PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA"

Transkripsi

1 PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Erly Rizka Adistya NIM B

4 ABSTRAK ERLY RIZKA ADISTYA. Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus). Dibimbing oleh AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada nilai leukosit kuda. Penelitian menggunakan 6 ekor kuda crossbred terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor betina berumur 2-10 tahun yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di URR, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel darah diambil setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Nilai leukosit darah selanjutnya dianalisis menggunakan analisis bervariasi (ANOVA). Persentase rata-rata Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda-kuda ini adalah 1.05%, 1.01%, dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala klinis dan berpotensi sebagai hewan pembawa. Berdasarkan penelitian infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak berpengaruh nyata pada nilai leukosit. Kata kunci: parasit darah, nilai leukosit, kuda

5 ABSTRACT ERLY RIZKA ADISTYA. The Effect of Blood Parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) Infestation in Leukocyte Value Horse (Equus caballus). Supervised by AMROZI dan UMI CAHYANINGSIH. This study was made to observe the effect of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) on leukocyte value in horse. The blood samples were taken from 6 crossbred horses (3 male and 3 female) positively infected by blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) with variant age (2-10 years old) in URR, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University. Blood samples were taken every 2 weeks for 2 months. The blood leukocyte value were analyzed using variance analysis (ANOVA). Average of Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp. in those horses was 1.05%, 1.01%, and 0.68%, respectively. Horses with mild parasitemia were not show clinical sign and potentially become parasite carrier. Based on the research the mild infestation of blood parasite (Anaplasma sp., Theileria sp., and Babesia sp.) was not significantly influence the leukocyte value. Keywords: blood parasite, leukocyte value, horse

6 PENGARUH INFESTASI PARASIT DARAH (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) PADA NILAI LEUKOSIT KUDA (Equus caballus) ERLY RIZKA ADISTYA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

7 Judul Skripsi : Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus) Nama : Erly Rizka Adistya NIM : B Disetujui oleh drh. Amrozi, PhD Pembimbing I Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS. Pembimbing II Diketahui oleh drh. Agus Setiyono, MS. Ph. D, APVet Wakil Dekan FKH

8 Tanggal Lulus:

9 37 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kotabaru, Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Juni 1991 dari ayah Ahmad Gazali, S.Pd, MM. dan Ibu Erna Yulida, S.Sos.. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara di keluarga ini. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan dari TK Aba Al Jihad, SDN Dirgahayu 6, SMPN 1, dan SMAN 1 di Kabupaten Kotabaru. Tahun 2008 penulis masuk Program Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Katalis periode , anggota Divisi Kuda di Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Eksotik, anggota di UKM Badminton, dan ketua Sorcherry Riding Club (Klub Berkuda) periode tahun

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia dan Rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2012 ini adalah parasit darah, dengan judul Pengaruh Infestasi Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) pada Nilai Leukosit Kuda (Equus caballus). Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak drh. Amrozi, PhD dan Ibu Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr. drh. Nurhidayat, M.S.PAvet. yang telah membantu dalam proses pemotretan preparat ulas darah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Ahmad Gazali, Ibunda Erna Yulida, Hazar Sukareksi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, perhatian, dan kasih sayangnya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman SRC (Sorcherry Riding Club), Ade Ocktaviani R, SKH, drh. Sarah Ulia, semua pihak yang membantu selama penilitian, serta semua teman-teman yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Erly Rizka Adistya

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kuda 2 Darah 3 Leukosit 3 Nilai Leukosit 4 Neutrofil 4 Eosinofil 4 Basofil 4 Limfosit 5 Monosit 5 Parasit Darah 5 Anaplasma sp. 5 Theileria sp. 6 Babesia sp. 6 BAHAN DAN METODE 6 Waktu dan Tempat Penelitian 6 Hewan Percobaan 7 Metode Pengambilan Darah 7 Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit) 7 Pewarnaan Preparat Ulas Darah 7

12 Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit 8 Pengolahan Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Identifikasi dan Persentase Parasit Darah 8 Anaplasma sp. 10 Theileria sp. 10 Babesia sp. 10 Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai 11 Leukosit Selama Sembilan Minggu SIMPULAN DAN SARAN 14 Simpulan 14 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 17 RIWAYAT HIDUP 37

13 DAFTAR TABEL 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda 8 (Equus caballus) 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, 11 Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus) 3 Status Present pada kuda (Equus caballus) 12 4 Nilai Total Leukosit (per mm 3 ) pada kuda (Equus caballus) 13 5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus) 13 DAFTAR GAMBAR 1 Kuda (Dokumentasi) 2 2 Leukositopoiesis 3 3 Neutrofil 4 4 Eosinofil 4 5 Basofil 4 6 Limfosit 5 7 Monosit 5 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. 5 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp Gambaran mikroskopis Babesia sp Gambaran Mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan Gambaran Mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan Gambaran Mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan 11

14 DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Statistik (ANOVA) Parasit Darah (Anaplasma sp., Theileria sp., 17 dan Babesia sp.) 2 Hasil Statistik (ANOVA) Nilai Leukosit 22

15

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Kuda (Equus caballus) merupakan mammalia yang masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Pada mulanya, kuda hanya dijadikan sebagai bahan makanan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia menggunakan kuda sebagai sarana transportasi, sarana perang, dan olah raga. Peranan kuda sebagai sarana transportasi telah berhasil membuka isolasi daerah pedalaman sehingga masyarakat di daerah itu dapat berkomunikasi dengan masyarakat luar. Sebagai sarana dalam perang, kuda dipakai untuk tunggangan para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang (Soehardjono 1990). Kesehatan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam memelihara kuda karena kesehatan kuda sangat mempengaruhi keindahan, kegagahan, dan tenaga kuda tersebut. Berdasarkan data DITJENNAK (2003), populasi kuda di seluruh provinsi Indonesia rata-rata mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi kuda tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang bersifat akut ataupun kronis, salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit darah. Kuda yang terinfeksi oleh parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. akan menyebabkan kehilangan darah yang berdampak serius pada kuda tersebut, sehingga menyebabkan kerugian akibat pertumbuhan terhambat, penurunan bobot badan, penurunan daya kerja, dan penurunan daya reproduksi (Soulsby 1982). Penyebaran parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dipengaruhi populasi caplak (Soulsby 1982) dan kondisi geografis, iklim, cuaca, sosial budaya, serta sosial ekonomi di daerah tersebut (Brotowidjoyo 1987). Leukosit yang berfungsi melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme asing yang dapat menimbulkan penyakit akan berpengaruh nilainya akibat keberadaan parasit darah (Kelly 1984). Leukosit dibagi menjadi granulosit terdiri atas neutrofil, eosinofil, serta basofil dan agranulosit terdiri atas monosit serta

17 limfosit (Guyton dan Hall 2006). Hasil penelitian digunakan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus) serta mengetahui jenis leukosit yang berperan karena adanya parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. pada kuda tersebut. Perumusan Masalah 1. Apakah terdapat infestasi parasit darah pada kuda-kuda di URR? 2. Berapakah persentase infestasi parasit darah pada kuda-kuda yang positif terinfeksi? Tingkat keparahan? 3. Berapakah nilai% relatif Leukosit (Eosinofil, Neutrofil, Basofil, Limfosit, Monosit) 4. Setelah mengetahui persentasenya, apakah terbukti infestasi parasit darah akan mengubah nilai normal leukosit? Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh infestasi parasit darah pada nilai leukosit kuda (Equus caballus). Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ialah untuk mengetahui ada atau tidaknya parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) sehingga dapat melakukan pencegahan agar tidak menimbulkan penyakit yang lebih berat dan dapat mengetahui jenis leukosit yang berperan dalam keberadaan parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.).

18 TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem reproduksi poliestrus (Draper 2003). Nenek moyang kuda pertama kali dikenal dengn nama Hyracoterium dan diperkirakan telah ada sekitar juta tahun yang lalu (Kidd 1995). Kuda pada awalnya memiliki konformasi tubuh ramping dan panjang dengan ukuran tubuh sebesar serigala sehingga dapat bergerak lincah. Pada bagian ekstremitas terdapat 3 jari pada bagian kaki depan dan 4 jari pada kaki belakang. Seiring dengan perubahan geografis dunia, maka kuda mengalami proses evolusi menjadi sebesar domba yang dikenal dengan nama Mesohippus dan diperkirakan hidup sekitar 35 juta-25 juta tahun yang lalu. Perubahan morfologis yang terjadi yakni hanya terdapat 3 jari pada kaki depan. Merychippus merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses evolusi kuda. Spesies ini memiliki karakteristik yang hampir mirip dengan kuda Shetland poni. Mulai saat itu tidak terjadi perubahan berarti dalam evolusi kuda karena proses adaptasi sudah berlangsung dengan lebih baik. Perkembangan selanjutnya dikenal dengan nama Pliohippus yang diperkirakan hidup sekitar 7-2 juta tahun yang lalu.

19 Pliohippus menjadi kuda berteracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi Equus caballus yang dikenal saat ini. Kuda Prezwalski yang terdapat di Rusia dan Mongolia dianggap sebagai salah satu nenek moyangnya kuda yang ada saat ini, karena morfologi tubuhnya yang masih mirip dengan ancestor kuda sebelumnya (Kidd 1995). Kuda merupakan salah satu hewan yang memiliki kemampuan istimewa seperti jinak, dapat berenang, mudah dilatih dan dapat merasakan lingkungan sekitarnya. Perkembangan kuda di Indonesia dimulai sejak berdirinya kerajaan Hindu Budha pada abad ke -7 Masehi. Kuda di Indonesia digunakan untuk bahan makanan (terutama masyarakat Indonesia Bagian Timur), sarana perang (saat Kerajaan Hindu-Budha abad VII Masehi, Kerajaan Islam abad XIII-XV dan penjajahan Belanda abad XVIII) dan juga sebagai sarana transportasi untuk mengangkut semua hasil bumi (Soehardjono 1990). Salah satu jenis kuda yang menjadi cikal bakal perkembangan kuda di Indonesia adalah kuda (Equus caballus) yang berasal dari Pulau Jawa, seperti kuda Tengger, kuda Priangan dan kuda Dieng. Menurut para ahli, ketiga jenis kuda tersebut merupakan nenek moyang kuda di Pulau Jawa yang populasinya terancam punah. Kuda ini tergolong ke dalam kuda poni dengan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan spesies kuda poni dari wilayah lain di Indonesia, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan tropis sepanjang hari, sehingga biasa digunakan oleh para penduduk di Jawa sebagai sarana transportasi (Mackay 1995). Darah Darah adalah jaringan yang berbentuk cair dan mengalir melalui saluran vaskuler (Jain 1993). Menurut Kay (1998) beberapa substansi yang ditransportasikan oleh darah di antaranya adalah gas O 2 dan CO 2, nutrisi, sisa produk metabolisme, sel darah khusus, hormon, dan panas. Kuda memiliki volume darah sekitar 7-8% bobot badannya. Volume darah di dalam tubuh kuda bervariasi jumlahnya bergantung pada umur, jenis kelamin, status reproduksi, status emosional, dan aktivitas fisik (Douglas et al. 2010).

20 Leukosit Leukosit berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan agen-agen patogen, zat beracun, dan menyingkirkan sel-sel rusak serta abnormal (Kelly 1984). Pembentukan leukosit dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 leukositopoiesis (Guyton dan Hall 2006) Pembentukan sel darah putih diawali dari differensiasi stem sel menjadi myeloblast dan prolimfosit, kemudian myeloblast menjadi 2 bagian, yaitu premyelosit dan monosit myelosit. Premyelosit berdifferensiasi menjadi 3 bagian yang kemudian membentuk sel-sel granulosit yang terdiri atas eosinofil, neutrofil, dan basofil. Monosit myelosit membentuk monosit. Sedangkan prolimfosit akan berdiferensiasi membentuk limfosit (Bacha dan Bacha 1990). NILAI LEUKOSIT Neutrofil Neutrofil berdiameter µm, bergranul dan memiliki inti bergelambir. Neutrofil merupakan garis pertahanan pertama yang berfungsi memfagositosis infestasi kuman patogen dengan masa hidup kira-kira 5 hari (Tizard 1982).

21 Gambar 3 Neutrofil (Douglas et al. 2010) Eosinofil Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, butir-butir asidofil cukup besar, berdiameter µm dan hidup selama 3-5 hari (Dellman dan Brown 1987). Eosinofil berperan sebagai sel fagosit terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan antibodi (Martini et al. 1992). Gambar 4 Eosinofil (Douglas et al. 2010) Basofil Basofil memiliki diameter µm, dengan inti dua bergelambir atau bentuk inti tidak teratur, granulanya berukuran µm, berwarna biru tua/ungu (Dellman dan Brown 1987). Sel basofil sangat sulit ditemukan (Jain 1993). Basofil berperan dalam respon alergi (Guyton dan Hall 2006). Gambar 5 Basofil (Douglas et al. 2010)

22 Limfosit Limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar berdiameter µm dan limfosit kecil berdiameter 6-9 µm (Dellman and Brown 1987). Limfosit berperan dalam proses kekebalan dalam pembentukan antibodi khusus (Wresdiyati 2002). Ada dua jenis sel limfosit, yaitu sel limfosit-t dan sel limfosit- B. Sel limfosit-t (Sel-T) erat hubungannya dengan pertahanan seluler, sedangkan sel limfosit-b (Sel-B) berperan dalam pertahanan humoral (Martini et al. 1992). Gambar 6 Limfosit (Douglas et al. 2010) Monosit Monosit merupakan leukosit terbesar dengan diameter µm dan berbentuk tapal kuda (Dellman and Brown 1987). Monosit memiliki kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari neutrofil karena dapat memfagosit 100 sel bakteri (Guyton dan Hall 2006). Gambar 7 Monosit (Douglas et al. 2010)

23 Parasit Darah 1. Anaplasma sp. Anaplasma sp. merupakan parasit darah yang memiliki mortalitas pada hewan agak tinggi (Merchant dan Barner 1971), terdiri atas massa globular padat berukuran 0.3 sampai 1.0 µm (Jensen1974). Gambar 8 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. (Noaman et al. 2009) 2. Theileria sp. Theileria sp., menurut Soulsby (1982) berbentuk batang berukuran kirakira µm x µm memiliki siklus hidup yang terjadi dalam tubuh caplak dan di tubuh induk semang. Gambar 9 Gambaran mikroskopis Theileria sp. (Mahmood et al. 2011) 3. Babesia sp. Menurut Levine (1995), Babesia sp. termasuk dalam subfilum Apicomplexa, kelas Piroplasma, dan family Babesiidae. Babesia sp. dapat

24 menyebabkan babesiosis. Babesia sp. memiliki diameter µm. Perkembangan parasit ini di dalam tubuh caplak dimulai dari larva caplak yang menetas dari telur dan memasuki kelenjar ludah dan melanjutkan perkembangannya. Proses perkembangbiakkan ini memakan waktu 2-3 hari (Levine 1995). Gambar 10 Gambaran mikroskopis Babesia sp. (Cleveland et al. 2002)

25 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni Selama bulan April-Juni dilakukan pengambilan dan pengamatan sampel darah setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Pengambilan sampel darah kuda dilakukan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan sampel darah di Laboratorium Protozoologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap sampel darah kuda-kuda yang akan diteliti dan didapatkan hasil dari 6 sampel darah yang berasal dari 6 ekor kuda, positif terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.). Pengamatan sampel darah yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) dilakukan selama 9 minggu didasari pengamatan selama 9 minggu sudah cukup untuk melihat perkembangan infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. berdasarkan siklus hidupnya. Hewan Percobaan Penelitian menggunakan 6 kuda crossbred yang sudah diidentifikasi positif terinfeksi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, terdiri atas 3 ekor kuda jantan dan 3 ekor kuda betina berumur 2-10 tahun. Kudakuda dipelihara pada kandang yang berukuran 3 x 2.5 m 2. Pemberian pakan pada kuda berupa rumput dan konsentrat dengan waktu pemberian jam 5 pagi untuk konsentrat, jam 12 siang untuk pemberian rumput, jam 3 sore untuk pemberian konsentrat dan jam 6 sore untuk pemberian rumput lagi. Pemberian minum dilakukan ad libitum. Metode Pengambilan Darah

26 Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan disposable syringe 10 ml dan jarum ukuran 18G sebanyak ± 3 ml darah dari vena jugularis, kemudian disimpan di dalam tabung darah bervolume 3 ml yang mengandung EDTA (Hanie 2006). Pengambilan sampel darah dilakukan 2 minggu sekali selama 2 bulan. Perhitungan Nilai Total BDP (Butir Darah Putih/Leukosit) Perhitungan nilai butir darah putih menurut Curnin dan Bassert (2006) menggunakan pipet pengencer, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat penghitung, dan cairan pengencer (Larutan Turk). Perhitungan nilai total butir darah putih dilakukan dengan menghisap darah menggunakan pipet leukosit dan aspiratornya sampai garis 0.5, dilanjutkan dengan menambah larutan turk sampai garis 11. Campuran dihomogenkan dengan memutar membentuk angka 8. Campuran yang tidak homogen dibuang terlebih dahulu. Campuran yang homogen diteteskan ke dalam kamar hitung. Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak diagonal pada 4 bujur sangkar besar di sudut kamar hitung kemudian hasilnya x 50 butir/mm 3 darah. Pewarnaan Preparat Ulas Darah Pembuatan dan pewarnaan preparat ulas darah menurut Mahmood et al. (2011) menggunakan sampel darah yang akan diperiksa, alkohol 70%, metil alkohol, larutan pewarna Giemsa, aquades, kaca preparat, dan timer. Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan kaca preparat dibersihkan kemudian sampel darah diteteskan pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain ditempatkan di sisi ujung dengan membentuk sudut 45 o. Ulasan darah dibuat sampai terbentuk lapisan tipis dan merata. Preparat dikeringkan di udara untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam metil alkohol (5 menit) dan diwarnai dengan Giemsa (30 menit), selanjutnya preparat ulas darah yang sudah terwarnai dicuci dan dikeringkan di udara. Pemeriksaan Parasit Darah dan Perhitungan Leukosit Preparat ulas darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati ada tidaknya parasit darah dan dihitung nilai leukosit dalam sampel darah tersebut di

27 bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x. Tingkat parasitemia dihitung dengan membagi jumlah sel yang terdapat infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) untuk setiap 500 butir sel darah merah (Alamzan et al. 2008). Nilai leukosit didapat dengan cara sel leukosit dalam sampel darah tersebut dihitung hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Setelah didapat presentase nilai relatif leukosit, nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit ditentukan (Curnin dan Bassert 2006). Pengolahan Data Tingkat parasitemia dan nilai leukosit yang didapat dianalisis dengan ANOVA.

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1 Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda (Equus caballus) Kuda Parasit Darah A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp. 1 + Gambar : + Gambar : + Gambar : + Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Kuda Parasit Darah A. centrale A. marginale Theileria sp. Babesia sp.

29 Gambar : Gambar : Gambar: Gambar : Gambar : Gambar: Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Gambar : Anaplasma sp.

30 Parasit darah yang paling banyak ditemukan adalah Anaplasma sp.. Anaplasma sp. ditemukan di dalam preparat ulas darah memiliki gambaran morfologi berbentuk bulat yang terletak di tengah (Anaplasma centrale) dan di tepi (Anaplasma marginal) sel darah merah. Anaplasma sp. yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa terdiri atas massa globular yang padat dengan ukuran diameter 0.3 sampai 1.0 µm. Terlihat di bawah mikroskop elektron setiap Anaplasma sp. terdiri atas suatu koloni yang berisi sampai 8 sub unit atau initial bodies, setiap sub unit berukuran µm x µm. Anaplasma sp. di dalam eritrosit 65% terdapat di tepi dan sisanya pada lokasi sentral. Anaplasmosis merupakan suatu infestasi subakut dan tidak dapat menular lewat kontak langsung, ditandai dengan demam, anemia, lemah, dan ikhterus (Jensen 1974). Gambar 11 Gambaran mikroskopis Anaplasma sp. berdasarkan hasil pengamatan Theileria sp. Morfologi Theileria sp. yang ditemukan berbentuk koma atau batang. Theileria sp. sesuai dengan gambaran morfologinya menurut Soulsby (1982) yaitu berbentuk batang yang memiliki ukuran kira-kira µm x µm. Gejala klinis yang ditimbulkan akibat infestasi Theileria sp. di antaranya lakrimasi, gangguan saluran pencernaan, dispnea, serta pembengkakan limfoglandula.

31 Gambar 12 Gambaran mikroskopis Theileria sp. berdasarkan hasil pengamatan Babesia sp. Morfologi Babesia sp. yang ditemukan berbentuk seperti buah pear, sepasang maupun tunggal. Babesia sp. sesuai dengan gambaran Babesia sp. menurut referensi, bentuknya menyerupai buah pear dan memiliki diameter µm, meruncing pada salah satu ujungnya dan pada ujung lain tumpul dan berpasangan (Hunfeld et al. 2008). Babesia caballi merupakan spesies dari Babesia sp. yang menyerang kuda bertransisi melalui caplak genus Dermacentor, Hyalomma, dan Rhipicephalus (Uilenberg 2006) dan memiliki gejala klinis yaitu demam tinggi serta anemia. Gambar 13 Gambaran mikroskopis Babesia sp. berdasarkan hasil pengamatan Parasitemia, Status Present, Nilai Total Leukosit, serta Nilai Leukosit Selama Sembilan Minggu

32 Tabel 2 Persentase parasitemia (Anaplasma centrale, Anaplasma marginale, Theileria sp., dan Babesia sp.) pada kuda (Equus caballus) Jenis Parasit Minggu Ke A. centrale 1.23 ± 0.30 bc 1.22 ± 0.40 bcd 0.83 ± 0.10 cdef 0.75 ± 0.20 efg 0.70 ± 0.40 efg A. marginale 2.03 ± 0.70 a 1.22 ± 0.50 bcd 0.95 ± 0.20 cde 0.77 ± 0.10 defg 0.88 ± 0.20 cdef Theileria sp ± 0.20 fg 1.45 ± 0.60 b 1.28 ± 0.50 bc 0.97 ± 0.40 cde 0.92 ± 0.40 cde Babesia sp ± 0.40 g 0.87 ± 0.30 cdef 0.77 ± 0.40 defg 0.75 ± 0.20 efg 0.68 ± 0.30 efg Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata. Masing-masing parasit darah memiliki jumlah dan tingkat keparahan yang berbeda. Tingkat keparahan atau tingkat tingkat parasitemia dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan penemuannya dalam satu lapang pandang, yaitu rendah (<1%), sedang (<3%), dan berat (5-9%) (Birkenheuer et al. 2003). Pengamatan infestasi Anaplasma sp. selama sembilan minggu (Tabel 2) menunjukkan adanya penurunan persentase parasitemia Anaplasma sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke minggu. Rata-rata persentase parasitemia Anaplasma sp. adalah 1.05% dan berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Rendahnya infestasi Anaplasma sp. ini kemungkinan disebabkan Anaplasma sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 2-12 minggu (Quinn et al. 2008). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase Anaplasma sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Anaplasma sp.. Berdasarkan Tabel 2, terlihat adanya peningkatan persentase parasitemia Theileria sp. yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.43 ± 0.20 fg menjadi 0.92 ± 0.40 cde pada minggu ke-9. Rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. adalah 1.01%. Tingkat rata-rata persentase parasitemia Theileria sp. ini berada dalam tingkatan rendah (<1%)-sedang (<3%). Infestasi Theileria sp. yang masih tergolong rendah kemungkinan disebabkan Theileria sp. masuk dalam

33 masa inkubasi, yaitu 1-3 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu persentase parasitemia Theileria sp. tidak menunjukkan peningkatan yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Theileria sp.. Tingkat infestasi Theileria sp. yang rendah juga kemungkinan disebabkan oleh sifat penyakit ini yaitu tidak menular melalui kontak langsung. Penularan antara hewan hanya terjadi melalui vektor secara stage to stage dimana partikel parasit yang infektif terdapat pada kelenjar ludah caplak. Sehingga bila populasi caplak berkurang maka infestasi juga akan menurun (Taylor et al. 2007). Persentase parasitemia Babesia sp. berada dalam tingkatan rendah (<1%) dengan rata-rata persentase parasitemia Babesia sp. yaitu 0.68%. Terlihat pada data statistik selama sembilan minggu infestasi Babesia sp. mengalami peningkatan yang tidak begitu nyata dari minggu ke-1 sebesar 0.37 ± 0.40 g menjadi 0.68 ± 0.30 efg pada minggu ke-9 (Tabel 2). Kemungkinan infestasi Babesia sp. yang masih tergolong rendah ini disebabkan Babesia sp. masuk dalam masa inkubasi, yaitu 1-2 minggu (Soulsby 1982). Pada stadium ini hewan akan terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis. Namun demikian, selama sembilan minggu Babesia sp. tidak menunjukkan peningkatan persentase parasitemia yang nyata dan kuda tidak menunjukkan gejala klinis akibat terdapat infestasi Babesia sp.. Infestasi Babesia sp. bersifat self limiting disease, yang berarti infestasi parasit ini bersifat tidak fatal dan dapat terjadi persembuhan sendiri dengan jangka waktu yang panjang (Taylor et al. 2007). Persentase parasitemia yang masih rendah dapat disebabkan oleh ketidakrentanan hewan percobaan, infestasi telah berjalan kronis (Altay et al. 2008), atau telah mencapai stadium persembuhan (Bakken et al. 2006). Infestasi yang rendah juga bisa mengindikasikan bahwa kuda bertindak sebagai hewan pembawa. Hewan pembawa merupakan hewan yang pembawa penyakit dan hewan tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Jika hewan peka tertular hewan pembawa ini maka akan timbul gejala klinis yang akan berakibat kematian (Uilenberg 2006). Tabel 3 Status Present pada kuda (Equus caballus)

34 Kuda Minggu 3 Minggu 5 Minggu 7 Minggu 9 S N J S N J S N J S N J A 37, , , , B 37, , , , C 37, , , D 37, , , , E 37, , , , F 37, , , , Keterangan : S = Suhu ( o C) ; N = Nafas / menit ; J = Denyut Jantung / menit Terlihat pada Tabel 3 tidak terjadi perubahan status present yang nyata. Status present diteliti sebagai parameter melihat gejala klinis. Menurut Simoes et al. (2011) dan Birkenheuer et al. (2003), gejala klinis dapat terjadi jika tingkatan tingkat parasitemia tinggi, kecuali jika infestasi parasit terjadi secara bersamaan dan saling mempengaruhi parasit dalam darah, tingkat parasitemia yang rendah dapat menimbulkan gejala klinis. Melihat dari tingkat parasitemia (Tabel 1) infestasi Anaplasma sp. memiliki persentase yang paling tinggi dibanding infestasi Theileria sp., dan Babesia sp.. Namun, hal ini bukan merupakan infestasi parasit darah yang terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi, karena hewan tidak sampai menimbulkan gejala klinis. Vektor penyebar infestasi Anaplasma sp. yang lebih bervariasi dibandingkan vektor penyebar infestasi Theileria sp., dan Babesia sp. dapat menjadi alasan Anaplasma sp. memiliki persentase yang tinggi. Vektor utama Anaplasmosis adalah caplak famili Ixodidae (caplak keras) (Foley dan Biberstein 2004). Vektor dari Theileriosis dan Babesiosis adalah Rhipicephalus sp., dan Boophilus sp. (Levine 1995;Soulsby 1982). Tabel 4 Nilai Total Leukosit (per mm 3 ) pada kuda (Equus caballus) Kuda Total Leukosit (per mm 3 ) Minggu Ke A B C

35 D E F Rata-Rata Tabel 5 Persentase nilai relatif leukosit pada kuda (Equus caballus) Minggu Jenis Leukosit (% Relatif) Ke- Eosinofil Basofil Neutrofil Limfosit Monosit ± 4.70 c 7.50 ± 3.10 a ± 6.40 a ± 5.40 ab ± 1.70 a ± 5.70 bc 7.50 ± 2.20 a ± 3.60 b ± 4.70 a ± 3.30 a ± 6.30 ab 8.00 ± 0.90 a ± 6.00 b ± 3.20 ab ± 3.70 a ± 3.20 a 9.17 ± 1.00 a ± 3.30 b ± 1.90 b ± 1.20 a ± 2.80 a 8.50 ± 0.80 a ± 3.80 b ± 2.70 b ± 2.10 a Keterangan : huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata. Leukopoisis atau proses pembentukan sel darah putih (leukosit) pada mammalia terjadi dari sistem stem cell di dalam sumsum tulang (Martini et al. 1992). Menurut Baldy (1984), terjadinya peningkatan leukosit merupakan respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Berdasarkan Tabel 4, terlihat adanya fluktuasi nilai leukosit. Normal keberadaan leukosit di dalam darah kuda sekitar butir darah leukosit per mm 3 (Pinsent 1990). Menurut Baldy (1984), peningkatan leukosit merupakan salah satu respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme termasuk parasit darah. Pada Tabel 2 dan Tabel 5, dapat terlihat adanya korelasi positif antara persentase parsitemia Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. dengan persentase nilai leukosit pada kuda (Equus caballus). Setiap kuda mempunyai respons terhadap parasit darah yang berbeda, hal ini terlihat dari persentase nilai leukosit yang memiliki nilai standar deviasi cukup besar. Hasil dari persentase nilai relatif leukosit menunjukkan adanya peningkatan persentase eosinofil dan basofil serta penurunan persentase limfosit dari normal.

36 Eosinofil mengalami peningkatan persentase (Tabel 5) dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-14% (Douglas et al. 2010). Berdasarkan hasil statistik persentase eosinofil pada minggu ke-1 sebesar ± 4.70 c dan terus mengalami peningkatan pada minggu-minggu selanjutnya. Eosinofil sangat berperan penting sebagai kontrol terhadap infestasi parasit (Mayer et al. 1992), ini berdasarkan nilai eosinofil (Tabel 5) yang mengalami peningkatan disertai dengan penurunan infestasi parasit darah (Tabel 2). Persentase basofil (Tabel 5) selama sembilan minggu pengamatan mengalami peningkatan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 0-4% (Douglas et al. 2010). Selama sembilan minggu masa pengamatan, persentase basofil berada di atas selang normal dan berdasarkan data statistik tidak terdapat adanya perbedaan nyata pada setiap minggunya. Pada infestasi parasit darah Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. biasanya diikuti peningkatan persentase basofil dalam darah (Stockham dan Scott 2002). Basofil berperan penting dalam respon alergi yang ditimbulkan oleh antigen (Guyton dan Hall 2006). Neutrofil berada dalam selang normal 35-75% (Douglas et al. 2010). Sel neutrofil, sebagai garis pertama berperan penting dalam melakukan fagositosis dan mampu untuk membunuh mikroorganisme termasuk parasit darah. Apabila terjadi penurunan jumlah neutrofil dalam darah bisa menunjukkan bahwa suatu infeksi termasuk infestasi parasit darah mulai mereda (Baldy 1984). Berdasarkan Tabel 5 nilai limfosit terlihat sedikit mengalami penurunan dari persentase normalnya dalam darah yaitu 17-68% (Douglas et al. 2010), hal ini berarti produksi antibodi humoral dan pembentukan pertahanan selular oleh limfosit sedikit menurun (Jain 1993). Penurunan nilai persentase limfosit dari minggu ke-1 sebesar ± 5.40 ab menjadi ± 2.70 b pada minggu ke-9, disertai dengan peningkatan nilai persentase parasitemia Theileria sp. dari 0.43 ± 0.20 fg pada minggu ke-1 menjadi 0.92 ± 0.40 cde pada minggu ke-9. Hal ini terjadi karena pada infestasi Theileria sp. terjadi deplesi limfosit akibat kerusakan pada organ limfoid yang menyebabkan hilangnya sel-sel limfosit muda (Losos 1986). Monosit merupakan jenis sel darah putih yang berperan aktif terhadap adanya infestasi parasit darah di hewan. Monosit bertugas memfagosit eritrosit

37 yang rusak akibat terdapatnya infestasi parasit darah (Jain 1993). Terlihat pada Tabel 5 rata-rata nilai monosit berada dalam selang normal 0-14% (Douglas et al. 2010) ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah eritrosit yang rusak akibat infestasi parasit darah hanya sedikit sehingga jumlah monosit dalam keadaan normal.

38 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persentase rata-rata infestasi Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp. ialah 1.05%, 1.01% dan 0.68%. Kuda dengan tingkat parasitemia yang rendah tidak menunjukkan gejala klinis. Infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) yang rendah tidak mempengaruhi nilai leukosit. Saran Pencegahan penularan penyakit akibat terdapatnya infestasi parasit darah (Anaplasma sp., Theileria sp., dan Babesia sp.) dapat dilakukan dengan pengendalian vektor, penanganan, serta penyembuhan kuda yang berperan sebagai hewan pembawa.

39 DAFTAR PUSTAKA Alamzan C, Medrano C, Ortiz M, Fuente JDL Genetic diversity of Anaplasma marginale strains from an outbreak of bovine anaplasmosis in an endemic area. Veterinary Parasitology. Altay K, Fatih A, Nazir D, Munir A Molecular detection of Theileria and Babesia infections in cattle. Vet Parasitol. Bacha WJ & Bacha LM Color atlas of veterinary histology 2 nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Bakken S, Dumler S, Chen SM, Eckman, Marak R, Van etta L, Walker H Human granulocytic ehrlichiosis in the upper midwest United States. JAMA. Baldy CM Gangguan hematologik dalam S.A. Price and L.M. Wilson.Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Terjemahan Adji Dharma. Penerbit Buku Kedokteran EGC. America. Birkenheuer AJ, Levy MG, Breitschwerdt EB Development and evaluation a seminested pcr for detection and diferentiation of Babesia gibsoni (asian genotype) and Babesia canis dna in canine blood samples. J.Clin Microbiol 41. Brotowidjoyo M. D Parasit dan parasitisme, edisi pertama. Media Sarana Press, Jakarta. Cleveland CW, Peterson DS, Latimer KS An overview of canine babesiosis. [terhubung berkala] (18 Juli 2012). Curnin DM dan Bassert JM Clinical textbook for veterinary technicians 6 th Ed. United State of America: Elsevier Saunders. Dellman HD dan Brown EM Histologi veteriner Ed ke-3. Jakarta : UI-Press. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Populasi kuda di seluruh provinsi indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Douglas J. Weiss Dvm, Phd, Dacvp, K. Jane Wardrop Dvm, Ms, Dacvp sditor s.schalm s veterinary hematology sixth edition Willy- Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

40 Draper J The book of horse and horse care.london : Anness Publishing Limited. Hlm Foley J dan Biberstein Jawetz, Melnick, & Adelberg smedical microbiology. Di dalam GF Brooks; Stephen A Morse; Janet S Butel editor s. New York : Lange Medical Books / McGraw Hill. Guyton AC dan Hall JE Textbook of medical physiology 11 th ed. Philadelphia: Elsevier Inc. Hanie A. Elizabeth Large animal clinical procedurs for veterinary technicians. China : Mosby, Inc. Hlm Hunfled KP, A Hildebrandt, JS Gray Babesiosis : recent insights into an ancient disease. Int J. Parasitol.. Veterinar Jain N.C Veterinary hematology.lea and Febiger, Philadelphia. Jensen R Disease of sheep. Lea & Febringer. Philadelphia. Kay Ian Introduction to animal physiology. New York: BIOS Scientific Publisher Ltd. Kelly W.R Veterinary clinical diagnosis, 3 rd Ed. Bailliere Tindall, London. Kidd J Horse ponies of the world. Welling Town Horse 125/130 Strand London. Uk Hal Levine N. D Protozologi veteriner (terjemahan). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Losos, George J Infectious tropical disease of domestic animal. Essex : Longman Scientific Center. Mackay SA Encyclopedia of the horse. Reed International Book Limited. Fulham Road. London. UK. Mahmood YS, Elbalkemy FA, Klaas IC, Elmekkway MF, Monazie AM Clinical and haematology study on water buffaloes (Bubalus bubalis) and crossbred cattle naturally infected with Theileria annulata in Sharkia Province, Egypt. Ticks and tick-borne disease. Martini FH, Ober WC, Garrison C dan Weleh K Fundamentals of anatomy and physiology.ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs.

41 Mayer D.J., E.H. Cole, and L.J. Rich Veterinary laboratory medicine interpretation and diagnosis.w.b. Saunders Company. Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. Merchant I.A., dan R.A. Barner An outline of infectious disesase of domestic animal, 3 th ed. Iowa State University Press. Ames. USA. Noaman V, Shayan P, Amininia N Molecular diagnostic of Anaplasma marginale in hewan pembawa cattle.iranian J Parasitol. Pinsent PJN Outline of clinical diagnosis in the horse. UK : Butterworth & Co. (Publisher) Ltd. Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC Veterinary microbiology and microbial disease. Blackwell Pub. Simoes PB, Cardodo L, Araujo M, Mekuzas YY, Baneth G Babesiosis due to the Canine Babesia micorti-like small piroplasm in dogs-first report from portugal and possible vertical transmision. BioMed Centrale. Soehardjono O Kuda.Yayasan Pamulang Equestrian Centre.Penerbit : PT Gramedia Jakarta. Soulsby FJL Helmints, arthopods, and protozoa of domesticated animals, 7 rd ed. Bailliere Tindal, England. Stockham SL, Scott MA Fundamentals of veterinary clinical pathology 2 nd Ed. Iowa: Blackwell Publishing. Taylor MA, RL Coop, RL Wall Veterinary parasitology 3th edition. Hongkong : Graphicraft Limited. Tizard, I Introduction to veterinary immunology.2 nd Ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia. Uilenberg G Babesia a historical overview. Veterinary Parasitology. Wresdiyati Tutik Seri diktat kuliah histologi veteriner jaringan ikat. Bogor.

42 The SAS System 11:50 Thursday, July 24, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 20 AC1 AC3 AC5 AC7 AC9 AM1 AM3 AM5 AM7 AM9 B1 B3 B5 B7 B9 T1 T3 T5 T7 T9 Number of Observations Read 120 Number of Observations Used 120

43 The SAS System 11:50 Thursday, July 24, The ANOVA Procedure Dependent Variable: prstemia Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model <.0001 Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE prstemia Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul <.0001 perlak <.0001

44 The SAS System 11:50 Thursday, July 24, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for prstemia NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 95 Error Mean Square Number of Means Critical Range Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A AM1 B T3 B C B T5 C B C B AC1 C B C B D AM3 C B D C B D AC3 C D

45 C E D T7 C E D C E D AM5 C E D C E D T9 C E D C F E D AM9 C F E D C F E D B3 C F E D C F E D AC5 F E D G F E D B5 G F E D G F E D AM7 G F E G F E AC7 G F E

46 The SAS System 11:50 Thursday, July 24, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for prstemia Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak G F E B7 G F E G F E AC9 G F E G F E B9 G F G F T1 G G B1

47 NEUTROFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 5 N1 N3 N5 N7 N9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

48 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Dependent Variable: neutrofl Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE neutrofl Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul perlak

49 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for neutrofl NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A N1 B N9 B B N3 B B N7 B B N5

50 EOSINOFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 5 E1 E3 E5 E7 E9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

51 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Dependent Variable: eosnfl Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE eosnfl Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul perlak

52 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for eosnfl NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A E7 A A E9 A B A E5 B B C E3 C C E1

53 BASOFIL The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 5 B1 B3 B5 B7 B9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

54 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Dependent Variable: basofil Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE basofil Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul perlak

55 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for basofil NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A B7 A A B9 A A B5 A A B3 A A B1

56 LIMFOSIT The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 5 L1 L3 L5 L7 L9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

57 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Dependent Variable: limfosit Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE limfosit Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul perlak

58 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for limfosit NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A L3 A B A L1 B A B A L5 B B L7 B B L9

59 MONOSIT The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Class Level Information Class Levels Values ul perlak 5 M1 M3 M5 M7 M9 Number of Observations Read 30 Number of Observations Used 30

60 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Dependent Variable: monosit Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE monosit Mean Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F ul perlak

61 The SAS System 01:10 Friday, July 25, The ANOVA Procedure Duncan's Multiple Range Test for monosit NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 20 Error Mean Square Number of Means Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N perlak A M7 A A M9 A A M5 A A M1 A A M3

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring

Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran. Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air. Ditiriskan menggunakan jaring 33 Lampiran 1. Skema pengolahan limbah sayuran Sayuran dikumpulkan, dipilah dan dicuci dengan air Ditiriskan menggunakan jaring Dicacah dan diangin-anginkan dilapangan terbuka Dikeringkan sampai kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Berdasarkan Morfologi Berdasarkan hasil identifikasi preparat ulas darah anjing ras Doberman dan Labrador Retriever yang berasal dari kepolisian Kelapa Dua Depok, ditemukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Parasitemia Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat ringan (mild reaction), tingkat sedang (severe reaction),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap.

Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering. diulangi hingga diperoleh bobot tetap. LAMPIRAN 53 Lampiran 1. Prosedur analisa proksimat serbuk daun dan ranting jarak pagar kering a. Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 2-5 g sampel serbuk kering dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010). LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Metode Analisis Proksimat 1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). Pengujian WHC dilakukan dengan mengurangi berat bahan setelah ditambahkan air dengan

Lebih terperinci

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR

BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR BAB 3 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK 1 FAKTOR Rancangan Acak Kelompok atau biasa disingkat RAK digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan tidak homogen. Dalam rancangan ini, petakan percobaan

Lebih terperinci

BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH

BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH BAB 8. APLIKASI RANCANGAN PETAK PETAK TERPISAH Rancangan split split plot design atau Rancangan Petak Petak merupakan jenis percobaan yang melibatkan tiga faktor atau lebih sekaligus dengan tingkat ketelitian

Lebih terperinci

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR

BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR BAB 4. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP DUA FAKTOR Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) umumnya dipakai pada kondisi lingkungan yang homogen diantaranya

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv

Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat. lxiv LAMPIRAN lxiii Lampiran 1 Hasil determinasi tanaman alpukat lxiv lxv Lampiran 2 Analisa statistik urea serum Urea Serum (mg/dl) Class Level Information Class Levels Values kelompok 4 Dosis10% Dosis5% Induksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR

BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR BAB 2. APLIKASI RANCANGAN ACAK LENGKAP 1 FAKTOR Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling sederhana dibanding rancangan lainnya. Penggunaan RAL di berbagai bidang penelitian telah banyak

Lebih terperinci

BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH

BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH BAB 7 APLIKASI RANCANGAN PETAK TERPISAH Rancangan split plot design atau dalam bahasa Indonesia disebut Rancangan Petak Terpisah atau Rancangan Petak Terbagi (RPT) merupakan jenis percobaan faktorial (lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR

BAB 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR A 5. APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK DUA FAKTOR Dalam percobaan faktorial, pengaruh dua faktor atau lebih diselidiki secara bersama-sama. Apabila pengaruh suatu faktor diperkirakan akan berubah menurut

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR

BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR BAB 6 APLIKASI RANCANGAN ACAK KELOMPOK TIGA FAKTOR Pada bab sebelumnya telah dibahas aplikasi rancangan acak kelompok satu faktor dan dua faktor. Bab ini akan membahas aplikasi SPSS dan SAS untuk analisis

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

Ditimbang EMB 3,6 gr. Ditambahkan Aquades 100 ml. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Disiapkan NaCl fisiologis 0,9 % sebanyak 10 ml

Ditimbang EMB 3,6 gr. Ditambahkan Aquades 100 ml. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Disiapkan NaCl fisiologis 0,9 % sebanyak 10 ml Lampiran 1 : Isolasi akteri E-coli Tahap 1 (Pembuatan Media EM) Ditimbang EM 3,6 gr Ditambahkan Aquades 1 ml Dimasukkan ke dalam erlenmeyer Disiapkan NaCl fisiologis,9 % sebanyak 1 ml Dimasukkan kedalam

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus)

PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) PENGARUH EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach) DENGAN PELARUT AIR TERHADAP MORTALITAS LARVA CAPLAK ANJING (Rhipicephalus sanguineus) R. DANG PINA MANGGUNG FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL KONVERSI DARI ANALISIS LABORATORIUM No bahan berat segar(gr/plot) produksi bs(ton/ha/tahun) %air total %BK LK SK PK 1 A1B0U1 1097,48 131,6976 76,84 23,16 2,83 43,39 17,55 2 A1B0U2 1094,48

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung

Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel darah yaitu obyek glass, cover glass, Haemicitometer, jarum suntik, pipet kapiler, mikroskop monokuler. Vitamin E

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Hasil Translasi sequens dengan ExPASy Translate Tool

LAMPIRAN. Hasil Translasi sequens dengan ExPASy Translate Tool LAMPIRAN 1. Hasil Sekuensing isolat virus IBD No. Isolat Hasil Sekuensing 1. IBDV-Indo5 AACAAGCGTCCAAGGCCTTATACTGGGTGCTACCATCT ACCTTATAGGCTTTGATGGGACCGCGGTAATCACCAG GCTGTGGCCGCAGACAATGGGCTAACGGCCGGCACTG

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP)

SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) 1.Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Jumlah SKS 2. Waktu Pertemuan Pertemuan minggu ke SATUAN ACARA PERKULIHAN (SAP) Parasitologi Veteriner KHP-225 3-1-2 2 x 50 menit 1 3. Capaian Pembelajaran Memahami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. 19 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2015. Penginduksian zat karsinogen dan pemberian taurin kepada hewan uji dilaksanakan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran. ABSTRAK Leucocytozoonosis merupakan salah satu penyakit yang sering menyebabkan kerugian berarti dalam industri peternakan. Kejadian penyakit Leucocytozoonosis dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) 51 LAMPIRAN Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE) Pewarnaan HE adalah pewarnaan standar yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai struktur umum sel dan jaringan normal serta perubahan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Program Studi Kedokteran Hewan 1. Mata Kuliah (MK) : Parasitologi Veteriner Tim Teaching : 2. Semester : III 1.Dr.drh.Ida Ayu Pasti Apsari, MP 3. SKS : 3 (2-1) 2.Dr.drh.Nyoman

Lebih terperinci

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam 17 BAB III MATERI METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam Ransum terhadap Kadar Hemoglobin, Jumlah Eritrosit dan Leukosit Puyuh Jantan dilaksanakan pada bulan Juni- Juli

Lebih terperinci

THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT INFEKSI THEILERIA MUTANS

THEII..ERIOSIS PADA SAPI AKIBAT INFEKSI THEILERIA MUTANS ~.. Dan kami bersyukur kepada Tuhan Yang telah melebarkan gerbang tua ini Dan kami bersyukur pada ibu bapa. Yang sepanjang malam Selalu berdoa tulus dan terbungkuk membiayai kami Dorongan kasih sepenuh

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) DANI WANGSIT NARENDRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK DANI

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret PROFIL DARAH KAMBING JAWARANDU PENGARUH SUBTITUSI ARAS DAUN PEPAYA (Carica Papaya Leaf)

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 1 Maret PROFIL DARAH KAMBING JAWARANDU PENGARUH SUBTITUSI ARAS DAUN PEPAYA (Carica Papaya Leaf) PROFIL DARAH KAMBING JAWARANDU PENGARUH SUBTITUSI ARAS DAUN PEPAYA (Carica Papaya Leaf) Hanung Dhidhik Arifin 1) Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari 2017. Lokasi pemeliharaan ayam broiler di Peternakan milik Bapak Hadi Desa Sodong Kecamatan Mijen Kota Semarang. Analisis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian

Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian Lampiran 1. Sketsa lokasi tambak penelitian 58 59 Lampiran 2. Data bobot basah (gr) pada masing-masing perlakuan Bobot Jarak Tanam Ulangan Minggu Ke- 0 7 14 21 28 35 42 50 gr 20 cm 1 50 85 105 145 150

Lebih terperinci

RANCANGAN PERCOBAAN DENGAN SAS. Oleh Kismiantini, M.Si.

RANCANGAN PERCOBAAN DENGAN SAS. Oleh Kismiantini, M.Si. RANCANGAN PERCOBAAN DENGAN SAS Oleh Kismiantini, M.Si. JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 0 SAS (Statistical Analysis System)

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

ME Yusnandar * PENDAHULUAN

ME Yusnandar * PENDAHULUAN ME Yusnandar * PENDAHULUAN Rancangan acak lengkap (randomize complete design), rancangan acak lengkap kelompok (randomize complete block design) dan rancangan acak lengkap faktorial (randomize complete

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO KAJIAN PENYAKIT PROTOZOA DARAH PADA SAPI DI KABUPATEN GORONTALO 1 Tri Ananda Erwin Nugroho ababil.nugroho@gmail.com 2 Rinaldi Usman rinaldyusman01@yahoo.com 3 Risman A. Kasim risman.kasim@yahoo.com 4 Muhammad

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pengujian Proses Demulsifikasi

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pengujian Proses Demulsifikasi LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pengujian Proses Demulsifikasi 1. Pengamatan (Waktu, Warna, Busa, Rasio Volume Pemisahan Air, Minyak dan Emulsi) Sebanyak 100 ml total campuran larutan sampel dan

Lebih terperinci

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017 SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI Bogor, 8-9 Agustus 2017 Latar Belakang Pertambahan populasi lambat Penurunan performa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016, pemeliharaan ayam broiler dilaksanakan selama 28 hari di Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 49 Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 1. Proses penanganan sampel tuna di PT Z Penerimaan ikan tuna dilakukan di dalam ruang penerimaan bahan baku. Ikan satu per satu diturunkan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina

Siklus kelamin poliestrus (birahi) g jantan dan betina Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur sapih Umur dewasa kelamin Umur dikawinkan Siklus kelamin poliestrus (birahi) Lama estrus Saat perkawinan Berat lahir Berat dewasa Jumlah anak perkelahiran Kecepatan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis)

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis) Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis) (Hematologic Description of Timor Deer (Cervus timorensis) Yanse Yane Rumlaklak 1) dan Novianti Neliyani Toelle 1) 1) Program Studi Kesehatan Hewan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A

Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air (X 1 + A) A Lampiran 1 Prosedur Analisis Proksimat (Takeuchi, 1988) 1.1 Prosedur analisis kadar air Panaskan cawan pada suhu 105-110 O C selama 1 jam, dinginkan dalam desikator dan timbang (X 1 ) Timbang bahan 2-3

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

Cara Perhitungan : % N = Abs Blangko X 14 X N. HCl X 100% Berat Sampel

Cara Perhitungan : % N = Abs Blangko X 14 X N. HCl X 100% Berat Sampel LAMPIRAN Lampiran 1. Cara Kerja Analisis N Pada Tanaman Metode Kjeldahl 1. Timbang sample 0,2 0,5 gram, kemudian masukan ke dalam botol destruksi 2. Tambahkan Selenium mature sebanyak 0,2 gram dan 3 ml

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI KHOERUNNISSA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN KHOERUNNISSA.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 3 Jadwal penelitian Kegiatan

BAHAN DAN METODE. Tabel 3 Jadwal penelitian Kegiatan 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, dengan mengambil tempat di Bagian Bedah dan Radiologi sebagai tempat pengambilan

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali

Kata kunci: Fascioliosis, total eritrosit, kadar hemoglobin,pakced cell voleme, Sapi Bali ABSTRAK Fascioliosis pada sapi di Indonesia disebabkan oleh cacing Fasciola gigantica yang berpredileksi di saluran empedu dan hati. Infeksi cacing ini menyebabkan gangguan fungsi hati dan kerusakan saluran

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik Lampiran 2.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 2.2 Surat Izin Melakukan Penelitian Pendahuluan Lampiran 3.1 Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Lekosit Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih lebih sedikit. Diameter

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci