JURNAL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan. Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh: Randi Saputra Bagian Hukum Pidana

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan. Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh: Randi Saputra Bagian Hukum Pidana"

Transkripsi

1 KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA - AUSTRALIA DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI JURNAL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh: Randi Saputra Bagian Hukum Pidana Pembimbing : Yetisma Saini, S.H. M.H. Deswita Rosra, SH. MH. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014

2 JUDICIAL REVIEW OF THE ESTRADITION TREATY BETWEEN INDONESIA AUSTRALIA IN ORDER TO ERADICATE CORRUPTION Randi Saputra 1, Yetisma Saini 1, Deswita Rosra 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta randi_saputra09@yahoo.co.id Abstract Extradition treaty between Indonesia - Australia is aiming to capture the fugitive criminals who fled to the country of Australia. As one of the extradition treaty between Indonesia and Australia took place at the termination of the eradication of corruption which has been internationally classified as an international crime. Formulation of the problem is 1) what are the things that are set in the extradition treaty between Indonesia - Australia in corruption?. 2) How does the government's efforts to maximize the functions and benefits of the extradition treaty in curbing corruption as a transnational crime?. This type of research is a normative legal research, the data source is the primary legal materials and secondary legal materials, data collection techniques is the study of documents and analyzed qualitatively. From the study it can be concluded that : 1) The matters set forth in the extradition treaty between Indonesia and Australia covers 33 types of crimes are referred padaundang - Law No. 8 of 1994 on Extradition Treaty between Indonesia and Australia. 2) The government's efforts to maximize the functions and benefits of the extradition treaty is a mutual interest in combating crimes of corruption, efforts to return of proceeds of corruption crimes, and an increase in the principle of fairness. Keywords: Agreement, Extradition, Eradication of Corruption

3 Pendahuluan Suatu fenomena sosial yang dinamakan korupsi atau yang lebih dikenal dengan istilah White Collar Crime merupakan realitas perilaku manusia dalam interaksi sosial yang dianggap menyimpang, serta membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, perilaku tersebut dalam segala bentuk dicela oleh masyarakat, bahkan termaksuk oleh para koruptor itu sendiri sesuai dengan ungkapan koruptor teriak koruptor. Di dalam politik hukum pidana Indonesia, korupsi itu bahkan dianggap sebagai suatu bentuk tindak pidana yang perlu didekati secara khusus dan diancam dengan pidana yang cukup berat. Setiap negara mempunyai tujuan yang ingin dicapai secara umum berupa kesejahteraan bagi warga negara masyarakatnya. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, suatu negara melaksanakan pembangunan di berbagai bidang dengan memerlukan dukungan dana cukup besar tersedia sangat mempengaruhi keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuannya. Didasari bahwa dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan telah terjadi penyalahgunaan, penyimpangan keuangan negara yang menguntungkan atau memperkaya oknum tertentu atau sekelompok tertentu dalam bentuk korupsi yang tidak hanya melibatkan dan atau dilakukan oleh penyelenggaraan dengan para pengusaha dan atau dengan pihak lain yang akibatnya dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara. Kerjasama penegakan hukum dalam hubungan internasional telah terbukti sangat menentukan keberhasilan penegakan hukum nasional terhadap kejahatan transnasional. Keberhasilan kerjasama penegakan hukum tersebut pada umumnya tidak akan menjadi kenyataan jika tidak ada perjanjian bilateral dan multilateral dalam penyerahan pelaku dan bersumber dari keuangan negara yang

4 kejahatan atau dalam kerja sama penyidikan, penuntutan dan peradilan. Di Indonesia masalah ekstradisi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 yang merupakan undangundang nasional untuk menggantikan peraturan sebelumnya yang merupakan undang-undang peninggalan Belanda. Namun demikian mengingat pesatnya perkembangan pergaulan antar bangsa yang membawa dampak semakin meningkatnya kejahatan lintas negara, maka pemerintah Indonesia saat ini melakukan penelaahan dan peninjauan kembali undang-undang ekstradisi tersebut guna perbaikan dan penyempurnaan. Dengan adanya perjanjian ekstradisi maka pelaku kejahatan yang melarikan diri ke negara lain tidak dapat lepas dari jeratan hukum. Bagi Indonesia, perjanjian ekstradisi dengan negara lain sangat diperlukan untuk menangkap para koruptor beserta asetnya. kemungkinan bagi penjahat pelarian Indonesia untuk menjadikan negara tetangga sebagai tempat bermukim baru untuk lepas dari tuntutan hukum. Sebaliknya hal serupa biasa terjadi, penjahat pelarian negara lain dapat menjadikan Indonesia sebagai tempat pelarian. Oleh karena itu Indonesia perlu membuat perjanjian ekstradisi dengan negara lain, sesuai dengan yang tertera pada Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Dasar Mengingat semakin kompleknya kejahatan yang terjadi dimana para penjahat tersebut melarikan diri ke negara lain untuk menghindari tuntutan hukum di Indonesia, maka Indonesia membuat perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tersebut. Salah satu negara yang menjadi tujuan para koruptor adalah negara Australia. Oleh karena itu Indonesia membuat perjanjian ekstradisi dengan Australia untuk memberantas para pelaku kejahatan. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya

5 Berdasarkan kesamaan kepentingan dan solidaritas dalam menanggulangi kejahatan, pemerintah Republik Indonesia dan Australia telah bertekat untuk mencegah setiap upaya pelaku tindak pidana yang meloloskan diri dari tuntutan hukum. Selain itu, dengan lolosnya pelaku tindak pidana tersebut dari tuntutan hukum, dapat perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Australia. Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk membahas permasalahan mengenai kajian yuridis terhadap perjanjian ekstradisi antara Indonesia Australia dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. merugikan negara secara materil, terutama apabila hal tersebut terjadi pada tindak pidana ekonomi dan keuangan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pemerintah Republik Indonesia dan Australia telah sepakat untuk mengadakan perjanjian ekstradisi. Setelah melalui pembahasan yang cukup matang, maka kedua pihak menuangkan perjanjian ini dalam bentuk MOU (Momerandum Of Understanding) dan ditandatanganinya perjanjian ekstradisi oleh kedua negara pada tanggal 22 April 1992 dan diundangkan oleh Negara Indonesia dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1994 tentang Metodologi Di dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan Penelitian Hukum Normatif yaitu hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Sehingga mendapatkan data primer serta dilakukan penelitian terhadap bahan-bahan perpustakaan untuk mendapatkan data sekunder. Bahan yang digunakan adalah

6 bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan menjadi penyebabnya kemudian penelitian yang berasal dari peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. lalu bahan hukum sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian menguraikan data yang berbentuk uraianuraian kalimat berdasarkan peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan pandangan pakar. Setelah itu ditarik kepustakaan atau library research dan kesimpulan yang menggambarkan hasil Bahan hukum tersier (kamus-kamus yang penelitian. digunakan untuk menerjemahkan istilah yang dipakai). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan ini studi dokumen. Hasil Dan Pembahasan Perjanjian ekstradisi antara Indonesia Australia memiliki arti penting dan langkah awal bagi bangsa Indonesia untuk Studi dokumen adalah teknik pengumpulan menangkap dan membawa pulang para data dengan mempelajari dokumen dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan menganalisa dokumen-dokumen yang diperoleh dari perjanjian ekstradisi antara Indonesia dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi. yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis data dengan mulai pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti dan berusaha mengetahui faktor yang koruptor beserta aset yang telah dibawanya ke Australia untuk selanjutnya di proses memakai hukum yang berlaku di Indonesia. Perjanjian ekstradisi tersebut tidak hanya mengatur mengenai tindak pidana korupsi saja, beberapa tindak pidana juga diatur didalamnya, seperti pencucian uang, perdagangan anak dan sejumlah kejahatan transnasional lainnya. Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Australia mencakup 33 jenis kejahatan

7 yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1994 tentang Ekstradisi. Perjanjian akan mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari setelah kedua negara saling memberitahukan secara tertulis bahwa masing-masing persyaratan untuk mulai berlakunya perjanjian ini telah dipenuhi. Masing-masing negara dapat mengakhiri berlakunya Perjanjian dengan memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya yang akan berlaku efektif 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan tersebut diberikan. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia Australia yaitu bertujaun untuk pengembalian para buronan koruptor yang melarikan diri ke negara Australia. Adapun inti dari perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Australia mengambil tempat pada pemutusan pemberantasan tindak pidana korupsi yang secara internasional telah dikategorikan sebagai sebuah kejahatan internasional, yakni dalam konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003 (United Nation Convention Corruption) Sebagai tindak lanjut dari kewajiban internasional tersebut, maka dalam kesepakatan organisasi regional negaranegara Asia Tenggara (ASEAN) telah secara bersama-sama mendeklarasikan diri bersepakat untuk meningkatkan efektifitas lembaga penegak hukum dari para pihak dalam pencegahan, penyidikan, penuntutan, dan yang berhubungan dengan penangangan perkara pidana melalui kerja sama dan bantuan timbal balik dalam masalh pidana. Dengan menandatangani Perjanjian Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana (Treaty On Mutual Legal Assistance In Criminal Matters). Perjanjian ekstradisi tersebut selain bertujuan untuk pengembalian buronan korupsi yang melarikan diri juga berfungsi sebagai alat atau jalan utama bagi aparat hukum yang berkompeten dibidangnya

8 untuk menegakkan hukum terutama pada masalah tindak pidana korupsi. Selain itu, perjanjian ekstradisi tersebut merupakan vonis/ekstradisi pertama yang dirasakan oleh koruptor yang dikembalikan dari Australia dengan proses yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979, sekembalinya para koruptor dari Australia maka para koruptor tersebut dapat dikenakan terhadan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. upaya pemerintah dalam memaksimalkan fungsi dan manfaat perjanjian ekstradisi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain : 1. Kepentingan Bersama Dalam Pemberantasan Kejahatan Tindak Pidana Korupsi Terbentuknya Undang-Undang No 8 Tahun 1994 Tentang Perjanjian Indonesia dengan Australia merupakan upaya strategis untuk meningkatkan kerjasama di bidang penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan. Dengan perjanjian ekstradisi tersebut diharapkan hubungan dan kerjasama yang lebih baik antara kedua negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan dapat ditingkatkan. Perjanjian ekstradisi ini selain dapat memenuhi tuntutan keadilan juga akan dapat menghindarkan kerugian-kerugian yang disebabkan oleh lolosnya tersangka, terdakwa dan terpidana bagi kedua negara terutama dalam hal tindak pidana yang berhubungan dengan ekonomi. 2. Dalam Rangka Upaya Pengembalian Hasil Kejahatan Tindak Pidana Korupsi Setiap hasil kejahatan yang dibawa lari oleh para pelaku kejahatan tersebut Ekstradisi Antara Pemerintah Republik mempengaruhi perkembangan

9 perekonomian suatu negara. Harta kekayaan tersebut bukanlah dalam jumlah yang sedikit, akan tetapi telah mengakibatkan ekonomi yang semakin merosot. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah demi perbaikan ekonomi seolah-olah tanpa hasil karena disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab seperti itu. Bagi suatu negara yang berada pada posisi sebagai negara berkembang seperti halnya Indonesia, perbuatan melarikan kekayaan negara akan mengganggu perkembangan ekonominya. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya-upaya berupa langkah konkret dilakukan untuk mengembalikan semua kekayaan negara yaitu dengan dibentuknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Australia yang diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun Selain dari Perjanjian Ekstradisi Antara Indonesia dan Australia, pemerintah harus memanfaatkan segala saluran internasional yang dapat memulangkan dan mengembalikan hasil korupsi yang dibawa lari ke negara lain oleh para pelaku tindak pidana tersebut melalui Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana ( Mutual Legal Assistance In Criminal Matters) yang diatur dalam Undang-Undang No 1 Tahun Upaya Peningkatan Prinsip Keadilan Peraturan hukum yang telah dibuat oleh pemerintah suatu negara di negaranya diberlakukan secara umum bagi setiap orang yang menjadi warga negara dari negara tersebut tanpa terkecuali. Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap orang dipandang sama di muka hukum tanpa terkecuali. Hal ini menjadi pedoman dalam pelaksanaan semua peraturan bagi semua warga negara tanpa ada pengecualian. Berdasarkan hal

10 tersebut maka penegakan keadilan harus benar-benar diterapkan. Simpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya dalam skripsi ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia Australia dalam tindak pidana korupsi Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Australia mencakup 33 jenis kejahatan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1994 tentang Ekstradisi. Bentuk kejahatan yang dapat diekstradisi mencakup pembunuhan, perkosaan, korupsi, tertulis bahwa masing-masing persyaratan untuk mulai berlakunya perjanjian ini telah dipenuhi. Masingmasing negara dapat mengakhiri berlakunya Perjanjian dengan memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya yang akan berlaku efektif 180 (seratus delapan puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan tersebut diberikan. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia Australia yaitu bertujaun untuk pengembalian para buronan koruptor yang melarikan diri ke negara Australia. Adapun inti dari perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan pencucian uang, pembajakan pesawat, Australia mengambil tempat pada penanganan teroris, suap dan hal-hal lain yang berhubungan dengan korupsi. Perjanjian akan mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari setelah kedua negara saling memberitahukan secara pemutusan pemberantasan tindak pidana korupsi yang secara internasional telah dikategorikan sebagai sebuah kejahatan internasional, yakni dalam konvensi

11 PBB Anti Korupsi Tahun 2003 (United Nation Convention Corruption) Perjanjian ekstradisi tersebut selain bertujuan untuk pengembalian buronan korupsi yang melarikan diri juga berfungsi sebagai alat atau jalan utama bagi aparat hukum yang berkompeten dibidangnya untuk menegakkan hukum terutama pada masalah tindak pidana korupsi. Selain itu, perjanjian ekstradisi tersebut merupakan vonis/ekstradisi pertama yang dirasakan oleh koruptor yang dikembalikan dari Singapura dengan proses yang telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979, sekembalinya para koruptor dari Australia maka para koruptor tersebut dapat dikenakan terhadan Undang- 2. Upaya pemerintah memaksimalkan fungsi dan manfaat perjanjian ekstradisi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi Adapun upaya pemerintah memaksimalkan fungsi dan manfaat perjanjian ekstradisi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain : a. Kepentingan bersama dalam pemberantasan kejahatan b. Dalam rangka upaya pengembalian hasil kejahatan ekonomi c. Upaya peningkatan prinsip keadilan Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

12 Daftar Pustaka Amirul dan Zainal,2003, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pres, Jakarta. Artur Nussabaum,1969, A Concise History Of The Law Of Nations, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Sam Suhaedi Admawirya, Sejarah Hukum Internasional, Jilid 1, Cetakan 1, Binacipta, Bandung. Elwi Danil, 2003, Pemahaman Konseptual Tentang Makna Korupsi, Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. Elwi Danil Dan Aria Zurnetti, 2002, Hukum Pidana Korupsi, Departemen Pendidikan Nasional Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang. Frans Hendra Winata, 2001, Korupsi Dan Hukum Di Indonesia, Pro Jusititia Tahun XIX No.3, FH Unpar Bandung. I Wayan Parthiana, 1990, Ekstradisi Dalam Hukum Internasional Dan Hukum Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung. J.G. Starke, An Introduction To International Law, Butter-Wordhs, 7th Edition, London. L. Oppenheim, 1960, Internasional Law, A Treatise, 8th edition, Vol, One Peace. Muh. Budiarto, 1975,Masalah Ekstradisi Dan Jaminan Perlindungan Atas HAM, Ghalia Indonesia, Jakarta. Robert O. Tilman, 1988 timbulnya Birokrasi Pasar Gelap : Administrasi Pembangunan dan Korupsi Di Negara-Negara Baru dalam Muchtar Lubis dan James C. Scot (ed), Bunga Rampai Korpsi,LP3ES, Jakarta. Romli Atmasasmita, 2004, Pengantar Hukum Internasional Bagian II, Hecca Mitra Utama, Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE INDEPENDENT

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017 PERJANJIAN EKSTRADISI ANTAR NEGARA DALAM KAITANNYA DENGAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN 1 Oleh: Ornelita Agnes Sipasulta 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Perjanjian. Ekstradisi. Papua Nugini. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5674) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PAPUA NUGINI (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Korupsi merupakan sebuah masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia dan masyarakat international. Di Indonesia korupsi telah diputuskan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Pelanggaran atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini memiliki hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK MENGENAI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERINGJ1

PERSPEKTIF DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK MENGENAI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERINGJ1 PERSPEKTIF DAN UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK MENGENAI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERINGJ1 0/eh: Dr. Yunus Husein 2 Pendahuluan Bagi negara seperti Indonesia yang

Lebih terperinci

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo Mutual Legal Assistance Trisno Raharjo Tiga Bentuk Kerjasama Ekstradisi Orang pelarian Transfer of sentence person (transfer of prisoners (pemindahan narapidana antar negara) Bantuan timbal balik dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON MUTUAL LEGAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS (PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA) Menimbang :

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI PERJANJIAN KERJASAMA EKSTRADISI DENGAN PAPUA NUGINI 2015

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI PERJANJIAN KERJASAMA EKSTRADISI DENGAN PAPUA NUGINI 2015 KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI PERJANJIAN KERJASAMA EKSTRADISI DENGAN PAPUA NUGINI 2015 Oleh : M. Fauzie Putra Sy Nim. 1101112508 Pembimbing: Drs. Idjang Tjarsono, M.Si (fauzieputrasy@gmail.com) Jurusan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa ini semakin. meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Kasus korupsi biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa ini semakin. meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Kasus korupsi biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dewasa ini semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Kasus korupsi biasanya berhubungan dengan kekuasaan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2014

Lex Crimen Vol. III/No. 1/Jan-Mar/2014 UPAYA HUKUM DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PIDANA DENGAN NEGARA LAIN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 1 Oleh: Kevin Wurangian 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau

BAB 1 PENDAHULUAN. perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah perairan yang sangat luas. Kondisi wilayah ini dikenal dengan Archipelago State atau dalam bahasa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA

SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA SILABI KEJAHATAN LINTAS NEGARA A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : KEJAHATAN LINTAS NEGARA STATUS MATA KULIAH : WAJIB KONSENTRASI KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 SKS PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017

PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 PENGUATAN KERJA SAMA PENEGAKAN HUKUM GLOBAL DAN REGIONAL Oleh: Viona Wijaya * Naskah diterima: 23 Agustus 2017; disetujui: 31 Agustus 2017 Dalam perkembangan pergaulan internasional saat ini, tidak mungkin

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 8/Okt/2017 PEMBERANTASAN KEJAHATAN EKONOMI ANTAR NEGARA DENGAN PERJANJIAN EKSTRADISI (PERSPEKTIF INDONESIA) 1 Oleh: Hendrik B. Sompotan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) SKRIPSI Oleh UMMI KULSUM NIM. 030910101062 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEKANISME EKSTRADISI. Ekstradisi berasal dari kata latin axtradere (extradition = Inggris) yang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEKANISME EKSTRADISI. Ekstradisi berasal dari kata latin axtradere (extradition = Inggris) yang BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEKANISME EKSTRADISI A. Pengertian Ekstradisi dan Sejarah Ekstradisi Ekstradisi berasal dari kata latin axtradere (extradition = Inggris) yang berarti ex adalah keluar, sedangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan

Lebih terperinci

PERAN KERJASAMA ANTARA INTERPOL INDONESIA DENGAN MALAYSIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERAN KERJASAMA ANTARA INTERPOL INDONESIA DENGAN MALAYSIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL 1 PERAN KERJASAMA ANTARA INTERPOL INDONESIA DENGAN MALAYSIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL THE ROLE OF MUTUAL COOPERATION BETWEEN INTERPOL OF INDONESIA AND MALAYSIA IN A PERSPECTIVE OF INTERNATIONAL

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme.

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017. Kata kunci: Tindak Pidana, Pendanaan, Terorisme. TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013 SEBAGAI TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL YANG TERORGANISASI (TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME) 1 Oleh: Edwin Fernando Rantung 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah nasional, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah nasional, melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah nasional, melainkan sudah menjadi fenomena transnasional. 1 Berdasarkan hal tersebut kerjasama internasional menjadi

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Perkembangan dan kemajuan ilmu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan Negara yang kini berada di pundak para aparatur Negara (Pemerintah) bukanlah pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil melarikan diri ke luar

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil melarikan diri ke luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau yang sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil melarikan diri ke luar negeri, dimana

Lebih terperinci

FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Nike K.

FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Nike K. Vol.XIX/No.4/Juli-September/2011 Rumokoy N.K. : Fungsi Hukum FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Nike K. Rumokoy

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) akan tetapi sudah menjadi kejahatan yang luar biasa (extraordinary

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP EKSTRADISI. A. Pengertian, Maksud dan Tujuan Ekstradisi menurut Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN TERHADAP EKSTRADISI. A. Pengertian, Maksud dan Tujuan Ekstradisi menurut Hukum Internasional BAB II TINJAUAN TERHADAP EKSTRADISI A. Pengertian, Maksud dan Tujuan Ekstradisi menurut Hukum Internasional 1. Pengertian Ekstradisi menurut Hukum Internasional Lembaga ekstradisi telah diakui dan diterima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH DAERAH ADMINISTRASI KHUSUS HONG KONG REPUBLIK RAKYAT CHINA TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan ideal pembangunan nasional adalah mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur sejahtera dan tertib, berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013 lembaga ekstrayudisial. Hal ini mengingat beberapa hal: Pertama, pengembalian aset tidak selamanya berkaitan dengan kejahatan atau pidana, dapat saja aset yang akan dikembalikan berada dalam wilayah rezim

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA SELATAN. Alma Panjaitan

SUATU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA SELATAN. Alma Panjaitan SUATU TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA SELATAN Alma Panjaitan 090200095 Abstraksi Extradition treaty between Republic of Indonesia and Republic of Korea was

Lebih terperinci

BAB I Latar belakang Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi

BAB I Latar belakang Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi BAB I Latar belakang Pengertian dan Perkembangan Ekstradisi 1.1 Latar Belakang Timbulnya Ekstradisi Ekstradisi menurut UU RI No. 1 tahun 1979 adalah penyerahan oleh suatu negara yang meminta penyerahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan yang salah sebagai hukum yang universal, manusia yang sehat akal pikirannya

BAB I PENDAHULUAN. dan yang salah sebagai hukum yang universal, manusia yang sehat akal pikirannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk yang paling sempurna karena memiliki akal pikiran sehingga dengannya manusia dapat menilai mana yang benar dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan dan pembentukan lembaga untuk pemberantasan korupsi sudah banyak terjadi, namun tindak pidana korupsi di Indonesia hingga hari ini masih merupakan

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

JURNAL EVEKTIVITAS PIDANA DENDA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI

JURNAL EVEKTIVITAS PIDANA DENDA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI JURNAL EVEKTIVITAS PIDANA DENDA SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI Diajukan oleh : WANDI GINTING N P M : 080509921 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan :Peradilan Dan Penyelesaian

Lebih terperinci

FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI FUNGSI HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DIHUBUNGKAN DENGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL KHUSUSNYA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Dr. LILIK MULYADI, S.H., M.H. 1 I. Pendahuluan Pada dasarnya, menurut Romli Atmasasmita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, secara faktual batas antar negara semakin kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku kejahatan tidak mengenal

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP JUSTICE COLLABORATOR DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oly Viana Agustine, Eko Soponyono, Pujiyono*) lifeinlaaw@gmail.com Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN VISA KUNJUNGAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA Oleh Ni Nyoman Ulan Yuktatma Anak Agung Ngurah Yusa Darmadhi Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

3 Lihat Lampiran Lampiran Undang-Undang Republik. 4 Bagian I Umum Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 7

3 Lihat Lampiran Lampiran Undang-Undang Republik. 4 Bagian I Umum Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 7 EKSTRADISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Hendrik B. Sompotan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa tindak pidana termasuk dalam daftar kejahatan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH DAERAH ADMINISTRASI KHUSUS HONG KONG REPUBLIK RAKYAT CHINA TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

t,',?sf; *. r, o UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 16ggu 2017 TENTANG

t,',?sf; *. r, o UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 16ggu 2017 TENTANG SATINAN R E P u JrTnt t,',?sf; *. r, o UNDANG-UNDANG NOMOR 13 16ggu 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA DAN RBPUBLIK RAKYAT CHINA TENTANG EKSTRADISI (TREATY BDTWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau yang sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil kabur ke luar negeri, dan hampir mustahil

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

JURNAL ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat. Untuk memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh : KAUSAR DWI KUSUSMA

JURNAL ARTIKEL ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat. Untuk memperoleh Gelar Kesarjanaan. Dalam Ilmu Hukum. Oleh : KAUSAR DWI KUSUSMA JURNAL KAJIAN YURIDIS PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI SARANA MUTUAL LEGAL ASSISTANCE ARTIKEL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat Untuk memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam Ilmu

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di

BAB I PENDAHULUAN. menyatu dengan penyelenggarakan pemerintahan Negara 2. Tidak hanya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan kejahatan yang mempunyai akibat sangat kompleks dan sangat merugikan keuangan Negara, dan di Indonesia sendiri korupsi telah menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI MUTUAL LEGAL ASSISTANCE (MLA) DI INDONESIA. Menurut Siswanto Sunarso, Mutual Legal Assistance, yakni suatu

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI MUTUAL LEGAL ASSISTANCE (MLA) DI INDONESIA. Menurut Siswanto Sunarso, Mutual Legal Assistance, yakni suatu BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI MUTUAL LEGAL ASSISTANCE (MLA) DI INDONESIA A. Pengertian MLA Menurut Siswanto Sunarso, Mutual Legal Assistance, yakni suatu perjanjian yang bertumpu pada permintaan bantuan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA

Lebih terperinci

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya serius karena menimbulkan masalah serta ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci