ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA"

Transkripsi

1 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA BAB I KODE ETIK Pasal 1 1. Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus lndonesia merupakan etika jabatan guru yang menjadi landasan moral dan pedoman tingkah laku profesi yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap Guru Pendidikan Khusus Indonesia 2. Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus lndonesia (IGPKhI) mengacu pada Kode etik Guru Indonesia. 3. Setiap anggota Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia wajib memahami, menghayati, mengamalkan dan menjunjung tinggi Kode Etik Guru lndonesia BAB II KEANGGOTAAN Pasal 2 Jenis Keanggotaan Jenis Keanggotaan terdiri dari : 1. Anggota biasa, 2. Angggota luar biasa, 3. Anggota kehormatan. Pasal 3 Anggota Biasa Yang dapat menjadi anggota biasa adalah : 1. Para guru dan tenaga kependidikan yang mengani pendidikan Khusus 2. Para ahli yang menjalankan pekerjaan di bidang pendidikan khusus Pasal 4 Anggota luar Biasa Yang dapat menjadi anggota luar biasa : 1. Profesi lain yang erat kaitannya dengan kependidikan khusus 2. Mereka yang berijazah lembaga pendidikan khusus tetapi tidak bekerja di bidang pendidikan khusus

2 2 Pasal 5 Anggota Kehormatan Anggota kehormatan ialah mereka yang atas usul Pengurus Pusat, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota diangkat dan ditetapkan oleh MUNAS, Musyawarah Daerah dan MusyawarahKabupaten/Kota, karena jasa-jasanya terhadap organisasi. Pasal 6 Tata cara Penerimaan Keanggotaan 1. Keanggotaan biasa atau luar biasa dapat diperoleh dengan cara mengajukan surat permintaan menjadi anggota kepada Pengurus Cabang di Kabupaten / Kota 2. Pengurus Cabang menyetujui permintaan dan menerbitkan kartu anggota yang bagi bersangkutan 3. Pada instansi tingkat Nasional dan satuan pendidikan Indonesia di luar negeri, keanggotaannya diurus dan ditangani oleh Pengurus Pusat 4. Dalam surat permintaan itu disebutkan antara lain: 1) Nama 2) Jenis Kelamin 3) Tempat dan Tanggal Lahir 4) Pekerjaan 5) Agama 6) Alamat Pekerjaan 7) Alamat Tempat Tinggal 8) Ijazah yang dimiliki 5. Keanggotaan disahkan dengan surat pengesahan serta pemberian kartu anggota oleh Pengurus Kabupaten/Kota atau oleh Pengurus Cabang. 6. Kartu anggota berlaku selama 5 tahun. Pasal 7 Pemberhentian Keanggotaan Keanggotaan berhenti jika: 1. Meninggal Dunia 2. Mengundurkan diri 3. Melanggar kode Etik IGPKhI Pasal 8

3 3 Kepindahan Anggota Seorang anggota yang pindah ke Cabang lain, wajib memberi tahu Pengurus Cabang asal dan melapor kepada Pengurus Cabang ditempat yang baru. Pasal 9 Kewajiban Anggota Anggota mempunyai kewajiban untuk : 1. Menaati Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, peraturan serta ketentuan organisasi, 2. Menjunjung tingggi Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia (IGPKhI) 3. Mematuhi peraturan dan disiplin organisasi, 4. Melaksanakan program, tugas, serta misi organisasi, 5. Membayar uang iuran anggota, 1. Anggota biasa memiliki: Pasal 10 Hak Anggota 1) Hak Pilih, yaitu hak untuk memilih dan dipilih menjadi pengurus organisasi, 2) Hak Suara, yaitu hak untuk memberikan suaranya pada waktu pemungutan suara, 3) Hak Bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tertulis, 4) Hak Membela Diri, yaitu hak untuk menyampaikan pembelaan diri atas tindakan disiplin organisasi yang dijatuhkan kepadanya atau atas pembatasan hak-hak keanggotaannya, 5) Hak memperoleh kesejahteraan, pembelaan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya. 2. Anggota luar biasa memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis. 3. Anggota kehormatan memiliki hak bicara, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan tertulis. Pasal 11 Penghargaan dan Perlindungan Anggota 1. Anggota yang memiliki jasa terhadap organisasi mendapatkan 1) Bintang / tanda jasa 2) Sertifikat penghargaan 2. Anggota yang menghadapi permasalahan hukum berhak mendapatkan bantuan hukum dari organisasi

4 4 3. Ketentuan tentang penghargaan dan perlindungan diatur dalam ketentuan tersendiri Pasal 12 Disiplin Organisasi 1. Tindakan disiplin dapat dikenakan kepada anggota yang: 1) Dianggap telah melanggar Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia, Ikrar Ikatan Guru Pendidikan Khusus IndonesiaNasiona Indonesia (IGPKhI) Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, serta disiplin organisasi. 2) Tidak membayar uang iuran selama 6 (enam) bulan berturutturut dengan tidak ada alasan yang dapat dibenarkan oleh organisasi. 2. Tindakan disiplin berupa: 1) Peringatan lisan atau tertulis, 2) Pemberhentian/pembebasan selaku pengurus organisasi, 3) Pemberhentian/pembebasan sebagai anggota 3. Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, pengurus organisasi yang mempunyai wewenang untuk menegakkan tindakan disiplin wajib mengadakan penyelidikan yang seksama. 4. Sebelum suatu tindakan disiplin dilakukan, anggota yang dianggap bersalah diberi kesempatan membela diri dengan cukup disertai pembuktian yang sah. 5. Semua anggota yang terkena tindakan disiplin organisasi mempunyai hak banding kepada instansi organisasi yang lebih tinggi sampai ke tingkat MUNAS. BAB III ORGANISASI TINGKAT NASIONAL Pasal 13 Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi 1. Organisasi Tingkat Nasional merupakan institusi tertinggi organisasi yang meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri yang memiliki keanggotaan Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia 2. MUNAS merupakan pemegang kedaulatan tertinggi organisasi. 3. Organisasi Tingkat Nasional berkedudukan di kota Tempat Ketua Umum Terpilih. 4. Perangkat Kelengkapan Organisasi tingkat nasional terdiri dari : 1) Pengurus Pusat. 2) MUNAS, MUNAS Luar Biasa, Musyawarah kerja Nasional,

5 5 dan Forum organisasi lainnya Tingkat Nasional. 3) Badan Penasehat Tingkat Nasional. 4) Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia BAB IV ORGANISASI TINGKAT PROVINSI Pasal 14 Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan Organisasi 1. Wilayah Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia (IGPKhI) Tingkat provinsi disebut IGPKhI Daerah. 2. Jika wilayah satu Daerahberkembang menjadi lebih dari satu Daerahyang sederajat, dapat didirikan IGPKhI Daerah yang baru dengan tata cara sebagai berikut: 1) Pengurus IGPKhI Daerah mengadakan Musyawarah Daerah Khusus. 2) Musyawarah Daerah Khusus menetapkan Pengurus Daerah Daerah baru sebagai penanggung jawab organisasi di Daerahtersebut. 3) Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab penyelenggaraan musyawarah Daerah Daerah berlaku pula bagi penyelenggaraan Musyawarah Daerah khusus 3. Perangkat Kelengkapan Organisasi Pengurus Daerah Daerahterdiri dari: 1) Pengurus IGPKhI DaerahInduk mengadakan musyarwarah Daerah Khusus 2) Musda luar biasa forum organisasi lainnya. 3) Badan Penasihat Daerah.. 4) Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia Pasal 15 Pengesahan IGPKhI Provinsi Pengesahan IGPKhI Daerah dilakukan oleh Pengurus Pusat Pasal 16 Pembekuan, Pencairan IGPKhI Daerah 1. Pembekuan IGPKhI Daerah berarti:

6 6 1) Menonaktifkan seluruh kepengurusan IGPKhI Daerah dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatan- ikatan atas nama IGPKhI Daerah 2) Pembekuan, dan pencairan kembali IGPKhI Daerah dilakukan oleh Pengurus Pusat yang kemudian memberikan pertanggungjawabannya kepada Musyawarah Kerja Daerah dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus IGPKhI Daerah yang bersangkutan. 3) Pembekuan dilakukan karena pengurus: (1) Melanggar Kode Etik (2) Melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan organisasi lainnya, dan (3) Tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi. 4) Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Pusat sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut. 5) Sesudah Organisasi Daerah dibekukan, segala kegiatan IGPKhI yang ada didaerahnya diurus langsung oleh Pengurus Pusat dan segala urusan IGPKhI Daerah menjadi tanggung jawab Pengurus pusat. 2, Pencairan IGPKhI Daerah 1) Pengurus pusat wajib mengaktifkan kembali IGPKhI Daerah dengan menyelenggarakan Musyawarah Daerah, selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah dibekukan. 2) Pengurus Pusat dapat mencairkan kembali suatu IGPKhI Daerah yang dibekukan jika organisasi tersebut telah melakukan tugasnya secara wajar. BAB V IGPKhI CABANG Pasal 17 Status, Wilayah, dan Perangkat Kelengkapan 1. Wilayah IGPKhI Tingkat Kabupaten/Kota dapat disebut IGPKhI Cabang Kabupaten/Kota 2. Jika wilayah satu IGPKhI Cabang berkembang menjadi lebih dari satu Kabupaten/Kota yang sederajat, dapat didirikan IGPKhI Cabang yang baru dengan tatacara sebagai berikut: 1) Pengurus IGPKhI Cabang mengadakan Muscab khusus untukmenetapkan pembentukan IGPKhI Cabang baru. 2) Muscab Khusus tersebut menetapkan Pengurus IGPKhI Cabangyang baru sebagai penangungjawab organisasi di Daerah tersebut. 3) Ketentuan tentang tata cara, wewenang dan tanggung jawab 4) penyelenggaraan muscab berlaku pula bagi penyelenggara

7 7 muscab khusus 3. Perangkat Kelengkapan IGPKhI Cabang terdiri dari: 1) Pengurus Cabang 2) Badan Penasihat Cabang 3) Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik IGPKhI Cabang Pasal 18 Pengesahan IGPKhI Cabang 1. Pengesahan IGPKhI Cabang yang baru dilakukan oleh Pengurus Daerah 2. Untuk memperoleh pengesahan sebagai IGPKhI Cabang, calon Pengurus IGPKhI Cabang mengajukan Surat Permintaan Pengesahan kepada Pengurus Daerah dengan menjelaskan : 1) Susunan IGPKhI Cabang. 2) Alamat Kantor Sekretariat IGPKhI Cabang 3) Berita Acara tentang pembentukan IGPKhI Cabang yang bersangkutan. 4) Laporan Keadaan Organisasi IGPKhI Cabang. 3. IGPKhI Cabang dianggap sah apabila sudah menerima surat pengesahan dari Pengurus Daerah. 4. Pengesahan diberikan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) Pembentukannya telah sesuai dengan syarat dan prosedur yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga pasal 17 ayat 1, 2, dan 3. 2) Calon pengurus IGPKhI Cabang telah menyelesaikan administrasi organisasi.

8 8 1. Pembekuan IGPKhI Cabang Pasal 19 Pembekuan, Pencairan, IGPKhI Cabang Pembekuan IGPKhI Cabang berarti; jika: 1) Menonaktifkan seluruh kepengurusan IGPKhI Cabang dan mencabut seluruh hak-haknya untuk mengadakan ikatanikatan atas nama IGPKhI Cabang 2) Pembekuan, dan pencairan kembali IGPKhI Cabang dilakukan oleh Pengurus Pusat yang kemudian memberikan pertanggungjawabannya kepada Musyawarah Kerja Cabang dengan mempertimbangkan usul dan saran Pengurus IGPKhI Daerah yang bersangkutan. 3) Pembekuan dilakukan karena pengurus: (1) Melanggar Kode Etik (2) Melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan organisasi lainnya, dan (3) Tidak memperlihatkan kehidupan/kegiatan organisasi. 4) Pembekuan wajib didahului dengan peringatan tertulis oleh Pengurus Pusat sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut. 5) Sesudah Organisasi Cabang dibekukan, segala kegiatan IGPKhI yang ada didaerahnya diurus langsung oleh Pengurus Daerah dan segala urusan IGPKh Cabang menjadi tanggung jawab Pengurus Daerah. 2. Pencairan IGPKhI Cabang: 1) Pengurus pusat wajib menghidupkan kembali IGPKhI Daerah antara lain dengan menyelenggarakan Musyawarah Daerah, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah dibekukan. 2) Pengurus Pusat dapat mencairkan kembali suatu IGPKhI Daerah yang dibekukan jika organisasi tersebut telah melakukan tugasnya secara wajar.ii BAB VI SYARAT-SYARAT PENGURUS Pasal 20 Syarat Umum dan Syarat Khusus 1. Semua anggota kepengurusan IGPKhI di semua jenis dan tingkatan wajib memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut : 1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2) Berjiwa dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

9 9 3) Bersih, jujur, bermoral tinggi, bertanggung jawab, terbuka, dan berwawasan luas 4) Anggota IGPKhI yang telah membuktikan peran serta aktif dalam kepengurusan dan atau terhadap organisasi. 2. Anggota Pengurus pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang disamping memenuhi syarat umum tersebut dalam ayat (1) pasal ini wajib memenuhi syarat khusus sebagai berikut : 1) Pernah duduk dalam kepengurusan IGPKhI pada tingkat yang sama atau paling rendah 2 tingkat dibawahnya. 2) Bekerja dan atau bertempat tinggal di wilayah kerja IGPKhI 3) Tidak merangkap jabatan Pengurus pada tingkat lainnya. 4) Tidak merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik 5) Tidak menduduki jabatan pengurus lebih dari dua kali masa bakti berturut-turut dalam jabatan yang sama. BAB VII PENGURUS PUSAT Pasal 21 Susunan Pengurus 1. Dalam kepengurusan IGPKhI perlu dilaksanakan kesetaraan gender. 2. Pengurus Pusat berjumlah paling banyak 21 orang dengan susunan sebagai berikut : 1) Pengurus Harian (1) Ketua Umum (2) Ketua (3) Ketua (4) Ketua (5) Sekretaris Jenderal (6) Wakil Sekretaris Jenderal (7) Wakil Sekretaris Jenderal (8) Wakil Sekretaris Jenderal (9) Bendahara (10) Wakil Bendahara 2) Departemen- Departemen (1) Departemen Organisasi dan kaderisasi (2) Departemen Informasi dan Komunikasi (3) Departemen Penelitian Pengujian dan Pengembangan (4) Departemen Pendidikan dan Pelatihan (5) Departemen Hubungan Kerja sama Luar Negeri (6) Departemen Pengembangan Karier dan Profesi

10 10 (7) Departemen Kerohanian (8) Departemen Pemberdayaan dan Kesejahteraan (9) Departemen Pengembangan Kesenian, Kebudayaan dan Olahraga (10) Departemen Pengabdian Masyarakat (11) Departemen Advokasi dan Perlindungan Hukum Pasal 22 Pemilihan Pengurus Pusat 1. Pada setiap MUNAS, Pengurus Pusat mengakhiri masa baktinya dan diselenggarakan pemilihan Pengurus Pusat yang baru. 2. Calon Pengurus Pusat wajib tercantum dalam daftar nama calon tetap yang diusulkan Pengurus Daerah/ Cabang dan disahkan oleh MUNAS. 3. Pengurus Pusat IGPKhI dipilih oleh MUNAS, yang dalam hal ini berturut-turut memilih Ketua Umum (F1), tiga Ketua dalam satu paket (F2), dan Sekretaris Jenderal (F3) melalui pemungutan suara secara bebas dan rahasia. 4. Kedelapan pengurus terpilih tersebut menjadi formatur yang bertugas melengkapi susunan Pengurus Pusat sesuai dengan pasal 20 dan pasal 21 Anggaran Rumah Tangga yang diambil dari daftar calon Pengurus Pusat IGPKhI tersebut pada ayat (2) pasal ini dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%. 5. Serah terima Pengurus Pusat lama kepada Pengurus Pusat baru dilakukan di hadapan peserta MUNAS yang bersangkutan. Halhal yang berkaitan dengan invenrais, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus lama sampai ada penyelesaian dengan pengurus baru selambat-lambatnya 15 hari setelah MUNAS. 6. Pemilihan Pengurus Pusat dipimpin Panitia Pemilihan Pengurus Pusat yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh MUNAS. 7. Sebelum memulai tugasnya, seluruh Pengurus Pusat mengucapkan janji di hadapan peserta MUNAS yang memilihnya. 8. Dalam hal kekosongan anggota Pengurus Pusat, pengisian dilakukan oleh Rapat Pengurus Pusat dan hasilnya dilaporkan kepada MusyawarahKerja Nasional, kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih pengisiannya wajib dilakukan oleh MusyawarahKerja Nasional dengan tetap mengindahkan pasal 20 dan pasal 21 Anggaran Rumah Tangga.

11 11 Pasal 23 Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Pusat 1. Pengurus Pusat IGPKhI bertugas menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan MUNAS, MUNAS Luar Biasa, Musyawarah Kerja Nasional dan Rapat Pengurus Pusat IGPKhI 2. Penjabaran tugas Pengurus Pusat diatur tersendiri dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 3. Dalam menjalankan kebijakan tersebut, Pengurus Pusat IGPKhI merupakan badan pelaksana tertinggi yang bersifat kolektif. 4. Pengurus Pusat mewakili IGPKhI di dalam dan di luar pengadilan yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan organisasi. 5. Pengurus Pusat bertanggung jawab kepada MUNAS atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya. 6. Pengurus Pusat bertangung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus IndonesiaNasional Indonesia, Ikrar Ikatan Guru Pendidikan Khusus IndonesiaNasional, Anggaran Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan MUNAS dan Musyawarah Kerja Nasional. BAB VIII PENGURUS DAERAH Pasal 24 Susunan Pengurus 1. Dalam kepengurusan Daerah perlu dilaksanakan kesetaraan gender. 2. Pengurus IGPKhI Daerah berjumlah paling banyak 19 orang dengan susunan sebagai berikut 3. Pengurus Harian berjumlah 8 orang 1) Ketua 2) Wakil Ketua 3) Wakil Ketua 4) Sekretaris Umum 5) Wakil Sekretaris Umum 6) Wakil Sekretaris Umum 7) Bendahara 8) Wakil Bendahara

12 12 4. Pengurus IGPKhI Daerah dapat dilengkapi paling banyak 11 (sebelas) Ketua Biro yang nama, susunan, serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi Departemen di Pengurus Pusat atau berdasar pada pembagian tugas dan fungsi organisasi yang disesuaikan dengan kondisi Daerah, efektivitas serta efisiensi, dan atau bidang tugas yang terkait dengan program organisasi. Pasal 25 Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus Daerah 1. Pengurus IGPKhI Daerah bertugas dan berkewajiban : 1) Menentukan kebijakan organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan MUNAS, MUNAS Luar Biasa, Musyarawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Pusat, Musyawarah Kerja Cabang, dan Rapat Pengurus Daerah di wilayahnya. 2) Melaksanakan program kerja organisasi baik program kerja nasional maupun program kerja Daerah 3) Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus Cabang 4) Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah 2. Penjabaran tugas Pengurus Daerahdiatur dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 3. Pengurus IGPKhI Daerah bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan MUNAS, Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Daerah serta musyawarah Kerja Cabang. 4. Pengurus IGPKhI Daerah bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya. 5. Dalam menjalankan kebijakan tersebut, pengurus Daerah merupakan badan pelaksana tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif berdasarkan pada prinsip keterbukaan, tanggung jawab, demokrasi, dan kekeluargaan. 6. Pengurus Daerah berkewajiban mengirimkan laporan kepada Pengurus Pusat setiap 6 (enam) bulan sekali. Pasal 26 Pemilihan Pengurus IGPKhI Daerah

13 13 1. Pada setiap Musyawarah Daerah yang diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah MUNAS, Pengurus IGPKhI Daerah wajib mengakhiri masa baktinya dan diselenggarakan pemilihan Pengurus IGPKhI Daerah yang baru. 2. Bakal Calon Pengurus IGPKhI Daerah wajib tercantum dalam daftar nama calon yang diusulkan Pengurus IGPKhI Cabang paling lambat satu bulan sebelum Musyawarah Daerah. 3. Tata cara dan proses pencalonan diatur sebagai berikut : 1) Pengurus IGPKhI Cabang berhak mencalonkan sebanyakbanyaknya 18 orang bakal calon yang memenuhi syarat sesuai pasal 20 Anggaran Rumah Tangga. 2) Sebelum diajukan untuk menjadi calon tetap dan disahkan pada Musyawarah Daerah, sebuah Panitia Khusus meneliti semua persyaratan teknis dan administratif para bakal calon dan menyampaikan rekomendasi kepada musyawarah Daerah. 3) Panitia Khusus diangkat dan ditetapkan Musyawarah Kerja Daerah terakhir yang terdiri dari wakil lima Pengurus IGPKhI Cabang. 4. Tata cara dan proses pemilihan Pengurus IGPKhI Daerah diatur sebagai berikut : 1) Musyawarah memilih secara langsung berturut-turut Ketua (F1), dua Wakil Ketua (F2) dalam satu paket, dan Sekretaris Umum (F3). 2) Calon Pengurus harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Cabang/Cabang Khusus. 3) Kelima Pengurus Harian terpilih tersebut bertindak selaku formatur dengan wewenang dari Musyawarah kerja untuk melengkapi susunan Pengurus IGPKhI Daerah seperti dimaksud pasal 20 dan pasal 21 dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.. 4) Formatur wajib melengkapi susunan Pengurus IGPKhI Daerah dari nama-nama yang tercantum dalam daftar calon yang diseleksi oleh Musyawarah Daerah tersebut. 5) Pemilihan Pengurus IGPKhI Daerah dipimpin oleh Pengurus Pusat yang dibantu oleh Panitia Pelaksana Pemilihan Pengurus IGPKhI Daerah Daerah yang susunan dan keanggotaannya disahkan oleh Musyawarah Daerah di antara peserta Musyawarah Daerah tanpa mengikut sertakan anggota Pengurus Musyawarah Daerah yang lama. 5. Serah terima Pengurus IGPKhI Daerah lama kepada Pengurus IGPKhI dilakukan di hadapan peserta musda yang bersangkutan. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi masih menjadi tanggungan Pengurus IGPKhI Daerah yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus yang baru

14 14 selambat-lambatnya15 hari 6. Sebelum memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus IGPKhI Daerah dilantik oleh Pengurus Pusat dan mengucapkan janji di hadapan peserta Musyawarah yang memilihnya. 7. Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus... Provinsi, pengisiannya dilakukan melalui Rapat Pengurus IGPKhI Daerah dan hasilnya dilaporkan kepada Musyawarah Kerja Daerah kecuali untuk jabatan Pengurus Harian terpilih, pengisiannya wajib dilakukan oleh Musayarakat Kerja Daerah Daerahdengan tetap mengindahkan pasal 24, 25, dan pasal 26 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga. BAB IX PENGURUS IGPKhI CABANG Pasal 27 Susunan Pengurus 1. Pengurus IGPKhI Cabang berjumlah paling banyak 3 orang dengan susunan sebagai berikut : 1) Pengurus Harian berjumlah 7 orang terdiri dari : (1) Ketua (2) Sekretaris (3) Bendahara 2) Pengurus IGPKhI Cabang dapat dilengkapi dengan paling banyak 3 (dua belas) Bidang yang susunan serta fungsinya dapat mengacu pada susunan serta fungsi biro pada Pengurus IGPKhI Daerah atau disesuaikan dengan kebutuhan IGPKhI Cabang. 2. Pembagian tugas dan fungsi sekretaris bidang dapat dilaksanakan berdasar pada acuan pembagian tugas dan fungsi sekretaris bidang di Pengurus IGPKhI Daerah yang disesuaikan dengan kondisi Daerah, efektifitas serta efisiensi, dan/atau bidang tugas yang terkait dengan program organisasi. Pasal 28 Tugas dan Tanggung Jawab Pengurus IGPKhI Cabang 1. Pengurus IGPKhI Cabang bertugas dan berkewajiban : 1) Menentukan kebijakan Organisasi dan melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan-keputusan MUNAS, MUNAS Luar Biasa, Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Daerah dan Musyawarah Kerja Cabang, Musyawarah Daerah dan Muskekab dan Rapat Pengurus IGPKhI Cabang di wilayahnya.

15 15 2) Melaksanakan program kerja nasional di wilayahnya, program kerja Daerahdi wilayahnya, dan program kerja Kabupaten/Kota. 3) Mengawasi, mengkoordinasi, membimbing dan membina aktifitas Pengurus Cabang. 4) Menegakkan disiplin organisasi dan mengatur ketertiban serta kelancaran keuangan Pengurus Pusat, Pengurus. Daerahdan Pengurus Cabang, 2. Penjabaran tugas Pengurus IGPKhI Cabang diatur dalam ketentuan organisasi yang menjadi bagian tak terpisahkan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 3. Pengurus IGPKhI Cabang bertanggungjawab atas terlaksananya segala ketentuan dalam Kode Etik Profesi Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia, Ikrar Ikatan Guru Pendidikan Khusus Indonesia, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan MUNAS, Musyawarah Kerja Nasional, Musyawarah Kerja Daerah dan Muskerkab, dan Rapat Pengurus IGPKhI Cabang di wilayahnya. 4. Pengurus IGPKhI Cabang bertanggung jawab kepada Musyawarah IGPKhI Cabang atas kepengurusan organisasi untuk masa baktinya. 5. Pengurus IGPKhI Cabang merupakan badan pelaksana organisasi tertinggi di wilayahnya yang bersifat kolektif dengan berlandaskan pada prinsip keterbukaan, demokrasi, tanggung jawab, dan kekeluargaan. 6. Pengurus IGPKhI Cabang berkewajibanmengirimkan laporan kepada Pengurus IGPKhI Daerah dengan tembusan kepada Pengurus Pusat setiap 6 (enam) bulan sekali. Pemilihan Pengurus IGPKhI Cabang Pasal Pengurus IGPKhI Cabang dipilih oleh MusyawarahIGPKhI Cabang yang wajib diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah MusyawarahProvinsi. 2. Bakal calon Pengurus IGPKhI Cabang harus terdaftar dalam daftar calon yang diusulkan oleh Pengurus Ranting dan/atau perwakilan anggota. 3. Serah terima Pengurus IGPKhI Cabang yang lama kepada Pengurus IGPKhI Cabang yang baru dilakukan di hadapan peserta MusyawarahKabupaten/Kota yang memilihnya. Hal-hal yang berkaitan dengan inventaris, kekayaan dan keuangan organisasi

16 16 masih menjadi tanggungan Pengurus IGPKhI Cabang yang lama sampai ada penyelesaian dengan Pengurus IGPKhI Cabang yang baru selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah konferensi. 4. Sebelum memulai tugasnya, seluruh anggota Pengurus IGPKhI Cabang dilantik oleh Pengurus Daerah dan mengucapkan janji dihadapan peserta Musyawarah IGPKhI Cabang yang memilihnya. 5. Dalam hal terjadi kekosongan anggota Pengurus IGPKhI Cabang, pengisiannya dilakukan oleh Rapat Pengurus IGPKhI Cabang dan hasilnya dilaporkan kepada Musyawarah Kerja Cabang kecuali untuk jabatan Pengurus Harian Terpilih, pengisiannya wajib dilakukan oleh MusyawarahKerja IGPKhI Cabang dengan tetap mengindahkan pasal 24, 25, dan pasal 26 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga. BAB X MUSYAWARAH NASIONAL (MUNAS) Pasal 30 Waktu dan Sifat 1. MUNAS diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Pusat setiap 5 (lima) tahun sekali. 2. MUNAS Luar Biasa diadakan : 1) Jika Musyawarah Nasional menganggap perlu, atas dasar keputusan yang disetujui paling sedikit ² 3 (duapertiga) jumlah suara yang hadir. 2) Atas permintaan lebih dari ½ (seperdua) jumlah Pengurus Daerah yang mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara. 3) Bila dipandang perlu oleh Pengurus Pusat dan disetujui Musyawarah Nasional. 3. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah keputusan atau permintaan tersebut ayat (2) (a), (b) atau (c) pasal ini diterima, Pengurus Pusat wajib menyelenggarakan MUNAS Luar Biasa. 4. MUNAS Luar Biasa yang membicarakan pembubaran organisasi dapat dilaksanakan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 (duapertiga) jumlah Pengurus Daerah yang mewakili sedikitnya 2/3 (duapertiga) jumlah suara. Pasal 31 K u o r u m 1. MUNAS dianggap sah apabila jumlah Pengurus Daerah yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua)

17 17 jumlah suara. 2. Musyawarah Daerah dianggap sah jika jumlah Pengurus Cabang yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara. 3. Musyawarah Cabang dianggap sah jika jumlah anggota yang hadir lebih dari ½ (seperdua) dan mewakili lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara. 4. Rapat Anggota dan Rapat Pengurus dianggap sah jika jumlah yang hadir lebih dari ½ (seperdua) jumlah suara. 5. Jika suatu rapat terpaksa ditunda karena tidak memenuhi kuorum maka rapat berikutnya diadakan secepatnya 1 (satu) hari dan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari dengan undangan dan acara yang sama tanpa harus memenuhi persyaratan kuorum. Pasal 32 Pengambilan Keputusan 1. Keputusan diambil dengan cara musyawarah mufakat. 2. Apabila upaya untuk mencapai mufakat tidak berhasil maka diputuskan dengan suara terbanyak. Peserta MUNAS terdiri dari : Pasal 33 Peserta MUSYAWARAH NASIONAL 1. Pengurus Pusat 2. Para Penasihat 3. Utusan Daerah 4. Utusan Cabang 5. Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat. Pasal 34 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Tiap peserta mempunyai hak bicara. 2. Hak suara hanya ada pada utusan Daerah dan Cabang 3. Tiap-tiap Daerah dan Cabang mempunyai 1 (satu) suara. 4. Jumlah suara Daerah dan Cabang paling sedikit 1 (satu) dan paling banyak 5 (lima) suara. 5. Satu Cabang boleh mewakili hanya 1 (satu ) Cabang lain yang berhalangan menghadiri MUNAS dengan mandat yang sah. 6. Mandat untuk mewakili Cabang yang dimaksud dalam ayat (5) pasal ini tidak boleh diberikan kepada Pengurus Daerah, Pengurus Pusat, dan Anggota Penasihat.

18 18 Pasal 35 Acara MUSYAWARAH NASIONAL 1. Acara Pokok MUNAS paling sedikit wajib membahas dan menetapkan hal-hal sebagai berikut : 1) Laporan pertanggungjawaban Pengurus Pusat, mengenai hal-hal : (1) Kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti, (2) Kebijakan keuangan organisasi, inventaris, dan kekayaan organisasi, dan 2) Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan untuk masa bakti yang akan datang. 3) Pemilihan Pengurus Pusat. 2. Acara lainnya yang ditetapkan dan disahkan MUNAS sesuai kewenangan yang diatur dalam AD dan ART serta peraturan organisasi Pasal 36 Panitia Pemeriksa Keuangan 1. Untuk memeriksa keuangan dan kekayaan yang menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat dilaksanakan oleh Panitia Pemeriksa Keuangan yang dibentuk oleh MusyawarahKerja Nasional terakhir sebelum MUNAS. 2. Panitia tersebut terdiri atas 5 (lima) Pengurus Daerah. 3. Panitia memulai tugasnya paling lambat 3 (tiga) minggu sebelum sidang pertama MUNAS bertempat di Pengurus Pusat. 4. Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor, serta melaporkan hasil pekerjaan Panitia kepada MUNAS. 5. Seluruh pembiayaan panitia menjadi tanggung jawab Pengurus Pusat dan dimasukkan dalam anggaran MUNAS. Pasal 37 Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara 1. Pengurus Pusat membentuk Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara, yang bertugas : 1) Memeriksa mandat dan hak suara Pengurus Cabang yang mengirimkan utusan ke MUNAS. 2) melaporkan hasilnya kepada MUNAS. 2. Panitia beranggotakan sebanyak 12 (dua belas) orang mewakili 12 Daerah yang tidak merangkap Panitia Pemeriksa Keuangan. 3. Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara wajib menyelesaikan

19 19 tugasnya sebelum sidang pertama MUNAS dimulai. 4. Panitia memilih Ketua, Sekretaris dan Pelapor serta melaporkan hasil pekerjaannya kepada MUNAS. 5. Jumlah suara Kabupaten/Kota dalam MUNAS ditetapkan berdasarkan daftar anggota Kabupaten/Kota di Pengurus Pusat yang ditutup 2 (dua) bulan sebelum MUNAS di mulai. Pasal 38 Panitia Pemilihan Pengurus Pusat 1. Panitia Pemilihan Pengurus Pusat terdiri atas utusan Pengurus Daerah dan Cabang masing-masing 1 (satu) orang wakil. 2. Panitia bertugas mempersiapkan dan melaksanakan pemilihan pengurus serta menyusun berita acara hasil pemilihan yang dilaporkan kepada MUNAS. 3. Panitia Pemilihan memilih Ketua, Sekretaris, dan Pelapor serta melaporkan hasil pekerjaanya kepada MUNAS. BAB XII MUSYAWARAH KERJA NASIONAL Pasal 39 S t a t u s 1. Musyawarah Kerja Nasional adalah rapat antar Pengurus Daerah yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Pengurus Pusat dan merupakan instansi tertinggi di bawah MUNAS. 2. Tugas Musyawarah Kerja Nasional ialah menetapkan garis kebijakan yang belum ada dalam Keputusan MUNAS selama masa antara MUNAS. 3. Pengurus Daerah ikut bertanggungjawab tentang Keputusan Musyawarah Kerja Nasional kepada MUNAS. Pasal 40 W a k t u 1. Musyawarah Kerja Nasional diadakan 1 (satu) tahun sekali. 2. Musyawarah Kerja Nasional pertama dalam masa bakti yang baru diadakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) bulan sesudah MUNAS. 3. Musyawarah Kerja Nasional terakhir dalam masa bakti itu diadakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum MUNAS.

20 20 4. Musyawarah Kerja Nasional dapat diadakan : 1) Jika Pengurus Pusat menganggap perlu. 2) Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah Pengurus IGPKhI Daerah dan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sesudah permintaan tersebut, Pengurus Pusat wajib menyelenggarakannya. Pasal 41 Peserta Musyawarah Kerja Nasional Peserta Musyawarah Kerja Nasional terdiri dari : 1. Pengurus Pusat 2. Badan Penasehat PP 3. Utusan Pengurus Daerah 4. Peninjau serta undangan lain yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat. Pasal 42 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Dalam Musyawarah Nasional semua peserta mempunyai hak bicara. 2. Hak Suara ada pada utusan-utusan Pengurus Daerah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Tiap Daerah memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara. 2) Tiap Cabang memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) suara. Pasal 43 Kewajiban MusyawarahKerja Nasional 1. Membahas dan menilai cara pelaksanaan Keputusan MUNAS oleh Pengurus Pusat. 2. Menetapkan ketentuan-ketentuan umum, rencana kerja tahunan dan kebijakan yang bersifat nasional yang belum ditetapkan dalam MUNAS baik ke dalam maupun ke luar yang tidak bertentangan dengan Keputusan MUNAS. 3. Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih Pengurus Pusat yang berhalangan tetap, berhenti dan/atau diberhentikan sebelum masa jabatan berakhir. 4. Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus Pusat untuk tahun mendatang. 5. Membicarakan dan mengesahkan laporan Pengurus Pusat untuk disampaikan kepada MUNAS dan membicarakan persidanganpersidangan lain untuk MUNAS.

21 21 6. MusyawarahKerja Nasional pertama masa bakti kepengurusan wajib menetapkan program kerja Pengurus Pusat selama lima tahunan. 7. MusyawarahKerja Nasional terakhir dari masa bakti kepengurusan wajib menetapkan Panitia Pemeriksa Keuangan Pengurus Pusat dan Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara untuk MUNAS yang akan datang. BAB XIII MUSYAWARAH DAERAH Pasal 44 W a k t u 1. Musyawarah Daerah diadakan dan dipimpin oleh Pengurus Daerah tiap 5 (lima) tahun sekali. 2. Musyawarah Daerah Luar Biasa dapat diadakan : 1) Atas permintaan Musyawarah Kerja Daerah berdasarkan keputusan 2/3 (dua pertiga) suara dari yang hadir. 2) Atas permintaan lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah Cabang yang mewakili lebih dari 1/2 (seperdua) jumlah suara. 3) Jika Pengurus Daerah menganggap perlu dan disetujui Musyawarah Kerja Daerah. 4) Atas permintaan Pengurus Pusat. 3. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah salah satu dan atau semua permintaan tersebut ayat (2) butir a, b, c, atau d diterima. Pengurus Daerah wajib menyelenggarakan Musyawarah tersebut. Pasal 45 Peserta Peserta Musyawarah Daerah terdiri dari : 1. Pengurus IGPKhI Daerah 2. Pengurus Cabang 3. Utusan Pengurus Pusat 4. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi Pasal 46 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Dalam Musyawarah Daerah semua peserta mempunyai hak bicara. 2. Hak suara hanya ada pada utusan Cabang/Cabang Khusus. 3. Tiap Cabang mempunyai 1 (satu) suara untuk 200 (dua ratus) orang anggota.

22 22 4. Jumlah suara 1 (satu) Cabang sedikitnya 1 (satu) dan sebanyakbanyaknya 3 (tiga) suara. 5. Cabang boleh mewakili 1 (satu) Cabang lain yang berhalangan menghadiri Musyawarah dengan mandat yang sah. 6. Hak suara Cabang Khusus hanya 1 (satu) suara Pasal 47 Acara Musyawarah Daerah 1. Acara Pokok Musyawarah Daerah paling sedikit wajib membahas dan menetapkan hal-hal sebagai berikut : 1) Laporan pertanggungjawaban Pengurus Daerah mengenai halhal : (1) Kegiatan pelaksanaan program organisasi selama satu masa bakti. (2) Kebijakan keuangan, inventaris, dan kekayaan IGPKhIProvinsi. (3) Kegiatan dan Perkembangan Anak Lembaga, Badan Khusus, dan Himpunan/Ikatan/ Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis Provinsi. 2) Penetapan Program Kerja termasuk rencana anggaran keuangan dan untuk masa bakti yang akan datang. 3) Pemilihan Pengurus Daerah masa bakti berikutnya. 2. Acara lainnya ditetapkan dan disahkan dalam Konferens tersebut. 3. Pada dasarnya ketentuan pasal 50 Anggaran Rumah Tanggga berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya. Pasal 48 Panitia Pemeriksa Keuangan 1. Pada dasarnya Pasal 51 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya. 2. Panitia beranggotakan sedikitnya 3 (tiga) orang mewakili dari 3 (tiga) Kabupaten/Kota. Pasal 49 Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara 1. Panitia pemeriksa Mandat dan Hak Suara, bertugas : 1) Memeriksa Mandat dan Hak Suara Cabang yang mengirim utusan ke Musyawarah Daerah. 2) Melaporkan hasil tugasnya kepada Musyawarah Daerah

23 23 2. Panitia terdiri sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang dan sedikitdikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili seluruh Cabang, yang tidak merangkap dengan Panitia Pemeriksa Keuangan. 3. Jika jumlah pengurus Cabang kurang dari enam, maka ketentuan ayat 2 pasal ini dapat diwakili oleh Pengurus Cabang yang sama dengan Panitia Pemeriksa Keuangan. 4. Pada dasarnya ketentuan pasal 38 Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya. Pasal 50 Panitia Pemilihan Pengurus Daerah Pada dasarnya pasal 37 Anggaran Rumah Tangga berlaku juga bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya BAB XIV MUSYAWARAH KERJA DAERAH Pasal 51 Status, Tugas, dan Kewajiban 1. Musyawarah Kerja Daerah adalah rapat antar Pengurus IGPKhI Cabang yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Penguru Daerah dan merupakan instansi tertinggi di bawah Musyawarah Daerah 2. MusyawarahKerja Daerabertugas menetapkan program tahunan dan kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Musyawarah Daerah. 3. Pada dasarnya ketentuan pasal 38Anggaran Rumah Tangga berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya. Pasal 52 W a k t u 1. Musyawarah Kerja Daerah diadakan 1 (satu) tahun sekali. 2. Musyawarah Kerja Daerah yang pertama masa bakti IGPKhI Daerah yang baru diadakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah Musyawarah Daerah dan Musyawarah Kerja Daerah terakhir diselenggarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Musyawarah Daerah. 3. Musyawarah Kerja Daerah dapat juga diadakan: 1) Jika Pengurus Daerahmenganggap perlu. 2) Atas permintaan ½ (seperdua) jumlah pengurus Cabang yang mewakili lebih ½ (seperdua) jumlah suara. 3) Atas permintaan Pengurus Pusat.

24 24 4. Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut dalam ayat (3) pasal ini diterima, Pengurus Daerah wajib menyelenggarakannya. Pasal 53 Peserta Peserta Musyawarah Kerja Daerah terdiri dari: 1. Pengurus Daerah 2. Pengurus Cabang 3. Utusan Pengurus Pusat 4. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Provinsi Pasal 54 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Tiap peserta Musyawarah Kerja mempunyai hak bicara. 2. Hak suara hanya ada pada utusan Pengurus Cabang 3. Tiap-tiap Cabang mempunyai 1 (satu) suara 4. Jumlah suara Kabupaten/Kota sedikitnya 1 (satu) dan sebanyakbanyaknya 5 (lima) suara. 5. Ketentuan pada pasal 49 dan 51 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya. Pasal 55 Kewajiban Musyawarah Kerja Daerah 1. Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Musyawarah Daerah. 2. Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan putusan Musyawarah Daerah 3. Menentukan penggantian anggota Pengurus Harian terpilih antar waktu apabila terjadi kekosongan. 4. Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus Daerah untuk tahun mendatang. 5. Musyawarah KerjaDaerah menjelang MUNAS sedikitnya menetapkan calon-calon Anggota Panitia Pemilihan Pengurus Pusat.

25 25 BAB XV MUSYAWARAH CABANG Pasal 56 W a k t u 1. MusyawarahIGPKhI Cabangdiadakan dan dipimpin oleh Pengurus IGPKhI Cabangtiap 5 (lima) tahun sekali. 2. MusyawarahIGPKhI CabangLuar Biasa dapat juga diadakan : 1) Kalau Pengurus Daerah menganggap perlu dan disetujui Musyawarah Kerja Cabang 2) Atas permintaan Pengurus Daerah 3. Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut diterima, Pengurus IGPKhI Cabang wajib menyelenggarakannya. Pasal 57 P e s e r t a Peserta MusyawarahIGPKhI CABANGterdiri dari : 1. Pengurus Cabang 2. Utusan Pengurus Daerah 3. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang Pasal 58 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Ketentuan pasal 49 dan 55 Anggaran Rumah Tangga pada dasarnya berlaku juga bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya. 2. Hak bicara ada pada semua peserta Musyawarah Cabang. 3. Jumlah seluruh anggota di Pengurus Cabang diwakili menjadi jumlah hak suara dengan pembagi 20 (dua puluh). Pasal 59 Acara Musyawarah Cabang Pada dasarnya pasal 34 dan pasal 46 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku pula bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya. Pasal 60 Panitia Pemeriksa Keuangan Pada dasarnya ketentuan pasal 35 dan 47 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya.

26 26 Pasal 61 Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara 1. Pada dasarnya pasal 36 dan 48 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis dan mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya. 2. Jumlah anggota Panitia Pemeriksa Mandat dan Hak Suara dapat disesuaikan dengan jumlah Cabang. Pasal 62 Panitia Pemilihan Pengurus Cabang 1. Pada dasarnya pasal 37 dan 49 Anggaran Rumah Tangga secara mutatis mutandis berlaku juga bagi pasal ini dan disesuaikan dengan tingkatannya. 2. Panitia Pemilihan Pengurus IGPKhI Cabangdiambil dari utusan Cabang dengan jumlah sedikitnya 7 (tujuh) orang dan sebanyakbanyaknya 11 (sebelas) orang. 3. Jika jumlah Cabang kurang dari 7 (tujuh), anggota Panitia Pemilihan dapat dilengkapi keanggotaannya dari peserta yang mewakili unsur non Cabang sehingga mencapai jumlah yang diperlukan akan tetapi anggota pelengkap tersebut tidak boleh menjadi pimpinan Panitia. BAB XVI MUSYAWARAH KERJA CABANG Pasal 63 Status dan Tugas 1. MusyawarahKerja IGPKhI Cabang adalah Rapat antar Pengurus Cabang yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Ketua Cabang, dan merupakan instansi tertinggi di bawah Musyawarah Cabang 2. MusyawarahKerja IGPKhI Cabang bertugas menetapkan program tahunan dan kebijakan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Musyawarah Kerja Cabang. 3. MusyawarahKerja IGPKhI Cabang dapat menentukan pergantian anggota pengurus harian terpilih antar waktu apabila terjadi kekosongan Pasal 64 W a k t u 1. MusyawarahKerja IGPKhI Cabang diadakan 1 (satu) tahun sekali. 2. Musyawarah Kerja IGPKhI Cabang yang pertama pada masa bakti Pengurus IGPKhI Cabang yang baru diadakan selambatlambatnya 6 (enam) bulan sesudah Musyawarah Cabang, dan

27 27 yang terakhir selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum MusyawarahKabupaten/Kota. 3. Musyawarah Kerja IGPKhI Cabang dapat juga diadakan : 1) Jika Pengurus IGPKhI CABANG menganggap perlu. 2) Atas permintaan Pengurus Daerah. 4. Dalam waktu 2 (dua) bulan sesudah salah satu dan/atau semua permintaan tersebut diterima, Pengurus IGPKhI Cabang wajib menyelenggarakannya. Pasal 65 P e s e r t a Peserta Musyawarah Kerja IGPKhI Cabang terdiri dari : 1. Utusan Pengurus Cabang 2. Badan Penasihat Cabang 3. Peninjau yang diundang oleh Pengurus Cabang Pasal 66 Hak Bicara dan Hak Suara 1. Pada dasarnya ketentuan pasal 62 dan pasal 63 Anggaran Rumah Tangga berlaku bagi pasal ini yang disesuaikan dengan tingkatannya. 2. Hak bicara ada pada semua peserta Musyawarah Kerja Cabang. 3. Hak suara hanya ada pada utusan Cabang dengan ketentuan setiap Cabang sedikitnya memiliki 1 (satu) suara dan sebanyakbannyaknya 5 (lima) suara. Pasal 67 Kewajiban Musyawarah Kerja Cabang 1. Membahas dan menilai pelaksanaan keputusan Musyawarah Cabang 2. Menetapkan rencana kerja tahunan dan kebijakan yang belum ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan Musyawarah Cabang. 3. Menentukan penggantian anggota Pengurus antar waktu apabila terjadi kekosongan. 4. Membahas dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Organisasi (RAPBO) Pengurus IGPKHI Cabang untuk tahun mendatang. 5. MusyawarahKerja IGPKhI Cabang menjelang MUNAS sedikitnya menetapkan calon anggota Panitia Pemilihan Pengurus Provinsi.

28 28 BAB XVII RAPAT PENGURUS DAN PERTEMUAN LAIN Pasal 68 Rapat Pengurus 1. Rapat Pengurus/Pengurus Harian disetiap tingkatan diadakan sesuai keperluan dan sekurang-kurangnya diselenggarakan 3 (tiga) bulan sekali. 2. Rapat Pengurus Lengkap Pimpinan Organisasi diselenggarakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. 3. Rapat Pleno Lengkap Organisasi yang dihadiri oleh seluruh Pengurus Organisasi, Badan Penasihat, Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, Pimpinan Anak Lembaga, dan Pimpinan Badan Khusus diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. 4. Rapat Pengurus dapat juga diadakan atas permintaan ½ (seperdua) jumlah anggota Pengurus Lengkap dan/atau ada hal-hal yang mendesak. 5. Pertemuan khusus antara berbagai pihak secara terpisah dapat diadakan sesuai keperluan. 6. Dalam rapat tersebut semua anggota yang hadir mempunyai hak bicara dan hak suara yang sama. Pasal 69 Pertemuan Lain 1. Pertemuan lain dapat diselenggarakan oleh Pengurus Organisasi di semua tingkatan apabila diperlukan dalam upaya kelancaran pelaksanaan misi organisasi. 2. Rapat Koordinasi Pimpinan IGPKhI Cabang Tingkat Nasional dilaksanakan setiap 2 tahun sekali oleh Pengurus Pusat (PB). 3. Rapat Koordinasi Pimpinan IGPKhI Tingkat Daerah dilaksanakan setiap 2 (dua tahun sekali oleh Pengurus Provinsi BAB XVIII BADAN PENASIHAT Pasal 70 Badan Penasihat Pengurus Pusat 1. Atas usul Pengurus Pusat MUNAS menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Penasihat Pengurus Pusat yang sedikitnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan, kebudayaan, Kemasyarakatan dan para ahli

29 29 yang berkaitan dengan pendidikan, keprofesian dan ketenagakerjaan. 2. Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus Pusat. 3. Masa bakti Badan Penasihat Pengurus Pusat sama dengan masa bakti Pengurus Pusat. Pasal 71 Badan Penasihat Pengurus Daerah 1. Atas usul Pengurus Daerah yang baru, Musyawarah Daerah menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Penasihat Pengurus Daerahyang sedikitnya berjumlah 7 (tujuh) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh di bidang pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan, dan para ahli yang berkaitan dengan pendidikan, keprofesian, dan ketenagakerjaan. 2. Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus Daerah. 3. Masa bakti Badan Penasihat Pengurus Daerah sama dengan masa jabatan Pengurus Daerah Pasal 72 Badan Penasihat Pengurus Cabang 1. Atas usul Pengurus Cabang, Musyawarah IGPKhI menetapkan Badan Penasihat Pengurus IGPKhI Cabang yang sedikitnya berjumlah 5 (lima) orang dan terdiri atas tokoh-tokoh pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan, dan para ahli. 2. Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus Cabang 3. Masa bakti Badan Penasihat Pengurus IGPKhI Cabang sama dengan masa bakti Pengurus Cabang Pasal 73 Badan Penasihat Pengurus Cabang 1. Atas usul Pengurus IGPKhI Musyawarah Cabang menetapkan Badan Penasihat Pengurus IGPKhIyang sedikitnya berjumlah 3 (tiga) orang yang terdiri dari tokoh-tokoh pendidikan, kebudayaan, dan kemasyarakatan. 2. Badan Penasihat baik diminta atau tidak bertugas memberi nasihat dan saran-saran kepada Pengurus. Cabang 3. Masa bakti Badan Penasihat Pengurus IGPKhI sama dengan masa bakti Pengurus Cabang

30 30 BAB XIX DEWAN KEHORMATAN ORGANISASI DAN KODE ETIK PROFESI IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA Pasal 74 Status, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang 1. Jika dianggap perlu, Badan Pimpinan IGPKhI Cabang dapat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi sesuai dengan tingkatannya. 2. Fungsi dan tugas Dewan Kehormatan Organisasi di tingkat Kab/kotadan Ranting menjadi tanggungjawab pengurus Cabang. 3. Dewan Kehormatan Organisasi bertugas memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada Badan Pimpinan Organisasi yang membentuknya tentang pelaksanaan bimbingan, pengawasan, dan : 1) penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru. 2) Pelaksanaan, penegakkan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi di wilayah kewenangannya. 3) Pelanggaran kode etik guru yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut. 4) Pelaksanaan dan cara menegakkan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru, dan 5) Pembinaan hubungan dengan mitra organisasi dibidang penegakkan serta pelanggaran disiplin organisasi serta kode etik guru. 4. Susunan keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Ikatan Guru Pendidikan Khusus IndonesiaNasionalndonesia terdiri dari unsur Badan Penasihat, unsur Badan Pimpinan Organisasi, unsur Himpunan/Ikatan/Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis, dan unsur-unsur keahlian lainnya sesuai dengan keperluan. 5. Tata cara, tugas, wewenang, dan mekanisme kerja Dewan Kehormatan Organisasi dan Kode Etik Profesi Ikatan Guru Pendidikan Khusus IndonesiaNasionalndonesia diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri.

31 31 BAB XX PERBENDAHARAAN Pasal 75 Keuangan Organisasi 1. Setiap anggota wajib membayar iuran sebagai berikut : 1) Uang iuran anggota ditetapkan oleh Musyawarah, minimal Rp ,00 setiap bulan, dengan rincian pendistribusian untuk : (1) Pengurus Pusat Rp ,00 (2) Pengurus Daerah Rp ,00 (3) Pengurus Cabang Rp ,00 2. Ketentuan pembayaran iuran anggota sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf (1) mulai dilaksanakan 6 (enam) bulan setelah MUNAS. 3. Pelaksanaan pengumpulan uang iuran untuk Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah diberikan tugas dan tanggung jawab kepada Pengurus Cabang. 4. Pengurus IGPKhI Cabang menyetorkan iuran untuk Pengurus Pusat bersama dengan iuran untuk Pengurus Daerah. 5. Setiap 3 (tiga) bulan, semua pengurus di semua tingkatan wajib menyampaikan 6. catatan penerimaan iuran anggota dan disampaikan kepada Badan Pimpinan Organisasi yang lebih tinggi kecuali Pengurus Pusat yang akan menyampaikannya kepada seluruh Pengurus Daerah 7. Setiap tahun kondisi keuangan diverifikasi oleh : 1) Pengurus Pusat (PB) diperiksa oleh Badan Verifikasi Keuangan yang dibentuk oleh KONKERNAS oleh sebanyakbanyaknya 5 orang yang mewakili Provinsi. 2) Pengurus Daerah oleh Pengurus Pusat (PB). 3) Pengurus IGPKhI Cabang oleh Pengurus Daerah Pasal 76 Kekayaan Organisasi 1. Pengurus di semua tingkatan wajib mencatat dan menginventarisasikan kekayaan organisasi. 2. Semua pemindahan hak, pelepasan dan pemutasian kekayaan organisasi baik berupa barang tidak bergerak, barang bergerak, surat-surat berharga yang bernilai diatas Rp ,00 (lima juta rupiah) untuk tingkat Pusat serta Daerahdan di atas Rp ,00 (satu juta rupiah) untuk Kabupaten/Kota ke

32 32 bawah, wajib mendapat persetujuan Rapat Pengurus dan wajib dipertanggungjawabkan pada forum organisasi di wilayahnya. 3. Ketentuan yang tertuang dalam ayat (2) pasal ini tidak menghapus kewajiban pengurus untuk mempertanggung-jawabkan semua keuangan dan kekayaan organisasi. 4. Inventarisasi kekayaan organisasi menjadi bagian pertanggungjawaban Pengurus. BAB XXI P E N U T U P Pasal Hal-hal lain yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dan ditetapkan dalam peraturan organisasi oleh Pengurus Pusat dan dipertanggungjawabkan kepada MUNAS. 2. Apabila terjadi perbedaan penafsiran atas materi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, maka penafsiran yang berlaku dan sah adalah penafsiran yang dilakukan oleh Pengurus Pusat sampai ada penafsiran lain dalam MUNAS berikutnya. 3. Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : BANDUNG Pada tanggal : 29 JANUARI 2017 PENGURUS PUSAT SELAKU PIMPINAN MUNAS KE I IGPKhI Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Dr.H.Rajaminsyah,MZ.SH.M.M.Pd Mutaqin, M.Pd

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal,

PENGURUS BESAR IGPKhI SELAKU PIMPINAN MUNAS I IGPKhI Sekretaris Jenderal, AD/ART IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA KEPUTUSAN MUNAS I IKATAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS INDONESIA Nomor : 2/MUNAS I/ IGPKhI /I/ 2017 Tentang : ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IGPKhI DENGAN

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN KONFERENSI KERJA NASIONAL II PGRI MASA BAKTI. Nomor : V/ KONKERNAS II/XX/2010 Tentang SISTEM KEANGGOTAAN PGRI

: KEPUTUSAN KONFERENSI KERJA NASIONAL II PGRI MASA BAKTI. Nomor : V/ KONKERNAS II/XX/2010 Tentang SISTEM KEANGGOTAAN PGRI KEPUTUSAN KONFERENSI KERJA NASIONAL II PGRI MASA BAKTI XX Nomor : V/ KONKERNAS II/XX/2010 Tentang SISTEM KEANGGOTAAN PGRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KONFERENSI KERJA NASIONAL II PGRI MASA BAKTI

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Pra Kongres di Jakarta tanggal 25-26 Oktober 2013 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 IKATAN PEJABAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KONGRES XXI PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA Nomor : IV/KONGRES/XXI/PGRI/2013 Tentang ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PGRI

KEPUTUSAN KONGRES XXI PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA Nomor : IV/KONGRES/XXI/PGRI/2013 Tentang ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PGRI KEPUTUSAN KONGRES XXI PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA Nomor : IV/KONGRES/XXI/PGRI/2013 Tentang ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PGRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa dunia

Lebih terperinci

:: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga:

:: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga: 1 :: LDII Sebagai Ormas/Anggaran Rumah Tangga: ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Anggota dan Warga [1] Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdiri dari

Lebih terperinci

IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR

IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR IKATAN ARSITEK INDONESIA ANGGARAN DASAR MUKADIMAH Arsitek sebagai warga negara yang sadar akan panggilan untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia, senantiasa belajar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ORGANISASI SAYAP PEMUDA PARTAI PERINDO Jakarta, 17 Desember 2015 ANGGARAN DASAR & ANGGARAN RUMAH TANGGA PEMUDA PERINDO PEMBUKAAN Pemuda Indonesia sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN

BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN BAB I UMUM Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN 1. Anggaran Rumah Tangga disusun berlandaskan Anggaran Dasar GAPEKSINDO dan ditetapkan serta disahkan pada Musyawarah Nasional Khusus di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta,

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR TATA LINGKUNGAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 LANDASAN PENYUSUNAN 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan BAB X Pasal 33 Anggaran Dasar Asosiasi Kontraktor

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Syarat Keanggotaan Syarat menjadi Anggota Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) adalah : 1. Warga Negara Indonesia.

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar yang ditetapkan pada

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Institusi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat yang dimaksud

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR (AD) ASOSIASI PENGELOLA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI (SPAMS) PERDESAAN

ANGGARAN DASAR (AD) ASOSIASI PENGELOLA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI (SPAMS) PERDESAAN ANGGARAN DASAR (AD) ASOSIASI PENGELOLA SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI (SPAMS) PERDESAAN PEMBUKAAN Program Pamsimas telah membangun prasarana dan sarana air minum dan sanitasi di desa/ kelurahan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA Anggaran Rumah Tangga FPTI FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA PENDAHULUAN Anggaran Rumah Tangga ini merupakan pelengkap dan bagian yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar yang bertujuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI

ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA (AD/ART), PROGRAM KERJA DAN KODE ETIK AHLI GIZI PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) 2015 ANGGARAN DASAR/ ANGGARAN RUMAH TANGGA ( AD/ART ) PERSATUAN AHLI GIZI

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA BAB I UMUM Pasal 1 Pengertian Anggaran Rumah Tangga merupakan penjabaran Anggaran Dasar IAP Pasal 2 Pengertian Umum (1) Ahli adalah seorang yang berlatar belakang

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM Pasal 1 Pengertian Umum Pendidik dan peneliti adalah ilmuwan berprofesi pendidik dan peneliti

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE

ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE ANGGARAN DASAR IKATAN PUSTAKAWAN INDONESIA PERIODE 2012-2015 MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta semangat mewujudkan visi organisasi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN. Pasal 2 Kode Kehormatan

ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN. Pasal 2 Kode Kehormatan ANGGARAN RUMAH TANGGA INDONESIA MAX OWNERS (IMO) BAB I PRINSIP DASAR DAN KODE KEHORMATAN Pasal 1 Prinsip Dasar Prinsip dasar adalah: 1. Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Peduli tehadap bangsa, tanah air

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR: 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSATUAN PERUSAHAAN GRAFIKA INDONESIA (INDONESIA PRINT MEDIA ASSOCIATION) MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGARAN DASAR PERSATUAN PERUSAHAAN GRAFIKA INDONESIA (INDONESIA PRINT MEDIA ASSOCIATION) MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGARAN DASAR PERSATUAN PERUSAHAAN GRAFIKA INDONESIA (INDONESIA PRINT MEDIA ASSOCIATION) MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Dengan menyadari sedalam-dalamnya akan kedudukan, tugas dan kewajiban

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 5 2015 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 1 ANGGARAN DASAR Halaman 1 dari 2 halaman 2 IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 ANGGARAN DASAR BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 (1) Pengambilan keputusan organisasi dilaksanakan dalam forum musyawarah dan mufakat. 14 (2) Forum musyawarah dan mufakat diselenggarakan dalam bentuk:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 4 IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA GABUNGAN INDUSTRI PENGERJAAN LOGAM DAN MESIN INDONESIA BAB I LANDASAN PENYUSUNAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA GABUNGAN INDUSTRI PENGERJAAN LOGAM DAN MESIN INDONESIA BAB I LANDASAN PENYUSUNAN ANGGARAN RUMAH TANGGA GABUNGAN INDUSTRI PENGERJAAN LOGAM DAN MESIN INDONESIA BAB I LANDASAN PENYUSUNAN Pasal 1 Landasan Penyusunan 1. Anggaran Rumah Tangga disusun berlandaskan pada Anggaran Dasar yang

Lebih terperinci

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) Politeknik Negeri

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN

AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN AD KAI TAHUN 2016 PEMBUKAAN - Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu setiap orang tanpa membedakan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR ASOSIASI DOSEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR INDONESIA PENDAHULUAN

ANGGARAN DASAR ASOSIASI DOSEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR INDONESIA PENDAHULUAN ANGGARAN DASAR ASOSIASI DOSEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR INDONESIA 2011-2016 PENDAHULUAN Sejarah terbentuknya Asosiasi Dosen pendidikan guru sekolah dasar di Indonesia didasari dengan adanya keinginan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ====================================================================== ANGGARAN DASAR U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG MUKADDIMAH

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Analis Kebijakan adalah seseorang yang memiliki kompetensi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 9 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 9 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 9 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MUSYAWARAH NASIONAL IX HISKI HIMPUNAN SARJANA-KESUSASTRAAN INDONESIA (HISKI)

MUSYAWARAH NASIONAL IX HISKI HIMPUNAN SARJANA-KESUSASTRAAN INDONESIA (HISKI) MUSYAWARAH NASIONAL IX HISKI HIMPUNAN SARJANA-KESUSASTRAAN INDONESIA (HISKI) Universitas Pattimura, Ambon 3 Desember 2015 Bertempat di hotel Swiss Bell ANGGARAN DASAR HIMPUNAN SARJANA-KESUSASTRAAN INDONESIA

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA.

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA. ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA Pasal 1 (1) Ikatan Pensiunan Pelabuhan Indonesia II disingkat IKAPENDA sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, DAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemilihan umum

Lebih terperinci

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal...

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik... 133 I. Umum... 133 II. Pasal Demi Pasal... DAFTAR ISI Hal - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum... - BAB I Ketentuan Umum... 4 - BAB II Asas Penyelenggara Pemilu... 6 - BAB III Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

KEPALA DESA WONOSARI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

KEPALA DESA WONOSARI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA WONOSARI KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DESA MAKARTI MULYA DESA WONOSARI, KECAMATAN WONOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DI WILAYAH KOTA BANJARMASIN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 SYARAT MENJADI ANGGOTA Syarat menjadi anggota APPEKNAS, adalah sebagai berikut : 1. Anggota Biasa a. Badan Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 24 TAHUN 2001 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERWAKILAN DESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut pelaksanaan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal dengan ASOSIASI MANAJER INVESTASI INDONESIA (AMII) 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA PERKUMPULAN MANAJER INVESTASI INDONESIA atau dikenal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 0TAHUN 2007 T E N T A N G TATACARA PEMILIHAN, PENCALONAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang :

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016 ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016 BAB I KEANGGOTAAN DAN PERSYARATANNYA Pasal 1 Ketentuan Umum Anggota Akuntan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR BAB I NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 (1) Gabungan Kelompok Tani ini bernama Gabungan Kelompok Tani TORONG MAKUR disingkat Gapoktan TORONG MAKMUR. (2) Gapoktan TORONG MAKMUR dibentuk

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA

UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN MAHASISWA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Serikat ini bernama Serikat Pekerja PT Indosat (Persero) Tbk disingkat SP Indosat. Pasal 2 Sifat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

A N G G A R A N D A S A R

A N G G A R A N D A S A R A N G G A R A N D A S A R D A F T A R I S I : 1. Mukadimah 2. Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 3. Bab II: Nama, Tempat Kedudukan dan Jangka Waktu Pendirian Pasal 2 4. Bab III: Asas, Landasan, Tujuan dan Kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG SALINAN PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG SALINAN PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG SALINAN PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN, PANITIA PEMILIHAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KONGRES ADVOKAT INDONESIA (PERUBAHAN PERTAMA) TAHUN 2016 PEMBUKAAN

ANGGARAN DASAR KONGRES ADVOKAT INDONESIA (PERUBAHAN PERTAMA) TAHUN 2016 PEMBUKAAN ANGGARAN DASAR KONGRES ADVOKAT INDONESIA (PERUBAHAN PERTAMA) TAHUN 2016 PEMBUKAAN - Bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I STATUS PERKUMPULAN. Pasal 1

BAB I STATUS PERKUMPULAN. Pasal 1 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 Indonesia Off-road Federation (untuk selanjutnya disingkat "IOF") adalah Perkumpulan yang merupakan satu-satunya wadah untuk para penggemar otomotif dan/atau non otomotif

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

ASOSIASI PENGUSAHA DAN PEMILIK ALAT KONSTRUKSI INDONESIA ( APPAKSI ) ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB. I UMUM. Pasal. 1 LANDASAN PENYUSUN. Pasal.

ASOSIASI PENGUSAHA DAN PEMILIK ALAT KONSTRUKSI INDONESIA ( APPAKSI ) ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB. I UMUM. Pasal. 1 LANDASAN PENYUSUN. Pasal. ASOSIASI PENGUSAHA DAN PEMILIK ALAT KONSTRUKSI INDONESIA ( APPAKSI ) ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB. I UMUM Pasal. 1 LANDASAN PENYUSUN Anggaran Rumah Tangga ini disusun berlandaskan pada Pasal. 27 Anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI TENAGA TEKNIK INDONESIA (ASTTI) ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI TENAGA TEKNIK INDONESIA DAFTAR ISI BAB I U M U M Pasal 1 Landasan Penyusunan Pasal 2 Kode Etik Pasal 3 Lembaga

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Nama Organisasi Asosiasi Antropologi Indonesia disingkat AAI selanjutnya disebut AAI. Pasal 2 Makna AAI adalah wadah tunggal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO, BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR : 11 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) BUPATI SITUBONDO, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini bersumber pada Anggaran Dasar IKA- STEMBAYO yang berlaku oleh karena itu tidak bertentangan dengan ketentuan

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I UMUM. Pasal 1. (1) Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar ORARI yang telah disahkan dalam Munas khusus ORARI tahun 2003

BAB I UMUM. Pasal 1. (1) Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar ORARI yang telah disahkan dalam Munas khusus ORARI tahun 2003 BAB I UMUM Pasal 1 (1) Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar ORARI yang telah disahkan dalam Munas khusus ORARI tahun 2003 (2) Anggaran Rumah Tangga ini merupakan penjabaran dan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 KETENTUAN UMUM Anggota Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) adalah perseorangan dan perusahaan yang

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN PERKUMPULAN Nomor : 35.- -Pada hari ini, Selasa, tanggal 15 (lima belas), bulan Juli, tahun 2014 (dua ribu empat belas), pukul 16.15 (enam belas lewat lima belas menit) WIB (Waktu Indonesia Barat).------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA KERJA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI, KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN/KOTA, PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

KEPALA DESA SUKARAJA KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA CIPTA BINA MANDIRI

KEPALA DESA SUKARAJA KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA CIPTA BINA MANDIRI KEPALA DESA SUKARAJA KABUPATEN CIAMIS PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN BADAN USAHA MILIK DESA CIPTA BINA MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SUKARAJA Menimbang

Lebih terperinci

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 76 TAHUN 1993 (76/1993) Tanggal: 18 AGUSTUS 1993 (JAKARTA)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci