PENGARUH EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR TERHADAP KADAR SGPT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR TERHADAP KADAR SGPT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id PENGARUH EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR TERHADAP KADAR SGPT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran LANNY MARGARETHA BARUTU G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011

2 digilib.uns.ac.id ABSTRAK Lanny Margaretha Barutu, G , Pengaruh Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) sebagai Hepatoprotektor terhadap Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang dipapar Parasetamol. Fakultas Kedokteran Universitas sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Penelitian tentang herbal mulai dikembangkan untuk pengobatan, salah satunya adalah untuk perlindungan hepar yang merupakan organ yang rentan mengalami kerusakan. Tanaman herbal daun katuk memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan dapat digunakan sebagai pelindung hepar. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) sebagai hepatoprotektor terhadap penurunan SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan the posttest-only group design. Dua puluh delapan tikus jantan galur Wistar dengan umur ± 2 bulan dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama sebagai kelompok kontrol, kelompok P1 diberi paparan parasetamol, sedangkan kelompok P2 dan P3 diberi paparan parasetamol serta ekstrak daun katuk dengan dosis 12,15 mg/150 gr BB dan 24,30 mg/150 gr BB. Perlakuan diberikan selama 13 hari berturut-turut. Pada hari ke-14, darah tikus diambil dan diukur kadar SGPT dengan metode International Federation Clinical Chemistry (IFCC). Pengamatan dilakukan dengan membandingkan hasil kadar SGPT pada tiap kelompok. Hasil penelitian dianalisis dengan uji ANOVA yang dilanjutkan dengan Post Hoc Test dengan bantuan program SPSS for Windows versi 19. Hasil Penelitian: Dengan uji ANOVA terdapat perbedaan kadar SGPT yang signifikan dengan nilai p = 0,034 (p < 0,05) pada keempat kelompok sampel, namun berdasar hasil uji Post Hoc Test Dunnett T3 tidak ada beda signifikan antarkelompok perlakuan. Simpulan Penelitian: Pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) dapat mencegah peningkatan kadar SGPT tikus putih (Rattus norvegicus) namun tidak signifikan secara statistik. Tidak dapat disimpulkan terdapat perbedaan ekstrak daun katuk antara dosis 12,15 mg/150 gr BB dengan dosis 24,30 mg/150 gr BB. Kata Kunci: Daun Katuk (Sauropus androgynus), SGPT, Tikus Putih (Rattus norvegicus) iv

3 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II LANDASAN TEORI... 5 A. Tinjuan Pustaka Daun Katuk (Sauropus androgynus) Hepar Parasetamol Mekanisme Kerusakan Hepar Akibat Paparan Parasetamol Stres Oksidatif Antioksidan Daun Katuk sebagai Antioksidan B. Kerangka Berpikir vii

4 digilib.uns.ac.id C. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Teknik Sampling E. Desain Penelitian F. Identifikasi Variabel Penelitian G. Definisi Operasional Variabel Penelitian H. Alat dan Bahan Penelitian I. Cara Kerja J. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian B. Analisis Data BAB V PEMBAHASAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

5 digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepar merupakan organ terbesar pada tubuh yang berfungsi sebagai tempat pembentukan empedu, pembentukan faktor koagulasi, dan pusat metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hormon, dan zat kimia (Guyton and Hall, 2007). Sebagai pusat metabolisme di tubuh, hepar rentan sekali untuk terpapar zat kimia yang bersifat toksik sehingga menimbulkan kerusakan hepar. Kerusakan hepar sulit untuk disembuhkan dan dikembalikan fungsinya seperti semula. Zat kimia dapat berupa senyawa-senyawa obat yang luas digunakan di masyarakat. Salah satu contoh obat yang dapat menimbulkan kerusakan hepar adalah parasetamol (Mehta, 2010). Parasetamol (asetaminofen) telah digunakan sejak tahun 1893 sebagai obat dengan efek antipiretik dan analgesik. Ketika diminum dalam dosis terapi, parasetamol telah terbukti aman, namun apabila dikonsumsi dengan dosis tunggal dan berlebih dapat menimbulkan efek yang membahayakan (Wilmana dan Gunawan, 2007). Efek samping dari parasetamol yang berlebihan berasal dari hasil metabolitnya. Sebagian besar parasetamol dikonversi melalui metabolisme konjugasi dengan sulfat dan glukoronat, dan sebagian kecil lainnya teroksidasi melalui sistem enzim sitokrom P 450. Sitokrom P A 4 dan sitokrom P E 1 mengkonversi sekitar 5 % dari parasetamol menjadi metabolit perantara yang sangat reaktif, N-asetil-p-benzoquinoneimine (NAPQI). N- 1

6 digilib.uns.ac.id 2 asetil-p-benzoquinoneimine memiliki waktu paruh yang pendek kemudian akan dikonjugasi oleh glutation dan diskskresikan (Farrel, 2010). Ketika parasetamol diminum overdosis, jalur sulfat dan glukoronat menjadi jenuh sehingga jalur detoksifikasi parasetamol lebih banyak dilakukan oleh sitokrom P 450, akibatnya NAPQI menjadi sangat banyak dan pasokan glutation untuk sel hepar berkurang. Ketika terjadi pengurangan 70 % glutation, NAPQI yang masih dalam bentuk racun dalam hepar dapat bereaksi dengan molekul membran sel, mengakibatkan kerusakan dan kematian sel hepar dan akhirnya menyebabkan nekrosis hepar akut (Farrel, 2010). Indikator adanya kerusakan hepar adalah terjadinya peningkatan enzim-enzim hepar seperti alanin transaminase atau Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) dan aspartat transaminase atau Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) (Panjaitan et al., 2007). Serum glutamat piruvat transaminae dianggap lebih spesifik daripada SGOT karena SGPT paling banyak ditemukan di dalam hepar, sedangkan SGOT terdapat juga di jantung, otot rangka, otak dan ginjal. Peningkatan kadar enzim ini terjadi bila ada pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hepar atau adanya kerusakan hepar secara akut (Widyatmoko, 2009). Untuk mencegah terjadinya efek buruk dari radikal bebas, maka tubuh memerlukan antioksidan yang merupakan senyawa kimia dengan sifat reduktor. Penggunaan antioksidan alami sudah mulai marak akhir-akhir ini seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya

7 digilib.uns.ac.id 3 dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosklerosis, kanker, serta penuaan (Gunawan, 2010). Daun katuk (Sauropus androgynus) sudah banyak dikenal orang Indonesia dan banyak digunakan sebagai sayuran. Tanaman ini juga banyak digunakan untuk melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, deman, dan darah kotor. Daun katuk mengandung berbagai jenis vitamin dan mineral. Kandungan vitamin C daun katuk lebih tinggi daripada jeruk. Kandungan vitamin A, kalsium, dan flavonoid juga tinggi (Anonim, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sa roni (2004) menyebutkan bahwa tablet ekstrak daun katuk dengan dosis 900 mg/hari sudah efektif untuk meningkatkan produksi ASI. Namun, sejauh ini manfaat pemberian ekstrak daun katuk sebagai hepatoprotektor belum diketahui. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui manfaat lain pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) yaitu sebagai hepatoprotektor yang dinilai berdasarkan kadar SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol dengan analisis menggunakan metode International Federation Clinical Chemistry (IFCC). B. Perumusan Masalah Apakah pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) dapat digunakan sebagai hepatoprotektor untuk mencegah kenaikan kadar SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol?

8 digilib.uns.ac.id 4 C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) sebagai hepatoprotektor terhadap penurunan SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan informasi dan bahan kajian mengenai pengaruh ekstrak daun katuk sebagai hepatoprotektor. 2. Manfaat Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut, misalnya penelitian dengan subjek manusia.

9 digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Daun Katuk (Sauropus androgynus) a. Klasifikasi Kingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Rosidae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Sauropus : Sauropus androgynus (L.) Merr. (Plantamor, 2011) b. Deskripsi Tumbuhan Gambar 1. Daun Katuk commit (Sehat to alam,, user 2009). 5

10 digilib.uns.ac.id 6 Tanaman herbal daun katuk merupakan tanaman perdu yang tingginya bisa mencapai 3,5 meter. Tanaman daun katuk banyak terdapat di Asia Tenggara. Tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah hingga dpl. Daun katuk termasuk dalam suku menir-meniran (Phyllanthaceae) dan sekerabat dengan menteng bumi dan ceremai (Herbal, 2010). Tanaman katuk tumbuh menahun (parennial), berbentuk semak perdu dengan ketinggian antara 2,5-5 meter, dan merumpun. Susunan morfologi tanaman katuk terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Buahnya berbentuk kecil dan berwarna putih. Daun katuk kecil, dengan warna hijau gelap, panjangnya 5-6 cm. Bunga tanaman daun katuk berwarna merah gelap atau kuning dengan bercak merah gelap (Herbal, 2010). Sistem perakaran tanaman katuk menyebar ke segala arah dan dapat mencapai kedalaman antara cm. Batang tanaman tumbuh tegak dan berkayu. Pada stadium muda, batang tanaman berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi kelabu keputih-putihan (Herbal, 2010). c. Kandungan Kimia Daun katuk mengandung energi (59 kkal/100 gr), protein (4,8 gr/100 gr), lemak (1 gr/100 gr), karbohidrat (11 gr/100 gr), dan air (17 gr/100 gr). Vitamin A yang didapat dari 100 gr daun Katuk adalah SI, vitamin C ( 239 mg/100 gr), dan vitamin B1 (0,1 mg/100 gr).

11 digilib.uns.ac.id 7 Kadar serat per 100 gram daun katuk 1,5 gram. Komposisi mineral pada daun katuk juga tinggi, yaitu dominan kalsium (204 mg/100 gr), fosfor (83 mg/100 gr), dan besi (2,7 mg/100 gr). Daun katuk mengandung banyak flavonoid (831,70 mg/100 gr) (Herbal, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Zuhra (2008) didapatkan bahwa golongan flavonoid utama yang terdapat dalam daun katuk adalah golongan flavonol OH-3 tersulih atau golongan flavon. 2. Hepar Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh yang beratnya ratarata 1,5 kg (Junqueira, 2007). Hepar menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen (hypochondriaca dextra) dan sebagian epigastrica. Hepar memiliki dua lobus utama, lobus dextra dan sinistra (Price dan Wilson, 2006). Hepar mempunyai banyak faal metabolik. Hepar berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, serta memiliki fungsi dalam pembentukan empedu. Hepar juga mempunyai fungsi pertahanan tubuh, baik dalam detoksifikasi maupun dalam fungsi imunitas (Price dan Wilson, 2006). Sel hepar sering sekali mengalami kerusakan. Kerusakan hepar akibat infeksi, obat, ataupun virus dapat menyebabkan kerusakan menetap pada sel hepar yang berakibat pada peradangan (hepatitis) ataupun

12 digilib.uns.ac.id 8 kematian sel (nekrosis). Salah satu penyebab kerusakan hepar adalah senyawa radikal bebas (Sood, 2009). Enzim-enzim yang terdapat di dalam sel hepar akan terlepas ke dalam sirkulasi sistemik jika mengalami kerusakan. Kerusakan hepar ditandai dengan adanya peningkatan kadar Serum Glutamate Oksaloasetat Transaminase (SGOT), Serum Glutamate Piruvat Transaminase (SGPT), alkali fosfatase (ALP), bilirubin total, dan protein total dalam serum (Panjaitan et al., 2007). Pengujian kadar SGPT dan SGOT sebagai indikasi kerusakan hepar sampai saat ini dianggap paling praktis. Serum glutamate piruvat transaminase terdapat di sitoplasma sel hepar (20 %) dan mitokondria sel hepar (80 %), sedangkan SGPT hanya terdapat di sitoplasma (Giannini et al., 2005). Pemeriksaan SGPT merupakan indikator yang spesifik terhadap tes fungsi hepar sebab SGPT lebih dominan di hepar sedangkan SGOT banyak terdapat pada jaringan terutama jantung, otot rangka, ginjal, dan otak (Price dan Wilson, 2006). Beberapa senyawa telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah dapat menjaga fungsi hepar, baik sebagai hepatoprotektor ataupun sebagai obat ketika kerusakan hepar telah terjadi. Contoh senyawa tersebut adalah karotenoid, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E, senyawa polifenol, flavonoid, dan kondroitin sulfat (Ha et al., 2003).

13 digilib.uns.ac.id 9 3. Parasetamol Parasetamol telah banyak digunakan dalam masyarakat sebagai obat analgesik dan antipiretik. a. Farmakodinamik Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral sepert salisilat (Wilmana dan Gunawan, 2007). Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana dan Gunawan, 2007). b. Farmakokinetik Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25 % parasetamol terikat protein plasma. Parasetamol dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar. Sebagian parasetamol (80 %) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3 %) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Wilmana dan Gunawan, 2007).

14 digilib.uns.ac.id 10 c. Indikasi Khasiatnya analgetik dan antipiretik, tetapi tidak antiradang. Efek analgetisnya diperkuat oleh kodein dan kafein (Tjay dan Raharja, 2002). Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri persalinan, dan keadaan lain di mana aspirin efektif sebagai analgesik. Parasetamol tidak efektif untuk mengatasi inflamasi seperti artritis reumatoid, meskipun dapat dipakai sebagai obat tambahan analgesik dalam terapi anti inflamasi (Katzung, 2002). d. Efek Samping Efek samping yang sering terjadi antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah (Tjay dan Raharja, 2002). Efek merugikan paling serius akibat overdosis parasetamol akut berupa nekrosis hepar yang fatal (Hardman et al., 2008). Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal gram ( mg/ kg BB) parasetamol (Wilmana dan Gunawan, 2007). 4. Mekanisme Kerusakan sel hepar Akibat Paparan Parasetamol Toksisitas dapat terjadi apabila terdapat overdosis akut dan penggunaan dosis tunggal maksimal. Hepatotoksisitas tidak terjadi sebagai akibat langsung dari parasetamol, tetapi melalui metabolitnya, yaitu N- acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI). N-acetyl-p-benzoquinoneimine didetoksifikasi oleh glutation (GSH) yang kemudian membentuk konjugasi parasetamol-gsh (Sood, 2009). Ketika terjadi dosis toksis parasetamol, glutation hepar total menurun hingga 90 %, akibatnya metabolit parasetamol

