PENGELOLAAN ZONA PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA DAN SEKITARNYA DENGAN PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL BIDAWI HASYIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN ZONA PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA DAN SEKITARNYA DENGAN PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL BIDAWI HASYIM"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN ZONA PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA DAN SEKITARNYA DENGAN PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL BIDAWI HASYIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apaun kepada kerguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juni 2009 Bidawi Hasyim NIM : C

3 ABSTRACT Bidawi Hasyim. Management of Potential Fishing Zone in Madura Strait and its Surrounding Based on Spatial and Temporal Approaches. Supervised by M. Fedi A. Sondita, John Haluan and Mahdi Kartasasmita Fish resources in the east part of Madura Strait has been traditionally utilized by Situbondo fishermen. This research was aimed at: (1) describing the dynamics of potential fishing zones (PFZ) by analyzing sea surface temperature and chlorophyll-a content, wind velocity and wave height, and (2) developing spatial and temporal direction of fishing operation and cooperative fishing operation based on the distribution of PFZ. This research synthesized 10-year weekly sea surface temperature (SST) data in the Madura Strait and its surroundings derived from satellite remote sensing becoming 48 weekly SST data, identified and synthesized 48 PFZs data becoming 12 monthly PFZs, then analyzed monthly PFZ based on its distribution and density classification in each spatial units. Based on regional planning, the fishing management zone of Situbondo can be distinguished into 3 areas: PPI Besuki zone in the west, PPI Tanjung Pecinan Zone in the middle and PPI Pondok Mimbo Zone in the east. Fishermen from the three PPIs have different capacity in accessing the PFZs identified in this research. The fishermen from PPI Besuki and Tanjung Pecinan, especially who operate fishing boats larger than 20 GT, have better technological capacity than the fishermen from PPI Pondok Mimbo, especially to operate during easterly wind season. The fishermen from the first two PPIs can access most part of the strait and its adjacent waters while those from the PPI Pondok Mimbo can access the PFZs as far as 20 kms from the shore. Cooperative fishing operation among the fishermen from various locations surrounding Madura Strait and its adjacent waters is needed to promote greater access to the PFZs identified in this research and prevent conflicts on fishing ground. Such cooperative operation needs to be supported by inter-regional governments (Kabupatens) in the area through wider integrated fisheries management, including development of regional fisheries industry network. Keywords: Capture fisheries management, remote sensing, sea surface temperature, fishing ground, Madura Strait.

4 RINGKASAN Bidawi Hasyim. Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal. Dibawah bimbingan M. Fedi A. Sondita, John Haluan, dan Mahdi Kartasasmita. Secara tradisional nelayan Situbondo telah memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada di bagian timur dari Selat Madura. Sementara itu, perairan di sebelah timur selat ini belum dimanfaatkan secara optimal karena berbagai kendala, seperti spesifikasi teknis unit penangkapan ikan, cuaca dan keterbatasan prasarana pendukung. Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi dinamika zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) di kawasan Selat Madura dan sekitarnya melalui analisis terhadap peta sebaran suhu permukaan laut (SPL) dan khlorofil-a yang diperoleh dari citra penginderaan jauh; dan (2) mengembangkan pola spasial dan temporal kegiatan penangkapan ikan berdasarkan dinamika ZPPI yang difokuskan pada pengembangan kerjasama operasional perikanan tangkap di antara nelayan Situbondo, serta antara Kabupaten Situbondo dengan kebupaten sekitarnya. Daerah penelitian ini mencakup Selat Madura dan perairan sekitarnya yang meliputi Laut Bali bagian barat, Selat Bali bagian utara, dan Laut Jawa bagian timur sebelah utara Pulau Madura. Data utama penelitian ini adalah suhu permukaan laut (SPL) yang diperoleh dari penginderaan jauh satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced Very High Resoltion Radiometer) tahun , yaitu data NOAA-AVHRR kanal 4 dan 5. Perhitungan SPL dilakukan dengan menerapkan algoritma McMillin and Crossby (1984) yang sudah biasa dipakai di LAPAN, dengan rumus : SPL = TW 4 + 2,702 (TW 4 TW 5 ) 273,582, dimana SPL dalam derajat Celcius; TW 4 dan TW 5 adalah citra suhu air laut dari masing-masing kanal 4 dan 5 tersebut; dan konstanta -273,582 adalah konstanta pengurangan untuk mengkonversi satuan suhu dari derajat Kelvin menjadi derajat Celcius. Dalam penelitian ini dilakukan sintesis SPL mingguan selama 10 tahun ( ), menghasilkan 48 ZPPI mingguan. ZPPI ditentukan berdasarkan thermal front yang ditentukan berdasarkan gradien SPL dan kandungan klorofil-a dari citra satelit SeaWiFs dengan kriteria sebagai berikut : (1) pembuatan kontur SPL; (2) identifikasi dan analisis gradien SPL untuk setiap jarak 3 km (3 pixel) sebesar 0,5 o C; dan (3) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l). Selanjutnya dilakukan sintesis 48 ZPPI mingguan menghasilkan 12 ZPPI bulanan yang selanjunya dijadikan dasar analisis dinamika ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya, dengan memperhatikan kondisi angin dan gelombang, serta serta kedalaman perairan berdasarkan peta laut yang dikerluarkan oleh Dishidros. Citra-citra satelit menunjukkan bahwa variasi SPL di Selat Madura menunjukkan perubahan yang sangat dinamis. Suhu terendah terjadi pada bulan Desember dalam kisaran 26 o - 30 o C ketika angin bertiup dari barat, sedangkan suhu tertinggi terjadi pada bulan September dengan kisaran 28 o 32 o C ketika angin bertiup dari timur, tenggara dan selatan. Kandungan klorofil-a di Selat Madura umumnya berada dalam kisaran 0,4 1,0 mg/m 3. Sementara itu, kondisi

5 gelombang di Selat Madura dipengaruhi oleh arah angin dan konfigurasi geografi di sekitar Selat Madura. Angin yang datang dari arah barat, barat laut, barat daya, utara dan selatan terhalang oleh daratan Pulau Madura, Pulau Jawa dan pulau Bali yang mengelilingi Selat Madura sehingga periode angin-angin tersebut menyebabkan Selat Madura relatif tenang sepanjang tahun, kecuali ketika angin bertiup dari timur yang umumnya berlangsung pada periode mulai dari bulan Juni hingga September. Sumberdaya ikan yang dominan tertangkap di Selat Madura oleh nelayan Situbondo adalah lemuru, tongkol, layang, kembung dan selar, dengan komposisi yang berubah-ubah berkaitan erat dengan musim. Mengacu pada Rencana Tata Ruang Kabupaten Situbondo maka wilayah pengelolaan perikanan Kabupaten Situbondo dapat dibagi menjadi 3 zona berdasarkan lokasi pusat pendaratan ikan (PPI) yang ada, yaitu zona PPI Besuki yang terletak di sisi paling barat, zona PPI Tanjung Pacinan di bagian tengah, dan zona PPI Pondok Mimbo yang terletak di sisi paling timur. Ketika musim angin timur, zona penangkapan ikan PPI Pondok Mimbo mengalami dampak musiman berupa angin kencang dan gelombang tinggi, sementara itu zona PPI Besuki mengalami dampak musiman yang paling kecil. Optimalisasi perikanan tangkap Situbondo dapat dilakukan dengan mengatur pola kegiatan penangkapan pada ZPPI dalam unit spasial yang dapat diakses oleh nelayan dari PPI bersangkutan. Ada 4 opsi pola kegiatan penangkapan ikan yang teridentifikasi, yaitu: (1) setiap nelayan beroperasi di dalam zona PPI masingmasing; (2) nelayan dari zona PPI yang berbeda bekerjasama di dalam wilayah pengelolaan perikanan Kabupaten Situbondo; (3) nelayan Situbondo bekerjasama dengan nelayan PPI lain di sekitarnya yang sama-sama beroperasi di Selat Madura; dan (4) nelayan Situbondo bekerjasama dengan nelayan dari PPI lain yang beroperasi di Selat Bali, Laut Bali dan Laut Jawa bagian timur sebelah utara Pulau Madura. Keempat opsi tersebut perlu diterapkan dalam pengelolaan perikanan tangkap Kabupaten Situbondo. Berdasarkan dinamika ZPPI dan kapasitas teknis yang dimilikinya, nelayan Besuki selain beroperasi di dalam zona PPI Besuki sendiri, juga dapat memperluas daerah penangkapan ikan pada tiga arah, yaitu ke sebelah barat laut hingga di sebelah utara Paiton, ke utara hingga perairan di sebelah selatan Pamekasan, dan ke arah timur laut hingga ke sebelah barat atau barat laut Tanjung Pecinan. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor GT diarahkan untuk bekerjasama dengan nelayan lokal lain untuk mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan yang jaraknya km dari garis pantai di sisi timur laut Probolinggo, serta sebelah barat laut dan timur laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor di atas 20 GT diarahkan untuk bekerjasama dengan nelayan lokal untuk mengakses unit spasial ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan yang jaraknya lebih dari 20 km sebelah utara sampai timur laut Pondok Mimbo, sebelah selatan Pamekasan hingga sebelah tenggara Sumenep. Selain itu, nelayan Besuki dapat melakukan kerjasama dengan nelayan lokal lainnya untuk mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan Laut Jawa antara sebelah utara Pamekasan sampai utara Pulau Raas. Cakupan daerah penangkapan ikan yang luas ini menunjukkan keunggulan teknis dari armada penangkapan ikan yang berasal dari PPI Besuki dibandingkan dengan nelayan Situbondo lainnya.

6 Lokasi ZPPI dalam unit spasial di zona PPI Tanjung Pecinan selalu mengalami perubahan di antara sebelah barat laut dan timur lautnya. Perubahan ini terutama disebabkan oleh pola lintasan pergerakan massa air laut dan sumberdaya ikan di antara zona Pondok Mimbo dan Besuki. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor GT dapat diarahkan untuk bekerjasama dengan nelayan Sitobondo lain untuk melakukan operasi penangkapan ikan di ZPPI virtual dalam unit spasial di perairan yang berjarak kurang dari 20 km dari pantai Besuki dan Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor ukuran di atas 20 GT diarahkan untuk melakukan kerjasama dengan nelayan lokal lain untuk melakukan operasi penangkapan ikan pada perairan yang jaraknya lebih dari 20 km dari pantai Besuki dan Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung Pecinan dan Besuki yang samasama menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT dapat diarahkan untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan agar dapat mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di Selat Madura yang jaraknya lebih dari 20 km di sebelah Probolinggo, di sisi utara Selat Madura sebelah selatan Sampang sampai selatan pulau Raas, di Laut Jawa sebelah utara Pamekasan sampai Pulau Raas. Lokasi dan jumlah ZPPI dalam unit spasial pada zona penangkapan ikan PPI Pondok Mimbo juga selalu berubah-ubah, tersebar dalam kawasan perairan yang lebih luas dibandingkan dengan unit spasial dalam zona PPI Besuki dan Tanjung Pecinan. Kondisi ini menunjukkan bahwa nelayan dari PPI Pondok Mimbo mempunyai potensi sumberdaya ikan yang lebih besar dibandingkan dengan nelayan dari PPI lain di sekitar Selat Madura. Namun demikian, spesifikasi teknis perahu motor yang digunakan tidak mampu untuk mengatasi angin kencang dan gelombang tinggi dari timur sehingga nelayan Pondok Mimbo tidak mampu mengakses ZPPI dalam unit spasial yang luas tersebar di perairan yang berjarak lebih dari 20 km dari pantai Pondok Mimbo. Nelayan Pondok Mimbo yang menggunakan perahu motor GT dapat diarahkan untuk bekerjasama dengan nelayan lokal lain untuk mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di sebelah timur dan timur laut Tanjung Pecinan, serta dengan nelayan Banyuwagi untuk mengakses bagian utara dari Selat Bali Kerjasama di antara nelayan dari berbagai lokasi di atas sudah seharusnya difasilitasi oleh beberapa Pemerintah Daerah yang bersangkutan, yaitu Kabupaten Situbondo, Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Banyuwangi, dan Provinsi Jawa Timur. Kerjasama antar Pemerintah Daerah ini tidak terbatas pada akses zona penangkapan ikan, tetapi juga termasuk pembangunan jaringan industri perikanan yang melibatkan sub-sistem penangkapan ikan yang berpusat di tepian selatan Selat Madura (di antaranya adalah Situbondo) dan sub-sistem pengolahan ikan yang saat ini berpusat di Banyuwangi. Melalui kerjasama ini diharapkan nelayan dapat mengakses ZPPI dalam unit spasial lebih banyak dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pengelolaan ikan hasil tangkapan untuk kesejahteraan nelayan dan pembangunan Kabupaten Situbondo.

7 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritis atau tinjauan suatu masalah b. pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB. 2. Dilarang mengumumkan sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 PENGELOLAAN ZONA PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA DAN SEKITARNYA DENGAN PENDEKATAN SPASIAL DAN TEMPORAL BIDAWI HASYIM Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Kelautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9

10 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. : 2. Dr. Ir. Domu Simbolon, MS. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof (R). Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc. : 2. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Sc.

11 PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia rahmat dan nikmatnya sehingga disertasi dengan judul Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal.ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, dan sebagai bagian dari upaya memberikan konstribusi bagi pembangunan perikanan tangkap khususnya untuk Kabupaten Situbondo. Penulis dapat mengikuti pendidikan sampai S3 dan menyelesaikan disertasi pada Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan IPB ini, atas jasa serta do a dari ayahanda H. Asna i (alm) dan ibunda Hj Yatim yang paling penulis hormati, serta isteri tercinta Hj. Erna Marliana. Dengan selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Profesor Dr. Ir. John Haluan M.Sc. dan Dr. Ir. Mahdi Kartasasmita MS. selaku Anggota Komisi Pembimbing Disertasi; 2. Prof Dr Ir Indra Jaya, M.Sc., Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan yang mewakili Rektor IPB pada Ujian Terbuka; 3. Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Wakil Dekan yang mewakili Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Ujian Tertutup; 4. Profesor Dr. Ir. John Haluan M.Sc., selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana IPB; 5. Dr. Ir. Budy Wiryawan M.Sc., dan Dr. Ir. Domu Simbolon MS. selaku penguji luar pada Ujian Tertutup; 6. Prof (R) Dr. Ir. Subhat Nurhakim, M.Sc. dan Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Sc. selaku penguji luar pada Ujian Terbuka; 7. Profesor (Emeritus) Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M.Sc. yang selalu memberikan dorongan semangat sejak penulis mengikuti program studi S3 Teknologi Kelautan IPB; Pada kesempatan ini, penulis tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungannya dalam penyelesaian disertasi ini, kepada : 1. Dr. Adhyaksa Dault, S.H., M.Si., Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI, sebagai pimpinan sekaligus sahabat sejak kuliah bersama pada Program Studi Teknologi Kelautan IPB; 2. Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS., selaku dosen sekaligus teman diskusi sejak penulis mengikuti pendidikan S2 Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB; 3. Dr. Bambang Koesoemanto, M.Sc., Sekretaris Utama LAPAN; 4. Drs. Bambang Setiawan Tejasukmana, Dipl.Ing., Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan LAPAN serta sahabat sejak kuliah bersama pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB); 5. Dra. Ratih Dewanti, M.Sc., selaku Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh (Pusbangja) LAPAN, dan Ir. Agus Hidayat, M.Sc. selaku Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN ; 6. Dra. Yuni Purwanti, M.Pd., Asisten Deputi Olahraga Pendidikan; Dra. Marheni Diah, M.Pd., Kepala Bidang Olahraga Kesiswaan; serta para Kepala

12 Bidang dan kawan-kawan pada Asdep Olahraga Pendidikan, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora); 7. dr. Fatimah, Sp. KO., Asisten Deputi Standardisasi, Akreditasi, dan Sertifikasi (SAS) Keolahragaan - Kemenegpora, beserta para Kepala Bidang dan kawankawan pada Asdep SAS Keolahragan - Kemenegpora; 8. Prof. Dr. Husein Argasasmita, M.A., Ketua Lembaga Akreditasi Nasional Keolahragaan (LANKOR). Kemenegpora; 9. Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc., Kepala Bidang Pemanfaatan Penginderaan Jauh; Dr. Ir. Donny Kushardono, M. Eng. Sc., Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Penginderaan Jauh; Ir. Totok Suprapto, MT., Kepala Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan; serta Ir. Nursaid, M.Si., Kepala Instalasi Lingkungan dan Cuaca, Pusbangja - LAPAN; 10. Prof (R) Dr. Ir. Asikin Djamali dan Dr. Ir. M. Hutomo, Lembaga Penelitian Oseanologi LIPI, juga atas bantuannya dalam pengadaan literatur oseanografi; 11. Dra. Maryani Hartuti, M.Sc., Teguh Proyogo ST., Sayidah Sulma, SPi., Suwarsono S.Si., Yudi Prayitno, ST., Drs. Islam Widya Bagja, sdr Bambang Susilo dan teman-teman di LAPAN Pekayon, dalam perolehan data dan pengolahan data satelit penginderaan jauh; 12. Roy Hidayat, S.Pi., M.Si, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo atas bantuannya dalam pengadaan literatur tentang perikanan di Kabupaten Situbondo; 13. Teman-teman dari Sekretariat Pasca Sarjana IPB khususnya Pak Jayana, sekretariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, serta Mbak Shinta, Mbak Hani dan Pak Iwan dari Sekretariat Program Studi Teknologi Kelautan IPB, dalam penyelesaian administratif perkuliahan dan disertasi; 14. Sanak saudara atas sambung do a dan dorongan semangatnya untuk menyelesaikan pendidikan dan disertasi ini; 15. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyelesaian disertasi Pascasarjana Program Studi Teknologi Kelautan IPB. Penulis berharap, disertasi ini bermanfaat bagi penentu kebijakan dan pelaku perikanan tangkap khususnya di daerah penelitian yaitu Kabupaten Situbondo, penentu kebijakan dan pengambil keputusan di bidang penginderaan jauh LAPAN dalam meningkatkan penelitian pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan, serta memotivasi teman-teman peneliti di instansi penulis bekerja untuk meningkatkan kedewasaan ilmiah. Semoga pendidikan yang telah penulis jalani dan disertasi ini menjadi contoh dan penyemangat bagi anak-anak dan menantu tersayang yaitu : Akhmad Ardiyansyah SE., Lita Aryani, SP., Muhammad Lukman, A.Md., Budi Muliawan, Arlina Ratnasari (penerus pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB), Aulia Irfana Perdani, ST., serta cucunda terkasih Naila Zahra Azalia Mayrani serta generasi penerus penulis untuk mencapai jenjang pendidikan tertinggi. Jakarta, Juni 2009 Bidawi Hasyim

13 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 19 Oktober 1953 di Situbondo - Jawa Timur, anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan ayah H. Asna i dan ibu Hj. Yatim. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1980, penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sejak 1 Maret Lulus S2 Pasca Sarjana Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (PS-SPL) Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 31 Januari 2003, kemudian pada bulan Juni 2003 melanjutkan ke Program S3 pada Program Studi Teknologi Kelautan (PS-TKL) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Penulis pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam bidang teknologi pengolahan data dan komputer, serta penginderaan jauh dan sistem informasi geografis baik di dalam dan di luar negeri, antara lain di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Kanada, Italia, dan Belanda. Secara khusus, penulis pernah belajar aplikasi penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan di Japan National Fisheries Risearch Institute, Tokyo tahun Penulis secara konsisten melakukan penelitian di bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan sejak Menjadi Peneliti Utama pada kegiatan Riset Unggulan Terpadu (RUT) dalam bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk kualitas perairan pantai. Pernah aktif menjadi anggota Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan Laut, kerjasama penelitian aplikasi data RADAR-SAR antara negara-negara ASEAN dengan Uni Eropa, serta angota Global Research Network System (GRNS) Jepang dalam bidang oseanografi. Mengembangkan inovasi dalam bidang aplikasi data penginderaan jauh untuk penentuan zona potensi penangkapan ikan (ZPPI), pemetaan terumbu karang seluruh perairan laut Indonesia menggunakan data penginderaan jauh LANDSAT-TM (kerjasama LAPAN LIPI), serta proyek aplikasi data penginderaan jauh untuk bina usaha. Penulis terpilih sebagai Peneliti Terbaik LAPAN tahun 1995/1996, mendapat penghargaan Satya Lencana Karya Satya 10 dan 20 tahun, serta Satya Lencana Wira Karya Pembangunan dari Presiden RI. Penulis juga banyak membimbing tugas akhir mahasiswa S1 untuk penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh dari beberapa perguruan tinggi antara lain dari IPB, Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), Universitas Riau (UNRI), Universitas Hasanuddin Makassar (UNHAS), Universitas Hang Tuah Surabaya (UHT), Universitas YARSI Jakarta, serta mahasiswa S2 SPL-IPB. Penulis pernah berpartisipasi aktif pada pertemuan ilmiah dalam dan luar negeri seperti di Malaysia, Singapore, Thailand, Phillipina, China, dan Jepang. Penulis juga pernah menjadi Wakil Ketua Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN). Jabatan fungsional peneliti yang diemban saat ini adalah Ahli Peneliti Muda Bidang Penginderaan Jauh. Penulis sempat memegang jabatan struktural sebagai Kepala Unit Komputer Induk Pusat Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, Kepala Bidang Matra Laut Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN, serta mendapat tugas sebagai Staf Ahli Kepala LAPAN Bidang Tekno Ekonomi. Selain jabatan struktural di LAPAN, penulis sempat ditugaskan untuk memangku jabatan struktural eselon I sebagai Staf Ahli Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Bidang Strategi Pembangunan Pemuda dan Olahraga, kemudian sebagai Deputi Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Bidang Pemberdayaan Olahraga pada Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Jakarta, Juni 2009

14 DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN bathymetry Caranx leptolepis Carangidae Caranx sexfaciatus cropping demersal Decapterus spp. digital number Euthynnus spp. Feedback dari nelayan Fetch fish finder fishing ground geografis GPS GT ikan pelagis isobath isohaline kerjasama penangkapan ikan klorofil-a koreksi geometrik : kedalaman perairan laut (meter) : ikan selar kuning : famili ikan selar : ikan kuweh : pemotongan citra sesuai dengan batas-batas yang diinginkan/ditentukan : jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan mulai di lapisan dasar : ikan layang : nilai digital yang diterima dari satelit NOAA- AVHRR dengan nilai antara : ikan tongkol : data hasil tangkapan ikan dari nelayan yang beroperasi di lokasi yang diperkirakan sebagai tempat yang banyak ikan. : jarak tempuh angin : alat yang digunakan untuk mendeteksi adanya kumpulan ikan di laut dengan menggunakan gelombang suara (elektromagnetik) : lokasi yan diduga sebagai tempat berkumpul ikan : lokasi berdasarkan koordinat posisi : global positioning system : gross tonage (ukuran perahu/kapal motor) : jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan di lapisan permukaan laut : garis/kontur yang menyatakan lapisan kedalaman laut yang sama : ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu : kegiatan penangkapan ikan yang terkoordinasi di antara nelayan yang berasal dari tempat berbeda dengan tujuan untuk menghilangkan konflik di antara mereka : kandungan hijau daun pada fitoplankton : koreksi citra satelit untuk menghilangkan kesalahan akibat rotasi dan kelengkungan bumi.

15 koreksi radiometrik KUD LAPAN mil laut (nautical mile) Megalaspis cordyla migrasi MSY musim barat musim peralihan pertama musim timur musim peralihan kedua nelayan pandega nelayan sambilan nelayan pemilik Nelayan tradionil : koreksi citra satelit untuk menghilangkan kesalahan akibat pengaruh partikel di atmosfir. : Koperasi Unit Desa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional ukuran jarak di laut sejauh meter : ikan selar : perpindahan kelompok ikan dari satu lokasi ke lokasi perairan lainnya, karena faktor lingkungan atau proses pertumbuhan ikan. : maximum sustainable yield (potensi lestari) : musim yang didominasi oleh angin dari arah barat, biasanya terjadi pada bulan Desember - Februari : musim yang merupakan transisi dari musim barat ke musim timur, dengan arah dan kecepatan angin yang berubah-ubah, terjadi pada bulan Maret Mei : musim yang didominasi oleh angin dari arah timur, biasanya terjadi pada bulan Juni Agustus : musim yang merupakan transisi dari musim timur ke musim barat, dengan arah dan kecepatan angin yang berubah-ubah, biasanya terjadi pada bulan September November : orang yang pekerjaannya hanya melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut : orang yang kegiatannya menjadi nelayan pada waktu tidak mengerjakan pekerjaan utamanya, misalnya pekerjaan di pabrik gula. : pemilik perahu/kapal motor dan ikut serta dalam kegiatan penangkapan ikan : nelayan yang melakukan penangkapan dengan perahu layar atau perahu motor di bawah 5 GT. NOAA- AVHRR : National Oceanic and Atmospheric Administration - Advance Very High Resolution Radiometer overfishing : kegiatan penangkapan ikan yang produksinya melebihi potensi lestasi sumberdaya ikan dan/atau upaya penangkapan ikan yang dikerahkan melebihi tingkat upaya untuk menghasilkan MSY one day fishing : kegiatan penangkapan ikan yang lamanya satu hari atau satu malam per trip operasi penangkapan ikan

16 paceklik pengelolaan penginderaan Jauh piksel (pixel) pelagis kecil pelagis besar peta rupabumi peta kedalaman laut prospektif PPDI PPI radiometer count atau digital count atau digital number Rastrelliger kanagurta Rastrelliger neglectus salinitas Sardinella longiceps Scomberomorus lineolatus SeaWiFS : masa sulit bagi nelayan karena hasil tangkapan sangat rendah, baik akibat dari tidak adanya ikan di perairan maupun buruknya kondisi laut : pengaturan penangkapan ikan berdasarkan zona potensi penangkapan ikan : ilmu dan seni untuk mendapatkan data atau fenomena suatu obyek dengan bantuan alat tanpa menyentuh objek yang diamati : ukuran gambar terkecil yang dapat diamati dan dinyatakan dalam ukuran satuan dalam citra satelit penginderaan jauh, misalnya untuk citra NOAA- AVHRR adalah 1,1 km x 1,1 km. : jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan mulai dari lapisan permukaan laut sampai kedalaman 100 meter : jenis ikan yang hidup, berenang dan mencari makan mulai dari lapisan permukaan laut sampai kedalaman lebih dalam dari 100 meter : peta yang menggambarkan bentuk dan penggunaan lahan dengan skala tertentu : peta yang menggambarkan kedalaman laut dengan skala tertentu : mempunyai peluang memberikan hasil yang tinggi : Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan : Pusat Pendaratan Ikan : Nilai digital dari setiap pixel terdiri dari 8 bit dengan nilai 0 255, atau 10 bit dengan nilai : kembung laki-laki atau banyar : kembung perempuan : kandungan garam di perairan laut dengan satuan o / oo. : jenis ikan lemuru di Selat Bali : tenggiri : Sea Wide Field of view Sensor Selar cromenopthalmus : ikan selar bentong Sempenit scad mackerels : ikan lemuru yang ukuran panjangnya kurang dari 11 cm. : Ikan layang

17 schooling Situbondo spasial : gerombolan ikan di laut : nama kabupaten di ujung timur dari Jawa Timur, berada di tepian selatan dari Selat Madura : ukuran luas tertentu berkorelasi dengan posisi koordinat. SPL : Suhu Permukaan Laut (satuan 0 C) SST : Sea Surface Temperature (satuan 0 C) stenohaline temporal trevallies purse seine protolan Topex Poseidon thermal front Thunnus albacares : ikan yang sensitif terhadap perubahan salinitas : periode pengulangan tertentu (mingguan, bulanan, musiman) Nama lain dari ikan selar : jaring ikan yang dikenal dengan nama pukat cincin : lemuru yang ukuran panjangnya antara cm. : satelit penginderaan jauh yang memberikan data tentang ketinggian muka laut dan arah angin. : pertemuan antara massa air yang lebih panas dengan yang lebih dingin : madidihang time series : deret waktu dengan periode yang berbeda, mingguan/bulanan/musiman swimming layer TPI unit spasial WPP ZEE Zona A Zona B Zona C ZPPI ZPPI virtual : lapisan kedalaman berenang ikan tempat pendaratan ikan : ukuran sel (unit) terkecil dalam peta : Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (11 WPP) : zona ekonomi ekslusif : zona penangkapan ikan PPI Besuki : zona penangkapan ikan PPI Tanjung Pecinan : zona penangkapan ikan PPI Pondok Mimbo : zona potensi penangkapan ikan : ZPPI yang ada dalam zona penangkapan PPI lain.

18 xvi DAFTAR ISI Halaman Daftar Gambar xx Daftar Tabel xxiii Daftar Lampiran. xxiv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Kebutuhan Informasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial ZPPI LAPAN Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan buatan BRKP Tingkat Adopsi Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo Pewilayahan Pembangunan Kabupaten Situbondo Kelembagaan Kelautan dan Perikanan Usaha Penangkapan Ikan Laut Permasalahan dan Peluang Dalam Pembangunan Perikanan... 46

19 xvii 4 METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Pengumpulan Data Materi penelitian Perhitungan suhu permukaan laut Data klorofil-a Data angin dan gelombang Data kedalaman perairan laut Pengumpulan Data Perikanan Tangkap Pengumpulan data perikanan tangkap melalui survei lapangan Pengumpulan data waktu, lokasi dan jenis ikan Design dan sintesis Informasi Spasial ZPPI Metode Analisis Pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan ukuran 62 (jarak jangkau) perahu/kapal motor Pengaturan zona penangkapan berdasarkan daya jangkau kapal dalam bentuk lingkaran Pengaturan zona penangkapan ikan dalam jarak sejajar garis pantai Analisis pengelolaan zona penangkapan ikan HASIL PENELITIAN Kondisi Oseanografi Selat Madura dan Sekitarnya SPL dan kandungan klorofil-a Angin dan gelombang Kedalaman perairan Selat Madura Kondisi Umum Perikanan Tangkap Hasil Tangkapan dari Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI Hasil tangkapan ZPPI bulan Mei Hasil tangkapan ZPPI bulan Juni Hasil tangkapan ZPPI bulan Juli... 75

20 xviii Hasil tangkapan ZPPI bulan Agustus Hasil tangkapan ZPPI bulan September Hasil tangkapan ZPPI bulan Oktober Hasil tangkapan ZPPI bulan November Pengaturan Alokasi Perahu Motor Distribusi perahu motor pada masing-masing PPI Pengaturan berdasarkan zona dalam bentuk lingkaran Pengaturan berdasarkan zona dalam jarak sejajar garis pantai ZPPI di Selat Madura dan Sekitarnya ZPPI bulanan pada zona PPI Besuki ZPPI bulanan pada zona PPI Tanjung Pecinan ZPPI bulanan pada zona PPI Pondok Mimbo ZPPI bulanan pada peraian sekitar Selat Madura PEMBAHASAN Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya SPL, klorofil-a, angin, gelombang, dan arus Kedalaman perairan Selat Madura Sumberdaya ikan Selat Madura Kondisi spesifik Selat Madura Pengaturan Alokasi Perahu/Kapal Motor Pengaturan alokasi perahu/kapal motor dalam zona penangkapan ikan berbentuk lingkaran Pengaturan alokasi perahu/kapal motor dalam zona penangkapan ikan sejajar garis pantai Alternatif bentuk zona penangkapan Pengaturan Pola Kegiatan Penangkapan Ikan Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi nelayan Besuki Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi nelayan Tanjung Pecinan Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi nelayan Pondok Mimbo

21 xix Pengembangan pemanfaatan hasil tangkapan Diskusi pola penangkapan dan pengelolaan ikan hasil tangkapan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

22 xx DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan zona penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten Situbondo Jawa Timur dengan pendekatan spasial dan temporal Korelasi antara jarak dari titik pusat zona potensi penangkapan ikan dengan hasil tangkapan ikan Pembagian wilayah perairan laut Indonesia menjadi 11 WPP Informasi spasial ZPPI tanggal 13 Juli 2002 yang digunakan pada uji coba penerapan ZPPI di perairan laut Pangandaran 32 5 Contoh ZPPI di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura yang dipergunakan oleh nelayan Pekalongan Contoh penggunaan informasi spasial dengan 2 (dua) ZPPI di Laut Jawa sebelah utara Tuban dan Rembang oleh nelayan Pekalongan Contoh Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan yang diproduksi dan didisribusikan oleh BRKP - DKP Peta geografi wilayah Kabupaten Situbondo menunjukkan posisi wilayah Situbondo berada di sisi selatan Selat Madura, dan wilayah kabupaten sekitarnya di Provinsi Jawa Timur Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI Proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI dalam penelitian identifikasi zona potensi penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya Proses sintesis untuk menghasilkan pola spasial ZPPI mingguan Proses sintesis data untuk menghasilkan pola spasial ZPPI bulanan setiap tahun Diagram alir proses pembuatan ZPPI bulanan Pembagian zona penangkapan berdasarkan jarak tempuh perahu motor pada masing-masing ukuran, berbentuk lingkaran dengan titik pusat pada PPI dan zona sejajar garis pantai Batas zona pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo meliputi PPI Besuki, PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok Mimbo

23 xxi 16 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan feedback hasil penangkapan pada bulan Mei tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juni tahun 2004` Informasi spasial zona potensi ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan Ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Agustus tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan September tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober tahun Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember Perbandingan jumlah perahu motor masing-masing ukuran pada PPI Besuki, Tanjung Pecinan dan Pondok Mimbo Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Desember Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Januari Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Februari Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Maret Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan April Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Mei Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juni... 91

24 xxii 34 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juli Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Agustus Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan September Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Oktober Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan November... 93

25 xxiii DAFTAR TABEL Halaman 1 Nama kecamatan dan desa pesisir yang mempunyai TPI Alat tangkap dan produksi ikan setiap jenis alat tangkap per tahun 43 3 Produksi ikan tangkap Kabupaten Situbondo untuk 5 (lima) jenis ikan yang dominan pada tahun (5 tahun) 44 4 Jumlah armada perahu/kapal motor setiap kecamatan di Kabupaten Situbondo tahun Jumlah nelayan berdasarkan jenisnya pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Situbondo tahun Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Pondok Mimbo Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Besuki Distribusi jumlah dan ukuran perahu motor pada masing-masing PPI di wilayah Kabupaten Situbondo Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu layar/motor di PPI Besuki Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu layar/motor di PPI Tanjung Pecinan Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu layar/motor di PPI Pondok Mimbo Luas zona penangkapan per perahu/kapal motor (km 2 /unit) untuk masing-masing PPI dan seluruh Situbondo Luas zona penangkapan sejajar garis pantai untuk masing-masing kategori perahu/kapal motor pada PPI Luas zona sejajar garis pantai untuk alokasi per unit perahu/kapal motor masing-masing untuk PPI Besuki, Tanjung Pecinan, dan Pondok Mimbo, dan rata-rata untuk seluruh Situbondo Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Besuki Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Tanjung Pecinan Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Pondok Mimbo Posisi ZPPI bulanan di perairan sekitar Selat Madura... 98

26 xxiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Contoh sebaran SPL Contoh sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya Tabel arah, kecepatan dan frekeensi angin di Selat Madura Tabel arah, ketinggian dan frekeensi gelombang di Selat Madura Peta gelombang dan kecepatan angin di Laut Jawa dan sekitarnya Gambar kontur kedalaman (batimetri) Selat Madura, Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian utara Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan Tabel Feedback hasil tangkapan ikan di Selat Madura oleh nelayan Situbondo dalam penerapan informasi spasial ZPPI Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing PPI dengan pola pengaturan berbentuk lingkaran Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing PPI dengan pola pengaturan berbentuk sejajar garis pantai Sebaran ZPPI mingguan di perairan Selat Madura Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Desember di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Januari di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Februari di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Maret di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan April di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Mei di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Juni di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh

27 xxv Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Juli di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Agustus di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan September di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Oktober di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Sebaran ZPPI mingguan pada bulan November di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh Grafik perbandingan antara ZPPI dengan ZPPI virtual yang dapat diakses melalui kerjasama operasional penangkapan ikan Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Besuki sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses Grafik perbandingan antara ZPPI dalam zona PPI Tanjung Pecinan sendiri dengan ZPPI virtual yang dapat diakses Grafik perbandingan antara ZPPI yang ada dalam zona PPI Pondok Mimbo sendiri dengan ZPPI yang dapat diakses serta ZPPI virtual yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan ikan

28 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang luasnya sekitar 2,7 juta km 2. Ini berarti bahwa Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya di perairan laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km 2. Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Potensi tersebut diantaranya terdiri dari ikan pelagis besar sebesar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,6 juta ton, dan ikan demarsal sebesar 1,36 juta ton. Nilai produksi tersebut memberikan indikasi bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%, dan sebagian besar merupakan ikan pelagis (Dahuri, 2003). Sumberdaya ikan Indonesia yang sangat besar merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat dan sumber devisa negara. Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah perairan laut yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing termasuk wilayah perairan Laut Jawa. Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan sumberdaya perikanan belum dilaksanakan dengan baik, sebagai akibat belum tersedianya perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan secara akurat dan sesuai dengan kondisi spesifik perairan, sumberdaya ikan, sarana dan prasarana perikanan serta sosial budaya masyarakat. Selat Madura adalah salah satu wilayah yang mempunyai potensi perikanan cukup baik namun belum dikelola dan dikembangkan secara optimal. Wilayah perairan laut ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Situbondo dan kabupaten lain di sekitarnya. Wilayah Kabupaten Situbondo terletak di tepian selatan Selat Madura dengan garis pantai sepanjang sekitar 150 km, berseberangan dengan wilayah Kabupaten Sumenep yang terletak di tepian utara selat ini. Kabupatan ini di sebelah timur berbatasan dengan Laut Bali dan Selat

29 2 Bali, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso. Secara geografis, wilayah perairan Kabupaten Situbondo sangat strategis karena merupakan pintu gerbang untuk mengakses perairan yang mempunyai potensi sumberdaya ikan cukup tinggi, yaitu Selat Madura di bagian timur, Laut Jawa bagian timur, Selat Bali bagian utara, Laut Bali dan Laut Flores, di utara merupakan pintu gerbang menuju perairan sekitar Laut Jawa bagian timur dan Selat Makassar bagian Selatan. Karena armada penangkapan ikan dan prasarana perikanan yang tidak memadai maka nelayan Kabupaten Situbondo belum seluruhnya mampu memanfaatkan potensi strategis tersebut secara optimal. Perairan pantai Kabupaten Situbondo termasuk daerah penangkapan ikan yang mudah diakses baik oleh nelayan Situbondo maupun oleh nelayan dari wilayah lain. Selain ikan pelagis dan demarsal, kabupaten ini juga memiliki beberapa kawasan terumbu karang yang kualitasnya masih dalam kategori baik. Di bagian barat terdapat bentangan kawasan mangrove yang cukup luas dan memanjang, sehingga merupakan lingkungan yang sangat baik untuk tetap terpeliharanya keanekaragaman hayati laut, khususnya sumberdaya ikan di perairan laut Kabupaten Situbondo. Keberhasilan usaha perikanan tangkap di antaranya ditentukan oleh faktor teknologi penangkapan, kualitas sumberdaya manusia khususnya nelayan, teknologi informasi, dan potensi sumberdaya ikan (Dahuri, 2003). Tingkat perkembangan perikanan di Kabupaten Situbondo saat ini masih berada pada posisi yang paling rendah dibandingkan dengan tiga kabupaten di sekitarnya, yaitu kabupaten Banyuwangi, Probolinggo dan Sumenep. Dari segi potensi sumberdaya ikan, sarana dan prasarana penangkapan serta pengolahan ikan, Kabupaten Situbondo masih jauh berada di bawah Kabupaten Banyuwangi. Demikian juga dengan wilayah yang berada di sebelah barat, kondisi sarana dan prasarana perikanan Kabupaten Situbondo masih berada dibawah Kabupaten Probolinggo. Begitu juga di sebelah utara, tingkat kemajuan perikanan Kabupaten Situbondo masih tertinggal dibandingkan dengan Kabupaten Sumenep. Nelayan pada umumnya memerlukan waktu yang lama untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan karena harus mencari gerombolan (schooling) ikan

30 3 terlebih dahulu atau dengan mencoba-coba (trial fishing) tanpa dukungan informasi atau teknologi untuk penangkapan ikan. Pencarian lokasi gerombolan ikan dan trial fishing memerlukan waktu cukup lama sehingga menghabiskan bahan bakar cukup banyak, sehingga meningkatkan biaya kegiatan penangkapan ikan sementara hasil tangkapannya tidak dapat dipastikan. Di sisi lain, banyak faktor yang menentukan terjadinya gerombolan ikan, antara lain suhu, salinitas dan klimatologi khususnya curah hujan (Wudianto, 2001). Dalam upaya meningkatkan efisiensi kegiatan penangkapan ikan, diperlukan informasi secara spasial dan temporal tentang lokasi yang prospektif untuk kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut seharusnya memiliki unit spasial yang dapat dipergunakan secara operasional dan resolusi temporal dengan periode yang sesuai dengan pola penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo. Dengan memperhatikan karakteristik nelayan Situbondo dan kondisi oseanografi Selat Madura yang merupakan kawasan penangkapan ikan nelayan Situbondo, dikembangkan informasi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) untuk kawasan Selat Madura dan sekitarnya. Pengembangan dan penerapan informasi spasial tersebut didukung dengan pemahaman tentang potensi dan karakteristik sumberdaya ikan dan klimatologi, khususnya tentang kecepatan angin dan ketinggian gelombang di Selat Madura dan perairan sekitarnya. Pengembangan informasi spasial ZPPI untuk pengelolaan penangkapan ikan di kawasan Selat Madura dan sekitarnya didasari oleh penelitian panjang tentang pemanfatan data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk identifikasi parameter oseanografi khususnya suhu permukaan laut (SPL), kemudian dilanjutkan dengan penelitian pemanfaatan data sebaran SPL untuk identifikasi fishing ground. Dalam upaya meningkatkan akurasi informasi yang dihasilkan, penelitian penentuan fishing ground selanjutnya didukung dengan penggunaan data kandungan klorofil-a dari data SeaWiFS. Penelitian pemanfaatan ZPPI untuk nelayan Situbondo juga didasari oleh pengalaman penerapan informasi spasial ZPPI di berbagai wilayah perairan Indonesia termasuk di kawasan Selat Madura. Pengembangan informasi spasial ZPPI untuk Selat Madura dan sekitarnya didasari oleh penelitian jangka panjang tentang pemanfaatan data NOAA- AVHRR untuk pemetaan SPL (sejak 1983), dilanjutkan dengan deteksi thermal

31 4 front/upwelling dalam kaitannya dengan lokasi penangkapan ikan ( ). Pengembangan informasi spasial ZPPI oleh LAPAN sendiri melewati penelitian dan uji coba penerapan cukup lama di beberapa daerah, mulai tahun 1999 dengan nama informasi Zona Ikan (ZI), kemudian diberi nama informasi Zona Potensi Ikan (ZPI) yang waktu itu hanya menggunakan data SPL yang dihitung berdasarkan data NOAA-AVHRR. Berdasarkan Laporan Kegiatan LAPAN (2002), telah dilakukan sosialisasi ZPPI dan penerapannya di beberapa lokasi di antaranya di Situbondo, Pekalongan, Badung Bali Selatan, dan Bengkulu. Nama informasi zona potensi ikan tersebut terakhir diubah menjadi informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) dengan mulai memasukkan parameter kandungan klorofil-a dalam penentuan ZPPI. Dalam upaya mendapatkan feedback hasil identifikasi ZPPI, telah dilakukan sosialisasi dan penerapan ZPPI ke beberapa daerah seperti Pekalongan, Bangkalan (Madura), Bengkulu, Manado, Biak, Padang, Balikpapan, Parepare (Sulawesi Selatan) dan Nusa Tenggara Timur. Uji coba penerapan ZPPI ini mendapatkan feedback hasil penangkapan pada lokasi yang ditentukan dan jenis ikan hasil tangkapan (Hartuti, 2006). ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya diidentifikasi dengan menggunakan data sebaran SPL dan kandungan klorofil-a yang masing-masing diperoleh dari satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR dan SeaWiFS. Berdasarkan informasi spasial ZPPI dan kedalaman perairan, teridentifikasi bahwa sebaran ZPPI yang paling luas dan prospektif untuk penangkapan ikan bagi nelayan Situbondo adalah di Selat Madura bagian timur dan Laut Bali bagian barat (Hasyim et al, 2009). ZPPI berdasarkan data satelit penginderaan jauh, beserta feedback dari nelayan tentang lokasi dan hasil tangkapan dari operasi penangkapan ikan yang berpedoman pada informasi spasial ZPPI, dan karakteristik oseanografi selat Madura, dipergunakan untuk menentukan pola kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan yang berpangkalan di PPI Besuki, PPI Tanjung Peninan, dan PPI Pondok Mimbo. Dalam upaya meningkatkan produktivitas hasil tangkapan dan mencegah terjadinya konflik antar nelayan, baik antar nelayan dari PPI di Kabupaten Situbondo serta antara nelayan Situbondo dengan nelayan dari PPI di sekitarnya, pola kegiatan penangkapan ikan tersebut perlu didukung oleh kerjasama penangkapan ikan di kawasan Selat Madura dan

32 5 sekitarnya. Pengembangan pengaturan kegiatan penangkapan ikan tersebut diharapkan dapat menciptakan pengelolaan perikanan yang efektif dan efisien. Dalam upaya meningkatkan percepatan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Situbondo, pengelolaan perikanan tangkap seyogianya memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada, penguasaan teknologi termasuk informasi spasial ZPPI yang dihasilkan dari data satelit penginderaan jauh. 1.2 Permasalahan ZPPI pada umumnya berpindah-pindah secara spasial dan temporal, sehingga nelayan selalu mengalami kesulitan dalam menentukan lokasi yang prospektif untuk penangkapan ikan. Rendahnya produktivitas nelayan Situbondo di antaranya adalah akibat dari keterbatasan teknis untuk mengakses perairan yang mempunyai potensi sumberdaya ikan tinggi. Keterbatasan teknis tersebut merupakan akibat keterbatasan ukuran perahu motor, pengaruh angin kencang dan gelombang tinggi di musim timur, serta pangkalan perahu/kapal motor yang kurang tepat sehingga tidak efisien. Hingga saat ini masih belum ada konsep terpadu tentang pengelolaan zona penangkapan ikan terutama menyangkut pengaturan kegiatan penangkapan ikan secara spasial dan temporal di Kabupaten Situbondo dan kabupaten di sekitarnya. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi dinamika zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) di kawasan Selat Madura dan sekitarnya melalui pemetaan suhu permukaan laut dan klorofil-a berdasarkan data satelit penginderaan jauh. 2) Mengembangkan pengaturan pola kegiatan penangkapan ikan secara spasial dan temporal fokus pada kawasan pengembangan perikanan tangkap beserta kerjasama operasional kegiatan penangkapan ikan antar Pusat Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Situbondo serta dengan kabupaten sekitarnya berdasarkan pola dinamika ZPPI.

33 6 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian menghasilkan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai arahan dalam penyusunan rencana opersioanal kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Situbondo secara optimal untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, pemilik usaha penangkapan ikan, serta pendapatan daerah Kabupaten Situbondo. Nelayan mempunyai kepastian tentang lokasi prospektif untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan sehingga terjadi peningkatan hasil tangkapan dan efisiensi penangkapan ikan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dan para pelaku perikanan tangkap. Melalui penelitian ini dilakukan sintesis dinamika thermal front dan kandungan klorofil-a untuk mendapatkan informasi spasial ZPPI, selanjutnya informasi spasial bulanan dan hasil analisis berorientasi pada unit spasial. Dinamika ZPPI yang berorientasi pada dinamika unit spasial selanjutnya menjadi arahan untuk pengelolaan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo di kawasan Selat Madura. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih untuk berbagai kawasan perairan sehingga pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh yang berbasis pada spasial dan temporal dapat digunakan sebagai salah satu pendukung pengelolan perikanan tangkap di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk melakukan prediksi ZPPI beberapa hari atau seminggu ke depan. Dalam upaya meningkatkan penerapan informasi spasial ZPPI, diharapkan dapat mendorong penelitian lebih lanjut tentang pengembangan metode pengolahan data satelit penginderaan jauh untuk mendapatkan parameter oseanografi lebih akurat dan lebih cepat yang berlaku untuk berbagai kawasan perairan, peningkatan dan perluasan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI untuk mendapatkan feedback berupa parameter oseanografi, jumlah dan jenis ikan hasil tangkapan. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk kawasan selat yang terbuka seperti Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Malaka, serta perairan laut yang terbuka seperti Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda, dan Samudera Hindia, dengan menggunakan parameter oseanografi yang lebih.lengkap.

34 7 1.5 Hipotesis (1) ZPPI di kawasan Selat Madura dan sekitarnya memiliki dinamika secara spasial dan temporal yang mengikuti angin musiman. (2) Peluang nelayan Situbondo dalam mengakses ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya tidak sama, ditentukan oleh posisi geografis, kondisi oseanografi dan kemampuan teknis alat tangkap serta pola penangkapan ikan oleh nelayan dari masing-masing PPI. (3) Kerjasama perikanan tangkap secara terpadu di kawasan Selat Madura dan perairan sekitarnya, akan meningkatkan produktivitas nelayan Situbondo dari masing-masing PPI. 1.6 Kerangka Pemikiran Nelayan Situbondo memanfaatkan sumberdaya ikan di Selat Madura, dan harus berkompetisi dengan nelayan dari PPI sekitarnya, khususnya dari PPI Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Banyuwangi yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran 20 GT ke atas. Nelayan Situbondo, khususnya yang berasal dari PPI Pondok Mimbo kalah bersaing dengan nelayan dari PPI di luar Situbondo karena alat tangkap yang dipergunakan kurang memadai. Keterbatasan teknologi ini menyebabkan nelayan Situbondo pada umumnya melakukan operasi penangkapan ikan dengan pola one day fishing atau maksimum hanya 3 hari. Kondisi ini juga disebabkan oleh kendala angin dan gelombang di musim timur untuk mengakses sumberdaya ikan di sisi timur Selat Madura. Selain prasarana pendaratan yang kurang memadai, Situbondo juga belum memiliki industri pengolahan ikan modern, misalnya untuk pengalengan ikan. Pola penangkapan ikan yang mayoritas one day fishing dan trial fishing menyebabkan produktivitas perikanan Situbondo lebih rendah dibandingkan daerah lain di tepian Selat Madura dan perairan sekitarnya. Dalam upaya mendukung pembangunan perikanan di Kabupaten Situbondo, data satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi dinamika ZPPI dalam kaitannya dengan kondisi oseanografi di Selat Madura dan perairan sekitarnya. Penelitian ini memanfaatkan data suhu permukaan laut (SPL) yang

35 8 diperoleh dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR didukung dengan data kandungan klorofil-a dari satelit SeaWiFS untuk mengidentifikasi dinamika ZPPI secara spasial dan temporal. Selain itu, analisis dinamika ZPPI juga didukung dengan data feedback hasil uji coba penangkapan ikan menggunakan informasi spasial ZPPI, angin dan gelombang, serta data hasil survei lapangan. Dengan demikian, ZPPI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah area yang diprediksi sebagai lokasi gerombolan ikan (fish schooling). Penelitian ini merupakan pengembangan lanjut dari penelitian ZPPI yang hanya berorientasi pada deteksi ZPPI harian menjadi penelitian dinamikan ZPPI dengan pendekatan unit spasial sehingga dapat dipergunakan untuk pengelolaan penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten Situbondo. Sesuai dengan tata ruang wilayah Situbondo maka analisis dinamika ZPPI secara spasial dan temporal membagi wilayah penangkapan ikan bagi nelayan Situbondo dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu zona paling barat yang berpusat di PPI Besuki, zona di bagian tengah berpusat di PPI Tanjung Pecinan, dan zona penangkapan paling timur berpusat di PPI Pondok Mimbo. Penelitian ini juga menganalisis sebaran ZPPI yang ada dalam zona penangkapan ikan masingmasing PPI, serta kemungkinan untuk mengakses ZPPI dalam zona PPI di sekitarnya melalui kerjasama operasional penangkapan ikan. Informasi spasial ZPPI yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ZPPI bulanan yang merupakan sintesis dari ZPPI mingguan. Informasi spasial ZPPI bulanan dipergunakan untuk memberikan gambaran lokasi yang propektif untuk melakukan penangkapan di kawasan Selat Madura dan perairan sekitarnya bagi nelayan Situbondo yaitu nelayan dari PPI Besuki dan PPI Tanjung Pecinan di perairan Selat Bali bagian utara, Laut Bali bagian Barat, dan Laut Jawa bagian timur di utara kepulauan Madura. Informasi spasial ZPPI musiman dipergunakan untuk memberikan gambaran zona penangkapan ikan jangka panjang bagi nelayan Situbondo khususnya dari dua PPI tersebut untuk memperluas wilayah penangkapannya di luar kawasan Selat Madura. Sementara nelayan dari PPI Pondok Mimbo belum mampu melakukan kegiatan penangkapan ikan jangka panjang karena keterbatasan ukuran perahu/kapal motor yang digunakan.

36 9 Berdasarkan dinamika ZPPI, kondisi oseanografi Selat Madura dan sekitarnya, serta kondisi pengelolaan ikan hasil tangkapan, dikembangkan pola kerjasama penangkapan ikan antara PPI di Situbondo, serta kerjasama regional penangkapan dan pengolahan ikan hasil tangkapan antara Situbondo dengan daerah lain di sekitar Selat Madura, serta antara nelayan Situbondo dengan nelayan dari PPI di luar Selat Madura yaitu sekitar Selat Bali, Laut Bali, dan di sisi selatan Laut Jawa bagian timur. Gambaran singkat tentang pemikiran ini disajikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1. SPL Klorofil-a Dinamika spasial dan temporal ZPPI (mingguan, bulanan, musiman) Angin dan Gelombang Pola pengaturan operasi penangkapan ikan Pengelolaan Perikanan Terpadu: Kerjasama nelayan dan pemerintah daerah di tepian Selat Madura Teknologi Penangkapan Pengelolaan Ikan Hasil Tangkapan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pengelolaan zona penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya bagi nelayan Kabupaten Situbondo Jawa Timur dengan pendekatan spasial dan temporal.

37 10 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang Narendra (1993) menggunakan data satelit NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,3-11,3 µm dan 11,5-12,5 µm serta resolusi spasial 1,1 km untuk menentukan suhu permukaan laut (SPL). SPL yang dihasilkan selanjutnya menjadi data utama dalam menentukan zona potensi penangkapan ikan. Dalam perhitungan SPL dilakukan 3 (tiga) tahap proses yaitu : (1) koreksi radiometrik; (2) koreksi geometrik; (3) perhitungan SPL. Koreksi radiometrik terhadap data NOAA-AVHRR dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh atmosfir pada saat transmisi energi dari matahari ke permukaan laut dan emisi dari permukaan laut ke sensor pada satelit. Koreksi geometrik dilakukan untuk menghilangkan efek kelengkungan permukaan bumi dan rotasi bumi pada saat observasi oleh satelit. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari segi geometrik juga digunakan beberapa titik kontrol peta sebagai acuan pada saat koreksi geometrik. Sedangkan perhitungan suhu permukaan laut menggunakan multi kanal yaitu kanal 4 dan kanal 5, dimaksudkan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat. Gastellu (1983) menyatakan bahwa, untuk keperluan pengguna ilmiah sangat berkepentingan dengan data yang didapat dari satelit khususnya yang berkaitan dengan determinasi dari SPL dan dinamika oseanografi (thermal front, upwelling, dan arus eddy). Keterbatasan aspek fisik dan teknologi menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan hasil pengamatan SPL dari satelit. Permasalahan utama disebabkan oleh kandungan uap air di atmosfir yang menyebabkan kesalahan sampai 10 o K. Keragaman emisivitas permukaan laut dan noise pada sensor satelit juga merupakan faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam perhitungan SPL. Dengan menggunakan koreksi radiometrik dan proses pengolahan yang baik memungkinkan untuk mendapatkan SPL yang cukup teliti. Gordon (2005) menyimpulkan, berdasarkan penelitian menggunakan data MODIS Aqua dan data Sea WiFS diketahui bahwa SPL, klorofil-a, dan upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsun. Dari hasil penelitian arus

38 11 lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lintas kepulauan Indonesia dekat 12 o LS. Perairan laut Indonesia mengalami penurunan disebabkan oleh pergerakan arus lintas kepulauan Indonseia (ALKI) dan diganti oleh air laut dari termoklin Pasifik Utara melintasi lapisan bawah termoklin dan masuk pada lapisan lebih dalam, kemudian langsung diganti oleh air dari Pasifik Selatan. Air masuk yang menggantikan nampak sebagai campuran utama pada perairan laut Indonesia. Jika tidak ada arus lintas Indonesia dan air tidak menjadi dingin, dan zona perairan dengan salinitas rendah memotong Samudera Hindia tropis maka dapat dibuat satu asumsi bahwa air yang hangat akan terdapat di perairan tropis dengan salinitas tinggi dan Samudera Hindia bagian utara. Tangdom (2005) menyatakan bahwa, monsun Asia mempunyai pengaruh dominan pada variasi SPL. Pada bulan Agustus, ketika angin monsun tenggara bertiup dominan, area yang luas sebelah selatan lebih dingin 5 o C, dengan suhu minimum pada daerah upwelling sebelah selatan Pulau Jawa dan di atas paparan Arafura. Air yang dingin digerakkan ke Laut Jawa bagian timur. Di Selat Makassar, ketika parameter koreolis berakhir dan hilang maka air permukaan mengalir ke arah utara searah dengan pergerakan angin. Dampak dari aliran air permukaan diperkecil oleh perluasan aliran air bagian permukaan dari Samudera Pasifik, dan sebagai hasilnya maka SPL di Selat Makassar selama musim bersangkutan lebih tinggi dari 29 o C. Angin monsun sebaliknya menggerakkan massa air yang relatif dingin dan salinitas rendah dari Laut China Selatan ke lapisan permukaan Laut Jawa bagian selatan. SPL terendah dari perairan laut Indonesia terdapat di Laut Jawa bagian barat, yaitu ketika terjadi perluasan radiasi panas permukaan sehingga SPL lebih tinggi dari 29 o C. Juga dinyatakan bahwa, mekanisme yang menyebabkan dan memelihara SPL pada kondisi yang tetap di lautan Indonesia terjadi sebagai akibat dari topografi yang komplek dan pertemuan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Sebagai tambahan terhadap radiasi panas permukaan, percampuran pasang yang intensif dari permukaan laut dan termoklin yang digerakkan oleh angin di atas Samudera Pasifik dan Samudera Hindia memainkan peran dalam pergerakan dan pemeliharaan SPL. Konsekuensinya, dinamika regional lautan

39 12 dan SPL menjadi faktor penting dalam iklim regional, yang berdampak penting terhadap iklim global. Wilayah Indonesia, yang juga dikenal dengan Maritime Continent telah diidentifikasi sebagai area yang sangat penting bagi iklim, baik secara lokal maupun global. Penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di perairan tropis Asia dicirikan pada penggunaan rumpon untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil. Sejak tahun 1971, fishing ground diperluas ke bagian timur Laut Jawa dengan mengembangkan taktik dan strategi penangkapan yang selalu bergeser berkaitan dengan perubahan lingkungan. Analisis hasil tangkapan ikan layang dalam kaitannya dengan fishing ground di sekitar Bawean, Masalembo Matasiri, dan kepulauan Kangean menunjukkan bahwa, keberhasilan penangkapan ikan terjadi selama periode salinitas tinggi (34 0 / 00 ). Hasil tangkapan ikan tertinggi selama periode tersebut didaratkan dari fishing ground di kepulauan Masalembo. Fenomena ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang dapat diterangkan dengan jelas bahwa pergeseran massa air dari arah timur ke barat menyebabkan meningkatnya produktivitas ikan pelagis kecil di area tersebut. Hasil tangkapan rata-rata sekitar kepulauan Masalembo dengan jelas menunjukkan siklus musiman yang berkaitan erat dengan perubahan angin monsun. Hasil tangkapan (ton/hari penangkapan) cenderung tinggi pada bulan Agustus hingga November, pada kondisi perairan dengan salinitas tinggi dan suhu lebih rendah, sebaliknya menurun pada bulan Desember hingga Juli dengan suhu tinggi dan salintas rendah. Kondisi yang khusus terjadi pada bulan Januari April dengan hasil tangkapan sekitar 1,5 sampai 2,5 ton/hari. Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh kondisi oseanografi Selat Makassar dan Laut Flores dengan kondisi yang bervariasi berkaitan dengan perubahan musiman. Hasil penelitian pada stasiun dekat pulau Matasiri dalam periode menunjukkan bahwa SPL maksimum mencapai 30 o C selama angin dari barat laut atau musim basah pada bulan Desember 1993, kemudian menurun hingga 26 o C pada Februari Suhu minimum dengan nilai 28 o C terjadi selama akhir musim angin tenggara atau musim kering pada bulan September 1993.

40 13 Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh karakteristik perairan Selat Makassar dan perairan Laut Flores dengan kondisi yang bervariasi berkaitan dengan perubahan musim. Hasil penelitian dalam periode menunjukkan bahwa, SPL maksimum mencapai 30 o C selama angin dari arah barat laut atau musim barat pada bulan Desember 1993 pada stasiun dekat pulau Matasiri, kemudian menurun hingga 26 o C pada Februari Suhu minimum pada 28 o C terjadi selama akhir musim angin tenggara pada bulan September Salinitas permukaan laut mengikuti bentuk yang berlawanan dengan nilai maksimum 34,5 o/oo terjadi pada bulan September 1992 sampai Oktober 1993, kemudian turun menjadi o/oo pada bulan Februari Salinitas teringgi (34 o/oo) ditemukan pada fishing ground utama dari Bawean, Masalembo dan kepulauan Matasiri. Pengukuran secara khusus di perairaan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan bahwa SPL cenderung tinggi (29 0 C) selama periode Mei, November dan Desember 1992, juga pada bulan Juni, November dan Desember Kondisi lingkungan Laut Jawa; sangat dipengaruhi oleh perubahan permukaan laut dan interaksi atmosfir pada saat arus permukaan timur barat mengikuti arah angin mengakibatkan terjadinya percampuran mulai sepanjang permukaan ke perairan yang lebih dalam melalui pengadukan secara vertikal. Proses pengadukan terus berlangsung sampai perairan laut mencapai kondisi homogen dengan salinitas tinggi (34 0 / 00 ) yang terjadi selama musin angin tenggara pada bulan Juli Oktober. Proses sebaliknya terjadi dari barat laut selama monsun barat laut pada bulan November sampai Februari dengan salinitas rendah (<32 0 / 00 ) berkaitan dengan masuknya air tawar dari beberapa sungai besar selama musim hujan. Salinitas terendah pada permukaan laut terjadi pada bulan Mei 1992 (32 32,5 0 / 00 ) dan tertinggi tejadi pada bulan Oktober 1993 (33 34,5 0 / 00 ). Sediadi (2004) menyatakan bahwa, pada waktu musim timur terjadi proses upwelling di perairan Laut Banda. Untuk mengetahui effek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda, dilakukan penelitian pada bulan Agustus 1997 yang mewakili musim timur dan bulan Oktober 1998 yang mewakili musim peralihan sebagai pembanding. Data kelimpahan dan distribusi fitoplankton dengan mengambil contoh fitoplankton

41 14 dari kedalaman 100 m ke permukaan menggunakan jaring plankton dengan bukaan mulut berdiamter 31 cm, panjang 120 cm dan ukuran mata jaring 80 µm. Hasil pengamatan pada musim timur (Agustus 1997) menunjukkan bahwa proses taikan air (upwelling) masih berlangsung. Hal ini terlihat dari nilai regresi antara suhu dan salinitas (r 2 = 84,1 %), suhu dan nitrat (94,5%). Pada saat musim timur tercatat 33 jenis fitoplankton, komposisi jenis fitoplankton lebih bervariasi dibandingkan musim peralihan yang hanya 26 jenis fitoplankton. Berdasarkan hasil penelitian klorofil-a di Selat Bali dengan menggunakan data satelit SeaWiFS yang dilakukan oleh Gaol et al (2004) bahwa terjadi peningkatan kandungan klorofil-a secara musiman. Konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan pada bulan Mei dan mencapai kondisi tertinggi pada bulan September, dan berkorelasi erat dengan fluktuasi SPL. Distribusi suhu permukaan Selat Bali menunjukkan bahwa proses upwelling terjadi selama monsun tenggara. Rata-rata kelimpahan fitoplankton selama monsun tenggara adalah 35,5 x 10 3 cel/m 3, sedangkan pada monsun timur laut adalah 35,5 x 10 3 cel/m 3. Sementara proses upwelling di perairan Laut Jawa bagian selatan mencapai puncaknya pada saat monsun tenggara. Penelitian SPL dan klorofil-a menggunakan data SeaWiFS di perairan sekitar Nias yang dilakukan oleh Lumban Gaol et al (2007) menunjukkan bahwa, variasi SPL hasil estimasi dari sensor satelit NOAA-AVHRR dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Pada musim timur SPL cenderung lebih rendah. Variasi SPL antara musim timur dan musim barat tidak terlalu tinggi dengan rata-rata 1,5 o C, namun variasi SPL akibat pengaruh iklim global cukup tinggi, rata-rata 4 o C. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a hasil deteksi menggunakan sensor satelit SeaWiFS menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Sugimory (2006) menyatakan bahwa, lama kegiatan penangkapan ikan bervariasi mulai dari beberapa hari sampai orde satu musim, dengan liputan mulai dari cakupan beberapa 1 km sampai 100 km, dengan memperhatikan masa sirkulasi musim ikan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan memperhatikan kondisi nutrien di perairan laut, masa bertelur, pengasuhan dan masa mencari makan. Deteksi ikan dengan teknologi satelit dilakukan dengan cara

42 15 tidak langsung karena keterbatasan skala peta yang diperoleh dari citra satelit dan ikan berada di bawah permukaan air laut, namun dilakukan dengan mendeteksi distribusi produktivitas primer (klorofil-a) dengan menggunakan sensor visible. Sulistya (2007) menyatakan bahwa, pemahaman tentang karakteristik dan keanekaragaman SPL Laut Jawa belum memadai. Metode analisis spektral, spasial dan temporal perlu digunakan untuk mempelajari karakteristik SPL dalam kaitannya dengan musim. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, SPL tertinggi di Laut Jawa pada umumnya terjadi pada bulan April Mei dan bulan November, sebaliknya SPL terendah umumnya terjadi pada bulan Februari dan Agustus. Kostianoy (2004), melakukan penelitian thermal fornt menggunakan SST rata-rata mingguan yang dihasilkan dari NOAA-AVHRR dengan resolusi 18 km. Untuk mendapatkan data dengan resolusi spasial maksimum, analisis tidak didasarkan pada data rata-rata bulanan, tetapi menggunakan rata-rata data mingguan pada pertengahan tiap bulan dalam 3 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 36 peta SPL (36 mingguan tiap pertengahan bulan). Untuk mendapatkan gambar dari thermal front utama di bagian selatan dari Samudera Hindia, peta SPL dikonversi menjadi peta gradien SPL. Gradien SPL dihitung untuk tiap piksel berdasarkan operator gradien dua dimensi yang menghitung perbedaan antara dua piksel yang berdekatan. Dengan menggunakan 36 peta gradien SPL mingguan untuk tiap pertengahan bulan, diperoleh indikasi secara umum tentang struktur, perluasan, keragaman, dan intensitas dari thermal front di bagian selatan Samudera Hindia. Pengukuran arah dan kecepatan angin pada umumnya dilakukan di daratan dengan sistem pengukuran yang bersifat statis. Secara teknis sangat sulit untuk melakukan pengukuran arah dan kecepatan angin di suatu wilayah perairan, karena pengukuran secara langsung di perairan laut hanya mungkin dilakukan dengan peralatan yang ada di kapal-kapal berukuran besar, dan tidak tetap di suatu tempat tergantung pada tujuan pelayaran itu sendiri. Dengan memperhatikan keadaan tersebut maka arah dan kecepatan angin di perairan laut hanya dapat diperoleh dari pemodelan berdasarkan hasil pengukuran angin di daratan. Triatmojo (1996) menyatakan bahwa hubungan antara angin di daratan dan di lautan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

43 16 U w = R 1 * U l...1. dengan : R 1 = Faktor regangan yang nilainya sangat tergantung pada bentuk lahan di wilayah pesisir serta jarak antara lokasi pengukuran dengan lokasi pengamatan di perairan laut; U w = kecepatan angin di laut terdekat dengan lokasi pengukuran; U l = kecepatan angin di daratan yang terdekat dengan lokasi perairan yang diamati. Angin di laut kemudian dikonversi menjadi tegangan angin dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : U A = 0,71 * U 1, dengan U A = faktor tegangan angin, dan U = kecepatan angin dengan satuan meter/detik. Pembentukan gelombang oleh angin, fetch dibatasi oleh bentuk gelombang yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukannya, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Angin sebagai pembangkit gelombang di perairan laut juga sangat dipengaruhi oleh bentuk daratan yang mengelilingi lautan yang pada umumnya dinyatakan dengan fetch. Hubungan antara arah angin dengan fetch dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : Xi coc α F eff =...3. coc α dengan : F eff = fetch rerata efektif; X i = panjang segmen diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch; dan α deviasi pada kedua sisi arah angin dengan menggunakan pertambahan 6 o sampai sudut 45 o pada kedua sisi dari arah angin. Nontji (2002) menyatakan bahwa, air laut sebenarnya tidak pernah dalam keadaan tenang sempurna, akan selalu terjadi gelombang bahkan gelombang besar atau hanya sekedar riak kecil. untuk menjelaskan proses terjadinya gelombang di lautan pada umumnya digunakan model, baik model yang sederhana maupun yang kompleks. Gelombang mempunyai tiga unsur penting yaitu panjang, tinggi dan periode. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak gelombang yang berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menegak antara puncak dan lembah, sedangkan periode gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak gelombang yang berurutan untuk melalui suatu titik. Ukuran besar

44 17 kecilnya suatu gelombang pada umumnya ditentukan berdasarkan tinggi gelombang. Gelombang yang diamati di laut disebabkan oleh hembusan angin. Ada tiga fakor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin yakni kuatnya hembusan, lamanya hembusan, dan jarak tempuh angin (fetch). 2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis Pengetahuan mengenai penyebaran dan bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha penangkapan. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji ZPPI di suatu perairan. Berdasarkan habitatnya, ikan pelagis dibagi menjadi ikan jenis pelagis besar dan pelagis kecil. Menurut Komnas Kajiskanlaut (1998), diantara ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar adalah; tuna dan cakalang (madidihang, tuna mata besar, albakora tuna sirip biru, cakalang), marlin (ikan pedang, setuhuk biru, setuhuk hitam, setuhuk loreng, ikan layaran), tongkol dan tenggiri (tongkol dan tenggiri), dan cucut (cucut mako). Sedangkan jenis ikan pelagis kecil antara lain; karangaid (layang, selar, sunglir), klupeid (teri, japuh, tembang, lemuru, Siro) dan skombroid (kembung). Tuna dan cakalang adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) sewaktu mencari makan, kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Kedalaman renang tuna dan cakalang bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya tuna dan cakalang dapat tertangkap di kedalaman meter. Suhu perairan berkisar o C. Salinitas perairan yang disukai berkisar ppt atau di perairan oseanik. Madidihang (thunnus albacares) tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Panjang madidihang bisa mencapai lebih dari 2 meter. Jenis tuna ini menyebar di perairan dengan suhu antara o C dengan suhu optimum yang berkisar antara 19 o - 23 o C (Nontji, 1987), suhu yang baik untuk kegiatan penangkapan berkisar antara 20 o - 28 o C (Wudianto, 1993 dalam Yusuf, 2000).

45 18 Ikan tongkol (Euthynnus spp) hidup pada suhu o C dengan salinitas dalam kisaran 32,21 34,40 o / oo, tersebar di perairan Kalimantan, Sumatera, pantai India, Filipina dan sebelah selatan Australia, sebelah barat Afrika Barat, Jepang, sebelah barat Hawai dan perairan pantai Pasific Amerika. Ikan tongkol memiliki panjang tubuh mencapai 80 cm dan umumnya cm. Jenis tongkol lainnya adalah axuis thazard, hidup di daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia dan berkelompok besar, panjangnya mencapai 50 cm, umumnya cm. Tenggiri (scomberomorus lineolatus), habitatnya di seluruh perairan pantai sehingga daerah penangkapan ikan tenggiri di perairan pantai, pada salinitas 34,21 34,60 o / oo. Tenggiri tersebar di seluruh perairan Indonesia, Sumatera, Jaut Jawa. Perairan Indo-Pasifik, Teluk Benggala, Laut Cina Selatan dan India. Semua jenis tongkol dan tenggiri bersifat karnivora (makan ikan ikan kecil, cumi-cumi) dan predator serta merupakan ikan perenang cepat. Pada umumnya ketiga jenis ikan tersebut ditangkap saat gelombang dan angin sedang. Ikan layang (decapterus spp.) bersifat stenohaline, hidup secara berkelompok pada kedalaman meter, menghendaki perairan yang jernih dan merupakan ikan karnivora (plankton, crustacea). Sebarannya di Indonesia terdapat di perairan Ambon, Ternate, Laut Jawa. Selar atau bentong (selar cromenopthalmus) hidup berkelompok di perairan pantai yang hangat sampai kedalaman 80 m. Ikan ini bersifat karnivora (makan ikan kecil, crustacea), panjang mencapai 30 cm, umumnya 20 cm. Tersebar di Sumatera, Nias, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Ambon, Seram, Laut Merah, Natal, Zanzibar, Madagaskar, Muskat, India, Cina, Jepang, Formosa, Filipina, sampai perairan tropis Australia. Waktu siang dan malam, keadaan cuaca sedang, pada kedalaman m dan berjarak 1 3 mil. Linting (1994) menyatakan bahwa, informasi tentang musim ikan merupakan satu di antara unsur penunjang pengembangan usaha perikanan. Yang dimaksud dengan musim ikan adalah melimpahnya hasil tangkapan yang diperoleh dan didaratkan di suatu wilayah tanpa ada hubungan langsung dengan kelimpahan stok ikan yang ada di suatu perairan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musim ikan dicirikan oleh tingginya hasil tangkapan dan bukan oleh tingginya indeks kelimpahan stok. Dari data yang diperoleh di TPI Bau-Bau

46 19 (Sulawesi Tenggara), dapat diketahui bahwa beberapa jenis ikan ekonomis yang menonjol memperlihatkan fluktuasi hasil tangkapan bulanan. Fluktuasi hasil tangkapan secara rinci menunjukkan pola yang sedikit berbeda satu sama lain. Produksi rata-rata ikan layang selama periode berkisar antara 65,7 191, 8 ton. Musim ikan layang dicirikan oleh tingginya produksi bulanan yang melebihi 100 ton/bulan dan terjadi selepas puncak musim barat (Februari sampai dengan Mei) dan mulai puncak musim timur sampai dengan Oktober. Ikan layang yang didaratkan terdiri atas jenis layang biasa dan jenis layang berukuran besar dari jenis Decapterus himimulatus. Ikan selar atau megalaspis cordyla, hidup di perairan pantai sampai kedalaman 60 m dan berkelompok, dari perairan tropis yang suhunya hangat. Panjang tubuh ikan ini mencapai 40 cm dan umumnya 30 cm. Sebaran ikan ini di Laut Jawa, Sulawesi, Sumatera, Selat Karimata, Bali, Sumbawa dan Ambon, Madagaskar, Teluk Bengala, Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Formosa, Filipina, Samoa, dan Hawaii. Selar kuning (caranx leptolepis) banyak ditemukan hidup di perairan pantai sampai kedalaman 25 m dan hidup berkelompok. Ikan ini bersifat karnivora (makan ikan-ikan kecil, udang-udangan) dan pada umumnya berukuran 15 cm. Ikan ini tersebar di daerah Sumatera (Bangka, Belitung, Selat Karimata), Laut Jawa dan Selat Makasar. Ikan ini ditangkap pada kedalaman m dan berjarak km dari pantai dengan waktu penangkapan menjelang subuh. Kuweh (caranx sexfaciathus) hidup di perairan dangkal dan pantai, hidup berkelompok, dan termasuk ikan karnivora (ikan kecil, crustacea), panjangnya mencapai 40 cm umumnya cm. Ikan ini dijumpai di perairan pantai seluruh Indonesia, Nias, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Filipina, Cina, Formosa sampai ke perairan tropis Australia. Kuweh jenis lain yaitu alectis indicus, hidup di perairan pantai yang dangkal sampai kedalaman m, termasuk ikan karnivora (makan crustacea, ikan kecil) dan hidup berkelompok. Jenis ikan ini, panjangnya mencapai 75 cm dan umumnya 40 cm, terdapat di perairan Sumatera, Laut Jawa, Bangka, Kalimantan dan Sulawesi, Teluk Benggala, Teluk Siam, Pantai Cina Selatan sampai perairan tropis Australia. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 20 m dan berjarak 2 4 mil dari pantai.

47 20 Kembung laki-laki atau banyar (rastelliger kanagurta), hidup di perairan pantai dan lepas pantai dengan suhu o C, kedalaman 8 15 meter yang perairannya berkadar garam tinggi dan hidup berkelompok. Bersifat karnivora, dengan panjang mencapai 35 cm dan umumnya cm. Ikan ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Arafuru, Teluk Siam. Kembung perempuan (rastelliger neglectus), hidup di perairan neritik, mendekati pantai dan membentuk kelompok besar. Bersifat karnivora (plankton, diatom, copepoda), mengalami migrasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, makanan dan arus. Panjangnya mencapai 30 cm dan umumnya cm. Ikan ini banyak terdapat di perairan Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna, Buton, dan Arafuru. Zainuddin (2007) menyatakan bahwa, ikan kembung di perairan Sulawesi Selatan mempunyai hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan dengan faktor oseanografi yaitu SPL, salinitas dan kecepatan arus. Ini berarti bahwa dengan ketiga faktor oseanografi tersebut, pada tingkat akurasi tertentu hasil tangkapan ikan kembung dapat diprediksi dengan persamaan. Sedangkan uji signifikansi parameter menunjukkan bahwa SPL dan kecepatan arus memberi kontribusi yang lebih nyata dalam menjelaskan variasi hasil tangkapan. Hasil pengukuran SPL yang diperoleh selama penelitian di Kabupaten Bantaeng berkisar 29 C - 31 C. Kebanyakan upaya penangkapan gillnet dilakukan pada kisaran suhu 29-29,5 C, yang sesuai dengan penangkapan ikan kembung. Hal ini menunjukkan bahwa faktor SPL secara statistik berpengaruh nyata terhadap variasi jumlah hasil tangkapan. Hal ini berarti bahwa variabel SPL memegang peran penting dalam memprediksi hasil tangkapan ikan kembung. Ikan lemuru termasuk jenis ikan stenohaline, pada umumnya hidup pada kedalaman meter di perairan dengan salinitas 30 o / oo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Merta dan Badaruddin (1992) dalam Yusuf (2000), diketahui bahwa ikan lemuru di Selat Bali hanya terdapat di paparan saja (baik paparan Jawa maupun Bali) pada kedalaman kurang dari 200 m. Pada siang hari ikan ini membentuk kelompok yang padat pada kedalaman sekitar 70 m. Sebagian besar dari jenis-jenis ikan lemuru yang tertangkap di sebagian perairan Indonesia

48 21 dan sekitarnya adalah sardinella fimbriata, sardinella gibbosa, sardinella sirm. Khusus di Selat Bali, sardinella yang dominan adalah sardinella longiceps. Pet (1997) menyatakan bahwa, puncak hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Madura dan Selat Bali tercatat mulai awal musim hujan sekitar November dan Desember, sedangkan di Samudera Hindia terjadi pada musim kemarau mulai bulan Juli sampai Oktober. Kondisi menunjukkan bahwa aktivitas reproduksi ikan Sardinella di Selat Madura terjadi pada bulan November dan Desember, dan diperkirakan mengalami perkembangan sampai mencapai ukuran panjang sekitar 12 cm, 17 cm dan 19 cm masing-masing pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Lumban Gaol (2004) menyatakan bahwa lemuru merupakan pemakan plankton, namun hubungan antara fitoplankton dan lemuru di Selat Bali sampai saat ini belum diketahui secara pasti karena keterbatasan data plankton dari hasil pengukuran secara langsung. Namun demikian, citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi dan kontribusi tentang hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan kelimpahan lemuru. Pasaribu et al (2004) menyatakan bahwa, eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di lepas pantai Laut Jawa telah dilakukan sejak tiga puluh tahun terakhir. Alat tangkap (jaring) yang dipergunakan terdiri dari beberapa macam, namun ikan yang didaratkan umumnya dilakukan dengan alat tangkap purse seine. Tangkapan ikan paling tinggi didominasi oleh ikan jenis scads (deapterus spp.), jack mackarel (rastrellin ger spp) dan sardines (sardinella spp.). Analisis upaya yang didasarkan pada data statistik perikanan Pekalongan (Jawa Tengah) yang merupakan pangkalan perikanan utama dengan alat tangkap purse seine dalam periode tahun 1976 sampai 2000 menunjukkan bahwa, jumlah hasil tangkapan cenderung meningkat sebanding dengan jumlah perahu/kapal motor. Secara hirarkis, ikan pelagis kecil di Laut Jawa dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ikan pelagis yang tertangkap oleh purse seine besar di wilayah laut lepas, dan ikan pelagis yang tertangkap oleh mini purse seine di perairan dekat pantai. Penyebaran ikan pelagis kecil juga ditemukan di sisi timur dari Selat Makassar dan sekitar Laut Cina Selatan. Patir at al (1995) membagi ikan pelagis kecil menjadi tiga tipe populasi yaitu :

49 22 a. Oceanic, yang tertangkap ketika air laut dari Laut Banda masuk ke Laut Jawa selama musim monsun tenggara antara Agustus dampai November. b. Neritic, yang tertangkap sepanjang tahun. c. Coastal, yang tertangkap sepanjang tahun dalam jumlah yang sedikit. Habitat ikan pelagis juga banyak dipengaruhi oleh suhu perairan yang menjadi tempat hidupnya. Pengaruh suhu secara vertikal diantaranya terlihat pada saat suhu perairan tiba-tiba mengalami kenaikan cukup tajam akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh ikan, sehingga kebutuhan oksigen pada ikan juga meningkat. Di sisi lain, kenaikan suhu justru akan menurunkan tingkat kelarutan oksigen. Kondisi ini biasa terjadi pada siang hari dan akan menyebabkan ikan lebih suka berada di lapisan lebih dalam dibandingkan di permukaan. Kepekaan beberapa jenis ikan pelagis terhadap suhu, kedalaman, salinitas, dan kecerahan air laut yang menjadi habitatnya. Penelitian hubungan antara SPL dan kandungan klorofil-a berdasarkan data Aqua Modis untuk pengkajian pendugaan hasil tangkapan ikan pelagis besar (tongkol Dan cakalang) di perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode Juli 2002 Desember 2006, rata-rata SPL tertinggi terjadi pada bulan April 2003 yakni sebesar 30,35 o C. Dengan kondisi suhu tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 6,142 ton. Sedangkan rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Agustus 2006 yakni sebesar 25,64 o C, dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 65,195 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kondisi SPL adalah 26,65 o C. Sedangkan berdasarkan kandungan klorofil-a, pada periode Juli 2002 Desember 2006, rata-rata kandungan klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan September 2006 yakni sebesar mg/m 3. Dengan kondisi kandungan klorofil-a tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 145,5 ton, sedangkan rata-rata kandungan klorofil-a terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yakni sebesar mg/m3 dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 17,321 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kandungan klorofil-a adalah mg/m 3.

50 Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kelautan dikembangkan dengan alasan : (i) penggunaan sensor baru dengan meningkatkan resolusi spektral dan spasial yang dapat mengamati/mengukur parameter oseanografi dengan lebih teliti; (ii) kemudahan dalam mengakses data; (iii) kemampuan mengolah dan mendisseminasikan data melalui sistem pengolahan digital; (iv) meningkatnya kepedulian dari pengguna dalam memanfaatkan keunggulan dari teknologi penginderaan jauh (Maryani, 2003). Sumedi (2008), melakukan penelitian dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan dengan SPL dan kandungan klorofil-a yang dihitung dengan menggunakan data MODIS. Dengan mengadopsi metode yang biasa dilakukan di LAPAN, prediksi zona potensi penangkapan ikan dilakukan dengan analisis overlay antara citra kantur SPL dengan citra kontur kandungan klorofil-a. Titiktitik perpotongan antara kontur SPL dan kontur klorofil-a, dipredikasi sebagai zona potensi penangkapan ikan pelagis. Hasil penelitian yang dilakukan menujukkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil (tembang, kembung, layang dan cakalang) cenderung tertangkap di perairan dengan suhu dalam selang C dan konsentrasi klorofil-a 0,5 2,5 mg/m 3. Di sisi lain, pemahaman tentang interaksi antara lingkungan oseanografi dengan organisme laut masih sangat minim dan sangat sulit untuk meneliti atau mengamati melalui kegiatan eksperimen. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh sangat penting untuk memecahkan masalah perikanan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan oseanografi dengan penyebaran dan kelimpahan sumberdaya ikan (Santos, 2000). Berdasarkan hasil uji coba penggunaan data suhu permukaan laut yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR dalam penentuan zona yang potensial untuk penangkapan ikan yang dilakukan oleh Narendra (1993), dibuat grafik antara jarak dari titik dengan daerah yang diduga sebagai lokasi berkumpulnya ikan dengan hasil tangkapan tersebut nampak bahwa pada posisi yang ditunjuk mendapatkan hasil yang paling tinggi. Pada uji coba dilakukan klasifikasi antara jarak setiap 5 km dalam bentuk lingkaran dari titik yang ditunjuk, sehingga pendugaan dibuat dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari 5 km, dan dikembangkan dengan jari-jari 10 km, 15 km dan 20 km (Gambar 2). Hasil penelitian yang dilakukan di

51 24 Samudera Hindia menunjukkan bahwa, hasil tangkapan tertinggi berada tepat pada titik tengah lingkaran dengan tangkapan lebih dari 600 kg. Hasil tangkapan kedua berada dalam radius 5 km dengan tangkapan 250 kg 300 kg. Uji coba penangkapan dalam radius 10 km menghasilkan 150 kg 250 kg, dan dalam radius terluar yaitu 15 km menghasilkan tangkapan sekitar 25 kg. Hasil Tangkapan (Kg) Jarak dari Titik Pusat Gambar 2 Korelasi antara jarak dari titik pusat zona potensi penangkapan ikan dengan hasil tangkapan ikan. 2.4 Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia Dengan memperhatikan sebaran daerah penangkapan ikan, karakteristik bioekologi dan oseanografi, wilayah perairan Indonesia dibagi kedalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sebagaimana Gambar 3. Pembagian wilayah perairan Indonesia menjadi 11 WPP sebagai berikut : (1) Selat Malaka, WPP571; (2) Samudera Hindia A, WPP572; (3) Samudera Hindia B, WPP573; (4) Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata, WPP711; (5) Laut Jawa, WPP712; (6) Selat Makassar dan laut Flores, WPP713; (7) Laut Banda WPP714; (8) Laut Arafura dan Laut Aru, WPP715; (9) Laut Maluku, Laut Seram dan Teluk Tomini, WPP716; (10) Laut Sulawesi dan Laut Halmahera, WPP717; (11) Samudera Pasifik, WPP718. WPP Laut Jawa (WPP 712) berupakan bagian dari paparan

52 25 Sunda yang merupakan perairan teritorial dengan kedalaman maksimal 70 meter. Kegiatan penangkapan terutama terpusat di pantai utara Jawa, padatnya penduduk di Pulau Jawa serta dekatnya dengan tempat pemasaran menjadi penyebab tingginya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan ini. Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan Gambar 3 Pembagian wilayah perairan laut Indonesia menjadi 11 WPP. Keberhasilan motorisasi perikanan tradisionil yang didukung oleh peningkatan kemampuan tangkap dan daya jelajah perahu motor tempel di pesisir utara Pulau Jawa telah menyebabkan tidak jelasnya batas-batas daerah penangkapan antar konsentrasi desa-desa nelayan. Tumpang tindih daerah penangkapan tidak dapat dihindari mengingat beberapa alat tangkap yang dioperasikan dengan perahu motor tempel dan kapal (GT < 20) secara acak melakukan aktifitasnya tersebar di jalur I ( 0 sampai 3 mil laut), jalur II (3 sampai dengan 7 mil laut), dan jalur III ( 7 sampai dengan 12 mil laut). Perkembangan terkini menunjukkan bahwa perubahan dan peningkatan efisiensi teknik penangkapan yang dilakukan secara inovatif melalui modifikasi secara bertahap merupakan fenomena yang banyak ditemukan di perairan ini (Nurhakim, 2007). Selanjutnya dinyatakan bahwa Alat tangkap yang dioperasikan di perairan Laut Jawa dapat dibagi menjadi 5 kategori yaitu, (1) pukat tarik (arad dan cotok atau garuk); (2) pukat kantong (cantrang dan payang); (3) pukat cincin (purse seine);

53 26 (4) Jaring insang (jaring kejer, jaring rampus atau kletek, jaring insang tetap, dan trammel net; dan (5) perangkap (bubu). WPP Laut Jawa bagian selatan, dari pulau Karimata ditarik garis ke perbatasan Kabupaten Situbondo dengan Banyuwangi, provinsi Jawa Timur. Batas selanjutnya mengikuti garis pantai utara Jawa sampai Kabupaten Serang, Jawa Barat (Wirasantosa, 2007). Berdasarkan batas-batas dari WPP Laut Jawa maka perairan Selat Madura berada dalam WPP Laut Jawa di sisi selatan paling timur. Pembentukan WPP perlu diikuti dengan penetapan batas-batas, serta penetapan Propinsi/Kabupaten/Kota yang diperkirakan sebagai pusat pendaratan ikan hasil tangkap masing-masing wilayah pengelolaan. 2.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dahuri (1996) menyatakan bahwa meningkatnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut oleh berbagai pihak, mendorong adanya kompetisi di antara pelaku penangkapan dan industri perikanan tangkap. Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang tindih perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat dan swasta, disebabkan adanya perbedaan kepentingan masing-masing pihak yang merasa berhak atas suatu wilayah pesisir dan lautan. Konflik ini berakar dari masalah berikut: (1) Pihak yang berkepentingan cenderung menyusun rencana kerja secara sendiri-sendiri, dan perencanaan secara sektoral sering berbeda dengan kepentingan pemerintah daerah atau masyarakat setempat, terutama nelayan tradisional yang merupakan obyek dari perencanaan dan pengelolaan tersebut; (2) Belum ada pembagian wewenang dan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya laut; (3) Belum ada instansi tersendiri atau instansi koordinasi yang secara khusus menangani pengelolaan wilayah pesisir dan lautan; (4) Belum tersedianya data dan informasi mengenai sumberdaya wilayah lautan secara akurat; (5) Lemahnya kemampuan aparatur dan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya lautan secara lestari; (6) Jumlah dan tingkat laju kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan lautan belum ditetapkan atas dasar

54 27 pertimbangan daya dukung lingkungan, dan kemungkinan timbulnya dampak negatif suatu sektor pembangunan terhadap sektor lainnya; (7) Pesatnya laju degradasi dan depresi sumberdaya laut, dimana 60% ekosistem telah punah; (8) Belum ada batas pengelolaan yang tegas dan jelas tentang kawasan (wilayah) pesisir yang menjadi kewenangan setiap propinsi dan juga batas antar negara. Kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang intinya merupakan komponen pengelolaan sumberdaya perikanan sebagai berikut : (1) Pengumpulan dan analisis data, meliputi seluruh variable atau komponen yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan, meliputi data biologi, produksi dan penangkapan ikan, data sosial ekonomi nelayan dan aspek legal perikanan; (2) Penetapan cara-cara pemanfaatan sumberdaya perikanan, meliputi perizinan, waktu serta lokasi penangkapan ikan; (3) Penetapan alokasi penangkapan ikan (berapa banyak ikan yang boleh ditangkap) antar nelayan dalam satu kelompok, antara kelompok nelayan yang berbeda, antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang dari tempat lain, atau antara nelayan yang berbeda alat tangkap dan metode penangkapan ikan; (4) Perlindungan terhadap sumberdaya ikan yang memang telah mengalami tekanan ekologis akibat penangkapan ikan atau kejadian-kejadian alam, perlindungan terhadap habitat ikan, serta perlindungan yang diarahkan untuk menjaga kualitas perairan supaya tetap dalam kondisi baik; (5) Penegakan hukum dan perundang-undangan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, sekaligus merupakan umpan balik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hukum dan perundang-undangan; (6) Pengembangan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam jangka panjang yang ditempuh melalui evaluasi terhadap program kerja jangka pendek atau yang saat ini sedang diimplementasikan. Pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi sumberdaya ikan itu sendiri maupun sumberdaya ikan beserta seluruh aspek yang berpengaruh atau dipengaruhi sumberdaya ikan tersebut. Vasconcellos (2003) menyatakan bahwa, ada tiga kriteria yang digunakan dalam pengelolaan ikan Sardine di Brazilia, yaitu tangkapan rata-rata, tangkapan yang bervariasi, dan kemungkinan pada stok pengalami penurunan drastis. Kriteria pengelolaan penangkapan ini dipilih karena memberikan gambaran tiga tujuan pengelolaan perikanan yaitu : (1) memaksimumkan hasil tangkapan,

55 28 peningkatan jumlah ikan hasil tangkapan sehingga mempunyai dampak lebih banyak ikan untuk industri, lebih banyak peluang keuntungan pada sektor perikanan tangkap, yang berarti membuka lebih banyak lapangan kerja; (2) memaksimumkan stabilitas penangkapan : paling sering, ketertarikan terbesar dari perencanaan pengelolaan adalah untuk menjamin stabilitas hasil tangkapan, karena itu memelihara pasokan ikan yang konstan untuk bahan baku industri; (3) meminimalkan peluang kerugian pada sektor perikanan, ini merupakan tujuan dasar untuk rencana pengelolaan perikanan, dengan mempertimbangkan ekologi, faktor ekonomi biaya berhubungan dengan kerugian pada sektor perikanan. 2.6 Kebutuhan Informasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dahuri (1996) menyatakan, agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, pada dasarnya diperlukan informasi yang menyangkut sisi penawaran dan permintaan dari sumberdaya perikanan termaksud. Informasi utama untuk mengelola kegiatan pembangunan perikanan tangkap secara berkelanjutan antara lain meliputi : (1) Distribusi spasial jenis-jenis sumberdaya ikan; (2) Potensi lestari (MSY) setiap jenis sumberdaya ikan; (3) Persyaratan ekologis bagi kehidupan dan pertumbuhan setiap jenis sumberdaya ikan; (4) Transfer energi dan materi antar tingkat trofik dalam suatu ekosistem perairan dimana sumberdaya ikan yang dikelola hidup; (5) Dinamika populasi sumberdaya ikan; (6) Sejarah hidup dari sumberdaya ikan; (6) Kualitas perairan dimana sumberdaya ikan hidup; (8) Tingkat penangkapan terhadap sumberdaya ikan dalam bentuk upaya tangkap secara time series. Pengelolaan informasi untuk lingkungan perairan bagi kegiatan perikanan sangat diperlukan. Pengelolaan ini meliputi pengumpulan, pemprosesan, penelusuran, dan analisis data menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunanya pada waktu yang diinginkan. Dalam perspektif pembangunan perikanan, suatu lingkungan perairan beserta sumberdaya yang ada didalamnya secara garis besar dapat dimanfaatkan bagi tiga peruntukkan yaitu : (1) kegiatan penangkapan; (2) budidaya perairan; dan (3) kawasan perlindungan.

56 29 Data spasial atau sering juga disebut data keruangan adalah data yang terikat dengan posisi koordinat ruang di permukaan bumi. Data spasial dapat berupa peta dasar atau peta tematik, data/informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh satelit, atau data hasil pengamatan lapangan yang dikaitkan dengan posisi koordinat yang diukur dengan Global Positioning System (GPS) atau titik acuan berdasarkan posisi koordinat pada peta dasar. Data spasial berupa peta dasar atau peta tematik antara lain : (1) peta rupabumi; (2) peta laut (kedalaman); (3) peta lingkungan pesisir dan laut. Data spasial berupa parameter fisik dan lingkungan terkini yang diperoleh dari data penginderaan jauh antara lain terdiri dari : (1) data daerah potensi penangkapan ikan (fishing ground); (2) data lingkungan pesisir dan pantai seperti terumbu karang, mangrove, dan kualitas perairan; (3) daerah potensi budidaya laut. Berdasarkan catatan bahwa, hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Bali pernah mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu dari melebihi ton pada tahun 1950 menjadi kurang 200 ton pada tahun 1956, tetapi kemudian naik lagi disebabkan oleh faktor-faktor atau peristiwa yang tidak diketahui. Penurunan stok ikan secara drastis dapat disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu tekanan penangkapan berlebih dan pengaruh lingkungan oseanografi. Faktor kedua disebabkan oleh ketidakpastian dalam estimasi sumberdaya ikan lemuru (sandine) di Indonesia akibat kesenjangan informasi distribusi ikan lemuru secara geografis dari stok ikan dalam potensi lestari (Pet, 1997). 2.7 Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial ZPPI LAPAN Informasi spasial ZPPI telah dikembangkan di LAPAN beberapa tahun lalu sebagai tindak lanjut dari penelitian suhu permukaan laut menggunakan data NOAA-AVHRR yang telah dikembangkan sejak tahun 1984 (Hasyim, 1984). Setelah melalui penelitian panjang tentang pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk mendapat data suhu permukaan laut sesuai dengan karakteristik perairan laut Indonesia, selanjutnya dikembangkan informasi spasial ZPPI sejak tahun Pengembangan informasi spasial ZPPI dilatar belakangi oleh :

57 30 1) komitmen LAPAN dalam membantu menyediakan informasi spasial sumberdaya alam pesisir dan laut terkait dengan program pengembangan ekonomi masyarakat. 2) terbatasnya kemampuan nelayan dalam memahami kondisi oseanografi yang berkaitan dengan daerah fishing ground sehingga hasil tangkapannya menjadi tidak pasti. 3) terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan; 4) penelitian LAPAN dalam memanfaatkan teknologi penginderaan jauh satelit guna memantau fisik perairan sudah dilakukan sejak tahun ) diharapkan adanya informasi zona potensi penangkapan ikan dari penginderaan jauh satelit dapat dipergunakan untuk mendukung pengamatan dan pengelolaan perikanan tangkap. Urgensi dari pengembangan dan penerapan informasi ZPPI adalah : (1) pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pelatihan dan penyediaan informasi ZPPI untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan; (2) adanya informasi spasial ZPPI diharapkan dapat meningkatkan efisiensi biaya operasional dan efektivitas dengan memperbanyak masa operasi penangkapan; dan (3) mendukung usaha peningkatan produksi ikan daerah yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (Pusbangja, 2003). Pengembangan informasi spasial ZPPI dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi yang terdiri dari 3 tahap kegiatan yaitu : 1) Penyuluhan dan pelatihan: meningkatkan pengetahuan para nelayan tentang teknologi inderaja untuk kelautan dan perikanan, sistem navigasi laut, pembacaan peta laut dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan. 2) Aplikasi (uji coba) informasi spasial ZPPI menunjukkan dan membuktikan kepada nelayan bahwa pada ZPPI terdapat gerombolan ikan. 3) Evaluasi dan implementasi dilakukan untuk mengetahui respon para nelayan, lembaga swadaya masyarakat, staf dinas terkait tentang aplikasi ZPPI dan rencana tindak lanjutnya. LAPAN telah melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pelatihan penerapan informasi spasial ZPPI bagi nelayan di wilayah Pangandaran pada tanggal 9-15

58 31 Juli Kegiatan sosialisasi dan aplikasi diikuti oleh perwakilan nelayan dari Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi, dan beberapa perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa barat, serta Lembaga Swadaya Masyarakat dari Bandung dan Tasikmalaya. Pelaksanaan aplikasi data ZPPI dilaksanakan pada tanggal Juli 2002 di Pangandaran. Lapan melakukan uji coba hari pertama pada tanggal 11 Juli 2002 menggunakan data ZPPI tanggal 10 Juli 2002 di posisi titik ikan 108 o BT 7 o LS dan kapal yang digunakan berukuran 10 GT dengan alat tangkap jaring ngambang. Hasil tangkapan yang diperoleh dalam operasi penangkapan ikan sebesar 4 kg dengan jenis ikan tongkol dan layur. Uji coba hari kedua tanggal 12 Juli 2002 dengan memakai data ZPPI 1 (satu) hari sebelumnya pada koordinat 108 o BT 7 o LS dan bobot kapal yang dipakai berukuran sama hanya alat tangkapnya yang beda yaitu jaring gillnet. Pada posisi titik ikan tersebut mendapatkan hasil tangkapan sebesar 30 kg dengan jenis ikan tongkol dan tenggiri. Kegiatan uji coba hari ketiga tanggal 13 Juli 2002 dengan menggunakan data ZPPI tanggal yang sama pada posisi titik ikan 108 o BT 7 o LS dengan hasil tangkapan ikan sebesar 40 kg dengan jenis ikan Tongkol dan Tenggiri. Data feedback bulan September didasarkan pada informasi ZPPI Seacorm DKP dan informasi ZPPI dari LAPAN. Informasi data ZPPI dari Seacorm DKP berdasarkan data Topex pada daerah penangkapan ikan sekitar perairan Gombong Yogyakarta dengan posisi koordinat 108 o BT 7 o LS mendapatkan jumlah hasil tangkapan ikan sebesar 945 kg. Sedangkan informasi spasial ZPPI dari LAPAN pada daerah penangkapan ikan sekitar perairan Sindangkerta dengan koordinat 107 o BT 7 o LS memperoleh hasil tangkapan ikan sebanyak kg (Gambar 4).

59 32 Gambar 4 Informasi spasial ZPPI tanggal 13 Juli 2002 yang digunakan pada uji coba penerapan ZPPI di perairan laut Pangandaran. Dari tingkat keberhasilan uji coba, data ZPPI tersebut cukup memberikan pemahaman dan memuaskan para nelayan setempat tentang akurasi data dalam menentukan posisi koordinat penangkapan ikan. Para nelayan menginginkan agar informasi spasial dari LAPAN dikirim secara rutin setiap hari. Selain itu informasi posisi titik-titik ikan diharapkan berada dibawah 10 mil dari TPI setempat karena rata-rata nelayan daerah selatan Jawa Barat merupakan nelayan pesisir yang menggunakan perahu motor dengan bobot antara 1-2 GT dan alat tangkap masih tradisional. Telah dilakukan juga kegiatan sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI bagi para nelayan, pemilik kapal, dan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi tersebut, telah dilakukan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI dengan menggunakan data tanggal 2 Agustus 2002 (Gambar 5). Uji coba dilakukan dengan cara menyampaikan informasi spasial ZPPI melalui komunikasi radio dengan memberikan informasi titik-titik koordinat ZPPI kepada pimpinan awak kapal yang berada di tengah laut dan nelayan yang akan berangkat melaut.

60 33 Berdasarkan kesepakatan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan yang berwenang memberikan dan mendistribusikan informasi harian ZPPI tersebut, uji coba informasi spasial ZPPI diberikan kepada 5 (lima) kapal. Hasil evaluasi uji coba menunjukan kapal yang menggunakan informasi ZPPI tersebut mendapatkan hasil tangkapan sebesar Kg, jauh lebih besar dibandingkan yang tidak menggunakan informasi ZPPI. Di samping itu, bila pengiriman informasi ZPPI terlambat dan posisi koordinat titik ikan jauh dari posisi kapal mengakibatkan ikan yang berada di area tangkapan tersebut akan berpindah lokasi atau migrasi. Berdasarkan informasi spasial ZPPI maka zona yang potensial untuk penangkapan ikan adalah pada koordinat BT dan LS. Ketika kapal yang digunakan untuk uji coba penerapan informasi spasial ZPPI sampai pada posisi yang ditunjuk dalam informasi spasial ZPPI ternyata di lokasi tersebut sudah berkumpul 40 kapal asing sedang melakukan penangkapan dengan alat tangkat purse seine. Ikan yang tertangkap pada uji coba tersebut hanya jenis ikan layang kecil dan ikan banyar kecil. Gambar 5 Contoh ZPPI di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura yang dipergunakan oleh nelayan Pekalongan.

61 34 Kegiatan uji coba penggunaan informasi spasial ZPPI lainnya, juga dilakukan dengan kapal KM Sinar Kencana di sebelah utara pulau Bawean dengan Feedback bahwa, penangkapan selama 4 (empat) hari yaitu tanggal Agustus 2002 memperoleh hasil tangkapan total kg (Gambar 6). Gambar 6 Contoh penggunaan informasi spasial dengan 2 (dua) ZPPI di Laut Jawa sebelah utara Tuban dan Rembang oleh nelayan Pekalongan. Uji coba penerapan ZPPI dilakukan di perairan sebelah utara Rembang dan Tuban pada tanggal 22 Agustus 2002 menggunakan kapal motor Sinar Kencana berbobot 80 GT dan alat tangkap purse seine. Hasil tangkapan pada kegiatan uji coba pada koordinasi posisi 110 o 50 BT dan 5 o 20 LS ini adalah 2,25 ton, serta hasil tangkapan jenis ikan Layang dan Banyar sebanyak 3 ton pada koordinat posisi 112 o 35 BT dan 6 o 15 LS. Kegiatan sosialisasi dan aplikasi informasi spasial ZPPI di Makassar dilaksanakan pada tanggal September 2002 di perairan Selat Makasar menggunakan kapal berukuran 6 GT dan alat tangkap jaring Purse Seine. Uji coba menggunakan informasi spasial ZPPI tanggal 22 September 2002 dengan posisi titik ikan 119 o BT 5 o LS atau sekitar perairan Pulau Langkai sejauh sekitar 8 mil dari PPI Paotere. Dalam perjalanan menuju lokasi titik ikan

62 35 tersebut atau sekitar 4 mil dari PPI Paotere terjadi gelombang besar dan cuaca buruk sehingga uji coba informasi spasial ZPPI dihentikan. Pelaksanaan uji coba dilanjutkan pada tanggal 24 September 2002 dengan menggunakan data ZPPI sebelumnya di posisi titik ikan yang sama. Perahu motor berhenti pada jarak sekitar 3 mil dari data ZPPI yaitu posisi koordinat 119 o BT 5 o 7 55 LS karena menurut informasi nahkoda bahwa daerah tersebut merupakan daerah fishing ground. Namun jaring tidak dapat diturunkan karena arus kuat dan gelombang tinggi. Selama pelaksanaan uji coba data ZPPI dapat disimpulkan bahwa faktor cuaca dan kapal serta alat tangkap ikan yang kurang mendukung akan menghambat penangkapan ikan pada saat itu. Selain itu informasi ZPPI yang digunakan adalah data tanggal sebelumnya, sementara ikan sudah bermigrasi sejauh sekitar 3 mil dari titik ikan yang dituju. 2.8 Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Buatan BRKP Badan Riset Kelautan dan Perikanan - Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) juga mengembangkan informasi zona potensi penangkapan ikan yang disebut dengan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) berdasarkan data NOAA-AVHRR dan data Topex Poseidon. Data NOAA- AVHRR digunakan untuk mendapatkan parameter oseanografi tentang sebaran suhu permukaan laut, sedangkan data Topex Poseidon digunakan untuk mendapatkan parameter oseanografi tentang arus dan gelombang. Informasi spasial PPDPI yang diproduksi BRKP-DKP sudah diterapkan di Juwana (Pati), Pelabuhan Ratu, Cilacap dan tempat lainnya (Gambar 7). Peta prakiraan daerah penangkapan ikan yang dihasilkan oleh BRKP-DKP mencakup area dari barat ke timur sepanjang 26 o atau sama dengan 26 x 110 km = km, dan cakupan area utara selatan sepanjang 12 o atau sama dengan 12 x 110 km = km, sehingga luas area informasi sama dengan km x km = km 2. Wilayah peta prakiraan daerah penangkapan ikan BRKP- DKP dibagi-bagi menjadi sel-sel dengan ukuran panjang sisi-sisinya 2 o x 2 o, sehingga luas per sel sama dengan 220 km x 220 km = km 2. Disamping informasi tentang lokasi potensi penangkapan ikan, peta juga dilengkapi dengan informasi arah gelombang, batas zota ekonomi eksklusif, dan data lainnya.

63 36 Gambar 7 Contoh Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan yang diproduksi dan didistribusikan oleh BRKP-DKP 2.9 Tingkat Adopsi Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI Hadiat (2005) menyatakan bahwa pengenalan teknologi informasi spasial ZPPI telah dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui program pemanfaatan informasi spasial ZPPI sejak tahun 1999, kemudian diikuti oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Program Pengenalan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) di beberapa daerah yang mempunyai wilayah perairan laut. Dalam pengenalan program penggunaan informasi spasial ZPPI yang dilakukan oleh LAPAN tersebut, nelayan terlebih dahulu dibekali pengetahuan tentang cara menggunakan alat bantu posisi yaitu global pisitioning system (GPS) dan melalui kegiatan pelatihan dan sosialisasi informasi spasial ZPPI. Diperkenalkan juga cara menggunakan fish finder untuk mendeteksi kepastian keberadaan dan gerombolan ikan setelah nelayan sampai di lokasi yang ditunjukkan pada informasi spasial ZPPI.

64 37 Tingginya adopsi nelayan pada daerah-daerah yang telah dilakukan sosialisasi dan penerapan ZPPI di wilayah pantai utara Pulau Jawa antara lain didukung oleh : (1) Kondisi alat produksi dalam bentuk armada kapal yang relatif cukup besar, yaitu rata-rata di atas 30 GT untuk lokasi Indramayu dan Pekalongan, kecuali lokasi Situbondo dengan bobot rata-rata 10 GT; (2)Dengan besarnya bobot kapal memungkinkan jangkauan penangkapan ikan nelayan cukup jauh, sehingga kebutuhan alat bantu seperti informasi spasial ZPPI cukup besar khususnya untuk nelayan di Pekalongan dan Indramayu; dan (3) Jenis informasi spasial ZPPI yang digunakan memiliki tingkat kerincian yang tinggi, yaitu skala yang lebih besar sehingga lokasi yang ditunjukkan dalam koordinat informasi spasial ZPPI lebih rinci. Informasi spasial ZPPI tersebut pada umumnya berasal dari LAPAN dengan tingkat akurasi untuk suatu area perairan laut lebih kecil dan lebih rinci dibandingkan dengan Informasi Spasial Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan yang berasal dari BRKP-DKP. Tingkat pemanfaatan informasi spasial ZPPI ditentukan oleh tinggi rendahnya adopsi teknologi informasi bersangkutan, yang ditentukan oleh keberhasilan penggunaan informasi tersebut dalam meningkatkan hasil tangkapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan tingkat adopsi yang tinggi oleh nelayan-nelayan di lokasi yang mendapatkan informasi spasial ZPPI dari LAPAN, terutama berkaitan dengan skala spasial dalam informasi spasial tersebut dibandingkan dengan yang menggunakan informasi spasial PPDPI dari BRKP- DKP. Informasi spasial produksi LAPAN memiliki skala spasial lebih besar sehingga lebih rinci dibandingkan dengan yang diproduksi BRKP-DKP. Dengan skala spasial yang rinci, informasi spasial ZPPI LAPAN dapat menunjukkan lokasi potensi penangkapan ikan sesuai koordinat yang ditunjukkan pada luasan dengan radius 6 km, sedangkan informasi spasial BRKP-DKP jauh lebih luas. Informasi spasial ZPPI LAPAN dengan skala yang lebih besar, nelayan lebih mudah menentukan lokasi secara tepat sesuai titik koordinat yang ditentukan dan dapat dijangkau oleh nelayan kecil, sedangkan informasi spasial yang diproduksi oleh BRKP-DKP lebih dimungkinkan untuk nelayan besar.

65 38 3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan daerah wisata pantai Pasir Putih dan cagar alam Gunung Baluran, letaknya strategis karena dilalui oleh jalan arteri Surabaya Banyuwangi yang merupakan jalur lintasan menuju arah Bali dan jalan penghubung ke arah Bondowoso dengan posisi geogafis di antara 113º 34' º 27' 57 BT dan 7º 36' 16-7º 59' 32 LS. Letak Kabupaten Situbondo di sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura (di selatan wilayah Kabupaten Sumenep), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi dan Selat Bali, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo (Gambar 8). Gambar 8 Peta geografi wilayah Kabupaten Situbondo menunjukkan posisi wilayah Situbondo berada di sisi selatan Selat Madura, dan wilayah kabupaten sekitarnya di Provinsi Jawa Timur,

66 39 Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km 2 atau Ha, bentuknya memanjang dari sisi barat ke timur dengan panjang garis pantai sekitar 150 km. Pantai utara umumnya berdataran rendah dan di sebelah Selatan berdataran tinggi dengan rata-rata lebar wilayah (utara-selatan) sekitar 11 km. Kabupaten Situbondo terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 13 kecamatan diantaranya memiliki pantai dan 4 kecamatan tidak memiliki pantai. Dalam 13 kecamatan tersebut terdapat beberapa desa pesisir yang memiliki tempat pendaratan ikan (TPI), seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Nama kecamatan dan desa pesisir yang mempunyai TPI NO Nama Kecamatan Nama Desa Pesisir yang Mempunyai TPI 1 Banyuglugur Banyuglugur dan Kalianget 2 Besuki Pesisir dan Demung 3 Suboh Ketah 4 Melandingan Selomukti dan Mlandingan Barat 5 Bungatan Mlandingan Timur, Bletok, Bungatan, dan Pasir Putih 6 Kendit Pecaron 7 Panarukan Kilensari, Deleyan, Duwet, dan Gelung 8 Mangaran Kalbut, Tanjung Pecinan, dantanjung Kamal 9 Kapongan Landangan dan Seletreng 10 Arjasa Arjasa 11 Tanjung Jangkar Agel, Kumbangsari, dan Tanjung Jangkar 12 Asembagus Pondok Langar 13 Banyuputih Bugeman, Sukorejo, Pondok Mimbo, dan Pandean Karena letak geografisnya maka perairan laut wilayah Situbondo dan sekitarnya dipengaruhi oleh angin musim timur dan tenggara pada bulan April - September dan angin barat laut pada bulan November-Maret. Arah dan kecepatan angin ini sangat besar pengaruhnya pada bidang perikanan khususnya usaha penangkapan ikan di laut. Bulan November sampai dengan Maret merupakan musim yang baik untuk usaha penangkapan ikan di laut, sedangkan pada bulan April September bertiup angin timur dan tenggara disertai gelombang yang cukup tinggi sehingga merupakan musim sulit atau paceklik bagi nelayan Situbondo. Peralatan tangkap yang umum digunakan oleh para nelayan di wilayah Kabupaten Situbondo antara lain purse seine, trawl mini, jaring insang, trammel net, dan pancing.

67 Potensi Wilayah Kabupaten Situbondo Kabupaten Situbondo mempunyai ciri-ciri fisik yang menggambarkan kondisi daratannya terdiri dari pegunungan, dataran rendah dan pantai, dengan tingkat kesuburan tanah dan pola penggunaan lahan yang berbeda. Kondisi yang bervariasi itu telah memperkaya sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Situbondo yang terdapat di darat dan laut, dalam bentuk flora dan fauna, tambang dan sumberdaya air yang diharapkan dapat didayagunakan secara rasional dan bertanggung jawab demi kesejahteraan masyarakat. Potensi sumberdaya perairan umum dan sumberdaya laut di Kabupaten Situbondo cukup besar, sehingga Situbondo merupakan daerah perikanan yang sangat potensial baik untuk budidaya maupun perikanan laut, produksi perikanan baik budidaya (tambak, kolam) maupun perikanan laut terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Produksi perikanan laut sebagian besar terdiri dari ikan-ikan jenis pelagis maupun demersal seperti tongkol, pare, layang-layang, kembung, lemuru, kakap, bawal, dan lain-lain. Selain itu produksi perikanan darat dihasilkan dari budidaya tambak, kolam dan penangkapan di perairan umum. Potensi sumberdaya yang ada di Kabupaten Situbondo telah didayagunakan untuk pembangunan daerah, baik berupa pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta ditunjang dengan kondisi dan potensi ekonomi daerah Kabupaten Situbondo yang semakin mantap. Berbagai indikator terukur mengenai kondisi ekonomi Daerah Kabupaten Situbondo dapat diketahui dari perkembangan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang secara makro dapat dipergunakan untuk menilai kondisi perkembangan ekonomi pada suatu daerah. Berdasarkan gambaran statistik nilai PDRB Kabupaten Situbondo selama menunjukkan berbagai peningkatan nilai dari tahun ke tahun. 3.3 Pewilayahan Pembangunan Kabupaten Situbondo Dalam rencana tata ruang wilayah tahun 2008/2009 dinyatakan bahwa sistem pewilayahan pembangunan Kabupaten Situbondo yang ada saat ini menjadi acuan dalam pengembangan wilayah. Wilayah Kabupaten Situbondo dibagi menjadi 3 (tiga) pusat pertumbuhan yaitu:

68 41 1) Pusat pertumbuhan bagian Timur dengan pusat pengembangan di Asembagus yang meliputi wilayah kerja Pembantu Bupati di Asembagus diarahkan untuk pengembangan produksi pangan dan perkebunan, peternakan, taman nasional Baluran, pusat pendaratan ikan di Jangkar dan Pondok Mimbo, industri menengah, dan pendidikan. 2) Pusat pertumbuhan bagian Tengah dengan pusat pengembangan di Situbondo meliputi wilayah kerja Pembantu Bupati Situbondo dan Panarukan, diarahkan untuk pengembangan industri rakyat, jasa-jasa, perdagangan regional, sebagian untuk pengembangan produksi pangan dan perkebunan khususnya tebu, serta pengembangan pelabuhan antar pulau di Panarukan, disamping sebagai pusat pendaratan ikan. 3) Pusat pertumbuhan bagian Barat, dengan pusat pengembangan di Besuki diarahkan untuk pengembangan tanaman perkebunan, peternakan terutama untuk daerah-daerah lereng pegunungan serta tanah-tanah tegalan, tanaman sayur-mayur di dataran tinggi, pengembangan perikanan tangkap dan budidaya, dan industri kecil. Dataran rendah dan pantai untuk pengembangan produksi pangan, pariwisata pantai Pasir Putih serta pusat pendaratan ikan. Pemecahan pusat-pusat pertumbuhan lebih ditekankan pada pemerataan pembangunan, sehingga daerah-daerah yang dianggap potensial untuk berkembang perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan tingkat kebutuhannya. 3.4 Kelembagaan Kelautan dan Perikanan Kelembagaan kelautan dan perikanan di Kabupaten Situbondo diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Susunan dan Tata Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, dengan tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah Kabupaten dalam rangka pelaksanan tugas desentralisasi di bidang kelautan dan perikanan. Dalam usaha melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo telah menetapkan visi, misi, dan tujuan stratejik sebagai berikut. Visi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo adalah terwujudnya masyarakat kelautan dan perikanan Situbondo yang sejahtera dan

69 42 mandiri dengan bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara efektif, efisien dan berkesinambungan. Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo ada 6 yaitu : 1) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan. 2) Melakukan pembinaan yang intensif terhadap pemanfaatan Pusat Pelelangan Ikan (PPI). 3) Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi peningkatan kualitas sumberdaya kelautan dan perikanan. 4) Membenahi secara terpadu sarana dan prasarana kelautan dan perikanan di Kabupaten Situbondo. 5) Mengumpulkan dan mengolah bahan untuk penyusunan Peraturan Daerah bidang Kelautan dan Perikanan. 6) Menjaga kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan guna menjamin kesinambungan. Sedangkan tujuan stratejik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut : 1) Mengembangkan kegiatan ekonomi produktif berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkesinambungan. 2) Meningkatkan pendayagunaan Pusat Pelelangan Ikan dalam rangka mendapatkan harga yang wajar bagi para nelayan. 3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berwawasan lingkungan. 4) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana dalam rangka memberikan fasilitas yang memadai dan bermutu bagi usaha bidang kelautan dan perikanan. 5) Memantapkan landasan hukum pembinaan dan pengembangan sektor kelautan dan perikanan. 6) Mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara bertanggungjawab demi pembangunan yang berkelanjutan.

70 Usaha Penangkapan Ikan Laut Usaha penangkapan ikan di perairan laut Kabupaten Situbondo menyebar di semua kecamatan dan desa-desa pantai, tersebar pada sekitar 30 Tempat Pendaratan Ikan (TPI) sebagai konsentrasi nelayan. Atas dasar potensi perikanan yang ada, telah dibangun Pusat Pelelangan Ikan (PPI) pada beberapa pangkalan ikan antara lain di desa pesisir Kecamatan Besuki, desa Ketah kecamatan Suboh, desa Kilensari di desa Gelung kecamatan Panarukan, desa Semiring kecamatan Mangaran, desa Landangan kecamatan Kapongan, desa Jangkar kecamatan Jangkar, desa Sumber Anyar (Pondok Mimbo) dan desa Wonorejo (Pandean) kecamatan Banyuputih. Pusat Pelelangan Ikan tersebut dibangun di lokasi Koperasi Unit Desa (KUD) Mina, merupakan lembaga yang bertindak sebagai pengelola PPI dan penyelenggara pelelangan ikan. Perdagangan ikan di Kabupaten Situbondo bertumpu pada ikan hasil tangkapan di perairan Selat Madura dengan tangkapan utama berupa ikan layang, ikan tongkol, ikan kembung dan lemuru. Potensi perikanan ini perlu dikelola dengan baik sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari. Usaha penangkapan ikan laut dilakukan dengan berbagai jenis/ukuran juga dengan menggunakan berbagai alat tangkap. Produksi ikan hasil penangkapan di laut pada tahun berdasarkan alat jenis tangkap yang digunakan mengalami penurunan (Tabel 2). Tabel 2 Alat tangkap dan produksi ikan setiap jenis alat tangkap per tahun No. Jenis Produksi Per Jenis Alat Tangkap (Ton) Alat Tangkap Purse Seine 6.662, , , , ,9 2 Payang 1.498, , , , ,0 3 Jaring Insang 247,7 83,0 25,7 115,3 34,3 4 Tramel net 68,9 0,9 0,0 21,7 127,1 5 Pancing 754,2 901,2 546,0 530, ,7 Jumlah 9.231, , , , ,9 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo Tahun Penurunan produksi ini antara lain disebabkan karena terjadinya penurunan sumberdaya ikan, sedangkan aktivitas penangkapan oleh nelayan Situbondo dan sekitarnya tidak mengalami perubahan yaitu tetap melakukan penangkapan di

71 44 perairan Selat Madura. Berdasarkan alat tangkap yang dipergunakan, pukat cincin (Purse Seine) adalah jenis alat tangkap penghasil ikan tangkapan terbanyak yaitu sekitar 72% dari total tangkapan di Kabupaten Situbondo (Tahun 2002), alat tangkap payang sekitar 16%, dan pancing sekitar 8%. Ditinjau dari jenis ikan yang tertangkap di perairan Selat Madura oleh armada penangkap ikan Kabupaten Situbondo pada tahun , ikan lemuru adalah yang paling banyak tertangkap dibandingkan jenis ikan lainnya dalam kategori ikan dominan. Hasil tangkapan ikan lemuru cukup berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan dari 4.784,2 ton pada tahun 2002 menjadi hanya 1.483,7 ton pada tahun 2006 (Tabel 3). Tabel 3 Produksi ikan tangkap Kabupaten Situbondo untuk 5 (lima) jenis ikan yang dominan pada tahun (5 tahun) No. Jenis Ikan Produksi (Ton) per Tahun Yang Dominan Lemuru 4.784, , , , ,7 2 Layang 1.316,9 813,2 928, , ,5 3 Tongkol 1.550,3 671, , , ,4 4 Kurisi 426,2 149,2 216,1 248,7 385,6 5 Kembung 317,8 178,4 132,2 288,8 223,8 Jumlah Tangkapan 8.395, , , , ,9 Jenis Ikan Lainnya 836,9 673,1 481,7 735, ,8 Total Semua Jenis Ikan 9.232, , , , ,7 Prosentasi Tangkapan Ikan Yang Dominan 90,94% 91,23% 94,38% 89,39% 75,17% Prosentase Kenaikan (+) atau Penurunan (-) +0,29% +3,16% -4,99% -14,22% Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo Tahun Dari segi klasifikasi armada penangkap ikan di wilayah Kabupaten Situbondo, yang terbanyak adalah perahu layar berjumlah 883 unit, perahu motor masing-masing dengan kekuatan mesin 5 10 GT berjumlah 681 unit, GT berjumlah 524 unit dan diatas 20 GT berjumlah 432 unit (Tabel 4). Dari 12 kecamatan yang mempunyai TPI, perahu layar terdapat di 12 kecamatan, perahu motor masing-masing dengan kekuatan mesin dibawah 5 GT hanya terdapat di dua kecamatan, antara 5-10 GT terdapat di 8 kecamatan, antara GT terdapat di 5 kecamatan, dan diatas 20 GT hanya terdapat di 4 kacamatan.

72 45 Tabel 4 Jumlah armada perahu/kapal motor setiap Kecamapan di Kabupaten Situbondo tahun 2003 No. Kecamatan Perahu Perahu Motor (GT) Layar < >20 1. Banyuglugur Besuki Suboh Melandingan Bungatan Kendit Panarukan Mangaran Kapongan Arjasa Jangkar Banyuputih Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Ditinjau dari segi klasifikasi jenis nelayan yang bekerja di sektor perikanan tangkap, jumlah terbesar adalah nelayan pandega dengan jumlah orang, nelayan yang merupakan pemilik berjumlah orang, dan yang paling sedikit adalah nelayan sambilan berjumlah 366 orang (Tabel 5). Tabel 5 Jumlah nelayan berdasarkan jenisnya pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Situbondo tahun 2003 No Kecamatan Jumlah Nelayan (Orang) Pemilik Sambilan Pandega Jumlah 1. Banyuglugur Besuki Suboh Melandingan Bungatan Kendit Panarukan Mangaran Kapongan Arjasa Jangkar Banyuputih Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo.

73 46 Jika ditinjau dari segi tempat PPI maka jumlah nelayan yang terbanyak adalah di Kecamatan Banyuputih (PPI Pondok Mimbo) berjumlah orang, yang kedua adalah di Kecamatan Besuki (PPI Besuki) berjumlah orang, ketiga adalah di Kecamatan Panarukan berjumlah orang, dan yang ke empat adalah di Kecamatan Jangkar (PPI Jangkar) berjumlah orang. 3.6 Permasalahan dan Peluang Dalam Pembangunan Perikanan Terdapat beberapa masalah dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Situbondo, antara lain adalah sebagai berikut : 1) Penyelenggaraan pelelangan ikan di pusat pelelangan ikan (PPI) yaitu PPI Pondok Mimbo, Jangkar, Landangan, Mangaran, Panarukan, Gelung, Ketah, dan Besuki belum berfungsi dengan baik. Jumlah ikan yang dilelang di delapan PPI tersebut masih relatif kecil dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan para nelayan. Hal ini antara lain disebabkan oleh : Nelayan sudah terikat/terjerat sistem pengambek; Di PPI tidak terjadi pelelangan ikan secara murni, yang ada adalah sistem cawukan atau mengambil ikan seadanya, kemudian hasil cawukan tersebut dijual untuk membiayai operasional KUD dan sisanya untuk setoran; Sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur tentang sistem pelelangan ikan di PPI; dan masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia nelayan dan pelaku perikanan, disisi lain KUD Mina juga memiliki kemampuan manajerial yang masih sangat terbatas. 2) Adanya pengambilan terumbu karang untuk bahan-bahan hiasan yang diperdagangkan di kawasan wisata Pasir Putih dan bahan baku pembakaran kapur di beberapa daerah, mengakibatkan terjadinya kerusakan terumbu karang dan mengancam terjadinya kerusakan habitat ikan karang. 3) Sering terjadi konflik berupa bentrok fisik dan perusakan alat tangkap sebagai akibat sangat banyaknya perahu/kapal yang beroperasi di perairan Selat Madura sehingga mendorong perebutan daerah operasi penangkapan. 4) Masih banyak nelayan yang menggunakan bahan peledak dalam penangkapan ikan dan masih sulit dicegah/ditanggulangi karena rendahnya pemahaman nelayan tentang bahaya serta kerusakan lingkungan akibat bahan peledak

74 47 tersebut dan juga sangat terbatasnya aparat penjaga perairan laut di wilayah perairan Situbondo dan sekitarnya. Peluang dalam pelaksanaan pembangunan perikanan di Kabupaten Situbondo antara lain dalah sebagai berikut : 1) Potensi sumberdaya ikan di perairan sekitar Situbondo khususnya Selat Madura, Selat Bali dan Laut Bali cukup tinggi dalam segala musim; 2) Permintaan ikan hasil perikanan tangkap terus mengalami peningkatan; 3) Semakin terbukanya peluang pasar untuk penjualan ikan hasil tangkapan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi; 4) Sudah dibangun prasarana dan sarana untuk pengolahan ikan hasil tangkapan khususnya untuk pemindangan ikan dan pembuatan tepung ikan meskipun masih belum memadai; 5) Dekat dengan tempat pengolahan ikan (pengalengan ikan) skala besar di wilayah Banyuwangi untuk pengalengan ikan lemuru dan ikan tongkol; 6) Dekat dengan kawasan wisata (Bali, Pasir Putih) yang membutuhkan ikan segar berkualitas tinggi seperti kerapu, kakap, udang untuk konsumsi wisatawan asing dan lokal. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh nelayan Kabupaten Situbondo mempunyai dampak negatif bagi usaha penangkapan ikan di perairan laut, selanjutnya berdampak pada rendahnya produktivitas tangkapan karena belum mampu memanfaatkan peluang yang ada sehingga pada akhirnya menyebabkan rendahnya penghasilan nelayan.

75 48 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Desember 2007, dengan fokus daerah penelitian di kawasan laut Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dan perairan sekitarnya. Daerah penelitian meliputi Selat Madura bagian timur, Laut Jawa bagian timur, Laut Bali bagian barat, dan Selat Bali bagian utara, sebagaimana Gambar 9. Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI Mengacu pada penelitian Narendra (1993), wilayah penelitian untuk informasi spasial ZPPI mingguan terletak pada batas-batas geografi antara BT dan LS, dalam kawasan berbentuk bujur sangkar atau unit spasial yang sisinya mempunyai panjang sebesar 5 (9.260 m). Penetapan ukuran unit

76 49 spasial ini juga mengacu pada hasil uji coba dari sejumlah kegiatan yang pernah dilakukan LAPAN serta sebuah pemikiran agar informasi ZPPI dapat digunakan dengan mudah oleh nelayan, pembagian area yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan unit spasial yang disesuaikan dengan sistem area pada peta dasar yang digunakan sebagai referensi. Wilayah penelitian ZPPI bulanan meliputi perairan Selat Madura, Laut Bali bagian barat, Laut Jawa bagian selatan, sebelah utara Sumenep, Pamekasan sampai Sampang, serta Selat Bali bagian utara, dengan batas-batas geografi pada koordinat BT dan LS. Mengacu pada hasil penelitian oleh Narendra (1993), wilayah penelitian kawasan ini dibagi menjadi unit spasial dengan ukuran 10. Ukuran unit spasial adalah 10 x 10 (18,52 km x 18,52 km). Panjang sisi dari unit spasial ini mendekati ukuran jarak lokasi daerah penangkapan ikan seperti yang disarankan Narendra (1993), dengan catatan bahwa 1 = 60 dan 1 = 1 mil laut atau m. 4.2 Metode Pengumpulan Data Materi penelitian Materi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penginderaan jauh dari satelit NOAA-AVHRR hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN. Data NOAA-AVHRR yang digunakan adalah data time series mingguan selama 10 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2005, khususnya data NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 (infra merah termal) yang dipergunakan untuk menentukan sebaran suhu permukaan laut (SPL). Untuk mendapatkan hasil perhitungan SPL yang baik, dilakukan 3 (tiga) kegiatan penting yaitu : (1) pemisahan data hasil akuisisi pada saat terjadi El-Nino; (2) pemilihan data yang bebas awan; dan (3) dilakukan cropping untuk cakupan data NOAA-AVHRR wilayah Jawa Timur. Selain data SPL yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR dan data kandungan klorofil-a bulanan yang diperoleh (download) dari situs internet dalam penelitian ini juga digunakan:

77 50 1) Data kecepatan angin dan tinggi gelombang diperoleh dari laporan hasil survei di Selat Madura yang dilakukan oleh Dinas Hidrooseanografi TNI AL. Data angin dan gelombang bulanan, dihasilkan dari perata-rataan data selama 10 tahun dan diperoleh dari Dinas Hidrooseanografi. 2) Data kedalaman laut Selat Madura dan perairan sekitarnya, yang dibuat berdasarkan peta kedalaman laut yang diterbitkan Dinas Hidrooseanografi nomor 1608 dan ) Data feedback berupa lokasi penangkapan, jenis dan jumlah ikan hasil tangkapan yang diperoleh dari uji coba penerapan ZPPI di Selat Madura mulai Juli 2003 sampai dengan November ) Data produksi perikanan tangkap dari statistik yang diterbitkan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, tahun ) Data hasil survei lapangan pada bulan September 2007 meliputi jenis alat tangkap, lokasi penangkapan, lama operasi penangkapan, dan penghasilan nelayan per trip penangkapan untuk PPI Pondok Mimbo, TPI Jangkar, PPT Besuki, PPI Probolinggo, PPI Pamekasan dan PPI Dungke Sumenep. Dalam perkembangan terakhir ini, satelit penginderaan jauh yang menggunakan Radar-SAR dilengkapi dengan sensor altimeter untuk mengamati ketinggian permukaan laut (sea surface height / SSH), dengan resolusi spasial 0,25 o (27,5 km x 27,5 km). Karena resolusi spasial citra SSH yang bersifat global sehingga sangat bermanfaat untuk mendeteksi SSH di perairan laut yang luas seperti Samudera Hindia, namun tidak dapat dipergunakan untuk mendeteksi SSH Selat Madura karena merupakan perairan yang sempit dan dangkal Perhitungan suhu permukaan laut Suhu permukaan laut (SPL) diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan data penginderaan jauh satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced Very High Resoltion Radiometer) 10 bit selama 10 (sepuluh) tahun, yaitu dalam periode Januari 1996 sampai dengan Desember 2005 hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN Pekayon, Jakarta Timur. Perolehan SPL berdasarkan data NOAA- AVHRR, dilakukan melalui proses sebagai berikut :

78 51 1) Pengadaan dan kompilasi data NOAA-AVHRR mingguan hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN selama 10 tahun yaitu dari tahun 1996 sampai dengan 2005; 2) Pemisahan data hasil akuisisi pada waktu kondisi normal dan hasil akuisisi pada waktu anomali iklim (terjadi El Nino); 3) Dilakukan cropping data hasil akuisisi pada waktu kondisi normal berdasarkan batas-batas yang ditentukan; 4) Dilakukan koreksi geometrik dan radiometrik terhadap semua data NOAA- AVHRR yang akan digunakan dalam penelitian dengan referensi batas-batas peta dasar skala 1: ; 5) Proses pengolahan data NOAA-AVHRR untuk mendapatkan citra sebaran SPL berdasarkan metode McMillin & Crossby (1984) yang biasa digunakan di LAPAN, dengan menggunakan data NOAA-AVHRR kanal infra merah termal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,30 11,30 µm dan 11,50 12,50 µm. Data NOAA-AVHRR yang diterima dan direkam dari satelit berbentuk nilai radiometer setiap pixel data yang biasa disebut dengan radiometer count atau pixel count. Tahap pertama dalam perhitungan SPL adalah melakukan kalibrasi terhadap data digital setiap pixel data NOAA-AVHRR yang diterima langsung dari satelit dengan rumus berikut : L n = S n C n + I n...1 dengan L n : radiasi setiap kanal radiometer; S n : Koefisien slope; C n : radiometer count atau digital count setiap pixel; I n : koefien intercept; dan n : masing-masing 4 untuk kanal 4 dan 5 untuk kanal 5. Selanjutnya setelah diperoleh nilai L n masing-masing untuk kanal 4 dan kanal 5, dilakukan perhitungan brighness temperature (temperatur kecerahan air laut) dinyatakan dengan TB n untuk masing-masing kanal (kanal 4 dan 5) dengan rumus sebagai berikut : TB n = b [ln( L ) a] n...2 dengan : TB n : Temperatur kecerahan air laut masing-masing kanal 4 dan kanal 5, sedangkan a dan b adalah nilai konstanta yang ditentukan berdasarkan panjang

79 52 gelombang kanal 4 dan 5. Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan kanal 5 dinyatakan dengan Tabel 6 berikut : Tabel 6 Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR Kanal Radimeter Sensor NOAA-AVHR Nilai Konstanta A Nilai Konstanta b Kanal 4 9, ,375 Kanal 5 8, ,813 Langkah selanjutnya, dilakukan perhitungan temperatur air laut (sea water temperature) yang didasarkan pada nilai temperatur kecerahan air laut (TB n ) untuk masing-masing kanal radiometer dengan memasukkan nilai koreksi emisivitas air laut (e) yang nilainya 0,98. Persamaan yang dipergunakan untuk menghitung temperatur air laut dinyatakan dengan TW n sebagai berikut : C2Yn TW n =...3 C2Yn ln[1 e + eexp( )] TB n Dimana : C 2 : konstanta radiasi sinar matahari dengan nilai 1, cmk; Y n : central wave number kanal infra merah jauh sensor AVHRR; Nilai Y n untuk kanal 4 dan kanal 5 masing-masing adalah 927,73cm dan 938,55cm. Langkah terakhir adalah perhitungan SPL dengan menggunakan rumus sebagai berikut : SPL = TW 4 + 2,702 (TW 4 TW 5 ) 273, Dengan : SPL = Suhu Permukaan Laut (Sea Surface Temperature) dalam derajat Celcius; TW 4 = suhu air laut berdasarkan kanal 4; TW 5 = suhu air laut berdasarkan kanal 5; 273 = adalah pengurangan nilai derajat Kelvin (pada 0 o Celcius); dan 0,582 adalah koefisien koreksi. Setelah diperoleh citra SPL dilakukan koreksi geometrik dan rektifikasi citra SPL sebagai berikut : 1) Melakukan koreksi geometrik citra SPL dengan titik-titik referensi pada peta dasar skala 1: ;

80 53 2) Melakukan rektifikasi semua citra SPL hasil akuisisi mingguan yang akan dikoreksi secara geomentrik dengan data yang sudah dikoreksi secara akurat sebagai citra referensi; Data klorofil-a Data klorofil-a sebagai indikator kesuburan perairan diperoleh dari internet karena di Indonesia belum ada sistem yang mampu menerima data dari satelit SeaWiFS secara langsung. Data SeaWiFS yang di download dari internet dan digunakan adalah data dengan waktu yang berkorelasi dengan data NOAA-AVHRR yang digunakan. Karena data yang di download dari internet bersifat global yaitu dalam area yang luas maka dilakukan cropping hanya pada daerah penelitian, sehingga dapat diperoleh citra sesuai dengan liputan dan skala citra untuk daerah penelitian. Nilai kandungan klorofil-a pada citra dibaca dengan cara membandingkan warna pada citra dengan warna pada legenda yang menyatakan konsentrasi klorofil dengan interval dari 0,1 5,0 mg/m 3. Pengamatan konsentrasi klorofil-a di perairan laut dilakukan dengan cermat terutama untuk area perairan di wilayah pesisir. Hal ini sangat perlu untuk mencegah kerancuan antara kandungan klorofil-a yang dijadikan indikator tingginya kesuburan perairan dengan kekeruhan Data angin dan gelombang Data arah dan kecepatan angin serta tinggi dan arah gelombang diperoleh dari Dinas Hidrooseanografi TNA-AL. Data angin dan gelombang di perairan laut yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data peramalan gelombang yang didasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan fetch. Data arah dan kecepatan angin yang dipergunakan dibuat berdasarkan rata-rata bulanan arah dan kecepatan angin di perairan Selat Madura dan sekitarnya dari tahun 1998 sampai dengan tahun Tinggi gelombang diperoleh dari kecepatan angin yang disesuaikan dengan skala beaufort dan arah gelombang disamakan dengan arah angin. Data arah dan kecepatan angin yang diperoleh dari hasil rata-rata bulanan dimasukkan kedalam distribusi prosentase frekwensi sehingga didapat tinggi dan

81 54 arah gelombang yang dominan pada tiap-tiap bulannya. Data yang dipergunakan adalah rata-rata bulanan arah dan kecepatan angin di perairan Selat Madura dan sekitarnya dari tahun 1998 sampai dengan tahun Arah dan kecepatan angin rata-rata yang diperoleh dari Dinas Hidrooseanografi TNL-AL. Kecepatan angin dikelompokkan menjadi 6 interval kecepatan dalam satuan knot yaitu antara 0-1 knot, 1 3 knot, 4 6 knot, 7 10 knot, knot dan lebih besar dari 17 knot. Tinggi gelombang rata-rata dibagi menjadi 5 interval dalam satuan meter yaitu 0; 0,1 0,5; 0,6 1,0; 1,1 1,5; dan > 1,5 meter. Arah angin dan gelombang dibagi menjadi 8 arah yaitu utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut Data kedalaman Selat Madura Data kedalaman perairan laut diperoleh dari peta kedalaman laut buatan Dinas Hidrooseanografi TNI AL sesuai dengan skala yang tersedia. Data kedalaman perairan ini digunakan untuk mendukung analisis daerah-daerah yang potensial terjadinya penaikan massa air laut yang disebabkan oleh terjadinya perubahan kedalaman dasar laut. Karena gradasi kedalaman kawasan Selat Madura antara di sisi timur yang berbatasan dengan Laut dan Selat Bali dengan perairan di utara Situbondo ke arah barat maka isobath dibuat tidak liner, tergantung pada karakteristik kedalaman perairan. Gradasi kedalaman sebelah timur dengan isobath meter, 500 meter, dan 200 meter. Gradasi kedalaman Selat Madura yang masuk dalam kategori perairan dangkal mulai utara Pondok Mimbo dengan kedalaman 100 meter ke arah barat sampai kedalaman 10 meter dibuat isobath dengan gradasi 10 meter. 4.3 Pengumpulan Data Perikanan Tangkap Pengumpulan data perikanan tangkap diperoleh melalui dua cara yaitu melalui survei lapangan di PPI/TPI di Situbondo dan PPI di sekitarnya, dan melalui feedback kegiatan uji coba penangkapan menggunakan informasi spasial ZPPI oleh nelayan Situbondo yang melakukan penangkapan di Selat Madura.

82 Pengumpulan data perikanan tangkap melalui survei lapangan Pengumpulan data perikanan tangkap dilakukan melalui kegiatan survei pengamatan secara langsung di lokasi penelitian melalui kegiatan wawancara, kunjungan/peninjauan ke instansi terkait, dan literatur. Data tentang perahu motor dan jenis-jenis alat tangkap yang dipergunakan oleh para nelayan di daerah penelitian diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, buku Situbondo Dalam Angka, Koperasi Unit Desa (KUD Nelayan), Kantor Desa dan kantor Camat setempat, serta pengamatan langsung di pelabuhan dan tempat pendaratan ikan melalui wawancara dengan nelayan secara langsung. Untuk mendapatkan data tentang hasil penangkapan, dilakukan kegiatan wawancara dengan para nelayan khususnya para nahkoda perahu motor serta pengamatan langsung kegiatan penangkapan. Di samping itu juga diperoleh data tentang pembagian zona-zona penangkapan yang telah disepakati oleh para nelayan serta pemerintah setempat. Kegiatan survei lapangan untuk mendapatkan data tentang ukuran perahu motor yang dipergunakan, jenis alat tangkap, lama operasi penangkapan, daerah operasi penangkapan dan pendapatan nelayan per rip. Perolehan data perikanan tangkap melalui kegiatan survei lapangan dilakukan pada tanggal 4-11 September 2007 pada 3 PPI/TPI Situbondo 3 PPI di sekitarnya dengan perincian sebagai berikut : a. PPI Pondok Mimbo (Situbondo) pada tanggal 4 September 2007, data diperoleh dengan mewawancarai 31 responden terdiri dari 28 nelayan dan 3 pemilik perahu motor. b. TPI Tanjung Jangkar (Situbondo) pada tanggal 5 September 2007, diperoleh dengan cara mewawancarai 33 responden terdiri 25 nelayan, dan 8 pemilik perahu dan pengurus KUD Minaharta. c. PPI Besuki, pada tanggal 6 September 2007, data diperoleh dengan mewawancarai langsung 22 respoden nelayan. d. PPI Probolinggo, pada tanggal 7 September 2007, data diperoleh 12 reponden terdiri dari 9 nelayan dan 3 respoden pemilik perahu motor.

