BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-orang)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-orang)"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tokoh dan Penokohan 1. Tokoh Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) tokoh cerita adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Thobroni (2008: 66) tokoh dan penokohan merupakan dua buah unsur cerita yang penting. Selain tokoh dan penokohan, di dalam ilmu sastra juga ada istilah-istilah serupa yaitu watak dan perwatakan, serta karakter dan karakterisasi. Tokoh merujuk kepada orang, alias pelaku cerita. Menurut Aminuddin (1995: 79) peristiwa dalam karya sastra fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh. Menurut Khairil (2010) tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dengan melihat definisi tersebut, kita dapat melihat bahwa tokoh dalam cerita memiliki variasi fungsi atau peran mulai dari peran utama, penting, agak penting, sampai sekedar penggembira saja. Perbedaan peran inilah yang menjadikan tokoh mendapat predikat sebagai tokoh utama (sentral), tokoh protagonis, antagonis, peran pembantu utama (tokoh andalan), tokoh tidak penting (figuran), dan tokoh penggembira (lataran). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang atau pelaku yang ditampilkan dalam sebuah cerita atau karya sastra yang memiliki peranan yang

2 sangat penting. Karena tanpa adanya tokoh dalam suatu cerita bisa dikatakan cerita tersebut tidak akan hidup dan tidak akan menarik untuk dibaca. Dalam kaitannya dengan keseluruhan cerita, peranan setiap tokoh tidak sama. Ada tokoh yang dapat digolongkan sebagai tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh yang dapat digolongkan sebagai tokoh tambahan. Menurut Stanton (dalam Sugihastuti, 2003: 16) bahwa hampir setiap cerita memiliki tokoh sentral yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap peristiwa dalam cerita. Biasanya tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa dalam cerita. Peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dalam diri tokoh dan perubahan pandangan kita sebagai pembaca terhadap tokoh tersebut. Jelasnya tokoh utama atau tokoh sentral suatu fiksi dapat ditentukan paling tidak dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang yang paling terlibat dengan makna atau tema. Ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan (Sayuti, 2000: 74). Menurut Nurgiyantoro (2007: ) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal meliputi: a. Berdasarkan peranannya dalam suatu cerita, maka tokoh cerita dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya sebagai pelengkap saja. b. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, harapan-harapan pembaca. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.

3 c. Berdasarkan perwatakan, tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh sederhana (simple atau flat character) dan tokoh bulat (compleks character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat tertentu saja. Sedangkan tokoh bulat atau tokoh kompleks adalah tokoh yang memiliki kompleksitas yang diungkap dari berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh-tokoh cerita sebagaimana dikemukakan tersebut, tidak akan begitu saja secara serta merta hadir kepada pembaca. Mereka memerlukan sarana yang memungkinkan kehadirannya. Sebagai bagian dari karya fiksi yang bersifat menyeluruh dan padu, dan mempunyai tujuan artistik, kehadiran dan penghadiran tokoh-tokoh cerita haruslah juga dipertimbangkan dan tidak lepas dari tujuan tersebut. Masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para tokoh cerita saja, melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan penghadiran secara tepat sehingga mampu menciptakan dan mendukung tujuan artistik karya yang bersangkutan. 2. Penokohan Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 166). Cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut dengan penokohan. Boulton melalui Aminuddin (1995: 79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Mungkin pengarang menampilkan tokoh

4 sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidup dan lain sebagainya. Thobroni (2008: 66) juga mengungkapkan bahwa penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu di dalam cerita. Pendeknya, penokohan adalah penggambaran yang jelas tentang diri seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, dengan kata lain penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Menurut Sudjiman melalui Sugihastuti (2003: 18), pengkajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh disebut penokohan. Pengkajian tersebut dapat berupa pemberian nama yang menyiratkan arti, uraian pengarang secara ekspilisit mengenai tokoh, maupun percakapan atau pendapat tokoh-tokoh lain dalam cerita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau menampilkan tokoh dalam sebuah cerita. Penokohan menunjuk kepada penempatan tokoh-tokoh tertentu dan watak-watak tertentu pula dalam sebuah cerita. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam karya fiksi dibedakan ke dalam dua cara, yaitu pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung. Pelukisan secara langsung atau disebut juga dengan teknik analisis adalah pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Pelukisan tokoh secara tidak langsung adalah pengarang mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. B. Konflik Psikologis Konflik (conflict) adalah kejadian yang tergolong penting merupakan unsur yang esensial dalam pengembangan plot. Pengembangan plot sebuah karya naratif akan dipengaruhi untuk tidak ditentukan oleh wujud dan isi konflik, bangunan konflik yang ditampilkan. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui

5 berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan cerita yang dihasilkan. Misalnya peristiwa-peristiwa manusiawi yang seru dan sensasional, yang berkaitan satu sama lain dan menyebabkan munculnya konflik-konflik yang kompleks biasanya cenderung disenangi oleh pembaca. Bahkan sebenarnya, yang dihadapi dan menyita perhatian pembaca sewaktu membaca suatu karya naratif adalah terutama peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang semakin memuncak, klimaks dan kemudian penyelesaian (Nurgiyantoro, 2007: 122). Menurut Sayuti (2000: 42) konflik dalam cerita biasanya dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama, konflik dalam diri seseorang (tokoh). Konflik jenis ini sering disebut psychological conflict konflik kejiwaan, yang biasanya berupa perjuangan seorang tokoh dalam melawan dirinya sendiri. Kedua, konflik antara orang-orang atau sesorang dalam masyarkat. Konflik jenis ini sering disebut dengan social conflict konflik sosial, yang biasanya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan sosial. Ketiga, konflik anatara manusia dan alam. Konflik jenis ini sering disebut sebagai physical or element conflict. Menurut Stanton melalui Nurgiyantoro (2007: 124) konflik Internal (konflik kejiwaan) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau tokoh-tokoh) cerita. Jadi merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri dan lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi karena adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan pilihan yang berbeda, harapan-harapan atau masalah-masalah yang lainnya. Menurut Moeliono (Peny.) (2007: 587), konflik adalah percekcokan, perselisihan atau pertentangan. Konflik dalam sastra adalah ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dsb). Konflik batin atau psikologis adalah konflik yang

6 disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku. Menurut Dirgagunarsa (1986: 98) situasi konflik psikologis adalah situasi di mana seseorang merasa bimbang atau bingung karena harus memilih antara dua atau beberapa motif yang muncul pada saat bersamaan. Kebimbangan itu ditandai pula dengan adanya ketegangan dalam mengambil suatu keputusan atau pilihan. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Dirgagunarsa, Walgito (2010: 261) juga berpendapat bahwa dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang atau sering individu menghadapi keadaan adanya bermacam-macam motif yang timbul secara bebarengan, dan motif-motif itu tidak dapat dikompromikan satu dengan yang lain, melainkan individu harus mengambil pemilihan dan bermacam-macam motif tersebut. Keadaan ini dapat menimbulkan konflik dalam diri individu yang bersangkutan. Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik adalah pertentangan atau pertikaian yang terjadi pada diri sendiri atau terjadi antarkelompok. Sedangkan konflik dalam sastra adalah pertikaian atau perselisihan yang terjadi dalam sebuah cerita. Adanya konflik sangat mempengaruhi cerita karena dengan adanya konflik cerita menjadi lebih hidup. Konflik psikologis adalah konflik yang terjadi pada jiwa manusia, hal itu terjadi karena adanya pertentangan antara dua keyakinan. Jika dalam sebuah cerita konflik psikologis terjadi pada jiwa tokoh-tokohnya dalam cerita. Konflik psikologis terjadi bila ada dua tujuan yang ingin dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Konflik terjadi akibat perbedaan yang tidak dapat diatasi antara kebutuhan individu dan kemampuan potensial. Konflik dapat diselesaikan melalui keputusan hati.

7 C. Bentuk-Bentuk Konflik Psikologis Menurut pendapat Lewin, Hooland dan Sears (dalam Walgito, 2010: ) bahwa konflik mempunyai empat bentuk. Tiga bentuk konflik pertama dikemukakan oleh Lewin, kemudian yang keempat dikemukakan oleh Hooland Sears. Bentuk-bentuk konflik itu antara lain adalah: 1. Konflik Mendekat-mendekat (approach-approach conflict). Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua motif atau lebih yang kesemuanya mempunyai nilai positif (menyenangkan atau menguntungkan) bagi individu yang bersangkutan, dan individu harus mengadakan pemilihan di antara motif-motif yang ada. 2. Konflik Mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict). Konflik ini timbul apabila individu menghadapi objek yang mengandung nilai yang positif, tetapi juga mengandung nilai yang negatif. Hal ini dapat menimbulkan konflik pada individu yang bersangkutan. 3. Konflik Menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict). Konflik ini timbul apabila individu menghadapi dua atau lebih motif yang kesemuanya mempunyai nilai negatif bagi individu yang bersangkutan. Individu tidak boleh menolak semuanya, tetapi harus memilih salah satu dari motif-motif yang ada. 4. Konflik terjadi jika individu menghadapi situasi yang mengandung baik nilai-nilai positif maupun nilai-nilai negatif. Keadaan ini dapat menimbulkan respons positif (penerimaan) maupun negatif (penolakan). Jadi, menimbulkan double approach-avoidance. Dalam hal ini individu harus memilih salah satu. Menurut Wicaksono (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya konflik batin atau psikologis, jika merujuk pada struktur dan dinamika kepribadian yang dibangun Sigmund Frued, maka munculnya konflik batin ini adalah akibat pertentangan dari unsur-unsur kepribadian, Id, Ego, dan Superego. Id berisi dorongan-dorongan instinktif, ego berisi pikiran-pikiran rasional manusia yang sesuai dengan realitas yang dihadapi, dan superego

8 berisi sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat di mana individu berada. Sepanjang hidup manusia selalu mengalami konflik dari unsur-unsur kepribadian tersebut. Konflik yang sering terjadi adalah pertentangan antara id dan superego. Ego sebagai penengahnya, oleh karena itu, seseorang yang memiliki ego lemah diasumsikan akan seringkali mengalami konflik batin yang tak terselesaikan dengan baik. Menurut Rohmansyah (2010), konflik psikologis ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Sedangkan faktor situasional adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Menurut Dirgagunarsa (1986: 99) konflik dapat dikenali karena beberapa ciri yang umum sifatnya, yaitu: 1. Terjadi pada setiap orang dengan reaksi-reaksi yang berbeda untuk rangsang yang sama. Hal ini tergantung pada faktor-faktor yang pribadi sifatnya. 2. Konflik terjadi bilamana motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama, sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan. 3. Konflik akan segera hilang kalau keputusan telah ditetapkan. 4. Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi bisa juga berlangsung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. D. Kepribadian Manusia 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian (personality) sesungguhnya memiliki banyak arti. Hal ini disebabkan oleh adanya perbeadaan dalam penyusunan teori, penelitian, dan pengukurannya. Kiranya patut diakui bahwa di antara para ahli psikologi belum ada kesepakatan tentang arti

9 dan definisi kepribadian itu. Boleh dikatakan, jumlah arti dan definisi kepribadian adalah sebanyak ahli yang mencoba menafsirkannya (Koswara, 1991: 9). Adapun kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris personality. Kata personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng yang digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukkan. Di sini para aktor menyembunyikan kepribadiannya yang asli, dan menampilkan dirinya sesuai dengan topeng yang digunakannya (Yusuf dan JuntikaNurihsan, 2007: 3). Yusuf dan JuntikaNurihsan(2007: 3) menambahkan dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti: Saya seorang yang terbuka atau Saya seorang pendiam, (2) kesan umum seseorang tentang diri sendiri atau orang lain, seperti Dia agresif atau Dia jujur, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti: Dia baik atau Dia pendiam. Untuk memperoleh pemahaman tentang kepribadian ini, berikut dikemukakan beberapa pengertian dari para ahli (Yusuf dan JuntikaNurihsan, 2007: 3-4): a) Hall & Lindzey mengemukakan bahwa secara populer, kepribadian dapat diartikan sebagai keterampilan atau kecakapan sosial (social skill), dan kesan yang paling menonjol, yang ditunjukkan sesorang terhadap orang lain (seperti sesorang yang dikesankan sebagai orang yang agresif atau pendiam). b) Woodworth mengemukakan bahwa kepribadian merupakan kualitas tingkah laku total individu. c) Dashiell mengartikan sebagai gambaran total tentang tingkah laku individu yang terorganisasi.

10 d) Derlega, Winstead & Jones mengartikan sebagai Sistem yang relatif stabil mengenai karakteristik individu yang bersifat internal, yang berkontribusi terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang konsisten. Pengertian kepribadian menurut disiplin ilmu psikologi bisa diambil dari rumusan beberapa teori kepribadian yang terkemuka. George Kelly, misalnya, memandang kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalamanpengalaman hidupnya. Teoris yang lain, Gordon Allport, merumuskan kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan atau bisa diartikan bahwa setiap individu bertingkah laku dalam caranya sendiri karena setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama. Sementara itu Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego, dan soperego. Tingkah laku, menurut Freud, tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut (Koswara, 1991: 11). 2. Struktur kepribadian Freud membagi struktur kepribadian ke dalam tiga komponen, yaitu id, ego dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil interaksi antara ketiga komponen tersebut 1) Id Id merupakan komponen kepribadian yang primitif instinktif (yang berusaha untuk memenuhi kepuasan instink) dan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle) atau prinsip reduksi ketegangan. Id merupakan sumber energi psikis, maksudnya, bahwa id itu merupakan sumber dari instink kehidupan (eros) atau dorongan-dorongan biologis (makan, minum, tidur, bersetubuh dan lain sebagainya). Prinsip kesenangan merujuk kepada pencapaian kepuasan yang segera dari

11 dorongan-dorongan biologis tersebut. Id merupakan proses primer yang bersifat primitif, tidak logis, tidak rasional, dan orientasinya bersifat fantasi (maya). 2) Ego Ego merupakan eksekutif atau manajer dari kepribadian yang membuat keputusan (decision maker) tentang instink-instink mana yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya atau sebagai sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional dan berorientasi kepada prinsip realitas. Peranan utama ego adalah sebagai moderator (perantara) atau yang menjembatani antara id (keinginan yang kuat untuk mencapai kepuasan yang segera) dengan kondisi lingkungan atau dunia luar yang diharapkan. Ego dibimbing oleh prinsip realitas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan atau dorongan id. Seperti halnya id, ego pun mempunyai keinginan untuk memaksimalkan pencapaian kepuasan, hanya dalam prosesnya, ego berdasarkan kepada proses sekunder, yaitu berpikir realistis yang bersifat rasional, dan berorientasi kepada pemecahan masalah. Ke dalam proses sekunder ini termasuk pula fungsi-fungsi persepsi, belajar, memori, dan yang sepertinya. Melalui proses sekunder ini pula, ego merumuskan suatu rencana untuk memuaskan kebutuhan atau dorongan dan kemudian menguji rencana itu. Hal yang harus diperhatikan dari ego ini adalah bahwa (1) ego merupakan bagian dari id yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan kebutuhan id, bukan untuk mengecewakannya, (2) seluruh energi (daya) ego berasal dari id, sehingga ego tidak terpisahkan dari id, (3) peran utamanya menengahi kebutuhan id dan kebutuhan lingkungan sekitar, dan (4) ego bertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan pengembangbiakannya.

12 3) Superego Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait dengan standar atau norma masyarakat mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Melalui pengalaman hidup, terutama pada usia anak, individu telah menerima latihan atau informasi tentang tingkah laku yang baik dan yang buruk. Individu mampu menerima norma-norma sosial atau prinsipprinsip moral tertentu, kemudian menuntut individu yang bersangkutan untuk hidup sesuai dengan norma tersebut. Superego berfungsi untuk (1) merintangi dorongan-dorongan id, terutama dorongan seksual dan agresif, karena dalam perwujudannya sangat dikutuk oleh masyarakat, (2) mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, dan (3) mengejar kesempurnaan (perfection). 3. Tipe-tipe Kepribadian Tipe pribadi menurut Galenus (dalam Yusuf dan JuntikaNurihsan, 2008: 26) adalah sebagai berikut. a) Tipe Sanguins, tipe ini mempunyai sifat dasar, periang, optimistis, dan percaya diri. Sifat perasaannya adalah mudah menyesuaikan diri, tidak stabil, baik hati, tidak serius, kurang dapat dipercaya karena kurang begitu konsekuen. b) Tipe Melankolis, sifat dasarnya adalah pemurung, sedih, pesimistis, kurang percaya diri. Sifat lainnya adalah, merasa tertekan dengan masa lalunya, sulit menyesuaikan diri, berhati-hati, konsekuen dan suka menepati janji. c) Tipe Koleris, sifat dasarnya adalah selalu merasa kurang puas, bereaksi negatif dan agresif. Sifat-sifat lainnya adalah mudah tersinggung (emosional), suka membuat provokasi, tidak mau mengalah, tidak sabaran, tidak toleran, dan banyak inisiatif (usaha).

13 d) Tipe Plegmatis, sifat dasarnya adalah pendiam, tenang, netral, dan stabil. Sifat lainnya merasa cukup puas, tidak peduli, dingin hati, bersifat hemat, sangat hemat dan tertib/ teratur. Untuk menggambarkan bagaimana masing-masing tipe kepribadian di atas memberi reaksi terhadap suatu persoalan. Di sini dapat dikemukakan ilustrasi tentang bagaimana apabila mereka sedang berjalan di jalan yang kecil dan di tengah-tengah jalan itu ada batu besar yang menghalanginya. Bagi yang Sanguins, dia akan meloncati batu itu, yang koleris menendangnya dengan penuh amarah, yang Plegmatis mencari jalan memutar untuk menghindari batu, sedangkan yang Melankolis, dia akan duduk di atas batu itu sambil menangis. 4. Mengatasi Konflik Freud berasumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik internal yang terus menerus. Konflik antara id, ego dan superego adalah hal yang biasa (rutin), karena id menginginkan kepuasan dengan segera, sementara ego menundanya sampai ada kecocokan dengan dunia luar, dan superego sering sekali menghalanginya. Contoh: id seseorang mendorong untuk memukul teman yang mencemooh. Namun, superego menghalanginya, karena perbuatan itu kurang baik. Akhirnya dalam diri mengalami konflik. Konflik sering terjadi secara tidak disadari. Walaupun tidak disadari, konflik tersebut dapat melahirkan kecemasan. Kecemasan ini dapat dilacak dari kekhawatiran ego akan dorongan id yang tidak dapat dikontrol, sehingga melahirkan suasana yang mencekam atau mengerikan (Yusuf dan JuntikaNurihsan, 2008: 51 ). Menurut Alwisol (2009: 65) ada tiga macam hubungan interpersonal, yakni kecenderungan mendekat, kecenderungan menentang, dan kecenderungan menjauh. Dalam mengatasi tingkah laku, konflik dan kecemasan hanya dapat dilakukan melalui perbaikan hubungan interpersonal yang salah satu itu.

14 Bergerak mendekat orang lain, orang mendekati orang lain sebagai usaha untuk melawan perasaan tak berdaya. Orang yang merasa selalu kalah atau mudah kalah menjadi sangat membutuhkan kasih sayang-penerimaannya, atau membutuhkan partner yang kuat untuk yang dapat mengambil tanggung jawab terhadap kehidupannya. Bergerak melawan orang lain, orang yang agresif memandang orang lain sebagai musuh, dan memakai strategi untuk melawan orang lain untuk meredakan kecemasan. Sedangkan bergerak menjauh orang lain, untuk mengatasi konflik dasar, orang justru memisahkan diri. Strategi ini adalah ekspresi kebutuhan keleluasaan pribadi (privacy), kemandirian, dan kecukupan diri sendiri. Kebutuhan semacam itu bisa menimbulkan tingkah laku yang positif, tetapi juga bisa menimbulkan yang negatif. E. Psikologi Sastra Sastra adalah sastra. Begitu batasan yang paling sulit dibantah. Artinya selain sastra adalah bukan sastra. Namun dilain pihak, kita juga boleh menyatakan sastra adalah ungkapan jiwa. Sastra itu wakil jiwa lewat bahasa. Lewat simbol sastra itu ada. Simbol yang mewadahi jiwa hingga sastra itu menarik (Endraswara, 2008: 86). Menurut Wellek dan Warren (1995: 90) istilah Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukumhukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Ratna (2004: 61) berpendapat bahwa pendekatan psikologi sastra pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala uatama yaitu, pengarang, karya sastra, dan pembaca dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologi lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.

15 Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra merupakan kajian terhadap tokoh-tokoh yang ada dalam sastra meliputi: (1) kajian terhadap pengarang sebagai pencipta karya sastra, (2) kajian terhadap proses penciptaan sastra, (3) kajian terhadap hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra, dan (4) kajian terhadap pengaruh karya sastra terhadap pembacanya. Menurut Endraswara (2008: 87) sastra sebagai gejala kejiwaan, di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak, lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Sastra dan psikologi terlalu dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berpikir secara psikologis, namun karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional. Tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi, kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia biasa. Mereka mampu menangkap keadaan kejiwaan manusia secara mendalam. Hasil penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan diungkapkan dalam bentuk sebuah karya. Hanya perbedaannya, sang pengarang mengemukakannya dalam bentuk karya sastra, sedangkan psikolog sesuai dengan keahliannya, ia mengemukakannya dalam bentuk formulasi teori-teori psikologi. Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya perbedaannya gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah manusia-manusia riil. Namun keduanya saling melengkapi dan saling mengisi untuk pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia,

16 karena terdapat kemungkinan apa yang ditangkap oleh sang pengarang tak mampu diamati oleh psikologi atau sebaliknya (Endraswara, 2008: 88). Secara definitif tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004: ). Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya. Sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh-tokoh aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin, yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis. Dalam hubungan inilah peneliti harus menemukan gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarangnya yaitu dengan memanfaatkan teori-teori psikologi yang dianggap relevan. Dengan adanya kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis adalah karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa novel mempunyai dunia otonom sendiri yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang mempunyai karakter berbeda-beda.

17 Karakter tokoh-tokoh tersebut dapat diamati dalam suatu rangkaian peristiwa yang ada pada sebuah cerita. Psikologi merupakan disiplin ilmu sendiri yang memiliki otonom dan berdiri sendiri. Objek psikologi adalah manusia riil, sedangkan objek dalam novel adalah manusia rekaan pengarang. Namun diantara keduanya terdapat titik temu. Psikologi memiliki teoriteori yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengkaji karakter tokoh-tokoh dalam novel. Dalam disiplin ilmu yang sebenarnya, psikologi digunakan untuk mengamati perilaku manusia nyata. Dalam hubungannya dengan novel, psikologi dimanfaatkan untuk mengamati perilaku tokoh-tokoh rekaan pengarang. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan psikologi sangat membantu dalam mengkaji karakter para tokoh dalam sebuah karya sastra.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Penokohan Penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2008:725) Konsep merupakan (1)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai titik tolak, dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia memiliki banyak realita yang mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Peristiwa atau kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan tekanan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada

BAB II KAJIAN TEORI. Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Konflik dalam Karya Sastra Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada kehidupan. Oleh karena itu, pembaca dapat terlibat secara emosional terhadap apa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini.

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini. 2.1.1 Novel Novel adalah jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang dapat dilihat dari segi kehidupannya. Tingkah laku merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang dapat dilihat dari segi kehidupannya. Tingkah laku merupakan BAB II KAJIAN TEORI A. Psikologi dan Sastra Manusia dijadikan objek sastrawan sebab manusia merupakan gambaran tingkah laku yang dapat dilihat dari segi kehidupannya. Tingkah laku merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, acap kali sebuah novel merupakan hasil endapan pengalaman pengarang. yang sarat dengan perenungan akan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. situ, acap kali sebuah novel merupakan hasil endapan pengalaman pengarang. yang sarat dengan perenungan akan kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Novel sebagai sebuah entitas karya sastra berusaha mengisahkan sesuatu melalui tokoh-tokoh rekaan yang ada dalam sebuah cerita. Tidak hanya sampai di situ,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. novel yang menceritakan luka hati seorang ibu miskin ini mempunyai tampilan sampul buku

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. novel yang menceritakan luka hati seorang ibu miskin ini mempunyai tampilan sampul buku BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah konflik psikologi tokoh utama dalam novel karya Wiwid Prasetyo yang berjudul Nak, Maafkan Ibu yang Tak Mampu Menyekolahkanmu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seseorang timbul disebabkan adanya motivasi. Motivasi merupakan suatu keadaan yang mendorong atau merangsang seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tokoh dan penokohan merupakan dua unsur yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah proses penciptaan karya fiksi. Abrams dalam Nurgiyantoro (2010) menyatakan bahwa tokoh

Lebih terperinci

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca.

menyampaikan pesan cerita kepada pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seorang pengarang yang merupakan hasil dari perenungan dan imajinasi, selain itu juga berdasarkan yang diketahui, dilihat, dan juga dirasakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya tulis, namun yang lebih penting dari tulisan tersebut adalah hal-hal yang terkandung dalam tulisan tersebut. Keindahan dalam karya sastra bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teori Kesusastraan Pertanyaan mengenai apa itu sastra selama ini belum juga mendapatkan jawaban yang memuaskan sehingga banyak sastrawan yang mencoba membuat batasan-batasan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan kejiwaan itu terjadi karena tidak terkendalinya emosi dan perasaan dalam diri. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah fenomena kemanusiaan yang kompleks, ibarat memasuki hutan makin ke dalam makin lebat dan belantara, ada peristiwa suka dan duka, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman. Ungkapan-ungkapan tersebut di dalam sastra dapat berwujud lisan maupun tulisan. Tulisan adalah

Lebih terperinci

BAB I. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar

BAB I. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan dunia imajinasi yang diciptakan oleh pengarang. Imajinasi yang diciptakan berasal dari diri sendiri dan lingkungan sekitar pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan. Sastra merupakan hasil cipta kreatif dari seorang pengarang, lahir melalui

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Aji Budi Santosa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan realitas sosial (semua menyangkut aspek kehidupan manusia) yang

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan realitas sosial (semua menyangkut aspek kehidupan manusia) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya, perhatian besar terhadap masalah manusia dan kemanusiaan serta

Lebih terperinci

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI

PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI PENDEKATAN- PENDEKATAN/ALIRAN DALAM PSIKOLOGI Pendekatan Psikoanalisa Tokoh : Sigmund Freud Lahir di Moravia, 6 Mei 1856. Wafat di London, 23 September 1939 Buku : The Interpretation of Dreams (1900) Tokoh

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Siti Fatimah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah ungkapan pribadi seorang penulis yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan.

Lebih terperinci

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMADALAM NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2 KARYA ASMA NADIA

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMADALAM NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2 KARYA ASMA NADIA KONFLIK BATIN TOKOH UTAMADALAM NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN 2 KARYA ASMA NADIA Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Galuh Keuisristaristiana17@gmail.com, ikinsyamsudinadeani@unigal.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang sastra dan budaya. Selain itu, Jepang juga melahirkan banyak penulis berbakat. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Tinjauan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Tinjauan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah karena pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang

Lebih terperinci

ANTARA ELING DAN RAGU: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL DEWI KAWI

ANTARA ELING DAN RAGU: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL DEWI KAWI ANTARA ELING DAN RAGU: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA NOVEL DEWI KAWI I Gede Iwan Astadi Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstract Analysis of the psychology literature

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan produk pengarang yang bermediakan bahasa dan imajinasi. Karya sastra merupakan cerminan pemikiran, perasaan, kepribadian, dan pengalaman hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang bersifat indah dan dapat menimbulkan kesan pada pembaca. Imaji adalah daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA ANALISIS AMANAT DAN PENOKOHAN CERITA PENDEK PADA BUKU ANAK BERHATI SURGA KARYA MH. PUTRA SEBAGAI UPAYA PEMILIHAN BAHAN AJAR SASTRA DI SMA oleh INEU NURAENI Inneu.nuraeni@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. Dalam skripsi ini saya menganalisis mengenai masalah psikologis yang terdapat

Bab 4. Simpulan dan Saran. Dalam skripsi ini saya menganalisis mengenai masalah psikologis yang terdapat Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Dalam skripsi ini saya menganalisis mengenai masalah psikologis yang terdapat pada tokoh utama Pasien 23 dalam cerpen Kappa karya Akutagawa Ryunosuke. Akutagawa Ryunosuke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka simpulan hasil penelitian sebagai berikut: Pengkajian perwatakan novel Di Kaki Bukit Cibalak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat kaitannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang dikenal sebagai negara yang sangat kaya warisan budaya, tradisi dan juga kehidupan sastranya. Bisa dibilang, kehidupan masyarakat Jepang sangat erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada empatkonsep yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu pergolakan jiwa,tokoh utama, kecemasan, dan struktur kepribadian. 2.1.1 Pergolakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. novel Mendayung Impian karya Reyhan M. Abdurrohman dalam tulisan ilmiah yang berjudul

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. novel Mendayung Impian karya Reyhan M. Abdurrohman dalam tulisan ilmiah yang berjudul BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep digunakan sebagai dasar penelitian yang menentukan arah suatu topik pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah gambaran dari objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada bab I ini, peneliti mengungkapkan mengenai: (a) latar belakang masalah, (b) rumusan masalah, (c) tujuan penelitian, dan (d) manfaat penelitian. A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya

BAB II LANDASAN TEORI. Psikologi Tokoh Eko Prasetyo dalam Novel Jangan Ucapkan Cinta Karya BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Seperti beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang dalam

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam penelitian cerita Akai Rousoku To Ningyo karya Ogawa Mimei, penulis

Bab 2. Landasan Teori. Dalam penelitian cerita Akai Rousoku To Ningyo karya Ogawa Mimei, penulis Bab 2 Landasan Teori Dalam penelitian cerita Akai Rousoku To Ningyo karya Ogawa Mimei, penulis melakukan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Pendekatan ekstrinsik adalah pendekatan yang mempengaruhi ciptasastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Amalia (2010) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Tokoh

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Amalia (2010) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Tokoh BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan hasil studi pustaka yang telah dilakukan, ditemukan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran, perasaan, ide dalam bentuk gambaran kongkrit yang menggunakan alat

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran, perasaan, ide dalam bentuk gambaran kongkrit yang menggunakan alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sebuah usaha untuk merekam isi jiwa sastrawannya yang berupa ungkapan pribadi manusia yang terdiri dari dari pengalaman, pemikiran, perasaan, ide

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian Berjudul Konflik Batin dalam Novel Bumi Cinta Karya habiburrahman El Shirazy El Shirazy: Tinjauan Psikologi Sastra dan Implementasinya dalam

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Novel Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika belum pernah dijadikan objek penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, penulis memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik 347 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam karya sastra Indonesia modern pascaproklamasi kemerdekaan ditemukan tujuh novel yang menghadirkan citra guru dan memiliki tokoh guru, baik sebagai tokoh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan. Eskapisme Tokoh Utama dalam Novel Menggapai Matahari Karya Dermawan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan. Eskapisme Tokoh Utama dalam Novel Menggapai Matahari Karya Dermawan 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan Kajian psikologi sastra banyak digunakan oleh pengamat sastra untuk mengkaji sebuah novel. Peneliti menemukan ulasan mengenai kajian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna

BAB I PENDAHULUAN. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Penelitian ini memaparkan penelitian dan analisis terdahulu tentang analisis psikologi sastra yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis mengambil judul kemandirian tokoh utama dalam novel Menggapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis mengambil judul kemandirian tokoh utama dalam novel Menggapai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian tentang psikologi sastra tentu saja sudah ada yang menelitinya pada waktu-waktu sebelumnya. Penelitian tentang psikologi sastra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni; ia harus diciptakan dengan suatu daya kreativitas, kreativitas itu tidak saja dituntut dalam upaya melahirkan pengalaman batin dalam

Lebih terperinci

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada.

Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. PSIKOANALISIS Psikologi muncul sebagai ilmu pengetahuan di Jerman (psikologi asosiasi) Filsafat Descartes: cogito ergo sum saya berfikir maka saya ada. Obyek psikologi adalah kesadaran orang normal. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai

BAB 1 PENDAHULUAN. disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu karya tulis yang memberikan hiburan dan disampaikan dengan bahasa yang unik, indah dan artistik, serta mengandung nilainilai kehidupan dan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci