PEDOMAN PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (MEASUREMENT, REPORTING, AND VERIFICATION) REDD+ INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (MEASUREMENT, REPORTING, AND VERIFICATION) REDD+ INDONESIA"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (MEASUREMENT, REPORTING, AND VERIFICATION) REDD+ INDONESIA Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 ii iii

3 Pengarah: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Penanggungjawab: Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M Penyunting: Dr. Ir. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc Penyusun: Tim Penulisan Sub Direktorat MPV dan Registri Aksi Mitigasi Sektor Berbasis Lahan 1. Dr. Ir. Belinda Arunarwati Margono, M.Sc 2. Dr. Wawan Gunawan, S.Hut., M.Si 3. Gamma Nur Merrillia Sularso, S.Hut, M.Si 4. Muhammad Fariz Nasution, S.Hut Tim Pakar/ Tim Technical Assessment FREL Indonesia dan Nara Sumber 1. Budiharto, S.Si, M.Si 2. Novia Widyaningtyas S.Hut, M.Sc 3. Haryo Pambudi, S.Hut, M.Sc 4. Endah Tri Kurniawaty, S.Hut., ME.MPA 5. Lia Kartikasari, S.Hut. M.Eng.MMG 6. Dr. Arief Darmawan (Universitas Lampung) 7. Dr. Teddy Rusolono (Institut Pertanian Bogor) 8. Dr. I Wayan Susi Dharmawan (Puslitbang Hutan Badan Litbang dan Inovasi KLHK) 9. Dr. Haruni Krisnawati (Puslitbang Hutan Badan Litbang dan Inovasi KLHK) 10. Dr. Arief Wijaya (World Resource Institute) 11. Dr. Solichin Manuri (Daemeter Consulting) 12. Delon Marthinus (The Nature Conservancy) 13. Arif Budiman (Winrock) ISBN: Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak Pedoman ini sebagian atau seluruhnya baik dalam bentuk fotocopy, cetak, microfilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumber sebagai berikut: Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi (2017). Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification) REDD+ Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Diterbitkan oleh: Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jl. Jend. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 6 Wing A Jakarta 10270, Indonesia Telp/Fax : tu.igrkppi@gmail.com Website : Dicetak dengan Anggaran DIPA Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV Tahun Anggaran 2017 iv v

4 KATA PENGANTAR Mekanisme REDD+ di Indonesia telah berproses sejak sebelum COP 13 di Bali hingga saat ini dimana Indonesia telah melewati Fase Persiapan (Readiness) dan saat ini dalam masa transisi menuju Fase Implementasi Penuh. Melalui mandat Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2015 dan dioperasionalisasikan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dalam melaksanakan mandat penanganan perubahan iklim telah merampungkan perangkat atau infrastruktur REDD+ yang dibutuhkan dalam implementasi penuh. Infrastruktur REDD+ Indonesia antara lain meliputi: Strategi Nasional REDD+ Indonesia, Forest Reference Emission Level Indonesia, Sistem Pemantauan Hutan Nasional (National Forest Monitoring System), dan pelaksanaan safeguards dan Sistem Informasi Safeguards (Safeguards Information System). Pada tingkat nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim telah mempublikasikan Pedoman MRV Nasional beserta penunjukan Tim MRV Nasional melalui SK Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim SK.8/PPI-IGAS/2015 tentang Tim MRV. Sebagai turunan pedoman MRV Nasional, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim telah menyusun Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification) REDD+ Indonesia Penyusunan Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/ MRV) REDD+ Indonesia ini dimaksudkan untuk memberikan panduan dalam pelaksanaan MRV kegiatan REDD+ yang telah dilakukan oleh pelaku aksi REDD+ baik Pemerintah Pusat (state actor) maupun pemerintah daerah, organisasi non-profit, pelaksana project, dan vi vii

5 masyarakat (non-state actor). Pedoman ini juga memuat informasi alur skema dan SOP pelaksanaan MRV REDD+ serta teknis pelaksanaan MRV REDD+ di lapangan. MRV REDD+ ini menjadi hal penting dalam implementasi REDD+ khususnya untuk mendapatkan result based payment (RBP). Hasil verifikasi memberikan jaminan kualitas pelaksanaan kegiatan REDD+ yang dapat di register di Sistem Registri Nasional (SRN) sebagai bentuk rekognisi kinerja pelaku aksi REDD+ dalam capaian target penurunan emisi GRK nasional khususnya sektor kehutanan dan sebagai persyaratan untuk memperoleh result based payment. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak yang berkontribusi dalam pembuatan Pedoman MRV REDD+ Indonesia. Jakarta, Desember 2017 Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan National Focal Point untuk UNFCCC DAFTAR ISI KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sasaran 4 II. REDD+ dan MRV REDD MRV 14 III. TEKNIS MRV UNTUK REDD+ 23 Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc 3.1. Measurement (Pengukuran) Reporting(Pelaporan) Verification (Verifikasi) 35 IV. MRV UNTUK RBP REDD+ 49 V. PENUTUP 53 DAFTAR PUSTAKA 54 LAMPIRAN 56 viii ix

6 DAFTAR TABEL I. PENDAHULUAN Tabel 1. Uraian Ringkas terkait Skema MRV untuk REDD+ 18 Tabel 2. Bagan SOP MRV REDD+ Indonesia 21 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Perkembangan Skema REDD+ di bawah UNFCCC 6 Gambar 2. Elemen Kunci Kerangka Kerja MRV 8 Gambar 3. Sistem MRV Nasional 10 Gambar 4. Skema MRV Nasional 10 Gambar 5. Bagan Struktur Tim MRV 11 Gambar 6. Skema MRV untuk REDD+ di Indonesia 19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perangkat Verifikasi untuk REDD+ 26 Lampiran 2. Penjelasan Perangkat Verifikasi untuk REDD+ 29 Lampiran 3. SOP MRV REDD+ Indonesia 33 Latar Belakang REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation, the role of conservation, sustainable management of forest and enhancement of forest carbon stocks in developing countries) merupakan salah satu aksi mitigasi perubahan iklim melalui upaya penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Skema REDD+ merupakan sebuah mekanisme insentif global bagi beberapa negara berkembang yang mampu menjaga hutannya dari kerusakan lebih lanjut. Kegiatan REDD+ meliputi upaya penghentian deforestasi, degradasi hutan serta mengikutsertakan kegiatan konservasi hutan dan karbon, pengelolaan hutan secara lestari, dan peningkatan cadangan karbon. Hal ini sesuai dengan mandat dari paragraph 70 keputusan COP 16 di Cancun tentang kontribusi negara pihak untuk berkontribusi dalam aksi mitigasi di sektor kehutanan melalui aktivitas REDD+ sesuai dengan kapabilitas dan kondisi nasional. Hutan Indonesia memegang peran strategis dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sehingga menjadikan Indonesia sangat berkepentingan dengan REDD+. Indonesia merupakan salah satu negara REDD+ yang telah aktif berperan dalam negosiasi terkait hutan dan REDD+. Kegiatan REDD+ merupakan aksi yang dapat diukur atau hasilnya dinyatakan sebagai pengurangan/ penghindaran emisi atau peningkatan stok karbon. Sejak pertama kali masuk dalam agenda COP (COP-11 di Montreal tahun 2005) dengan nama Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries (RED) dan berkembang menjadi REDD+ pada COP-13 di Bali, memberikan peluang bagi negara berkembang untuk mencari solusi bagaimana agar deforestasi dan degradasi dapat dikurangi dengan tetap dapat melanjutkan pembangunan nasionalnya. x 1

7 Sejak menjadi tuan rumah COP-13 di Bali (tahun 2007), Indonesia telah memulai kegiatan terkait REDD+ secara aktif, dengan menempatkan REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, peran konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan stok carbon hutan di negara berkembang) sebagai salah satu aksi mitigasi andalan/prioritas pada sektor kehutanan sebagaimana tertuang dalam Bali Action Plan (Policy Approaches and Positive Incentives for REDD+ in Developing Countries). Terkait REDD+, Indonesia juga telah menghasilkan studi melalui IFCA (Indonesia Forest Climate Alliance). Studi dimaksud merupakan wadah komunikasi dan konsultasi stakeholders dalam proses pelaksanaan studi dibawah IFCA, yang ditujukan untuk mengetahui status kesiapan Indonesia melaksanakan REDD pada waktu itu baik dari aspek teknis/metodologis maupun kebijakan dan partisipasi stakeholder. Hasil studi IFCA menjadi dasar penyusunan strategi dan input bagi Keputusan COP-16 di Cancun tahun 2010 yaitu bahwa REDD+ dilaksanakan secara bertahap (readiness transisi - implementasi penuh) atau stepwise approach, dengan pendekatan nasional dan implementasi nasional-sub nasional. Dalam konteks nasional, untuk implementasi REDD+ secara penuh sebagaimana tertuang dalam Warsaw REDD+ Framework, sejumlah perangkat/instrumen/infrastruktur telah dan sedang dibangun yaitu: Strategi Nasional REDD+, Forest Reference Emission Level (FREL), Monitoring, Reporting, and Verification (MRV)/National Forest Monitoring System (NFMS), Sistem Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ dan instrumen pendanaan. REDD+ merupakan aksi nasional dengan implementasi di tingkat sub nasional yang memerlukan sistem MRV nasional yang diacu oleh sistem MRV sub nasional untuk memenuhi prinsip metodologi IPCC yang transparan, akurat, konsisten, komparatif, dan menyeluruh (TACCC). Sistem MRV ini akan menjadi salah satu prasyarat kunci dalam implementasi REDD+ secara penuh dalam rangka memperoleh pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment/RBP). Indonesia telah memenuhi perangkat/instrument/infrastruktur untuk implementasi REDD+ yaitu: 1) Strategi Nasional REDD+ (tahun 2014); 2) FREL (disubmit ke UNFCCC pada tahun 2015 di COP 21 Paris dan lolos technical assessment dari Sekretariat UNFCCC pada tahun 2016); 3) SIS REDD+ (dibangun sejak tahun 2013 dan terus dilakukan improvement); dan 4) NFMS (dimulai dari tahun 1990 dan terus dilakukan improvement). Instrumen pendanaan juga telah dibangun dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Indonesia juga melakukan penegasan kembali terhadap komitmennya dalam pencapaian target penurunan emisi melalui penyampaian First Nationally Determined Contribution ke Sekretariat UNFCCC pada COP 21 di Paris pada tahun Dokumen NDC yang menyebutkan bahwa target penurunan emisi gas rumah kaca nasional sebesar 29% (unconditional) sampai dengan 41% (conditional) dibandingkan dengan BAU pada tahun 2030 menempatkan kegiatan mitigasi bidang Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan, dan Kehutanan (Land Use, Land Use Change and Forestry) yang diantaranya melalui skema REDD+ merupakan salah satu tumpuan dalam pencapaian target tersebut. COP 21 di Paris juga telah menghasilkan Paris Agreement, dimana telah diperolehnya pengakuan yang semakin kuat dari dunia internasional terhadap peran hutan dan REDD+. Dengan mempertimbangkan progres penyiapan melalui fase readiness yang telah cukup maju, dan dengan mempertimbangkan telah lengkapnya aturan main REDD+ serta perkembangan terkini dalam Paris Agreement, maka harus didorong agar REDD+ di Indonesia dapat sesegera mungkin diimplementasikan secara penuh. Salah satu upaya Indonesia di dalam penguatan sistem pengukuran dan pelaporan emisi GRK adalah dengan diterbitkan Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan 2 3

8 Inventarisasi Gas Rumah Kaca. Kebijakan tersebut memberikan payung hukum terhadap pelaksanaan kegiatan inventarisasi GRK dan MRV secara umum. Mengingat kompleksnya skema pendanaan, pengembangan sistem dan pedoman MRV untuk REDD+ diperlukan dalam mendukung upaya aksi berbasis kinerja yang lebih kredibel. Sistem MRV menjadi salah satu prasyarat implementasi REDD+ untuk memperoleh RBP. Pedoman MRV untuk REDD+ diperlukan sebagai panduan/arahan untuk menjamin kualitas dan kebenaran kinerja pelaksanaan kegiatan penurunan emisi GRK melalui REDD+ bagi pelaksana REDD+, dan penanggungjawab di sub-nasional maupun nasional, serta sebagai informasi bagi pemangku kepentingan, pengambil kebijakan, akademisi, praktisi kehutanan/lingkungan hidup, dan masyarakat umum. 1.2 Tujuan Penyusunan Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verififikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV) REDD+ Indonesia bertujuan sebagai: 1. Panduan untuk upaya penjaminan/quality assurance (QA) terhadap kebenaran capaian kinerja pelaksanaan kegiatan penurunan emisi GRK melalui REDD+ 2. Informasi untuk memahami syarat - syarat utama untuk menerima Result Based Payment (RBP) dari pelaksanaan implementasi REDD+ secara penuh 1.3 Sasaran Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV) REDD+ Indonesia diperuntukkan bagi: 1. State actor: Kementerian dan Lembaga Pusat (Nasional) 2. Non-state actor: Pemerintah Daerah, Organisasi Non Profit, akademisi, dan pihak swasta. II. REDD+ DAN MRV 2.1 REDD+ dan Perkembangannya REDD+ merupakan skema lanjutan dari skema awal yang dibentuk pada pertemuan COP 11 di Montreal tahun 2005 yaitu RED (Reducting Emissions from Deforestation) untuk melakukan penurunan emisi melalui pencegahan kegiatan yang berakibat pada deforestasi hutan. Skema ini didesain atas permintaan Papua Nugini dan Kosta Rika yang mengatasnamakan koalisi negara-negara hutan hujan tropis (Coalition of Rainforest Nation). Skema ini kemudian berkembang menjadi REDD yang mencakup D kedua, yaitu pencegahan degradasi hutan. Usulan rancangan tersebut dirumuskan pada konferensi para pihak (COP-13) Bali. Skema REDD+ yang diusulkan pada COP 13 di Bali bertujuan untuk mengatasi perubahan iklim dengan memberikan kompensasi secara finansial/pembayaran kepada sejumlah negara berkembang untuk setiap penurunan emisi yang telah dicapai dari upaya menghentikan kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Keputusan penting yang dihasilkan pada COP 13 antara lain sebagai berikut: 1. Dec.1/CP.13 tentang Bali Action Plan yaitu meningkatkan aksi nasional/internasional dalam mitigasi perubahan iklim termasuk mempertimbangkan pendekatan kebijakan dan insentif positif terkait REDD+; 2. Dec.2/CP.13: (i) Negara pihak (Parties) perlu meningkatkan upaya dalam REDD+ termasuk Demonstration Activities (DA); (ii) Lampiran Keputusan berupa Indicative guidance untuk Demonstration Activities (DA) sebanyak 11 elemen. Pada COP 15 di Kopenhagen, Denmark, skema REDD menambahkan beberapa konsep untuk memasukkan pengelolaan hutan lestari (Sustainable Forest Management/ SFM), konservasi hutan dan karbon hutan, dan peningkatan stok karbon hutan. 4 5

9 Pada COP 15 ini juga disepakati arahan metodologi untuk REDD+ yang tercantum dalam keputusan COP 15 Dec.4/CP.15. Selanjutnya COP 16 di Cancun tahun 2010 meresmikan dan mengakomodir komponen kegiatan yang dibahas pada COP 15 tersebut dalam bentuk perubahan skema dari REDD menjadi REDD+ yang tercakup di dalamnya kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi, pengurangan emisi dari degradasi hutan, peningkatan peran konservasi, pengelolaan hutan lestari (SFM), dan peningkatan stok karbon hutan. Perubahan skema dimaksud, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Pengurangan emisi dari deforestasi (reducing emission from deforestation): mengurangi konversi lahan hutan menjadi lahan untuk pemanfaatan lain. Dengan menggunakan definisi hutan sebagai bentangan dengan luas minimum 0.25 ha dan ditumbuhi oleh pohon dengan persentase penutupan tajuk minimal 30% yang pada akhir pertumbuhan mencapai ketinggian minimal 5 meter (Kemenhut, 2004), dan dengan definisi deforestasi sebagai perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan sebagai akibat dari aktivitas manusia (Kemenhut, 2009). 2. Pengurangan emisi dari degradasi hutan (reducing emission from forest degradation): mengurangi terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas tutupan lahan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (Permenhut No. 20/2009). 3. Peningkatan peran konservasi (role of conservation): mempertahankan dan melestarikan kawasan hutan untuk peningkatan stok karbon. 4. Pengelolaan hutan lestari (sustainable management of forest): pengelolaan hutan secara lestari dengan inovasi berkelanjutan untuk memberikan dampak lingkungan rendah pada kegiatan pembalakan dan untuk mengurangi laju deforestasi di luar kawasan. 5. Peningkatan stok karbon hutan (increasing forest carbon stock): meningkatkan stok karbon pada masing-masing tipologi kawasan hutan, baik bagi kawasan yang stok karbonnya masih di atas batas maupun kawasan yang stok karbonnya di bawah batas. Pada COP 16 juga ditetapkan 4 elemen utama REDD+ yaitu (i) strategi nasional REDD+, (ii) tingkat rujukan emisi hutan (FREL), (iii) sistem pemantauan hutan nasional (NFMS), dan (iv) sistem informasi safeguards. Pada COP 16 juga dilakukan kesepakatan bagi negara-negara berkembang untuk melaksanakan Nationally Appropiate Mitigation Actions (NAMAs). NAMAs diperkenalkan dalam perundingan iklim internasional pada tahun NAMAs mengacu pada tindakan mitigasi oleh negara-negara berkembang dengan tujuan untuk mencapai penurunan dalam emisi GRK relatif untuk Business As Usual pada tahun Pada perkembangannya, NAMAs seharusnya digantikan dengan implementasi dari NDC. Selanjutnya pada COP 19 di Warsawa dihasilkan 7 keputusan lebih mendetil terkait aspek-aspek REDD+ antara lain: pendanaan (finance), koordinasi dan institusi, REL/RL, MRV, NFMS, drivers of deforestation and degradation, dan safeguards dan Sistem Informasi Safeguards (SIS). Selain itu, pada COP 19 juga ditetapkan aturan terkait pengukuran, pelaporan, dan verifikasi kegiatan REDD+. Penjelasan singkat terkait 7 keputusan penting terkait REDD+ yang dihasilkan di COP 19 di Warsawa yaitu sebagai berikut: a. Aspek pendanaan (Dec.9/CP.19) telah diatur bahwa arus pendanaan dapat berasal dari publik dan swasta, serta baik dari bilateral maupun multilateral. Terkait insentif non-carbon benefit (NCB) juga akan dipertimbangkan keberlanjutan jangka panjang untuk pelaksanaan kegiatannya sesuai dengan Dec.1/ CP.16 paragraf 70. b. Aspek koordinasi dan institusi (Dec.10/ CP.19), National Focal Point dimana saat ini KLHK melalui Ditjen PPI menjadi National 6 7

10 Focal Point didorong untuk melakukan pertemuan koordinasi untuk membahas pendanaan REDD+ serta ditunjuk sebagai penghubung dengan Sekretariat UNFCCC. c. Aspek FREL/FRL (Dec.13/CP.19), negara berkembang yang melaksanakan REDD+ perlu menetapkan REL/RL nasional (dapat bertahap dari sub-nasional) dan disampaikan ke Sekretariat UNFCCC untuk kemudian dikaji oleh Tim Ahli LULUCF-UNFCCC berdasarkan guidance tentang kajian teknis REL/RL. d. Aspek MRV (Dec.14/CP.19), telah ada guidance untuk pelaksanaan MRV di tingkat internasional sebagai dasar pembayaran insentif/hasil REDD+ yang antara lain berisi emisi ton CO 2 eq yang berhasil dikurangi/penambahan stok karbon atau dipertahankan selama periode tertentu, manfaat lainnya dan bagaimana safeguards Cancun telah dilaksanakan. e. Aspek NFMS (Dec.11/P.19), masing-masing negara pihak yang telah membangun sistem pemantauan hutan nasional harus dapat menyediakan data dan informasi yang transparan, konsisten dari waktu ke waktu, dapat di MRV dan fleksibel serta memberi ruang untuk improvement ke depan. f. Aspek penanganan drivers of deforestation and forest degradation (Dec.15/CP.19), telah ada guidance serta persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh pembayaran atas penurunan/pencegahan emisi dan/atau peningkatan stok karbon dari kegiatan REDD+. g. Aspek safeguards dan SIS (Dec.12/CP.19), negara-negara pihak diharapkan untuk mengajukan summary informasi mengenai pengimplementasian safeguards melalui National Communication dan dapat secara sukarela mensubmit summary tersebut di platform web REDD+ yang dikelola oleh Sekretariat UNFCCC. Secara ringkas, perkembangan negosiasi perubahan iklim sejak COP 13 di Bali hingga COP 21 di Paris telah menghasilkan 17 (tujuh belas) keputusan COP terkait REDD. Keputusan COP terkait REDD+ sejak COP 13 hingga COP 19 dapat ditelusuri lebih lanjut pada dokumen Key decisions relevant for reducing emissions from deforestation and forest degradation in developing countries (REDD+) oleh Sekretariat UNFCCC (UNFCCC Secretariat, 2014). Dari 17 (tujuh belas) keputusan tersebut, 7 (tujuh) keputusan memberikan arahan (guidance) untuk membangun fase kesiapan (readiness) dan fase transisi. Sedangkan 7 (tujuh) keputusan lainnya dihasilkan pada COP 19 di Warsawa (Warsaw REDD+ Framework) yang memberikan arahan untuk implementasi REDD+ secara penuh (full implementation). Pasca keputusan di COP 19 Warsawa, pada Paris Agreement dihasilkan keputusan mengenai REDD+ dalam Article 5. Keputusan (COP-19) Warsawa juga menjelaskan bahwa lampiran teknis dari laporan dua tahunan (Biennial Update Report/BUR) yang disampaikan secara sukarela oleh negara berkembang untuk mendapatkan pembayaran dari capaian penurunan emisi dari kegiatan REDD+ akan dinilai melalui proses konsultasi internasional. Proses konsultasi tersebut dilakukan untuk menjamin bahwa capaian penurunan emisi dari kegiatan REDD+ dijamin kebenarannya dan dapat diterima sesuai dengan ketentuan dan keputusan yang telah ada. Pada COP 20 dilakukan pembahasan lanjutan mengenai safeguards dan non carbon benefits, namun tidak ada keputusan COP yang dihasilkan. Namun pada COP 21 di Paris, negosiasi REDD+ menghasilkan keputusan Article 5 Paris Agreement mengenai penegasan kembali kesiapan pengimplementasian REDD+ untuk memperoleh result based payment. Dengan disepakatinya Paris Agreement dan diratifikasi Indonesia pada UU No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention of Climate Change, maka keputusan ini menjadi tonggak penting bahwa Indonesia telah siap memasuki Fase Implementasi Penuh REDD+. Secara singkat, keputusan COP dibawah UNFCCC terkait skema REDD+ dan perkembangannya dibawah UNFCCC dari COP 11 sampai COP 21 tersaji pada Gambar

11 REDD+ di Indonesia Gambar 2.1. Perkembangan Skema REDD+ di bawah UNFCCC periode COP 11 COP 21. Dalam implementasinya, REDD+ merupakan upaya pengelolaan hutan dalam rangka pencegahan, pengurangan penurunan, perlindungan, peningkatan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pelaksanaan REDD+ merupakan kegiatan berbasis kinerja (result based payment) terhadap pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan memungkinkan memasukkan manfaat selain karbon (non carbon benefit). Pelaksanaan REDD+ juga didukung oleh kegiatan berupa peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya, penguatan kebijakan dan perangkat REDD+, penelitian dan pengembangan, dan/atau kegiatan prakondisi (enabling condition). Kegiatan REDD+ dapat dilaksanakan pada seluruh kawasan hutan negara dan hutan hak serta penggunaan lahan yang terkait dengan ruang lingkup REDD+ yang merupakan Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) REDD+. Dalam proses pembelajaran pelaksanaan kegiatan REDD+, suatu negara dapat melakukan Demonstration Activities (DA) sebagai upaya untuk pengujian dan pengembangan metodologi, teknologi, institusi pengelolaan hutan secara berkelanjutan, serta menjadi upaya dalam mengurangi emisi karbon melalui pengendalian deforestasi dan degradasi hutan plus. Indonesia telah memiliki 11 provinsi percontohan REDD+ dimana provinsi tersebut telah berkomitmen dalam pelaksanaan REDD+ di wilayahnya dan telah berproses membangun infrastruktur/instrument/ perangkat REDD+ di level subnasional. Pembelajaran dari DA REDD+ yang telah dan masih berlangsung di Indonesia yang bisa ditarik adalah mainstreaming perubahan iklim dan REDD+ pada skala sub-nasional, pembentukan dan penguatan kelembagaan di level sub-nasional untuk perubahan iklim dan REDD+, pembelajaran dalam pembangunan FREL, pemahaman tentang pentingnya inventarisasi hutan, dan kebutuhan pengukuran inventarisasi 10 11

12 Gas Rumah Kaca. Hasil pembelajaran ini menjadi modal penting dalam implementasi REDD+. Di Indonesia, sejalan dengan keputusan COP yang terkait sebagaimana dijelaskan diatas, implementasi REDD+ disepakati terbagi dalam 3 fase/tahapan, yaitu: Fase 1: ditandai dengan penyusunan strategi nasional (STRANAS), perumusan kebijakan dan perangkatnya, serta pengembangan kapasitas. Fase ini sering disebut fase readiness. Fase 2: ditandai dengan implementasi STRANAS, kebijakan beserta perangkat penilainya, pengembangan kapasitas, transfer dan pengembangan teknologi, serta result-based demonstration activities. Fase ini lebih sering disebut fase transisi atau peralihan. Fase 3: ditandai dengan adanya result-based actions yang harus diukur/dimonitor, dilaporkan, dan diverifikasi secara penuh. Negara pihak (Parties) dapat memilih tahapan sesuai dengan kondisi nasional, kapasitas dan tingkat dukungan yang diperoleh oleh masing-masing negara. Indonesia sampai dengan 2017 berada pada peralihan antara Fase 1 ke Fase 2. Dan setelah berbagai persiapan instrument dan kelengkapan yang terkait urusan baseline, NFMS, SIS dan pendanaan, maka pada 2018 Indonesia sudah bisa memasuki fase full implementation. Capaian REDD+ di Indonesia secara detil disampaikan pada dokumen Indonesia Report on REDD+ Performance (KLHK, 2018). Dengan telah disepakatinya ketujuh keputusan COP 19 tentang REDD+ dan pengakuan peran hutan serta skema REDD+ yang semakin kuat oleh dunia internasional yang dituangkan pada Paris Agreement, Indonesia harus mendorong sesegera mungkin REDD+ diimplementasikan secara penuh diantaranya melalui pengembangan sistem MRV di tingkat nasional dan cakupannya pada level sub nasional. Dalam kebutuhan MRV inilah, maka peran Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) menjadi sangat penting. Ketersediaan SRN PPI merupakan bentuk implementasi transparency framework yang mendukung Indonesia dalam memperoleh pembayaran berbasis kinerja (result based payment/rbp) yang merupakan insentif positif/ pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan emisi yang telah diverifikasi dan manfaat selain karbon melalui pelaksanaan REDD

13 2.2 Pengertian MRV Pada dasarnya MRV merupakan suatu bentuk implementasi konsep Transparency, Accuracy, Consistency, Completeness dan Comparability (TACC-C), khususnya T (Transparency) dalam penanganan isu-isu perubahan iklim. Jadi dalam hal ini MRV diperlukan untuk menjamin bahwa urusan perubahan iklim terukur, terlaporkan dan terverifikasi. Secara kongkrit, MRV terdiri atas M-R-V, dengan penjelasan sebagai berikut: M Measuring Tindakan terkait pembuatan data atau menyediakan data hasil pengukuran yang sudah memenuhi aturan, pedoman dan standar yang berlaku, dengan meminimalkan uncertainty dan meminimalkan penggunaan asumsi; R Reporting Tindakan untuk melaporkan apa yang sudah diukur atau melaporkan data hasil pengukurannya, baik melalui mekanisme pelaporan nasional maupun internasional (kepada UNFCCC); Gambar 2.2. Elemen Kunci Kerangka Kerja MRV (MRV Handbook UNFCCC, 2014). V Verification Tindakan untuk menjamin bahwa apa yang diukur dan dilaporkan adalah benar adanya. Secara umum, inti dari MRV adalah urusan pelaporan, dimana didukung oleh ketersediaan data dan informasi yang memadai kebutuhan pelaporan, memenuhi kaidah TACCC serta terjamin kebenarannya. Dibawah konvensi perubahan iklim, kerangka kerja MRV terdiri dari beberapa elemen yang telah melalui serangkaian keputusan COP secara bertahap selama periode Beberapa elemen MRV dilaksanakan di tingkat internasional dan elemen lainnya di tingkat nasional. Gambar 2 memberikan gambaran (big picture) bagaimana MRV dilaksanakan pada tingkatan yang berbeda. Pada tingkat Internasional dibawah UNFCCC, kerangka MRV meliputi urusan pelaporan dalam bentuk National Communication/ Natcom dan Biennial Update Report/BUR, yang kemudian dilengkapi dengan technical analysis untuk jaminan kebenaran informasi dalam BUR. Guna memenuhi urusan itu, telah tersedia beberapa panduan yang mencakup: Panduan untuk pelaporan melalui komunikasi nasional (National Communication/Natcom) dan Biennial Update Reports (BURs); Panduan untuk menyiapkan kerangka MRV domestic/mrv nasional; Proses telaah informasi yang disampaikan oleh negara di BURs nya melalui International Consultation Analysis (ICA); 14 15

14 Bagi negara-negara non-annex I (negara berkembang) yang secara sukarela menerapkan kegiatan REDD+ dan ingin mengambil kesempatan pembayaran berbasis kinerja, berlaku pedoman MRV internasional untuk kegiatan REDD+, dalam decision-decision terkait Perkembangan MRV di Indonesia Pelaksanaan MRV di tingkat nasional mengikuti arahan pedoman internasional untuk kerangka kerja MRV domestik, dengan beberapa penyesuaian terhadap national circumstances. Pelaporan didalam national communication dan BURs, adalah mencakup informasi mengenai emisi gas rumah kaca (GRK), penyerapan/removal, tindakan mitigasi, efek/pengaruh, dan support (dalam bentuk finance, capacity building dan technology transfer) yang diperlukan dan diterima. Khusus untuk skema REDD+, MRV dilakukan sebagai persyaratan wajib pembayaran berbasiskan kinerja (RBP). Kerangka pelaksanaan MRV di tingkat nasional meliputi dua urusan yaitu: Setting pengaturan MRV nasional untuk (yang dulu disebut NAMAs) dan sekarang setelah Paris Agreement menjadi NDC (Nationally Determined Contribution). Pelaksanaan urusan MRV nasional, dalam bentuk pengaturan tindakan pengukuran dan pelaporan untuk memenuhi kebutuhan MRV internasional, dengan dilaporkan melalui BURs (yang selanjutnya akan dilakukan analisa secara internasional). Gambar 2.3. Flow Sistem MRV Nasional Untuk menjalankan MRV di tingkat nasional, disusun sistim MRV nasional dengan pentahapan sebagaimana diuraikan pada Gambar 3 berikut

15 Pada Gambar 2.3, terlihat 3 Blok utama (sub-skema) dari M-R-V Nasional. Blok pertama adalah menjelaskan posisi komponen M, Blok kedua menjelaskan komponen R, dan Blok ketiga menjelaskan komponen R. Dalam kerangka MRV Nasional, aktivitas yang berada dalam subskema Pengukuran atau Measurement dalam kotak berwarna merah, adalah: Pelaku aksi maupun penanggungjawab aksi melakukan perencanaan aksi mitigasi perubahan iklim dan membangun skenario emisi GRK, serta melaksanakan aksi mitigasi perubahan iklim tersebut. Sementara itu, dalam sub-skema Measurement, penanggungjawab di tingkat nasional, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV, memiliki mandat dalam melaksanakan inventarisasi GRK, identifikasi sumber/serapan emisi GRK, dan menetapkan baseline emisi GRK. Mandat tersebut dijelaskan dengan subkotak berwarna kuning di dalam kotak berwarna merah. Dalam sub-skema Pelaporan atau Reporting, selama periode aksi mitigasi perubahan iklim, pelaksana aksi wajib melakukan monitoring, pencatatan (dokumentasi) serta evaluasi internal terhadap seluruh aksi mitigasi yang dilakukan di dalam wilayah kerjanya. Selanjutnya hasil monitoring dan pencatatan serta evaluasi tersebut wajib disusun laporannya dan dilaporkan kepada DJPPI KLHK secara periodik. Pada sub-skema Verifikasi atau Verification, laporan-laporan tersebut diproses lebih lanjut oleh DJPPI KLHK untuk dilakukan proses validasi dan verifikasi capaian penurunan emisi GRK. Tim MRV dalam DJPPI melakukan finalisasi dan rekapitulasi capaian penurunan emisi GRK dari 5 sektor (berbasis lahan dan berbasis non-lahan) kepada Menteri LHK c.q. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. Output capaian penurunan emisi GRK yang telah disetujui Menteri LHK selanjutnya dimasukkan dalam Sistem Registri Nasional (SRN) dalam tahapan terverifikasi. Seluruh dokumentasi capaian penurunan emisi GRK dari 5 sektor yang ter-register dalam SRN nantinya menjadi basis bagi penyusunan laporan internasional Natcom, BURs, dan laporan internasional lainnya Modalitas MRV Indonesia Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Dirjen PPI) membentuk Tim MRV untuk melakukan verifikasi terhadap laporan capaian penurunan emisi GRK. Tim MRV dibentuk dengan SK Dirjen PPI Nomor SK.8/PPI-IGAS/2015 tentang Tim MRV. Tim MRV bertugas melakukan verifikasi melalui penilaian terhadap kualitas dan akurasi data capaian. Selanjutnya Tim MRV akan memberikan hasil verifikasi kepada Dirjen PPI dan akan disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa rekomendasi untuk memperoleh persetujuan hasil capaian penurunan emisi GRK yang terverifikasi. Proses pelaporan hingga proses verifikasi dalam skema MRV nasional tergambar pada Gambar 2.4. Sedangkan proses sejenis khusus untuk mekanisme REDD+ dijelaskan lebih lanjut dalam dokumen ini. Gambar 2.4. Skema MRV Nasional

16 Skema MRV Nasional sebagaimana tersaji pada Gambar 2.4 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penanggungjawab aksi menyampaikan dokumen laporan capaian aksi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2. Menteri menugaskan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim selaku penanggungjawab verifikasi untuk menelaah/mengevalusi dokumen laporan. 3. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim menugaskan tim MRV yang terdiri tim teknis verifikasi untuk melakukan penilaian terhadap laporan capaian aksi. Tim teknis verifikasi dalam menjalankan perintah Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dapat didampingi oleh Tim ahli independent. 4. Tim MRV dalam hal ini tim teknis verifikasi menyampaikan hasil verifikasi laporan kepada Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. 5. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan: a. Persetujuan, jika hasil penilaian sesuai dengan dokumen laporan, capaian aksi mitigasi perubahan iklim dimasukkan ke dalam sistem registrasi nasional, dalam bagian telah terverifikasi. b. Penolakan, jika dari penilaian ditemukan ketidaksesuaian hasil verifikasi, Direktur Jenderal Pengendalian perubahan Iklim (c.q. Tim MRV) mengembalikan dokumen laporan beserta hasil penilaian kepada Penanggungjawab Aksi. Komponen Tim MRV nasional digambarkan sebagaimana bagan struktur pada Gambar 2.5. Pada gambar tersebut, komponen Tim MRV terdiri atas: 1. Ketua, yaitu Direktur IGRK dan MPV; 2. Sekretariat MRV, yaitu Direktorat IGRK dan MPV; 3. Tim teknis, yang beranggotakan perwakilan unit kerja dibawah Direktorat Jenderal PPI serta tenaga ahli yang memenuhi persyaratan. Gambar 2.5. Bagan Struktur Tim MRV. Struktur Tim MRV nasional tersebut menegaskan bahwa Tim MRV Direktorat Jenderal Pengendalian perubahan Iklim bekerja untuk 5 sektor, yaitu sektor energy dan transportasi, sektor kehutanan serta lahan gambut, sektor pertanian, sektor limbah dan sektor industry. Terkait urusan REDD+, Tim MRV yang menangani adalah Tim MRV kehutanan dan lahan gambut serta tenaga ahli terkait di bidangnya. Untuk kebutuhan MRV REDD+, disusun yang disebut Wilayah Penilaian Kinerja (WPK) REDD+. WPK REDD+ adalah peta yang menggambarkan area untuk penilaian kinerja REDD+. Peta ini disusun secara nasional dan selanjutnya dapat disagregasikan untuk skala sub-nasional (provinsi). Keberadaan peta WPK REDD+ adalah untuk menjamin konsep REDD+ yaitu National Approach with Sub-National Implementation. Peta WPK REDD+ merupakan komponen kebutuhan MRV yang menjadi satu kesatuan dengan baseline nasional REDD+ yang berlaku

17 III. TEKNIS MRV UNTUK REDD+ Measurement, Reporting, Verification (MRV) untuk REDD+ adalah kegiatan pengukuran, pelaporan, dan verifikasi terhadap capaian aksi mitigasi yang telah diklaim oleh penanggungjawab aksi REDD+ di tingkat nasional dan pelaksana di tingkat subnasional (provinsi/tapak). Bab III menjelaskan mengenai teknis measurement, reporting, dan verification untuk REDD Measurement (Pengukuran) Measurement atau pengukuran dalam REDD+ adalah aktivitas mengukur tingkat atau status emisi GRK pada kondisi sebelum dan sesudah dilaksanakannya aksi mitigasi dibawah skema REDD+. Pengukuran dimaksud adalah dalam rangka penghitungan emisi dan/atau konservasi stok karbon hutan dan/atau peningkatan stok karbon hutan pada periode waktu tertentu, baik pada tingkat nasional maupun sub-nasional. Pengukuran dilakukan oleh penanggungjawab aksi kegiatan REDD+. Pengukuran dilakukan pada 2 (dua) tahap yaitu pada tahap perencanaan aksi REDD+ dan tahap pelaksanaan aksi REDD+. Pelaksanaan pengukuran dilakukan pada lokasi REDD+ yang dipastikan berada dalam Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) REDD+. Pemantauan aksi dilakukan secara berkala, dapat berupa bulanan maupun tahunan. Pengukuran pada tahap perencanaan untuk REDD+ penting dilakukan karena hasil pengukuran tahap perencanaan dapat menjadi basis/dasar perencanaan aksi REDD+ selanjutnya. Pada tahap perencanaan, penanggungjawab (PJ) aksi REDD+ secara jelas dan rinci menjabarkan aktivitas REDD+ yang akan dilakukan. Ini untuk menjamin agar aksi yang dilakukan, dapat dihitung dan dilaporkan. Aktivitas REDD+ yang pada saat ini telah diatur dalam Pedoman Penetapan Tingkat Rujukan Emisi Hutan (FREL) Sub Nasional, baru mencakup dua kegiatan, yaitu: Deforestasi dan Degradasi Hutan, serta pengaruh dari deforestasi dan degradasi 22 23

18 hutan di lahan gambut (dekomposisi gambut). Sedangkan 3 (tiga) kegiatan lainnya yaitu peningkatan peran konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan stok karbon hutan belum diatur dalam Pedoman Penetapan Tingkat Rujukan Emisi Hutan (FREL) Sub Nasional, akan tetapi tetap dipertimbangkan dalam proses MRV REDD+. Demikian juga dengan aktivitasaktivitas pendukung, enabling condition ataupun non-carbon benefit lainnya. Walaupun aktivitas-aktivitas dimaksud pada saat ini belum tercakupi pada Pedoman Penetapan Tingkat Rujukan Emisi Hutan (FREL) Sub Nasional, namun pengukuran dan estimasi terhadap aktivitas yang diluar cakupan FREL/FRL saat ini, tetap menjadi penting untuk kebutuhan di masa depan Informasi yang perlu diukur Dalam pelaksanaan REDD+ baik pada tingkat provinsi maupun di tapak (site), pelaksana REDD+ perlu melaksanakan kegiatan pengukuran, dengan informasi yang antara lain mencakup: 1. Judul kegiatan REDD+ 2. Aksi/aktivitas/kegiatan yang dilakukan: mencakup apakah aksi langsung dan apakah aksi tidak langsungnya (pendukung dan non carbon benefit). 3. Penanggungjawab aksi 4. Pelaksana pengukuran (dilakukan sendiri, project kerjasama, konsultan dll) 5. Waktu/periode pelaksanaan pengukuran dan evaluasi pelaksanaan aksi. Pengukuran wajib dilakukan dalam jangka waktu satu tahun setelah melakukan pendaftaran wilayah pelaksanaan REDD+. 6. Pengukuran dilakukan terhadap beberapa hal sebagai berikut: a. Penetapan Tingkat Forest Reference Emission Level (FREL)/ Reference Emission Level (REL): Kegiatan pengukuran penting dilakukan untuk mengetahui baseline emisi GRK di lokasi pelaksanaan kegiatan REDD+ serta secara berkala untuk mengetahui perubahan tutupan hutan dan stok karbon di lokasi dan tingkat penurunan emisi karbon sejak diberlakukannya kegiatan REDD+ di lokasi tersebut. Nilai FREL/REL haruslah disesuaikan dengan nilai pengalokasian FREL/REL Nasional untuk ke tingkat Sub- Nasional (Provinsi) yang terkait, karena secara akumulatif FREL/REL Sub-Nasional tidak bisa melebihi FREL/REL Nasional. Dalam hal diperlukan FREL/FRL site level, maka akumulasi FREL/FRL semua site level di provinsi terkait, tidak boleh melebihi alokasi (batas atas) FREL Sub-Nasional (provinsi) terkait. Dalam melakukan penetapan FREL/FRL yang konsisten dengan Nasional serta Sub-nasional, harus diacu data aktivitas serta factor emisi yang bersumber pada data Ditjen PKTL - KLHK atau sumber lain yang telah diverifikasi. b. Penghitungan pengukuran emisi dan/atau peningkatan simpanan karbon: Menggunakan panduan dari IPCC Guideline, misalnya IPCC Guideline 2006 dan IPCC Wetland Supplement 2013, GFOI, GOFC-GOLD, ataupun FCPF Methodological Framework. Penghitungan yang dilakukan untuk mengetahui data dan informasi terkait: 1. Tingkat emisi awal (t 0 ) dan status emisi GRK REDD+ (t 1+n (t berjalan/monitoring)) 2. Tingkat emisi akhir (t end ) 3. Penurunan emisi GRK REDD+ yang dihitung dari t end t

19 c. Penanganan pengalihan emisi ke lokasi di luar lokasi kegiatan: Rencana kegiatan dalam rangka mengurangi pengeluaran simpanan karbon (leakage) Rencana kegiatan dalam rangka menambah cadangan simpanan karbon (sequestration) d. Manfaat tambahan dari kegiatan REDD+ terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan fungsi lingkungan lainnya adalah sebagai berikut: Peningkatan populasi key species priority Peningkatan fungsi jasa lingkungan lainnya Peningkatan fungsi ekosistem esensial Peningkatan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat lokal e. Implementasi Safeguards: Penilaian menggunakan Assessment Tools dan Principle, Criteria, and Indicator (PCI). Sebagaimana diketahui, baseline/frel/frl nasional telah disubmit ke UNFCCC dalam bentuk FREL pada tahun 2015 dan telah selesai dilakukan Technical Assessment pada Selanjutnya baseline/frel subnasional telah ditetapkan dalam buku Pedoman Penetapan Tingkat Rujukan Emisi Hutan/FREL Sub-Nasional untuk REDD+ (dokumen terpisah). Untuk REDD+, penurunan emisi diperhitungkan pada skala Nasional namun diukur pada skala sub-nasional, dimana baseline sub-nasional merupakan agregasi baseline nasional. Sampai dengan 2020 FREL Nasional telah ditentukan (Peraturan Menteri tentang REDD+), namun tidak menutup peluang adanya improvement dan/atau adjustment baseline/frel dikemudian hari. Untuk itu penanggungjawab aksi REDD+ dapat melakukan pengukuran dan pelaporan dengan menggunakan data hasil pengukuran langsung, dengan maksud agar pada saatnya, pada periode FREL nasional berikutnya, data dimaksud dapat meningkatkan Tier dan memperbaiki akurasi Data Aktivitas dan Faktor Emisi Secara umum, guna melakukan pengukuran emisi/removal pada sektor lahan, termasuk sektor kehutanan dan lahan gambut, dipergunakan rumus dasar sebagaimana Gambar 3.1 berikut. Gambar 3.1. Rumus dasar penghitungan emisi/removal carbon pada sektor lahan (termasuk REDD+). Sesuai dengan rumus pada Gambar 3.1, guna kebutuhan pengukuran, maka data yang harus tersedia, termasuk dilakukan pengukuran langsung apabila diperlukan, adalah: (a) data aktivitas dan (b) faktor emisi atau nilai biomassa perubahan kelas tutupan. Untuk kebutuhan REDD+, kedua data tersebut juga perlu ditambahkan dengan (c) nilai uncertainty; dan (d) catatan tentang pelaksanaan safeguards. Pada level sub-nasional dipergunakan 2 kategori untuk provinsi dalam melaksanakan REDD+ di wilayahnya, yaitu: 1. Provinsi yang belum memiliki data apapun terkait Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi (EF); 2. Provinsi yang telah memiliki data site specific terkait Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi (EF). Dalam hal ini ke-11 provinsi percontohan pada fase readiness dan transisi, sangat mungkin telah memiliki data DA dan ataupun FE yang site specific; 26 27

20 1. Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi (FE) untuk provinsiprovinsi yang belum memiliki data sendiri: Untuk provinsi-provinsi dengan kategori ini, maka yang perlu diperhatikan untuk penggunaan DA dan FE adalah sebagai berikut: Data Aktivitas Hal penting yang perlu diperhatikan untuk penentuan data aktivitas adalah sebagai berikut: a. Dipergunakan data penutupan lahan nasional yang diproduksi oleh walidata untuk penutupan lahan dan perubahannya, yaitu Kementerian LHK c.q. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Ditjen PKTL) melalui National Forest Monitoring System (NFMS); b. Data aktivitas sebagaimana butir a dipergunakan untuk keperluan pelaporan capaian penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan; c. Sedangkan untuk data aktivitas terkait lahan gambut, maka dipergunakan data lahan gambut dari walidata untuk lahan gambut, yaitu Kementerian Pertanian c.q. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Badan Litbang Pertanian. Faktor Emisi Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait penentuan faktor emisi adalah sebagai berikut: a. Faktor emisi yang digunakan untuk keperluan pelaporan capaian penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan adalah faktor emisi yang digunakan dalam submisi FREL Indonesia ke UNFCCC; b. Faktor emisi diakses/diperoleh melalui Ditjen PPI (dapat melalui website atau pada saatnya bisa mengakses EFDB (Emission Factor Data Base) nasional yang menjadi salah satu modul improvement dalam SIGN-SMART di Ditjen PPI. 2. Data Aktivitas (DA) dan Faktor Emisi (FE) untuk provinsi yang sudah mempunyai data sendiri: Untuk provinsi-provinsi dengan kategori ini, maka yang perlu diperhatikan untuk penggunaan DA dan FE adalah sebagai berikut: Data Aktivitas Apabila sub-nasional/daerah memandang bahwa di wilayahnya tersedia data aktivitas site specific yang memadai, maka agar data dimaksud dapat dipergunakan, dengan catatan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Data aktivitas yang disusun telah di-review oleh wali data nasional dan akademisi serta sudah dinyatakan untuk dapat dipergunakan; b. Data aktivitas dimaksud harus disediakan oleh sistem pemantauan lahan yang teratur dan terkesinambungan (regular) yang termasuk dalam kelembagaan daerah. Hal ini dimaksud untuk menjamin adanya kesinambungan terhadap ketersediaan data dimaksud dan tidak hanya tersedia secara incidental; c. Metodologi yang dipergunakan dalam mendapatkan data aktivitas dimaksud harus dapat dipertanggungjawabkan, scientific, robust, dan terdokumentasi dengan baik; d. Ada korelasi antara kategorisasi tutupan lahan subnasional yang diusulkan sub-nasional/provinsi dengan nasional. Kategori sub-nasional dapat dikategorisasikan ke dalam sistem kategorisasi nasional berdasarkan standar Baku (misalnya: SNI). Grouping dan ungrouping harus bisa dilakukan untuk menggambarkan keterhubungan antara kelas tutupan lahan nasional dengan sub-kelas tutupan lahan sub-nasional (atau sebaliknya/vice versa); 28 29

21 e. Data aktivitas tersebut telah dipublikasikan baik di nasional maupun internasional. Faktor Emisi Apabila sub-nasional/daerah memandang bahwa di wilayahnya tersedia faktor emisi yang bersifat lokal (site specific) yang memadai, maka agar data dimaksud dapat dipergunakan dengan catatan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Faktor emisi dihasilkan oleh kegiatan pengukuran yang dilakukan pada wilayah cakupan (site), baik melalui pengukuran yang didesain secara periodik/berulang, maupun dari kegiatan insidentil (misalnya project atau penelitian); b. Apabila dihasilkan oleh suatu project atau penelitian, maka data yang dihasilkan harus scientific based (memenuhi kriteria berikut: ketercukupan sampel, keterwakilan sampel, dan metodologi), sudah di-review oleh ahli nasional di bidang faktor emisi, dan sudah dipublikasikan; c. Apabila dihasilkan dari pengukuran langsung, maka dokumentasi mengenai desain plot, intensitas dan metode sampling harus ada (baik destructive sampling atau non-destructive sampling), informasi kesesuaian dengan data aktivitas (DA) yang dipakai, serta diikuti dengan kejelasan laporan/publikasinya; d. Dokumentasi harus juga mencakup komponen yang diukur, misalnya tipe carbon pool yang diukur dan alasannya bahwa tipe tersebut diukur atau tidak; e. Perlu juga dokumentasi mengenai apakah data carbon pool nasional dari NFI dipergunakan dalam pengukuran dan pelaporan, serta apakah ada proses integrasi (kombinasi) antara data NFI dengan data lain dari wilayah sub-nasional. Bila ada, maka dokumentasi juga mencakup informasi tentang bagaimana proses integrasi tersebut dilakukan; f. Informasi yang jelas mengenai persamaan alometrik yang digunakan di sub-nasioal, termasuk informasi bias yang ada dari persamaan yang dipilih, guna estimasi uncertainty. Nilai uncertainty juga perlu dilakukan dalam pengukuran untuk mengetahui sejauh mana data yang dipergunakan dapat dipercayai ke-absahannya. Termasuk pengukuran atau pencatatan pelaksanaan safeguards juga wajib dilakukan dan didokumentasikan dengan baik mulai dari tahap perencanaan hingga final. Sebagaimana disebutkan, FREL nasional dan FREL Sub-Nasional yang dilakukan technical assessment pada 2016, berlaku sampai dengan Apabila sebelum tahun 2020 ada improvement terhadap DA dan FE yang dipergunakan dalam FREL, termasuk peningkatan akurasinya, maka pembayaran berbasis kinerja (result based payment/rbp) tetap didasarkan pada FREL Nasional dan turunannya di Sub-nasional yang berlaku. Namun setelah FREL nasional bisa dilakukan review (setelah 2020), maka perbaikan DA dan FE serta peningkatan akurasi yang ada dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam RBP. Baseline dan penurunan emisi dengan menggunakan AD dan FE yang lebih akurat tetap harus dilaporkan ke Tim MRV Ditjen PPI untuk dicatat dan divalidasi kelayakannya. Jika lolos, data DA dan FE tersebut digunakan sebagai bahan perbaikan baseline dan menjadi basis/ dasar RBP untuk periode pelaporan nasional berikutnya. Demikian pula apabila ada penambahan aktivitas selain deforestasi dan degradasi hutan. Secara garis bear adjustment FREL terdiri dari 2 pendekatan yaitu: a) adjustment dari data FE (termasuk penambahan carbon pool), dan b) adjustment dari data DA yang lebih akurat (termasuk perubahan detila area akibat skala/detil cakupan) serta adjustment karena penambahan aktivitas (selain deforestasi dan degradasi hutan)

22 3.2. Reporting (Pelaporan) Reporting atau pelaporan REDD+ adalah pengumpulan serta penyediaan data dan informasi terkait hasil penghitungan capaian penurunan emisi GRK aksi mitigasi di bawah mekanisme REDD+. Laporan pelaksanaan dan hasil capaian penurunan emisi karbon dari kegiatan REDD+ ini disusun oleh pelaku/penanggungjawab kegiatan REDD+ di lokasi kegiatan REDD+. Laporan ini harus disampaikan kepada Tim MRV Nasional yang berada pada Ditjen PPI, Kementerian LHK, maupun kepada verifikator independen yang ditunjuk pada saat dilakukan tahapan verifikasi oleh verifikator independent. Laporan yang disampaikan mencakup pada tahap perencanaan, yaitu laporan perencanaan kegiatan REDD+ termasuk baseline/ FREL dan rencana kerja periodik, serta laporan periodik dan laporan capaian penurunan emisi karbon pada tahap final. Secara umum, dalam dokumen laporan kegiatan REDD+ oleh penanggungjawab aksi, harus disampakan data dan informasi yang mencakup: 1. Penyampaian hasil penghitungan FREL, dan hasil pengukuran sesuai aksi/aktivitas yang telah dipilih/ditentukan; 2. Pengaturan kelembagaan dan alur penyampaian laporan; 3. Waktu pelaksanaan pelaporan; 4. Data dan informasi meliputi: a. Aspek administrasi antara lain meliputi: Deskripsi aksi yang berisi informasi mengenai: 1) judul kegiatan; 2) status kegiatan (dalam tahap perencanaan, sedang dilaksanakan, atau telah selesai); 3) lokasi administasi termasuk titik koordinat; 4) status kawasan; 5) luas areal; 6) skala kegiatan REDD+; 7) kategori kegiatan (Demonstration Activities REDD+; Result Based/ Performance Based REDD+; Other Performance- Based Activities related to REDD+); dan 8) ruang lingkup kegiatan; Dokumen penetapan kegiatan atau penunjukan (dapat berupa Surat Keputusan (SK) atau perjanjian kerjasama (LoI/LoA); Informasi Pelaksana Aksi/ Penanggungjawab, yang meliputi: nama instansi dan kontak narahubung pelaksana aksi REDD+ dan/atau lembaga pengelola/ penanggungjawab REDD+ di tingkat nasional) Dokumen rancangan rencana kegiatan yang meliputi status dan lokasi berikut peta lokasi dan koordinat (termasuk data digital pendukung), bentuk dan jangka waktu kerja sama, dan manajemen resiko; Dokumen sumberdaya kegiatan berisi SDM dan pendanaan. Khusus untuk informasi pendanaan, dokumen harus berisi informasi meliputi ketersediaan mendanai kegiatan atau dokumen kerjasama antara penanggungjawab aksi dengan mitra/donor, rencana alokasi kegiatan, dan rencana alokasi distribusi insentif. b. Aspek Manajerial/ Kelembagaan antara lain meliputi: Informasi penjelasan yang dapat menggambarkan konsistensi kegiatan dengan peraturan perundangundangan yang terkait (termasuk guidance Decision UNFCCC COP); Organisasi pelaksana dan partisipasi pemangku kepentingan serta uraian sistem manajerial yang diterapkan, yang meliputi: nama dan kontak penanggungjawab; nama dan kontak pelaku aksi, serta alamat instansi penanggungjawab dan pelaku aksi; struktur organisasi, stakeholder yang terlibat dan peranperan masing-masing, peran indigenous people dan masyarakat lokal; Deskripsi/uraian sistem manajerial yang diterapkan. Distribusi manfaat antar pemangku kepentingan, yang meliputi distribusi manfaat finansial (insentif) dan distribusi manfaat non finansial 32 33

23 Kapasitas sumberdaya manusia dan institusi pelaku kegiatan. c. Aspek teknis antara lain data dan informasi yang meliputi: Metode dan hasil penetapan FREL (REL/RL) yang diekspresikan dalam ton karbon dioksida ekuivalen per tahun (ton CO 2 eq); Aktivitas REDD+ yang dilaksanakan/dimasukkan dalam FREL/FRL; Cakupan kawasan hutan yang terdampak aktivitas REDD+ (dalam hektar/ha). Ini untuk bisa memantau apakah dampak hanya pada area REDD+ atau sampai diluar area REDD+; Periode waktu cakupan FREL (dalam tahun); Hasil penghitungan pengurangan emisi atau peningkatan simpanan karbon (dalam ton CO 2 eq per tahun) sebagai capaian penurunan atau penyerapan emisi GRK (dalam satuan ton CO 2 eq). Uraian/penjabaran secara jelas mengenai metode yang digunakan dalam penghitungan hasil yang harus konsisten dengan FREL/FRL; Uraian/penjabaran secara jelas mengenai sistem pemantauan hutan yang digunakan (mengikuti SIMONTANA atau National Forest Monitoring System) dan pembagian peran institusional dan wewenang untuk mengukur, melaporkan, dan verifikasi hasil capaian; Metode atau pendekatan penanganan pengalihan emisi ke lokasi di luar lokasi (leakage); Metode dan hasil penghitungan kontribusi terhadap NDC; Pelaksanaan safeguard sosial; safeguard governance, dan safeguard lingkungan (mengacu pada assessment tools dan PCI di SIS REDD+); Metode dan hasil penghitungan kontribusi terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan fungsi lingkungan lainnya atau manfaat selain karbon (non carbon benefit), bila ada. Khusus untuk pelaksanaan safeguards, pelaksana/ penanggungjawab kegiatan REDD+ juga diharuskan untuk mengisi data dan informasi terkait pelaksanaan safeguards untuk kegiatan REDD+ di wilayahnya dalam pelaporan secara tertulis maupun di-input dalam website Ditjen PPI ( menlhk.go.id). Secara lengkap, outline laporan dapat mengikuti Lampiran Verification (Verifikasi) Verification atau verifikasi REDD+ adalah aktivitas pembuktian yang dilakukan untuk memastikan kebenaran bahwa pengukuran berikut pelaporan yang disampaikan oleh pelaksana REDD+ (dan/ atau lembaga pengelola REDD+ sub-nasional (provinsi)) sudah benar dan menganut prinsip transparansi, akurasi, kelengkapan, konsistensi dan menghindari penghitungan ganda (double counting). Proses verifikasi laporan kegiatan REDD+ dilakukan setelah laporan kegiatan REDD+ diterima oleh KLHK c.q. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dari pelaksana REDD+ atau lembaga pengelola REDD+ sub-nasional (provinsi) melalui SRN. Verifikasi untuk kegiatan REDD+ dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu (i) dilakukan oleh pihak verifikator independen (third party); dan (ii) dilakukan secara internal oleh KLHK (cq. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim). Verifikasi yang dilakukan oleh third party berlaku bagi kegiatan REDD+ yang dimaksudkan untuk memperoleh pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment). Sedangkan verifikasi internal yang dilakukan oleh Ditjen PPI melalui Tim MRV sektor kehutanan, ditujukan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas yang dilakukan dengan target NDC dari sub-nasional terkait

24 Tata cara atau mekanisme verifikasi untuk REDD+ dipersiapkan dalam 2 pendekatan, yaitu (a) Dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) belum terbentuk; dan (b) Dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) telah terbentuk. Pendekatan pertama dipergunakan untuk memastikan bahwa walaupun ditingkat Sub nasional (provinsi) belum ada kesiapan untuk berperan besar dalam REDD+ dibawah skema Result Based Payment, semua pihak yang telah bekerja dalam implementasi REDD+ bisa mendapatkan manfaat nyata, termasuk dalam hal insentif. Sedangan pendekatan kedua dipergunakan apabila ditingkat Sub nasional (Provinsi) telah ada kesiapan untuk berperan besar dalam REDD+ dibawah skema Result Based Payment. Dalam hal pendekatan kedua ini, institutional arrangement dan capacity building yang memadai di tingkat Sub Nasional (provinsi) menjadi sangat penting. Secara detil dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) belum terbentuk, maka tata-cara MRV mengikuti skema sebagaimana Gambar 3.2 berikut: Gambar 3.2. Skema MRV REDD+ Indonesia dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) belum terbentuk

25 Alur skema MRV REDD+ Indonesia sebagaimana tersaji pada Gambar 3.2 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pelaksana REDD+ termasuk (i) pemerintah provinsi, (ii) pemerintah kabupaten, (iii) lembaga non-pemerintah, (iv) kelompok masyarakat, dan (v) organisasi non-profit lainnya yang berbadan hukum; 2. Para pelaksana REDD+ wajib melaksanakan Measurement di dalam wilayahnya; 3. Pelaksana REDD+ secara independent dapat melakukan pencatatan pelaksanaan REDD+ (hasil Measurement dan Reporting) ke dalam web-based SRN-PPI; 4. MenLHK cq. Dirjen PPI mendapat notifikasi dari pengelola SRN-PPI tentang pencatatan pelaksana REDD+ terbaru; 5. MenLHK cq. Dirjen PPI mengkaji registri pelaksana REDD+ apakah RBP atau Non-RBP; 6. Dalam penentuan apakah RBP atau Non-RBP: a. Jika Non RBP, Dirjen PPI memerintahkan Tim MRV untuk melakukan verifikasi non-rbp untuk memastikan keterkaitan registry dimaksud dengan target NDC; b. Jika RBP, Dirjen PPI membentuk serta menugaskan Tim MRV (termasuk dengan Tim Ahli Independent) untuk melaksanakan proses verifikasi. Dalam proses mengajukan RBP (Result Based Payment), MenLHK c.q. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelaksana REDD+ membentuk Tim Verifikator Independen (TVI); c. Selanjutnya untuk Non RBP, setelah Tim MRV menyelesaikan proses MRV terhadap NDC, Dirjen PPI memerintahkan pengelola SRN-PPI agar registry tersebut dimasukkan ke dalam dashboard SRN-PPI Non-RBP; 7. TVI melakukan verifikasi terhadap capaian aksi mitigasi pelaksana REDD+; 8. Setelah menerima hasil verifikasi secara lengkap, pelaksana REDD+ melaporkan hasil verifikasi TVI kepada Tim MRV Ditjen PPI; 9. Tim MRV Ditjen PPI mengkaji hasil verifikasi TVI; 10. Apabila hasil verifikasi tidak disetujui maka akan dikembalikan kepada pelaksana REDD+ untuk diperbaiki; 11. Apabila hasil verifikasi disetujui maka diterima oleh MenLHK c.q. Dirjen PPI; 12. Dirjen PPI, setelah menerima hasil verifikasi dari Tim MRV, kemudian menugaskan pengelola SRN-PPI untuk mencatatkan keputusan hasil penilaian MRV ke SRN-PPI RBP. Sedangkan dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) telah terbentuk, maka tata-cara MRV mengikuti skema sebagaimana Gambar 3.3 berikut: 38 39

26 Gambar 3.3. Skema MRV REDD+ Indonesia dalam hal lembaga pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional (Provinsi) telah terbentuk Alur skema MRV REDD+ Indonesia sebagaimana tersaji pada Gambar 3.3 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Seluruh pelaksanaan REDD+ yang dilakukan oleh Entitas Sub-Nasional (Institusi atau Lembaga Pengelola REDD+ Sub-Nasional (Provinsi); dan Pelaksana REDD+) wajib melaksanakan Measurement; 2. Pelaksanaan REDD+ di tingkat Sub-Nasional (Institusi atau Lembaga Pengelola REDD+ Sub-Nasional (Provinsi)/LPSN) harus melakukan koordinasi dengan pelaksana REDD+ dalam wilayah pengukuran kinerja/wpk REDD+; 3. Entitas Sub-Nasional (LPSN dan/atau Pelaksana REDD+) melakukan pencatatan pelaksanaan REDD+ (hasil Measurement dan Reporting) ke dalam SRN-PPI; 4. MenLHK cq Dirjen PPI mendapat notifikasi dari pengelola SRN-PPI tentang pencatatan pelaksanaan REDD+ terbaru; 5. MenLHK cq Dirjen PPI mengkaji registri pelaksanaan REDD+, apakah RBP atau Non-RBP; 6. Dalam penentuan apakah RBP atau Non-RBP: a. Jika Non RBP, Dirjen PPI memerintahkan Tim MRV untuk melakukan verifikasi non-rbp untuk memastikan keterkaitan registry dimaksud dengan target NDC; b. Jika RBP, Dirjen PPI membentuk serta menugaskan Tim MRV (termasuk dengan Tim Ahli Independent) untuk melaksanakan proses verifikasi. Dalam proses mengajukan RBP (Result Based Payment), MenLHK c.q. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan Pelaksana REDD+ membentuk Tim Verifikator Independen (TVI); c. Selanjutnya untuk Non RBP, setelah Tim MRV menyelesaikan proses MRV terhadap NDC, Dirjen PPI memerintahkan pengelola SRN-PPI agar registry tersebut dimasukkan ke dalam dashboard SRN-PPI Non- RBP; 7. TVI melakukan verifikasi terhadap capaian aksi mitigasi pelaksana REDD+;

27 8. Setelah menerima hasil verifikasi secara lengkap, entitas sub nasional (Institusi atau lembaga pengelola REDD+ Sub Nasional dan pelaksana REDD+) melaporkan hasil verifikasi TVI kepada Tim MRV Ditjen PPI; 9. Tim MRV Ditjen PPI mengkaji hasil verifikasi TVI; 10. Apabila hasil verifikasi tidak disetujui maka akan dikembalikan kepada pelaksana REDD+ yang berkoordinasi dengan Institusi atau Lembaga Pengelola REDD+ Sub Nasional (Provinsi)/ LPSN untuk diperbaiki; 11. Apabila hasil verifikasi disetujui maka diterima oleh MenLHK c.q. Dirjen PPI; 12. Dirjen PPI, setelah menerima hasil verifikasi dari Tim MRV, kemudian menugaskan pengelola SRN-PPI untuk mencatatkan keputusan hasil penilaian MRV ke SRN-PPI RBP. Waktu yang dibutuhkan untuk verifikasi tahap pertama oleh verificator independent, sampai dengan penyelesaian laporan oleh verificator secara lengkap, selambat-lambatnya adalah 3 bulan dan dilakukan untuk seluruh lokasi REDD+. Sedangkan verifikasi oleh Tim MRV Ditjen PPI diselesaikan dalam waktu 3 minggu sejak dokumen verifikasi dari pelaksana REDD+ (Lembaga Pengelola REDD+ Sub-Nasional (Provinsi)/LPSN) diterima dalam kondisi lengkap oleh Tim MRV sektor kehutanan Ditjen PPI. Secara ringkas penjelasan terkait proses MRV untuk REDD+ disajikan pada Tabel 1 berikut. Verifikasi dilakukan paling lama setiap 2 tahun sekali, dan dilakukan dengan kaji dokumen dan klarifikasi dokumen melalui: review dokumen, wawancara, atau tanya-jawab. Dalam hal kaji dokumen dan klarifikasi dokumen tidak mencukupi, maka dilakukan pengecekan lapangan. Pengecekan lapangan dilakukan oleh verificator independent sepanjang proses verifikasinya. Namun demikian apabila memang diperlukan, pengecekan lapangan dalam bentuk uji petik juga dapat dilakukan oleh Tim MRV Ditjen PPI. Siapa yang melaksanakan? Data yang perlu dipenuhi Tabel 1. Uraian Ringkas terkait MRV untuk REDD+. M R V Pelaksana REDD+ atau lembaga pengelola REDD+ subnasional (provinsi) mendaftarkan aksi melalui SRN Pengukuran dilakukan pada salah satu aktivitas utama atau setiap aktivitas yang dilakukan oleh pelaksana kegiatan REDD+. Pengukuran aktivitas REDD+ yang dilakukan oleh pelaksana REDD+ meliputi: Pengukuran data aktivitas; Pengukuran faktor emisi, atau pengukuran biomassa untuk sumber penghitungan faktor emisi; Pengukuran uncertainty; Pelaksanaan safeguards Pelaksana REDD+ atau lembaga pengelola REDD+ sub-nasional (provinsi) melalui SRN Laporan yang disusun harus dapat menyajikan data dan informasi yang meliputi: Aktivitas REDD+ yang dilakukan dan diukur; Periode pelaksanaan aktivitas REDD+ dan waktu pelaksanaan pelaporan (termin); Hasil penghitungan baseline yang sesuai dengan ketetapan FREL subnasional; Informasi umum/ administrasi; Informasi kelembagaan termasuk SDM dan pendanaan; Informasi teknis termasuk hasil capaian penurunan emisi GRK dan/atau peningkatan stok karbon dari kegiatan REDD+; Keterkaitan capaian terhadap target NDC. Tim MRV sektor kehutanan (untuk REDD+ non RBP) Verifikator Independen (untuk RBP REDD+ Verifikasi dilakukan terhadap laporan yang dilaporkan oleh pelaksana REDD+. Verifikasi dilakukan untuk mengetahui keabsahan informasi terkait: Data aktivitas, Faktor emisi, Metodologi yang digunakan, Capaian penurunan emisi karbon dan/atau serapan karbon, Uncertainty, Pelaksanaan safeguards Tim MRV sektor kehutanan DJPPI melihat keterkaitan hasil pelaporan dengan target NDC

28 Bagaimana prosesnya? Siapa yang melaksanakan? Waktu pelaksanaan? M R V Pengukuran/ penghitungan maupun penetapan menggunakan panduan IPCC Guideline 2006 dan/atau IPCC Supplement for Wetlands Proses pengukuran/ penghitungan dapat dilakukan melalui: Pengukuran langsung di lapangan Kroscek data dari dokumen pendukung Penanggungjawab kegiatan REDD+ di sub-nasional dan/ atau pelaksana kegiatan REDD+ di subnasional Pra-kondisi (tahap perencanaan); Termin kegiatan (tahunan); Akhir kegiatan (final) Laporan diserahkan kepada Tim MRV dan/atau verifikator independen (third party). Penanggungjawab kegiatan REDD+ di sub-nasional dan/ atau pelaksana kegiatan REDD+ di sub-nasional Pra-kondisi (tahap perencanaan); Termin kegiatan (tahunan); Akhir kegiatan (final) Laporan yang telah masuk dan diterima oleh verifikator akan dicermati dan diverifikasi melalui kegiatan sebagai berikut: Review dokumen Wawancara atau tanya jawab Pengecekan di lapangan Tim Verifikator DJPPI atau verifikator independen (third party) Termin kegiatan (tahunan); Akhir kegiatan Selain membangun alur skema sebagai gambaran proses pelaksanaan dari awal hingga akhir, juga dibutuhkan perumusan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai petunjuk standar atau panduan bagi pelaksana program maupun instansi yang menyelenggarakannya. Bagan SOP MRV REDD+ di Indonesia tersaji pada Tabel 2. Checklist verifikasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 2. Bagan SOP MRV REDD+ Indonesia (Lembaga Pengelola REDD+ Sub Nasional Belum Terbentuk). No Tahapan Pelaksanaan Aktivitas 1. Pelaksana REDD+ secara independen dapat melakukan pencatatan pelaksanaan REDD+ ke web-based SRN- PPI 2. MenLHK cq. Dirjen PPI mendapat notifikasi dari pengelola SRN-PPI tentang pencatatan pelaksanaan REDD+ 3. MenLHK cq. Dirjen PPI mengkaji registri pelaksanaan REDD+ (RBP atau Non-RBP) 4. Non-RBP: Dirjen PPI memerintahkan tim MRV untuk melakukan verifikasi 5. Setelah proses MRV, Dirjen PPI memerintahkan pengelola SRN- PPI agar registry dimasukkan ke dalam dashboard SRN-PPI Non-RBP 6. RBP: Dirjen PPI membentuk serta menugaskan tim MRV (termasuk tim ahli independen) untuk verifikasi. Dalam proses pengajuan RBP MenLHK c.q. Dirjen PPI dan pelaksana REDD+ membentuk TVI 7. TVI melakukan verifikasi Entitas Sub Nasional LPSN Pelaksana REDD+ MenLHK Dirjen PPI Tim Verifikator Independen Non-RBP RBP Tim MRV Pengelola SRN PPI 44 45

29 No Tahapan Pelaksanaan Aktivitas 8. Hasil verifikasi TVI diserahkan kepada pelaksana REDD+ 9. Pelaksana REDD+ melaporkan hasil verifikasi TVI kepada tim MRV Ditjen PPI 10. Tim MRV mengkaji hasil verifikasi TVI, apabila tidak disetujui maka akan dikembalikan kepada pelaksana REDD+ untuk diperbaiki 11. Apabila hasil verifikasi disetujui maka diterima oleh MenLHK c.q. Dirjen PPI 12. Setelah menerima hasil verifikasi dari tim MRV, Dirjen PPI menugaskan pengelola SRN-PPI untuk mencatatkan keputusan hasil penilaian MRV ke SRN PPI RBP Entitas Sub Nasional LPSN Pelaksana REDD+ MenLHK Dirjen PPI Tidak disetujui Tim Verifikator Independen disetujui Tim MRV Pengelola SRN PPI Tabel 3. Bagan SOP MRV REDD+ Indonesia (Lembaga Pengelola REDD+ Sub Nasional Telah Terbentuk). No Tahapan Pelaksanaan Aktivitas 1. Entitas Sub Nasional (LPSN dan/atau Pelaksana REDD+) melakukan pencatatan pelaksanaan REDD+ ke SRN-PPI 2. MenLHK cq. Dirjen PPI mendapat notifikasi dari pengelola SRN-PPI tentang pencatatan pelaksanaan REDD+ 3. MenLHK cq. Dirjen PPI mengkaji registri pelaksanaan REDD+ (RBP atau Non-RBP) 4. Non-RBP: Dirjen PPI memerintahkan tim MRV untuk melakukan verifikasi. 5. Setelah proses MRV, Dirjen PPI memerintahkan pengelola SRN- PPI agar registry dimasukkan ke dalam dashboard SRN-PPI Non-RBP Entitas Sub Nasional LPSN Pelaksana REDD+ MenLHK Dirjen PPI Tim Verifikator Independen Non-RBP Tim MRV Pengelola SRN PPI 6. RBP: Dirjen PPI membentuk serta menugaskan tim MRV (termasuk tim ahli independen) untuk verifikasi. Dalam proses pengajuan RBP MenLHK c.q. Dirjen PPI dan pelaksana REDD+ membentuk TVI RBP 7. TVI melakukan verifikasi 46 47

30 No Tahapan Pelaksanaan Aktivitas Entitas Sub Nasional LPSN Pelaksana REDD+ MenLHK Dirjen PPI Tim Verifikator Independen Tim MRV Pengelola SRN PPI IV. REGISTRI NASIONAL DALAM MRV UNTUK RBP REDD+ 8. Hasil verifikasi TVI diserahkan kepada pelaksana REDD+ dan dikoordinasikan dengan LPSN 9. Entitas Sub Nasional (LPSN dan/atau pelaksana REDD+) melaporkan hasil verifikasi TVI kepada tim MRV Ditjen PPI 10. Tim MRV mengkaji hasil verifikasi TVI, apabila tidak disetujui maka akan dikembalikan kepada pelaksana REDD+ yang berkoordinasi dengan LPSN untuk diperbaiki 11. Apabila hasil verifikasi disetujui maka diterima oleh MenLHK c.q. Dirjen PPI 12. Setelah menerima hasil verifikasi dari tim MRV, Dirjen PPI menugaskan pengelola SRN-PPI untuk mencatatkan keputusan hasil penilaian MRV ke SRN PPI RBP Tidak disetujui disetujui REDD+ di Indonesia dilaksanakan menggunakan pendekatan nasional dengan implementasi di sub-nasional. Pembayaran atas hasil capaian pengurangan emisi (result based payment) dari pelaksanaan REDD+ mensyaratkan adanya pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV-ed). Pelaksanaan REDD+ dengan implementasi secara penuh didukung oleh berbagai kerjasama internasional terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim melalui berbagai saluran (Pemerintah Pusat baik terpusat maupun spesifik sektor atau K/L, Pemerintah Daerah, NGOs, lembaga internasional yang berlokasi di Indonesia, dan saluran lainnya). Namun demikian untuk menghubungkan antara berbagai dukungan yang masuk dengan beragam aksi dan support yang dilakukan di Indonesia, termasuk untuk kerangka RBP, diperlukan suatu sistim yang menjamin bahwa semua informasi tersebut memenuhi kaidah TACCC. Dalam rangka mendukung sistem MRV dan penerjemahan transparency framework (Article 13 Paris Agreement) dalam pelaksanaan REDD+, Indonesia telah mengembangkan Sistem Registri Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim (PPI). Memperhatikan kebutuhan untuk RBP, REDD+ mempunyai menu tersendiri di dalam SRN. SRN PPI berbasis web merupakan sistem untuk pendataan aksi dan sumber daya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia, serta penyediaan data dan informasi kepada publik. SRN PPI juga sekaligus sebagai alat koordinasi dan alat penilai sekaligus sebagai upaya peningkatan akuntabilitas dan pelayanan publik serta entry point mengevaluasi target yang ingin dicapai. Pengembangan SRN PPI dapat mencegah terjadinya duplikasi, overlap dan double counting, sekaligus mencegah terjadinya ketidak sinkronan antara aksi (adaptasi dan mitgasi) dengan kebutuhan sumber daya (supports) 48 49

31 sebagai bagian pelaksanaan prinsip clarity, transparency dan understanding (CTU). Sistem Registri Nasional (SRN) juga merupakan bentuk pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian perubahan iklim (adaptasi, mitigasi, joint adaptationmitigation, pendanaan, teknologi, capacity building). Melalui SRN PPI juga digunakan sebagai penyedia data dan informasi kepada publik tentang aksi dan sumber daya serta capaiannya. Tujuan dikembangkannya SRN adalah sebagai berikut: 1. Sistem Registri Nasional dibentuk dengan tujuan untuk: Mendata aksi dan sumberdaya Adaptasi dan Mitigasi perubahan iklim; 2. Sebagai pengakuan pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia; 3. Menyediakan data informasi kepada publik tentang aksi dan sumberdaya Adaptasi dan Mitigasi; 4. Menghindari penghitungan ganda (double accounting) terhadap aksi dan sumberdaya Adaptasi dan Mitigasi sebagai bahan pelaksanaan prinsip CTU. Sistem Registri Nasional (SRN) PPI yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim selaku National Focal Point digunakan untuk mencatatkan pelaksanaan REDD+ di tingkat Sub-Nasional. Hal ini dipergunakan sebagai bahan untuk memastikan bahwa pelaksanaan REDD+ di tingkat Sub Nasional menganut prinsip transparansi, akurasi, kelengkapan, konsistensi dan menghindari penghitungan ganda (double counting) sebagaimana dianut pada sistem MRV. Pelaksana REDD+ harus sudah tercatat/terdaftar dalam SRN. Penanggungjawab kegiatan dapat melakukan pendaftaran pada sistem registri nasional dengan mengisikan data umum kegiatan terlebih dahulu. Selanjutnya dengan memilih kegiatan mengisi dokumen teknis kegiatan REDD+. Dokumen teknis berbentuk formulir penilaian kesesuaian mandiri pelaksanaan REDD+ di Indonesia yang terdiri dari data umum dan persyaratan khusus. Detil data/informasi terkait SRN dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri mengenai Sistim Registri Nasional (SRN). Secara garis besar, pelaksanaan REDD+ di tingkat sub-nasional harus tercatat di Sistem Registri Nasional (SRN) PPI melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pendaftaran pelaksanaan REDD+; 2. Pelaporan hasil pengukuran pelaksanaan REDD+; 3. Pelaksanaan verifikasi terhadap hasil pelaporan; dan 4. Penyediaan informasi kepada publik secara online tentang pelaksanaan REDD+ yang telah didaftarkan, dilaporkan, dan diverifikasi. Pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment/RBP) adalah insentif positif/pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan emisi yang telah diverifikasi dan manfaat selain karbon. Pencatatan hasil capaian pengurangan emisi terverifikasi dalam Sistem Registri Nasional (SRN) PPI digunakan sebagai prasyarat untuk mengakses pendanaan REDD+ berbasis kinerja (result based payment) pelaksanaan REDD+ di tingkat nasional dan sub nasional. Pelaksana/penanggungjawab aksi REDD+ harus terdaftar terlebih dahulu dalam SRN PPI sebelum dimulainya proses RBP dengan BLU serta bilamana sudah mendapatkan RBP maka harus dilaporkan/ diinput kedalam SRN PPI. Biaya yang timbul untuk proses MRV akan menjadi tanggung jawab dari pelaksana/penanggungjawab aksi REDD+ dan jumlah pendanaan dapat dicantumkan kedalam Proposal Pengajuan Dana. Terkait peran entitas sub-nasional dalam pendanaan REDD+, untuk pembayaran hasil kinerja berupa Result Based Payment (RBP) sesuai dengan verifikasi hasil pengukuran penurunan emisi GRK yang didasarkan pada FREL. Untuk pembayaran RBP di tingkat sub-nasional didasarkan hasil verifikasi FREL sub-nasional

32 Sehingga untuk dapat mengakses pendanaan REDD+, maka pelaku REDD+ harus melakukan koordinasi dengan pihak Subnasional/ Provinsi untuk memastikan kegiatan sejalan dengan program dan alokasi FREL sub-nasional. Penyaluran pendanaan langsung kepada pelaku (pelaksana/penanggungjawab aksi REDD+) maupun melalui lembaga penyalur untuk pelaksana REDD+ yang tidak/belum memiliki kapasitas untuk mengakses secara langsung. V. PENUTUP REDD+ merupakan salah satu upaya mitigasi perubahan iklim dalam penurunan emisi GRK. Untuk mengukur keberhasilan kinerja REDD+ perlu dilakukan MRV. Pedoman MRV diperlukan dalam memberikan acuan bagi pengukuran, pelaporan, dan verifikasi kegiatan REDD+. Pelaksanaan kegiatan MRV REDD+ penting untuk menjaga kualitas dan kebenaran capaian penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+. Semoga pedoman MRV untuk REDD+ ini dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan pengukuran (measurement), pelaporan (reporting), dan verifikasi (verification)untuk kegiatan REDD+ dan dapat menjamin hasil capaian penurunan emisi GRK dari pelaksanaan kegiatan REDD+ yang terverifikasi secara transparan, akurat, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan

33 DAFTAR PUSTAKA BP REDD+ Republik Indonesia Desain Teknis MRV Standard and Protocol Untuk Pendekatan Penghitungan Berjenjang (Nested) bagi REDD+ Indonesia. Jakarta. Direktorat IGRK dan MPV, Ditjen PPI Pedoman Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification) Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.70/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enhancement of Forest Carbon Stock. Jakarta. Tim Kerja MRV Satgas REDD Strategi dan Rencana Implementasi Pengukuran, Pemantauan, dan Pelaporan yang Terverifikasi (MRV) untuk REDD+ Indonesia. Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+. Jakarta. UNFCCC Handbook on Measurement, Reporting, and Verification for Developing Country Parties. United Nations Framework Convention on Climate Change Secretariat. Bonn. UNFCCC Secretariat Key decisions relevant for reducing emissions from deforestation and forest degradation in developing countries (REDD+). United Nations Framework Convention on Climate Change Secretariat. Bonn. Machfud Istilah-istilah dalam REDD+ dan Perubahan Iklim. UNREDD. Jakarta

34 LAMPIRAN Lampiran 1. Template Laporan Pelaksanaan Kegiatan REDD+ LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN REDD+ BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Catatan: harus dapat menggambarkan kegiatan REDD+ yang dilakukan sudah searah dan mendukung Strategi Nasional REDD+ dan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia). 1.2 Lokasi Administrasi (Catatan: titik koordinat, luas area, status kawasan, kondisi biogeofisik, dan status kegiatan) 1.3 Tujuan umum dan Tujuan Khusus Pelaksanaan REDD+ BAB 2. INFORMASI UMUM 2.1 Periode Pelaksanaan Ruang Lingkup kegiatan REDD+: 1) Reducing emission from Deforestation; 2) Reducing emission from Forest Degradation; 3) Role of Conservation; 4) Sustainable Management of Forest; 5) Enhancement of Forest Carbon Stocks Dokumen Penetapan Kegiatan atau Penunjukan (Catatan: Surat Keputusan (SK) atau perjanjian kerjasama (LoI/LoA)) Informasi Pelaksana/Penanggungjawab (Catatan: Nama instansi dan kontak narahubung pelaksana aksi REDD+ dan/atau instansi lembaga pengelola/ penanggungjawab REDD+ di tingkat subnasional); Dokumen Rancangan Rencana Kegiatan (Catatan: Informasi bentuk dan jangka waktu kerjasama, rencana kegiatan tahunan/ workplan, dan manajemen resiko) Informasi Sumberdaya: 1) Rencana Biaya/ Alokasi anggaran/pendanaan persiapan, pelaksanaan, dan incremental pelaksanaan aksi; 2) Rencana Biaya/ Alokasi distribusi insentif; 3) Jumlah dan distribusi Sumber Daya Manusia; 4) Kegiatan penyiapan perangkat REDD+ (metodologi, teknologi, institusi, dan peningkatan kapasitas). BAB 3. INFORMASI MANAJERIAL/ KELEMBAGAAN Uraian Konsistensi Kegiatan dengan Peraturan Perundangan terkait (Catatan: menjelaskan konsistensi kegiatan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait termasuk guidance decision UNFCCC COP) Organisasi Pelaksana dan Partisipasi Pemangku Kepentingan (Catatan: struktur organisasi, stakeholder yang terlibat dan peran-peran masing-masing, peran indigenous people dan masyarakat lokal) 56 57

35 3.1.3 Uraian Sistem Manajerial yang Diterapkan Distribusi Manfaat Antar Pemangku Kepentingan (Catatan: Distribusi manfaat finansial (insentif) dan distribusi manfaat non finansial) Kapasitas Sumberdaya Manusia dan Institusi Pelaku Kegiatan. BAB 4. INFORMASI TEKNIS 4.1 Metode dan Hasil Penetapan FREL/FRL (Catatan: ditambahkan informasi tentang FREL/FRL subnasional dan tanggal laporan technical assessment-nya bila sudah ada) 4.2 Aktivitas REDD+ yang Dilaksanakan Cakupan Kawasan Hutan yang Terdampak Aktivitas REDD Periode Waktu Cakupan FREL (dalam tahun) Target Penurunan Emisi Realisasi/Capaian Target Kegiatan (Catatan: Berisi hasil penghitungan pengurangan emisi dan/atau peningkatan simpanan karbon (dalam ton CO 2 eq per tahun). Termasuk metode yang digunakan dalam penghitungan hasil yang harus konsisten dengan FREL/FRL) 4.4 Metode dan Hasil Penghitungan Kontribusi terhadap NDC 4.5 Informasi Pelaksanaan Safeguards (Catatan: mengacu pada SIS-REDD+) 4.6 Metode atau Pendekatan Penanganan Pengalihan Emisi ke Lokasi di Luar Lokasi Kegiatan REDD+ (leakage) 4.7 Metode dan Informasi Hasil Pengukuran Manfaat selain Karbon BAB 5. PEROLEHAN RESULT BASED PAYMENT* 5.1 Pembayaran 5.2 Pembeli 5.3 Periode Pembayaran (Catatan: Bab 5 hanya dikhususkan bagi kegiatan REDD+ berbasis RBP) BAB 6. RENCANA PERBAIKAN (PLAN FOR IMPROVEMENT) PENUTUP LAMPIRAN 4.3 Informasi Penggunaan Sistem Pemantauan Hutan: (Catatan: Konsisten dengan SIMONTANA atau National Forest Monitoring System. Pembagian peran institusi dan wewenang untuk mengukur, melaporkan, dan verifikasi hasil capaian.) 58 59

36 Lampiran 2. Perangkat Verifikasi untuk REDD+ Cheklist Verifikasi untuk REDD+ Pelaksana Verifikasi Nama NIP Deskripsi Aksi Judul Kegiatan Status Kegiatan Lokasi Luas Areal Skala kegiatan Status Kawasan Cheklist Kelengkapan Data Aksi No Checklist kelengkapan Data Aksi Tanggal Verifikasi Periode Verifikasi Kategori kegiatan Ruang Lingkup kegiatan Penanggungjawab Jenis instansi Instansi pelaku aksi Kontak Penjelasan 1. Persyaratan Umum a. Dukungan Strategi Nasional REDD+ dan kebijakan kehutanan b. Kelembagaan (Institutional Arrangement) Dokumen Pendukung Keterangan ( bila sudah terpenuhi) c. Batas Wilayah Kegiatan d. Kategori Wilayah Areal hutan Areal non-hutan yang akan menjadi hutan e. Informasi Pendanaan Sumber Dana Total Biaya Persiapan Total Biaya Pelaksanaan Total Biaya untuk Peningkatan Kapasitas dan Teknologi Transfer Total Bantuan f. Perangkat Kegiatan g. Implementasi Kegiatan h. Mekanisme Benefit dan Risk Sharing 2. Persyaratan Khusus a. Legalitas Dokumen Kegiatan Rancangan Kegiatan Pendanaan Kegiatan b. Batas Wilayah (SubNasional) c. Jangka Waktu d. Penentuan REL Sumber Karbon (carbon pool) 60 61

37 Data Historis Perubahan Penutupan Lahan sesuai SNI 7645:2010 Cadangan Karbon dihitung sesuai SNI 7724:2011 dan SNI 7725:2011 Emisi Perubahan Penutup Lahan sesuai IPCC Metode Penentuan Proyeksi Emisi dengan mempertimbangkan Emisi Historis Proyeksi emisi dalam kurun waktu kedepan dihitung sesuai IPCC e. Penyelenggaraan Ruang Lingkup Kegiatan f. Hasil Pelaksanaan Kerangka Pengaman (Safeguards) Safeguard 1 Safeguard 2 Safeguard 3 Safeguard 4 Safeguard 5 Safeguard 6 Safeguard 7 g. Penghitungan dan Pemantauan Penghitungan Perubahan Tutup Lahan Sesuai IPCC dan SNI 7645 Penghitungan Perubahan Cadangan Karbon Sesuai SNI 7724 dan SNI 7725 Penghitungan Emisi dan Serapan Karbon Sesuai IPCC Penghitungan emisi bersih (nett) sesuai IPCC Pemantauan Biomassa Hutan dan Emisi/Serapan secara berkala (Forest Monitorig System) h. Penghitungan dan Pemantauan Manfaat selain Karbon i. Hasil pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas dan transfer teknologi j. Kontribusi terhadap pemenuhan target NDC Cheklist Akurasi Data Aksi No Checklist Akurasi Data Aksi a. Emisi Baseline b. c. Nilai baseline Tahun/ periode Metodologi Kondisi Hasil Monitoring Sebelum/ Tanpa Aksi Emisi Setelah Mitigasi Jumlah emisi Tahun Kondisi Hasil Monitoring setelah aksi Capaian Penurunan Emisi Penjelasan Dokumen Pendukung Keterangan ( bila sudah terpenuhi) 62 63

38 d. Jumlah emisi Periode tahun Metodologi Sumber Data Aktivitas Primer Sekunder e. Faktor Emisi Nasional Internasional Sumber lain Lampiran 2. Penjelasan Perangkat Verifikasi untuk REDD+ Perangkat verifikasi untuk menjamin capaian penurunan emisi GRK untuk aktivitas REDD+ dengan prinsip akurat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan menggunakan checklist verifikasi data aksi yang terdiri dari dua bagian. Informasi deskripsi aksi terdiri atas: a. Judul kegiatan b. Status kegiatan adalah status keberlangsungan kegiatan REDD+ yang dibedakan menjadi 3 yaitu: i) dalam tahap perencanaan; ii) sedang berlangsung/dilaksanakan; dan iii) sudah selesai. c. Lokasi adalah lokasi dimana kegiatan REDD+ akan/sedang/ telah dilaksanakan, dan disertai dengan titik koordinat. d. Luas Areal adalah luasan areal kegiatan REDD+ dalam hektar (ha). e. Skala adalah skala kegiatan REDD+ yang dibedakan menurut wilayah administratif yaitu skala Provinsi; Kabupaten/Kota; dan Proyek. f. Status Kawasan adalah status kawasan areal yang dikenai kegiatan REDD+, contohnya status kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan lain sebagainya. g. Kategori adalah kategori dari kegiatan REDD+ yang dibedakan menjadi 3 yaitu Demonstration Activities REDD+; Result Based/Performance REDD+; dan Other Performance- Based Activities related to REDD+. h. Ruang Lingkup Kegiatan adalah aktivitas REDD+ yang dilakukan yaitu pengurangan emisi GRK dari deforestasi; pengurangan emisi GRK dari degradasi lahan; pengelolaan hutan yang berkelanjutan; konservasi karbon hutan; dan peningkatan cadangan karbon hutan. i. Penanggungjawab adalah entitas subnasional/nasional yang berwenang menyusun laporan atau berwenang melakukan 64 65

39 koordinasi penyampaian laporan capaian penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+. Penanggungjawab bisa sama dengan instansi pelaku kegiatan REDD+ maupun entitas subnasional yang berwenang dalam koordinasi. j. Instansi adalah nama instansi pelaku kegiatan REDD+. k. Kontak adalah informasi alamat, nomor telepon, nomor fax, dan alamat maupun situs website instansi pelaku kegiatan REDD+. Bagian checklist verifikasi terdiri atas: 1. Checklist kelengkapan data aksi; 2. Checklist akurasi data aksi. Checklist kelengkapan data aksi terbagi menjadi dua persyaratan, yaitu data persyaratan umum dan data persyaratan khusus. Isi dari checklist kelengkapan data persyaratan umum adalah sebagai berikut: A. Dukungan Strategi Nasional REDD+ dan Kebijakan Kehutanan Mengetahui kesesuaian penyelenggaraan kegiatan aksi REDD+ dengan strategi nasional REDD+ dan kebijakan kehutanan yang terkait yang dibuktikan oleh dokumen pendukung sebagai contoh: SK Gubernur tentang Tim Penyusun FREL Subnasional, SK Gubernur tentang Tim Pelaksana REDD+, dokumen kebijakan terkait rencana dan pelaksanaan kegiatan REDD+ di lokasi, dan dokumen lain yang berkekuatan hukum. B. Kelembagaan (Institutional Arrangement) Informasi kelembagaan yang harus dilaporkan antara lain yaitu: 1. Informasi pelaksanaan kegiatan REDD+ telah konsisten dengan peraturan perundangan terkait baik di level nasional dan subnasional termasuk keputusan-keputusan terkait REDD+ dari UNFCCC (COP Decisions). 2. Informasi organisasi pelaksana yang mencakup: struktur organisasi dan list para pemangku kepentingan terkait serta peran masing-masing. Dalam pemangku kepentingan juga mengakomodasi perwakilan masyarakat lokal dan perannya dalam kegiatan REDD+. 3. Distribusi manfaat antar pemangku kepentingan baik berupa distribusi finansial maupun non-finansial. 4. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan instusi, yang dapat berisi informasi berupa list maupun grafik tingkat pendidikan, jumlah personel, struktur jabatan dan lain sebagainya. C. Batas Wilayah Kegiatan Mengetahui kepastian batas wilayah penyelenggaraan kegiatan REDD+ yang dipergunakan untuk menetapkan atau mengukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan. Batas wilayah menjadi bagian yang perlu diketahui karena bertujuan untuk menghindari kesamaan penghitungan. D. Kategori Wilayah Mengetahui kategori wilayah areal penyelenggara kegiatan. Wilayah areal dibagi menjadi dua kategori yakni areal hutan dan areal yang akan menjadi hutan. E. Informasi Pendanaan Informasi pendanaan mencakup tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Informasi yang diverifikasi terdiri dari sumber dana, total biaya persiapan, total biaya pelaksanaan, total biaya untuk peningkatan kapasitas dan transfer teknologi, serta total keseluruhan bantuan. Tujuan verifikasi informasi pendanaan untuk mengetahui berapa biaya yang diperlukan untuk menurunkan emisi GRK, dan untuk mengetahui asal muasal dananya. F. Perangkat Kegiatan Mengetahui kesiapan pelaksana kegiatan yang mencakup metodologi dan teknologi yang digunakan. Selain itu juga 66 67

40 untuk mengetahui kesiapan penyelenggara dalam memahami kegiatannya seperti adanya kerjasama dengan institusi terkait dan peningkatan kapasitas yang dilakukan. G. Implementasi Kegiatan Informasi yang terkait yaitu mengenai implementasi kegiatan lapangan yang berhubungan dan mendukung aksi yang dilakukan. H. Mekanisme Benefit dan Risk Sharing Mengetahui proses yang dilakukan penyelenggara aksi dalam mekanisme pembagian manfaat dan resiko. Proses pembagian manfaat dan resiko harus terdokumentasikan secara baik, berupa dokumen tertulis, foto kegiatan, dan informasi detail lainnya yang terkait. Isi dari checklist kelengkapan data persyaratan khusus adalah sebagai berikut: A. Legalitas Informasi terkait legalitas diperlukan untuk mengetahui keabsahan dari penyelenggara aksi kegiatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Verifikasi legalitas juga untuk mengetahui kesesuaian kegiatan dengan intsnsi terkait. Legalitas yang diperlukan yakni dokumen kegiatan, rancangan kegiatan, dan pendanaannya. B. Batas Wilayah Penentuan batas wilayah ditentukan berdasarkan batas administratif sub-nasional. Batas sub-nasional yang telah disepakati menjadi acuan bagi penyelenggara aksi untuk mengetahui kepastian batas wilayah penyelenggaraan kegiatan. C. Jangka Waktu Informasi terkait jangka waktu/ periode diperlukan untuk mengetahui perencanaan kegiatan yang dilakukan, sehingga dapat diketahui berapa lama kegiatan akan berlangsung dan juga kategorinya. D. Penentuan REL REL atau baseline dihitung dan dilaporkan untuk menjadi tolak ukur atau acuan dalam pengukuran capaian penurunan emisi GRK baik proyeksi (potensi) maupun capaian riil. Keterangan penghitungan REL yang diverifikasi terdiri dari: Sumber karbon dan kontribusinya terhadap penurunan emisi; Data historis perubahan penutup lahan sesuai SNI 7645:2010 (dalam hektar/ ha); Cadangan karbon yang dihitung sesuai SNI 7724:2011 dan 7725:2011 (dalam ton.c/ha); Emisi akibat perubahan penutup lahan dihitung sesuai IPCC Guideline(dalam ton.co 2 eq); Metode penentuan proyeksi emisi ditetapkan dengan mempertimbangkan emisi historis (metodologi); Proyeksi emisi dalam kurun waktu kedepan yang dihitung sesuai dengan IPCC Guideline (dalam ton.co 2 eq); E. Penyelenggara Ruang Lingkup Kegiatan Informasi mengenai kesesuaian kegiatan yang dilakukan penyelenggara terkait kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi, degradasi hutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi karbon hutan, dan peningkatan cadangan karbon hutan. Didalam dokumen pendukung, harus terdapat data dan informasi capaian potensi/proyeksi maupun capaian riil dari masing-masing kegiatan yang dinyatakan dalam ton.co 2 eq. F. Hasil Pelaksanaan Kerangka Pengaman/Safeguards Keputusan COP 16 di Cancun menempatkan safeguards (kerangka pengaman) sebagai salah satu elemen penting pelaksanaan REDD+. Oleh karena itu, pelaksana kegiatan REDD+ diharuskan untuk mengisi data dan informasi terkait pelaksanaan safeguards 68 69

41 untuk kegiatan REDD+ di wilayahnya dalam pelaporan secara tertulis maupun di-input melalui Sistem Informasi Safeguards Indonesia yang selanjutnya akan diverifikasi. Hasil pelaksanaan komponen safeguards REDD+ yang dilaporkan terdiri dari: Safeguards 1 : Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kerja nasional; Safeguards 2 : Transparansi dan efektivitas tata kelola hutan nasional; Safeguards 3 local; Safeguards 4 : Hak-hak masyarakat adat dan masyarakat : Efektivitas dari partisipasi para pihak; Safeguards 5 : Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keanekaragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunkan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya; Safeguards 6 Safeguards 7 : Aksi untuk menangani resiko balik; : Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi. Khusus bagi REDD+, laporan pelaksanaan Safeguards juga harus dilaporkan dalam Sistem Informasi Safeguards pada laman website yang tersedia. G. Penghitungan dan Pemantauan Informasi terkait penghitungan dan pemantauan penurunan/ pencegahan emisi/peningkatan cadangan karbon diperlukan untuk mengetahui keseuaian metode yang digunakan. Informasi terkait penghitungan dan pemantauan penurunan/ pencegahan emisi/ peningkatan cadangan karbon harus disertai adanya dokumen pendukung dan dokumentasi lainnya seperti peta, foto, dan raw data untuk pengecekan capaian penurunan emisi GRK dari kegiatan REDD+ yang direncanakan/ dilaksanakan. Kesesuaian metode penghitungan dan pemantauan yang diverifikasi adalah: Penghitungan perubahan penutup lahan sesuai IPCC Guideline dan SNI 7645 (dalam hektar/ha maupun ha/tahun); Penghitungan perubahan cadangan karbon sesuai SNI 7724 dan SNI 7725 (dalam ton.c/ha); Penghitungan emisi dan serapan karbon sesuai IPCC Guideline (dalam ton.co 2 eq); Penghitungan emisi bersih (nett) sesuai IPCC Guideline (dalam ton.co 2 eq). Pemantauan biomassa hutan dan emisi/serapan secara berkala (forest monitoring system) H. Penghitungan dan Pemantauan Manfaat selain Karbon Informasi terkait hasil penghitungan dan pemantauan manfaat selain karbon yang dihasilkan dari kegiatan penyelenggaraan kegiatan seperti jasa lingkungan, ekowisata, dan lain sebagainya. I. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Peningkatan Kapasitas dan Transfer Teknologi Informasi yang dilaporkan dalam poin ini yaitu yang terkait pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas seperti training pengukuran karbon, penyelenggaraan kegiatan mata pencaharian alternative, training penyusunan FREL, dan lain sebagainya. Informasi yang dilaporkan dalam kegiatan transfer teknologi seperti pemberian teknologi pemetaan dan GIS, pembuatan sistem pemantauan, pemberian alat bantu untuk pengukuran karbon, dan lain sebagainya. J. Kontribusi terhadap Pemenuhan Target NDC Informasi yang dilaporkan dalam poin ini yaitu penghitungan capaian penurunan emisi dan atau serapan karbon dari kegiatan REDD+ telah berkontribusi seberapa besar (dalam ton CO 2 eq) 70 71

42 serta presentase nya terhadap target NDC sektor kehutanan. Isi dari checklist akurasi data aksi adalah sebagai berikut: A. Emisi Baseline Emisi baseline merupakan besaran emisi GRK yang dihasilkan pada kondisi tidak adanya kegiatan pengendalian perubahan iklim. Baseline ini disusun pada tahap perencanaan suatu aksi. Sumber baseline terdiri dari nasional, provinsi, kabupaten dan proyek. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam verifikasi emisi baseline adalah: Emisi baseline -> Keterangan nilai baseline yang terdiri dari Nasional, Provinsi, Kabupaten, dan proyek termasuk uncertainty nya; Tahun/periode -> Tahun/periode proyeksi emisi baseline; Metodologi -> Keterangan metode penetapan baseline yang digunakan; Kondisi Hasil Monitoring Sebelum/Tanpa Aksi -> Keterangan informasi mengenai kondisi wilayah yang dijadikan proyeksi emisi baseline sebelum dilaksanakannya kegiatan berdasarkan hasil monitoring dari NFMS/ SIMONTANA. B. Emisi Setelah Mitigasi C. Capaian Penurunan Emisi Informasi capaian penurunan emisi GRK yang dihasilkan setelah penghitungan emisi setelah mitigasi dikurangi emisi baseline. Hal yang perlu diverifikasi yaitu: Jumlah emisi termasuk uncertainty nya; Periode Tahun; Metodologi. D. Sumber Data Akivitas Informasi sumber data aktivitas yang digunakan. Penilaian yang dilakukan dalam mengetahui informasi sumber data aktivitas yang digunakan penyelenggara aksi, terdiri dari sumber primer atau sumber sekunder. E. Faktor Emisi Mengetahui sumber faktor emisi yang digunakan oleh penyelenggara aksi yang terdiri dari faktor emisi internasional atau nasional, sedangkan yang dimaksud sumber lain adalah faktor emisi site-specific atau local yang dibangun oleh pelaku kegiatan REDD+ dan telah dipublikasikan secara ilmiah di lingkup akademik nasional dan internasional. Informasi besaran emisi GRK yang dihasilkan setelah mitigasi juga perlu diverifikasi untuk mengetahui capaian yang telah dilakukan penyelenggara kegiatan. Hal yang perlu diverifikasi yaitu: Jumlah emisi termasuk uncertainty nya; Tahun; Kondisi setelah aksi -> berdasarkan hasil monitoring dari NFMS/SIMONTANA

43 Lampiran 3. SOP MRV REDD+ Indonesia (Lembaga Pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional Belum Terbentuk) 74 75

44 76 77

45 Lampiran 4. SOP MRV REDD+ Indonesia (Lembaga Pengelola REDD+ ditingkat Sub Nasional Telah Terbentuk) 78 79

46 80 81

47 Data dan informasi yang digunakan dan terkait dengan kegiatan REDD+ harus transparan dan konsisten dari waktu ke waktu dan sesuai dengan tingkat rujukan emisi hutan dan harus dinyatakan dalam ton setara karbondioksida per tahun (ton CO 2 e per year). Pelaksanaan kegiatan MRV yang dilaksanakan harus mendukung program nasional. Oleh karena itu, informasi dan prasyarat mengenai standar dan metodologi harus dipastikan bisa dilakukan sesuai dengan kondisi Indonesia. Standar dan metodologi yang digunakan untuk MRV kegiatan REDD+ mengacu pada guidance internasional namun harus sesuai dengan sistem MRV nasional. Sistem MRV REDD+ dibangun tidak hanya untuk mengukur karbon hutan tetapi ditujukan untuk memonitor capaian perkembangan penurunan emisi dari setiap kegiatan yang dilakukan, mendukung pengelolaan hutan lestari, manfaat turunan, dan pemicu deforestasi dan degradasi hutan, dan lahan gambut. Secara teknis sistem MRV REDD+ Nasional Indonesia meliputi pengukuran dan pemantauan emisi berbasis lahan nasional, emisi dari lahan gambut nasional, emisi berbasis lahan sub-nasional, emisi dari lahan gambut sub nasional, dan co-benefit dan pemicu deforestasi dan degradasi. Dalam skema global, dokumen MRV yang dihasilkan oleh Pemerintah Indonesia dilakukan untuk melaporkan tingkat emisi GRK di lima sektor (energi, industri, pertanian, kehutanan dan lahan gambut, serta pengelolaan limbah) serta hasil verifikasinya. Dokumen ini dilaporkan dalam BUR, maupun dokumen pelaporan terpisah

48

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION, ROLE

Lebih terperinci

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM OUTLINE ISU PENDANAAN REDD+ PROGRESS PENDANAAN REDD+ di INDONESIA

Lebih terperinci

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Januari 2017 MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK PERSETUJUAN PARIS DALAM KONTEKS NASIONAL Dr. Ir.

Lebih terperinci

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MONITORING PELAPORAN DAN VERIFIKASI

INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MONITORING PELAPORAN DAN VERIFIKASI INVENTARISASI GAS RUMAH KACA DAN MONITORING PELAPORAN DAN VERIFIKASI Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Inventarisasi

Lebih terperinci

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN Muhammad Zahrul Muttaqin P3SEKPI, BLI KLHK Jakarta, 28 November 2017 Pendahuluan REDD+ sebagai positif insentif REDD+ sebagai sebuah program nasional yang dilaksanakan

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA DALAM KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M Direktur Inventarisasi

Lebih terperinci

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA Ir. Emma Rachmawaty, M.Sc Direktur Mitigasi Perubahan Iklim Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

Lebih terperinci

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Translating Transparency Framework of Paris Agreement to National Context Dipresentasikan oleh Belinda A Margono Pada acara

Lebih terperinci

PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI DAN SISTEM REGISTRI. Oleh : Hari Wibowo Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV

PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI DAN SISTEM REGISTRI. Oleh : Hari Wibowo Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI DAN SISTEM REGISTRI Oleh : Hari Wibowo Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV PENGUKURAN (MEASUREMENT) Pengukuran pada tahap Perencanaan dan Pelaksanaan dilaksanakan

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun

Lebih terperinci

Tata ruang Indonesia

Tata ruang Indonesia Tata ruang Indonesia Luas 190,994,685 Ha Hutan Produksi Kawasan Non-hutan Hutan Produksi Terbatas Hutan konservasi Hutan dilindungi Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia 2008, Departemen Kehutanan Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD Draft 18 Maret 2009 LAMPIRAN 1 PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD Untuk pemberian rekomendasi pelaksanaan REDD, Pemerintah Daerah terlebih dahulu melakukan penilaian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

MEMBANGUN INVENTARISASI GRK

MEMBANGUN INVENTARISASI GRK MEMBANGUN INVENTARISASI GRK INVENTARISASI GAS RUMAH KACA ADALAH KEGIATAN UNTUK MEMANTAU DAN MENGHITUNG TINGKAT DAN STATUS GRK DARI BERBAGAI SUMBER EMISI (SOURCE) DAN PENYERAPNYA (SINK) AKIBAT KEGIATAN

Lebih terperinci

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG Draft 10 November 1 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/200930 /Menhut- II/20092009 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.72/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUKURAN, PELAPORAN DAN VERIFIKASI AKSI DAN SUMBERDAYA PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA ATAU INDONESIA CERTIFIED EMISSION REDUCTION

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Implementasi MRV REDD+

Strategi dan Rencana Implementasi MRV REDD+ Strategi dan Rencana Implementasi MRV Workshop Sistem MRV Sumatera Barat Padang, 13-14 September 2012 0 Topik bahasan I II Rasionalisasi Sistem MRV III Roadmap MRV IV Lembaga MRV 1 1 9/24/2012 Mandat Pelaksanaan

Lebih terperinci

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRI NASIONAL

SISTEM REGISTRI NASIONAL EDISI NOVEMBER 2016 USER MANUAL SISTEM REGISTRI NASIONAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK PUBLIK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim 2016 Daftar

Lebih terperinci

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM Sekilas Tentang DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017 DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN Workshop Nasional "Menterjemahkan Transparency Framework Persetujuan Paris dalam Konteks Nasional" Jakarta, 26 Januari 2017 ISU STRATEGIS ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta meningkatkan suhu global. Kegiatan yang menyumbang emisi gas rumah kaca dapat berasal dari pembakaran

Lebih terperinci

BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016

BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun 2016 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 10 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang dijalankan beriringan dengan proses perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dimana pembangunan itu sendiri dilakukan

Lebih terperinci

Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi REDD+ Indonesia

Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi REDD+ Indonesia Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi REDD+ Indonesia Disampaikan dalam Lokakarya Peta Jalan Mempersiapkan dan Memberi Kerangka Hukum bagi REDD+ Jakarta, 28 November 2013 MRV (Measurement, Reporting, Verification)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia

Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia Inventarisasi Nasional Emisi dan Serapan Gas Rumah Kaca di Hutan dan Lahan Gambut Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi 2015 Inventarisasi Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation

REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation DEPARTEMEN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA REDDI : FCPF-Readiness Plan/Readiness Preparation Proposal Jakarta, 14 September 2009 MINISTRY OF FORESTRY PENGERTIAN REDD (Reducing Emissions from Deforestation

Lebih terperinci

Upaya Menghubungkan Sistem MRV Provinsi ke Tingkat Nasional

Upaya Menghubungkan Sistem MRV Provinsi ke Tingkat Nasional Upaya Menghubungkan Sistem MRV Provinsi ke Tingkat Nasional Oleh : Ir. HENDRI OCTAVIA, M.Si KEPALA DINAS KEHUTANAN PROPINSI SUMATERA BARAT Konsepsi Accuracy Consistency Completeness Measurement Reporting

Lebih terperinci

Mendorong Kesiapan Implementasi REDD+ di Indonesia

Mendorong Kesiapan Implementasi REDD+ di Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim ISSN: 2085-787X Volume 10 No. 5 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

TRAINING UPDATING DAN VERIFIKASI DATA PSP UNTUK MRV KARBON HUTAN

TRAINING UPDATING DAN VERIFIKASI DATA PSP UNTUK MRV KARBON HUTAN TRAINING UPDATING DAN VERIFIKASI DATA PSP UNTUK MRV KARBON HUTAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN LITBANG KEHUTANAN, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610. PO BOX 272. Telp +622518633944;

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data PSP untuk Penetapan REL REDD+ Nasional

Pemanfaatan Data PSP untuk Penetapan REL REDD+ Nasional Pemanfaatan Data PSP untuk Penetapan REL REDD+ Nasional Teddy Rusolono Fakultas Kehutanan IPB/ WorkingGroup MRV BPREDD+ Disampaikan pada Pelatihan Verifikasi dan Updating data PSP untuk mendukung Sistem

Lebih terperinci

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Sekilas Tentang (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM Sekilas Tentang DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM (A GLANCE AT DIRECTORATE GENERAL OF CLIMATE CHANGE) DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN TROPICAL FOREST CONSERVATION FOR REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION AND ENHANCING CARBON STOCKS IN MERU BETIRI NATIONAL PARK, INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.1 (F) KEMENTERIAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 OUTLINE 1. PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA 2. PARIS CLIMATE AGREEMENT: PENANDATANGANAN

Lebih terperinci

MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.

MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV. MENUJU PERDAGANGAN KARBON DARI KEGIATAN DA REDD+: PEMBELAJARAN DARI DA REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.1 (F) ARI WIBOWO ariwibowo61@yahoo.com KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia

PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia PEMANFAATAN JASA KARBON HUTAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI Operasionalisasi Peran Konservasi kedalam REDD+ di Indonesia Denpasar, 14 September 2017 Internalisasi Hasil Perundingan Perubahan Iklim kedalam

Lebih terperinci

STRATEGI READINESS REDD INDONESIA ( )

STRATEGI READINESS REDD INDONESIA ( ) MINISTRY OF FORESTRY STRATEGI READINESS REDD INDONESIA (2009-2012) POKJA Perubahan Iklim Departemen Kehutanan Disampaikan pada acara Konsultasi Publik, Jakarta, 14 September 2009 MINISTRY OF FORESTRY PENGANTAR

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM NOMOR : SK.6/PPI/SET/KUM.1/3/2018 TENTANG PETA LINTAS

Lebih terperinci

Sonya Dewi Meine van Noordwijk. Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009

Sonya Dewi Meine van Noordwijk. Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 Penghitungan Karbon Nasional sub-nasional dan Mitigasi Perubahan klim Sonya Dewi Meine van Noordwijk Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan Jakarta, 19 November 2009 Outline Penghitungan karbon pada

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

PROGRESS DAN RENCANA IMPLEMENTASI RAG-GRK PROVINSI SUMATERA BARAT

PROGRESS DAN RENCANA IMPLEMENTASI RAG-GRK PROVINSI SUMATERA BARAT PROGRESS DAN RENCANA IMPLEMENTASI RAG-GRK PROVINSI SUMATERA BARAT Disampaikan pada acara Workshop sistem MRV perhitungan karbon untuk REDD + Di Provinsi Sumatera Barat Pada tanggal 13 September 2012 OUTLINE

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+

Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+ Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+ Dr. Henry Barus Konsultan UN-REDD untuk Optimalisasi Multiple Benefit REDD+ Disusun Berdasarkan Pengalaman dan Evaluasi

Lebih terperinci

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME Konservasi dan Perubahan Iklim Manado, 28.05.2015 Pipin Permadi GIZ FORCLIME www.forclime.org Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan suatu keadaan dimana pola iklim dunia berubah secara drastis dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas

Lebih terperinci

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Disampaikan dalam rangka PELATIHAN MEKANISME PEMBAYARAN REDD PLUS Hotel Grand USSU, Cisarua, 21 Desember

Lebih terperinci

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia MRV dalam skema JCM Sekretariat JCM Indonesia 1 Memahami MRV Garis besar konsep MRV dalam skema mitigasi perubahan iklim M R V Measurement / Pengukuran Reporting / Pelaporan Verification / Verifikasi Registri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2) PTabel Cara Penilaian Pelaksanaan Safeguards dengan menggunakan Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS) berdasar Keputusan COP-16 dalam Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia Prinsip Kriteria

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14

Lebih terperinci

REDD - INDONESIA STRATEGI. Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia. Jakarta, 6 Januari 2010

REDD - INDONESIA STRATEGI. Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia. Jakarta, 6 Januari 2010 STRATEGI REDD - INDONESIA FASE READINESS 2009 2012 dan progress implementasinya Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia Jakarta, 6 Januari 2010 AusAID KERJASAMA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REDD - INDONESIA STRATEGI. Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia. Jakarta, 6 Januari 2010

REDD - INDONESIA STRATEGI. Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia. Jakarta, 6 Januari 2010 STRATEGI REDD - INDONESIA FASE READINESS 2009 2012 dan progress implementasinya Disampaikan Pada Peluncuran Demonstration Activities REDD Indonesia Jakarta, 6 Januari 2010 AusAID KERJASAMA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG KEHUTANAN TAHUN ANGGARAN 2015 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PTT (51) Bidang Kehutanan I. Pendahuluan Asisten

Lebih terperinci

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung

Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Skema Karbon Nusantara serta Kesiapan Lembaga Verifikasi dan Validasi Pendukung Dicky Edwin Hindarto Koordinator Divisi Mekanisme Perdagangan Karbon Sosialisasi Skema Penilaian Kesesuaian Greenhouse Gases

Lebih terperinci

PerMen LH No. 15/2013 tentang PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (Measurement, Reporting, Verification)

PerMen LH No. 15/2013 tentang PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (Measurement, Reporting, Verification) PerMen LH No. 15/2013 tentang PENGUKURAN, PELAPORAN, DAN VERIFIKASI (Measurement, Reporting, Verification) Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN

SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI. Koordinator DEDEN DJAENUDIN SINTESA RPI 16 EKONOMI DAN KEBIJAKAN PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI Koordinator DEDEN DJAENUDIN TARGET OUTPUT RPI 2010-2014 SINTESA OUTPUT 1: OUTPUT 2: OUTPUT 3: OUTPUT 4: OUTPUT 5: Sosial

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+ MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN

Lebih terperinci

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih sebagai isu lingkungan global. Salah satu dampak perubahan iklim adalah meningkatnya suhu di bumi

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KEBIJAKAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM & SISTEM INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL Sulistyowati Asisten Deputi Urusan Mitigasi dan Pelestarian Fungsi Atmosfer Jakarta, 26 Januari

Lebih terperinci

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program

Lebih terperinci

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah B Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Desember, 2013 Perhitungan sederhana emisi CO 2 dari komponen deforestasi dan dekomposisi lahan gambut Penulis:

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia

Peran Partisipan Proyek dalam JCM. Sekretariat JCM Indonesia Peran dalam JCM Sekretariat JCM Indonesia Konsep dasar JCM Jepang Digunakan untuk membantu memenuhi target penurunan emisi Jepang Teknologi, investasi, pendanaan dan pembangunan kapasitas Sistem pelaporan,

Lebih terperinci

SELAMAT TAHUN BARU 2011

SELAMAT TAHUN BARU 2011 SELAMAT TAHUN BARU 2011 TIM PENGARAH (National Program Executive Boad - PEB) STRUKTUR ORGANISASI REDD+ PROGRAMME INDONESIA NATIONAL PROJECT MANAGER (NPM) Laksmi Banowati STRUKTUR ORGANISASI PMU REDD+ PROGRAMME

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN YANG AKAN DIBANGUN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN YANG AKAN DIBANGUN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN YANG AKAN DIBANGUN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Iman Santosa Tj. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan Ditjen Planologi Kehutanan

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 67/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG PENUGASAN (MEDEBEWIN) SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci