TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Macaca nigra (Gambar 2) adalah salah satu dari tujuh monyet Sulawesi yaitu Dare (M. maura), Yaki (M. nigra), Dihe (M. nigrescens), Dige (M. hecki), Boti (M. tonkeana), Hada (M. ochreata) dan Endoke (M. brunnescens) (Fooden 1969 dalam Whitten et al. 1987). Dari ketujuh jenis monyet Sulawesi ini, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam ha1 ukuran tubuh seperti tengkorak atau badan, tetapi monyetmonyet tersebut berbeda pada ciri-ciri eksternal yaitu pola warna, bentuk ischial callosities (bantalan tungging), bentuk moncong dan rambut kepala. Klasifikasi Macaca nigra (yaki) dalam taksonomi hewan : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Antropoidea Infraordo : Catarrhini Superfamili : Cercopithecoidea Famili : Cercopithecidae Subfamili : Cercopithecinae Genus : Macaca Spesies : Macaca nigra - (Desmarest 1822) Gambar 2 Macaca nigra $ (Rowe 1996). Nama lokal : Yaki (Corbet & Hill 1992; Collinge 1993) Morfologi dan Anatomi Macaca nigra memiliki ciri tubuh yang mudah dibedakan dengan jenis Macaca lainnya. Panjang tubuhnya mm, panjang ekor 20 mm, dan bobot tubuh antara 7-15 kg (Supriatna & Hendras 2000). Biasanya bobot tubuh jantan lebih besar dari betina, dan memiliki perkembangan gigi taring yang baik (Animal Diversity 2004).

2 Rambut yang menutupi seluruh tubuh berwarna hitam kelam, namun bagian belakang (punggung) dan paha berwarna lebih terang dibandingkan pada bagian lain. Wajahnya berwarna hitam dan tidak ditumbuhi rambut. Moncongnya jauh lebih menonjol dibandingkan dengan monyet Sulawesi lainnya. Kepala mempunyai jambul, yang merupakan ciri khasnya dan memiliki kantung pipi yang besar (Supriatna & Hendras 2000). Warna tubuh betina dan monyet muda sedikit pucat, bila dibandingkan dengan jantan dewasa. Bantalan tunggingnya berbentuk seperti "ginjal" dan berwarna kuning (Supriatna & Hendras 2000). Selanjutnya menurut Arkive (2004), bantalan tungging pada yaki jantan, ukurannya lebih kecil dan berbentuk hati. Sedangkan yaki betina ukurannya lebih besar, bulat dan berwarna merah muda tua. Pantat membengkak merah pada yaki betina menandakan bahwa hewan tersebut sedang birahi (Napier & Napier 1967; Kinnaird 1997). Yaki betina biasanya kawin dengan beberapa jantan dalam kelompok (httv:// / Thetrovicsl paradise P html; 2004). Masa kehamilan monyet hitam ini berkisar antara hari dengan jarak kelahiran sekitar 24 bulan dan dapat bertahan hidup hingga 26 tahun (Supriatna & Hendras 2000). Kelahiran anak tidak mengenal musim sepanjang tahun. Bayi yaki berbulu putih pada wajah, lengan dan bagian ba*ah Gadan. Warna ini akan berubah perlahan-lahan menjadi hitam sebelum umur 4-6 bulan (Kinnaird 1997). Ketika bayi, yaki akan terus melingkar pada bagian perut induknya dan menyusui selama kurang lebih 1 tahun (Singapore Zoological Garden Docents 2004). Uraian data biologis yaki yang dirangkum dari berbagai sumber, dapat dilihat pada Tabel 1.

3 Tabel 1 Data biologis Macaca nigra (Yaki) Data biologis Jantan Betina Panjang tubuh (mm) a' a) b' b' 550 " 550 " Bobot badan (kg) 11 7 e' 9,9 " 5,5 " Dewasa kelamin (thn) d' 5,5-7,0 fl 2,5-4,0 fl Sex ratio 1,O a) 3, 4 a' 1 q e' g) 1" 2,0-3,0 " Siklus estrus (hari) 36 a' '' Lama bunting (hari) Jarak kelahiran anak (bin) Day range (kmlhari) Home range (ha) Lama hidup (thn) a.b) Panjang ekor (mm) Kematian bayi (%) Susunan gigi ") Keterangan: a) Rowe (1996), b) Supriatna dan Hendras (2002), c) Arkive (2004), d) Singapore Zoological Garden Docents (2004). e) Kinnaird (1997), f) Animal Diversity (2004) dan g) Lee et al. (2001).

4 Perilaku Sosial Hidup berkelompok merupakan ciri khas genus Macaca. Ukuran dan komposisi setiap kelompok tergantung bentuk kelompok masingmasing.yaki hidup berkelompok, dengan jumlah anggota antara ekor, yang terdiri dari banyak jantan dan betina atau sering disebut multimale-multifemale. Perbandingan antara jantan dan betina dalam kelompok 1:3,4 (Supriatna & Hendras 2000). Untuk membedakan kelompok umurnya, dapat dilihat melalui perubahan bulunya. Perilaku sosial yaki sangat terorganisir dan kompleks. Pejantan membentuk hierarki kekuasaan. Hierarki kekuasaan atau kedudukan dalam kelompok tersebut, disusun berdasarkan suatu kompetisi, dan setiap saat akan berubah karena bertambahnya umur atau ketika individu tersebut meninggalkan kelompoknya dan bergabung dengan kelompok lain (Singapore Zoological Garden Docents 2004). Seperti jenis Macaca lain, betina lebih cenderung untuk tetap tinggal didalam kelompok yang sama seumur hidupnya, sedangkan jantan akan meninggalkan kelompok dan bergabung dengan kelompok lain (Singapore Zoological Garden Docents 2004). Pejantan paling dominan, ditandai dengan ukuran tubuh besar dan paling kuat memegang prioritas dalam mendapatkan makanan dan pasangan kawin (Kinnaird 1997). Untuk memperlihatkan dominansi dan menghindari terjadinya perkelahian, jantan dewasa kadang menyeringai untuk memperlihatkan gigi taringnya yang besar kepada lawannya (Arkive 2004). Betina dewasa menanggung sebagian besar tugas membesarkan anak, sehingga pejantan-pejantan sempat membersihkan segala parasit dari bulu tubuhnya dan membantu betina memperkuat ikatan sosial dengan anggota lainnya (Kinnaird 1997). Yaki remaja melewatkan waktu dengan berjumpalitan dan berkejar-kejaran atau bergumul dengan sebayanya. Meringis lebar adalah senyuman mengajak bermain-main bukan menantang berkelahi (Kinnaird 1997). Yaki hidup semiarboreal dan terestrial, meskipun lebih dominan hidup arboreal (di pohon), dan sering menggunakan dahan pohon untuk

5 melakukan penjelajahan. Umumnya pergerakan di tanah dan pada percabangan pohon dilakukan secara quadropedal. Namur cara bergerak yaki sangat bervariasi, biasa menggunakan kedua kakinya (bipedal), menggantung (brankiasi), ataupun memanjat (Supriatna & Hendras 2000). Daerah jelajah yaki berkisar antafa ha (Rowe 1996; Supriatna & Hendras 2000), dan jelajah hariannya dapat mencapai 6 km (Rowe 1996). Daerah jelajah suatu kelompok, dapat juga menjadi daerah jelajah kelompok lain. Daerah ini ditentukan berdasarkan kualitas hutan dan distribusi sumberdaya makanan (buah-buahan) yang tersedia di daerah tersebut (O'Brien & Kinnaird 1997). Yaki aktif pada siang hari (diurnal) dan sore hari menjelang tidur, memilih tumbuhan yang rimbun. Tidur dilakukan pada tajuk tinggi pepohonan yang ditinggalkan menjelang matahari terbit untuk segera mencari makan (Supriatna & Hendras 2000). Monyet ini menghabiskan setengah waktunya di tanah dan setengahnya lagi di pepohonan dengan bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari makan. Terkadang suatu kelompok bertemu kelompok lain, dan perkelahian dapat terjadi kalau kebetulan ada pohon buah yang menjadi rebutan, terutama pohon buah ara yang buahnya sangat digemari (Kinnaird 1997). Makanan Yaki memakan berbagai bagian tumbuhan, mulai dari daun, pucuk, bunga, biji, buah dan umbi, serta beberapa jenis serangga, moluska dan invertebrata kecil (Supriatna & Hendras 2000; Rowe 1996), antara lain tikus dan kadal (Arkive 2004). Terdapat lebih dari 145 jenis buah yang dimakan yaki. Yaki juga sering terlihat berada ditepi laut untuk mencari moluska sebagai salah satu sumber pakannya (Supriatna & Hendras 2000). Yaki juga mengkonsumsi serangga untuk memenuhi. kebutuhan proteinnya (Kinnaird 1997). Yaki menghabiskan sebagian besar waktunya (59%) untuk bergerak dan makan, dan sisanya (41%) untuk beristirahat dan

6 bersosialisasi (O'Brien & Kinnaird 1997). Yaki akan melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, sesekali berhenti untuk mengambil buah- buahan atau menangkap hewan-hewan kecil, dan pada akhirnya berhenti pada batang pohon yang besar (misalnya Ficus), tempat dimana semua yaki berkumpul dan makan (O'Brien & Kinnaird 1997). Pada siang hari, kelompok yang besar (> 100 ekor) biasanya membentuk kelompok- kelompok yang lebih kecil (10-25 ekor), untuk mencari makan (Arkive 2004). Salah satu sumber makanan bagi yaki yang paling melimpah di CA Gunung Duasudara adalah pohon ara (Ficus sp.) yang merupakan 20% dari total makanan yaki. Di CA Tangkoko-Duasudara saja terdapat 45 jenis pohon ara (Kinnaird 1997). Buah ini sangat disukai karena bila matang, banyak mengandung gula dan mudah dicerna. Selain itu berbuahnya ara tidak mengikuti suatu pola musim sehingga buahnya dapat diperoleh sepanjang tahun, cepat matang dan panen buahnya melimpah sampai satu juta buah atau lebih (Kinnaird 1997). Yaki memiliki kantung pipi yang besar yang berhubungan dengan bagian leher, sehingga dapat menampung makanan dalam jumlah yang hampir sama dengan perutnya (Singapore Zoological Garden Docents 2004). Ketika makan, biasanya yaki menyimpan makanannya dalam kantung khusus di pipinya. Selagi berjalan, yaki kadang mengeluarkan simpanan makanan dari kantungnya lalu mengunyah dan menelan dagingnya, kemudian membuang bijinya. Biji yang dibuang yaki di lantai hutan, secara tidak langsung membantu proses regenerasi hutan /httv://~~~.ge~cities.com/ Thetrovicsl varadisel 530 I/ P htm1;2004). Yaki sering menggunakan gigi bagian belakang untuk memecahkan biji-bijian atau makanan yang keras (Singapore Zoological Garden Docents 20.04). Yaki lebih memilih makan di atas pohon, untuk menghindari predator seperti ular Phyton

7 Habitat dan Penyebaran Habitat adalah tempat yang dihuni oleh suatu makhluk hidup tertentu, bukan tempat pengungsian temporer, akan tetapi sungguhsungguh tempat dimana organisme tersebut hidup dan berkembang biak dari generasi ke generasi (Dwidjoseputro 1990). Komponen habitat yang paling utama terdiri dari makanan, air dan tempat berlindung. Makanan dan air, sebagai komponen biotik, merupakan faktor pembatas bagi kehidupan makhluk hidup. Habitat juga berfungsi sebagai tempat hidup, berkembang biak dan tempat berlindung dari bahaya serangan pemangsa (Alikodra 2002). Habitat yaki telah banyak menyusut akibat penebangan dan pembukaan lahan untuk perkebunan. Saat ini yaki telah kehilangan 60% habitat dari km2, dan menempati areal seluas km2 dalam kawasan konservasi. Yaki dapat dijumpai pada hutan primer atau sekunder dataran rendah (pesisir) hingga dataran tinggi (2.000 m dpl) (Supriatna & Hendras 2000). Yaki lebih menyukai daerah diantara hutan primer dan sekunder, karena cocok untuk tempat tidur dan tempat untuk mencari makan. Setiap kelompok memiliki pohon tidur masing-masing yang disukai. Biasanya pohon tersebut tinggi dan merupakan sumber makanan bagi kelompoknya (O'Brien & Kinnaird 1997). Penyebaran yaki mulai dari CA Tangkoko Batuangus di bagian utara hingga ke Sungai Onggak Dumoga, yang berbatasan dengan penyebaran Macaca nigrescens. Di Sulawesi Utara sendiri dapat dijumpai di CA Gunung Duasudara, Pulau Bacan, Manembo-nembo, Kotamobagu dan Modayak. Jenis ini telah diintroduksi di Pulau Bacan Maluku dan populasinya telah mencapai ratusan ribu ekor, lebih banyak dibandingkan pada habitat aslinya (Supriatna & Hendras 2000). Adapun penyebaran monyet yaki di Indonesia dan Sulawesi Utara, dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

8 Gambar 3 Daerah penyebaran yaki di Sulawesi Utara dan Pulau Bacan, Maluku (Rosenbaum et al. 1998). -

9 Keterangan : = batas penyebaran yaki = daerah yg diketahui adanya yaki.. = daerah yg diduga adanya yaki 2x53 Gambar 4 Daerah penyebaran yaki di Sulawesi Utara (Lee 1997).

10 Populasi Populasi satwaliar merupakan salah satu bagian penting dalam pengelolaan satwaliar dalam suatu kawasan, sehingga dapat disusun strategi pengelolaan dengan tepat. Populasi dapat berubah sewaktu-waktu mengikuti keadaan lingkungan dimana satwaliar tersebut tinggal. Adapun batasan populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya (Alikodra 2002). Batasan lain tentang populasi menurut Wirakusumah (2003) adalah kumpulan individu organisme-organisme disuatu tempat yang memiliki sifat-sifat serupa, mempunyai asal usul yang sama, dan tidak ada yang menghalangi individu-individu anggotanya untuk berhubungan satu sama lain mengembangkan keturunan secara bebas. Individu-individu itu merupakan kumpulan-kumpulan heteroseksual. Ciri-ciri dasar suatu populasi adalah kepadatan, perbandingan kelamin, struktur umur, kematian dan kehadiran. Metode pengukuran atau sensus populasi dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu sensus langsung, tidak langsung dan kombinasi antara sensus langsung dan tidak langsung (Alikodra 2002) Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu ruang, umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu dalam satu unit luas atau.. volume (~likhdra 2002; Heddy e; al. 1989). Beberapa parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai kepadatan yaitu mortalitas, natalitas, imigrasi dan emigrasi. Kepadatan populasi bervariasi menurut wilayah dan tipe hutan, sehingga hasil analisis dari suatu wilayah, tidak dapat langsung digunakan untuk wilayah lain (Alikodra 2002). Yaki termasuk hewan yang hidupnya berkelompok. Sebelum populasinya di hutan menurun, kelompok yaki dapat ditemui dengan jumlah yang besar (>lo0 ekor/kelompok). Namun saat ini yaki ditemukan dalam kelompok-kelompok kecil (Arkive 2004). Pada umumnya faktor perburuan ataupun pemanenan yang tidak terkendali serta perusakan habitat merupakan penyebab utama yang dapat menyebabkan

11 menurunnya populasi satwaliar sampai tahap kritis (Rosenbaum et al. 1998). Beberapa penelitian tentang populasi yaki di Sulawesi Utara telah dan masih dilakukan sampai saat ini. Sugardjito et al. (1989) melaporkan bahwa kepadatan populasi yaki tahun di CA Tangkoko Batuangus Duasudara yaitu 98,2 ekor/km2, dengan luas daerah survei 11,34 km2. Penelitian di tempat yang sama juga dilakukan oleh Rosenbaum et al. pada tahun , diperoleh kepadatan populasi yaki 141,7 ekor/km2, dengan luas daerah survei 61 km2. Adapun kepadatan populasi yaki khususnya di CA Gunung Duasudara yaitu 25,l ekor/krn2 (Rosenbaum et al. 1998). Penelitian ini adalah penelitian terakhir yang dilakukan di CA Gunung Duasudara, selama 10 tahun terakhir. Disebutkan juga bahwa penyebab utama penurunan populasi ini akibat kerusakan habitat, perburuan dan kekeringan. Penelitian yang dilakukan oleh Kyes selama 4 tahun berturut-turut ( ) di CA Tangkoko, menunjukkan populasi yang stabil, dengan kepadatan populasi pada tahun terakhir 42,l ekor/km2 (Kyes et al. 2004). Menurut Lee et al. (2001), apabila pemanenan suatu jenis satwa dilakukan secara berlebihan, populasi tidak dapat lagi menghasilkan keturunan untuk menggantikan yang mati karena perburuan terus menerus dan sebab-sebab tidak langsung lainnya seperti hilangnya habitat dan gangguan" lain: Populasi tersebut kemudian akan menyusut dan rentan bagi kepunahan setempat. Selanjutnya disebutkan bahwa yaki memiliki tingkat reproduksi yang rendah dan membutuhkan waktu yang panjang bagi satwa muda untuk merijadi dewasa. Bahkan tekanan perburuan tingkat sedang saja mungkin dapat menurunkan populasi yaki (Lee et al. 2001). Ancaman terhadap Populasi Yaki Menurut Mittermeier et al. (1986), beberapa ancaman terhadap kelangsungan hidup satwa primata terbagi dalam 3 faktor utama : destruksi habitat, perburuan untuk konsumsi atau tujuan lain dan

12 penangkapan hidup-hidup baik untuk dieksport atau dijual. Akibat yang ditimbulkan dari ketiga faktor tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis satwa primata maupun daerah tempat satwa tersebut tinggal. Ditambahkan lagi bahwa ketiga faktor tersebut disebabkan oleh beberapa ha1 antara lain : tingkat dan jenis aktivitas manusia dimana satwa tersebut tinggal, tradisi perburuan lokal, jumlah permintaan satwa primata baik sebagai hewan model maupun untuk diperjualbelikan, ukuran dan tingkat kesukaan terhadap satwa tersebut (Mittermeier et al. 1986). Diantara tiga jenis Macaca yang hidup di Sulawesi bagian utara (Macaca nigra, M. nigrescens dan M. hecki), yaki merupakan jenis yang paling terancam (Lee et al. 2001). Ancaman utama bagi binatang ini adalah perburuan subsisten dan pasar. Yaki diburu untuk dimakan dalam perayaan dan pesta, yang disuplai lewat pasar-pasar gelap. Ancaman lain terhadap yaki adalah penangkapan hidup-hidup untuk dipelihara, serta kerusakan habitat (Lee et al. 2001). Menurut Riyanto (2004), kawasan hutan merupakan sumberdaya alam yang terbuka, sehingga akses masyarakat untuk masuk memanfaatkannya sangat besar. Adanya pemukiman yang terletak di sekitar kawasan, memperbesar kemungkinan berkurangnya daerah kawasan cagar alam. Daerah yang semestinya menjadi tempat perlindungan yaki menjadi sasaran penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pola tanam tradisional masih digunakan penduduk untuk bercocok tanam. Setelah panen, lahan ditinggalkan dan akhirnya menjadi padang rumput atau hutan sekunder. Di CA Tangkoko-Duasudara, kebakaran hutan selama musim kemarau nyaris menjadi peristiwa tahunan. Kebakaran itu terjadi entah secara sengaja ditimbulkan di dalam kawasan untuk membersihkan tanah bagi pertanian atau dari luar dan kemudian menyebar kedalam kawasan karena tidak diawasi (Lee et al. 2001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosenbaum et al. (1998) di CA Gunung Duasudara bahwa kegiatan perburuan dan perambahan hutan

13 menjadi penyebab utama berkurangnya populasi yaki. Berbeda dengan Pulau Bacan di Maluku Utara, tekanan akibat aktivitas manusia relatif kecil dibandingkan di Sulawesi Utara. Populasi manusia yang tidak terlalu padat dan larangan untuk mengkonsumsi yaki oleh agama, merupakan dua faktor yang mempengaruhi populasi yaki. Yaki biasanya diburu oleh penduduk karena dianggap sebagai hama pertanian. Ada juga yang memburu anak yaki untuk dijadikan hewan peliharaan, namun ha1 ini jarang terjadi (Rosenbaum et al. 1998). Akses untuk masuk lebih jauh ke dalam hutan semakin besar dengan kehadiran pemburu-pemburu liar. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa perangkap di dalam hutan. Menurut Riyanto (2004), pemburu liar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu a) pemburu liar untuk memperoleh daging satwa guna kebutuhan sehari-hari, b) pemburu liar untuk keperluan perdagangan satwa guna pemeliharaan, dan c) pemburu liar karena hobi berburu satwa. Dua butir pertama merupakan kelompok-kelompok yang sering ditemui di CA Gunung Duasudara. Selain kedua butir diatas, alasan mengapa yaki diburu adalah karena yaki sering mengambil tanaman perkebunan, sehingga dianggap sebagai hama oleh penduduk sekitar kawasan (Dwiyahreni et al. 2001). Lee (1997) menambahkan bahwa adanya kenaikan populasi manusia dari tahun ke tahun telah meningkatkan pemintaan daging satwa. Hal ini menciptakan suatu situasi yang mengakibatkan kebanyakan satwa yang diburu di daerah barat Sulawesi bagian utara adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar. Ditambah lagi dengan tidak adanya larangan agama dalam ha1 mengkonsumsi daging satwaliar tertentu, mengakibatkan permintaan satwaliar di pasaran bertambah. Proses penegakan hukum terhadap pelanggaran perburuan satwaliar termasuk yaki, agaknya belum dapat dilaksanakan secara tegas, karena para pemburu liar tersebut kebanyakan adalah masyarakat sekitar

14 hutan, yang mempunyai latar belakang ekonomi lemah dan berpendidikan rendah (Riyanto 2004). Status Konservasi Yaki Yaki dilindungi oleh Pemerintah RI dengan SK Menteri Pertanian 29 Januari 1970 No. 4211kpt1um , SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301IKpts-I dan Undang-Undang No.5 tahun Dalam daftar yang dikeluarkan IUCN, yaki digolongkan sebagai satwa "endangered" dan dicantumkan dalam Appendix I1 CITES (Supriatna & Hendras 2000). Rosenbaum et al. (1998), mengambil kesimpulan bahwa tanpa tekanan perburuan, status yaki akan masuk dalam kategori extinct dalam tahun yang akan datang.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura).

Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura). Jantan Dewasa/Adult (Macaca Maura). Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulau-pulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Burung Burung merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan alam di Indonesia. Jenisnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran Satwaliar Kelompok Mamalia Kawasan Gunung Parakasak memiliki luas mencapai 1.252 ha, namun areal yang berhutan hanya tersisa < 1%. Areal hutan di Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peta Tematik untuk Pembuatan Model Spasial 5.1.1 Peta Ketinggian Ketinggian di lokasi penelitian berkisar antara 0-1351 meter dpl dengan tiga puncak gunung yaitu gunung Tangkoko,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Macaca fascicularis Raffles merupakan salah satu jenis primata dari famili Cercopithecidae yang dikenal dengan nama monyet atau monyet ekor panjang (long tailed macaque)

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA

LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA LAJU DEGRADASI HABITAT MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM GUNUNG DUASUDARA SULAWESI UTARA Hanry J. Lengkong 1) 1)Program Studi Biologi FMIPA Universitas Sam Ratulangi, Manado 95115 e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM Edy Hendras Wahyono Penerbitan ini didukung oleh : 2 MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI ACEH Naskah oleh : Edy Hendras Wahyono Illustrasi : Ishak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Menurut Napier and Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah sebagai berikut: Phyllum Sub Phyllum Class Ordo Sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kukang adalah salah satu spesies primata dari genus Nycticebus yang penyebarannya di Indonesia meliputi pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Osman-Hill 1953; Nekaris;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

C. Model-model Konseptual

C. Model-model Konseptual C. Model-model Konseptual Semua kampanye Pride Rare dimulai dengan membangun suatu model konseptual, yang merupakan alat untuk menggambarkan secara visual situasi di lokasi proyek. Pada bagian intinya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Monyet ekor panjang memiliki klasifikasi ilmiah seperti yang dipaparkan oleh Napier dan Napier (1985) sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi ungko dan siamang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Siamang merupakan satwa liar yang termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

Si Pengerat Musuh Petani Tebu..

Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Si Pengerat Musuh Petani Tebu.. Embriani BBPPTP Surabaya Gambar. Tanaman Tebu Yang Terserang Tikus Hama/pest diartikan sebagai jasad pengganggu bisa berupa jasad renik, tumbuhan, dan hewan. Hama Tanaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Orangutan dan Klasifikasi Istilah orangutan diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia (orang) hutan. Dalam pemberian nama ini para ahli anthropologi fisik mengalami kesulitan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Orangutan. tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, banteng (Bos javanicus d Alton 1823) ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi undang-undang (SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/7/1972) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae; Subkingdom: Tracheobionta; Super Divisi: Spermatophyta ; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Liliopsida; Sub Kelas: Commelinidae;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan penyebarannya dapat secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dapat diamati dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

KONSERVASI Habitat dan Kalawet 113 KONSERVASI Habitat dan Kalawet Kawasan hutan Kalimantan merupakan habitat bagi dua spesies Hylobates, yaitu kalawet (Hylobates agilis albibarbis), dan Hylobates muelleri. Kedua spesies tersebut adalah

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tanaman cenderung identik dengan tanaman yang seragam dan seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan, yang memiliki peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paliyan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kecamatan Paliyan, terdapat Suaka Margasatwa. Suaka Margasatwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 1 BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan III. METODE PENELTIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan di Cagar Alam Lembah Harau Sumatera Barat (Gambar 6) pada bulan Mei

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Monyet Hitam Sulawesi 2.1.1 Taksonomi Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) adalah satu dari 8 jenis monyet endemik Sulawesi. IUCN Red List for Threatened

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu satu bulan di grid vector O11, M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

PERILAKU KEWASPADAAN MONYET HITAM SULAWESI PULAU BACAN, MALUKU UTARA

PERILAKU KEWASPADAAN MONYET HITAM SULAWESI PULAU BACAN, MALUKU UTARA PERILAKU KEWASPADAAN MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra DESMAREST, 1822) DI HUTAN KONVERSI PULAU BACAN, MALUKU UTARA Ahmad, Zulkifli 1 dan Abdu Mas ud 1 1 Dosen Pada Prodi Pendidikan Biologi Universitas

Lebih terperinci