15 digilib.uns.ac.id 11 tersebut berikatan kovalen dengan protein selular. Ikatan kovalen antara metabolit parasetamol dan protein menyebabkan sel kehilangan fungsi atau aktivitasnya bahkan terjadi kematian sel dan lisis. Target organel sel utamanya adalah mitokondria yang berperan dalam produksi energi serta kontrol ion selular, sehingga terjadi transisi permeabilitas mitokondria. Akibatnya adalah penurunan adenosine triphosphate (ATP), peningkatan Ca 2+ yang bersifat oksidan, aktivasi protease dan endonuklease, serta kerusakan rantai DNA (James et al., 2003). 5. Stres Oksidatif Oksigen merupakan substansi esensial karena perannya yang begitu besar bagi metabolisme sel untuk menghasilkan energi bagi kehidupan sel (Gitawati, 1995). Oksigen juga memiliki potensi toksik, karena selain mendorong terjadinya reduksi oksigen yang bertahap untuk membentuk ATP dalam rantai transpor elektron, juga menyebabkan terbentuknya radikal oksigen dan senyawa oksigen reaktif [Reactive Oxygen Species (ROS)] yang mampu menyebabkan cedera sel. Contoh senyawa oksigen reaktif antara lain adalah radikal superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida, dan radikal peroksida. Proses-proses yang secara alami menghasilkan senyawa oksigen reaktif adalah rantai respirasi mitokondria, reaksi oksidase, maupun pada peristiwa fagositosis oleh granulosit sistem imun (Videla, 2009).

16 digilib.uns.ac.id 12 Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dengan kemampuan sistem biologik tubuh untuk mendetoksifikasi senyawa reaktif atau memperbaiki kerusakan sel (Otero et al., 2009). Keadaan ini menyebabkan kelebihan radikal bebas yang akan bereaksi dengan lemak, protein, dan asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Jika stres oksidatif ini berlangsung lama, akan menyebabkan kerusakan sel atau jaringan (Gitawati, 1995). Stres oksidatif disebabkan oleh radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas yang merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron tak berpasangan di orbital terluar menyebabkan radikal bebas sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia organik maupun anorganik. Sifat ini menimbulkan perubahan kimiawi dan dapat merusak berbagai komponen sel. Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai radikal bebas yaitu peroksidasi lipid membran, fragmentasi DNA, dan ikatan silang protein (Robbins et al. 2007). Membran sel hampir seluruhnya terdiri dari protein dan lipid. Struktur dasarnya ialah sebuah lapisan lipid bilayer dan di antara lapisan lipid bilayer tersebut terdapat molekul besar protein globular. Sedangkan struktur dasar dari lapisan lipid bilayer sendiri terdiri atas molekul-molekul fosfolipid (Guyton dan Hall, 2007). Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid, dan kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat rawan terhadap serangan-serangan radikal terutama radikal hidroksil dan menimbulkan reaksi rantai yang

17 digilib.uns.ac.id 13 dikenal dengan nama peroksidasi lipid dan menyebabkan kerusakan membran sel sehingga membahayakan kehidupan sel (Suryohudoyo, 2000). Perubahan permeabilitas membran yang disebabkan peroksida lipid mengakibatkan pengaturan ion, nutrisi sel, dan volume intra-ekstrasel menjadi terganggu dan pada akhirnya proses metabolisme sel secara keseluruhan menjadi terganggu (Robbins et al., 2007). Perusakan DNA oleh radikal bebas juga dapat terjadi karena reaksi dengan radikal hidroksil (OHˉ) yang terbentuk di dalam inti sel. Stres oksidatif dapat memicu pelepasan ion logam di dalam sel, yang akan berikatan dengan DNA. Ion logam tersebut dapat mengkatalis terbentuknya OH - dari H 2 O 2 melalui reaksi donor elektron dari ion logam kepada H 2 O 2. Hidroksil yang terbentuk kemudian akan segera bereaksi dengan molekul terdekat, yang tidak lain adalah DNA itu sendiri, menyebabkan terjadinya kerusakan DNA (Halliwell dan Gutteridge, 2001). Bila kerusakan tidak terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA (DNA repair system). Namun apabila kerusakan terlalu parah, misalnya DNA terputus-putus di berbagai tempat, maka kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki dan replikasi sel akan terganggu. DNA yang tidak dapat diperbaiki ini sering justru menimbulkan mutasi karena dalam memperbaiki DNA cenderung membuat kesalahan (Suryohudoyo, 2000). Radikal bebas juga akan mencetuskan ikatan silang protein yang diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau

18 digilib.uns.ac.id 14 hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi radikal bebas juga bisa secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida (Robbins et al.,2007). Radikal bebas memang tidak stabil, dan umumnya rusak secara spontan. Sel juga membentuk beberapa sistem enzimatik dan non enzimatik untuk menonaktifkan radikal bebas yaitu melalui kerja superoksida dismutase (SOD), glutation (GSH) peroksidase, katalase, dan antioksidan (Robbins et al., 2007). Superoksida dismutase terdapat dalam sitosol dan mitokondria. Enzim ini dapat mengkonversi 2 molekul superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Dismutasi anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan oksigen ini sering disebut sebagai pertahanan pertama terhadap stres oksidatif karena superoksida merupakan inisiator kuat berbagai reaksi berantai. Glutation (GSH) peroksidase akan melindungi sel supaya tidak mengalami jejas dengan mengatalisis perusakan radikal bebas [2OH - + 2GSH 2H 2 O + GSSG (glutation homodimer)]. Katalase terdapat dalam peroksisom dan akan mendegradasi hidrogen peroksida (2H 2 O 2 O2 + 2H 2 O). Antioksidan endogen atau eksogen (misal: vitamin E, A, C, serta β-karoten) juga dapat menghambat pembentukan radikal bebas atau mengikat radikal bebas ketika selesai dibentuk (Robbins et al.,2007). 6. Antioksidan Terdapat dua bentuk reaksi kimia, oksidasi dan reduksi. Oksidasi adalah pelepasan elektron sedangkan pada reduksi terjadi penambahan

19 digilib.uns.ac.id 15 jumlah elektron. Oksidasi dan reduksi selalu berpasangan, ketika salah satu atom atau molekul teroksidasi maka yang lain akan tereduksi. Molekul yang sangat reaktif seperti radikal bebas, dapat mengoksidasi molekul yang stabil dan merubahnya menjadi bagian yang tidak stabil (McDermott, 2000). Cara kerja senyawa antioksidan adalah bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (McDermott, 2000). Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam. Glutation adalah salah satu antioksidan alami yang dibentuk oleh tubuh. Glutation memiliki peran penting dalam fungsi biologis, termasuk transport membran, detoksifikasi, dan perlindungan sel dari radikal bebas (Adams, 2009). Berdasarkan cara kerjanya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu: antioksidan primer, sekunder, dan tersier. Antioksidan primer ialah golongan antioksidan yang berfungsi untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru dan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi, misalnya enzim SOD dan selenium. Antioksidan sekunder ialah golongan antioksidan yang berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai, misalnya vitamin E, vitamin C, beta karoten, asam sitrat,

20 digilib.uns.ac.id 16 bilirubin, dan albumin. Antioksidan tersier adalah golongan antioksidan yang berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan tubuh yang disebabkan radikal bebas (Nurwati, 2007). Secara alami beberapa jenis tumbuhan merupakan sumber antioksidan, hal ini dapat ditemukan pada beberapa jenis sayuran, buahbuahan segar, beberapa jenis tumbuhan, dan rempah-rempah. Jenis antioksidan yang dapat ditemukan pada tumbuhan antara lain adalah asam lemak omega-3, beta karoten, alfa tokoferol, asam askorbat, dan glutation (Simopoulos, 2004). 7. Daun Katuk sebagai Antioksidan Pada penelitian ini digunakan parasetamol sebagai induktor kerusakan hati. Partasetamol adalah obat analgetik dan antipiretik yang sering digunakan dan tidak berbahaya bila dosisnya tidak berlebihan, namun dapat menyebabkan hepatotoksisitas apabila dikonsumsi dalam dosis berlebihan (Farrell, 2010). Hepatotoksisitas berhubungan dengan produksi metabolit yang sangat reaktif yaitu NAPQI. Peningkatan produksi NAPQI akan menyebabkan akumulasi NAPQI intraseluler (Dephour et al., 1999). N- asetil-p-benzoquinoneimine kemudian bereaksi dengan glutation membentuk konjugat 3 gluthatione - Syl yang diekskresi lewat urin dan empedu. Jumlah NAPQI yang berlebihan menyebabkan glutation dalam hepar habis dan NAPQI bereaksi dengan makromolekul dalam sel hepar

21 digilib.uns.ac.id 17 misalnya protein dan lipid membran sel sehingga menyebabkan kerusakan hepar (Song Chow Lin et al., 1995). Sel hepar yang rusak melepaskan faktor-faktor yang menarik dan mengaktivasi makrofag hepar menyebabkan nekrosis sel (Dehpour et al., 1999). Sel hepar yang rusak akan melepaskan enzim-enzim yang menandai kerusakan tersebut di antaranya SGPT dan SGOT (Amirudin, 2007). Serum glutamate piruvat transaminase ditemukan dalam jumlah sedikit pada otot jantung, ginjal, serta otot rangka, sehingga lebih efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoselular dibanding dengan SGOT dan akan meningkat lebih khas daripada SGOT dalam kasus nekrosis hari (Kee, 2007). Kandungan daun katuk yang dapat digunakan sebagai antioksidan adalah flavonoid, vitamin C, dan vitamin A. Flavonoid termasuk metabolit sekunder tumbuhan yang merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam. Flavonoid merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan terhadap agen oksidatif dan radikal bebas. Sebagai antioksidan, flavonoid akan menangkap radikal bebas dengan melepaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Pemberian atom hidrogen ini menyebabkan radikal bebas menjadi stabil dan berhenti melakukan gerakan radikal, sehingga tidak merusak lipida, protein dan DNA (Nurwati, 2007). Flavonoid juga akan melindungi sel melalui mekanisme yang lain, yaitu dengan meningkatkan kadar glutation (WHFoods, 2011).

22 digilib.uns.ac.id 18 Gambar 2. Struktur Flavonoid (C 28 H 34 O 15 ) Vitamin C dalam daun katuk mampu berperan sebagai antioksidan pemecah rantai yang hidrofilik. Vitamin C juga merupakan prooksidan yaitu zat yang selain berfungsi sebagai antioksidan juga sebagai oksidan yang kurang reaktif. Asam askorbatnya sendiri setelah teroksidasi akan menjadi radikal dehidroaskorbat dan kemudian akan menjadi asam askorbat kembali setelah mendapat ion hidrogen dari NADH atau pembawa hidrogen lainnya. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi. Pemberian dosis tinggi vitamin C akan mengurangi lipid peroksida sebab vitamin C akan mereduksi ion ferro menjadi ion ferri, sedangkan rasio ion ferro/ion ferri berpengaruh pada proses terjadinya lipid peroksidasi (Nurwati, 2007). Gambar 3. Struktur Vitamin C (C 6 H 8 O 6 ) Vitamin A berfungsi untuk penjagaan integritas sel epitelial membran mukosa gastrointestinal, kornea, pernapasan, saluran genitourinaria, dan juga integritas kulit. Kandungan vitamin A yang tinggi dalam daun katuk ini dapat mempertahankan integritas seluler dan mengurangi kerusakan sel (Kee, 2007).

23 digilib.uns.ac.id 19 Ekstrak dauk katuk juga mengandung kalsium yang terkenal karena perannya dalam mempertahankan kekuatan dan kepadatan tulang. Namun, kalsium juga banyak berperan dalam banyak aktivitas fisiologis yang tidak berhubungan dengan tulang, misalnya penganturan aktivitas enzim, fungsi membran sel, konduksi saraf, dan kontraksi otot (WHFoods, 2011). Berdasarkan mekanisme perlindungan sel yang dijelaskan di atas, maka kerusakan sel lebih lanjut dapat dicegah dan dihalangi. Flavonoid sebagai antioksidan akan meningkatkan total antioxidant untuk berkonjugasi dengan NAPQI dan tidak terjadi ikatan antara NAPQI dengan makromolekul hepatosit (Fraschini, 2002). Ketika kerusakan sel terhambat maka kadar SPGT sebagai indikator kerusakan sel-sel hepar akan normal dan lebih rendah dibanding kadar SGPT hepar yang telah terganggu oleh NAPQI.

24 digilib.uns.ac.id 20 B. Kerangka Pemikiran Tikus Putih Diberi paparan Ekstrak Daun Katuk Parasetamol dosis berlebih Flavonoid Kalsium Bioaktivasi sitokrom P450 Meningkatkan glutation Vitamin C Vitamin A Meningkatkan NAPQI (elektrofilik) Lipid peroxide Donor elektron Peningkatan Total Antioxidant Status (TAS) Deplesi glutathione Stres oksidatif Memperkuat integritas sel Ikatan kovalen dgn makromolekul hepar Radical Oxygen Species (ROS) Kerusakan sel hati hepar Kerusakan makromolekul Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kerusakan sel hati: - Obat-obatan - Infeksi mikroorganisme - Virus Kerusakan sel hepar SGPT Keterangan: : memacu : menghambat

25 digilib.uns.ac.id 21 C. Hipotesis Pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) dapat digunakan sebagai hepatoprotektor untuk mencegah kenaikan kadar SGPT tikus putih yang dipapar parasetamol.

26 digilib.uns.ac.id 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar dengan jenis kelamin jantan, umur 6-8 minggu, berat badan kurang lebih 150 gram, dan sehat. Sampel akan di bagi dalam empat kelompok. Jumlah sampel dihitung dengan rumus Federer: (k-1) (n-1) > 15 (4-1) (n-1) > 15 3 ( n-1) > 15 3n > 15+3 Keterangan : n > 6 k : Jumlah kelompok n : Jumlah sampel dalam tiap kelompok (Purawisastra, 2001) 22

27 digilib.uns.ac.id 23 Peneliti menggunakan 7 ( n > 6) ekor tikus putih untuk tiap kelompok, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 28 ekor tikus putih (Rattus norvegicus). D. Teknik Sampling Pengambilan sampel hewan uji dilakukan dengan non probability incidental sampling, sedangkan pembagian subjek ke dalam kelompok menggunakan randomisasi. E. Desain Penelitian Rancangan penelitian ini adalah the posttest only control group design (Taufiqqurohman, 2003). Sampel Tikus Putih 28 ekor KK : (-) O 0 KP 1 : (X 1) O 1 KP 2 : (X 2) O 2 Bandingkan dengan uji statistik Keterangan : KP 3 :(X 3) O 3 KK : (-) = Kelompok kontrol tanpa diberi ekstrak daun katuk maupun parasetamol. KP 1 : (X 1 ) = Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi ekstrak daun katuk. KP 2 :(X 2 ) = Kelompok perlakuan II yang diberi parasetamol dan diberi ekstrak daun commit katuk to dosis user I (12,15 mg/150 gr BB tikus)

28 digilib.uns.ac.id 24 KP 3 : (X 3) = Kelompok perlakuan III yang diberi parasetamol dan diberi ekstrak daun katuk dosis II (24,30 mg/150 gr BB tikus) O 0 = Kadar SGPT tikus kelompok kontrol. O 1 = Kadar SGPT tikus KP 1. O 2 = Kadar SGPT tikus KP 2. O 3 = Kadar SGPT tikus KP 3 Pengamatan kadar SGPT dilakukan pada hari ke-14 F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas: ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) 2. Variabel Terikat: kadar SGPT tikus putih 3. Variabel luar : a. dapat dikendalikan : 1) makanan dan minuman 2) jenis kelamin 3) usia 4) berat badan b. tidak dapat dikendalikan : 1) sistem imun hewan uji 2) kondisi psikologis hewan uji/stres

29 digilib.uns.ac.id 25 G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Ekstrak daun katuk Ekstrak daun katuk yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari LPPT UGM. Pembuatan ekstrak menggunakan metode perkolasi dengan cairan penyari ethanol 70 %. Ekstrak daun katuk ini diberikan peroral sekali dalam sehari menggunakan sonde lambung. Dalam penelitian ini digunakan dua dosis ekstrak daun katuk, yakni 12,15 mg/ 150 gr BB tikus dan 24,30 mg/ 150 gr BB tikus dalam 1 hari. Ekstrak daun katuk ini diberikan selama 13 hari. Skala variabel ekstrak daun katuk merupakan skala ordinal. 2. Kadar SGPT Kadar Serum Glutamate Piruvat Transaminase (SGPT) ditentukan dengan menggunakan alat Model 902 Automatic Analyzer Hitachi. Pengambilan darah tikus dilakukan dengan menggunakan mikrokapiler melalui sinus orbitalis. Skala variable kadar SGPT merupakan skala rasio. H. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat a. Kandang tikus putih beserta kelengkapan pemberian makan. Ukuran: 35 cm x 25 cm x 12 cm b. Timbangan tikus (DAEMA) c. Tabung mikrokapiler untuk mengambil sampel darah. Panjang tabung 75 mm dan diameter 1,5

30 digilib.uns.ac.id 26 d. Sonde lambung ukuran 3 ml dengan ketelitian 0,1 ml 2. Bahan a. Ekstrak daun katuk b. Parasetamol c. Makanan pelet (AD II) d. Aquades I. Cara Kerja 1. Langkah I: Persiapan Hewan Uji Penelitian dilakukan menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan sebagai hewan uji. Tikus jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus mentruasi dan kehamilan (hormonal) seperti pada tikus betina. Tikus jantan juga memiliki kecepatan metabolisme yang lebih cepat dan kondisi biologis yang lebih stabil. Sampel tikus putih dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing 7 ekor secara acak (random sederhana). Sampel dilakukan adaptasi di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret selama 7 hari dengan diberi makan pelet dan minum air. 2. Langkah II: Pemberian Ekstrak Daun Katuk Pada penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan daun katuk, disebutkan bahwa konsumsi ekstrak daun katuk yang dipakai adalah 900 mg (Sa roni, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa dosis yang dibutuhkan tikus putih dengan angka konversi 0,018 terhadap

31 digilib.uns.ac.id 27 manusia dengan berat manusia 70 Kg adalah 0,018 x 900 mg = 16,2 mg/200 gr BB tikus putih. Ekstrak daun katuk yang didapat dari LPPT UGM adalah sebanyak 54,24 gr dan dilarutkan dalam pelarut CMC (Carboxy methyl Cellulose) 0,5 %, maka agar didapatkan 12,15 mg/ml dan 24,30 mg/ml, ekstrak daun katuk dilarutkan dengan penambahan CMC 0,5 %. Pengenceran: Dosis I : 12,150 mg/ml (untuk tikus BB 150 gram) 2,340 gram ekstrak daun katuk ditambah CMC 0,5 % diaduk sampai homogen sampai volume 200 ml. Dosis II : 24,3 (untuk tikus BB 150 gram) 4,860 gram ekstrak daun katuk ditambah CMC 0,5 % diaduk sampai homogen sampai volumen 200 ml. Tikus putih yang akan diberi perlakuan dipuasakan dahulu selama 5 jam untuk mengosongkan lambungnya 3. Langkah III: Pemberian parasetamol Parasetamol adalah obat yang dapat mengakibatkan hepatotoksisitas. Dosis toksis parasetamol pada manusia adalah gram (Wilmana, 2007). Dosis toksik yang akan dipakai adalah 15 gr, maka dosis parasetamol untuk tikus putih berdasarkan tabel konversi manusia dengan berat badan 70 kg dan faktor konversi tikus putih 0,018 adalah 0,018 x 15 gr = 0,27 gr/200 gr BB tikus putih (Azizi, 2009).

32 digilib.uns.ac.id 28 Suspensi parasetamol dibuat dengan cara melarutkan parasetamol ke dalam CMC 0,5 %. Ǵ Ƽꅐޘ 0,27 Ǵ Ƽꅐޘ 150 0,202 Ǵ Ƽꅐޘ Ǵ Ƽꅐޘ 200 Jika pada pemberian parasetamol dilarutkan dengan CMC 0,5 % dan suspensi parasetamol yang dibutuhkan sebanyak 50 ml, maka parasetamol yang dibutuhkan sebanyak: 50 0,202 Ƽꅐ Ǵ Ƽꅐޘ 10,125 Ǵ Ƽꅐޘ 1 Ƽꅐ Jadi untuk mendapatkan dosis 0,202 gr/150 gr BB tikus putih, 10,125 gram parasetamol dilarutkan dengan 50 ml CMC 0,5 %. 4. Langkah IV: Perlakuan Hewan Uji Hewan uji yang telah dibagi dalam empat kelompok diberi perlakuan berbeda dengan langkah sebagai berikut: a. Kelompok kontrol (KK), terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar, yaitu pelet dan air selama 13 hari. b. Kelompok perlakuan I (KP1), terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar, yaitu pelet dan air selama 13 hari. Pada hari ke 11 13, diberikan 1 ml suspensi parasetamol per oral dengan dosis 0,202 gr/150 gr BB per hari. c. Kelompok perlakuan II (KP2), terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar, yaitu pelet dan air serta 1 ml larutan ekstrak daun katuk per oral dengan dosis 12,15 mg/150 g BB selama 13 hari. Pada

33 digilib.uns.ac.id 29 hari ke 11 13, diberikan 1 ml suspensi parasetamol per oral dengan dosis 0,202 gr/150 gr BB per hari satu jam setelah pemberian ekstrak daun katuk. d. Kelompok perlakuan III (KP3), terdiri dari 7 ekor tikus putih yang diberi diet standar, yaitu pelet dan air serta 2 ml larutan ekstrak daun katuk per oral dengan dosis 24,30 mg/150 gr BB selama 13 hari. Pada hari ke 11 13, diberikan 1 ml suspensi parasetamol per oral dengan dosis 0,202 gr/150 gr BB satu jam setelah pemberian ekstrak daun katuk. 5. Langkah V: Pengukuran hasil Pada hari ke-14 setelah perlakuan dengan ekstrak daun katuk semua tikus diambil darahnya menggunakan tabung mikrokapiler sebanyak 2 ml. Pemeriksaaan SGPT menggunakan metode IFCC (International Federation Clinical Chemistry) dengan alat Model 902 Automatic Analyzer Hitachi di Laboratorium Klinik Budi Sehat Surakarta.

34 digilib.uns.ac.id 30 Skema Rancangan Penelitian Sampel 28 ekor tikus putih Adaptasi sampel 7 hari Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan 1 Kelompok Perlakuan 2 Kelompok Perlakuan 3 Dipuasakan ± 5 jam P e r l a k u a n h a r i k e ml CMC 0,5 % 1 ml larutan ekstrak daun katuk dosis 12,15 mg/150 gr BB 1 ml larutan ekstrak daun katuk dosis 24,30 mg/150 gr BB P e r l a k u a n h a r i Parasetamol dosis toksik 0,202 gr/ 150 gr BB tikus putih dalam suspense 1 ml setelah 1 jam pemberian ekstrak Pada hari ke-14 dilakukan analisis kadar SGPT Tikus putih J. Teknik Analisis Data Statistik Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Oneway Analysis of Variant (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan Post Hoc Test. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05 (Riwidikdo, 2007).

35 digilib.uns.ac.id 31 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus putih (Rattus norvegicus), galur Wistar, jenis kelamin jantan, usia 6-8 minggu, berat badan ±150 gram, dan sehat. Tikus-tikus tersebut dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yaitu kelompok I yang menjadi kelompok kontrol, kelompok II yang diberi parasetamol, kelompok III yang diberi parasetamol dan ekstrak daun katuk dosis 12,15 mg/150 gr BB, dan kelompok IV yang diberi parasetamol dan ekstrak daun katuk dosis 24,30 mg/2150 gr BB. Sebelum dilakukan pemberian perlakuan, keempat kelompok tikus diadaptasikan selama 1 minggu dan diukur berat badannya. Rerata berat badan tikus adalah 150 gram. Pada hari ke-14 keempat kelompok tikus diambil sampel darah dan diperiksa kadar SGPT dengan metode International Federation Clinical Chemistry (IFCC). Tabel 1. Kadar SGPT Tikus Putih Setelah Pemberian Perlakuan Kelompok N Rerata Kadar SGPT ± SB ( IU/L) Kelompok I 7 97,77 ± 16,74 Kelompok II 7 279,41 ± 188,94 Kelompok III 7 223,87 ± 145,86 Kelompok IV 7 129,53 ± 24,93 31

36 digilib.uns.ac.id Kadar SGPT 50 0 Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Sumber: Data primer 2011 Gambar 4. Diagram Batang Perbedaan Rerata kadar SGPT Tikus Setelah Pemberian Perlakuan pada Kelompok I, Kelompok II, Kelompok III, dan Kelompok IV. Rerata kadar SGPT tikus putih pada gambar 4 menunjukkan hasil pemeriksaan SGPT setelah perlakuan. Kadar SGPT tertinggi terlihat pada kelompok II, sedangkan kadar SGPT terendah yaitu kelompok I. Hasil rerata kadar SGPT di atas kemudian dianalisis secara statistik untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut signifikan. B. Analisis Data Analisis data hasil penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows versi Uji normalitas terhadap data primer hasil penelitian dilakukan untuk mengetahui sebaran data penelitian. Oleh karena jumlah data sampel pada penelitian ini kurang dari 50 data sampel, peneliti melakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk. Dari hasil uji normalitas data Shaphiro-Wilk didapatkan bahwa sebaran data memiliki distribusi yang tidak normal (Lampiran commit to 8). user

37 digilib.uns.ac.id 33 Hasil uji homogenitas varians data penelitian dengan menggunakan Levene test menunjukkan nilai p = 0,001 (p < 0,05), sehingga dapat diasumsikan bahwa data kadar SGPT tikus putih tidak homogen. Berdasarkan hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap seluruh kelompok sampel dalam lampiran 10, diperoleh nilai probabilitas adalah 0,034 (p < 0,05). Ho ditolak dan H 1 diterima sehingga terdapat perbedaan rerata kadar SGPT yang bermakna secara statistik setelah pemberian perlakuan di antara keempat kelompok. Untuk mengetahui lebih jelas letak perbedaan yang bermakna di antara kelompok sampel, maka peneliti melanjutkan analisis data menggunakan Post Hoc Test. Dari analisis Post Hoc Test didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Post Hoc Test (Dunnett T3) Kadar SGPT Tikus Putih Kelompok Kelompok yang Nilai P Keterangan Pembanding Dibandingkan Kelompok 1 Kelompok Tidak Signifikan Kelompok 1 Kelompok Tidak Signifikan Kelompok 1 Kelompok Tidak Signifikan Kelompok 2 Kelompok Tidak Signifikan Kelompok 2 Kelompok Tidak Signifikan Kelompok 3 Kelompok Tidak Signifikan Sumber: Data primer 2011

38 digilib.uns.ac.id 34 BAB V PEMBAHASAN Penelitian pengaruh ekstrak daun katuk (Sauropus androgynous) sebagai hepatoprotektor terhadap kadar SGPT tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar parasetamol menggunakan 4 kelompok tikus masing-masing 7 ekor tikus yang diberi perlakuan berbeda. Untuk menilai apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar SGPT pada antarkelompok, maka kadar SGPT keempat kelompok dianalisis secara statistik dengan uji normalitas dan uji homogenitas lalu dilanjutkan dengan uji ANOVA. Kelompok perlakuan I yang mendapat paparan suspensi parasetamol selama 13 hari memiliki kadar SGPT paling tinggi yaitu 279,41 IU/L. Tingginya kadar SGPT pada kelompok ini terjadi karena kerusakan sel hepar yang disebabkan oleh paparan parasetamol dosis toksis. Parasetamol memiliki hasil metabolisme yang merupakan radikal bebas bagi tubuh yaitu N-asetyl-pbenzoquinoneimine (NAPQI) (Farrel, 2010). Ketika terjadi dosis toksis parasetamol, glutation hepar sangat menurun sehingga NAPQI berikatan kovalen dengan protein selular dan menyebabkan sel kehilangan fungsi atau aktivitasnya bahkan lisis. Target organel sel utama adalah mitokondria sehingga produksi energi serta kontrol ion selular terganggu (James et al., 2003). Adanya kerusakan sel-sel hepar karena proses di atas akan menyebabkan enzim SGPT yang terdapat dalam sel hepar terlepas ke dalam sirkulasi sistemik yang tampak dengan meningkatnya kadar SGPT darah (Panjaitan et al., 2007). 34

39 digilib.uns.ac.id 35 Kelompok perlakuan II yaitu kelompok yang diberi ekstrak daun katuk dosis 12,15 mg/150 gr BB dan parasetamol memiliki rerata kadar SGPT 223,87 IU/L. Kelompok ini pada awalnya diperkirakan akan menunjukkan kadar SGPT yang jauh lebih rendah daripada kelompok perlakuan I. Hasilnya, walaupun kadar SGPT kelompok ini lebih rendah dari kelompok perlakuan I namun tidak menunjukkan penurunan kadar SGPT yang bermakna secara statistik. Hal ini dimungkinkan karena pemberian ekstrak daun katuk dosis I masih kurang adekuat sebagai hepatoprotektor. Kelompok perlakuan III yaitu kelompok yang diberi ekstrak daun katuk dosis II dan suspensi parasetamol memiliki rerata kadar SGPT 129,53 IU/L. Pada kelompok ini tampak efek NAPQI sebagai agen hepatotoksik dicegah dengan pemberian ekstrak daun katuk yang mengandung flavonoid, vitamin C, vitamin A, dan kalsium yang telah banyak diteliti sebagai antioksidan kuat. Antioksidan mampu mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya. Antioksidan juga mampu mencegah pembentukan radikal bebas dan memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya (Nurwati, 2007). Hasil uji ANOVA menunjukkan nilai p = 0,034 (p < 0,05), Ho ditolak sehingga terdapat perbedaan rerata kadar SGPT yang signifikan secara statistik di antara keempat kelompok hewan coba. Data kemudian diolah dengan menggunakan Post Hoc Test dan tidak didapatkan perbedaan rerata kadar SGPT yang signifikan antara masing-masing kelompok. Berdasarkan hasil analisis statistik di atas, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok I dengan kelompok II, antara kelompok I dengan

40 digilib.uns.ac.id 36 kelompok III, antara kelompok I dengan kelompok IV, antara kelompok II dengan III, antara kelompok II dengan IV, dan antara kelompok III dengan IV, sehingga pada penelitian ini tidak dapat disimpulkan bahwa pemberian ektrak daun katuk dapat mencegah kenaikan kadar SGPT tikus putih. Sebenarnya terdapat penurunan rerata kadar SGPT pada kelompok ekstrak daun katuk dosis 12,15 mg/150 gr BB tikus dan dosis 24,30 mg/150 gr BB jika dibandingkan dengan kelompok parasetamol namun hasil tersebut tidak signifikan secara statistik. Bila diinjau dari aktivitas ekstrak daun katuk, efek proteksi yang ditimbulkan oleh ekstrak daun katuk ini karena kandungan zat antioksidan yang dikandungnya, terutama flavonoid. Flavonoid merupakan antioksidan yang memberikan perlindungan dari agen oksidatif dan radikal bebas dengan cara melepas atom hidrogen dari gugus hidroksilnya dan menangkap radikal bebas (Nurwati, 2007). Flavonoid juga melindungi sel dengan cara meningkatkan glutation (WHFoods, 2011). Dengan sifat flavonoid yang demikian, maka flavonoid akan mencegah ikatan antara NAPQI dengan protein selular hepar dan kerusakan hepar lebih lanjut tidak terjadi. Menurut penelitian Eti Yerizel (1998), terdapat efek hepatoprotektor yang nyata dari senyawa flavonoid. Ekstrak daun katuk juga memiliki kandungan vitamin C (Herbal, 2010). Vitamin C akan mengurangi lipid peroksidasi akibat stres oksidatif yang berpotensi menimbulkan kerusakan lebih lanjut (Nurwati, 2007). Ekstrak daun katuk juga mengandung vitamin A dan kalsium yang dapat memperkuat integritas sel (WHFoods).

41 digilib.uns.ac.id 37 Adanya berbagai kandungan zat antioksidan dalam ekstrak daun katuk di atas dapat melindungi serta meningkatkan kemampuan tubuh dalam mencegah kerusakan dan kematian sel akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari paparan radikal bebas NAPQI hasil metabolit parasetamol sehingga kerusakan sel hepar dapat ditekan. Hal ini dibuktikan dengan kadar SGPT pada kelompok perlakuan yang mendapat ekstrak daun katuk lebih rendah dari kelompok yang hanya mendapat paparan parasetamol. Walaupun rerata kadar SGPT kelompok yang mendapat ekstrak daun katuk lebih rendah daripada kelompok yang hanya mendapat parasetamol, hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai probabilitas yang tidak signifikan. Berdasarkan teori, seharusnya kelompok tikus putih yang mendapat ekstrak daun katuk dosis 12,15 mg/150 gr BB tikus dan 24,30 mg/ 150 gr BB tikus mampu menunjukkan efek mencegah kenaikan kadar SGPT yang signifikan bila dibandingkan dengan kelompok tikus putih yang hanya mendapatkan parasetamol. Hal ini diduga karena zat-zat bioaktif yang terkandung dalam larutan ekstrak daun katuk yang dipakai dalam penelitian ini mengalami kerusakan akibat fase penyimpanan yang kurang tepat. Pembuatan larutan ekstrak daun katuk yang diencerkan dari sediaan ekstrak daun katuk kental oleh peneliti dibuat untuk dipakai dalam perlakuan selama 7 hari, sehingga dimungkinkan fase penyimpanan ini merusak kandungan antioksidan dan zat-zat bioaktif lainnya, karena antioksidan akan berfungsi dengan baik bila diberikan dalam bentuk siap pakai atau langsung dari proses pembuatan larutannya (Filippone,2010). Tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini juga sangat dimungkinkan mengalami stres

42 digilib.uns.ac.id 38 yang cukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi ruangan yang kurang ideal bagi tikus untuk hidup. Ventilasi ruangan yang kurang baik dapat menyebabkan tikus menjadi stres. Penyondean suspensi parasetamol dan ekstrak daun katuk selama 13 hari yang diberikan secara oral juga turut berperan dalam menyebabkan tikus menjadi stres. Stres akan menyebabkan ujung-ujung saraf mengirimkan sinyal ke hipofisis sebagai alarm, selanjutnya mengirimkan sinyalnya ke kelenjar anak ginjal untuk melepaskan hormon kortisol. Kortisol mempunyai efek menghambat sistem imun sehingga tubuh semakin rentan terhadap penyakit (Corwin, 1996).

43 digilib.uns.ac.id 39 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) tidak signifikan untuk mencegah kenaikan kadar SGPT tikus putih (Rattus norvegicus) yang dipapar parasetamol. 2. Tidak ada perbedaan pengaruh pemberian ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus) yang signifikan antara dosis 12,15 mg/150 gram BB/hari dengan dosis 24,30 mg/150 gram BB/hari. B. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek hepatoprotektor ekstrak daun katuk dengan variasi dosis dan waktu pemberian ektrak yang berbeda. 2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun katuk dan paparan parasetamol terhadap parameter kerusakan hepar lainnya, seperti bilirubin total, alkali fosfatase (ALP), dan albumin total dalam serum. 3. Perlu diperhatikan mengenai fase penyimpanan ekstrak daun katuk yang benar. 4. Kadar zat antioksidan dalam ekstrak daun katuk dapat diketahui dengan metode spektofotometri 5. Perlu disediakan tempat perlakuan penelitian yang kondusif. 39

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

Aktifitas Anti Oksidan Ekstrak Metanol 70% Daun Krokot (Portulaca oleracea L.)

Aktifitas Anti Oksidan Ekstrak Metanol 70% Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) Aktifitas Anti Oksidan Ekstrak Metanol 70% Daun Krokot (Portulaca oleracea L.) OLEH : S. A n d h i J u s u p, d r, M. K e s S e t y o S r i R a h a r j o, d r. M K e s F A K U L T A S K E D O K T E R A

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi BAB 5 PEMBAHASAN Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi kadar SGOT dan SGPT yang diukur dengan metode fotometri dan dinyatakan dalam satuan U/l. Sebelumnya akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing berukuran satu kepalan tangan, dan terletak tepat di bawah tulang rusuk. Setiap hari kedua ginjal menyaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum Pengaruh FRAKSI HEKSAN EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) terhadap serum glutamate piruvat transaminase PADA TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif disebabkan oleh tubuh yang tidak dapat menstabilkan molekul radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh, contoh penyakit degeneratif adalah

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Tita Swastiana Adi NIM 102010101098 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan sel, dan menjadi penyebab dari berbagai keadaan patologik. Oksidan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian dunia kedokteran terhadap oksidan semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh karena timbulnya kesadaran bahwa oksidan dapat menimbulkan kerusakan sel, dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat 1500 gr atau 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Aktivitas Enzim Alanin Amino Transferase Plasma a. Kurva kalibrasi Persamaan garis hasil pengukuran yaitu : Dengan nilai koefisien relasi (r) = 0,998.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering digunakan sebagai obat manusia. Parasetamol menggantikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker merupakan suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah penting bagi kesehatan karena merupakan salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal bebas dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit diawali oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. 1 Aktivitas fisik dapat memberi pengaruh positif pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat I. PENDAHULAN A. Latar Belakang Hati merupakan organ yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat, memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) sebagai proteksi kerusakan sel-sel ginjal. Bawang putih diperoleh dari Superindo dan diekstraksi di Lembaga Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar makanan dan jenis makanan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI

UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI UJI DAYA REDUKSI EKSTRAK DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora L.) TERHADAP ION FERRI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Derajat Sarjana Farmasi (S. Farm) Progam Studi Ilmu Farmasi pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat yang reaktif sehingga cenderung bereaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatitis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen akan kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN Pengukuran aktivitas spesifik katalase jaringan ginjal tikus percobaan pada keadaan hipoksia hipobarik akut berulang ini dilakukan berdasarkan metode Mates et al. (1999) yang dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan herbisida di Indonesia terutama di sektor pertanian akhir akhir ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan secara intensif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran digilib.uns.ac.id PENGARUH EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS HEPAR TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR PARASETAMOL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium, natrium sakarin dengan rumus kimia (C 7 H 5 NO 3 S) dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki iklim tropis dan merupakan tempat yang baik untuk perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi penyakit yang ditularkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI,

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pemulihan (Menteri Kesehatan RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akses terhadap obat merupakan salah satu hak azasi manusia. Obat merupakan salah satu unsur penting dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi ini memicu terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat, tuntutan terhadap bahan pangan juga bergeser. Bahan pangan yang banyak diminati konsumen

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Variasi produk dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diduga hingga menjelang tahun 2030 kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng untuk mengolah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas; walaupun jumlah kematian akibat hepatotoksisitas tidaklah begitu tinggi. Salah satu penyebab hepatotoksisitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan pada hewan uji (Taufiqurrahman, 2004). Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu subyek BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat experimental laboratorium dengan rancangan penelitian post test only control group, karena pengukuran hanya dilakukan setelah pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila

BAB I PENDAHULUAN. secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makhluk hidup atau organisme akan sampai pada proses menjadi tua secara alamiah. Proses tua disebut sebagai siklus hidup yang normal bila datangnya tepat waktu. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian besar sel. 1 Enzim ini terutama terletak di dalam organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual di pasaran. Menurut Badan Standar Nasional (1998), minuman isotonik merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arus globalisasi tidak saja membawa dampak positif di segala bidang seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup terutama pola aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme juga zat-zat toksik

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme juga zat-zat toksik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal merupakan organ filtrasi dan ekskresi utama yang berfungsi untuk menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme juga zat-zat toksik yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, termasuk untuk obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas, walaupun jumlah kematian akibat toksisitas ini tidak begitu tinggi. Salah satu penyebab dari toksisitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia masalah penyakit hepar masih menjadi masalah kesehatan (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 1999). Kerusakan sel hepar dan fungsi hepar disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2005). Hati terlibat dalam sintesis, penyimpanan dan metabolisme banyak senyawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2005). Hati terlibat dalam sintesis, penyimpanan dan metabolisme banyak senyawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hati adalah organ metabolisme terbesar dalam tubuh, dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau 2% dari berat badan orang dewasa normal (Price dan Wilson,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Laboratorium Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dapat mencegah penyakit kronis seperti kanker, hipertensi, obesitas, depresi, diabetes dan osteoporosis (Daniel et al, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang

BAB I PENDAHULUAN. lewat reaksi redoks yang terjadi dalam proses metabolisme dan molekul yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada kulit orbital terluarnya. Radikal bebas dibentuk lewat reaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum 39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian tomat (Solanum lycopersicum L.) terhadap perubahan histologi kelenjar mammae mencit betina yang diinduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan peneliti merupakan penelitian eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control group

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insidensi dislipidemia cenderung terus meningkat di era modernisasi ini seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat yang hidup dengan sedentary lifestyle. Kesibukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci