BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN KARO DAN PENGAWASAN. Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara s/d 03

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN KARO DAN PENGAWASAN. Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara s/d 03"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN KARO DAN PENGAWASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Karo Secara geografis Daerah Kabupaten Karo terletak antara s/d LU dan s/d BT. Daerah Kabupaten Karo terletak di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan total luas administrasi 2.127,25 km² atau ha. Wilayah Kabupaten Karo berbatasan dengan: 1. Kabupaten Langkat dan Deli Serdang dibagian Utara; 2. Kabupaten Simalungun dibagian Timur; 3. Kabupaten Dairi dibagian Selatan; dan 4. Propinsi Nangro Aceh Darusalam dibagian Barat. Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak sekitar 76 km sebelah selatan kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara. a. Ditinjau dari topografinya Ditinjau dari kondisi topografinya (hamparan wilayahnya), wilayah kabupaten karo terletak didataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah m diatas permukaan laut (Paya lah-lah Mardingding) dan yang tertinggi ialah meter diatas permukaan laut (Gunung Sinabung). Daerah kabupaten karo yang berada di daerah dataran tinggi bukit barisan dengan kondisi topografi yang berbukit dan bergelombang, maka diwilayah ini ditemui banyak lembah-lembah dan alur-alur sungai yang dalam dan lereng-lereng bukit yang curam/terjal.

2 Sebagaian besar (90%) wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian/elevasi +140 m s/d 1400 m di atas permukaan air laut. Pada wilayah Kabupaten Karo terdapat dua hulu daerah aliran sungai (DAS) yang besar yakni DAS sungai Wampu dan DAS sungai Lawe Alas. Sungai Wampu bermuara ke Selat Sumatera dan Sungai Renun (Lawe Alas) bermuara ke Lautan Hindia. b. Ditinjau dari iklimnya Tipe iklim daerah Kabupaten Karo adalah E2 menurut klasifikasi Oldeman dengan bulan basah lebih tiga bulan dan bulan kering berkisar 2-3 bulan atau A menurut Koppen dengan curah hujan rata-rata di atas mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara mm/tahun, dimana curah hujan terbesar terjadi pada bulan basah yaitu Agustus sampai dengan Januari dan Maret sampai dengan Mei. c. Ditinjau dari kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 ialah sebanyak jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Karo jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Karo yakni 2.127,25 km2 maka kepadatan penduduk Kabupaten Karo pada akhir tahun 2009 adalah 161,03 jiwa/km²,. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Karo pada periode tahun adalah sebesar 3,19 % per tahun. Komposisi penduduk berdasarkan agama yang dianut memperlihatkan bahwa penganut agama nasrani merupakan yang terbanyak baru disusul oleh pemeluk agama Islam dan agama lainnya.

3 d. Ditinjau dari etnis Ditinjau dari segi etnis, penduduk Kabupaten Karo mayoritas adalah suku Karo, sedangkan suku lainnya seperti suku Batak Toba/Tapanuli, Jawa, Simalungun, dan suku lainnya hanya sedikit jumlahnya (di bawah 5%). e. Ditinjau dari administrasi pemerintahan Kabupaten Karo adalah merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Utara dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang secara administratif dibagi atas tujuh belas kecamatan yaitu : 1) Kecamatan Kabanjahe dengan ibukota Kabanjahe terdiri dari 13 desa; 2) Kecamatan Berastagi dengan ibukota Berastagi terdiri dari 9 desa; 3) Kecamatan Simpang Empat dengan ibukota Simpang Empat terdiri dari 17 desa; 4) Kecamatan Tigapanah dengan ibukota Tigapanah terdiri dari 22 desa; 5) Kecamatan Payung dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 8 desa; 6) Kecamatan Munte dengan ibukota Munte terdiri dari 22 desa; 7) Kecamatan Tigabinanga dengan ibukota Tigabinanga terdiri dari 19 desa; 8) Kecamatan Merek dengan ibukota Merek terdiri dari 19 desa; 9) Kecamatan Kutabuluh dengan ibukota Kutabuluh terdiri dari 16 desa; 10) Kecamatan Juhar dengan ibukota Juhar terdiri dari 24 desa; 11) Kecamatan Lau Baleng dengan ibukota Lau Baleng terdiri dari 13 desa; 12) Kecamatan Mardingding dengan ibukota Mardingding terdiri dari 10 desa; 13) Kecamatan Barusjahe dengan ibukota Barusjahe terdiri dari 19 desa;

4 14) Kecamatan Naman Teran dengan ibukota Naman Teran terdiri dari 14 desa; 15) Kecamatan Tiganderket dengan ibukota Tiganderket terdiri dari 17 desa; 16) Kecamatan Dolat Rayat dengan ibukota Dolat Rayat terdiri dari 7 desa; dan 17) Kecamatan Merdeka dengan ibukota Merdeka terdiri dari 9 desa. Dari 17 (tujuh belas) kecamatan tersebut diatas terdiri dari 248 (dua ratus empat puluh delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan. f. Ditinjau dari sistem pemerintahan Sistim pemerintahan tertua yang dijumpai di wilayah Kabupaten Karo ialah Penghulu, yang menjalankan pemerintahan di Kampung (Kuta) menurut adat. Terbentuknya suatu Kuta harus memenuhi persyaratan adat antara lain: ada Merga pendiri (Merga taneh/simantek Kuta), ada Senina Simantek Kuta, ada Anak Beru simantek Kuta (Anak Beru Taneh) serta ada Kalimbubu Simantek Kuta (Kalimbubu Taneh). Pada masa penjajahan Belanda mulai tahun 1906, sistem pemerintahan di wilayah Kabupaten Karo pada dasarnya ialah Pemerintahan oleh Onderafdeling Karo Landen yang dipimpin oleh Controleur pimpinan pemerintahan selalu ditangan bangsa Belanda. Landschaap, yaitu pemerintahan Bumi Putra. Pemerintahan (Landschaap) ini dibentuk berdasarkan perjanjian pendek dengan pemerintahan Onderafdeling. Berdasarkan perjanjian pendek (Korte Verklaring) tahun 1907, maka di Tanah

5 Karo terdapat 5 (lima) Landschaap yang dikepalai oleh Sibayak yang membawahi beberapa Urung yang dikepalai oleh Raja Urung yaitu: 1. Landschaap Lingga, membawahi 6 (enam) urung: a. Sepuluh Dua Kuta di Kabanjahe; b. Telu Kuta di Lingga; c. Tigapancur di Tigapancur; d. Empat Teran di Naman; e. Lima Senina di Batu Karang; dan f. Tiganderket di Tiganderket. 2. Landschaap Kutabuluh, membawahi 2 (dua) urung: a. Namo Haji di Kutabuluh; dan b. Liang Melas di Samperaya. 3. Landschaap Sarinembah, membawahi 4 (empat) urung: a. Sepuluhpitu Kuta di Sarinembah; b. Perbesi di Perbesi; c. Juhar di Juhar; dan d. Kuta Bangun di Kuta Bangun. 4. Landschaap Suka, membawahi 4 (empat) urung: a. Suka di Suka; b. Sukapiring/Seberaya di Seberaya; c. Ajinembah di Ajinembah; dan d. Tongging di Tongging. 5. Landschaap Barusjahe, membawahi 2 (dua) urung:

6 a. Sipitu Kuta di Barusjahe; dan b. Sinaman Kuta di Sukanalu. Pada masa penjajahan Jepang (Tentara Jepang masuk ke Tanah Karo bulan Maret 1942) susunan pemerintahan di Tanah Karo adalah serupa dengan masa penjajahan Belanda, dengan pergantian orang-orangnya yakni yang setia kepada penjajah Jepang. Sedangkan pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia, struktur pemerintahan di Tanah Karo adalah sebagai berikut: 1. Pemerintahan Tanah Karo sebagai alat pemerintahan Pusat yang pada saat itu dikepalai oleh Sibayak Ngerajai Milala; 2. Pemerintahan Swapraja yaitu Landschaap: a. Lingga dengan 6 Urung; b. Barusjahe dengan 2 Urung; c. Suka dengan 4 Urung; d. Sarinembah dengan 4 Urung; dna e. Kutabuluh dengan 2 Urung. Oleh Komite Nasional Indonesia, Tanah Karo dalam sidangnya tanggal 13 Maret 1946, Kabupaten Karo diperluas dengan Daerah Deli Hulu dan Cingkes, dibagi kedalam 3 (tiga) Kewedanaan dengan masing-masing membawahi 5 (lima) Kecamatan yaitu: 1. Kewedanaan Kabanjahe membawahi 5 Kecamatan yaitu: a. Kabanjahe; b. Tigapanah;

7 c. Barusjahe; d. Simpang Empat; dan e. Payung. 2. Kewedanaan Tigabinanga membawahi 5 Kecamatan yaitu: a. Tigabinanga; b. Juhar Munte; c. Kutabuluh; dan d. Mardingding. 3. Kewedanaan Deli Hulu membawahi 5 Kecamatan yaitu: a. Pancur Batu; b. Sibolangit; c. Kutalimbaru; d. Biru-Biru; dan e. Namo Rambe. 4. Bentuk dan Susunan Pemerintahan Daerah Susunan Pemerintah Daerah seperti yang diatur menurut UU No. 22 Tahun 1999 bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati, dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan selaku Kepala Daerah, Bupati dibantu oleh seorang Wakil Bupati.

8 B. Otonomi Daerah Sistem otonomi luas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan pilar utama bagi negara kesatuan, atau terpeliharanya integrasi nasional. Secara logis hal itu disebabkan bahwa daerah merupakan benteng negara yang paling kokoh. Oleh karenanya, penguatan nasional berbasis daerah yang tentunya ditujukan demi terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran, dan kemandirian harus diperkuat melalui otonomi yang luas. 3 Dengan otonomi daerah, maka akan tercipta mekanisme dimana daerah dapat mewujudkan sejumlah fungsi politik pemerintahan, hubungan kekuasaan menjadi lebih adil, sehingga dengan demikian daerah akan memiliki tingkat kepercayaan dan akhirnya akan terintegrasi ke dalam pemerintahan nasional. 4 Namun, demikian dalam rangka implementasi paket otonomi daerah tidaklah semudah yang dibayangkan. Paket otonomi daerah dapat berperan sebagai pengaturan integrasi nasional, sepanjang hal itu diupayakan dengan tepat dan benar. Untuk menemukan pengertian tentang otonomi daerah sebagai sarana membangun kualitas kemandirian (zelfstandingheid) yang integral, demikian diungkapkan Solly Lubis, yaitu: 5 3 M. Ryaas Rasyid., Op. cit., hal Bambang Indra Gunawan., Peranan Bawasda Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, (Medan: Fakultas Hukum USU, 2006), hal M. Solly Lubis., Politik dan Hukum Di Era Reformasi, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hal. 46.

9 Dengan memberikan otonomi daerah, akan tumbuh prakarsa dan kreativitas daerah, meningkatkan partisipasi dan demokrasi, meningkatkan efektivitas pembangunan dan semakin kuatnya integrasi nasional, dan pada akhirnya akan terhindar ketidakadilan selama ini dimana daerah-daerah terlalu tergantung pada putusan dan sistem subsidi dari pusat. Otonomi dan pengawasan memiliki hubungan logis yang sulit dipisahkan. Antaranya keduanya memiliki konsekuensi yang dapat saling mengukuhkan atau sebaliknya, apabila dijalankan dengan tanpa mempertimbangkan realitas dan manfaatnya bagi penguatan ekonomi menyebabkan kebebasan yang tidak terarah. Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa sistem pengawasan juga menentukan kemandirian suatu otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik, baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. 6 Tegasnya lagi, semakin banyak dan semakin intensifnya pengawasan, maka semakin sempit pula kemandirian daerah. Begitu juga sebaliknya, tidak boleh ada sistem otonomi yang menafikan pengawasan. Hal tersebut justru akan menyebabkan munculnya sistem berotonomi yang mengabaikan kepentingan nasional. 7 Seiring dengan bergulirnya arus reformasi yang menginginkan adanya perbaikan di segala bidang kehidupan bangsa dan negara Indonesia, maka salah satu substansi dari tuntutan reformasi adalah 6 Bagir Manan., Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal Ibid.

10 kebutuhan dan desakan untuk melakukan perubahan atas sistem pemerintahan yang sentralistis kepada pemberian kewenangan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah. Alasan mengadakan pemerintah daerah semata-mata disebabkan karena banyaknya urusan-urusan pemerintah pusat mengurusi kepentingan daerah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Boedi Soesetyo yaitu: 8 TAP MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, telah menggariskan bahwa kebijakan otonomi diarahkan kepada pencapaian sasaran-sasaran sebagai berikut: Bahwa alasan mengadakan pemerintahan daerah adalah sematamata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Hal yang dianggap doelmatig untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserhakan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat diurus oleh pemerintah pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat yang bersangkutan. Dengan demikian, maka persoalan desentralisasi adalah persoalan teknik belaka yaitu teknik pemerintahan yang ditujukan untuk mencapai hasil yang sebaikbaiknya Peningkatan pelayanan publik dan kreativitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah; 2. Kesatuan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan; 8 Boedi Soesetyo., dalam Liang Gie., Pertumbuhan Pemerintah Daerah Di Negara Republik Indonesia, Jidil III, (Jakarta: Gunung Agung, 1989), hal Majelis Permusyawaratan Rakyat., Ketetapan-Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 23.

11 3. Untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah; dan 4. Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah. Keharusan pemberian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dapat dilihat ketentuan dalam Pasal 18 dan Pasal 18 A amandemen keempat UUD dalam ketentuan tersebut termaktub keharusan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Artinya, terdapat keharusan untuk menerapkan asas desentralisasi. Sebab, asas tersebut memberikan indikasi positif bagi penyelenggaraan pemerintahan antara pusat dan daerah. Sebagaimana disebutkan Amrah Muslimin, Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan kepada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dan daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 10 Sedangkan menurut Riant Nugroho D. Mengartikan desentralisasi sebagai prinsip pendelegasian, prinsip ini mengacu kepada fakta adanya span of control dari setiap organisasi sehingga organisasi perlu diselenggarakan secara bersama-sama. 11 Pemerintah daerah merupakan sub sistem dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, segala tujuan dan cita-cita yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 adalah juga merupakan cita-cita dan tujuan pemerintah daerah yang harus dicapai. Dengan 10 Amrah Muslimin., Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1982), hal Riant Nugroho D., Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi Kajian dan Kritik Atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2002), hal. 42.

12 dilaksanakannya asas desentralisasi, pemerintah daerah menjadi pemegang kendali bagi pelaksanaan pemerintah di daerah. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah penekanan terhadap aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, dan partisipasi masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai wujud dari penekanan berbagai prinsip di atas, telah membuka peluang dan kesempatan yang sangat luas kepada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara sendiri, luas, nyata, dan bertanggung jawab. Paradigma baru desentralisasi membuka tantangan besar bagi seluruh bangsa Indonesia, namun apabila pemahaman terhadap wawasan kebangsaan keliru, akan menimbulkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperlemah kesatuan dan persatuan bangsa, seperti tuntutan atas pengalihan sumber-sumber pendapatan negara, bahkan tuntutan bentuk pemisahan diri daerah dari negara di luar sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan pada hakekatnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen modern, dimana fungsi-fungsi manajemen senantiasa berjalan secara simultan, proporsional dalam kerangka pencapaian tujuan organisasi. Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonomi. Menurut Hans Kelsen desentralisasi lebih luas yaitu sebagai lingkungan tempat (juga lingkungan orang) suatu kaidah

13 hukum yang berlaku sah. Oleh karena itu desentralisasi mengandung teretorial dan fungsional. Lebih spesifik Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam pasal 1 ayat (7) dijelaskan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemeintah Daerah dan DPRD menurut azas desentralisasi, Pasal ini menunjukkan bahwa otonomi merupakan aplikasi dari azas desentralisasi tersebut. Menurut Bagir Manan, 12 otonomi adalah hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan tertentu di bidang administrasi Negara yang merupakan urusan rumah tangga daerah. Hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri mnimbulkan adanya otonomi atau dikenal dengan daerah otonom. Sedangkan secara tegas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 12 Bagir Manan., Op. cit., hal. 40.

14 Seiring dengan pendapat-pendapat diatas, Mohammad Hatta menyebutkan: 13 Menurut dasar kedaulatan rakyat itu, hak rakyat untuk menentukan nasibnya tidak hanya ada pada pucuk pemerintahan negeri melainkan juga pada tiap tempat di kota, di desa, dan di daerah. Tiap-tiap golongan persekutuan itu mempunyai badan perwakilan sendiri, seperti gemeenterraad, Provincial Road, dan lain-lain, dengan keadaan demikian tiap-tiap bagian atau golongan mendapat otonom. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam Negara kesatuan yang diikuti dengan prinsip demokrasi, penyerahan kewenangan pusat kepada daerah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar. Dengan desentralisasi pemerintah akan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai berbagai tuntutan yang berbeda antara satu dengan daerah lain. Tujuan utama pemberian otonomi luas kepada daerah adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengelola serta mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah Terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab yang berarti bahwa pemberi otonomi daerah didasarkan pada faktor-faktor perhitungan dan tindakan atau kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan untuk mengurus rumah tangganya sendiri. 13 Mohammad Hatta., dalam Bagir Manan., Op. cit., hal. 42. Negara Kesatuan Republik Indoensia juga termasuk Negara berkedaulatan rakyat atau demokrasi, maka prinsip kesatuan (unitary) tidak harus mematikan kebebasan Daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.

15 Sehubungan dengan paparan di atas, maka ditetapkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah dan Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu perubahan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah disatukannya pengaturan mengenai pemerintahan daerah dengan pemerintahan desa. Apabila sebelumnya pemerintahan daerah dan pemerintahan desa diatur dalam dua paket undang-undang yang berbeda, maka dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, selain mengatur tentang pemerintahan desa sehingga terjadinya penghematan produk hukum serta pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah C. Pengawasan Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimaksudkan sebagai upaya nyata dan terpadu dalam menjalankan asas desentralisasi. Penguatan asas tersebut hanya dilihat dari sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah oleh pemerintahan di daerah mampu dibina dan diawasi secara benar dan bertanggung jawab. Pembinaan dan pengawasan menjadi penting, sebab tidak jarang hal tersebut menemukan berbagai kendala atau berbeda dengan relitasnya di lapangan.

16 1. Pengertian Umum Pengawasan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan WJS. Poerwadarminta 14, pengawasan adalah bentuk kata berimbuhan pe-an, berasal dari kata awas yang berarti dapat melihat baik-baik, waspada dan lain-lain. Dengan kata lain pengawasan dapat diartikan kurang lebih mampu mengetahui secara cermat dan seksama, sebagai bentuk kata kerja. Untuk dapat melakukan pengawasan diperlukan orang/subjek yang disebut pengawas, dapat berbentuk orang perorangan maupun bentuk Badan/Lembaga/Instansi, yang mempunyai tugas sebagai mata dan telinga Pimpinan/Manager suatu organisasi. Semakin berkembangnya suatu organisasi, serta semakin luas dan banyaknya urusan/pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi, membuat Pimpinan/Manager tidak mempunyai waktu dan kesemptan yang cukup untuk mengawasi jalannya organisasi secara pribadi, maka untuk itu memerlukan untuk mendelegasikan kewenangannya/menggunakan tenaga staf sebagai ganti dirinya dengan tugas khusus mengawasi organisasi apakah segala macam pekerjaan dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat dalam rangka mencapai tujuan organisasi. hal WJS. Poerwadarmita., Kamus Besar Bahasa Indoensia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986),

17 Selanjutnya Soejamto, 15 memberikan batasan mengenai pengertian pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kegiatan yang sebenarnya mengenai pelaskanaan dan menilai kenyataan apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. Sedangkan istilah pengawasan dalam bahasa Inggris, disebut Controlling diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pegendalian, sehingga istilah controlling ini lebih luas artinya daripada pengawasan. Dikalangan para ahli telah disamakan pengertian controlling ini dengan pengawasan, jadi pengawasan termasuk pengendalian. Ada juga yang tidak setuju disamakannya makna istilah controlling ini dengan pengawasan karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan. Dikatakan bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengamati saja atau hanya melihat sesuai dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan sedangkan controlling disamping melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian yakni menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar. SP. Siagian 16 memberikan definisi pengawasan sebagai berikut : proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 15 Sujamto., Beberapa Pengertian Tentang Pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hal SP. Siagian., Pengawasan dan Pengendalian di Bidang Pemerintahan, (Jakarta: UI Press, 1994), hal. 57.

18 Selanjutnya M. Manullang 17 mengatakan pendapatnya mengenai pengertian dari pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Kemudian dalam kata pengawasan ada istilah yang disebut dengan pemeriksaan dimana pemeriksaan ini diartikan oleh Suejamto, 18 sebagai berikut, Pemeriksaan adalah suatu cara atau bentuk kritik pengawasan yang dilakukan dengan jalan mengamati, menyelidiki atau mempelajari pekerjaan akan segala dokumen dan keterangan-keterangan lainnya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut akan menerangkan hasilnya dalam Berita Acara Pemeriksaan. Menurut Panglaykin dan Hazil, 19 pengawasan adalah kegiatan yang meliputi aspek-aspek mengawasi, penelitian, apakah yang dicapai itu sesuai dan sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan lengkap dengan perencanaan/kebijaksanaan, program dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian bahwa pengawasan merupakan jaminan atau penjagaan supaya dapat diperoleh hasil yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa: a. Pelaksanaan pengawasan itu menitikberatkan kepada pekerjaanpekerjaan yang sedang berjalan. 17 M. Manullang, Manajemen Personalia, (Jakarta: Ghalia Indoensia, 1976), hal Sujamto, Op. cit., hal Panglaykin., dan Hazil., Wetwork Perencanaan dan Pengawasan Aktivitas Perusahaan, (Yogyakarta: BPFE UGM, 1986), hal. 91.

19 b. Pengawasan tersebut adalah suatu proses pengamatan untuk mencapai sasaran tugas dengan baik dan bukan untuk mencari kesalahan seseorang yaitu tidak mengutamakan mencapai siapa yang salah; c. Apabila ditemukan kesalahan, penyimpangan dan hambatan supaya diteliti apa penyebabnya dan mengusahakan cara memperbaikinya; d. Pengawasan itu merupakan proses yang berlanjut, yang dilaksanakan terus-menerus, sehinga dapat diperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan. Pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan yaitu untuk; 20 a. Mencapai tingkat kinerja tertentu; b. Menjamin susunan administrasi yang baik dalam operasi unit-unit pemerintah daerah baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain; c. Memperoleh perpaduan yang maksimum dalam pengelolaan pembangunan daerah dan nasional; d. Melindungi warga masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan di daerah; e. Mnecapai integritas nasinal; dan 20 Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

20 f. Pembinaan dan pengawasan tetap dijaga agar tidak membatasi inisiatif dan tanggung jawab daerah, di samping itu hal ini merupakan upaya menyelaraskan nilai efisiensi dan demokrasi. Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditentukan tentang pengawasan fungsional sebagaimana juga telah diatur dalam Keppres Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah khususnya pada Pasal 7 Ayat (1) disebutkan, Bupati/Walikota melakukan pengawasan fungsional atas kegiatan pemerintah Kabupaten/Kota. Kembali ditegaskan bahwa pelaksanaan pengawasan fungsional tersebut dilakukan oleh sebuah badan yang merupakan bagian dari perangkat daerah yang termasuk dalam kategori lembaga teknis daerah dan salah satu tugas lembaga teknis daerah itu adalah pengawasan seperti ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1), (2), dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Adapun azas-azas yang harus dipatuhi dalam melakukan pengawasan antara lain sebagai berikut: 1. Azas legalitas, yaitu pelaksanaan pengawasan haruslah berdasarkan pada suatu kewenangan yang diatur menurut Peraturan Perundangundangan. 2. Azas pengawasan terbatas, yaitu pengawasan yang dibatasi pada sasaran yang telah dijadikan pedoman pada waktu kewenangan tersebut diberikan.

21 3. Azas motivasi, yaitu bahwa alasan-alasan untuk melaskanakan pengawasan harus dapat mendukung keputusan yang diambil berdasarkan pengawasan tadi dan keputusan tersebut haruslah dimotivasi oleh masyarakat luas. 4. Azas kecermatan, yaitu dalam melakukan pengawasan harus bersifat hati-hati dan teliti. 5. Azas kepercayaan, yaitu bahwa hasil pengawasan itu harus dapat dipertanggungjawabkan pada pihak manapun. 2. Makasud dan Tujuan Pengawasan Setiap kekuasaan sekecil apapun cenderung untuk disalahgunakan. Oleh sebab itu, dengan adanya keleluasan bertindak dari aparatur negara dalam lingkup pemerintahan yang memasuki semua sektor kehidupan masyarakat, yang kadang-kadang dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu sendiri. Maka sangat wajar apabila timbul suatu keinginan untuk mengadakan suatu sistem pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, yang merupakan jaminan agar jangan sampai keadaan negara menjerumus ke arah diktator, dengan tanpa batas melaksanakan kewenangannya yang bertentangan dengan ciri negara hukum. 21 Oleh karena itu, sistem pengawasan memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut: a. Agar terciptanya jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat agar pemerintah tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang 22 dalam pelaksanaan tugasnya; 21 SF. Marbun., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal Ibid., hal. 262.

22 b. Agar juga ada perlindungan hukum bagi pemerintah dalam bertindak yang berarti segala tindakan pemerintah sesuai dengan aturan hukum dan tidak melakukan perbuatan yang salah menurut hukum; 23 c. Pengawasan itu sendiri menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto; 24 d. Tujuan dari pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (dalam hal ini berwujud dalam suatu rencana). 25 Pengawasan selalu terkait dengan sistem manajemen apalagi jika dihubungkan dengan sistem manajemen pemerintahan, maka oleh karena itu pengawasan akan selalu diperlukan untuk menjamin pelaksanaan, perencanaan, dan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Apabila dihubungkan dengan pemerintahan yang dalam hal ini mempunyai tugas salah satunya menjalankan serta menciptakan iklim usaha atau kondisi yang baik pada negara untuk kepentingan pembangunan, dan dalam rangka proses menciptakan pembangunan yang kondusif itu maka peranan pengawasan pun akan sangat penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Ismail Saleh., yang menyebutkan bahwa: 26 Pengawasan sebagai faktor pengaman pembangunan tidak boleh diabaikan, bahkan ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Tanpa adanya pengawasan pembangunan akan terjadi banyak kebocoran, dan kebocoran itu pada dasarnya mampu menggagalkan pembangunan. Sehubungan dengan hal itu, maka seiring dengan lajunya pembangunan maka pengawasan pun tidak boleh surut. Semakin meningkatnya pembangunan maka pengawasan pun semakin tidak boleh surut. Dan tujuan pengawasan yang utama adalah ikut berusaha 23 Ibid. 24 Nimatul Huda., Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah dan Problematika, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal Ibid. 26 Ismail Saleh., Ketertiban dan Pengawasan, (Jakarta: Haji Mas Agung, 1988), hal. 1-2.

23 memperlancar roda pembangunan, serta mengamankan hasil-hasil pembangunan. Dapat dikatakan bahwa untuk menjamin hasil optimal yang diharapkan dari kegiatan aparatur pemerintahan dalam mengemban tugas pembangunan, diperlukan pengawasan secara berkesinambungan dan berlangsung terus-menerus sesuai sesuai dengan tingkat perkembangan pembangunan dan rencana yang telah ditetapkan. Menurut Manullang 27 tujuan pengawasan adalah agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang dikeluarkan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapi yang sekaligus dapat diambil tindakantindakan perbaikan. Selanjutnya Josef Riwu Kaho menyebutkan tujuan dari pengawasan: 28 a. Untuk mengetahui apakah pelaskanaan pemerintahan telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau belum; b. Untuk mengetahui kesulitan apa yang dijumpai oleh para pelaksana sehingga dengan demikian dapat diambil langkah-langkah guna perbaikan dikemudian hari; c. Mempermudah atau meringankan tugas-tugas pelaksanaan karena pelaksanaan tidak mungkin dapat melihat kemungkinankemungkinan kesalahan yang dibuatnya karena kesibukankesibukan sehari-hari; dan 27 M. Manullang., Op. cit., hal Josep Riwo M Kaho., Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indoensia, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hal. 30.

24 d. Pengawasan bukanlah mencari-cari kesalahan, akan tetapi untuk memperbaiki kesalahan. Sedangkan menurut Soewarno Handayaningrat, 29 mengatakan bahwa pengawasan bertujuan, Agar hasil pelaskanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Secara garis besarnya, dalam penelitian ini diperoleh bahwa tujuan pengawasan itu adalah: a. Agar terciptanya aparatur pemerintah yang berwibawa, bersih dan bertanggung jawab yang didukung oleh situasi system manajemen pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang terkonstruktif dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat yang objektif, sehat serta bertanggung jawab; b. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparatur pemerintah serta menumbuhkan disiplin kerja yang sehat; dan c. Agar terdapat kelugasan dalam menjalankan peranan, tugas, fungsi atau kegiatan yang tumbuh budaya malu dari dalam diri masingmasing aparatur, rasa bersalah dan berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan jajarannya. 29 Hadayaningrat Soewarno., Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hal. 71.

25 Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pengawasan itu merupakan alat pengontrol, pembimbing serta pencegah, kemudian melakukan tindakan perbaikan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. 3. Prinsip-Prinsip dan Landasan Pengawasan Untuk mendapatkan pengawasan yang efektif dan efisien tentunya tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang yang menjadi landasan dan terkandung dalam pengawasan itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam melakukan pengawasan tersebut adalah sebagai berikut: a. Objek yang menghasilkan fakta. Pengawasan harus objektif dan harus dapat menemukan fakta atau bukti konkrit tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. b. Pengawasan berpedoman pada kebijakan yang berlaku. Untuk mengetahui dan menilai ada tidaknya indikasi penyimpangan dan kesalahan, haruslah bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang tercantum dalam: 1) Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan; 2) Pedoman kerja yang telah digariskan; 3) Rencana kerja yang telah ditetapkan; dan 4) Tujuan dan sasaran yang ditetapkan. c. Preventif. Pengawasan harus bersifat mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan atau kesalahan. Oleh karena itu

26 pengawasan harus dilakukan dengan menilai rencana yang akan dilakukan. d. Pengawasan Bukan Tujuan. Pengawasan hendaknya tidak dijadikan tujuan, namun hanya sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian suatu tujuan organsiasi. e. Efisiensi. Pengawasan harus dilakukan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan pekerjaan. f. Menemukan apa saja yang salah. Pengawasan terutama harus ditujukan mencari apa yang salah, penyebab kesalahan dan bagaimana sifat kesalahan tersebut. g. Hasil temuan dari hasil pengawasan berupa pemeriksaan haruslah diikuti dengan tindak lanjut. Adapun landasan dari pelaksanaan pengawasan Indonesia antara lain sebagai berikut: 1. Landasan Idil. Pelaksanaan pembangunan di lingkungan pemerintah khususnya pembangunan di bidang pengawasan adalah berdasarkan Pancasila sebagai landasan idil dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam hubungan itu yang penting bagi pembangunan, pengawasan harus dijiwai oleh norma-norma luhur Pancasila yang berfungsi mengatur, membatasi dan mengarah pada pola sikap, pola pikir dan pola tindak dalam pelaksanaan pengawasan. Di samping itu pelaksanaannya harus memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku

27 baik bersumber dari Undang-Undang Dasar 1945 maupun sumber-sumber hukum yang lain yang dijabarkan dari hukum dasar tersebut. 2. Landasan Formil. Untuk melaksanakan pembangunan di bidang pengawasan diperlukan pedoman. Oleh karena itu landasan formil bagi pelaksanaan pembangunan di bidang pengawasan di Indonesia mengacu pada Program Pembangunan Nasional (Propenas). Program Pembangunan Nasional (Propenas) sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan yang ditetapkan lima tahun sekali oleh presiden bersama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) untuk tahun 2001 menyatakan bahwa penyelenggaraan Negara yang menyeluruh untuk pembangunan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mewujudkan kemajuan di segala bidang yang menempatkan Bangsa Indonesia sederajat dengan bangsa-bangsa lain di dunia. 3. Landasan Fungsional Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian merupakan fungsi manajemen yang harus diemban atau dilaksanakan oleh aparat pemerintah sebagai penyelenggara Negara. Dengan demikian berarti keharusan melaksanakan manajemen yang berdaya guna dan berhasil guna khususnya dalam proses pengawasan merupakan landasan fungsional yang diemban oleh pejabat Negara yang menempati posisi pimpinan dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.

28 Berdasarkan landasan tersebut berarti pula bahwa kewenangan pengawasan berada pada pejabat/pimpinan, baik pejabat/pimpinan struktural sebagai atasan terhadap bawahannya, maupun pejabat /pimpinan sesuai dengan tugas yang dipimpinnya maupun pimpinan proyek. 4. Subyek Pengawasan Pada prinsipnya pengawasan adalah salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian di atas maka pengawas tersebut adalah pegawai yang bertugas melakukan pengawasan, yang meliputi dua pengertian pokok yaitu para petugas pengawasan fungsional dan para pejabat atau pimpinan yang karena jabatannya harus senantiasa melakukan pengawasan dan pengendalian seluruh pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh perangkatnya. Dalam melakukan pengawasan kepribadian pengawas hendaknya dilandasi sifat jujur, berani, bijaksana dan bertanggung jawab, selain itu juga harus memiliki keahlian atau kemampuan teknik yang diperlukan dalam bidang tugasnya. Sehubungan dengan hal tersebut Soetamto, 30 berpendapat bahwa ada tiga kelompok atau tiga garis keahlian yang diperlukan oleh setiap pengawas, yaitu : a. Keahlian atau pengetahuan yang menyangkut obyek yang diawasi/diperiksa; 30 Sujamto., Op. cit., hal. 2-3.

29 b. Keahlian tentang teknik atau cara melakukan pemeriksaan; dan c. Keahlian dalam menyampaikan hasil pengawasan/pemeriksaan Dengan demikian jelas bahwa fungsi pengawasan mempunyai landasan yang kuat, baik landasan idil, landasan formil maupun landasan fungsional. Selanjutnya kepada pimpinan suatu organisasi pemerintahan tertentu dibentuk perangkat pengawasan fungsional yang bertugas membantu pimpinan dalam segala tingkat untuk melakukan kegiatan serta meningkatkan mutu pengawasan. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang tata cara pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah, bahwa pengawasan fungsional menurut Pasal 1 ayat (7) adalah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dengan cara melalui pengawasan, pengujian, pengusutan dan penilaian. Adapun pengertian dari pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (11,15,16,17) yaitu: (1) Pasal 1 ayat (11), ditentukan bahwa, Pemeriksaan adalah suatu bentuk pengawasan fungsional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara peraturan/rencana/program degnan kondisi dan atau kenyataan yang ada. Adapun pemeriksaan terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :

30 1. Pemeriksaan regular yaitu kegiatan pemeriksaan yang dilakukan secara teratur berdasarkan rencana yang telah ditetapkan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. 2. Pemeriksaan insidentil adalah kegiatan pemeriksaan yang dilakukan sewaktu-waktu terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dilaksanakan oleh badan/lembaga pengawasan daerah kabupaten dan kota. Dalam pasal 20 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 disebutkan bahwa pimpinan tingkat propinsi, kabupaten dan kota mengambil langkah tindak lanjut hasil pengawasan penyelenggaraan pemerintah di daerah berupa : 1. Tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundangundangan; 2. Tindakan tuntutan perbendaharaan atau tuntutan ganti rugi; 3. Tindakan tuntutan/gugatan perdata; 4. Tindakan pengaduan perbuatan pidana; dan 5. Tindakan penyempurnaan kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. D. Badan Pengawas Daerah Atau Inspektorat Kabupaten Sejalan dengan perubahan mendasar pembangunan nasional sejak kurun waktu 1998 (era reformasi), maka titik berat pembangunan nasional

31 adalah di daerah yang berarti pemerintahan. Di daerah diberi keleluasan mengatur daerahnya demi kepentingan pembangunan di daerah tersebut. Ruang yang terbuka luas bagi pencapaian kualitas daerah melalui otonomi daerah dan desentralisasi berimplikasi kepada ketentuan perundangundangan yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal tersebut terlihat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian digantikan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dilaksanakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125). Pada Bab XII, Pasal 218 ayat (1) dan (2) ditentukan bahwa pengawasan atas pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah meliputi pelaksanaan pemerintahan daerah, peraturan daerah, dan keputusan kepala daerah. Kemudian ketentuan dalam Pasal 223 menyebutkan pedoman mengenai pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sejalan dengan itu, pada bagian IX mengenai perangkat daerah Pasal 120 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa perangkat daerah terdiri dari Sekretaris Daerah yang betugas membantu kepala daerah dalam pengambilan kebijakan, koordinasi dengan seluruh perangkat daerah, membina profesionalitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk meningkatkan kinerja institusi mereka lalu Dinas-Dinas Daerah, dan lembaga teknis daerah lainnya, sesuai dengan kebutuhan di daerah tersebut.

32 Selain itu, pada Pasal 1 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, memberikan penjelasan tentang perangkat daerah yakni organisasi atau lembaga pada pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada kepala deaerah dan membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretaris Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah. Aturan mengenai tugas pengawasan dilaksanakan oleh lembaga teknis daerah yang dipimpin oleh seorang kepala serta bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Kedua ketentuan di atas mengisyaratkan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintah di daerah menitikberatkan berfungsinya lembaga-lembaga teknis daerah. Selain itu dibutuhkan perpanjangan kemampuan bagi daerah melalui kepala daerah untuk menjalankan fungsi pengawasan khususnya pengawasan fungsional di daerah. Dengan kata lain Inspektorat Daerah belum secara eksplisit tertuang dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun namun kehadiran Inspektorat Daerah terlihat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 yang kemudian Peraturan Pemerintah ini diganti menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi digantinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah.

33 Pada Bab I ketentuan umum, Pasal 1 butir (4) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 dinyatakan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Keppres Nomor 74 Tahun 2001 pada butir (7) juga ditegaskan mengenai pengawasan fungsional yakni pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian. Menurut kacamata manajemen, dibentuknya lembaga-lembaga pengawasan internal dan eksternal secara berlapis-lapis seperti sekarang ini sebenarnya telah mengikuti kaidah-kaidah manajemen modern. Luasnya rentang kendali dan kompleksitas berbagai urusan penyelenggaraan negara/pemerintahan memerlukan suatu sistem/mekanisme kontrol yang efektif, efisien, dan ekonomis sehingga visi-misi penyelenggaraan negara/pemerintahan tercapai secara tepat asas. Pembentukan lembaga pengawasan secara berlapis, menurut I Wayan Monoyasa, auditor perwakilan BPKP justru meminimalkan peluang bagi manajer publik untuk mengkoopasi operasi pengawasan, karena terjadi

34 proses check and recheck oleh lembaga pengawasan yang lebih eksternal. 31 Di samping itu, setiap aspek penyelenggaraan negara/pemerintah dapat dijangkau oleh lembaga pengawasan yang berlapis tersebut sehingga menekan sekecil mungkin terjadinya potensi/praktik manajemen yang tidak sehat, dimana lembaga pengawasan eksternal mengenai hal-hal yang bersifat lebih makro dan strategis. Jadi, sebagai suatu sitem pengawasan fungsional maka keberadaan Badan Pengawas Daerah baik di tingkat propinsi, kabupaten dan kota sebagai salah satu lembaga pengawasan dalam pemerintahan khususnya pemerintah daerah sesungguhnya tidak ada yang berlebihan menyangkut keberadaan Badan Pengawas Daerah ini. Apabila dikaitkan dengan lembaga-lembaga pengawasan pemerintahan yang lain maka Badan Pengawas Daerah propinsi, kabupaten dan kota memiliki paranan yang berbeda dengan lembaga pengawas lainnya. Peranannya sebagai lembaga pengawasan fungsional yang bersifat pengawasan internal terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pengawasan yang dimuat menurut Undang-Undnag Nomor 32 Tahun 2004, meliputi dua bentuk pengawasan yakni pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Salah satu peran pelaksanaan pengawasan dilaksanakan oleh aparat pengawas internal pemerintah yang saat ini berbentuk Badan Pengawas Daerah, baik untuk 31 I Wayan Monoyasa., Lembaga Pengawasan dan Good Governance, Menghilangkan Perasaan Yang Over Dosis, Artikel Warta Pengawasan, Masyarakat dan Membudidayakan Pengawasan, Edisi April 2001, (Jakarta: BPKP, 2001), hal. 8.

35 daerah propinsi maupun daerah kabupaten atau kota. Namun sekarang ini apabila disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, maka sudah ada beberapa Badan Pengawas Daerah yang diubah namanya menjadi Inspektorat seperti Inspektorat Propinsi Sumatera Utara. 32 Berdasarkan Pasal 23 Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Karo, Badan Pengawas Daerah di Kabupaten Karo juga telah diubah namanya menjadi Inspektorat Kabupaten. Inspektorat Kabupaten Karo dikukuhkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karo Nomor 19 Tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja lembaga teknis daerah Kabupaten Karo. Menurut Pasal 23 Perda tersebut bahwa yang dimaksud dengan Badan Pengawasan daerah adalah unsur penunjang pemerintahan Kabupaten yang dipimpin oleh seorang kepala, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui sekretaris daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintah kota baik sebagai unit staf maupun unit pengawas. Sedangkan pengaturan tentang tugas pokok dan fungsi Inspektorat Kabupaten itu sendiri diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Karo 32 H. Siswanto Sunarno., Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 112.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan khususnya penyelenggaraan pemerintahan daerah, instrumen pemerintahan memegang peran yang sangat penting dan vital guna melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pertumbuhan dimasa yang akan datang. Dengan kata lain, keberhasilan. pegawainya masing-masing yang bekerja di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pertumbuhan dimasa yang akan datang. Dengan kata lain, keberhasilan. pegawainya masing-masing yang bekerja di dalamnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sumber daya manusia merupakan salah satu faktor utama yang sangat penting dalam suatu organisasi. Pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif merupakan jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PENGAWASAN A. Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara Secara geografis daerah Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1 0 4 0 LU dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KARO

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KARO BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KARO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH 1 of 7 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIlEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a b c bahwa Pemerntahan

Lebih terperinci

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN KARO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO; Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN. Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN. Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGAWASAN A. Pengawasan Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah air Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa berbagai jenis sumberdaya alam hayati berupa anekaragam jenis hewan, ikan, dan tumbuhan yang perlu dijaga dan dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewenangan Menurut H.D Stout, kewenangan adalah pengertian yang berasal dari hukum pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN INPRES NOMOR 6 TAHUN Erna Herlinda. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

MEKANISME PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN INPRES NOMOR 6 TAHUN Erna Herlinda. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara MEKANISME PENGAWASAN PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN INPRES NOMOR 6 TAHUN 1984 Erna Herlinda Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara I. Pendahuluan Pemerintah dewasa ini semakin menggiatkan pembangunanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan otonomi daerah seperti diatur dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan yang luas nyata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat (1)

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPANULI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2009 POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S I PAM AN D AQ PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN Salah satu diantara negara-negara yang sedang berkembang adalah Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan disegala bidang

Lebih terperinci

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 Volume 11 Nomor 1 Maret 2014 ISSN 0216-8537 9 7 7 0 2 1 6 8 5 3 7 2 1 11 1 Hal. 1-102 Tabanan Maret 2014 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 PENYERAHAN WEWENANG

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin maraknya upaya Desentralisasi Pemerintah Indonesia dalam pembangunan Bangsa ini berimplikasi pada Dasar Hukum pembagian wilayah administrasi Pemerintahan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, semakin membuka kesempatan yang cukup luas bagi daerah untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

PROFIL PELAKSANAAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) KABUPATEN KARO

PROFIL PELAKSANAAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) KABUPATEN KARO PROFIL PELAKSANAAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) KABUPATEN KARO Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berikut adalah Desa yang ada di wilayah kerja Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung :

BAB I PENDAHULUAN. Berikut adalah Desa yang ada di wilayah kerja Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung : BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM Kecamatan Cangkuang berdiri pada 22 Oktober 2003 yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Banjaran, berikut pengisian jabatan strukturalnya dan efektif eksistensinya telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Page 1 of 9 NO.14.2003 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemerintah Daerah Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentralisasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar

BAB I PENDAHULUAN. diserahkan kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak sekedar BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dari pola sentralisasi menjadi pola desentralisasi membawa konsekuensi terhadap makin besarnya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi dan tuntutan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang ada di Indonesia merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN PESAWARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja diterapkan dengan menggunakan prinsip penganggaran terpadu yaltu penganggaran yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENETAPAN BESARAN ALOKASI DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 179 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 179 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 179 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS ORGANISASI KECAMATAN DAN KELURAHAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KARO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG KEWENANGAN KAPASITAS DAN TUGAS, INSPEKTORAT UNTUK MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila Abstrak Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, mengatakan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Fokus Media UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas, dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis, kebudayaan, agama, yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 11 TAHUN 2009 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 11 TAHUN 2009 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR POLEWALI MANDAR SIPAMANDAQ S I PAM AN D AQ PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PEMERINTAH KOTA DUMAI PEMERINTAH KOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : WALIKOTA DUMAI, a. Bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis multidimensional yang tengah melanda bangsa Indonesia telah menyadarkan kepada masyarakat akan pentingnya konsep otonomi daerah dalam arti yang sebenarnya.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak suku bangsa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Keunikan tersebut menjadi nilai tersendiri

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO 3.1 Sosial Budaya Penduduk asli yang mendiami wilayah kabupaten Karo disebut suku bangsa Karo. Suku bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup strategis dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup strategis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu wujud pemerintahan yang memberikan pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat adalah Kecamatan. sebagai subsistem pemerintahan di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat? LAMPIRAN Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana kinerja aparat desa, terutama dari Sekretaris desa dan juga kaur yang berada dibawah pemerintahan bapak? 2. Bagaimana Hubungan kepala desa dengan BPD di Desa Pohan

Lebih terperinci