KAJIAN KERAWANAN KEKERINGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO HULU TENGAH

Transkripsi

1 KAJIAN KERAWANAN KEKERINGAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO HULU TENGAH Yuli Priyana, Alif Noor Anna 2,2 Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Akhmad Yani Tromol Pos Pabelan Kartasura Surakarta Abstrak Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu faktor penentu kondisi sumber daya air di suatu wilayah. Permasalahan kebencanaan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah seperti banjir, kekeringan, lahan kritis, dan tanah longsor yang terjadi berdampak pada sektor pertanian sehingga menurunkan tingkat ketahanan pangan wilayah. Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisa data sekunder dilengkapi survei. Analisis data menggunakan metode skoring berjenjang. Hasil penelitian menunjukkan nilai skor tertinggi untuk parameter kekeringan terdapat di Sub Das Alang Unggahan sebesar 3,20 dan terendah terdapat di Sub DAS Jlantah Walikun Ds, dan Keduang, yakni sebesar 2,525. Tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah adalah sedang dan rendah. Tingkat kerawanan kekeringan sedang tersebar di Sub DAS Alang Unggahan, Bambang, Dengkeng, Mungkung, Pepe, Samin, dan Sub DAS Wiroko Temon. Sementara kelas kerawanan kekeringan rendah terdapat di Sub DAS Jlantah Walikun Ds, dan Sub DAS Keduang. Kata Kunci: kerawanan, kekeringan, DAS Bengawan Solo Hulu Tengah. Abstract Watershed (DAS) is one of the determinants of the condition of water resources in a region. Disaster problems in the Bengawan Solo Hulu Tengah Basin such as floods, drought, critical land, and landslides that occur in the agricultural sector, thus reducing the level of food security of the region. The purpose of this study is the level of drought in the Bengawan Solo Hulu Tengah watershed. The method used in this research is secondary analysis data and survey. Data analysis using tiered scoring method. The results showed the highest score for drought parameter in Alang Unggahan Sub-Watershed is 3.20 and the lowest in Jlantah Walikun Ds, and Keduang Sub Watershed, that is 2,525. The level of drought vulnerability in Bengawan Solo Hulu Tengah Watershed is low and medium. The level medium of drought vulnerability spread in Alang Unggahan Sub-Watershed, Bambang, Dengkeng, Mungkung, Pepe, Samin, and Wiroko Temon Sub-watershed. Meanwhile, low drought vulnerability classes are found in the Sub DAS of Jlantah Walikun Ds, and Keduang Sub DAS. Keywords: vulnerability, drought, Bengawan Solo Hulu Tengah Watershed. PENDAHULUAN Ketahanan pangan menjadi isu penting pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla. Berbagai macam program telah dicanangkan pemerintah dalam upaya mendukung ketahanan pangan nasional. Walaupun demikian program ketahanan pangan yang diluncurkan pemerintah mempunyai beberapa macam kendala. Salah satunya adalah isu perubahan iklim global (global climate change). Perubahan iklim dunia menyebabkan dampak luar biasa bagi ketahanan pangan. Salah satu Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 303

2 contohnya adalah munculnya berbagai macam bencana yang timbul disektor sumber daya air seperti banjir, kekritisan lahan, dan kekeringan. Fenomena banjir dan kekeringan yang melanda seluruh wilayah Indonesia beberapa tahun terakhir merupakan salah satu akibat dari alih guna lahan hutan menjadi non hutan (pertanian, pemukiman, industri) di daerah aliran sungai (DAS). Alih guna lahan hutan menjadi non hutan berlangsung seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk (Jacob, 203). Hal demikian juga terjadi di DAS Bengawan Solo yang sebagian besar wilayahnya telah mengalami alih fungsi lahan. DAS merupakan salah satu faktor penentu kondisi sumber daya air di suatu wilayah, sehingga berpotensi menimbulkan dampak yang besar terhadap ketahanan pangan wilayah. Pengelolaan DAS yang tepat akan berdampak pada kondisi sumber daya airnya. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan menunjukkan adanya peningkatan kerusakan DAS dari yang semula 22 DAS pada tahun 98 menjadi sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 992 dan 998. Sedangkan kondisi terkini, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009, Tanggal 2 Juni 2009 menetapkan 08 DAS kritis dengan prioritas penanganan yang dituangkan dalam RPJM yang salah satunya adalah DAS Bengawan Solo (Dephut, 20). DAS merupakan suatu sistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems) yang saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Tiap komponen dalam sistem atau sub sistemnya memiliki sifat yang khas dan keberadaannya berhubungan dengan komponen lain membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Dengan demikian jika terdapat gangguan atau ketidakseimbangan pada salah satu komponen maka akan memiliki dampak berantai terhadap komponen lainnya (Susetyaningsih, 202). Permasalahan DAS ditinjau pada aspek lahan disebabkan oleh tingginya tingkat erosi dan sedimentasi menyebabkan meluasnya lahan kritis serta menurunnya produktivitas lahan. Kenyataannya terdapat berbagai macam masalah yang terjadi pada pengelolaan daerah aliran sungai tersebut dimana dapat menghambat fungsi DAS yaitu contohnya berupa perubahan alih fungsi Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 30

3 hutan yang mana secara mendasar berakibat mulai turunnya jumlah hutan di lokasi ini, berkurangnya sumber mata air, tererosinya lapisan tanah yang subur, timbulnya longsor, pendangkalan sungai dan pada akhirnya membawa dampak perubahan ke arah lahan kritis (Riskhihadi, dkk, 202). Adapun faktor yang melatarbelakangi permasalahan alih fungsi lahan pada daerah hulu pada sebuah DAS sebagian besar disebabkan karena faktor kebutuhan sosial ekonomi masyarakat (Suganda, 2009). Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement) yang kurang baik. Sejalan dengan pendapat Waskitho (203) yang menyatakan bahwa model hubungan budaya organisasi dengan kinerja DAS Brantas cukup memadai dalam memprediksi kinerja DAS Brantas dengan baik. Budaya organisasi pengelola DAS Brantas dalam kategori cukup baik. Kinerja DAS Brantas dalam kategori baik. Erosi dan koefisien regim sungai berkategori baik. Budaya organisasi pengelola berpengaruh pada kinerja DAS Brantas. Kompleksitas terjadinya suatu bencana di kawasan DAS masih membutuhkan sebuah inovasi pendekatan pengelolaan DAS untuk memperbaiki situasi, terutama untuk melestarikan sumberdaya air dan lahan (Hidayat, dkk., 20). Selain inovasi dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan suatu DAS dibutuhkan juga partisipasi dari masyarakat sekitar DAS. Hal ini dapat membantu menjaga kelestarian DAS agar keberlanjutannya tetap terjaga. Selain itu adanya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan DAS dapat membantu meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya (Wani, dkk., 2006). Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dibagi dalam dua tipe, yaitu secara tidak langsung menjadikan hutan sebagai penyangga sistem kehidupan atau life supporting system, termasuk sistem pertanian pangan; dan secara langsung menjadikan hutan sebagai penyedia pangan Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 305

4 (Forest for Food Provision). Peran hutan dalam mendukung ketahanan pangan melalui fungsi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan, antara lain adalah: hutan sebagai pengatur tata air, hutan sebagai pengatur iklim mikro dan penyerap karbon, dan hutan sebagai sumber plasma nutfah (SDG). Sejalan dengan hal tersebut Thakare dkk (203) menyatakan bahwa pengelolaan DAS sangat mendukung program ketahanan pangan pertanian. Pengelolaan DAS yang baik dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah dan mengurangi tingkat erosi tanah, sehingga lahan pertanian akan stabil dan relatif menjadi subur. Kebutuhan air irigasi pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Kerusakan hutan akan memicu terjadinya global warming, selain itu akan berdampak pada kerusakan fungsi hidrologis hutan oleh berbagai sebab membuat cadangan air tanah yang mendukung sistem irigasi semakin berkurang. Kerusakan hutan saat ini telah menyebabkan berbagai bencana seperti banjir dan kekeringan yang mengancam keberlanjutan pertanian pangan. Dengan demikian maka penting mengkaji tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah. METODE Penelitian menggunakan metode analisa data sekunder dilengkapi dengan survei. Pendekatan yang digunakan meliputi 2 macam, yakni pendekatan biofisik DAS dan geografi. Pendekatan biofisik adalah untuk mengkaji faktor biofisik DAS yang berpengaruh terhadap kekeringan. Data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian diantaranya adalah data meteorologis wilayah (curah hujan tahunan, evapotranspirasi, bulan kering), data geologi atau batuan, kebutuhan air, dan debit. Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 306

5 Tabel Formulasi Kerentanan Kekeringan dan Potensi Air No Parameter/Bobot Besaran Nilai Kategori Skor A ALAMI (60%) a Hujan tahunan (mm) (20%) b Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (7.5%) c Bulan kering (< 00 mm/bl) (2.5%) d Geologi (0%) B MANAJEMEN 0% a Kebutuhan Air (25%) b Debit minimum spesifik (m3/dt/km2) (5%) Sumber: Paimin, dkk. (200) > < 500 < > 2000 < >8 Vulkan Cmp Vulk-Pgn Lpt Pgn Batuan Sedimen Batuan Kapur < 0,3 0,3-0,9 0,5-0,79 0,8-,0 >,0 > 0,035 0,022-0,035 0,05-0,02 0,00-0,0 < 0,00 Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Analisis tingkat kerawanan kekeringan menggunakan metode skorring berjenjang. Setip parameter memiliki bobot atau pengaruh yang berbeda-beda terhadap kerawanan kekeringan. Setelah proses skoring dan pembobotan selesai selanjutnya dilakukan klasifikasi kerawanan kekeringan dan terbagi menjadi 3 kelas kerawanan kekeringan, yakni kelas tinggi, sedang, dan rendah Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 307

6 HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah penelitian masuk dalam Wilayah Pengairan sub DAS Solo Hulu Tengah dan Atas. sub DAS Solo Hulu Tengah yaitu sub sub DAS Pepe, Bambang, Dengkeng, Mungkung, Samin, dan Jlantah Walikun Ds, sedangkan sub DAS Solo Hulu Atas yaitu sub sub DAS Keduang, Wiroko Temon, dan Alang Unggahan. Secara astronomis, daerah penelitian terletak diantara 0º3 7,6 BT- 0º26 57,0 BT dan 7º26 33,5 LS-8º6 3,8 LS. Luas daerah penelitian seluruhnya yaitu ,56 m² (3.773,99 Km²). Daerah kajian memiliki iklim sedang dan agak basah. Stasiun curah hujan yang memiliki tipe iklim agak basah diantaranya adalah stasiun curah hujan Pabelan, Tawangmangu, dan klaten sedangkan stasiun yang beriklim sedang terdapat di stasiun curah hujan Nepen dan Baturetno. Pada tahun 206, di daerah penelitian terdapat 7 jenis penggunaan lahan yang meliputi: hutan, kebun campuran, lahan kering/kosong, permukiman, sawah, tegalan dan daerah berair/waduk. Penggunaan lahan didominasi penggunaan lahan sawah dan kebun campur dengan luas masing-masing sebesar.6,5 km 2 dan.90,76 km². Jenis tanah di daerah penelitian terdiri atas 8 jenis, yaitu alluvials, andosols, complex, grumusols, latosols, litosols, mediterranean, dan regosols. Daerah penelitian didominasi jenis tanah lithosols yang merata hampir di seluruh daerah mulai dari selatan ke utara. Daerah penelitian terbagi atas daerah topografi, yaitu datar, bergelombang, berbukit, dan volkan. Daerah penelitian umumnya bertopografi datar (kemiringan 0-<5%) yaitu seluas ,0 m² (2.506,0 Km²) atau 66,% dari luas keseluruhan wilayah. Kondisi geologis daerah penelitian terdiri atas material Andesite, Holocene, Alluvium, Limestone, Old Quatenary Volcanic Product, Quatenary Sedimentary Product, Tertiary Sedimentary Product, Tertiary Volcanic Product, Young Quatenary Volcanic Product, dan sisanya waduk atau daerah berair. Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 308

7 Daerah kajian secara administratif masuk dalam propinsi Jawa Tengah (Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Kota Surakarta, Klaten, dan Wonogiri). Total jumlah penduduknya mencapai jiwa. Deskripsi Hasil Parameter Kerawanan Kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu dan Tengah Ada 6 parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah. Adapun parameters tersebut diantaranya adalah curah hujan tahunan, evapotranspirasi, bulan kering, data geologi atau batuan, kebutuhan air, dan debit minimum. Secara detail mengenai deskripsi hasil masing-masing parameter dapat dilihat pada Tabel 2. No Tabel 2 Deskripsi Hasil Parameter Kerawanan Kekeringan Sub DAS Alang Unggahan 2 Bambang 3 Dengkeng Jlantah Walikun Ds 5 Keduang 6 Mungkung 7 Pepe 8 Samin 9 Wiroko Temon Curah Hujan Tahunan (mm) Evapo transpirasi Bulan Kering Geologi Indeks Kebutuhan Air Debit Minimum Spesifik (m 3 /dt/km 2 ) 26 35,67 5,8 Batuan Kapur 0,9 0,37 92, 3,5 3,8 Campuran 3,9 0, ,7,3 Campuran,2 0,0 28, 23,2 Campuran 0,7 0,8 25,3 22,, Campuran 0,6 0,08 28, 69,7 3, Campuran 2,7 0,5 8,9 7,66 3,8 Campuran 2,3,8 2,8 7,0 3, Campuran 2,8 0, ,9 5,8 Vulkan,6 0,3 Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 309

8 Skoring Kerawanan Kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah Skoring parameter kerawanan kekeringan dilakukan dengan metode berjenjang. Setiap parameter memiliki bobot atau pengaruh yang berbeda terhadap kerawanan kekeringan. Selanjutnya setelah nilai skor diperoleh kemudian dilakukan pembobotan dan dijumlahkan. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah melakukan klasifikasi nilai skor akhir sehingga terbagi menjadi 3 kelas kerawanan kekeringan, yakni: kelas tinggi, sedang, dan rendah. Secara detail mengenai skoring dan tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu dan Tengah dapat dilihat pada Tabel 3 dan. Tabel 3 Skor Kerawanan Kekeringan DAS Bengawan Solo Hulu dan Tengah No Sub DAS Nilai Skor Parameter A B C D E F Alang Unggahan Bambang Dengkeng Jlantah Walikun Ds Keduang Mungkung Pepe Samin Wiroko Temon Keterangan: A: Curah hujan tahunan C: Bulan kering E: Indeks kebutuhan air B: Evapotranspirasi aktual tahunan D: Geologi F: Debit minimum spesifik Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa parameter curah hujan tahunan memberikan kontribusi yang cukup besar pada tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah, yakni memiliki nilai skor 5. Artinya bahawa keberadaan curah hujan yang relatif kecil mempunyai peran yang cukup besar terhadap kekeringan. Sementara itu parameter yang terkecil memberikan dampak kepada tingkat kerawanan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah adalah evapotranspirasi aktual tahunan dan debit minimum spesifik, yakni memiliki nilai skor. Artinya bahwa peran dari evapotranspirasi maupun debit minimum Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 30

9 mempunyai peran yang tidak begitu besar terhadap kerawanan kekringan pada daerah penelitian. Tabel. Skor Akhir dan Klasifikasi Kerawanan Kekeringan DAS Bengawan Solo Hulu dan Tengah No Sub DAS Nilai Skor Akhir Parameter Skor Klasifikasi A B C D E F Total Alang Unggahan 0,75 0,375 0,5 0,5 3,20 Sedang 2 Bambang 0,75 0,25 0,2,25 0,5 3,025 Sedang 3 Dengkeng 0,75 0,25 0,2,25 0,5 3,025 Sedang Jlantah Walikun 0,75 0,25 0,2 0,75 0,5 2,525 Rendah Ds 5 Keduang 0,75 0,25 0,2 0,75 0,5 2,525 Rendah 6 Mungkung 0,75 0,25 0,2,25 0,5 3,025 Sedang 7 Pepe 0,75 0,25 0,2,25 0,5 3,025 Sedang 8 Samin 0,75 0,25 0,2,25 0,5 3,025 Sedang 9 Wiroko Temon 0,75 0,375 0,,25 0,5 3,05 Sedang Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa nilai skor tertinggi untuk parameter kekeringan terdapat di Sub DAS Alang Unggahan sebesar 3,20 dan terendah terdapat di Sub DAS Jlantah Walikun Ds, dan Keduang, yakni sebesar 2,525. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kerawanan kekeringan pada DAS Alang Unggahan secara kuantitatif paling besar dibandingkan dengan Sub DAS yang lain. Tingkat kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah adalah sedang dan rendah. Sebagian besar wilayah di DAS Bengawan Solo Hulu Tengah memiliki tingkat kerawanan kekeringan kategori sedang. Tingkat kerawanan sedang tersebar di Sub DAS Alang Unggahan, Bambang, Dengkeng, Mungkung, Pepe, Samin, dan Sub DAS Wiroko Temon. Sementara itu kelas kerawanan kekeringan rendah terdapat di Sub DAS Jlantah Walikun Ds, dan Sub DAS Keduang. Meskipun memiliki tingkat kerawanan sedang, apabila mendekati musim kemarau sebagian besar wilayah DAS Bengawan Solo Hulu Tengah mengalami kekeringan. Secara spasial mengenai sebaran kerawanan kekeringan di DAS Bengawan Solo Hulu dan Tengah dapat dilihat pada Gambar. SIMPULAN DAS Bengawan Solo Hulu Tengah memiliki 2 kelas tingkat kerawanan kekeringan, yakni sedang dan rendah. Kelas kerawanan sedang dengan skor 3,025 sampai dengan 3,20mendominasi sebagian besar wilayah di DAS Bengawan Solo Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 3

10 Hulu Tengah. Tingkat kerawanan sedang tersebar di Sub DAS Alang Unggahan, Bambang, Dengkeng, Mungkung, Pepe, Samin, dan Sub DAS Wiroko Temon. Sementara itu kelas kerawanan kekeringan rendah terdapat di Sub DAS Jlantah Walikun Ds, dan Sub DAS Keduang. DAFTAR PUSTAKA BPBD Jateng. 20. Data Kekeringan di Wilayah Jateng. Diakses pada tanggal 28 April 20 dengan alamat Departemen Kehutanan. 20. SK Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009, Tanggal 2 Juni 2009 menetapkan 08 DAS kritis dengan prioritas penanganan yang dituangkan dalam RPJM diakses pada tanggal 8 April 205 dialamat: Hidayat, L., Susanto, S., Sudira, P., & Jayadi, R. 20. Penilaian Kinerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Model Hidrologi Elementer Kasus: Daerah Tangkapan Air Waduk Mrica. Jurnal Penelitian AGRITECH, Vol. 3, No. 3. Jacob, A Pengelolaan Lahan Alternatif untuk Konservasi Sumberdaya Air di DAS Batugantung, Kota Ambon. Jurnal Penelitian Agrologia, 2(): Paimin, Sukrisno, & Purwanto Sidik Cepat Degradasi Sub DAS. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Riskihadi, A., Rahardi, B., & Suharto, B Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Vol 2 No. 2. Suganda, E., Yatmo, Y., & Atmodiwirjo, P Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat Pada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, 3(2): Susetyaningsih, A Pengaturan Penggunaan Lahan di Daerah Hulu DAS Cimanuk sebagai upaya Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Air. Jurnal Penelitian Jurnal STT-Garut, Vol. 0 No. 0. Wani, S.P., Singh, H.P., Sreedevi, T.K., Pathak, P., Rego, T.J., Shiferaw, B., & Iyer, S.R Farmer-Participatory Integrated Watershed Management: Adarsha Watershed, Kothapally India An Innovative and Upscalable Approach. SAT ejournal August, Volume 2 Issue. Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 32

11 Thakare, P., Jadhav, Raj A., Kumawat, & Hastimal, S Watershed Management-A case study of Satara Tanda Village. International Journal of Innovative Technology and Exploring Engineering (IJITEE), Volume-3, Issue-3. Waskitho, N.T Model Budaya Organisasi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Brantas. JURNAL HUMANITY, Volume 8, Nomor 2. Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 33

12 Gambar. Peta Kerawanan Kekeringan DAS Bengawan Solo Hulu Tengah Fakultas Pendidikan MIPA dan Teknologi IKIP PGRI Pontianak 3