diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
|
|
- Hartono Sugiarto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan Kabupaten Luwu Timur terdapat adanya kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau untuk berbagai kepentingan dengan fungsi lain; b. bahwa dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan guna meningkatkan mutu kehidupan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang diperlukan adanya kebijakan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur menyangkut Perencanaan, Pelaksanaan, Pengendalian, dan Pengawasan terhadap Ruang Terbuka Hijau; c. bahwa tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah 1
2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tatacara Peranserta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2
3 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 16. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Daerah Propinsi Sulawesi Selatan Tahun Nomor 9); 17. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur Tahun (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 Nomor 7); 18. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 41); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR dan BUPATI LUWU TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Luwu Timur. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Bupati adalah Bupati Luwu Timur. 3
4 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Luwu Timur, yang selanjutnya disebut DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 5. Pejabat yang ditunjuk adalah Kepala SKPD yang membidangi pengelolaan ruang terbuka hijau; 6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Persero, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya. 7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 8. Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur yang dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan; 9. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 10. Sempadan pantai/sungai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai atau kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai/sungai; 11. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; 12. Median jalan adalah ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah serta untuk mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas; 13. Pedestrian adalah areal yang diperuntukkan bagi pejalan kaki; 14. Jalur hijau adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan maupun di dalam ruang pengawasan jalan yang dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau; 15. Taman adalah ruang terbuka yang berfungsi sosial, paru-paru kota dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukatif atau kegiatan lainnya. 16. Kawasan adalah suatu wilayah yang dimanfaatkan untuk kegiatan tertentu dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan; 4
5 18. Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota. 19. Kebun bibit adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang digunakan sebagai tempat penangkaran bibit pohon pelindung dan bibit tanaman hias; 20. Sarana penunjang adalah bangunan yang digunakan sesuai dengan fungsi Ruang Terbuka Hijau. 21. Ruang Terbuka Hijau Publik adalah Ruang Terbuka Hijau yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah; 22. Ruang Terbuka Hijau Privat adalah Ruang Terbuka Hijau yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Daerah; 23. Penghijauan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan kondisi lahan beserta semua kelengkapannya dengan melakukan penanaman pohon pelindung, perdu/semak hias dan rumput/penutup tanah dalam upaya melestarikan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. 24. Pekarangan adalah lahan diluar bangunan yang berfungsi untuk berbagai aktifitas. 25. Vegetasi adalah keseluruhan tumbuhan dan tanaman yang menutupi permukaan tanah; 26. Tanaman khas daerah adalah jenis tumbuhan atau tanaman yang khas tumbuh dan menjadi identitas daerah; 27. Pohon adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras. 28. Pohon pelindung adalah pohon yang pertumbuhan batangnya mempunyai garis tengah batangnya minimal 15 cm, berketinggian minimal 3 meter sampai tajuk daun, bercabang banyak, bertajuk lebar serta dapat memberikan perlindungan/naungan terhadap sinar matahari. 29. Tanaman perdu adalah tanaman yang pertumbuhan optimal batangnya mempunyai garis tengah 1 sampai 10 cm, dengan ketinggian maksimal 3 sampai 5 meter. 30. Tanaman semak hias adalah tanaman yang pertumbuhan optimal batangnya bergaris tengah maksimal 5 cm, dengan ketinggian maksimal 2 meter. 31. Plasma nutfah adalah substansi yang terdapat dalam kelompok mahluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menciptakan jenis tumbuhan maupun hewan dan jasad renik; 32. Biogeografi adalah keadaan lapisan muka bumi atau aspek relief permukaan bumi berupa karakteristik material permukaan bumi baik batuan/tanah maupun strukturnya, proses geomorfik dan tatanan keruangannya dan aspek kehidupan di dalamnya; 5
6 33. Penutup tanah adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah; 34. Kearifan lokal adalah kecerdasan, kreativitas, inovasi dan pengetahuan tradisional masyarakat lokal berupa kearifan ekologis dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem/sumberdaya lingkungan alam sekitar atau berupa kearifan sosial dalam bentuk tatanan sosial yang menciptakan keharmonisan dan kedinamisan hidup bermasyarakat yang telah dijalani turun temurun dan telah menunjukkan adanya manfaat yang diterima masyarakat dalam membangun peradabannya; 35. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban berdasarkan peraturan Perundangundangan yang berlaku. 36. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau yang terjadi serta menemukan tersangkanya. BAB II TUJUAN, FUNGSI DAN MANFAAT Pasal 2 1. Tujuan Pengelolaan RTH adalah : a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan; b. mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; dan c. meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat indah, bersih dan nyaman. 2. Fungsi Pengelolaan RTH adalah : a. pengamanan keberadaan kawasan lindung; b. pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; c. tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; d. pengendali tata air; dan e. sarana estetika kota. 3. Manfaat Pengelolaan RTH adalah : a. sarana untuk mencerminkan identitas daerah; b. sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; c. sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial; d. meningkatkan nilai ekonomi; e. menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; f. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; h. memperbaiki iklim mikro; i. meningkatkan cadangan oksigen. 6
7 BAB III PEMBENTUKAN DAN JENIS RUANG TERBUKA HIJAU Pasal 3 (1) Pembentukan RTH disesuaikan dengan bentang alam berdasar aspek biogeografis dan struktur ruang serta estetika. (2) Pembentukan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan karakter alam dan/atau budaya setempat yang bernilai ekologis, historik, panorama yang khas dengan tingkat penerapan teknologi. Pasal 4 Jenis RTH: a. taman kota; b. taman wisata alam; c. taman rekreasi; d. taman lingkungan dan permukiman; e. taman lingkungan perkantoran dan gedung komersil; f. taman hutan raya; g. hutan kota; h. hutan lindung; i. bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; j. cagar alam; k. kebun raya; l. kebun binatang; m. kebun bibit n. pemakaman umum; o. lapangan olahraga; p. lapangan upacara; q. parkir terbuka; r. lahan pertanian perkotaan; s. jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); t. sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; u. jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; v. kawasan dan jalur hijau; w. daerah penyanggah (buffer zone) lapangan udara; dan x. taman atap (roof garden). 7
8 BAB IV PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU Bagian Pertama Penataan Pasal 5 Penataan RTH meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian Ruang Terbuka Hijau. Bagian Kedua Perencanaan Pasal 6 (1) Perencanaan RTH merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Luwu Timur yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi lingkungan. (2) Perencanaan RTH di Daerah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. (3) RTH dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:5000 atau Rencana Teknis dengan skala peta sekurang-kurangnya 1:1000. Pasal 7 (1) Perencanaan RTH dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Penjabaran perencanaan dimaksud dalam bentuk rancangan/desain yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyediaan, pemanfaatan dan pengendalian Ruang Terbuka Hijau. (3) Setiap orang atau badan dapat menyiapkan perencanaan dan perancangan RTH sebagai tindak lanjut dari Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Perencanaan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendapatkan persetujuan dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 8 (1) Luas RTH minimal 30% dari luas Kawasan; (2) Luas RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup RTH publik dan privat. (3) Luas RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. (4) RTH privat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penyediaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan oleh Pemerintah Daerah. 8
9 Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 9 (1) Pemanfaatan RTH mencakup kegiatan pembangunan baru, pemeliharaan, dan pengamanan Ruang Terbuka Hijau. (2) Pemanfaatan RTH publik dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan para pelaku pembangunan. (3) RTH publik tidak dapat dialihfungsikan. (4) Pemanfaatan RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga. (5) Pemanfaatan RTH privat dikelola oleh perseorangan atau lembaga/badan hukum sesuai dengan peraturan perundanganundangan. (6) Pemanfaatan RTH diperkaya dengan memasukkan berbagai kearifan lokal dalam penataan ruang dan konstruksi bangunan taman yang mencerminkan budaya setempat. (7) Pemanfaatan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5), dikembangkan dengan mengisi berbagai macam vegetasi yang disesuaikan dengan ekosistem dan tanaman khas daerah. Pasal 10 (1) Pemanfaatan RTH milik atau yang dikuasai oleh Daerah adalah kewenangan Pemerintah Daerah. (2) Setiap orang atau Badan dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Pemerintah Daerah berwenang mengatur pemanfaatan RTH milik orang pribadi atau Badan. Pasal 11 (1) Pengelolaan RTH dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing. (2) Pelaku pembangunan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah PT. (Persero) Telkom. PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), PT. (Persero) Kereta Api Indonesia (KAI) dan instansi utilitas lainnya. (3) Setiap penghuni atau pihak yang bertanggungjawab atas rumah/bangunan atau persil yang terbangun diwajibkan untuk menghijaukan halaman/pekarangan atau persil dimaksud dengan menanam pohon pelindung, perdu, semak hias, penutup tanah/rumput serta memelihara dengan baik. (4) Pengelolaan RTH dilaksanakan berdasarkan perencanaan Tata Ruang yang ditetapkan atau atas ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah serta wajib memperhatikan keseimbangan lingkungan. 9
10 Pasal 12 Guna mewujudkan pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), diatur ketentuan sebagai berikut : a. Rumah Tinggal : 1. Jenis pekarangan Rumah Kecil dengan ukuran kurang dari 200 m 2 ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung dan penutup tanah/rumput; 2. Jenis pekarangan Rumah Sedang dengan ukuran 200 m 2 sampai 500 m 2 ditanami minimal 2 (dua) pohon pelindung, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup; 3. Jenis pekarangan Rumah Besar dengan ukuran lebih dari 500 m 2 ditanami minimal 3 (tiga) pohon pelindung, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup; 4. Terhadap luas pekarangan Rumah yang tidak dimungkinkan untuk ditanami pohon penghijauan ditanami dengan sistem pot dan tanaman gantung lainnya. b. Setiap Pengembang Perumahan berkewajiban untuk mewujudkan pertamanan/penghijauan pada lokasi jalur hijau sesuai dengan rencana tapak/site plan yang telah disahkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk; c. Bangunan Kantor, Hotel, Industri/Pabrik, Bangunan Perdagangan dan Bangunan Umum lainnya diwajibkan : 1. Untuk Bangunan yang mempunyai luas tanah antara 120 m 2 sampai 240 m 2 ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup; 2. Untuk Bangunan yang mempunyai luas tanah lebih dari 240 m 2 ditanami minimal 3 (tiga) pohon pelindung, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup. d. Setiap ruang milik jalan atau ruang pengawasan jalan di seluruh Daerah diupayakan dapat ditanami dengan tanaman penghijauan; e. Setiap pemilik atau pihak yang bertanggungjawab atas lahan terbuka dengan sudut lereng diatas 15 derajat menanam pohon penghijauan minimal 1 (satu) pohon pelindung untuk setiap 15 m 2 dan rumput dengan jumlah yang cukup. Pasal 13 Untuk pengelolaan RTH yang baik setiap penghuni atau pihak yang bertanggungjawab atas rumah/bangunan diwajibkan : a. memangkas, merapikan pagar tanaman yang berbatasan dengan jalan, dengan ketentuan tinggi pagar tanaman 1,50 (satu setengah) meter, bagian atas terbuka dan tidak menutupi pandangan dari arah depan/jalan; b. memelihara pohon pelindung, tanaman perdu, tanaman semak hias/rumput sesuai batas halaman/pekarangan rumah/bangunan secara periodik; 10
11 c. memelihara, mengatur dan mengawasi tanamannya agar tidak menganggu kepentingan umum. Pasal 14 Kawasan-kawasan yang belum diatur sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, ditentukan sebagai berikut : a. kawasan hijau pertamanan kota, pemanfaatannya lebih difungsikan sebagai taman dengan jenis tanaman tahunan maupun semusim yang bervariasi, 90% (sembilan puluh persen) dari luas areal harus dihijaukan. sedangkan 10% (sepuluh persen) lainnya dapat digunakan untuk kelengkapan taman, seperti jalan setapak, bangku taman, kolam hias, dan bangunan penunjang taman lainnya ; b. kawasan hijau hutan kota juga berfungsi sebagai taman kota, ditanami jenis tanaman tahunan dengan jarak tanam rapat, 90% (sembilan puluh persen) sampai 100% (seratus persen) dari luas areal harus dihijaukan. sedangkan areal lainnya dapat digunakan untuk kelengkapan penunjang kawasan tersebut ; c. kawasan hijau rekreasi kota, merupakan RTH yang pemanfaatannya sebagai tempat rekreasi baik aktif maupun pasif, vegetasi yang ditanam bervariasi, 60% (enam puluh persen) dari luas areal harus dihijaukan. areal yang tidak dihijaukan digunakan untuk sarana/bangunan penunjang seperti gazebo/bale-bale, kantor pengelola, ruang pameran, tempat bermain anak, parkir dan kelengkapan taman lainnya ; d. kawasan hijau permakaman, berfungsi sebagai taman pemakaman umum yang dikelola pemerintah daerah, pemanfaatan dikhususkan untuk pemakaman jenazah dengan vegetasi penutup tanah/rumput lebih dominan daripada tanaman pelindung; e. kawasan hijau pertanian dan pekarangan pemanfaatannya dikhususkan untuk menunjang bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, 80% (delapan puluh persen) sampai 90% (sembilan puluh persen) dari luas areal dalam bentuk hijau; f. kawasan hijau jalur hijau, merupakan RTH dalam bentuk jalur hijau tepi pantai, jalur hijau tepi sungai/danau, jalur hijau tepi jalan, jalur hijau median jalan, jalur hijau di bawah penghantar listrik tegangan tinggi. Kawasan ini kurang lebih 90% (sembilan puluh persen) dari luas arealnya harus dihijaukan dengan jenis vegetasi pohon, perdu, semak hias dan penutup tanah/rumput. Bagian Keempat Pengendalian Pasal 15 (1) Lingkup pengendalian RTH meliputi: a. target pencapaian luas minimal 30% dari total luas kawasan; b. fungsi dan manfaat jenis RTH; c. luas dan lokasi RTH; dan d. kesesuaian spesifikasi konstruksi dengan desain teknis. (2) Pengendalian RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui perizinan, pemantauan, pelaporan dan penertiban. 11
12 (3) Penebangan pohon di areal RTH publik dibatasi secara ketat dan harus seizin Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. Pasal 16 Dalam rangka pembinaan dan pengelolaan RTH, Pemerintah Daerah berkewajiban mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran, tanggungjawab dan kemitraan semua pihak baik Pemerintah Daerah, swasta/pengusaha dan masyarakat dalam upaya pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian tanaman dan RTH. Pasal 17 (1) Guna Pengendalian pemanfaatan RTH, setiap usaha atau kegiatan oleh dan/atau untuk kepentingan perorangan atau badan yang memakai lokasi RTH tidak boleh menyimpang dari fungsinya dan harus memperoleh izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Dalam Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan pengendalian dan pelestarian RTH dan dapat ditambah persyaratan lain yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Ketentuan perijinan dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 18 (1) Pemegang izin dimaksud dalam Pasal 17 dilarang melakukan kegiatan yang menyimpang dari izin yang telah diberikan. (2) Sarana penunjang bagi kepentingan RTH luasnya dibatasi dengan ketentuan paling luas 10% (sepuluh persen) dari luas RTH dilokasi setempat. (3) Ketentuan paling luas 10% (sepuluh persen) dari RTH dilokasi setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 10% dari luas kawasan yang ada dilokasi tersebut. Pasal 19 (1) Izin pemakaian RTH dapat dicabut oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk apabila pemanfaatan RTH tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan. (2) Izin pemakaian RTH tidak dapat diperpanjang apabila pemanfaatan RTH tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang. (3) Dalam hal surat izin tidak berlaku lagi maka lokasi RTH yang bersangkutan harus dikosongkan dengan sebaik-baiknya atas beban pemegang izin. (4) Bupati dapat melimpahkan kewenangan pelayanan perizinan dimaksud dalam Peraturan Daerah ini kepada Pejabat yang ditunjuk. Pasal 20 Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pengawasan dan penertiban terhadap pengelolaan, pemanfaatan dan pengendalian Ruang Terbuka Hijau. 12
13 Pasal 21 (1) Setiap orang pribadi atau Badan dilarang menebang, mencabut,membakar, merusak bibit pohon, merusak taman dan jalur hijau di RTH yang dikuasai/milik Pemerintah Daerah tanpa izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk; (2) Setiap orang pribadi atau Badan dilarang merusak sarana dan prasarana taman atau RTH milik/dikuasai oleh Pemerintah Daerah; (3) Setiap orang pribadi atau Badan dilarang melakukan pemindahan terhadap sarana dan prasarana RTH tanpa izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk. BAB V SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 22 (1) Setiap orang pribadi atau Badan yang memanfaatkan RTH tanpa memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 17 ayat (1), maka orang atau Badan tersebut harus menghentikan, mengosongkan dan mengembalikan sesuai keadaan semula atas beban yang bersangkutan; (2) Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi maka Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwenang melaksanakan penghentian kegiatan secara paksa, pengosongan lokasi RTH dan mengembalikan sesuai keadaan semula atas beban pelanggaran yang bersangkutan, dengan ketentuan biaya yang ditetapkan oleh Bupati. Pasal 23 Setiap orang pribadi atau Badan yang memanfaatkan RTH yang menyimpang/bertentangan dengan izin yang diberikan maka izin tersebut dicabut. Pasal 24 Setiap orang pribadi atau Badan yang tidak melaksanakan penghijauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14, Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat mengambil tindakan untuk melakukan penghijauan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan biaya dibebankan pada pemilik bangunan/persil yang bersangkutan. BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 25 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana atas ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini; 13
14 (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugas penyidikan berwenang untuk : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 26 (1) Setiap orang pribadi atau Badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. 14
15 BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Luwu Timur. Ditetapkan di Malili pada tanggal 31 Desember 2011 BUPATI LUWU TIMUR, ANDI HATTA.M Diundangkan di Malili pada tanggal 31 Desember 2011 Plt.SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR, BAHRI SULI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR TAHUN 2011 NOMOR 41 15
16 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU I. UMUM Untuk memenuhi aspirasi yang berkembang dimasyarakat dan kemajuan pembangunan serta perkembangan zaman yang semakin maju sehingga adanya kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan RTHuntuk berbagai kepentingan, dalam hal ini fungsi hijau diharapkan tidaklah harus hijau semua tetapi masih dimungkinkan untuk berbagai kepentingan, hanya saja perubahan-perubahan tersebut haruslah tidak merusak struktur Ruang Terbuka Hijau. Pengelolaan RTH dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya yang diharapkan RTH bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah sehinggamenambah pendapatan asli daerah serta kembali pada peran dan fungsinya menjadi paru-paru kota. Pemberian izin dimaksud dalam Peraturan Daerah ini bersifat sementara dan tidak dapat diperpanjang lagi guna mewujudkan pemanfaatan RTH sesuai dengan peran dan fungsinya serta tidak akan diberikan syarat dan ganti rugi berupa apapun. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 angka 23 Yang dimaksud dengan kelengkapannya adalah prasarana penunjang taman. Pasal 2. Pasal 3. Pasal 4. Pasal 5. Pasal 6. Pasal 7 Pasal 8 16
17 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pohon pelindung adalah Trembesi, Bungur, Tanjung, Sawo, Glodogan, Cemara hutan, Mahoni dan sebagainya, Tanaman perdu contoh Soko, Bunga Merak, Cassia mas, Kemuning, Kembang sepatu dan sebagainya dan Semak hias contoh Philodendron, Diffenbachia,Plumbago, Heliconia, dan sebagainya. Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Ayat (1) Setiap usaha atau kegiatan oleh orang atau Badan yang menggunakan lokasi RTH yang dikuasi atau milik Pemerintah Daerah harus memperoleh izin dari Bupati sedangkan yang dimaksud izin disini adalah izin bersifat insidentil/sementara dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga bulan). Ayat (2) Surat Izin yang dimaksud adalah Surat Izin Pemanfaatan/Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau. Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 18 Ayat (1) Ayat (2) Sarana penunjang adalah bangunan fasilitas umum lainnya yang dapat dibangun di RTH yang apabila dibangun di lokasi lain menjadi tidak berfungsi seperti jembatan penyeberangan yang melintasi taman di median jalan dan halte angkutan umum 17
18 Ayat (3) Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Yang termasuk merusak pohon adalah menguliti pohon, memangkas dahan-dahan pohon dan daun-daunnya dan memberi bahan padat atau cair, sehingga mengakibatkan pohon itu mati dan kehilangan fungsinya. Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 61 18
BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR Menimbang : a. bahwa seiring
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI LOMBOK TIMUR, : a. bahwa seiring dengan laju pembangunan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring
Lebih terperinci===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG
===================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP
PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 7 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN (RTHKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MASAMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR, Menimbang : a. bahwa, ruang terbuka
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa perkembangan
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 10 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA KEDIRI
PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMANAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan keindahan
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan
Lebih terperinciBUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN
BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang :
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.
WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN
BUPATI KABUPATEN OGAN ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN ILIR,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2004 T E N T A N G PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR, Menimbang: a. bahwa, ruang
Lebih terperinciBUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENEBANGAN POHON DAN/ATAU PEMINDAHAN TAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH
BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU WILAYAH PERKOTAAN IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan
Lebih terperinciBUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN
1 BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa seiring
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA
Lebih terperinciSALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010
BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU KABUPATEN KARAWANG
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU KABUPATEN KARAWANG Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, a.
Lebih terperinciWALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PROVINSI MALUKU UTARA PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN,
Lebih terperinciWALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN 2012... 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciTENTANG WALIKOTA CIMAHI, meningkatnya. diperlukan meningkatkan
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 182 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dengan semakin
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciMATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 03 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan Sumber Daya Alam,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MELAWI
PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 49 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2010 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan
Lebih terperinciBUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR
BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2016 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BEKASI,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN JEMBATAN TENGKU AGUNG SULTANAH LATIFAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHM AT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : E Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA GAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PENEBANGAN POHON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI
LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib pembangunan fisik
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN RUANG MILIK JALAN DI KOTA BANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,
Lebih terperinciBUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT
BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya
Lebih terperinci- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa setiap pembangunan
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN
Lebih terperinciWALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN PEMAKAMAN
WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PENGELOLAAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BITUNG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA
WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keadaan
Lebih terperinciWALIKOTA BANJARMASIN
WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN, PENGATURAN PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,
Lebih terperinciBUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG DI KABUPATEN NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam upaya
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 11 TAHUN 2005 T E N T A N G PENGATURAN PEMOTONGAN POHON PADA JALUR HIJAU DAN KAWASAN PERTAMANAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA
SALINAN BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001
LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 58 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa ketertiban
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH
BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pohon
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DALAM WILAYAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa untuk tertib dan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO
PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah
Lebih terperinciRANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN
RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN
PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II
Lebih terperinciBUPATI KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI KARIMUN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMANAN DAN DEKORASI KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,
Lebih terperinciIZIN PEMBANGUNAN JALAN KHUSUS PERUSAHAAN
PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBANGUNAN JALAN KHUSUS PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN 201424 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa melihat kondisi lalu lintas
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN PENIMBUNAN KAYU SERTA BAHAN BANGUNAN LAINNYA DALAM KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan pedagang kaki lima di Kabupaten
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA PENGGILINGAN PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT
Menimbang BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG FASILITAS DAN PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG FASILITAS DAN PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka menunjang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 09 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 09 TAHUN 2006 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa pertumbuhan industri dan usaha didaerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan suatu kegiatan dan/atau
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG IZIN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa penggalian kekayaan alam di hutan secara
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah
Lebih terperinci