AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO"

Transkripsi

1 AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2012 Andi Rinto Prastiyo Wibowo NRP. E ii

3 ABSTRACT ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO. Agroforestry between Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) and Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Under academic supervision of SUPRIYANTO and NURHENI WIJAYANTO Agroforestry is a system in forest management that supports the growth of trees and crops. This research was focused on the interaction process among the agroforestry components based on the planting distance, in order to achieve high productivity of trees and crops in agroforestry system. The objectives of this research were (1) To find out the type of interaction between main components in the agroforestry system, (2) To analyze the potentiality of indigenous V-AM and its colonization in sentang, sorghum, and weed roots; and (3) To predict when sorghum was not able to be planted in the agroforestry system. This research was conducted during 16 months since December 2010 until May The study was done in Silviculture laboratory, SEAMEO-BIOTROP and in farm area of 1500 m2 at Cibadak village, Ciampea sub-district, Bogor district. Furthermore, the experimental design used in this research was factorial in completely randomized block design (2 x 3) with 3 replicates. The first factors was the planting distance of sentang (2 levels); 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5,0 m respectively. The second factor was sorghum crop that consisted of without sorghum (S0), Numbu (S1), and ZH-30 (S2). Duncan multiple range test (DMRT) was used to analyze significant difference among the treatments. The successfully of agroforestry is determined by the interaction between main components and edaphic factor (soil). The interaction between sentang and sorghum in the agroforestry system showed a positive interaction where the biological interaction between main components generated a mutual benefit. The canopy of sentang which are conic and having balance shape has positive influence. Therefore the plant distance of 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5 m did not inhibit the sorghum growth until the end of the study. The sentang roots invasion into the sorghum root zone did not compete yet to the sorghum performance and showing a positive interaction. This is reinforced by the increasing of spore distribution and V-AM colonization in the root system of sentang, sorghum and weeds. Moreover, the sorghum roots have became the host of V-AM assisted spore spreading and infection into sentang roots. Thus the growth of sentang and sorghum was better. On the contrary, there was a negative interaction (interference) in the sentang plot without sorghum. By using the planting distance of 2,5 m x 2,5 m and 2,5 m x 5 m, agroforesty sentang and sorghum showed a positive interaction during 14 months after planting. Therefore this agroforestry system could be continued. The time prediction when sorghum is not able to be planted with sentang will be in 4 years with the planting distance of 2,5 m x 2,5 m, and 8 years for planting distance 2,5 m x 5. Keywords: Planting distance, Agroforestry, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum bicolor L. Moench. iii

4 RINGKASAN ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO. Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack.) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Dibimbing oleh SUPRIYANTO dan NURHENI WIJAYANTO Dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik dan interaksi yang saling mempengaruhi antar komponen penyusun dalam sistem silvikultur yang diterapkan. Penentuan komponen dalam sistem agroforestri harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang (hasil hutan kayu) dan jangka pendek (pangan dan pakan). Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut (conic) dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi pembagian penggunaan cahaya (light capture sharing) yang merata, sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang tahan naungan dan memiliki geometri akar yang berfungsi sebagai jaringan pengaman hara (safety nutrient network). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis bentuk interaksi antara sentang dan sorgum berdasarkan pengaturan jarak tanam di dalam sistem agroforestri, (2) menganalisis potensi dan kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma, dan (3) memprediksi waktu penutupan tajuk sentang yang membatasi pertumbuhan sorgum. Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 s/d Mei Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, SEAMEO-BIOTROP dan di lokasi peternakan Ciampea, Bogor, seluas 1500 m 2. Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan ulangan 3 kali. Jarak tanam = A1 (2,5 m x 2,5 m) dan A2 (2,5 m x 5 m). Jenis sorgum= S0 (tanpa sorgum), S1 (Numbu), dan S2 (ZH-30). Penelitian ini terdiri dari dari dua percobaan lapangan yaitu (1) percobaan pendahuluan dan (2) percobaan agroforestri. Parameter yang diamati untuk sentang adalah diameter, tinggi, tajuk dan perakaran, sedangkan parameter sorgum meliputi persentase hidup, diameter, tinggi, produksi benih, bobot biji 1000 butir, kadar gula, biomassa, dan nira. Selain itu juga dilakukan pengataman terhadap kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma. Mengukur penutupan tajuk sentang untuk memprediksi waktu penanaman sorgum di bawah tegakan sentang. Dari hasil analisis tanah menunjukkan bahwa lokasi penelitian merupakan tanah kritis dengan cekaman Al dan ph rendah, sehingga ph dan Al merupakan faktor pembatas yang sangat perlu dicermati dan dikaji agar pertumbuhan tanaman di lapangan menjadi lebih baik. Akibat ph tanah masam dan Al yang tinggi menyebabkan tanaman sorgum tidak begitu baik pertumbuhannya meskipun pemupukan dilakukan dengan baik. Namun demikian, sorgum Numbu sangat tahan terhadap kemasaman tanah dibanding dengan ZH-30. Pertumbuhan sentang di lokasi penanaman sangat baik, bahkan semua tanaman tidak ada yang mati. Dari hasil ini tanaman sentang dapat di golongkan menjadi tanaman yang tahan terhadap tanah yang masam. Hasil analisis biologis tanah berupa jumlah spora V-AM terbukti bahwa ada peningkatan jumlah spora. Pada awal penelitian terdapat 49 spora per 10 g tanah dan kebanyakan dari jenis Glomus sp., kemudian pada akhir penelitian diperoleh 170 spora per 10 g tanah dengan jenis Glomus sp., iv

5 dan Aucolaspora sp. Hal ini menunjukkan adanya potensi mikorhiza alami yang ada di lokasi penelitian, kemudian meningkat setelah dilakukan pengolahan lahan dan penanaman dengan sorgum. Penelitian Hanum (2004) menunjukkan bahwa simbiosis dengan V-AM meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dan kekeringan yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan hara N, P, dan Ca, dan serapan P, tetapi tidak meningkatkan produksi biji kering. Hasil analisis kolonisasi V-AM pada akar menunjukkan adanya kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma. Akar sentang terkolonisasi paling banyak yaitu 61,67%, sedangkan akar sorgum sebesar 57,50% dan akar gulma sebesar 31,01%. Jangkauan akar sentang di plot sorgum lebih panjang 41 cm sampai dengan 75 cm dari pada di plot tanpa sorgum yaitu 13 cm sampai dengan 34 cm. Akar sentang terpanjang yang berhasil mengokupasi di lahan sorgum hingga 190 cm, namun belum terjadi interaksi negatif antara kedua komponen tersebut, bahkan mengindikasikan akar sentang membantu penyebaran spora mikorhiza dan infeksi ke akar sentang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroba tanah dalam hal ini V-AM membantu didalam pertumbuhan tanaman sentang dan sorgum. Pada plot tanpa sorgum terlihat adanya interaksi negatif antara akar sentang dan gulma, karena akar gulma atau alang-alang mendominasi areal pertumbuhan akar sentang. Jarak tanam sentang di dalam percobaan ini belum berpengaruh terhadap pertumbuhan sorgum selama 14 BST, hal ini berarti sentang tidak berkompetisi dengan sorgum selama jangka waktu penelitian yaitu 14 BST. Plot yang ditanami sorgum memberikan asupan hara ke sentang dari pupuk dan pengolahan lahannya. Pertumbuhan sentang di plot yang ditanami sorgum lebih baik jika dibandingkan dengan plot tanpa sorgum. Biji sorgum yang di tabur pada masing-masing plot menunjukkan persentase hidupnya kecil yaitu 33,9% untuk jenis Numbu dan 15,8% untuk jenis ZH-30. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang miskin hara, ph sangat rendah dan kandungan unsur Al yang tinggi. Namun demikian, pertumbuhan Numbu lebih baik dari pada ZH-30 dan jika dilihat dari hasil produktifitasnya maka Numbu lebih besar yaitu 5,51 kg/100 m 2 dari pada ZH-30 yaitu 1,68 kg/100 m 2. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Numbu ini termasuk varietas tahan kekeringan dan merupakan varietas nasional yang sudah dilepas, sedangkan ZH-30 masih berupa galur harapan dan varietasnya masih rentan. Hasil penelitian (Agustina et al., 2010) memperkuat bahwa jenis Numbu mempunyai daya tahan terhadap kemasaman dan cekaman Al dibanding dengan ZH-30, B-75, dan B-69. Pada percobaan agroforestri perlakuan jenis sorgum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum sendiri. Pertumbuhan diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk, fraksi akan horizontal dan kolonisasi V-AM sentang umur 14 BST di plot sorgum dan tanpa sorgum sangat nampak perbedaannya. Pertumbuhan diameter sentang yang paling bagus jika berada di plot sorgum yaitu 3,8 cm di S1 dan 3,65 cm di ZH-30, sedangkan di plot tanpa sorgum hanya 1,99 cm. Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk juga terlihat sangat berbeda di plot sorgum dibanding di plot tanpa sorgum. Hal yang serupa juga terjadi pada parameter perakaran dan juga kolonisasi akar terhadap V-AM, bahwa pada plot sorgum pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan di plot tanpa sorgum. v

6 Interaksi yang terjadi dalam agroforestri sentang dan sorgum menunjukkan hal yang positif yaitu adanya hubungan biologis antar komponen penyusun yang saling menguntungkan. Tajuk pohon sentang yang conic dan seimbang berpengaruh positif sehingga dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m belum menghambat pertumbuhan sorgum. Perakaran sentang yang menginfasi ke daerah perakaran sorgum belum berkompetisi atau menunjukkan interaksi negatif. Hal ini diperkuat dengan bertambahnya sebaran spora dan kolonisasi akar, sehingga terbukti bahwa akar sorgum menjadi inang V-AM dan membantu dalam penyebaran spora serta infeksi akar ke sentang, sehingga pertumbuhan sorgum dan sentang menjadi lebih baik. Sebaliknya di plot sentang dan tanpa sorgum terjadi interaksi negatif (interference) yaitu terjadinya kompetisi antara sentang dan gulma, hal ini berakibat pertumbuhan sentang menjadi tertekan. Penggunaan jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m dalam agroforestri sentang dan sorgum selama 14 BST memberikan gambaran bahwa interaksi yang terjadi adalah positif sehingga agroforestri ini masih bisa diteruskan. Prediksi pertumbuhan sentang pada umur 4 tahun dengan jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat diteruskan untuk ditanami sorgum, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m diprediksi penutupan tajuk total pada umur 8 tahun. Kata kunci: jarak tanam, agroforestri, Azadirachta excelsa Jack., Sorghum bicolor L. Moench. vi

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. vii

8 AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa Jack) DAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) ANDI RINTO PRASTIYO WIBOWO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Silvikultur Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 viii

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, M.S. ix

10 Judul Penelitian : Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Nama : Andi Rinto Prastiyo Wibowo NRP : E Program Studi : Silvikultur Tropika Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Supriyanto Ketua Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Silvikultur Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Basuki Wasis, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 26 Juli 2012 Tanggal Lulus : x

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala karunia- Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini adalah Agroforestri dengan judul Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa Jack) dan Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Penelitian ini menitikberatkan pada hubungan antar komponen penyusun yang menyebabkan adanya suatu interaksi yang menarik untuk dikaji di dalam suatu sistem agroforestri. Di dalam penelitian ini menghabungkan dua komponen tanaman yaitu pohon sentang sebagai tanaman pokok dan sorgum sebagai tanaman semusim, dengan masingmasing keutamaan dari tanaman tersebut dan ditanam berdasarkan jarak tanam. Kemudian hal tersebut akan menyangkut banyak aspek kebutuhan hidup bagi makluk hidup diantaranya kebutuhan pangan, pakan, dan papan. Interaksi terjadi juga tercermin dari kemampuan fungi mikorhiza arbuskula dan vesicular yang yang mengkolonisasi akar sentang dan sorgum. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Supriyanto dan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. atas bimbingannya dalam penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M.S selaku penguji luar komisi yang karena kesediaanya sebagai penguji sehingga ujian tesis dapat terselenggarakan dengan baik. Disamping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga karya ilmiah ini terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu kehutanan khususnya bidang agroforestri. Bogor, Juli 2012 Andi Rinto Prastiyo Wibowo xi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten, Propinsi Jawa Tenggah pada tanggal 21 Juni Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan bapak Maman Soetarman (alm) dan ibu Nanik Eminarni. Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Depi Susilawati, S.Hut dan telah dikaruniai satu orang anak bernama Daud Yusuf Alghyfari. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU N 1 Kalasan Sleman Yogyakarta, kemudian tahun 2001 melanjutkan studi ke Program Diploma III Jurusan Pengelolaan Hutan, Fakultas Kehutanan UGM dan diselesaikan pada tahun Penulis diangkat menjadi pegawai Fakultas Kehutanan UGM pada bulan Februari 2005 sebagai Koordinator pengelola Hutan Pendidikan Wanagama I dan menjadi asisten praktikum di Laboratorium Silvikultur dan Agroforestri Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. Pada tahun 2005 melanjutkan studi ke strata satu (S1) di Institut Pertanian STIPER Yogyakarta pada Jurusan Budidaya Kehutanan dan lulus pada tahun Selanjutnya pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi ke strata dua (S2) di Program Studi Silvikultur Tropika, Fakultas Kehutanan IPB. Selama melanjutkan studi S2, penulis menjadi asisten peneliti di Laboratorium Silvikultur SEAMEO-BIOTROP dari bulan Januari 2010 sampai Januari Pada bulan Juni 2011 sampai Februari 2012 menjadi Supervisor Rehabilitasi di Perusahaan Migas (on shore) ConocoPhillips, Ltd. Grissik, Palembang.. xii

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiv xvi xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Agroforestri Interaksi antara Pohon Tanah Tanaman Semusim Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Sentang (Azidarachta excelsa Jack) III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Pengumpulan Data Sekunder Analisis Data IV. HASIL PENELITIAN Kondisi Lokasi Percobaan Pendahuluan Percobaan Agroforestri V. PEMBAHASAN Pertumbuhan di Lokasi Penanaman Pengaruh Jarak Tanam Sentang Pengaruh Jenis Sorgum Pengaruh Interaksi VI KESIMPULAN VII. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Disekripsi galur sorgum ZH-30 (PAHAT) Karakter sorgum unggul varietas Numbu Nilai nutrisi beberapa makanan pokok Hasil pengujian sifat fisik dan kimia tanah pada blok 1, 2, dan 3 di service laboratory SEAMEO BIOTROP Hasil analisis sebaran mikorhiza pada awal dan akhir penelitian Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam sentang dan jenis sorgum terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis sorgum, jarak tanam, dan umur panen terhadap parameter produksi sorgum Uji lanjut Duncan pengaruh blok tanam terhadap diameter sentang umur 2 BST Uji lanjut Duncan pengaruh jarak tanam terhadap lebar tajuk sentang umur 3 BST Uji lanjut pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi benih sorgum Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum dan blok tanam terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi sentang umur 14 BST Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap pertumbuhan lebar dan jenis sentang umur 14 BST Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi jenis sorgum dan jarak tanam sentang terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST Jangkauan akar sentang umur 14 BST terhadap jenis sorgum Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap kolonisasi V- AM di akar sentang umur 14 BST Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi benih sorgum di percobaan agroforestri xiv

15 18. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum, interaksi jenis sorgum*jarak tanam dan blok tanam terhadap diameter dan tinggi sorgum di percobaan agroforestri Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap bobot biji 1000 butir sorgum Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, jenis sorgum, interaksi umur panen*jenis sorgum dan interaksi jenis sorgum*jarak tanam terhadap biomassa sorgum per 10 batang di percobaan agroforestri Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, interaksi jenis sorgum*jarak tanam (JS*JT), dan jenis sorgum terhadap hasil nira per 10 batang sorgum Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kadar gula sorgum Kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma berdasarkan perlakuan jenis sorgum, jarak tanam dan blok tanam pada umur 14 BST xv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pola alur pikir pokok permasalahan Interaksi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim pada sistem agroforestri, a= naungan; b= kompetisi akan air dan hara; c= daun gugur (seresah); d= pohon berperakaran dalam (Hairiah et al., 2002) Bentuk-bentuk kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2000) Interaksi positif (a), netral (b dan c), atau negatif (d) antara komponen penyusun agroforestri (Hairiah et al., 2000) Sebaran alami Azadirachta excelsa di berbagai negara (Orwa et al., 2009) Pola alur prosedur kerja penelitian Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum Pola penanaman sentang dan sorgum dalam satu plot pengamatan Pertumbuhan tajuk sentang umur 14 BST di blok Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 1 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c) Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 2 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c) Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 3 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c) Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 3 BST 14. Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 14 BST Jangkauan akar sentang di lahan sorgum (a) dan jangkauan akar sentang di lahan tanpa sorgum (b) Model interaksi sistem jaringan pengaman unsur hara antara sentang, sorgum, dan V-AM xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah Foto kondisi lokasi penelitian sebelum pengolahan lahan Foto agroforestri sentang dan sorgum Foto sebaran dan pertumbuhan akar sentang Foto Spora V-AM sebelum dan sesudah penanaman sentang dan sorgum Kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum dan ilalang Proyeksi horizontal tajuk sentang pada umur 3 BST dab 14 BST Prediksi pembukaan tajuk sentang umur 2, 4, dan 8 tahun xvii

18 18

19 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan. Sektor kehutanan merupakan salah satu bidang yang melaksanakan pembangunan yang berkaitan dengan penyediaan pangan dan papan. Salah satu kebijakan kehutanan Indonesia untuk menghadapi persolaan tersebut yaitu berupaya meningkatkan pengelolaan hutan secara terpadu antara pelestarian hutan dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu serta pangan dengan sistem agroforestri. Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang dapat mendukung pertumbuhan pohon dan kebutuhan petani setempat. Oleh karena itu, pengembangan agroforestri ini diharapkan akan membantu pelaksanaan pembangunan yang berkaitan langsung terutama pada penyediaan pangan dan papan. Didalam sistem agroforestri mempertimbangkan nilai ekologi dan ekonomi dalam interaksi antar pohon dan komponen lainnya. Hodges (2000) dan Koopelman dan Lai (1996) mendefinisikan agroforestri sebagai bentuk menumbuhkan dengan sengaja dan mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau pakan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Pada dasarnya, agroforestri mempunyai dua komponen penyusun utama, yaitu tanaman kehutanan dan tanaman pertanian yang saling berkompetisi untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara. Jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi dalam serapan air dan hara. Apabila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Pada sistem campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping (pohon dengan 1

20 tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Sebagai contoh, jenis tanaman yang bercabang banyak akan menaungi tanaman yang lain. Beberapa tanaman yang jaraknya tidak terlalu dekat akan memperoleh keuntungan, prosesnya sering disebut dengan facilitation (saling memfasilitasi). Dalam waktu singkat kondisi lingkungan di sekitar tanaman akan berubah (ketersediaan hara semakin berkurang), sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman (Hairiah, 2002). Oleh karena itu, dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik komponen penyusun dan sistem budidaya pohon (aspek silvikultur) yang saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, antara komponen penyusun sistem campuran ini (termasuk sistem agroforestri) sering disebut dengan interaksi (Hairiah, 2002). Penentuan komponen tersebut harus dapat menjawab kebutuhan jangka panjang (hasil hutan kayu) dan jangka pendek (pangan dan pakan). Penentuan tanaman kehutanan sebaiknya jenis yang memiliki tajuk kerucut (conic) dengan arsitektur pohon yang seimbang sehingga terjadi pembagian penggunaan cahaya (light capture sharing), sedangkan untuk tanaman pertanian sebaiknya jenis yang toleran terhadap naungan jaringan akar tanaman kehutanan dan pertanian berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara (safety nutrient network) yang berfungsi melakukan efisiensi serapan hara dalam lingkungan tanah (Hairiah et al., 2000), untuk itu dipilih kayu sentang. Kayu sentang (Azadirachta excelsa Jack) merupakan jenis pohon multiguna yang cepat tumbuh dan memiliki tajuk kerucut dengan arsitektur pohon yang seimbang, sehingga sentang potensial dikembangkan dengan sistem agroforestri. Sentang merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Filipina, dan Papua New Guinea. Tegakan sentang dapat dijumpai juga di Jawa Barat, yaitu di Kebun Percobaan Dramaga, Carita, Pasirhantap, dan Pasirawi. Kayu sentang sangat berguna untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida 2

21 (Departemen Kehutanan, 2002). Jenis tanaman pertanian yang ditanam dengan sentang adalah sorgum. Sorgum (Sorghum bicolour L) merupakan salah satu jenis tanaman musiman yang potensial untuk dikembangkan dalam agroforestri, dikarenakan geometri akarnya berfungsi sebagai jaringan pengaman unsur hara, yaitu sebaran akarnya yang dalam, distribusi akar lebar, dan kerapatan akar pada lapisan bawah tinggi. Selain itu, perakaran sorgum berfungsi sebagai inang cendawan Vesiculararbuscular mycorrhizae (V-AM). Cendawan V-AM akan berkembang di dalam tanah dan diharapkan akan menginokulasi akar sentang dengan sistem kontak akar (root contact system). V-AM sangat penting peranannya bagi tanaman, terutama pada tanah marginal (Mansur, 2010). Hal ini disebabkan V-AM efektif dalam meningkatkan penyerapan unsur hara, memperbaiki stabilitas/struktur tanah (Setiadi, 2000), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap beberapa penyakit akar (Imas et al., 1989), mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan juga faktor pengganggu lain, seperti salinitas tinggi, logam berat, dan ketidakseimbangan hara (Setiadi et al., 1992), serta berperan dalam pembentukan komunitas tanaman (Koide dan Mosee, 2004). Sorgum termasuk dalam tanaman serealia yang memiliki potensi penting dalam ketahanan pangan. Sebagai pangan sorgum menempati urutan ke-5 di dunia setelah gandum, padi, jagung, barley, sedangkan sorgum menempati urutan ke-3 di USA. Dengan demikian, sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif selain beras, jagung, singkong dan sagu (Hoeman, 2009). Sorgum merupakan jenis rumput dengan fungsi ganda yaitu biji sebagai tanaman pangan maupun pakan, sedangkan daun dan batang dapat digunakan sebagai pakan (Soedarsono dan Hanafi, 2004). Berdasarkan keunggulan yang dimiliki oleh kedua jenis tersebut, maka pada penelitian ini telah dilakukan agroforestri sentang dengan sorgum. Jenis sorgum yang digunakan adalah galur ZH-30 (galur yang diproduksi oleh BATAN) dan varietas Numbu (varietas yang diproduksi oleh Balitserealia, Deptan). Galur ZH-30 adalah jenis sorgum grain yang dimanfaatkan bijinya untuk pangan (Sihono, 2009). Galur ZH-30 memiliki potensi hasil mencapai 10 ton/ha (Sihono & Wijaya, 2010). Rerata tinggi jenis sorgum ZH-30 adalah 120 cm (Supriyanto et al., 2011a). Numbu merupakan jenis sorgum yang memiliki batang manis 3

22 sehingga dapat diperas untuk diambil niranya sebagai bahan sirup, gula dan bioethanol (Supriyanto, 2011b). Kombinasi kedua jenis tersebut diharapkan akan meningkatkan produktivitas sistem agroforestri karena terjadi hubungan biologis yang saling menguntungkan dengan melakukan pengaturan jarak tanam. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang bagaimana sebenarnya proses hubungan biologis yang terjadi antar komponen penyusun agroforestri dan produktivitas kedua jenis tanaman penyusunnya. 1.2 Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran Kebutuhan kayu sebagai papan (rumah) dan kebutuhan pangan nasional selalu bertambah dari waktu ke waktu, sementara itu jumlah produksinya seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka perlu mengembangkan sistem agroforestri yang produktif dan berkelanjutan. Penelitian agroforestri sudah dilakukan di banyak tempat, namun hal yang masih lemah diteliti bagaimana proses hubungan biologis antar komponen penyusun, khususnya tentang interaksi tanaman berdasarkan jarak tanam. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba mengembangkan agroforestri antara sentang (A. excelsa) dengan sorgum galur BATAN (ZH-30) dan sorgum varietas nasional (Numbu) untuk mengetahui interaksi tanaman berdasarkan jarak tanam. Interaksi yang terjadi di atas tanah dapat disebabkan oleh perubahan pertumbuhan tajuk sentang yang berakibat terhadap persaingan pemanfaatan cahaya, sedang interaksi di bawah tanah dapat terjadi akibat perkembangan pertumbuhan sistem perakaran sentang dan sorgum serta perkembangan endomikorhiza (V-AM) karena perubahan tanaman inang dari gulma ke sorgum dan sentang sehingga interaksi tersebut akan tercermin terhadap pertumbuhan sentang dan sorgum sebagai indikator interaksi antar komponen penyusun agroforestri. Sistem perakaran di dalam tanah tersebut membentuk suatu jaringan pengaman unsur hara yang efektif untuk meningkatkan produktifitas lahan. 4

23 Pertumbuhan Penduduk Kebutuhan papan Kebutuhan sandang Kebutuhan pangan Tanaman Pohon (Sentang) Agroforestri (Produktifitas tinggi) Komponen Tanaman penyusun Tanaman Pangan (Sorgum) Persaingan tanaman Pohon dan Sorgum Persaingan Cahaya Perkembangan Tajuk pohon SistemPerakaran Persaingan Nutrisi Mikroba tanah V-AM Penghalang Fotosintesis Tanaman Pangan Pohon Sorgum V-AM Berkembang dengan baik pada akar tanaman Pengaturan jarak tanam Jaringan Pengaman Unsur Hara Membantu serapan hara dan air Tajuk konik Tanaman pangan yang tahan naungan Interaksi positif antar komponen penyusun agroforestri sehingga pertumbuhan sorgum dan sentang meningkat Gambar 1. Pola alur pikir pokok permasalahan 5

24 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis bentuk interaksi antara sentang dan sorgum berdasarkan pengaturan jarak tanam di dalam sistem agroforestri. 2. Menganalisis potensi dan kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum, dan gulma. 3. Memprediksi waktu penutupan tajuk sentang yang membatasi pertumbuhan sorgum. 1.4 Manfaat Penelitian Mendapatkan informasi hasil produktivitas sorgum dan dapat menentukan jenis interaksi yang terjadi antara penyusun komponen agroforestri, kemudian dapat memperkirakan kapan sorgum sudah tidak mampu untuk ditanam di dalam sistem agroforestri dengan sentang. 1.5 Hipotesis 1. Jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan dan interaksi antara tanaman sentang dan sorgum. 2. Sorgum membantu penyebaran spora V-AM di lokasi penanaman. 3. Sorgum tidak dapat tumbuh dengan baik sejalan dengan penutupan tajuk tanaman sentang. 6

25 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri a. Pengertian Perubahan lingkungan daerah tropika berkaitan erat dengan perubahan hutan alam yang menimbulkan erosi, kepunahan flora dan fauna, dan perluasan lahan kritis. Semakin beratnya permasalahan tersebut telah mendorong munculnya sebuah aliran ilmu baru yang berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang diciptakan petani daerah tropika yaitu ilmu agroforestri. Agroforestri mengembangkan ilmu kehutanan dan agronomi, serta memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Michon & de Foresta 2000). Dalam bahasa Indonesia Agroforestry lebih dikenal dengan istilah agroforestri atau wanatani. Dalam pengertian sederhana agroforestri adalah membudidayakan pepohonan pada lahan pertanian. Akhir-akhir ini Michon dan de Foresta (2000), mengelompokan agroforestri ini menjadi 2 yaitu (1) sistem agroforestri sederhana dan (2) sistem agroforestri kompleks. b. Peranan Agroforestri Dewasa ini kebijakan kehutanan di Indonesia adalah meningkatkan upaya pengelolaan hutan terpadu, pelestarian hutan, dan pembangunan hutan tanaman penghasil kayu. Tetapi sampai sejauh ini, pelibatan masyarakat setempat dalam proyek-proyek hutan tanaman penghasil kayu, programprogram pelestarian hutan, dan diversifikasi pola kehutanan untuk pengelolaan ekositem hutan yang serba guna dan berkesinambungan, ternyata belum menunjukkan keberhasilan. Agroforest merupakan suatu sistem pengelolaan hutan yang tepat guna, yang sesuai dengan kebutuhan petani dan yang tumbuh di masyarakat setempat. Oleh karena itu, bagi kalangan kehutanan, agroforest perlu dijadikan bentuk pendekatan baru dalam kerangka pelestarian hutan dan pembanguan untuk wilayah-wilayah dimana perlindungan hutan secara total tidak mungkin bisa dilakukan. Sejauh ini kebun-kebun agroforest di Indonesia 7

26 tampaknya merupakan satu-satunya sistem pemanfaatan lahan di daerah tropika yang memadukan produksi pertanian yang intensif dengan konservasi kekayaan keanekaragaman hayati (Michon & de Foresta 2000). Sistem-sistem agroforest tersebut juga menawarkan alternatif penting terhadap model-model silvikultur yang berkembang sekarang. Agroforest dapat merangsang pengertian-pengertian teknik pengelolaan sumberdaya hutan yang orisinil, dan berpotensi menyempurnakan program-program kehutanan masyarakat yang lebih berhasil. Agroforest di Indonesia merupakan kebun pepohonan yang dibangun setelah vegetasi asli dibuka, dilanjutkan dengan penanaman spesies yang berharga, pengkayaan alami, dan sedikit pengarahan. Teknik-teknik pembuatan dan perawatannya, semestinya menarik bagi kalangan ahli kehutanan. Teknik penghutanan kembali melalui pengelolaan agroforest tersebut, terbukti berhasil dan teruji sejak lama oleh jutaan petani Indonesia (Michon & de Foresta 2000). 2.2 Interaksi antara Pohon Tanah Tanaman Semusim Pada sistem pertanian monokultur, jarak tanam yang terlalu dekat akan mengakibatkan kompetisi akan air dan hara. Apabila jarak tanamnya diperlebar maka besarnya tingkat kompetisi tersebut semakin berkurang. Dalam praktek di lapangan, petani mengelola tanamannya dengan melakukan pengaturan pola tanam, pengaturan jarak tanam, pemangkasan cabang dan ranting dan sebagainya (Hairiah et al., 2000). Pada sistem campuran dari berbagai jenis tanaman atau mixed cropping (pohon dengan tanaman semusim, atau hanya pepohonan saja), maka setiap jenis tanaman dapat mengubah lingkungannya dengan caranya sendiri. Beberapa tanaman yang jaraknya terlalu dekat akan menaungi tanaman yang lain, sedangkan yang jaraknya tidak terlalu dekat akan memperoleh keuntungan, prosesnya sering disebut dengan facilitation atau saling memfasilitasi. Sebagai contohnya adalah pohon dadap yang tinggi dan lebar sebaran kanopinya memberikan naungan yang menguntungkan bagi tanaman kopi. Contoh lain, jenis tanaman yang berperakaran lebih dalam daripada yang lain sehingga lebih menguntungkan untuk menyerap air dan hara dari lapisan yang lebih dalam. Dalam waktu singkat kondisi lingkungan di sekitar tanaman 8

27 akan berubah karena ketersediaan hara semakin berkurang sehingga akhirnya akan menimbulkan kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2002). Proses saling mempengaruhi, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, antara komponen penyusun sistem campuran ini (termasuk agroforestri) sering disebut dengan interaksi. Secara ringkas digambarkan secara skematis dalam Gambar 2. Gambar 2. Interaksi antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim pada sistem agroforestri, a= naungan; b= kompetisi akan air dan hara; c= daun gugur (seresah); d= pohon berperakaran dalam (Hairiah et al., 2002) Salah satu kunci keberhasilan usaha agroforestri terletak pada usaha meningkatkan pemahaman terhadap interaksi antar tanaman (tujuan jangka pendek) dan dampaknya terhadap perubahan kusuburan tanah (tujuan jangka waktu panjang). Guna menghindari kegagalan agroforestri, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan yaitu: (a) proses terjadinya interaksi, (b) faktor penyebab terjadinya interaksi, dan (c) jenis-jenis interaksi. a. Proses Terjadinya Interaksi: langsung atau tidak langsung Dalam sistem pertanian campuran, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, apabila 9

28 ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain. Hambatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Hambatan secara langsung, misalnya melalui efek allelophathy, tetapi hambatan secara ini jarang sekali dijumpai di lapangan. Hambatan tidak langsung dapat melalui berkurangnya intensitas cahaya karena naungan pohon, atau menipisnya ketersediaan hara dan air kerena dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang berdampingan. Tanaman kadang-kadang mempengaruhi tanaman lain melalui pihak ketiga yaitu apabila tanaman tersebut dapat menjadi inang bagi hama atau penyakit bagi tanaman lainnya (Gambar 3). Gambar 3. Bentuk-bentuk kompetisi antar tanaman (Hairiah et al., 2000) Dalam Gambar 3 menunjukkan bahwa spesies A secara langsung menghambat pertumbuhan spesies B atau sebaliknya. Pada interaksi tidak langsung (B) yaitu dengan merubah lingkungan pertumbuhan dan sedangkan pada interaksi tidak langsung (C) yaitu dengan menstimulasi pertumbuhan musuh (hama dan penyakit) bagi tanaman. 10

29 b. Faktor Penyebab Terjadinya Interaksi Secara umum interaksi yang bersifat negatif dapat terjadi karena (1) keterbatasan daya dukung lahan yang menentukan jumlah populasi maksimum dapat tumbuh pada suatu lahan; dan (2) keterbatasan faktor pertumbuhan pada suatu lahan (Hairiah et al., 2000). Konsep daya dukung alam merupakan konsep yang juga penting diketahui oleh ahli ekologi. Konsep ini menggambarkan tentang jumlah maksimum dari suatu spesies di suatu area, baik sebagai sistem monokultur atau campuran. Suatu spesies mungkin saja dapat tumbuh dalam jumlah yang melimpah pada suatu lahan. Apabila dua spesies tumbuh bersama pada lahan tersebut, maka salah satu spesies lebih kompetitif daripada yang lain. Hal ini kemungkinan mengakibatkan spesies ke dua akan mengalami kepunahan. Di dalam usaha pertanian, terutama tanaman pokok yang diharapkan tumbuh lebih baik (Hairiah et al., 2000). Salah satu sarat terjadinya kompetisi adalah keterbatasan faktor pertumbuhan (air, hara dan cahaya). Pertumbuhan tanaman mengalami kemunduran jika terjadi penurunan ketersediaan satu atau lebih faktor. Kekurangan hara di suatu lahan mungkin saja terjadi karena kesuburan alami yang memang rendah atau karena besarnya proses kehilangan hara pada lahan tersebut, misalnya karena penguapan dan pencucian. Kekurangan air dapat terjadi karena daya menyimpan air yang rendah, distribusi curah hujan yang tidak merata, atau proses kehilangan air (aliran permukaan) yang cukup besar. Pengetahuan akan ketersediaan faktor pertumbuhan (air dan hara) dan pengetahuan akan kebutuhan tanaman ini sangat diperlukan dalam pelaksanaan agroforestri (Hairiah et al., 2000). c. Jenis Interaksi Pohon-Tanah-Tanaman Penanaman berbagai jenis tanaman pada lahan yang sama dalam sistem agroforestri akan menimbulkan berbagai macam bentuk interaksi antar tanaman (Hairiah et al., 2000). Jenis-jenis interaksi yang terjadi sebagai berikut: 1. Mutualisme (Mutualism) yaitu interaksi yang saling menguntungkan diantara tanaman. Misalnya, mycorrhizae, rhizobium dengan legume. 11

30 2. Fasilitasi (Facilitation) yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman membantu tanaman lainnya. Misalnya; penghalang angin (Windbreaks), pohon penaung (shade trees), budi daya pagar (hedgerow inter cropping). 3. Komensalisme (Commensalism) yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman harus mendapatkan dukungan tanaman lain (interaction obligatory), tetapi tanaman lain tidak dirugikan. Misalnya, sebagai tempat rambatan dan Bero (Improved fallow). 4. Netralisme (Neutralism) yaitu tidak ada saling pengaruh diantara tanaman. Misalnya, pohon yang tumbuh berpencar. 5. Parasit/pemangsa (Parasitism/predation) yaitu jika satu jenis tanaman harus menghambat (Interaction obligatory) tanaman yang lain untuk hidupnya. Misalnya, hama dan penyakit. 6. Amensalisme yaitu interaksi yang terjadi bila satu tanaman terhambat dan tanaman lain tidak. Misalnya, Allelophathy. 7. Kompetisi dan penghambatan (Competition and interference) yaitu interaksi yang terjadi bila satu jenis tanaman dihambat oleh tanaman lainnya melalui persaingan terhadap cahaya, air dan hara. Misalnya, Alley cropping (yang tidak dikelola dengan baik). Dalam sistem agroforestri, interaksi positif dan negatif dalam jangka pendek terutama ditekankan pada pengaruhnya terhadap produksi tanaman semusim. Pada prinsipnya ada tiga macam interaksi di dalam sistem agroforestri (Gambar 4), yaitu: 1. Interaksi positif (complementarity = saling menguntungkan): bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman lainnya (Gambar 4a). 2. Interaksi netral: bila kedua tanaman tidak saling mempengaruhi, peningkatan produksi semusim tidak mempengaruhi produksi pohon (Gambar 4b) atau peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim (Gambar 4c) 12

31 3. Interaksi negatif (kompetisi/persaingan = saling merugikan): bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya (Gambar 4d), ada kemungkinan pula terjadi penurunan produksi keduannya. Gambar 4. Interaksi positif (a), netral (b dan c), atau negatif (d) antara komponen penyusun agroforestri (Hairiah et al., 2000) 2.3 Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia (Hoeman, 2009). Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibanding tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Tanaman sorgum telah lama dan banyak dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorgum dikenal dengan nama Cantel, dan biasanya petani menanamnya secara tumpangsari dengan tanaman pangan lainnya. Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar (Hoeman, 2009) 13

32 Menurut Zubair (2009) penggolongan tanaman sorghum yang umum digunakan dan ditanam di Indonesia: a. Sorgum biji (grain sorghum). Karakteristik utama: batang kering sampai agak basah tetapi tidak manis, batang lebih pendek (75 cm 150 cm), biji lebih banyak dan kompak, warna biji ada yang coklat sampai putih (white sorghum). Pemanfaatannya: paling cocok untuk pangan, digunakan sebagai bahan makanan seperti tape, tenteng dan popsorgum, ditepung untuk bahan dasar kue, sebagai media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan sebagai pakan ternak. b. Sorgum manis/ sorgo/ cane (sweet sorghum) (Race bicolor). Karakteristik: batang mengandung cairan/ getah manis,tinggi berkisar dari m, tipe malai terbuka sampai agak kompak, biji sering rasanya pahit, tidak cocok untuk dikonsumsi. Pemanfaatannya: cocok untuk digunakan sebagai pakan ternak (dibuat silase) dan bahan baku industri etanol (dari cairan sirupnya dan bagasnya). c. Broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada). Karakteristik: tanaman tinggi (1 4 m), batang kering dan berkayu, malai bercabang dan berserat dapat mencapai panjang cm, biji kecil dan sedikit, sekam berduri, hijauannya/ daun sedikit. Pemanfaatannya: tidak cocok untuk pangan dan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama untuk diekspor ke Jepang. Selain pemilihan jenis sorgum yang tepat sesuai peruntukannya, juga perlu pemilihan kultivar yang tepat. Meskipun secara umum sorgum adalah tanaman yang tahan kekeringan dan dapat tumbuh baik pada tanah-tanah marginal, namun pada kondisi lingkungan yang optimal hasil panennya akan meningkat secara nyata (Zubair, 2009). Pemuliaan tanaman sorgum dengan teknik mutasi menggunakan iradiasi gamma telah dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Tujuannya pemuliaan adalah memperbaiki hasil dan kualitas sorgum untuk pangan dan pakan ternak. Varietas induk yang digunakan adalah Durra dan Zhengzu, berasal dari materi pemuliaan kerjasama teknis antara BATAN dan FAO/IAEA melalui 14

33 Technical Cooperation Project INS/5/030 dan RAS/5/040. Iradiasi gamma dengan dosis Gy digunakan untuk meningkatkan keragaman genetik kedua varietas induk tersebut. Penelitian ini menghasilkan 3 (tiga) jenis galur harapan yaitu B-100, B-76 (dari induk varietas Dura) dan ZH-30 (dari induk varietas Zhengzu). Deskripsi mengenai galur sorgum ZH-30 yang cocok sebagai jenis PAHAT (pakan sehat) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Deskripsi galur sorgum ZH-30 (PAHAT) Asal Varietas Zhengzu dari China, iradiasi gamma 300 Gy Umur berbunga 50 % hari Umur panen hari Sifat tanaman Tidak beranak, dapat diratoon Tinggi tanaman cm Bentuk daun Agak lebar memanjang Jumlah daun 10 helai Kedudukan tangkai Tegak Sifat malai Setengah kompak Bentuk malai Elips Panjang malai cm Berat kering malai g Sifat sekam Menutup 1/3 bagian biji Warna biji Putih Bobot 1000 biji g Sifat biji Mudah rontok dan mudah disosoh Ukuran biji Relatif kecil Kerebahan Tahan rebah Potensi hasil 5.03 ton/ha Hasil rata-rata 4.71 ton/ha (di musim kering) Ketahanan hama Sangat disukai burung Ketahanan penyakit Tahan penyakit karat daun Kadar protein Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar lemak Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar karbohidrat Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Kadar tanin Pending (sedang dianalisa di lab. Kimia LIPI) Keterangan Cocok ditanam pada musim kering, biji untuk pangan dan sisa tanaman untuk pakan ternak Pemulia Prof. Dr. Soeranto Human, M.Sc, Sihono S.P, Tarmizi S.P, Parno, Wijaya Murti Indriatama, S.P. Pengusul PATIR BATAN Sumber: Sihono (2009) 15

34 Varietas Numbu dan Kawali merupakan jenis sorgum unggul yang sudah dilepas dan termasuk varietas nasional. Untuk mengetahui karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakter sorgum unggul varietas Numbu Karakter Numbu Tinggi tanaman, cm Umur panen, hari Bentuk malai dan cabang biji Ellips dan kompak Bobot malai, g Panjang malai, cm Bobot 1000 butir, g Kandungan tannin, % 0,75 Protein, % 8 9 Lemak, % 3 4 Karbohidrat, % Warna sekam Coklat muda Warna biji Krem Bentuk butiran biji Bulat Kerontokan Mudah rontok Sumber: Sihono (2009) Pada musim kering, galur harapan B-100 dan ZH-30 memiliki rerata hasil biji 4.23 dan 4.70 ton/ha, stabil dan signifikan dibanding kontrol (Dura, UPCA-S1 dan Mandau). Kedua galur tersebut juga memiliki kualitas pati yang baik untuk industri pangan. Galur harapan B-76 stabil pada semua musim dengan rerata produksi biomasa tertinggi (36.03 ton/ha) pada musim kering dan signifikan dibanding kontrol, sehingga galur B-76 cocok untuk pakan ternak. Disarankan galur B-100, ZH-30 dan B-76 dapat segera dilepas sebagai varietas sorgum unggul baru berturut-turut dengan nama varietas TARING, PAHAT dan ARIT (Sihono, 2009). Selain itu, BATAN bekerja sama dengan SEOMEO-BIOTROP untuk melakukan penelitian uji multi lokasi sorgum yang ditanam di lahan terbuka dan ternaungi (agroforestri) yaitu di bawah tegakan jati (Tectona grandis). Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa sorgum di lahan jati pertumbuhannya kurang optimal dan diperlukan penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai pengaturan jarak tanam dan pemilihan jenis pohon (Supriyanto et al., 2011a). SEAMEO-BIOTROP juga melakukan penelitian sorgum varietas NUMBU yaitu merupakan jenis sorgum manis yang dapat digunakan sebagai 16

35 pengahasil ethanol, dengan penambahan unsur BORON dalam pengelolaannya (Supriyanto et al., 2012). Penggunaan boron dengan dosis 1 kg/ha dapat mengahasilkan berat biji 1000 butir sebanyak 43 g atau meningkat 30% dibanding dengan tanpa boron. Varietas NUMBU ini juga dikembangkan oleh PT TRI FONDASI INDONESIA untuk tepung dan pakan ternak. Kegunaan Sorgum Di banyak negara biji sorgum digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan dunia, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley (ICRISAT/FAO, 1996). Di negara maju biji sorgum digunakan sebagai pakan ternak unggas sedang batang dan daunnya untuk ternak ruminansia. Biji sorgum juga merupakan bahan baku industri seperti industri etanol, bir, sirup, lem, cat dan modifikasi pati (modified starch). Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Secara tradisional, bioetanol telah lebih lama diproduksi dari molases hasil limbah pengolahan gula tebu (sugarcane). Walaupun harga molases tebu relatif lebih murah, namun bioetanol sorgum dapat berkompetisi mengingat beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding tebu antara lain sebagai berikut (Hoeman, 2009): Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu. Adaptasi tanaman sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal. Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air (water lodging). Sorghum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu. Laju pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih cepat daripada tebu. Menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5 5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan stek batang/ha. 17

36 Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3 bulan, dibanding tebu yang dipanen pada umur 7 bulan. Sorgum dapat diratun sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali. Nilai Nutrisi Nilai nutrisi sorgum lebih baik daripada beras, singkong dan jagung. Nilai nutrisi sorgum hanya dikalahkan oleh kedelai. Tabel 3 menunjukkan nilai nutrisi beberapa makanan pokok. Tabel 3. Nilai nutrisi beberapa makanan pokok Unsur Kandungan per 100 gram Nutrisi Beras Sorgum Singkong Jagung Kedelai Kalori (Cal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Besi (mg) Pospor (mg) Vit. B1 (mg) Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992) Sorgum menjadi salah satu sumber pangan sehat yang dapat diolah menjadi berbagai bentuk panganan seperti nasi sorgum, kue kering dan basah, bubur, berondong, flake (emping sorgum), dll, tergantung kreatifitas inovasi dan keahlian seseorang (Supriyanto, 2011b). Berbagai produk turunan dari sorgum (Supriyanto, 2011b) a. Pangan ; bubur, nasi, berondong dan kue sorgum Makanan berbasis sorgum memiliki nutrisi tinggi, rasa gurih, juga dapat meningkatkan ketahanan tubuh (immunomodulator) dan mengandung antioksidan yang tinggi. 18

37 b. Pakan ternak (hijauan segar, silase dan bekatul) Sorgum dapat digunakan sebagai pakan sapi perahdan pedaging serta kambing dalam bentuk hijauan atau silase. Kadar protein batang sorgum 12 %. Dengan pakan sorgum produksi susu perah meningkat 10-15% sedang untuk daging 0,9-1,6 kg/hari. Bekatul sorgum dapat digunakan untuk pakan unggas seperti ayam dan burung puyuh, kulit telur menjadi lebih keras dan kuning telur menjadi lebih besar. c. Energi Batang sorgum di press untuk menghasilkan nira berwarna hijau dengan kadar gula 17 % skala Briks, kemudian nira difermentasi berubah menjadi berwarna crem dan beraroma seperti tape. Nira terfermentasi didestilasi dengan menggunakan destilator ethanol (rendemen 3%). Limbah pengepresan dapat dijadikan pakan ternak atau bahan bakar biomassa. d. Industri (jamur tiram, gula, kerajinan tangan) Beberapa industri turunan berbasis sorgum dapat dikerjakan antara lain budidaya jamur (biji dan bekatul sorgum), gula semut dari nira yang dipanaskan dengan rendemen 25% dan kerajinan tangan dari malai sorgum. Serat selulosa sorgum juga sangat berpotensi untuk pembuatan kertas sedang malainya dapat dibuat xilitol dengan rendemen 33%. 2.4 Sentang (Azidarachta excelsa Jack) Deskripsi sentang menurut Orwa et al. (2009): a. Nama-nama lokal : Bahasa Inggris (Philippine neem tree, marrango tree); bahasa Indonesia (sentang, kayu bawang); bahasa Malaysia (saurian bawang, ranggu, kayu bawang); bahasa Thailand (sa-daothiam); nama perdagangan (sentang). b. Deskripsi Botani : 1) Azadirachta excelsa merupakan jenis pohon menggugurkan daun, pohonnya besar, tinggi dapat mencapai 50 m dan diameter batang dapat mencapai 125 cm, tanpa penopang. 2) Permukaan kulit kayu halus sampai ada yang pecah-pecah dan seperti terkelupas, berwarna pink-coklat atau abu-abu merah muda, sampai 19

38 menjadi pucat kecoklatan atau keabu-abuan kalau pohon-pohon sudah tua, kulit kayu bagian dalam oranye-merah. 3) Daun bervariasi, panjang dari cm, dengan 7-11 pasang daun, lebar daun asimetris, mulai lanset sampai elips, batas margin sampai 12,5 x 3,5 cm. 4) Bunga berwarna putih kehijauan, di bagian aksila banyak terdapat bunga malai, Actinomorphic, 5-merous dan harum. 5) Pohonnya berbuah dan berbiji, 2,4-3,2 cm, berwarna hijau berubah kuning saat masak. c. Biologi : Di Thailand, A. excelsa berbunga mulai dari bulan Februari - Maret. Buahbuahan, biasanya dimakan oleh burung dan kelelawar, matang 12 minggu setelah bunga mekar. d. Ekologi : A. excelsa adalah tanaman hutan hujan dataran rendah di Asia Tenggara yang biasanya tumbuh setelah ada pembukaan hutan tua atau hutan sekunder, tetapi dapat juga ditemukan di hutan dipterocarpaceae sampai dengan ketinggian 350 mdpl. Jenis tanaman ini sebagian besar berinteraksi dengan jenis tanaman Durio, Palaquim, Calophyllum dan Agathis. e. Batasan Biofisik : Rentang ketinggian : m Rata-rata hujan per tahun : mm Rata-rata suhu maksimal : C Cocok tumbuh pada jenis tanah aluvial, bertekstur sedang, drainase bebas, tanah asam. Tanaman ini juga ditemukan tumbuh di tanah liat, tanah granit, tanah laterit dan batu gamping. 20

39 Penyebaran tanaman sentang yang terdokumentasi Asli : Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Philippines, Vietnam Eksotik : Singapore, Thailand Gambar 5. Sebaran alami Azadirachta excelsa di berbagai negara (Orwa et al., 2009) Peta di atas (Gambar 5) menunjukkan sebaran alami jenis A. excelsa di beberapa negara dan ditanam sebagai tanaman eksotikdi Singapura dan Thailand. Hal itu tidak menunjukkan bahwa A. excelsa dapat ditanam di setiap zona ekologis dalam negara tersebut. Pohon ini juga bersifat invasif, sehingga perlu mengikuti prosedur keamanan hayati yang berlaku di lokasi yang akan dilakukan penanaman (Orwa et al., 2009). Manfaat beberapa produk turunan dari sentang Tunas muda, daun, dan bunga dapat dikonsumsi sebagai sayuran. Bungabunga yang harum adalah sumber serbuk sari dan nectar. Sentang merupakan kayu keras yang ringan sampai sedang-berat, kayu gubalnya berwarna pucat coklat kemerahan dan dibatasi secara jelas oleh warna putih kekuning-kuningan, putih keabu-abuan atau kadang-kadang abu-abu merah muda. Kepadatan kayu kg/cu m pada kadar air 15%. Kayu sentang dinilai sebagai kayu yang tidak tahan lama sampai cukup tahan lama. Kayu umumnya mudah untuk diolah dengan perencanaan dan finishing yang baik. Kayu dapat digunakan untuk 21

40 pekerjaan konstruksi (kayu pertukangan, finishing interior dan lantai) dan untuk furniture. Potensi untuk produksi veneer juga tinggi (Orwa et al., 2009). Kayu Sentang mempunyai berat jenis 0.60 dan tergolong dalam kelas awet III IV. Kayu Sentang banyak dipergunakan untuk bangunan rumah dan perahu. Kayu Sentang tergolong kuat, awet dan mudah dikerjakan (Prawira dan Oetja, 1978). Peranan : Sentang dapat ditanam untuk tujuan konservasi tanah, estetika, perkebunan dlam rangka reboisasi dan aforestrasi, daun dapat digunakan sebagai mulsa. A. excelsa adalah jenis tanaman tropis yang cepat tumbuh (fast growing species), tetapi kurang dikenal sebagai pohon multiguna yang berpotensi tumbuh pada lahan agroforestri. Sentang dan karet sering dicampur dalam perkebunan (Orwa et al., 2009). Pengelolaan Pohon : Jenis tanaman ini bertahan dengan baik di lapangan dengan persentase hidup hampir 100% dan relatif sedikit dari masalah hama dan penyakit selama fase pertumbuhan awal. A. excelsa mentolerir curah hujan lebih besar daripada A. indica. Pertumbuhan lambat pada awalnya, tetapi kemudian meningkat secara cepat. Sentang ditanam pada jarak 2-4 m x 4 m. Sentang biasanya dapat dipenen pada umur 5 tahun setelah tanam. Penjarangan harus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan yang cepat dan mempertahankan pohon terhadap kencangnya angin. Persyaratan untuk menyeleksi tanaman yang baik, yaitu batang lurus dan bentuk umumnya baik. Untuk produksi kayu gergajian ukuran sedang, tanaman terakhir biasanya dipanen setelah dua kali penjarangan. Berikut usulan rezim penjarangan untuk A. excels : penjarangan pertama dilakukan ketika ketinggian pohon rata-rata di atas m, stok lebih dari 800 batang per hektar berkurang menjadi batang per hektar; penjarangan komersial dilakukan ketika ketinggian pohon rata-rata di atas 20 m, stok dikurangi menjadi tanaman terakhir sebanyak batang per hektar (Orwa et al., 2009) 22

41 Pengelolaan Plasma Nutfah : Tingkat perkecambahan benih sentang dapat mencapai adalah 75-80% ketika benih ditabur langsung setelah pengunduhan. Jumlah benih sebanyak 470 biji/kg. Buah sentang harus dikumpulkan dari pohon untuk menghindari kontaminasi oleh patogen tanah yang menular, dan tidak boleh diletakkan di atas tanah. Buah sentang dapat mengelupas dengan dicuci, pengeringan biji dilakukan selama 3-7 hari di daerah kering dan teduh sebelum disimpan. Seleksi benih dilakukan dengan cara merendamnya dalam air, benih yang mengambang harus dibuang (Orwa et al., 2009). Hama dan Penyakit : Kayu gubal sentang rentan terhadap rayap kayu kering dan bubuk-posting kumbang, dan juga terhadap serangan jamur. Empat jenis kutu kayu dan ngengat ulat, Loboschiza vulnerata telah menyebabkan kerusakan kecil pada perkebunan sentang di Malaysia (Orwa et al., 2009) 23

42 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 s/d Mei Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, SEAMEO-BIOTROP dan di lokasi peternakan Ciampea, Bogor, seluas 1500 m Bahan dan Alat Bahan Bahan utama dalam penelitian ini yaitu biji sorgum (Sorghum bicolor) dan bibit sentang (A. excelsa). Sorgum yang digunakan ada dua varietas yaitu varietas NUMBU sebagai sweet sorghum dan ZH-30 (pahat) sebagai grain sorghum. NUMBU diproduksi oleh Balitserealia Kementrian Pertanian di Maros, Sulawesi Selatan sebagai varietas hasil pemuliaan konvensional, sedangkan ZH- 30 diproduksi oleh BATAN sebagai varietas yang diperoleh melalui teknologi mutasi. Kedua varietas tersebut kemudian dikembangkan oleh SEAMEO BIOTROP. Sentang (A. excelsa) diperoleh dari Kebun Percobaan Dramaga, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan RI. Bibit cabutan tersebut (tinggi rata-rata 15 cm) merupakan hasil regenerasi alam di bawah tegakan sentang yang disapih dan dibesarkan di rumah kaca Laboratorium Silvikultur, SEAMEO BIOTROP selama 7 bulan. Semai yang akan ditanam di lapangan rerata diameternya 0,7 cm dengan rerata tinggi 7,8,63 cm Alat Untuk pekerjaan penelitian di lapangan, peralatan yang digunakan antara lain parang, meteran tanah, tali tambang, cangkul, garpu, caliper digital, meteran bangunan, kompas, busur, galah, tugal, kamera, dan alat tulis, sedangkan peralatan yang digunakan di rumah kaca dan laboratorium antara lain alat sieveing, timbangan triple beam, beaker glass, mikroskop, object glass, cover glass, pinset, pisau scalpel, cawan petri, hot plate magnetic stirrer, dll. 24

43 3.3 Prosedur Penelitian Untuk mempermudah dalam pelaksanaan penelitian maka dibuat alur kerja (Gambar 6) dan rancangan percobaan yaitu tata letak plot percobaan (Gambar 7) sehingga diperoleh data yang mencerminkan proses penelitian. Rancangan percobaan perc Orientasi lapangan dan dan pembagian Pembagian blok tanaman sesuai dengan rancangan Blok Tanaman sesuai Tahapan Pengadaan bibit sentang; Analisis potensi mikoriza pada semai sentang di pembibitan Persiapan lahan: - Pembersihan lahan - Analisis tanah awal - Penerapan rancangan percobaan dan pemasangan ajir - Pembersihan lahan - - Analisis Pengolahan tanah lahan awal - Pembuatan lubang tanam sentang dan pemupukan - - Penerapan Pembuatan guludan rancangan untuk percobaan sorgum dan Persiapan biji sorgum: - Pengadaan biji Penanaman: - Percobaan Pendahuluan - Percobaan Agroforestri Koleksi Data: Parameter pertumbuhan: Data lokasi percobaan: iklim,sifat tanah Data sentang: tinggi&diameter, lebar&tinggi tajuk, perakaran Data sorgum: persentase hidup, diameter&tinggi, produksi panen, biomassa, nira dan kadar gula Analisis Analisis data Data&Penulisan dan penulisan Laporan Gambar 6. Pola alur prosedur kerja penelitian 25

44 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan ulangan 3 kali. Jarak tanam = A1 (2,5x2,5) m dan A2 (2,5x5) m. Jenis sorgum = S0 (tanpa sorgum), S1 (Numbu), dan S2 (ZH-30). Model umum yang digunakan sebagai berikut (Gomez & Gomez 1995): (dua faktor: jarak tanam dan jenis sorgum) Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ρ k + ε ijk Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum disajikan pada Gambar 7. Blok 1 Blok 2 Blok 3 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m 2,5 x 2,5 m 2,5 x 5 m S0 S0 S0 S2 S2 S1 S2 S1 S2 S0 S0 S2 S1 S2 S1 S1 S1 S0 Gambar 7. Tata letak plot percobaan sentang dan sorgum Untuk mengukur parameter produksi (biomasa, nira dan kadar gula) menggunakan faktor umur panen: 1 (60 HST), 2 (70 HST), 3 (80 HST) dan 4 (90 HST). Sehingga rancangannya percobaan yang digunakan adalah: RAK Pola faktorial dengan 3 faktor, yaitu jarak tanam, jenis sorgum dan umur panen. Model umum yang digunakan (Gomez dan Gomez, 1995): Y ijk = µ + α i + β j + γ k + (αβ) ij +(αγ) ik + (βγ) jk + (αβγ) ijk + ρ k + ε ijk 26

45 Pola penanaman sentang dan sorgum berdasarkan disajikan pada Gambar 8. jarak tanamnya Gambar 8. Pola penanaman sentang dan sorgum dalam satu plot pengamatan Tahapan persiapan Dalam tahapan persiapan penelitian ini meliputi tahapan kegiatan orientasi lapangan, pengadaan bibit sentang, analisis potensi mikoriza pada semai sentang, pengadaan benih sorgum, pembersihan lahan, analisis tanah awal, penerapann rancangann percobaan dan pemasangan ajir tanaman, pengolahan lahan, pembuatan lubang tanam sorgum dan sentang, penanaman sentang dan sorgum, pemeliharaan dan pemanenan sorgum. a. Orientasi lapangan Tujuan dari orientasi lapangan adalah untuk mendapatkan lahan yang memenuhi persyaratan untuk penelitian antara lain datar, luasan mencukupi, dekat dengan sumber air, akses, dan ketersediaan tenagaa kerja. Tahap selanjutnya adalah pengurusan ijin dan persiapan teknis lainnya. Hasil orientasi lapangan antara lain berupa data letak, luas, kepemilikan lahan, vegetasi awal, dan jenis tanah. b. Pengadaan bibit Sentang Tujuan pengadaan bibit sentang adalah memperoleh bibit berkualitas, jumlah yang memadai dan tepat waktu. Bibit berkualitas harus memenuhi 27

46 persyaratan genetik (jelas asal-usulnya), fisik (sehat, seragam, kekar) dan fisiologis (daya tumbuh tinggi, dan adaptif terhadap lingkungan baru). Cabutan anakan Sentang, tinggi cm, dicabut dari lokasi di bawah tegakan pohon induk tahun tanam 1956 di kebun percobaan Dramaga, Bogor. Tinggi dan diameter rata-rata pohon induk sebesar 25 m dan 80 cm. Jumlah bibit cabutan yang dipersiapkan sebanyak 500 batang, kemudian ditanam pada polybag berisi media tumbuh dengan komposisi tanah, sekam, charcoal dan kompos (1:1:1:1, v/v/v/v). c. Analisis potensi mikorhiza pada semai sentang di pembibitan Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui potensi mikoriza (V- AM) pada bibit yang mungkin terbawa dari bawah tegakan sentang, mengingat bibit yang digunakan berasal dari cabutan. Bibit tersebut dibagi menjadi tiga kategori tinggi (kecil < 30 cm, sedang cm dan besar > 41 cm). Potensi V- AM yang dihitung adalah jumlah spora dalam media tumbuh. Metode yang digunakan dalam mengekstrak spora V-AM mengikuti metode tuang-saring dari Brundrett et al. (1996). d. Pengadaan benih sorgum Tujuan pengadaan benih sorgum adalah mendapatkan benih sorgum berkualitas, jumlah memadai dan tepat waktu berupa varietas sweet sorghum (sorgum manis) dan grain sorghum (sorgum penghasil tepung). Untuk benih sorgum varietas ZH-30 berasal dari hasil radiasi sinar gamma ( Gy) oleh BATAN dengan teknik mutasi dan telah diuji multi lokasi (Supriyanto et al., 2011a). Untuk sorgum varietas Numbu merupakan varietas nasional (breeder seeds) yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Serialea Maros, Kementrian Pertanian dan juga dikembangkan oleh SEAMEO-BIOTROP. Dengan demikian kedua varietas tersebut sangat memenuhi persyaratan genetika, fisik dan fisiologis. e. Pembersihan Lahan Tujuan pembersihan lahan adalah untuk mendapatkan gambaran tentang luasan efektif untuk percoabaan. Pembersihan lahan dilakukan pada lahan seluas m 2 (setiap blok seluas 500 m 2 ) di areal peternakan Ciampea, Bogor yang 28

47 dimulai dari penyemprotan herbisida yang mengandung bahan aktif glyposate. Setelah vegetasi yang tumbuh kering (15 hari) kemudian dilakukan pembabatan dengan menggunakan parang diikuti dengan pencangkulan. Hasil akhir dari kegiatan pembersihan lahan adalah diperolehnya lahan yang memenuhi persyaratan sebagai lokasi percobaan yang terbebas dari gulma dan tumbuhan perdu. f. Analisis tanah awal Analisis kondisi tanah awal bertujuan untuk mengetahui sifat kimia dan biologi tanah. Contoh tanah diambil secara acak pada kedalaman 0 20 cm. Parameter yang diukur dalam analisis tanah awal adalah unsur N, P, K, Ca, Mg, KTK dan ph dan potensi V-AM. g. Penerapan rancangan percobaan dan pemasangan ajir tanam Rancangan percobaan dengan Rancangan Acak Kelompok Pola Faktorial (Gambar 3 dan 4) diterapkan di lapangan dengan mempertimbangkan bentuk bentang darat. Pemasangan ajir sebagai tanda tempat penanaman sentang dikerjakan sesuai jarak tanam yang dirancang, yaitu 2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m. h. Pengolahan lahan Pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan lahan tanam yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman agar diperoleh pertumbuhan yang baik dan sesuai dengan rancangan percobaan. Pekerjaan pengolahan meliputi penggemburan tanah dan penataan sesuai lay out penanaman sehingga diperoleh lahan yang siap untuk ditanami sorgum. Ukuran setiap plot pengamatan adalah 50 m 2 untuk jarak tanam 2,5 m x 2,5 m sebanyak 3 plot dan 100 m 2 untuk jarak tanam 2,5 m x 5 m sebanyak 3 plot. Total jumlah plot pengamatan adalah 6 plot per blok, sehingga jumlah total plot sebanyak 18 plot pengamatan dalam 3 blok. Plot dengan luasan kecil yaitu 50 m 2 x 3 = 150 m 2 (2,5 m x 2,5 m). Plot dengan luasan besar yaitu 100 m 2 x 3 = 300 m 2 (2,5 m x 5 m) => 450 m 2 per blok x 3 blok = 1350 m 2. Kompos dan biocharcoal yang ditambahkan pada lahan sorgum sebanyak 25 kg untuk plot 50 m 2 dan 50 kg untuk plot 100 m 2. 29

48 i. Pembuatan lubang tanam sorgum dan sentang Pembuatan lubang tanam untuk penanaman benih sorgum dalam guludan menggunakan tugal ganda dengan jarak 20 cm x 20 cm dalam guludan ukuran (70 cm x 500 cm). Setiap guludan ditanam 2 larik tanaman sorgum, 1 larik terdapat 25 lubang, Jadi setiap guludan ada 50 lubang tanam (pada plot pengamatan di jarak tanam 2,5 m x 2,5 m), sehingga dalam 1 plot pengamatan membutuhkan lubang tanam sebanyak 50 x 10 guludan = 500 lubang/plot), sedangkan untuk pembuatan lubang tanam di jarak 2,5 m x 5 m adalah 100 x 10 guludan = 1000 lubang/plot, jadi ada 4500 lubang/blok. Pembuatan lubang tanam untuk semai sentang berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm 3 pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m sebanyak 15 lubang/plot x 3 plot yaitu 45 lubang dan pada jarak 2,5 m x 5 m sebanyak 15 lubang/plot x 3 plot yaitu 45 lubang. Jadi ada 90 lubang tanaman per blok. Jadi jumlah kebutuhan semai sentang sebanyak 90 x 3 blok = 270 semai. j. Penanaman sentang dan sorgum Penanaman sentang sebanyak 1 bibit/lubang tanam, sedangkan penanaman benih sorgum sebanyak 2-3 butir/lubang tanam. Pemberian label pada tanaman sorgum sebagai sampling sebanyak 10 tanaman untuk pengukuran pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal. k. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan setiap satu minggu sekali selama enam bulan dengan cara membersihkan rumput, menyeleksi satu tanaman sorgum/lubang setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam, memberikan pupuk pada tanaman sorgum, dan memasang jala/sungkup pada malai sorgum (perlindungan terhadap hama burung). Prosedur pemupukan mengacu dari penelitian sorgum di SEAMEO-BIOTROP (Supriyanto, 2011a). Pemupukan pertama sorgum dilakukan pada umur 3 minggu setelah penanaman dengan pupuk campuran sebanyak 270 kg/ha yang terdiri dari; urea: TSP: KCL (4: 3: 2, g/g/g), pemupukan kedua sorgum dilakukan pada umur 5 minggu setelah penanaman dengan pupuk campuran urea: TSP: KCL (3: 6: 2, g/g/g) sebanyak 270 kg/ha, sedangkan pemupukan ke tiga sorgum dilakukan pada umur dua bulan setelah penanaman dengan pupuk campuran urea: TSP: KCL (4: 3: 2, g/g/g) sebanyak 270 kg/ha. 30

49 l. Pemanenan sorgum Pemanenan sorgum dilakukan setelah malai sorgum matang, kemudian pengukuran produktivitas sorgum dengan parameter panjang malai (cm), bobot malai sebelum dan sesudah dirontok serta bobot 1000 butir (gram), volume perasan nira (ml), kadar gula pada umur 60, 70, 80, dan 90 hari, kemudian dilakukan pengukuran biomassa sorgum (gram), diambil 10 tanaman pada setiap plot. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan yang dilakukan terdiri dari percobaan pendahuluan dan percobaan agroforestri pada sentang dan sorgum. Pengukuran di lapangan ini meliputi beberapa tahap kegiatan sebagai berikut: a. Pengukuran pertumbuhan sentang Pengukuran ini meliputi tinggi, diameter, tajuk dan perakaran yaitu sebagai berikut: 1) Pengukuran tinggi dan diameter - Memberikan tanda dengan spidol permanen di batang, diukur 5 cm dari permukaan tanah - Pengukuran pertumbuhan tinggi sentang dilakukan dari pangkal batang yang diberi tanda sampai pucuk atau titik paling ujung dengan menggunakan meteran dan galah ukur. Diameter batang diukur dengan caliper pada pangkal batang yang diberikan tanda. - Pengukuran dilakukan pada awal bulan selama 14 bulan. 2) Pengukuran tajuk (crown projection and density) - Panjang dan lebar tajuk diukur dengan menggunakan meteran dan galah ukur pada proyeksi tajuk yang diamati. Hasil data pengukuran tajuk pohon dianalisis menggunakan bantuan software SexI-FS version (Harja dan Vincent, 2008) - Waktu pengukuran tajuk adalah pada saat awal dimulainya penanaman sorgum yaitu 3 bulan setelah penanaman sentang, dan pada akhir penelitian. 31

50 3) Pengukuran perakaran Tujuan dari pengukuran ini adalah membandingkan diameter pohon dengan jumlah total diameter akar sehingga diperoleh dimensi penyebarannya. Pengukuran dilakukan terhadap jumlah akar sentang yang berada di kedalaman 0 20 cm dangan mengukur diameter setiap akar yang ditemukan menggunakan jangka sorong (cm) dan busur (derajat) sebagai penanda arah akar. Pengumpulan data dilakukan dengan menggali dan mengukur perakaran sentang pada umur 14 bulan. Untuk setiap plot diambil 1 individu pohon sebagai contoh jadi setiap blok penelitian ada 6 tanaman yang diukur. Total pohon yang diamati sebanyak 18 pohon tersebar dalam 3 blok. Pohon contoh yang diambil adalah pohon berada ditengah. Suatu akar diklasifikasikan sebagai akar horizontal (H root ) apabila sudut antara akar dan bidang vertikal lebih besar atau sama dengan 45 0 ( 45 0 ). Jika sudutnya lebih kecil dari 45 0 (< 45 0 ), akar tersebut diklasifikasikan sebagai akar vertikal (V root ). Fraksi akar horizontal adalah perbandingan antara luas permukaan akar-akar horizontal dengan total luas permukaan akar (horizontal + vertikal). Shoot-root ratio dapat dikemukakan melalui perbandingan antara total luas penampang melintang akar dengan luas penampang melintang batang atau basal area. Diameter seluruh akar proksimal diukur pada jarak 20 cm dari dasar batang. Demikian pula besarnya sudut akar-akar tersebut terhadap bidang horizontal. Sudut ini kemudian dikonversi terhadap bidang vertikal, yang digunakan sebagai standar pada studi ini. Diameter diukur pada ketinggian 25 cm dari dasar akar ketika tanaman berumur 14 bulan. Untuk jangkauan akar diukur pada arah tegak lurus larikan sentang atau ke arah bidang olah sorgum sisi kanan dan kiri. 32

51 Rumus fraksi horizontal (Van Noordwijk dan Purnomosidhi, 2005): Rumus Shoot-root ratio (Van Noordwijk & Purnomosidhi, 2005): b. Pengukuran parameter tanaman sorgum 1) Percobaan pendahuluan Mengingat percobaan sorgum yang dilakukan varietasnya hanya dua jenis yaitu S1 dan S2, maka diperlukan percobaan pendahuluan sebagai uji adaptasi terhadap sorgum dengan tujuan untuk memperoleh benih yang berkecukupan yang akan digunakan pada percobaan agroforestri. Pengukuran sorgum pada percobaan pendahuluan yaitu meliputi persentase hidup perkecambahan tanaman 14 HST dan produksi biji (kg/100 m 2 ). Pengukuran produksi biji dilakukan setelah pemanenan, diambil 10 tanaman contoh pada tiap plot. - Pengukuran persentase hidup perkecambahan = (jumlah yang berkecambah/jumlah total) x 100% - Pengukuran produksi sorgum yaitu dengan menimbang hasil panen per plot (kg/100 m 2 ). 2) Percobaan agroforestri Benih sorgum yang digunakan pada percobaan agroforestri merupakan benih yang diperoleh dari percobaan pendahuluan dengan harapan mampu tumbuh lebih baik dan lebih produktif dari pada di percobaan pendahuluan. Pengukuran percobaan agroforestri yaitu meliputi persentase hidup perkecambahan di 33

52 lapangan 14 HST, tinggi, diameter, bobot biji 1000 butir dan produksi sesuai dengan pemanfaatannya adalah sebagai berikut: - Pengukuran persentase hidup perkecambahan = (jumlah yang berkecambah/jumlah total) x 100% - Diameter dan tinggi sorgum diukur pada saat akan dipanen. Diameter diukur menggunakan caliper ditengah batang sorgum, dan tinggi diukur menggunakan meteran dari pangkal sampai daun bendera. - Pengukuran produksi sorgum yaitu sesuai dengan pemanfaatannya; Sebagai pangan (food) yaitu dengan cara mengukur panjang malai, bobot biji sebelum dan sesudah disosoh, dan bobot 1000 biji (gram). Pengambilan sampel setiap plot sebanyak 10 tanaman, kemudian untuk mengetahui produksinya dalam setiap plot dikalikan dengan jumlah total tanaman yang hidup. Sebagai pakan (feed) yaitu dengan mengukur biomassa (batang dan daun) setiap sampel (gram) dan mengalikannya dengan jumlah total tanaman yang hidup dalam plot. Sebagai energi (fuel) yaitu dengan mengukur kadar nira (kadar kemanisan batang) menggunakan alat refraktometer (% Briks) pada setiap sampel tanaman pada umur 60, 70, 80 dan 90 HST. Untuk mendapatkan produksi nira yaitu dengan menimbang rata-rata volume sampel (ml), yaitu dengan mengepres batang sorgum kemudian dikalikan dengan jumlah total tanaman yang hidup dalam setiap plot perlakuan. Penelitian Laboratorium a. Analisis jaringan akar yang terkolonisasi V-AM Tujuan analisis jaringan akar ini adalah mengindentifikasi akar sentang, sorgum dan gulma terhadap infeksi V-AM dengan menggunakan teknik pewarnaan jaringan akar. Mekanisme pengambilan sampel akar di lapangan adalah sebagai berikut: 1) Pengambilan sempel akar pohon sentang yang berada di bagian tengah di setiap plot terdiri dari 3 pohon. Akar yang diambil merupakan akar 34

53 serabut/rambut akar yang bersinggungan antara akar sentang dan juga akar tanaman sorgum dan atau tanaman lain seperti gulma atau rumput. 2) Selain sampel akar sentang, akar sorgum dan sebagian gulma pada setiap plot yang berinteraksi juga diambil sampel untuk dilakukan pengamatan dan pengukuran. 3) Pengamatan dan pengukuran ini dilakukan di Laboratorium Silvikultur SEAMEO BIOTROP. 4) Waktu pengamatan dan pengukuran yaitu pada akhir penelitian, sebelum sorgum dipanen sekitar bulan Januari b. Produktivitas sorgum Tanaman sorgum merupakan tanaman C4, sehingga perlu intensitas cahaya yang tinggi untuk meningkatkan produktivitasnya. Untuk mengetahui besarnya produktivitas sorgum tersebut diperlukan pengukuran terhadap hasil biji, nira, kadar gula, dan biomassanya. Pengambilan contoh dari rerata 10 tanaman sorgum/plot. Produktivitas hasil biji diperoleh dengan bobot biji 1000 butir yaitu menggunakan timbangan triple beam. Nira diperoleh dengan melakukan pengepresan dari batang sorgum menggunakan alat press sugar cane juice extractor Model: QJH-160. Kadar gula sorgum diukur menggunakan Refractometer, dan untuk mengetahui biomassa sorgum pengukuran dilakukan dengan mengukur berat basah tanaman sorgum dengan timbangan kapasatitas 20 kg. Data Pendukung a. Sifat kimia dan biologi tanah Untuk mengetahui kesuburan tanah diperlukan analisis tanah, dalam penelitian ini sampel tanah diambil di masing-masing plot secara acak sesuai perlakukan dan nantinya dikompositkan. Sampel tanah di analisis di Services Laboratory SEAMEO BIOTROP. b. Gulma Dalam penelitian ini adanya perlakuan terhadap tanaman sentang yaitu plot yang tidak diolah (tidak ditanam sorgum) dengan pemberian kode S0 atau 35

54 Tanpa Sorgum. Tentu saja dengan tidak dilakukan pengelolaan lahan maka akan muncul gulma di plot tersebut. Hal ini mengakibatkan adannya kompetisi di plot tersebut dan salah satunya berpengaruh terhadap penutupan. Untuk mengetahui pengaruh penutupan maka dilakukan pengukuran biomassa gulma dan mengindentifikasi jenis gulma pada setiap plot. c. Iklim Data iklim diperoleh dari BMG unit Dramaga dan melakukan pencatatan rutin terhadap intensitas hari hujan dalam kurun waktu penelitian. 3.4 Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang mendukung penelitian ini dilakukan malalui studi pustaka, baik hasil-hasil penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Data-data tersebut diperoleh dari SEAMEO-BIOTROP, BATAN, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Dinas Kehutanan, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan sumber lainnya. 3.5 Analisis Data Hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan menggunakan program SAS (Statistical Analysis System) versi 9.1 sehingga diperoleh analisis keragamannya. Apabila hasil analisis keragamannya tersebut berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan nilai rata-rata perlakuan. Jika nilai rata-rata perlakuan lebih besar dari pada nilai Duncan maka kedua perlakuan dinyatakan berbeda. 36

55 IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Kondisi Lokasi a. Gambaran lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cibadak, Ciampea, Bogor. Desa Cibadak memiliki luas wilayah 114 ha. Batas wilayah sebelah utara adalah pegunungan Cibodas, sebelah selatan Desa Cicadas, sebelah timur Desa Bojong Rangkas, sebelah barat Desa Giri Mulya. Secara Geografis Desa Cibadak terletak pada ketinggian antara mdpl, merupakan dataran tinggi, dengan suhu 30 0 C dan rerata curah hujan 2900 mm/thn. Kondisi penelitian merupakan lahan pinjam pakai seluas 20 ha yang dipakai untuk peternakan sapi perah dan domba garut (Lampiran 2). Kebutuhan akan pakan sangat tergantung dengan kondisi lahan yang setiap harinya harus merumput guna memenuhi kebutuhan pakan ternak. Lokasi penelitian awal mula merupakan bekas perkebunan karet yang sekarang terbuka dan menjadi lahan alang-alang dan semak sehingga tidak produktif. b. Sifat kimia dan biologis tanah Dari hasil pengujian sifat kimia tanah (Tabel 4) di Laboratorium Servis Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP diketahui ph tanah di blok 1, 2 dan 3 adalah 4,1; 4,5 dan 4,0. Hasil ini menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian adalah sangat masam. C organik dan N total termasuk dalam kriteria rendah sedang. Rasio C/N adalah rendah. Kandungan P tersedia adalah sangat rendah. Kandungan Ca yaitu rendah, Mg masuk dalam kriteria rendah sedang. Kandungan K dan Na yaitu rendah. KTK masuk dalam kriteria sedang dan tinggi. KB (Kejenuhan Basa) yaitu sangat rendah rendah. Untuk kandungan Al di blok 1, 2 dan 3 yaitu 16,32 me/100g (sedang); 13,98 me/100g (sedang); dan 33,8 me/100g (tinggi). 37

56 Tabel 4. Hasil pengujian sifat fisik dan kimia tanah pada blok 1, 2, dan 3 di service laboratory SEAMEO BIOTROP No. Parameter Pengujian Satuan Blok *ph H 2 0 4,1 4,5 4,0 CaCl 2 3,9 3,1 3,5 2 *C Org 1,04 2,10 2,01 3 *N Total 0,14 0,25 0,21 4 Rasio C/N 7,4 8,4 9,6 5 *P Tersedia 1,59 2,42 3,44 Kation-kation dapat ditukar 6 *Ca cmol/kg 3,82 2,23 5,86 7 *Mg cmol/kg 0,90 0,52 1,20 8 *K cmol/kg 0,17 0,14 0,14 9 *Na cmol/kg 0,30 0,25 0,26 10 Total cmol/kg 5,19 3,14 7,46 11 KTK cmol/kg 25,85 22,82 22,07 12 KB cmol/kg 20,1 13,8 33,8 Al H dd 13 Al 3- me/100g 16,32 13,98 3,17 14 H + me/100g 1,25 2,89 1,24 Tekstur 3 Fraksi 15 Pasir % 10,8 8,4 11,6 16 Debu % 15,0 20,8 17,0 17 Liat % 74,2 70,8 71,4 Keterangan : - Contoh uji dihitung terdapat contoh kering C - Cmol/kg me/100g - * Telah terakreditasi oleh KAN dengan No. LP-221-IDN Sifat biologis tanah dicerminkan oleh potensi spora endomikorhiza. Tabel 5 menunjukkan potensi sebaran spora mikorhiza sebelum dilakukan pengelolaan tanah yaitu 36 spora per 10 g tanah (blok 1), 42 spora per 10 g tanah (blok 2), dan 69 spora per 10 g tanah (blok 3), dengan jenis dominan Glomus sp. Pada akhir penelitian juga dilakukan penghitungan sebaran spora dengan rerata potensi sebanyak 173 spora per 10 g tanah, dengan jenis Glomus sp., Acaulospora sp., dan Scutellospora sp. 38

57 Tabel 5. Hasil analisis sebaran mikorhiza pada awal dan akhir penelitian Pengamatan Jenis Blok Jr_1 Jr_2 Jumlah Total 1 Komposit 36 Awal Total 2 Komposit 42 Total 3 Komposit 69 Rerata S Rerata Akhir S Rerata S Rerata Tabel 5 menunjukkan bahwa pengolahan lahan dan penanaman sorgum telah meningkatkan populasi V-AM dari rata-rata 49 spora meningkat menjadi 215 spora pada perlakuan tanpa sorgum (S0), 215 spora pada tanaman sorgum jenis Numbu (S1) dan sorgum jenis ZH-30 (S2) sebanyak 173 spora. 4.2 Percobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilaksanakan saat sentang berumur 3 BST yaitu bulan Mei 2011 dan penanaman sorgum hingga panen di bulan September Parameter yang diamati pada tanaman sentang sebagai tanaman pokok atau tanaman kehutanan adalah diameter, tinggi total, lebar tajuk, dan tinggi tajuk. Parameter yang diamati pada tanaman sorgum sebagai tanaman pertanian adalah persentase hidup umur 14 HST dan produksi benih sorgum. Rekapitulasi hasil sidik ragam dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 6 dan 7. 39

58 Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jarak tanam sentang dan jenis sorgum terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum No. Parameter 1 Percobaan Pendahuluan Jenis Sorgum (JS) Jarak Tanam (JT) JS*JT Blok Tanam a. Sentang Diameter 0,7377tn 0,5942tn 0,6661tn 0,0001** Tinggi total 0,1041tn 0,1101tn 0,9143tn 0,0001** Lebar tajuk 0,8819tn 0,0001** 0,3831tn 0,0006** Tinggi tajuk 0,3022tn 0,0339* 0,4691tn 0,0001** b. Sorgum % hidup (14 HST) 0,0673tn 0,8467tn 0,9339tn 0,2135tn Produksi benih 0,0202* 0,2854tn 0,5050tn 0,5397tn 2 Percobaan Agroforestri a. Sentang Diameter 0,0001** 0,9035tn 0,7723tn 0,0003** Tinggi total 0,0001** 0,7213tn 0,9847tn 0,0511tn Lebar tajuk 0,0001** 0,0338** 0,2249tn 0,0092** Tinggi tajuk 0,0001** 0,4231tn 0,0606tn 0,5942tn Fraksi akar horizontal 0,0254* 0,1015tn 0,0190* 0,6128tn Shoot-root ratio 0,2153tn 0,3400tn 0,3224tn 0,4739tn Jangkauan akar ke kiri tn 0,2389tn 0,8715tn 0,4506tn Jangkauan akar ke kanan 0,2097tn 0,3732tn 0,4829tn 0,3999tn Kolonisasi V-AM 0,0046** 0,5447tn 0,3495tn 0,8689tn b. Sorgum % hidup (14 HST),,,, Hasil panen 0,0001** 0,1758tn 0,0420* 0,0201* Diameter 0,0001** 0,6079tn 0,2279tn 0,4163tn Tinggi 0,0001** 0,6314tn 0,0433* 0,0030** Bobot biji 1000 benih 0,0001** 0,9861tn 0,9305tn 0,7173tn Kolonisasi V-AM 0,6962tn 0,9369tn 0,4461tn 0,2494tn Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % 40

59 Tabel 7. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis sorgum, jarak tanam, dan umur panen terhadap parameter produksi sorgum Perlakuan Parameter Kadar gula Biomassa Nira Umur ** ** ** Jenis sorgum tn ** ** Jarak tanam tn tn tn umur*jenis tn ** ** umur*jarak tn tn tn Jenis*Jarak tn * tn umur*jenis*jarak tn tn tn Blok tn tn tn Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % a. Pertumbuhan sentang pada umur 3 bulan setelah tanam (BST) Parameter yang diamati pada tanaman sentang sebagai tanaman pokok atau tanaman kehutanan adalah diameter, tinggi total, lebar tajuk, dan tinggi tajuk. Diameter dan tinggi sentang umur 3 BST Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan sentang dipengaruhi oleh kondisi lahan. Lahan yang mempunyai kandungan hara rendah maka pertumbuhan tanaman juga akan tidak maksimal. Untuk mengoptimalkan lahan perlu adanya manajemen lahan antara lain dengan pengolahan lahan dan pemupukan. Tabel 8. Uji lanjut Duncan pengaruh blok tanam terhadap diameter sentang umur 3 BST Blok Tanam Diameter (cm) 1 0,38 A** 2 0,24 B 3 0,19 C Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Lebar dan tinggi tajuk sentang umur 3 BST Lebar dan tinggi tajuk sentang pada umur 3 BST relatif sangat kecil, hal ini dikarenakan sentang baru beradaptasi dengan lingkungan. Jarak tanam sentang berpengaruh terhadap lebar dan tinggi tajuk sentang itu sendiri pada umur 3 BST. 41

60 Tabel 9, pengaruh perlakuan jarak tanam memperlihatkan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m (A1) menghasilkan lebar tajuk sentang sebesar 38,35 cm dari pada jarak tanam 2,5 m x 5 m (A2) sebesar 34,38 cm. Tabel 9. Uji lanjut Duncan pengaruh jarak tanam terhadap lebar tajuk sentang umur 3 BST Jarak tanam Lebar tajuk (cm) Tinggi tajuk (cm) A1 38,35 A** 14,44 A** A2 34,38 B 12,78 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Tinggi tajuk sentang pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m (A1) yaitu 14,44 cm lebih baik dari pada di jarak tanam 2,5 m x 5 m (A2) yaitu 12,78 cm. Persentase hidup semai sentang disemua blok tanam mencapai 100 %, hal ini berarti tidak ada kematian sampai umur 3 BST. Orwa et al. (2009) menyatakan sentang dapat bertahan dengan baik di lapangan dengan persentase hidup hampir 100 % dan relatif bebas dari masalah hama dan penyakit. b. Pertumbuhan sorgum Percobaan pendahuluan pada sorgum dimaksudkan untuk memproduksi benih yang diharapkan sudah beradaptasi dengan kondisi setempat. Persentase hidup sorgum Numbu (S1) mencapai 33,9% dan ZH-30 (S2) mencapai 15,8% atau termasuk sangat rendah. Numbu memiliki persentase hidup lebih tinggi daripada ZH-30 dikarenakan Numbu merupakan varietas nasional yang sudah dilepas secara nasional, sedangkan ZH-30 masih berupa galur harapan yang diperoleh dari radiasi (300 Gy) dengan sinar gamma. Produksi benih (kg/100 m 2 ) Tabel 10 menunjukkan numbu memperoleh hasil panen tertinggi yaitu 5,51 kg/100 m 2, sedangkan ZH-30 sebesar 1,68 kg/100 m 2. Tabel 10. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi benih sorgum Jenis sorgum Produksi benih (kg/100 m 2 ) S1 5,51 A** S2 1,68 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % 42

61 Hasil produksi benih Numbu dan ZH-30 pada percobaan pendahuluan ini menunjukkan produksinya yang sangat rendah. Untuk itu benih hasil produksi dari percobaan pendahuluan digunakan sebagai percobaan agroforestri dengan harapan sudah beradaptasi. 4.3 Percobaan Agroforestri Dalam percobaan agroforestri (Lampiran 3) telah dikombinasikan antara semai sentang yang ditanam pada jarak tanam 2,5 m x 2,5 m (A1) dan 2,5 m x 5 m (A2) dengan sorgum jenis Numbu (S1), ZH-30 (S2), dan tanpa sorgum (S0). 1) Pertumbuhan sentang Pertumbuhan diameter dan tinggi Tabel 11 menunjukkan bahwa pertumbuhan diameter sentang dipengaruhi oleh jenis sorgum dan blok tanam. Jenis sorgum yang mendorong pertumbuhan tinggi dan diameter sentang adalah Numbu (S1) dan ZH-30 (S2). Pertumbuhan diameter sentang pada lahan tanpa sorgum (S0) tidak lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam di lahan S1 dan S2 karena lahanya tidak diolah maka pertumbuhan diameternya paling kecil. Pertumbuhan sentang yang ditanam tanpa sorgum (S0) kurang baik karena tidak ada pengolahan lahan walaupun sudah diberikan pupuk organik pada awal penanaman. Tabel 11. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum dan blok tanam terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi sentang umur 14 BST Jenis sorgum Diameter (cm) Tinggi (cm) Blok Diameter Tanam (cm) S1 3,80 A** 207,47 A** 2 3,47 A** S2 3,65 A 195,98 A 3 3,03 B S0 2,98 B 87,13 B 1 2,93 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Pada plot yang ditanami Numbu (S1) pertumbuhan tinggi sentang paling baik yaitu 207,47 cm dengan rata-rata diameter sebesar 3,80 cm, namun jika dibandingkan dengan plot pengamatan tanpa sorgum (S0), maka pengaruh Numbu dan ZH-30 sama baiknya dalam mendukung pertumbuhan tinggi sentang pada umur 14 BST. 43

62 Pengaruh blok tanam hanya mempengarui diameter sentang sehingga tinggi sentang tidak dipengaruhi blok tanam. Pertumbuhan diameter sentang terbaik di blok 2, hal ini berarti terdapat variasi kesuburan tanah antar blok tanam (Tabel 4). Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk Pada percobaan agroforestri akan terjadi kompetisi pemanfaatan ruangan yang akan mempengaruhi pertumbuhan tajuk tanaman pokok (sentang). Perlakuan jenis sorgum, jarak tanam, dan blok tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan lebar tajuk sentang umur 14 BST. Tabel 12 menunjukkan pertumbuhan lebar tajuk sentang di plot Numbu (S1) dan ZH-30 (S2) menunjukkan sama baiknya dibandingkan dengan di plot tanpa sorgum (S0), karena pada tanaman sorgum dilakukan pengolahan lahan lebih intensif. Tabel 12. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk sentang umur 14 BST Jenis sorgum Lebar tajuk (cm) Tinggi tajuk (cm) S1 107,84 A** 98,91 A** S2 102,57 A 87,70 A S0 56,87 B 23,53 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Perlakuan jarak tanam 2,5x5 m (A2) memberikan pengaruh pertumbuhan lebar tajuk terpanjang yaitu 92,71 cm dari pada jarak tanam 2,5x2,5 m yaitu 85,47 cm. Jarak tanam yang lebih luas memberikan ruang tumbuh untuk berkembang lebih baik dari pada jarak yang sempit. Tabel 12 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tajuk dipengaruhi oleh jenis sorgum. Sentang yang ditanam dengan Numbu (S1) dan ZH-30 (S2) menghasilkan pertumbuhan tinggi tajuk lebih baik dibandingkan dengan sentang yang ditanam tanpa sorgum (S0). 44

63 Penggunaan model Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator (Harja & Vincent 2008). Penggunaan model ini bertujuan untuk memprediksi pertumbuhan tajuk sentang. Gambar 9 menunjukkan proyeksi horizontal pertumbuhan tajuk sentang pada umur 14 BST diblok 3 dilihat dari atas. Plot yang ditanam sorgum tajuknya lebih berkembang dan lebat dari pada plot yang tidak ditanam dengan sorgum. Gambar 9. Pertumbuhan tajuk sentang umur 14 BST di blok 3 Pengukuran lebar tajuk sentang di setiap plot kemudian diolah dengan menggunakan software SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator) diperoleh data pembukaan tajuk (crown opening) pada umur 3 BST dan 14 BST seperti pada Gambar 11 dan 12. Proyeksi horizontal tajuk sentang pada umur 3 BST dan 14 BST dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 7, sedangkan prediksi pembukaan tajuk sentang pada umur 2, 4, dan 8 tahun dapat dilihat pada Gambar 10, 11, 12 dan Lampiran 8. 45

64 Hasil prediksi pertumbuhan tajuk sentang dalam kurun waktu 14 BST, 2 tahun dan 4 tahun dengan menggunakan model SeXi-FS (Harja & Vincent, 2008). (a) (b) (C) Gambar 10. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 1 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). (a) (b) Gambar 11. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 2 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). (C) 46

65 (a) (b) (C) Gambar 12. Prediksi pertumbuhan tajuk di blok 3 pada umur 14 BST (a), umur 2 tahun (b), dan umur 4 tahun (c). Hasil pengukuran terhadap pembukaan tajuk (Gambar 13) dan umur 14 BST (Gambar 14). sentang pada umur 3 BST Histogram of C O_1awal Norm al M ean S td ev N 1000 Frequency CO_1awal Gambar 13. Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 3 BST Sentang masih mengalami proses adapatasi terhadap lingkungan selama 3 BST, hal ini terlihat dari perkembangan tajuknya yang masih kecil. Dari 47

66 hasil pengukuran dengan menggunakan bantuan minitab diperoleh pembukaan tajuk sentang umur 3 BST sebesar 99%, sedangkan pada akhir penelitian yaitu sentang berumur 14 BST pengukuran dilakukan terhadap pembukaan tajuk sentang sebesar 86% Histogram of CO _1akhir Norm al M ean StD ev N 100 Frequency CO_1akhir Gambar 14. Hasil analisis pengukuran penutupan tajuk sentang umur 14 BST Semakin bertambahnya umur sentang maka pertumbuhan tajuk sentang semakin rapat dan diprediksi pada umur 4 tahun dengan jarak tanam 2,5 m x 2,5 m (A1) sorgum sudah tidak dapat ditanam dengan sentang, sehingga pada umur 4 tahun perlu pemangkasan sentang cabang agar dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman sorgum dengan memanfaatkan cahaya samping. Prediksi pertumbuhan tajuk sentang pada jarak tanam 2,5 m x 5 pada umur 4 tahun masih dapat ditanami dengan sorgum (Gambar 10c, 11c, 12c). Penyebaran akar Dari Tabel 6 hasil rekapitulasi menunjukkan bahwa parameter perakaran sentang terhadap fraksi akar horizontal saja yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan jenis sorgum dan interaksi antara jenis sorgum*jarak tanam sentang, sedangkan parameter Shoot-root ratio, jangkauan akar ke kiri dan kanan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa akar yang berada di Numbu (S1) dan ZH-30 (S2) jumlah akar lebih banyak dan penyebaran akar lebih merata serta lebih jauh jangkauan akar ke bidang olah sorgum (Lampiran 4). 48

67 Tabel 13. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST Jenis sorgum Fraksi akar horizontal (%) S1 58 a* S2 44 ab S0 30 b Ket: * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Tabel 13 menunjukkan fraksi akar horizontal dipengaruhi oleh jenis sorgum. Akar akar sentang yang ditanam dengan Numbu (S1) lebih banyak dibanding di plot ZH-30 (S2), namun lebih sedikit di plot tanpa sorgum (S0). Hal ini menunjukkan bahwa ada interaksi yang terjadi antara akar sentang dan sorgum di lahan yang ditanami sorgum. Disamping itu tanah yang ditanam sorgum telah diolah dengan baik sedangkan ditanah yang tidak ditanami sorgum lebih padat karena didominasi oleh alang-alang. Tabel 14 menunjukkan interaksi antara jenis sorgum dan jarak tanam sorgum terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST. Pada tanaman Numbu yang ditanam di plot dengan jarak tanam sentang 2,5 m x5 m (S1A2) menunjukkan fraksi akar horizontal sentang paling banyak yaitu 66 %. Tabel 14. Uji lanjut Duncan pengaruh interaksi jenis sorgum dan jarak tanam sentang terhadap fraksi akar horizontal sentang umur 14 BST JS&JT Fraksi akar horizontal (%) S1A2 66 a* S2A1 51 ab S1A1 50 ab S0A1 46 ab S2A2 37 bc S0A2 14 c Ket: * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Hal ini dikarenakan bidang olah untuk sorgum yang lebih luas memberikan ruang gerak kepada akar sentang, sehingga akar sentang lebih banyak dan mudah berkembang untuk membentuk akar horizontal yang berfungsi untuk melakukan penyerapan hara di lahan olah sorgum. 49

68 Tabel 15. Jangkauan akar sentang umur 14 BST terhadap jenis sorgum Jenis Sorgum Jangkauan akar sentang (cm) Kiri Kanan S S S Tabel 15 menunjukkan bahwa jangkauan akar di lahan yang di olah atau ditanami sorgum lebih jauh dan perakarannya lebih banyak (Gambar 15a) dari pada di lahan tanpa sorgum (Gambar 15b). Ini membuktikan bahwa pengolahan lahan di lahan agroforestri memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman pokok yaitu sentang. Jangkauan akar sentang tersebut akan mempermudah penularan V-AM dari akar sorgum ke akar sentang. Keterangan : = Jangkauan akar ke arah kiri dan kanan (bidang olah sorgum S1 dan S2) = Jangkauan akar ke arah larikan sentang = Akar sentang yang tidak berkembang dan cenderung ke arah bawah (S0) Gambar 15. Jangkauan akar sentang di lahan sorgum (a) dan jangkauan akar sentang di lahan tanpa sorgum (b) 50

69 Kolonisasi V-AM di akar sentang Uji Duncan (Tabel 16) menunjukkan bahwa pertumbuhan sentang yang ditanam dengan sorgum (S1 dan S2) menghasilkan kolonisasi V-AM yang lebih baik dari pada tanpa sorgum (S0). Tabel 16. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap kolonisasi V-AM di akar sentang umur 14 BST Jenis sorgum Kolonisasi akar (%) S1 66,11 A** S2 48,89 AB S0 32,05 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Tingkat kolonisasi tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis sorgum Numbu (66,11%) diikuti oleh sorgum ZH-30 (48,89%), tanpa sorgum (S0) sebesar 32,05% (Tabel 16). Hal ini berarti tanaman sorgum telah meningkatkan kolonisasi mikorhiza sebesar 106% pada sorgum Numbu (S1) dan 53% pada sorgum ZH-30 (S2) dibandingkan dengan kolonisasi V-AM di sentang tanpa sorgum (S0). Kolonisasi V-AM tersebut telah dapat meningkatkan pertumbuhan santang yang ditanam bersama sorgum Numbu dan ZH-30. Secara keseluruhan pertumbuhan sentang pada lokasi yang ditanami sorgum Numbu (S1) dan ZH-30 (S2) lebih baik dari pada tanpa sorgum (S0), karena kolonisasi mikorhiza pada sorgum menular ke sentang (Lampiran 5 dan 6). 2) Pertumbuhan sorgum Persentase hidup dan hasil produksi benih Persentase hidup dari semua jenis sorgum adalah 100 % pada umur 14 HST. Hal ini memperlihatkan daya perkecambahan benih sorgum dari hasil percobaan pendahuluan di lapangan sangat baik dan sudah adaptif dengan kondisi lahan percobaan. Produksi benih hasil adaptasi di lahan agroforestri disajikan pada Tabel

70 Tabel 17. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap hasil produksi benih sorgum di percobaan agroforestri Jenis sorgum Produksi benih (kg/100 m 2 ) S1 27,6 A** S2 9,75 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Hasil produksi benih di percobaan agroforestri (Tabel 17) menunjukkan bahwa Numbu (S1) memperoleh hasil produksi benih tertinggi yaitu 27,6 kg/100 m 2, sedangkan ZH-30 (S2) sebesar 9,75 kg/100 m 2. Dalam deskripsi galur sorgum ZH-30 (PAHAT), Sihono (2009) mengemukakan potensi hasil ZH-30 mencapai 5,03 ton/ha. Ini membuktikan bahwa hasil produksi benih belum mencapai standar atau masih di bawah rata-rata. Diameter dan tinggi sorgum Tabel 18 menunjukkan diameter ZH-30 (S2) lebih besar dari pada Numbu (S1), namun Numbu lebih tinggi dari pada ZH-30. Pada interaksi jenis sorgum dan jarak tanam, baik kedua level jarak tanam (A1 dan A2) menunjukkan tinggi tanaman Numbu lebih tinggi dari pada ZH-30. ZH-30 tumbuh lebih pendek dan diameternya lebih besar jika dibandingkan dengan Numbu, ini sesuai dengan karakter sorgum unggul varietas Numbu dan Kawali menurut Balitsereal (2005) diacu dalam Sihono, 2009 dan deskripsi galur sorgum ZH-30 atau PAHAT oleh Sihono (2009). Tabel 18. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum, interaksi jenis sorgum*jarak tanam dan blok tanam terhadap diameter dan tinggi sorgum di percobaan agroforestri Jenis sorgum Diameter (cm) Tinggi (cm) S1 1,443 A** 234,71 A** S2 1,925 B 165,26 B JS*JT Tinggi (cm) Blok Tanam (cm) Tinggi (cm) S1A2 238,43 a* 3 205,72 A** S1A1 231,00 a 2 201,00 A S2A1 167,56 b 1 193,25 B S2A2 162,96 b Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % 52

71 Bobot biji 1000 butir Tabel 19 menunjukkan bobot biji Numbu 1000 butir (34,47 g) lebih berat dari ZH-30 (24,72 g). Biji Numbu lebih besar dari ZH-30 hal ini sesuai dengan karakter dan deskripsi sorgum (Balitsereal, 2005 diacu dalam Sihono, 2009) yang menuliskan bobot 1000 butir varietas Numbu sebesar g, sedangkan ZH-30 bobot 1000 butirnya sebesar 27,19 28,83 g, sementara Supriyanto et al. (2012) menghasilkan berat 1000 butir sebanyak 43 g dengan penyemprotan Boron 1 kg/ha pada saat pembungaan. Tabel 19. Uji lanjut Duncan pengaruh jenis sorgum terhadap bobot biji 1000 butir sorgum Jenis sorgum Bobot biji 1000 butir (g) S1 34,47 A** S2 24,72 B Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Hasil bobot biji 1000 butir sorgum di percobaan agroforestri masih rendah atau di bawah rata-rata sehingga perlu dilakukan pengelolaan lahan yang lebih baik lagi. Penurunan bobot ini diperkirakan adanya kondisi tanah yang jelek. Kondisi tanah yang jelek diketahui dari hasil analisis kimia tanah bahwa ph tanah sangat masam dan kandungan Al yang tinggi. Biomassa sorgum (total berat basah/tbb) Hasil anova menunjukkan perlakuan umur panen sorgum, jenis sorgum, interaksi umur*jenis sorgum, dan interaksi jenis sorgum*jarak tanam (JP*JS) terhadap biomassa sorgum menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 20 menunjukkan dengan semakin meningkatnya umur tanam sorgum maka nilai biomassanya juga semakin besar, biomassa tertinggi pada umur 90 HST. Biomassa Numbu (S1) lebih besar dari pada ZH-30 (S2). Perlakuan jenis sorgum diperoleh Numbu (S1) menunjukkan rerata berat yang tertinggi yaitu 2326,7 gram/10 btg, sedangkan ZH-30 (S2) hanya sebesar 912,5 gram/10 btg. 53

72 Tabel 20. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, jenis sorgum, interaksi umur panen*jenis sorgum dan interaksi jenis sorgum*jarak tanam terhadap biomassa sorgum per 10 batang di percobaan agroforestri Umur panen (HST) TBB (gram) Jenis Sorgum TBB (gram) ,3A** S1 2326,7A** ,8A S2 912,5B ,7B ,7C JP*JS TBB (gram) JS&JT TBB (gram) 90S1 3860,0A** S1A2 2614,2a* 80S1 3400,0A S1A1 2039,2a 70S1 1453,3B S2A1 936,7b 70S2 1050,0BC S2A2 888,3b 90S2 1042,5BC 80S2 957,5BC 60S2 600,0C 60S1 593,3C Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Hasil interaksi umur panen sorgum dan jenis sorgum menunjukkan sorgum pada umur 90 HST dengan jenis Numbu (90S1) biomassanya paling besar yaitu 3860,0 gram/10 btg, sedangkan pada umur 70 HST dengan jenis ZH-30 (70S2) nilai biomassanya sebesar 1050,0 gram/10 btg. Pada interaksi umur panen sorgum 60 HST dengan jenis Numbu diperoleh biomassa terkecil yaitu sebesar 593,3 gram/10 btg. Hal ini menunjukkan ketika umur panen sorgum 60 HST untuk Numbu memiliki biomassa yang kecil dimungkinkan pada umur tersebut pertumbuhan lambat dikarenakan sorgum dalam masa pembungaan. Pada interaksi jenis sorgum dan jarak tanam sentang menunjukkan Numbu di berbagai jarak tanam sentang (A1 dan A2) biomassanya lebih besar jika dibandingkan dengan ZH-30. Hal ini menunjukkan perlakuan jarak tanam sentang tidak berpengaruh terhadap parameter biomassa sorgum. Nira (ml) Batang sorgum dipress menggunakan alat pengepres Sugar Cone Juicer model MMC-300, untuk menghasilkan nira yang berwarna hijau. Tabel 21 menunjukkan semakin meningkatnya umur panen sorgum, maka hasil nira juga semakin besar. Hasil nira dari Numbu lebih besar dari pada ZH-30 yaitu 385,79 54

73 ml/10 batang sorgum, sedangkan ZH-30 hanya sebesar 124,13 ml/10 batang sorgum. Tabel 21. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen, interaksi jenis sorgum*jarak tanam (JS*JT), dan jenis sorgum terhadap hasil nira per 10 batang sorgum UP*JS Nira (ml) Umur Jenis Nira Nira (ml) panen sorgum (ml) 90S1 702,50 A** ,00 A** S1 385,79 A** 80S1 525,83 B ,08 B S2 124,13 B 70S1 245,67 C ,42 C 70S2 185,17 CD 60 77,33 D 90S2 121,50 CD 80S2 104,33 D 60S2 85,50 D 60S1 69,17 D Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % Hasil nira dapat digunakan sebagai bahan sirup, gula dan juga ethanol, untuk itu perlu diketahui kadar gula dalam nira agar produk hasil turunanya (gula merah dan ethanol) lebih baik. Kadar Gula (% Briks) Untuk mengetahui kadar gula optimal maka dilakukan pengukuran kadar gula pada umur yang berbeda-beda. Tabel 22 menunjukkan semakin meningkat umur panen sorgum, maka kadar gula juga meningkat, sehingga pada umur 90 HST diperoleh kadar gula 17,64 % Briks. Hasil nira jika difermentasi berubah warnanya dari warna hijau menjadi krem dan beraroma seperti tape. Nira hasil fermentasi jika didestilasi dengan menggunakan destilator sehingga akan diperoleh ethanol untuk kebutuhan energi dan kegunaan lain. Dalam penelitian ini tidak dilakukan proses destilasi nira untuk mendapatkan ethanol. Tabel 22. Uji lanjut Duncan pengaruh umur panen terhadap kadar gula sorgum Umur (HST) Kadar gula (% Briks) 90 17,64 A 80 15,80 B 70 12,50 C 60 10,90 D Ket: ** Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 1 % 55

74 Limbah pengepresan dapat dijadikan pakan ternak dan bahan bakar biomassa (Supriyanto, 2011b). Hasil nira dan kadar gula yang tinggi dibutuhkan untuk meningkatkan produk hasil turunan, antara lain; sirup, gula, dan ethanol. Analisis jumlah spora dan kolonisasi V-AM Hasil anova jumlah spora V-AM menunjukkan tidak beda nyata dari beberapa perlakuan yang di ujikan. Mikorhiza menyebar merata di seluruh petak pengamatan, namun berpengaruh terhadap persentase kolonisasi baik pada akar sentang maupun sorgum. Jumlah spora yang dihitung sebelum dilakukan pengolahan tanah berkisar 49 spora per 10 gram sampel tanah, sedangkan setelah dilakukan pengolahan tanah yaitu penanaman sorgum Numbu (S1) dan ZH-30 (S2) jumlah spora mikorhiza meningkat di setiap plot yaitu di Numbu (S1) berkisar 215 spora per 10 gram sampel, di plot ZH-30 (S2) berkisar 173 spora per 10 gram sampel, dan di plot tanpa sorgum (S0) berkisar 124 spora per 10 gram sampel tanah. Tabel 23 menunjukkan banyaknya kolonisasi V-AM yang terjadi pada komponen agroforestri yaitu sentang, sorgum, dan gulma. Kolonisasi V-AM pada akar tersebut akan saling berinteraksi untuk memperoleh nutrisi dan air dari dalam tanah. Penyerapan unsur hara oleh akar akan lebih optimal jika ada V-AM yang berasosiasi dengan akar. Mikorhiza membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara dan air. Semakin banyak akar yang terkolonisasi maka unsur hara dan air akan mudah diserap oleh tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Hasil pengamatan kolonisasi akar per blok tanaman menunjukkan rerata kolonisasi V-AM pada akar sentang (61,67 %) lebih besar dari pada akar sorgum (57,50 %) dan akar gulma (31,01 %). Kalau dilihat dari bloknya maka rerata kolonisasi V-AM yang terbesar adalah di blok 2 sebesar 54,28 %. Hal ini menunjukkan bahwa mikorhiza berasosiasi dengan akar sentang, sorgum, dan gulma secara merata. 56

75 Tabel 23. Kolonisasi V-AM di akar sentang, sorgum, dan gulma berdasarkan perlakuan jenis sorgum, jarak tanam dan blok tanam pada umur 14 BST Kolonisasi (%) Rata-rata Total per Blok (%) Perlakuan Blok tanam Sentang Sorgum Gulma S1A TG S2A TG S0A S0 35,67 S0A S0 33,33 S1A ,33 TG S2A ,67 TG Rata-rata Blok 1 46,67 57,50 34,50 46,22 S2A ,33 TG S1A ,67 TG S0A S0 25 S2A TG S0A S0 22,33 S1A TG Rata-rata Blok 2 76,67 62,50 23,67 54,28 S1A ,67 TG S0A S0 40 S2A ,67 TG S1A ,67 TG S2A TG S0A S0 30 Rata-rata Blok 3 61,67 52,50 35,00 49,72 Rata-rata Total per jenis tanaman 61,67 57,50 31,01 Keterangan : S0 (tanpa sorgum); S1 (Numbu); S2 (ZH-30); TG (tanpa gulma) Hubungan interaksi pada lahan yang ditanami sorgum (S1 dan S2) merupakan interaksi positif atau terjadi simbiosis mutualisme yaitu hubungan saling menguntungkan antara 2 komponen biologis penyusun agroforestri antara sentang dan sorgum pada lahan yang diolah melalui mikorhiza. Sorgum sebagai inang mikorhiza telah mampu meningkatkan kolonisasi pada akar sentang. Ketika pemberian pupuk pada tanaman sorgum, maka akar sentang mengokupasi lahan olah sorgum sehingga terjadi kompetisi dalam pemanfaatan unsur hara. Dalam penelitian ini belum menunjukkan kompetisi negatif antara akar sorgum dan sentang di lahan yang diolah, sedangkan jarak tanam sentang belum berpengaruh terhadap kolonisasi V-AM di sorgum. Interaksi di lahan tanpa sorgum (S0) terjadi antara sentang dengan gulma. Dalam hal ini sentang berkompetisi dengan gulma 57

76 di lahan tanpa sorgum (S0) atau lahan yang tidak dilakukan pengolahan tanah. Gulma yang mendominasi plot tanpa sentang adalah alang-alang (Imperata cylindrica), terutama di blok 1 dan blok 3, sedangkan di blok 2 lebih didominasi oleh gulma jenis Axonopus compressus, Ageratum conyzoides, dan Borreria alata. Kolonisasi V-AM diakar gulma merupakan potensi V-AM di lahan beralang-alang yang kemudian V-AM tersebut akan berasosiasi dengan akar sentang dan sorgum ketika diolah karena gulmanya telah dihilangkan. Berdasarkan hasil-hasil tersebut diatas maka nampak bahwa agroforestri sentang (hingga umur 14 BST) dengan sorgum lebih banyak menyangkut interaksi di dalam tanah (below ground) terutama dari aspek kesuburan lahan, okupasi akar (sentang, sorgum, gulma) dan potensi V-AM akan membangun suatu sistem jaringan pengaman unsur hara yang mampu mendorong pertumbuhan sentang dan sorgum (Gambar 16). Spora Vesicular Hifa Gambar 16. Model interaksi sistem jaringan pengaman unsur hara antara sentang, sorgum, dan V-AM 58

77 V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman a. Faktor pembatas Sesuai dengan hasil survei dan wawancara, kondisi lahan penelitian awalnya merupakan lahan perkebunan yang ditanami pohon karet dan akhirnya terbuka karena tidak produktif dan menjadi lahan alang-alang. Saat ini, lahan yang dijadikan lokasi penelitian merupakan lokasi peternakan sapi perah dan domba garut. Pakan ternak diambil di sekitar lokasi penelitian yaitu rerumputan dan dedaunan dari pohon yang ada di sekitar lokasi peternakan. Percobaan penelitian dilakukan di lokasi peternakan seluas 1500 m 2 milik bapak Rahmat yang dibagi menjadi 3 blok. Hasil analisis tanah awal dengan menggunakan alat ph meter dengan cara menusukkan ke dalam tanah diperoleh ph tanah di blok 1 adalah 4,8; blok 2 adalah 5,2; dan blok 3 adalah 4,2 dengan tingkat kesuburan sedang. Kemudian dilakukan pengambilan contoh secara komposit. Hasil analisis tanah yang dianalisis di Services Laboratory SEAMEO BIOTROP menunjukkan ph tanah sangat masam yaitu di blok 1 = 4,1; blok 2 = 4,5; dan blok 3 = 4,0 serta kandungan Al yang tinggi di blok 1 dan 2, sedangkan blok 3 termasuk sedang. Hasil analisis kimia tanah pada akhir penelitian menunjukkan bahwa kandungan hara di lahan percobaan termasuk sangat rendah untuk semua parameter (Lampiran 1), sehingga kondisi lahan penelitian tergolong jenis lahan yang kritis atau miskin hara. Paramater ph dan Al merupakan faktor pembatas yang sangat perlu dicermati dan dikaji agar pertumbuhan tanaman di lapangan menjadi lebih baik. Pada tanah dengan ph sangat masam, yaitu ph lebih rendah dari 4,5 maka dalam sistem tanah akan terjadi perubahan kimia yaitu Aluminium menjadi lebih larut dan beracun untuk tanaman dan sebagian besar hara tanaman menjadi kurang tersedia bagi tanaman, sedangkan beberapa hara mikro menjadi lebih larut dan beracun. Masalah-masalah ini tersebar luas di daerah tropis basah yang telah mengalami pelapukan lanjut. Menurut Sanchez dan Logan (1992), bahwa sepertiga dari daerah tropis, atau 1,7 miliar hektar, adalah tanah bereaksi asam 59

78 dengan tingkat kelarutan aluminium cukup tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman. Efek toksisitas Al terhadap sorgum terutama terjadi perubahan sistem perakaran yang memendek sehingga bidang serap terhadap unsur hara menajdi semakin terbatas. Toksisitas Al dan defisiensi kalsium serta magnesium terjadi hampir 70% di tanah masam di Amerika tropis dan hampir semua tanah tersebut mengalami defisiensi pospor (Sanchez dan Salinas, 1981 diacu dalam Marschner, 1995). Akibat ph tanah masam dan Al yang tinggi menyebabkan tanaman sorgum tidak begitu baik pertumbuhannya meskipun pemupukan dilakukan dengan baik. Namun demikian, sorgum Numbu sangat tahan terhadap kemasaman tanah dibanding dengan ZH-30. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Agustina et al. (2010) bahwa sorgum galur BATAN B-75, B-69, dan ZH lebih rentan terhadap tanah masam dari pada varietas Numbu. Pertumbuhan sentang di lokasi penanaman sangat baik, bahkan semua tanaman tidak ada yang mati. Dari hasil ini tanaman sentang dapat di golongkan menjadi tanaman yang tahan terhadap tanah yang masam. b. Faktor pendorong Hasil analisis biologis tanah berupa jumlah spora terbukti bahwa ada peningkatan jumlah spora pada lahan yang ditanami sorgum dan sentang (Tabel 5). Pada awal penelitian terdapat 49 spora per 10 g tanah dan kebanyakan dari jenis Glomus sp., kemudian pada akhir penelitian diperoleh 170 spora per 10 g tanah dengan jenis Glomus sp., dan Aucolaspora. Hal ini menunjukkan adanya potensi mikorhiza alami yang ada di lokasi penelitian, kemudian meningkat setelah dilakukan pengolahan lahan dan penanaman dengan sorgum. Simbiosis dengan V-AM meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dan kekeringan yang ditunjukkan oleh semakin meningkatnya bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan hara N, P, dan Ca, dan serapan P, tetapi tidak meningkatkan produksi biji kering (Hanum C, 2004). Hasil analisis kolonisasi akar (Tabel 16) terlihat di sentang, sorgum dan gulma terdapat kolonisasi V-AM. Akar sentang terkolonisasi paling banyak yaitu 61,67%, sedangkan akar sorgum sebesar 57,50% dan akar gulma sebesar 31,01%. Kolonisasi yang paling banyak terdapat pada plot yang ditanam jenis sorgum Numbu dan pertumbuhan Numbu 60

79 lebih baik dari ZH-30 serta pertumbuhan sentang menjadi lebih baik jika berada di plot yang ada sorgumnya dari pada di plot tanpa sorgum. Penyebaran akar sentang di plot sorgum lebih banyak dari pada di plot tanpa sorgum. Jangkauan akar sentang di plot sorgum lebih panjang dari pada di plot tanpa sorgum (Tabel 15). Akar sentang berhasil mengokupasi di area sorgum, namun belum terjadi interaksi negatif antara kedua komponen tersebut, bahkan mengindikasikan akar sentang membantu penyebaran spora mikorhiza dan infeksi ke akar sentang. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroba tanah dalam hal ini mikorhiza membantu didalam pertumbuhan tanaman baik itu sentang dan sorgum. Hasil penelitian Rumambi (2012) menunjukkan adanya interaksi antara pola tanam, aplikasi fosfat dan inokulasi V-AM mampu meningkatkankan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jagung dan sorgum. Pada plot tanpa sorgum terlihat adanya interaksi negatif antara akar sentang dan gulma, dimana akar gulma atau alang-alang sampai menembus akar sentang. Hal ini juga menunjukkan bahwa gulma berusaha mengokupasi di areal tempat tumbuh sentang dimana terdapat kandungan hara yang tersedia dari pemupukan awal. Akibat dari hal ini pertumbuhan sentang di plot tanpa sorgum menjadi terhambat. Namun karena adanya mikorhiza alami di plot tersebut, baik sentang maupun gulma bisa bertahan dan berkembang. Mikorhiza mampu meningkatkan daya tahan terhadap kekekeringan dan tahan terhadap dan terhadap serangan pathogen akar (Imas et al., 1989). Perkembangan sentang yang terbaik di plot tanpa sorgum ada di blok 2, dikarenakan kompetisi yang terjadi tidak dengan alang-alang namun dengan jenis gulma yang lain yaitu Phillanthus niruri, Mimosa pudica, Axonopus compressus, Mikonia micrantha, Setaria plicata, dan Borreria levis. Pada lokasi penelitian di blok 2 gulma-gulma tidak seinvasif alang-alang dan relatif tidak begitu tinggi. interaksi yang terjadi dalam percobaan ini dapat bersifat menghambat karena adanya faktor pembatas seperti aluminium (Al), tetapi jika ada yang bersifat mendorong karena kehadiran mikroba yang menguntungkan seperti endomikorhiza (V-AM). Mikorhiza tersebut dapat bersimbiosis dengan gulma, sentang, dan sorgum. 61

80 5.2 Pengaruh Jarak Tanam Sentang Usaha untuk meningkatkan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh oleh berapa faktor antara lain: jarak tanam, intensitas cahaya, dan jenis tanaman. Jarak tanam di dalam penelitian ini merupakan jarak tanam tanaman pokok sentang yaitu A1 (2,5 m x 2,5 m) dan A2 (2,5 m x5 m). Pemilihan jarak tanam ini didasarkan pada interaksi antara komponen penyusun agroforestri agar diperoleh pertumbuhan yang baik. Penguasaan ruang tumbuh bagian atas (above ground) dan ruang tumbuh di dalam tanah (below ground) akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa jarak tanam sentang belum berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi sorgum pada umur 14 BST. Pada percobaan pendahuluan menunjukkan perlakuan jarak tanam sentang pada umur 3 BST berpengaruh terhadap parameter tajuk sentang. Tajuk semakin lebar dan tinggi jika di tanam di jarak A1 (2,5 m x 2,5 m), hal ini menunjukkan jarak tanam sentang yang rapat dapat lebih mudah beradaptasi dengan baik di lapangan. Faktor internal dan eksternal sangat berpengaruh sekali terhadap pertumbuhan sentang umur 3 BST. Tanaman masih perlu beradaptasi dengan lingkungan. Jarak tanam yang rapat dapat mengurangi efek negatif dari pengaruh faktor iklim, misalkan angin yang kencang yang dapat menghambat pertumbuhan sehingga lebih stabil jika dibandingkan dengan jarak yang lebar. Namun demikian hasil lebar dan tinggi tajuk masih sangat kecil, ini dikarenakan sentang masih mengalami proses adaptasi dengan lingkungan di lapangan. Pada percobaan Agroforestri, jarak tanam sentang hanya berpengaruh terhadap parameter lebar tajuk sentang pada umur 14 BST. Hal ini ditunjukkan bahwa jarak tanam sentang yang lebar A2 (2,5 m x 5 m) terbukti pempengaruhi pertumbuhan tajuk sentang ke arah samping. Jarak tanam yang lebar memberikan ruang tumbuh tajuk sentang untuk berkembang lebih baik dari pada jarak yang rapat. Jarak tanam di dalam percobaan ini belum berpengaruh terhadap pertumbuhan sorgum selama 14 BST, hal ini berarti sentang belum terlihat berkompetisi dengan sorgum selama jangka waktu penelitian yaitu 14 BST. Sentang memiliki jenis tajuk yang conic atau seimbang, daunya majemuk dan mempunyai tingkat pelepasan cabang yang baik. Sentang dapat disarankan 62

81 sebagai tanaman pokok di dalam agroforestri dengan sorgum karena cahaya masing mencukupi, sehingga sorgum dapat menerima sinar matahari untuk berfotosintesis dengan baik. Pertimbangan arsitektur pohon dalam pemilihan jenis dalam agroforestri belum banyak diaplikasikan. Sentang memiliki arsitektur model Roux, sehingga tajuknya berbentuk kerucut (conic) dengan sistem percabangan yang seimbang. Jarak tanam sentang akan mempengaruhi kecepatan penutupan tajuk dan ekspansi sistem perakaran di dalam tanah. Pada awalnya sorgum akan tumbuh dengan baik ketika tajuk sentang belum tumbuh dengan baik karena pada dasarnya sorgum termasuk jenis tanaman C4 yaitu membutuhkan sinar matahari penuh untuk fotosintesis. Semakin bertambahnya umur maka tajuk sentang akan mulai menutup seluruh ruangan dan diperkirakan sorgum tidak dapat ditanam lagi pada jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m dalam kurun waktu 4 tahun, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m tidak dapat ditanam sorgum pada umur 8 tahun. Pada saat yang sama sistem perakaran sentang sudah dapat menginvasi areal perakaran dan akan menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak, sehingga interaksi yang terjadi bersifat negatif terhadap sorgum. Pendalaman lebih lanjut dapat difokuskan pada sistem jaringan pengaman unsur hara. Dalam hal ini, terdapat zonasi sistem perakaran antara tanaman pertanian (20 30 cm) dan tanaman kehutanan (> 30 cm), sehingga jika terjadi aliran unsur hara dari zonasi tanaman pertanian ke zonasi tanaman kehutanan maka unsur hara dan air akan dimanfaatkan oleh sistem akar yang di bawahnya. 5.3 Pengaruh Jenis Sorgum Pada percobaan pendahuluan perlakuan jenis sorgum, baik itu S1 (Numbu), S2 (ZH-30), dan S0 (tanpa sorgum) seluruhnya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang. Hal ini dikarenakan sentang masih berumur 3 BST dan masih beradaptasi dengan lingkungan, hal ini berarti dalam okupasi ruangan belum mengganggu pertumbuhan sentang umur 3 BST. Plot yang ditanami sorgum memberikan asupan hara ke sentang dari pupuk dan pengolahan lahannya. Pertumbuhan sentang di plot yang ditanami sorgum lebih baik jika dibandingkan dengan plot tanpa sorgum. Pada awal percobaan, biji 63

82 sorgum yang di tabur pada setiap plot menunjukkan persentase hidupnya kecil yaitu 33,9% untuk jenis Numbu dan 15,8% untuk jenis ZH-30. Hal ini dikarenakan faktor tanah yang kritis yang ditunjukkan oleh hasil analisis kimia tanah yaitu ph sangat rendah dan mengandung unsur aluminium (Al). Namun demikian, pertumbuhan Numbu lebih baik dari pada ZH-30 dan jika dilihat dari hasil produktivitasnya maka S1 (Numbu) lebih besar yaitu 5,51 kg/100 m 2 dari pada ZH-30 yaitu 1,68 kg/100 m 2. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Numbu ini termasuk varietas yang tahan terhadap cekaman Aluminium dan ph rendah. Hasil penelitian (Agustina et al., 2010) memperkuat bahwa varietas Numbu mempunyai daya tahan lebih baik terhadap kemasaman dan cekaman Al dibanding dengan ZH , B-75, dan B-69. Pada percobaan agroforestri perlakuan jenis sorgum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap parameter pertumbuhan sentang dan sorgum sendiri. Pertumbuhan diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk, fraksi akar horizontal dan kolonisasi V-AM sentang pada umur 14 BST di plot sorgum dan tanpa sorgum sangat nampak perbedaannya. Pertumbuhan diameter sentang yang paling bagus jika berada di plot sorgum Numbu (S1) sebesar 3,8 cm dan ZH-30 (S2) sebesar 3,65 cm, sedangkan di plot tanpa sorgum (S0) hanya 1,99 cm. Pada umumnya di tempat terbuka (S0) pertumbuhan diameter sentang seharusnya lebih besar dari pada di tempat yang ditanami sorgum (S1 dan S2), namun kenyataanya diameter sentang yang ditanam dengan sorgum Numbu dan ZH-30 memiliki diameter yang lebih besar. Dengan demikian, kehadiran sorgum justru memacu pertumbuhan diameter sentang. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi positif di sistem perakaran sorgum dan sentang melalui kolonisasi V- AM. Pertumbuhan lebar dan tinggi tajuk juga terlihat sangat berbeda di plot sorgum dibanding di plot tanpa sorgum. Hal yang serupa juga terjadi pada parameter perakaran dan juga kolonisasi akar terhadap V-AM, bahwa pada plot sorgum pertumbuhannya lebih baik dibanding dengan di plot tanpa sorgum. Pertumbuhan sorgum, baik itu Numbu dan ZH-30 lebih baik dibandingkan pertumbuhannya sewaktu di percobaan pendahuluan. Pada percobaan agroforestri, benih sorgum menggunakan benih hasil dari percobaan pendahuluan, sehingga pertumbuhannya lebih baik dikarenakan sorgum sudah adaptif terhadap 64

83 lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya persentase hidup dan hasil produksi sorgum. Kemudian untuk mengetahui manfaat sorgum sebagai pangan, pakan, dan energi maka dilakukan pengukuran berdasarkan umur panen sorgum yaitu 60 HST, 70, HST, 80 HST, dan 90 HST. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur panen maka kadar gula, biomassa, dan nira juga meningkat. Pertumbuhan sorgum dilihat dari persentase hidup dan produksi menunjukkan jenis S1 (Numbu) lebih baik dari pada jenis S2 (ZH-30), sedangkan pertumbuhan diameter dan tinggi sorgum sesuai dengan hasil dari kajian Balitserealia yang diacu Sihono (2009). Diameter Numbu lebih kecil dan lebih tinggi dibanding ZH-30, bobot biji 1000 butir Numbu lebih berat dari pada ZH- 30, sedangkan kadar gula dan nira lebih tinggi Numbu. Hal ini dikarenakan Numbu sudah menjadi varietas tahan terhadap cekaman Al dan ph rendah serta sudah dilepas sebagai varietas nasional, sedangkan ZH-30 masih merupakan galur harapan yang diperlukan kajian lebih lanjut untuk menjadi varietas untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pembatas dan pendorong pada penelitian agroforestri sangat terlihat sekali, yaitu menyangkut karakteristik tempat tumbuh dan perilaku komponen tanaman serta mikroba tanah (mikorhiza). Pada Tabel 4 hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa tempat tumbuh di lokasi penelitian tergolong kritis atau miskin hara, sehingga diperlukan proses adaptasi untuk tumbuhan yang akan ditanam, kemudian tanah yang dilakukan pengolahan lahan dan pengembangan teknik budidaya dengan penambahan arang dan kompos. Penggunaan arang (Biocharcoal) dalam budidaya sorgum berfungsi sebagai unsur pembenah tanah yang mampu mengatasi beberapa faktor pembatas sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Dalam hal ini biocharcoal juga sebagai soil manager dan soil conditioner. Biocharcoal sebagai soil conditioner akan memberikan pengaruh dalam pembentukan sistem perakaran, serapan hara, translokasi air dan hara serta membangun niche mikroba dalam tanah, khususnya V-AM. Peran yang paling menonjol dalam aplikasi dalam biocharcoal adalah mempengaruhi kadar gula dan volume nira yang diperoleh ketika dipanen, dan 65

84 peran dalam meningkatkan panjang dan berat malai sorgum ketika dipanen. Berat 1000 butir juga meningkat dengan adanya penambahan biocharcoal. Hal ini dapat difahami karena biocharcoal mampu mengakumulasi nutrisi dan air untuk mendukung pertumbuhan benih dan pengisian butir sorgum (Supriyanto at al. 2012). 5.4 Pengaruh Interaksi Pada sistem agroforestri (wanatani) pengaturan jarak tanam sangat penting, karena dalam luasan lahan tersebut akan terjadi interaksi antar tanaman dan saling mempengaruhi. baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Guna menghindari kegagalan agroforestri, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu proses terjadinya interaksi, penyebab terjadinya interaksi, dan jenis interaksinya. Pada penelitian percobaan pendahuluan belum ada interaksi antara komponen penyusun yaitu sentang dan sorgum, hal ini termasuk jenis interaksi netral yaitu diantara kedua tanaman tidak saling mempengaruhi, peningkatan produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau sebaliknya. Pada Tabel 6 hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa blok tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sentang baik itu diameter, tinggi, lebar dan tinggi tajuk di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tempat tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan sentang pada umur 3 BST, sehingga sentang masih dalam proses beradaptasi dengan faktor lingkungan. Hasil pada penelitian percobaan agroforestri belum menunjukkan interaksi antara jenis sorgum dengan jarak tanam yang nyata terhadap parameter pertumbuhan sorgum, namun fraksi akar horizontal mempengaruhi interaksi antara sorgum dan sentang. Hasil interaksinya ini menunjukkan jenis Numbu (S1) yang ditanam dalam areal sentang dengan jarak tanam 2,5 m x 5 m (A2) memiliki fraksi akar tertinggi yaitu yaitu 66 %, sedangkan jangkauan akar sentang paling panjang ada di plot yang ditanami sorgum Numbu (S1). Dengan demikian infasi akar sentang ke tempat tumbuh sorgum sebagai awal terjadinya interaksi. Dalam hal ini akar sentang lebih banyak dan mudah berkembang untuk membentuk akar horizontal guna melakukan penyerapan hara di lahan olah sorgum. Namun hal ini belum menunjukkan interference atau interaksi negatif, dikarenakan belum ada 66

85 komponen yang dirugikan. Namun, dilihat dari hasil kolonisasi V-AM maka akar sentang terkolonisasi paling banyak di lahan olah sorgum Numbu (S1), kemudian penyebaran spora mikorhiza pada akhir penelitian sekitar 170 spora per 10 g tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada interaksi positif antara komponen penyusun tersebut yaitu sorgum dengan sentang. Sorgum membantu dalam penyebaran spora dan kolonisasi akar ke sentang, sehingga pertumbuhan sentang dan sorgum lebih baik. Berbeda dengan interaksi yang terjadi di plot tanpa sorgum, bahwa sentang pertumbuhannya tertekan akibat adanya kompetisi dengan gulma yang menyebabkan interaksi negatif. Gulma menginvasi tempat tumbuh sentang sehingga terjadi perebutan hara dan air. Tempat tumbuh yang tidak dilakukan pengolahan dan pemupukan juga mengakibatkan akar sorgum tidak berkembang dengan baik, sehingga fraksi akar horizontal sentang kecil (Tabel 13) dan shoot-root ratio nya paling tinggi (Tabel 15). Tanah yang masam dan kandungan Al yang tinggi juga berakibat terhadap interaksi antar komponen di agroforestri yaitu antara akar sentang dan sorgum. Toksisitas Al akan menghambat perpanjangan akar dengan meningkatkan tegangan ion di dalam tanah atau larutan nutrisi (Blamey et al diacu dalam Marschner, 1995). Tanah yang terdeteksi masam di lokasi penelitian adalah akibat dari peningkatan konsentrasi aluminium (Al) yang bersifat toksik bagi tanaman dan rendahnya kelarutan dari unsur hara sehingga terjadi defisiensi. Tanah masam ini umumnya kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai ph rendah (masam), kandungan unsur P, Ca, Mg, Ca, Na dan kejenuhan basa (KB) yang rendah, serta kejenuhan Al yang tinggi (Tabel 4 dan Lampiran 1). Pembentukan suasana masam yang melewati daya dukung tanah dapat menghancurkan kisi mineral liat sehingga semakin banyak ion Al 3+ yang menjauhi kompleks jerapan, menjadi tersedia. Secara umum kehadiran aluminium di dalam media pertumbuhan, jika ph di atas 5 konsentrasi Al di dalam larutan tanah rendah dan pertumbuhan tanaman normal. Jika ph lebih rendah daripada 4, konsentrasi Al menjadi sangat tinggi dan pertumbuhan tanaman sangat terhambat yang disebabkan oleh keracunan Al, walaupun ion H + itu sendiri juga berbahaya untuk tanaman. 67

86 Gejala keracunan aluminium mudah diidentifikasi. Gejala yang terjadi pada tanaman sorgum adalah ketika tanaman sorgum di lapangan berumur lebih dari 15 HST, terlihat mulai layu, ujung daun mati dan berwarna kuning, serta akarnya pendek dan mengering. Pada tingkat selanjutnya jika tanaman tidak segera diganti maka akan terjadi kering dan akhirnya mati. Setelah diamati perakakarannya, terlihat akar tidak berkembang dan keriput berwarna kemerahan. Hal ini adalah gejala keracuanan Al yang paling mudah dilihat yaitu penghambatan pertumbuhan akar. Pada hasil penelitian menunjukkan tanaman kehutanan dalam hal ini adalah sentang lebih tahan terhadap kemasaman tanah dan cekaman Al dari pada tanaman pertanian (sorgum) di lokasi penelitian. Namun, sorgum varietas Numbu terbukti lebih tahan dari cekaman Al dan kemasaman tanah daripada sorgum galur ZH-30 di lokasi penelitian. Hal ini ditunjukkan pada percobaan pendahuluan terhadap persentase perkecambahan dan produktifitas sorgum yang awalnya rendah kemudian pada percobaan agroforestri meningkat dengan adanya proses adaptasi. Dalam penelitian ini beberapa sorgum (Numbu dan ZH-30) sudah ada yang toleran terhadap cekaman Al di lahan masam melalui proses adaptasi. Menurut Toylor (1992) dalam Hanum (2004) bahwa mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium sangat beragam yaitu (1) mekanisme eksklusi, yaitu suatu mekanisme yang berusaha menghambat aluminium masuk ke dalam sel tanaman, dan (2) mekanisme inklusi, yaitu suatu mekanisme yang memungkinkan tanaman melanjutkan proses tumbuhnya meskipun aluminium sudah masuk ke dalam sel tanaman. Mekanisme eksklusi adalah imobilisasi Al di bidang sel dengan permeabilitas membran yang selektif, peningkatan ph rizosfer atau apoplas, eksudasi ligan pengkelat, eksudasi fosfat, dan efluks. Kemampuan apoplas sel akar menjerat Al dianggap sebagai salah satu mekanisme toleransi terhadap Al, semakin kecil kemampuan akar untuk menyerap Al, tanaman semakin peka terhadap Al. Tanaman yang toleran terhadap Al akan meningkatkan ph pada daerah perakaran sehingga menurunkan kelarutan dan keracuanan aluminium. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis tanah awal dan akhir pada plot yang ditanam sorgum dengan yang tidak ditanam sorgum, bahwa dengan adanya pengelolaan tanah dan penanaman sorgum mengakibatkan keasaman dan cekaman 68

87 Al menurun (Lampiran 1). Indikasi yang lain adalah akibat dari simbiosis V-AM dengan komponen penyusun agroforestri yang saling menguntungkan sehingga sorgum dapat tumbuh dengan baik di lokasi penelitian (Tabel 23). V-AM membantu dalam penyerapan hara dan air melalui simbiosis yang terjadi di akar. Perakaran tanaman yang bersimbiosis dengan V-AM akan semakin melebar (luas) sehingga kesempatan dan kemampuan menyerap unsur hara semakin besar. Peningkatan penyerapan hara pada tanaman yang diasosiasikan dengan V-AM disebabkan adanya pengurangan jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, peningkatan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada bidang serap, serta terjadinya perubahan secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapan ke dalam akar tanaman. Pada sentang, sorgum dan gulma yang terkolonisasi mengindikasikan bahwa penyebaran spora yang terjadi di bawah permukaan tanah adalah melalui proses interaksi positif antar komponen penyusun di lokasi penelitian. Hal ini dibuktikan dengan hasil kolonisasi V-AM di akar tanaman penyususun komponen agroforestri yaitu sentang, sorgum dan gulma (Tabel 23 dan Lampiran 6). Terlihat jelas dari hasil rata-rata kolonisasi V-AM di akar sentang menunjukkan yang paling tinggi yaitu 61,67%, kemudian pada sorgum sebesar 57,50% dan pada gulma sebesar 31,01% Interaksi antara pohon dan tanaman bawah yang terjadi, baik yang ada di atas maupun di bawah permukaan tanah belum menunjukkan interference atau interaksi negatif di plot sorgum, sedangkan hal yang berbeda terjadi di plot tanpa sorgum dimana interference terjadi di sistem akar yaitu kompetisi akar gulma dengan akar sentang yang saling membutuhkan unsur hara dan air. 69

88 VI. KESIMPULAN Bentuk interaksi agroforestri sentang dan sorgum yang diatur melalui jarak tanam sentang (2,5 m x 2,5 m dan 2,5 m x 5 m) menunjukkan interaksi positif karena dapat meningkatkan pertumbuhan sorgum dan sentang. Sistem perakaran sentang dan sorgum saling membentuk jaringan pengaman unsur hara yang saling menguntungkan. Interaksi tersebut terdapat faktor pembatas seperti ph dan toksisitas aluminium (Al), sehingga perlu dilakukan proses adaptasi sorgum terhadap cekaman Al. Sorgum varietas Numbu lebih toleran terhadap Al daripada ZH-30. Potensi V-AM alami (berasosiasi dengan gulma) termasuk rendah yaitu 49 spora per 10 g tanah, tetapi potensi V-AM meningkat ketika ditanam sorgum dan sentang yaitu sebesar 170 spora per 10 g tanah. Sorgum pada dasarnya merupakan tanaman inang yang sering dijadikan untuk perbanyakan spora V-AM oleh banyak peneliti. Potensi V-AM tersebut membantu dalam serapan hara dan air kepada sentang dan sorgum sebagai bagian dari jaringan pengaman unsur hara. Penutupan tajuk sentang pada jarak tanam sentang 2,5 m x 2,5 m sudah tidak dapat ditanami sorgum pada umur 4 tahun, sedangkan pada jarak tanam sentang 2,5 m x 5 m penutupan tajuk total diprediksi pada umur 8 tahun. 70

89 VII. SARAN 1. Perlu kajian khusus untuk mengatasi masalah tanah dengan ph yang rendah dan Al tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan sentang dan sorgum. 2. Perlu kajian yang lebih mendalam lagi mengenai penelitian peran V-AM untuk meningkatkan pertumbuhan sentang. 3. Perlu penelitian pertumbuhan sorgum dengan penutupan tajuk sentang yang lebih rapat. 71

90 DAFTAR PUSTAKA Agustina A K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D Uji Daya Adaptasi Sorgum pada Lahan Kering Masam Terhadap Toksisitas Aluminium dan Defisiensi Fosfor (Sorghum bicolor L. Moench). Pekan Serealia Nasional Brundrett M, Boucher N, Dell N B, Grove T, Malajezuk N Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. In Internasional Mycorrhizae Workshop. Kaiping. China. Departemen Kehutanan Informasi Singkat Benih No. 18 tentang Azadirachta excelsa Jack. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Dephut. Jakarta. Departemen Kesehatan Nilai Gizi Sorgum. Direktorat Gizi, Depkes RI. Jakarta. Giovanneti M, Mosse B An Evaluation of Technique For Measuring Vesiculer-Arbuscular Mycorryzal Infection in Root. New Phytol. Gomez K A, dan Gomez A A Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua: Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Hairiah K WANULCAS Model Simulasi untuk Sistem Agroforestri. Internasional Center for Research in Agroforestry. Southeast Asian Regional Research Programme, Bogor. Indonesia. Hairiah K, et al Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologis: Refleksi Pengalaman dari Lampung Utara. ISBN Bogor. ICRAF. 187 p. Hanum C Penapisan Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) Toleran Cekaman Aluminium dan Kekeringan Serta Tanggap Terhadap Mikoriza Vesikular Arbuskular. Desertasi. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Harja D, Vincent G Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator User Guide and Software. World Agroforestry Center (ICRAF) and Institut de Recherche pour le Developpement (IRD). Hodges S S Agroforestri: An Integrated of Land Use Practices. University of Missouri Center for Agroforestry. 72

91 Hoeman S Pemuliaan Tanaman Sorgum di Patir Batan. [online]. Available at: < [Accessed 6 November 2011] [ICRISAT/FAO] The Word Sorghum and Millet Economie: Facts, trend and outlook. FAO/ICRISAT Publication. ISBN p. Imas T, Hadioetomo R S, Gunawan A W, Setiadi Y Mikrobiologi Tanah II. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koide R T, Mosee B A History of Research on Arbuscular Mycorrhiza. Mycorrhiza. Koopelman R, Lai C K Asia Facific Agroforestri. Second Edition. FAO. Bangkok. Mansur I Teknik Silvikultur untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Bogor. SEAMEO-BIOTROP. Marschner H Mineral Nutrition of Higher Plants. Ed ke-2. London: Academic Press Limited Michon G, de Foresta H Agroforest Khas Indonesia. Internasional Centre For Research In Agroforestry. Bogor. Orwa et al Sentang (Azadirachta excels) [online]. Available at : < a.pdf> [Accessed 12April 2011]. Prawira SA dan Oetja, editor Pengenalan Jenis jenis Pohon Ekspor Serie ke VIII. Bogor : Lembaga Penelitan Hutan. Rumambi A Penyediaan Pakan Berkelanjutan Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Aplikasi Fosfat Alam Pada Arachis pintoi cv Amarillo Dalam Tumpangsari Dengan Jagung (Zea mays L) atau Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). Desertasi. IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan. Sanchez, Pedro A. and Terry J. Logan Myths and science about the chemistry andfertility of soils in the tropics. In R. Lal and P. A. Sanchez. Myths and science of soils of the tropics. Soil Science Society of America special Publication no. 29. Setiadi Y Status Penelitian dan Pemanfaatan Cendawan Mikorhiza Arbuskula dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor November Asosiasi Mikorhiza Indonesia. 73

92 Setiadi Y, Mansur I, Budi S W, Achmad Mikrobiologi Tanah Hutan: Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Sihono Pelepasan Galur B-100, ZH-30, dan B-75 Sebagai Varietas Sorgum Unggulan Dengan Nama Varietas TARING, PAHAT, Dan ARIT. Jakarta. BATAN. Soedarsono S. dan Hanafi H Potensi Rumput Hermada (Sorgum bicolour L Moench) untuk Mendukung Crop Livestock Sistems di Lahan Kering Gunung Kidul, Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Bogor. Supriyanto, Wibowo ARP, Suryani A. 2011a. Penerapan Biocharcoal Untuk Pertumbuhan Beberapa Sorgum Mutan Dalam Sistem Agroforestri Yang Berkelanjutan. Penelitian DIPA BIOTROP Tahun Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (SEAMEO BIOTROP), Bogor. Tidak dipublikasikan. Supriyanto. 2011b. Pengembangan Sorgum untuk Menunjang Kebutuhan Pangan, Pakan, Energi dan Industri. [Booklet] November. Bogor. SEAMEO- BIOTROP. Supriyanto, Safe i R, Risman M Penerapan Biocharcoal dan Boron untuk Meningkatkan Produktivitas Beberapa Galur Sorgum Manis untuk Mendukung Kebutuhan Pangan, Pakan dan Energi. Penelitian DIPA BIOTROP Tahun Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Studi Regional Penelitian Biologi Tropis (SEAMEO BIOTROP), Bogor. Tidak dipublikasikan. Van Noordwijk M, Purnomosidhi P Root Architecture in Relation to Three- Soil-Crop Interactions and Shoot Pruning in Agroforestry. Agroforestry System 30: Zubair Anas Teknologi Bertanam Sorgum. Wordpress.com [Blog]. Available at: < [Accessed 5 Desember 2011]. 74

93 LAMPIRAN 75

94 Lampiran 1. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah 76

95 77

96 78

97 79

98 Lampiran 2. Foto kondisi lokasi penelitian sebelum pengolahan lahan a b c d e f Keterangan: a. Kondisi awal blok 1 b. Kondisi awal blok 2 c. Kondisi gulma d. Kondisi awal blok 3 e. Kondisi tanaman jagung yang ditanam f. Kondisi vegetasi di lokasi awal 80

99 Lampiran 3. Foto agroforestri sentang dan sorgum a b Numbu ZH-30 c d Tanpa sorgum (ilalang) Tanpa sorgum (gulma) e 2,5 m x 5 m f 2,5 m x 2,5 m 81

100 Lampiran 4. Foto sebaran dan pertumbuhan akar sentang Akar Sentang ditembus ilalang Akar sentang di plot sorgum Pengambilan sampel akar sentang 82

101 Lampiran 5. Foto Spora V-AM sebelum dan sesudah penanaman sentang dan sorgum Beberapa spora V-AM sebelum penanaman sentang dan sorgum 70 μm Glomus sp. 85 μm Glomus sp. 100 μm 60 μm Glomus sp. Glomus sp. Beberapa spora V-AM sesudah penanaman sentang dan sorgum 65 μm 85 μm Glomus sp. Glomus sp. 75 μm Glomus sp. 80 μm Acaulospora 83

102 Lampiran 6. Kolonisasi V-AM pada akar sentang, sorgum dan ilalang v h a b h h c d AV h e f Keterangan: a. Vasicle (v) di akar sentang b. Hifa (h) di akar ilalang c. Hifa (h) di sentang d. Hifa (h) disentang e. Auxiliary vesicle (AV) f. Hifa di sorgum 84

103 Lampiran 7. Proyeksi horizontal tajuk sentang pada umur 3 BST dab 14 BST a) Blok 1 umur 3 BST A1,S1 A1,S2 A1,S0 A2,S2 A2,S1 A2,S0 b) Blok 1 umur 14 BST A1,S1 A1,S2 A1,S0 A2,S2 A2,S1 A2,S0 85

104 c) Blok 2 umur 3 BST A1,S2 A1,S1 A1,S0 A2,S1 A2,S0 A1,S2 d) Blok 2 umur 14 BST A1,S2 A1,S1 A1,S0 A2,S1 A2,S0 A1,S2 86

105 e) Blok 3 umur 3 BST A1,S1 A1,S0 A1,S2 A2,S0 A2,S2 A2,S1 f) Blok 3 umur 14 BST A1,S1 A1,S0 A1,S2 A2,S0 A2,S2 A2,S1 87

106 Lampiran 8. Prediksi pembukaan tajuk sentang umur 2, 4 dan 8 tahun a) Blok 1 umur 2 tahun b) Blok 2 umur 2 tahun c) Blok 3 umur 2 tahun 88

107 d) Blok 1 umur 4 tahun e) Blok 2 umur 4 tahun f) Blok 3 umur 4 tahun 89

108 g) Blok 1 umur 8 tahun h) Blok 2 umur 8 tahun 90

109 h) Blok 3 umur 8 tahun 91

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jumlah penduduk yang besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri a. Pengertian Perubahan lingkungan daerah tropika berkaitan erat dengan perubahan hutan alam yang menimbulkan erosi, kepunahan flora dan fauna, dan perluasan lahan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman

V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman V. PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan di Lokasi Penanaman a. Faktor pembatas Sesuai dengan hasil survei dan wawancara, kondisi lahan penelitian awalnya merupakan lahan perkebunan yang ditanami pohon karet dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan untuk mencukupi kebutuhan setiap penduduk. Di Indonesia, masalah ketahanan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Salah satu tantangan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah ketahanan pangan nasional. Ketahanan pangan nasional adalah masalah sensitif yang selalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di Indonesia. Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2012), pada tahun 2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan dan krisis energi sampai saat ini masih menjadi salah satu perhatian utama dalam pembangunan nasional. Usaha peningkatan produksi bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan adalah padi,

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan adalah padi, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan adalah padi, padahal ketahanan pangan yang terlalu bergantung pada satu komoditas tanaman mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk akan terus menuntut pemenuhan kebutuhan dasar terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. minyak bumi pun menurun. Krisis energi pun terjadi pada saat ini, untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber energi semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Namun hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber energi yang ada. Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan energi dunia yang dinamis dan semakin terbatasnya cadangan energi fosil menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin meningkat, terutama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L] Moench) Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) termasuk dalam divisi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L] Moench) Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) termasuk dalam divisi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L] Moench) Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) termasuk dalam divisi Spermatopytha, kelas Monokotiledonae, ordo Poales, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sungai Niger di Afrika. Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sungai Niger di Afrika. Di Indonesia sorgum telah lama dikenal oleh petani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sorgum (Sorghum bicolor L. merupakan tanaman biji-bijian (serealia) yang banyak dibudidayakan didaerah beriklim panas dan kering. Sorgum bukan merupakan tanaman asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya perkembangan teknologi di dunia, maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Sorgum Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae (Poaceae). Tanaman ini telah lama dibudidayakan namun masih dalam areal yang terbatas. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial

I. PENDAHULUAN. Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum (Sorghum bicolor [L.] Moench) adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diversifikasi Pangan Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan, politik dan sosial. Oleh sebab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring prediksi peningkatan jumlah penduduk tahun 2023 sebayak 400 juta orang, maka kebutuhan sandang papan, pangan dan enegi juga meningkat. Disisi lain terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 71 PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench] merupakan salah satu tanaman pangan utama dunia. Hal ini ditunjukkan oleh data mengenai luas areal tanam, produksi dan kegunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap komoditas beras sebagai bahan pangan utama cenderung terus meningkat setiap

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. PENGANTAR Latar Belakang Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia. Produktivitas ternak ruminansia sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang berkualitas secara cukup dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Peranan sektor pertanian tanaman pangan di Indonesia sangat penting karena keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010,

Lebih terperinci

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI

EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI EFEK PEMOTONGAN DAN PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS Borreria alata (Aubl.) SEBAGAI HIJAUAN MAKANAN TERNAK KUALITAS TINGGI SKRIPSI Ajeng Widayanti PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Bagan Penanaman Pada Plot 20 cm 70 cm X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X = Tanaman Sampel. Pengambilan dilakukan secara acak tanpa mengikutsertakan satu barisan terluar plot.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama padi, jagung,tebu,gandum, dan lain-lain. Di jawa tengah dan jawa timur, sorgum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak. terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman

PENDAHULUAN. dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak. terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peningkatan produksi bahan pangan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama makanan pokok terus meningkat sejalan dengan laju pembangunan dan pertambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SKRIPSI Oleh : ROMMEL PARDOSI 041202018/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Tanaman Sorgum. Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Sorgum Berdasarkan klasifikasi botaninya, Sorghum bicolor (L.) Moench termasuk ke dalam : Kingdom : Plantae Divisi Class Ordo Family Genus : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum 2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dinamakan akar adventif (Duljapar, 2000). Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seperti akar tanaman jagung tanaman sorgum memiliki jenis akar serabut. Pada ruas batang terendah diatas permukaan tanah biasanya tumbuh akar. Akar tersebut dinamakan akar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Bahan dan Alat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitan Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan UPTD Lahan Kering, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Tenjo, Kabupaten Bogor. Pengujian laboratorium dan rumah kaca dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 16 bulan, terhitung dari bulan Desember 2010 s/d Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Silvikultur, SEAMEO-BIOTROP

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ubi Kayu Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Tanaman ini selain banyak mengandung zatzat gizi juga bermanfaat untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH

EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH EFEK PEMBERIAN MIKORIZA DAN PEMBENAH TANAH TERHADAP PRODUKSI LEGUMINOSA PADA MEDIA TAILING LIAT DARI PASCA PENAMBANGAN TIMAH SKRIPSI NOVRIDA MAULIDESTA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubi kayu dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim

BAB I PENDAHULUAN. tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri. adalah spesies Sorghum bicoler (japonicum). Tanaman yang lazim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sorgum merupakan tanaman asli dari wilayah- wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik tenggara dan Australasia, wilayah yang meliputi Australia, Selandia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sumber energi. Sorgum juga mempunyai potensi sebagai bahan baku

I. PENDAHULUAN. industri dan sumber energi. Sorgum juga mempunyai potensi sebagai bahan baku I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sorgum merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena dapat menjadi salah satu tanaman yang mampu memenuhi kebutuhan pangan, industri dan sumber energi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh petani Indonesia khususnya di daerah Jawa, NTB dan NTT. Pada setiap daerah tanaman

Lebih terperinci

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari The Effect of Peanut (Arachis hypogaea L.) and Corn (Zea mays

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum. Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorgum bicolor [L].Moench) merupakan tanaman yang termasuk di dalam famili Graminae bersama dengan padi, jagung, tebu, gandum,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN RADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN DAYA HASIL DAN UMUR PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG DAN CEMPO IRENG

PENGGUNAAN RADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN DAYA HASIL DAN UMUR PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG DAN CEMPO IRENG PENGGUNAAN RADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN DAYA HASIL DAN UMUR PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG DAN CEMPO IRENG TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Magister Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan penyediaan kayu jati mendorong Perum Perhutani untuk menerapkan silvikultur intensif guna memenuhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI

PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI PEMBERIAN PUPUK P DAN Zn UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN P DAN Zn DI TANAH SAWAH SKRIPSI OLEH : KIKI DAMAYANTI 110301232 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein nabati yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Biji kedelai digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI 19 RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP PEMBERIAN MULSA DAN BERBAGAI METODE OLAH TANAH SKRIPSI Oleh: KHAIRUNNISA 100301046 / BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) VARIETAS TUK-TUK TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK KCl SKRIPSI OLEH: DEWI MARSELA/ 070301040 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma

Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Waktu Penyiangan Gulma Respons Pertumbuhan dan Hasil Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Terhadap Jarak Tanam dan Response of growth and result sorghum in spacing and weeding time Wika Simanjutak, Edison Purba*, T Irmansyah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN 1 TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI LOKAL SAMOSIR TERHADAP PROPORSI DAN WAKTU PEMANGKASAN SKRIPSI Oleh: RIA SRI HARTATY SIDAURUK 050301037 DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merill.), merupakan salah satu sumber protein penting di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman kedelai

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Perusahaan milik negara yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di Pulau Jawa dan Madura dengan

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroforestry 2.1.1. Definisi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS RESPONSE OF PLANTING DISTANCE AND GRANUL ORGANIC FERTILIZER DOSAGE DIFFERENT ON GROWTH

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN PERBEDAAN SISTEM PENGOLAHAN TANAH SKRIPSI OLEH:

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN PERBEDAAN SISTEM PENGOLAHAN TANAH SKRIPSI OLEH: RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TIGA VARIETAS SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DENGAN PERBEDAAN SISTEM PENGOLAHAN TANAH SKRIPSI OLEH: LEONARD SEPTIAN MUNTHE 080301085 BDP-AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa depan karena mengandung karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Lahan Kering dan Potensinya di Bali Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH

PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH 1 PENGARUH JUMLAH BIBIT DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO YANG DIMODIFIKASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN SKRIPSI OLEH : STEPHANIE C.C. TAMBUNAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum berasal dari Afrika, beberapa varietas asalnya antara lain White Durra,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum berasal dari Afrika, beberapa varietas asalnya antara lain White Durra, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Sorgum Sorgum berasal dari Afrika, beberapa varietas asalnya antara lain White Durra, Brown Durra, White Kafir, Red Kafir, dan Milo. Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena

I. PENDAHULUAN. dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang tumbuh hampir di seluruh dunia. Jagung menjadi salah satu bahan pangan dunia yang terpenting karena mempunyai kandungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum berasal dari bahasa latinsorgum bicolor L. Moench.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum berasal dari bahasa latinsorgum bicolor L. Moench. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sorgum Tanaman sorgum berasal dari bahasa latinsorgum bicolor L. Moench. Tanaman ini berasal dari wilayah sungai Niger di Afrika.Sorgum termasuk tanaman utama di peringkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam

I. PENDAHULUAN. lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Sumarno dan Karsono 1996 dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) PENGARUH TUMPANG SARI DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Dedi Soleh Effendi, S. Taher, dan W. Rumini Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L. PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) METODE SRI SKRIPSI OLEH : ADIFA OLAN I. SIMATUPANG 040301004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci