberdaya. Hasil dari estimasi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa

BAB I PENDAHULUAN. PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk. membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PACIFIC GLOBAL UTAMA (PT. PGU) bermaksud untuk membuka tambang batubara baru di Desa Pulau Panggung dan Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten

Lebih terperinci

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST

Modul Responsi. TE-3231, Metode Perhitungan Cadangan. Asisten: Agus Haris W, ST Modul Responsi TE-323, Metode Perhitungan Cadangan Asisten: Agus Haris W, ST DEPARTEMEN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU KEBUMIAN DAN TEKNOLOGI MINERAL INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2005 I. PENDAHULUAN Perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR.1 Studi Literatur tentang Beberapa Metode Perhitungan Sumberdaya atau Cadangan Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengembangkan metode perhitungan sumberdaya atau cadangan.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara BAB V PEMBAHASAN Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara horizontal dan vertikal akibat intrusi basalt maka perlu dikorelasikan antara hasil analisis kimia, tekstur (ukuran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan.

ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan, Perancangan dan Geometri Penambangan. RANCANGAN TAHAPAN (PUSHBACK) PENAMBANGAN ENDAPAN BIJIH NIKEL PADA PT. HENGJAYA MINERALINDO (HM) KECAMATAN BUNGKU PESISIR KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH Sahrul 1, Musnajam 1, Asnun 2 Teknik

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Pemodelan dan Estimasi Sumber Daya Nikel, Menggunakan Software Vulcan 9.1 di PT Vale Indonesia Tbk, Desa Soroako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi topografi selain menunjukkan karakteristik permukaan (relief) suatu daerah, juga dapat digunakan untuk mempelajari data selain elevasi. Suatu karakteristik

Lebih terperinci

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh MHD MULTAZAM Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta No Hp 085233739329

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

Asri P.H. dan Waterman Sulistyana B. Magister Teknik PertambanganUPN Veteran Yogyakarta

Asri P.H. dan Waterman Sulistyana B. Magister Teknik PertambanganUPN Veteran Yogyakarta APLIKASI PERMODELAN 3D SECARA GEOSTATISTIK PADA CEBAKAN NIKEL LATERIT (Application of geostatistical 3D modeling of laterite nickel deposit) Asri P.H. dan Waterman Sulistyana B. Magister Teknik PertambanganUPN

Lebih terperinci

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Mardiah Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Penelitian tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi. Perkembangan dan peningkatan teknologi cukup besar, baik dalam

Lebih terperinci

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA

METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA METODA-METODA DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA Cadangan batubara (coal reserves) merupakan hal penting dalam menentukan penambangan endapan dengan ekonomis. Tingkat kepastian cadangan terestimasi menentukan

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BITUMEN PADAT

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BITUMEN PADAT FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BITUMEN PADAT I. DATA UMUM No. Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data DEM/DTM Untuk mengetahui kualitas, persamaan, dan perbedaan data DEM/DTM yang akan digunakan untuk penelitian, maka dilakukan beberapa analisis. Gambar IV.1.

Lebih terperinci

PEMODELAN ENDAPAN NIKEL LATERIT, KABUPATEN MOROWALI, PROVINSI SULAWESI TENGAH

PEMODELAN ENDAPAN NIKEL LATERIT, KABUPATEN MOROWALI, PROVINSI SULAWESI TENGAH PEMODELAN ENDAPAN NIKEL LATERIT, KABUPATEN MOROWALI, PROVINSI SULAWESI TENGAH Hardyanto, Sri Widodo, Arif Nurwaskito 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia 2. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Muhammad Amril Asy ari (1)

Muhammad Amril Asy ari (1) Jurnal INTEKNA, Tahun XII, No. 1, Mei 2012 : 17-22 GEOLOGI DAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT DENGAN METODE IDW (INVERSE DISTANCE WEIGHT) DAN KRIGING PADA DAERAH BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI

Lebih terperinci

MEMULAI MINESCAPE. A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape.

MEMULAI MINESCAPE. A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape. MEMULAI MINESCAPE A. Membuat Project Minescape Click icon bar exceed, kemudian click icon bar minescape. Create Project Diisi nama project, tempat project, origin global, serta dilakukan pengedikan unit

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: MODUL 2 GEOSTATISTIK A. TUJUAN Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Praktikan dapat membuat data membuat data yang dapat dibaca oleh perangkat lunak SGeMS 2. Praktikan dapat menginput dan menampilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan hasil bahan galian hingga saat ini dalam penyediaan bahan baku pembangunan di berbagai bidang yang menyebabkan cadangan tambang semakin berkurang khususnya

Lebih terperinci

Laboratorium Geofisika Eksplorasi Sie. Perpetaan Topografi 2011 BAB I PENDAHULUAN

Laboratorium Geofisika Eksplorasi Sie. Perpetaan Topografi 2011 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Stake out adalah salah satu metode dengan mengembalikan data ke lapangan, hal ini bertujuan untuk memastikan data yang telah diperoleh dari pengukuran sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi alternative disamping minyak dan gas bumi. Dipilihnya batubara sebagai sumber energi karena batubara relatif lebih murah

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dalam hal bahan-bahan tambang seperti emas, batubara, nikel gas bumi dan lain lain. Batubara merupakan salah satu

Lebih terperinci

DOMAIN GEOLOGI SEBAGAI DASAR PEMODELAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT PERBUKITAN ZAHWAH, SOROWAKO, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN

DOMAIN GEOLOGI SEBAGAI DASAR PEMODELAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT PERBUKITAN ZAHWAH, SOROWAKO, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN DOMAIN GEOLOGI SEBAGAI DASAR PEMODELAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT PERBUKITAN ZAHWAH, SOROWAKO, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN Deni Hernandi 1, Mega Fatimah Rosana 2, Agus Didit

Lebih terperinci

Yogyakarta, September 2011 Penulis,

Yogyakarta, September 2011 Penulis, RINGKASAN PT. Asia Mineral International memerlukan penaksiran cadangan untuk perencanaan penambangan pasir besi di daerah Desa Badak, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung. Data eksplorasi

Lebih terperinci

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC

183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK RESISTIVITY-2D DAN GEOMAGNET DI DAERAH SEBAYUR, DESA MAROKTUAH, KEC Pendugaan Bijih Besi Dengan Geolistrik Resistivity -2D dan Geomagnet di Daerah Sebayur, Desa Maroktuah, Kec. Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Propinsi Kepulauan Riau 183 PENDUGAAN BIJIH BESI DENGAN GEOLISTRIK

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012 ANALISIS DATA EKSPLORASI BIJIH NIKEL LATERIT UNTUK ESTIMASI CADANGAN DAN PERANCANGAN PIT PADA PT. TIMAH EKSPLOMIN DI DESA BALIARA KECAMATAN KABAENA BARAT KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Woro

Lebih terperinci

RANCANGAN POLA DAN ARAH PENGUPASAN LAPISAN TANAH PADA PENAMBANGAN NIKEL LATERITE DI PULAU GE.

RANCANGAN POLA DAN ARAH PENGUPASAN LAPISAN TANAH PADA PENAMBANGAN NIKEL LATERITE DI PULAU GE. RANCANGAN POLA DAN ARAH PENGUPASAN LAPSAN TANAH PADA PENAMBANGAN NKEL LATERTE D PULAU GE. Herry Djainal Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email ; herrydjainal@yahoo.co.id; herrydjainal21@gmail.com

Lebih terperinci

Gambar 4.7. Diagram alir dari proses inversi.

Gambar 4.7. Diagram alir dari proses inversi. 4.3 Pemodelan Data yang digunakan dalam pemodelan adalah data anomali gayaberat 4D akibat perubahan fluida. Data dari titik pengukuran sangat sedikit untuk mencakup inversi daerah semarang yang luas, maka

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah tentang

BAB 3 METODOLOGI. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah tentang BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah tentang pembebanan pada arah lateral pada kelompok tiang pondasi. Setelah itu, dilakukan tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Program Model Simulasi Program penyebaran polutan dari sumber garis telah dibuat dan dijalankan dengan data masukan konsentrasi awal CO, arah dan kecepatan angin sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

PENENTUAN VOLUME LAPISAN SAPROLIT DAERAH PENELITIAN DENGAN. MENGGUNAKAN METODE ERT (Electrical Resistivity Tomography)

PENENTUAN VOLUME LAPISAN SAPROLIT DAERAH PENELITIAN DENGAN. MENGGUNAKAN METODE ERT (Electrical Resistivity Tomography) PENENTUAN VOLUME LAPISAN SAPROLIT DAERAH PENELITIAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ERT (Electrical Resistivity Tomography) Jarwinda 1, Syamsuddin, S.Si, MT 2, Dra. Maria, M.Si 2, Drs. Hasanuddin, M.Si 2 e-mail

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model

Oleh : Triono 1 dan Mitra Wardhana 2 SARI. Kata Kunci : Cadangan Batubara Metode Cross Section dan Blok Model PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA TERBUKTI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CROSS SECTION DAN BLOK MODEL DI SOFTWARE SURPAC VISION V4.0-L PADA CV. MINE TECH CONSULTAN JOBSITE PT. WELARCO SUBUR JAYA KALIMANTAN TIMUR

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh dari PT Semen Padang Untuk menunjang dan melengkapi penelitian ini antara lain berupa : 1. Peta topografi skala 1

Lebih terperinci

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar

Metode Perhitungan Cadangan. Konsep Dasar Metode Perhitungan Cadangan Konsep Dasar Konversi Unit 1 inch = 2,54 cm 1 karat = 200 mgram 1 m = 3,281 feet 1 mile = 1.609 km 1 ha = 10.000 m 2 1 acre = 0,404686 ha 1 cc = 0,061 cinch 1 kg = 2,2046 pound

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 6 NO. 2 September 2013

JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 6 NO. 2 September 2013 ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN GEOSTATISTIK (KRIGGING) Dedi Yulhendra 1 Yoszi Mingsi Anaperta 2 ABSTRACT To calculate coal resources usually use polygon method or mean area method where

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertambangan memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu dimulai dari tahapan eksplorasi, kajian kelayakan, pengembangan dan perencanaan tambang, penambangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu unsur logam berwarna putih keperakan yang sangat bermanfaat dalam suatu kegiatan industri, biasanya nikel digunakan sebagai bahan paduan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Penentuan dan Pemilihan Pit Potensial Penentuan dan pemilihan pit potensial merupakan langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya :

Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya : Dalam menentukan jenis pondasi bangunan ada beberapa hal yang harus diperhatiakan dan dipertimbangkan diantaranya : A. Jumlah lantai yang akan di bangun, misalnya: Pada bangunan sederhana atau rumah 1

Lebih terperinci

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK JGP (Jurnal Geologi Pertambangan 26 PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA TERBUKTI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MINESCAPE 4.118 PADA PIT 2 DI CV. BINTANG SURYA UTAMA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PREDIKSI KEDALAMAN BATUBARA MENGGUNAKAN TRIANGGULASI DAN KRIGING

PREDIKSI KEDALAMAN BATUBARA MENGGUNAKAN TRIANGGULASI DAN KRIGING KURVATEK Vol.2. No. 1, April 2017, pp.1-10 ISSN: 2477-7870 85 PREDIKSI KEDALAMAN BATUBARA MENGGUNAKAN TRIANGGULASI DAN KRIGING Agung Dwi Sutrisno 1,a 1 Jurusan Teknik Pertambangan, Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB vi vii ix xi xiii I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.... 1 1.2 Perumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi studi yaitu Jalan Raya Sekaran di depan Perumahan Taman Sentosa Gunungpati,

Lebih terperinci