83 56 e. PPI Branta Pesisir Pamekasan pada tanggal 10 September 2007, data diperoleh dengan mewawancarai 29 responden terdiri dari 23 nelayan dan 6 pemilik perahu motor. f. PPI Pelabuhan Dungkek Sumenep, pada tanggal 11 September 2007, data diperoleh 41 respoden terdiri dari 16 nelayan dan 25 pemilik perahu motor Pengumpulan data waktu, lokasi dan jenis ikan Data lokasi, waktu dan jenis ikan diperoleh melalui kegiatan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura, dilakukan atas kerjasama antara Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Penerapan informasi spasial ZPPI dilaksanakan oleh personel LAPAN bersama nelayan dari PPI Pondok Mimbo, TPI Tanjung Jangkar, dan PPI Besuki, dengan operasi penangkapan ikan di Selat Madura. Lokasi penangkapan ikan ditentukan berdasarkan informasi spasial ZPPI yang diproduksi oleh LAPAN, sementara kegiatan penangkapan ikan dengan menerapkan informasi spasial ZPPI dilakukan dengan dua pola yaitu, (1) penerapan informasi yang dilakukan secara bersama oleh nelayan setempat dengan personel LAPAN beserta Dinas Kelautan dan Perikanan Situbondo, dan (2) kegiatan penerapan informasi ZPPI dilakukan oleh nelayan kemudian melaporkan hasil tangkapan (waktu, koordinat, jenis dan jumlah berat ikan yang tertangkap) pada setiap ZPPI. 4.4 Design dan sintesis Informasi Spasial ZPPI Informasi spasial ZPPI dibuat dengan menggunakan 2 parameter utama yaitu SPL dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR dan kandungan klorofil-a yang diperoleh dari satelit SeaWifs. Dari sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a perairan diperoleh data tentang beberapa fenomena oseanografi khususnya fenomena thermal front yang berkaitan erat dengan fishing ground. Untuk membuat informasi spasial ZPPI, pertama-tama dilakukan pemetaan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR untuk mendeteksi adanya fenomena thermal fronts, dan eddies yang diindikasikan sebagai daerah fishing

84 57 ground (Narendra, 1993). Informasi spasial ZPPI dihasilkan dari implementasi parameter SPL dan kandungan klorofil-a yang berkaitan erat dengan kehidupan ikan. Penentuan ZPPI dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1) Membuat citra SPL dalam sistem peta untuk mendapatkan kesamaan posisi dari setiap piksel citra SPL dengan menggunakan rumus 1-4; 2) Melakukan penggabungan citra SPL mingguan berdasarkan urutan minggu pada bulan yang sama setiap tahunnya, dengan menggunakan metode nilai minimum yaitu mengambil nilai SPL minimum dari semua citra pada urutan minggu dan bulan yang sama. 3) Pengumpulan data klorofil-a bulanan yang di download dari internet 4) Identifikasi thermal front dari masing-masing citra SPL mingguan, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) pembuatan kontur SPL; (2) identifikasi dan analisis gradien SPL untuk setiap jarak 3 km (3 pixel) sebesar 0,5 o C; dan (3) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l); 5) Penentuan ZPPI berdasarkan thermal front dari SPL mingguan tiap tahun; 6) Pembuatan ZPPI mingguan berdasarkan agregat dari ZPPI mingguan selama 10 tahun; 7) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI mingguan dalam format peta; 8) Pembuatan ZPPI bulanan yang merupakan sintesis dari ZPPI mingguan dalam bulan yang sama; 9) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI bulanan dalam format peta. 10) Pembuatan layout informasi spasial ZPPI musiman dalam format peta. Diagram alir pembuatan informasi spasial ZPPI secara umum sebagaimana dinyatakan pada Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan informasi spasial ZPPI sebagaimana Gambar 11, 12 dan 13.

85 58 Data NOAA Cropping Citra Berdasarkan Daerah Penelitian Koreksi Geometrik Dan Radiometrik Batas-batas koordinat daerah penelitian (peta dasar 1; ) Penentuan Suhu Permukaan Laut (SPL) Mingguan Peta Dasar Skala 1: Rektifikasi SPL dengan Titik Kontrol Peta Analisis deteksi Thermal front Kesuburan perairan dari data SeaWIFs Data kedalaman dan data lapangan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) Gambar 10 Proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI dalam penelitian identifikasi zona potensi penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya.

86 59 SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPLT minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL rata-rata minggu pertama bulan B j Thermal front minggu pertama bulan B j ZPPI minggu pertama bln 1-12 SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL rata-rata minggu ke dua bulan B j Thermal front minggu ke dua bulan B j ZPPI minggu ke dua bulan 1-12 SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL rata-rata minggu ke tiga bulan B j Thermal front minggu ke tiga bulan B j ZPPI minggu ke tiga bulan 1-12 SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL minggu M i bulan B j tahun T k SPL rata-rata minggu ke empat bulan B j Thermal front minggu ke empat bulan B j ZPPI minggu ke empat bulan 1-12 Gambar 11 Proses sintesis untuk menghasilkan pola spasial ZPPI mingguan, i = 1-4, j = 1-12 dan k = 1-10.

87 60 ZPPI minggu 1 Januari tahun T k ZPPI minggu 2 Januari tahun T k ZPPI minggu 3 Januari tahun T k ZPPI minggu 4 Januari tahun T k ZPPI bulan Januari tahun T k ZPPI bulan Februari tahun T k ZPPI bulan Maret tahun T k ZPPI bulan April tahun T k ZPPI bulan Mei tahun T k ZPPI bulan Juni tahun T k ZPPI bulan Juli tahun T k ZPPI bulan Agustus tahun T k SST minggu 1 4 Desember thn T k SST minggu 1 4 Desember tahun T k SST minggu 1 4 Desember tahun T k SST minggu 1 4 Desember tahun T k ZPPI bulan September tahun T k ZPPI bulan Oktober tahun T k ZPPI bulan November tahun T k ZPPI bulan Desember tahun T k Gambar 12 Proses sintesis data untuk menghasilkan pola spasial ZPPI bulanan setiap tahun, dengan T k adalah tahun data.

88 61 ZPPI bulan Januari tahun T k ZPPI bulan Februari tahun T k ZPPI bulan Maret tahun T k ZPPI bulan April tahun T k ZPPI bulan Mei tahun T k ZPPI bulan Juni tahun T k ZPPI bulan Juli tahun T k ZPPI bulan Agustus tahun T k ZPPI bulan September tahun T k ZPPI bulan Oktober tahun T i ZPPI bulan November tahun T k ZPPI bulan Desember tahun T k Sintesis ZPPI bulanan B i dan tahun T k ZPPI bulan Januari ZPPI bulan Februari ZPPI bulan Maret ZPPI bulan April ZPPI bulan Mei ZPPI bulan Juni ZPPI bulan Juli ZPPI bulan Agustus ZPPI bulan September ZPPI bulan Oktober ZPPI bulan November ZPPI bulan Desember Gambar 13 Diagram alir proses ZPPI bulanan, dengan Ti menyatakan tahun data.

89 62 Untuk setiap unit spasial diberikan satu klasifikasi kepadatan dan tingkat prospek keberhasilan penangkapan ikan. Dalam penelitian diterapkan 4 kelas kepadatan ZPPI yang menggambarkan tingkat prospek keberhasilan dari setiap unit spasial, sebagai berikut: 1) kelas sangat padat : unit spasial yang didalamnya terdapat lebih dari 5 ZPPI; 2) kelas padat : unit spasial yang didalamnya terdapat 4-5 ZPPI; 3) kelas sedang : unit spasial yang didalamnya terdapat 2 3 ZPPI; 4) kelas rendah : unit spasial yang didalamnya terdapat hanya 1 ZPPI. Klasifikasi kepadatan ZPPI ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya kemungkinan keberhasilan operasi penangkapan ikan yang berpengaruh terhadap produktivitas penangkapan. 4.5 Metode Analisis Pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan ukuran (jarak jangkau) perahu/kapal motor Berdasarkan kategori ukuran perahu motor dan jarak tempuh perahu motor dari PPI/TPI untuk masing-masing ukuran, dibuat skenario zona penangkapan yang dibagi menjadi 2 jenis yaitu dalam bentuk lingkaran dan dalam bentuk sejajar garis pantai. Skenario pertama yaitu zona berbentuk lingkaran dengan titik pusat pada masing-masing PPI/TPI, sedangkan skenario kedua berbentuk zona sejajar garis pantai (Gambar 14). Secara umum, zona penangkapan dibagi menjadi 4 (empat) zona yaitu : (1) zona dengan jarak 0 4 km; (2) zona dengan jarak antara 4 km sampai 10 km; (3) zona berjarak antara 10 km sampai dengan 20 km, dan (4) zona berjarak di atas 20 km. Berdasarkan batas masing-masing zona tersebut, dihitung luas masing-masing zona yang dialokasikan untuk masingmasing kelompok ukuran perahu motor. Pembagian zona penangkapan ini diarahkan untuk mencegah terjadinya konflik perebutan penangkapan antar perahu motor khususnya antara perahu motor tradisional dengan perahu motor yang berukuran besar dan menggunakan peralatan modern, sekaligus untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas penangkapan oleh nelayan Situbondo.

90 63 Gambar 14 Pembagian zona penangkapan berdasarkan jarak tempuh perahu motor pada masing-masing ukuran, berbentuk lingkaran dengan titik pusat pada PPI dan zona sejajar garis pantai Pengaturan zona penangkapan berdasarkan daya jangkau kapal dalam bentuk lingkaran Dengan memperhatikan kategori ukuran perahu motor sebagaimana Tabel 4, dilakukan pengaturan zona penangkapan berbentuk lingkaran dengan titik pusat pada masing-masing PPI berdasarkan kategori ukuran dan jarak jangkau perahu motor pada masing-masing kategori. Analisis pengaturan zona operasi penangkapan ikan dibuat berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Zona penangkapan disajikan dalam bentuk lingkaran paling dalam dengan jari-jari 4 km dari PPI dialokasikan untuk perahu layar dan motor dengan ukuran dibawah 5 GT. b. Zona penangkapan berbentuk lingkaran dalam area antara jari-jari 4 10 km dari PPI dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran 5 10 GT. c. Zona penangkapan berbentuk lingkaran dalam area antara jari-jari km dari PPI, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran GT. d. Zona penangkapan di luar lingkaran jari-jari 20 km, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran di atas 20 GT.

91 64 Alokasi perahu motor didasarkan pada jarak tempuh untuk setiap kategori ukuran perahu motor dalam bentuk lingkaran dengan titik pusat PPI, sehingga luas zona penangkapan per unit perahu motor dapat diformulasikan sebagai berikut. W ri = L ri / J pm...5. Dengan : W ri = luas zona per unit perahu layar/moror untuk setiap kategori (0 4 km, 4 10 km atau km); L ri = luas zona ke i dalam masing-masing kategori; J pm = jumlah perahu layar layar/moro (unit);. Analisis alokasi perahu/kapal motor pada masing-masing zona, dilakukan dengan cara : a. menghitung luas zona untuk setiap kategori perahu kapal motor dalam masing-masing zona (km 2 /unit); b. menghitung rata-rata luas zona untuk setiap kategori perahu/kapal motor pada masing-masing zona untuk seluruh Situbondo. c. menentukan jumlah perahu/kapal motor yang selayaknya berpangkalan pada PPI bersangkutan. d. menentukan perbandingan antara luas zona per perahu/kapal motor pada masing-masing PPI dengan luas rata-rata per perahu/kapal motor seluruh Situbondo. e. menentukan PPI yang mempunyai luas zona per perahu/kapal motor di bawah rata-rata yang berarti sudah melebihi daya tampung maksimum, dan PPI yang mempunyai luas zona per perahu/kapal motor lebih tinggi dari rata-rata sehingga mempunyai peluang menerima relokasi perahu/kapal motor dari PPI lain, sesuai dengan zona dan kategori perahu/kapal motor Pengaturan zona penangkapan ikan dalam jarak sejajar garis pantai Sebagaimana diuraikan pada Tabel 4 bahwa perahu/kapal motor tersebar pada 13 kecamatan sepanjang pesisir Situbondo. Memperhatikan penyebaran perahu/kapal motor tersebut, dikembangkan pengaturan zona penangkapan yang sesuai dengan penyebaran PPI/TPI tersebut, dalam upaya memelihara kelestarian sumberdaya ikan dan terjadinya konflik perebutan lokasi penangkapan ikan antara nelayan besar (modern) dengan nelayan kecil (tradisionil). Dengan

92 65 memperhatikan kategori ukuran perahu/kapal motor sebagaimana Tabel 3.4 pada bagian 3.5, jarak jangkau perahu/kapal motor pada masing-masing kategori, dan berdasarkan lokasi operasi penangkapan ikan, dibuat zona penangkapan ikan sejajar garis pantai dengan kriteria sebagai berikut : a. Zona pertama dengan garis terluar berjarak 4 km dari garis pantai dialokasikan untuk perahu layar dan motor dengan ukuran dibawah 5 GT. b. Zona kedua berjarak antara 4 km sampai 10 km dari garis pantai, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran 5 10 GT. c. Zona ketiga berjarak antara 10 km sampai dengan 20 km dari garis pantai, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran GT. d. Zona keempat berjarak di atas 20 km dari garis pantai, dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran diatas 20 GT. Dengan memperhatikan jumlah perahu layar dan perahu motor yang ada di wilayah Kabupaten Situbondo, dilakukan perhitungan luas area penangkapan per perahu layar/motor pada tiap-tiap zona dengan persamaan sebagai berikut. W z = L z / J pm Dengan : W z = luas zona untuk setiap kategori perahu layar dan perahu motor pada masing-masing zona (km 2 /unit); L z = luas zona (km 2 ); J pm = jumlah perahu/kapal motor (unit). Analisis alokasi perahu/kapal motor pada masing-masing zona dan ukuran perahu motor, dilakukan dengan kriteria sebagaimana analisis pada Bagian 4.6.1, dan di atas Analisis pengelolaan zona penangkapan ikan Dengan mengacu pada rencana tata ruang Kabupaten Situbondo yang membagi wilayah Kabupaten Situbondo menjadi 3 wilayah pengembangan, pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo juga dibagi menjadi 3 zona yaitu zona barat berpusat di PPI Besuki selanjutnya dinyatakan sebagai zona A, zona di bagian tengah berpusat di PPI Tanjung Pacinan dinyatakan sebagai zona B, dan zona paling timur berpusat di PPI Pondok Mimbo disebut sebagai zona C (Gambar 15). Untuk memudahkan dalam analisis penggunaan informasi spasial

93 66 pengelolaan penangkapan, dibuat batas masing-masing zona yaitu zona A dengan batas koordinat 113 o o 52 BT dan 7 o o 45 LS, zona B dalam koordinat 113 o o 6 30 BT dan 7 o o LS, serta zona C dalam koordinat 114 o o BT dan 7 o 20 7 o LS. Gambar 15 Batas zona pengelolaan penangkapan ikan Kabupaten Situbondo meliputi PPI Besuki, PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok Mimbo. Dengan memperhatikan wilayah kecamatan yang mempunyai pantai sebagaimana Tabel 1 dalam Bab 3, dilakukan pengelompokan 13 wilayah kecamatan di Kabupaten Situbondo ke dalam 3 PPI. Pengelolaan penangkapan ikan zona A meliputi mengelolaan penangkapan dari 5 kecamatan yaitu Banyuglugur, Besuki, Suboh, Melandingan dan Bungatan. Zona B meliputi pengelolaan penangkapan untuk 4 kecamatan yaitu Kendit, Panarukan, Mangaran, dan Kapongan. Zona C meliputi pengelolaan penangkapan untuk 4 kecamatan yaitu Arjasa, Tanjung Jangkar, Asembagus, dan Banyuputih. Analisis zona penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo dibagi menjadi 4 (empat) pola pengaturan penangkapan sebagai berikut: (1) Nelayan dari masing-masing PPI melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam PPI yang bersangkutan;

94 67 (2) Nelayan melakukan kerjasama penangkapan ikan antar PPI dalam wilayah pengelolaan perikanan tangkap Kabupaten Situbondo (Besuki, Tanjung Pecinan, dan Pondok Mimbo); (3) Nelayan Situbondo (dari PPI Besuki, Tanjung Pecinan, dan Pondok Mimbo) melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan dari PPI lain di sekitar Selat Madura (Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep); (4) Nelayan Situbondo yang menggunakan kapal penangkapan ikan dengan ukuran di atas 20 GT (khususnya dari PPI Besuki dan Tanjung Pecinan) melakukan kerjasama dengan nelayan dari PPI lain yang beroperasi di Selat Bali (PPI Banyuwangi), Laut Bali (PPI Singaraja) dan Laut Jawa bagian timur khususnya PPI Sokabana (Sampang), PPI Pasongsongan (Pamekasan), PPI Karanglanggar (Sumenep), nelayan dari pulau Sepudi dan Raas.

95 68 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Kondisi Oseanografi Selat Madura dan Sekitarnya SPL dan kandungan klorofil-a SPL Selat Madura dan perairan sekitarnya pada awal musim barat yaitu bulan Desember, SPL berada bervariasi pada selang 26 o - 30 o C. Kandungan klorofil-a berada pada kisaran 0,1 0,8 mg/m 3, di perairan Laut Bali pada kisaran 0,1 0,4 mg/m 3. Pada bulan Januari, SPL Selat Madura dan sekitarnya dengan kisaran 28 o - 30 o C, dengan klorofil-a 0,1 3,0 mg/m 3, di Laut Bali pada kisaran 0,2 0,6 mg/m 3. Sebaran SPL Selat Madura pada bulan Februari pada kisaran 27 o 28 o C, konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0,3 0,5 mg/m 3. SPL Laut Jawa dan Laut Bali pada kisaran 30 o 31 o C, konsentrasi kolofil 0,2 0,4 mg/m 3. SPL Selat Madura pada bulan pertama musim peralihan pertama yaitu bulan Maret pada kisaran 30 o 32 o C, dengan konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0,4 1,0 mg/m 3. SPL Laut Bali pada kisaran 28 o - 30 o C dan Laut Jawa pada kisaran antara 28 o 31 o C, dengan klorofil-a pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Pada bulan April, SPL Selat Madura dalam kisaran 27 o 32 o C, konsentrasi klorofil-a dalam kisaran 0,3 1,5 mg/m 3. SPL Jawa terjadi pada kisaran 30 o - 31 o C, dengan konsentrasi klorofil-a dalam kisaran 0,3 0,5 mg/m 3. Pada bulan Mei, perairan Selat Madura dan Laut Jawa didominasi oleh SPL 29 o 31 o C, dengan konsentrasi klorofil-a di Selat Madura pada kisaran 0,4 1,5 mg/m 3, sedangkan di Laut Jawa bagian timur pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Sebaran SPL di perairan Selat Bali dengan kisaran 27 o 28 o C. Pada awal musim timur yaitu bulan Juni, SPL Selat Madura, Laut Jawa, dan Laut Bali berada pada kisaran 29 o - 31 o C. Konsentrasi klorofil-a Selat Madura pada 0,5 1,5 mg/m 3, di Laut Jawa serta Laut Bali pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Perairan sebelah timur Pulau Raas pada kisaran 0,6 3,0 mg/m 3. Pada bulan Juli, SPL Selat Madura pada kisaran 29 o - 31 o C, dengan klorofil-a pada kisaran 0,4 1,5 mg/m 3, di Laut Jawa berkisar pada kisaran 0,3 0,8 mg/m 3, perairan bagian utara Selat Bali dengan kisaran 0,2 0,4 mg/m 3 menyebar ke bagian barat Laut

96 69 Bali. Konsentrasi klorofil-a di perairan sebelah timur Pulau Raas pada kisaran 0,6 1,5 mg/m 3. Pada bulan Agustus yang merupakan bulan terakhir musim angin timur, SPL pada perairan Selat Madura bagian timur di timur laut Pondok Mimbo terjadi pada kisaran suhu 28 o - 31 o C. Konsentrasi klorofil-a di Selat Madura dengan kisaran 0,4 1,0 mg/m 3, di Laut Jawa juga pada kisaran 0,4 1,5 mg/m 3. Konsentrsi klorofil-a di Laut Bali didominasi oleh kisaran 0,3 0,5 mg/m 3, di perairan antara Pulau Raas dan Kangean pada kisaran 2,0 3,0 mg/m 3. Pada awal musim peralihan kedua yaitu bulan September, SPL Selat Madura dan Laut Jawa pada kisaran 28 o - 32 o C, dengan konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0,4 0,7 mg/m 3, di Laut Bali pada kisaran 0,3 0,5 mg/m 3. Konsentrasi klorofil-a sebelah timur Pulau Raas pada kisaran 2,0 3,0 mg/m 3. SPL bulan Oktober di Selat Madura dan Laut Jawa pada kisaran 28 o - 30 o C, dengan konsentrasi klorofil-a didominasi oleh kisaran 0,5 1,5 mg/m 3, pada sisi timur berkisar antara 0,4 0,6 mg/m 3. Konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa berada dalam kisaran 0,2 0,4 mg/m 3, di perairan Laut Bali dalam kisaran 0,3 0,5 mg/m 3. Konsentrasi klorofil-a di perairan sebelah timur Pulau Raas pada kisaran 1,5 3,0 mg/m 3. Pada bulan Nopember yang merupakan bulan terakhir musim peralihan kedua, SPL Selat Madura pada kisaran 28 o - 30 o C dengan konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0,2 0,8 mg/m 3. Kosentrasi klorofil-a di Laut Bali pada kisaran 0,3 0,8 mg/m 3, di sebelah timur Pulau Raas pada 0,5 1,0 mg/m 3. Contoh citra SPL Selat Madura dan perairan sekitarnya berdasarkan satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR sebagaimana ditunjukkan pada lampiran 1 (a sampai dengan d), sedangkan citra klorofil-a berdasarkan satelit SeaWiFS sebagaimana ditunjukkan pada lampiran 2 (a sampai dengan d) Angin dan gelombang Angin pada awal musim barat yaitu bulan Desember, dominan dengan kecepatan 1 3 knot, ketinggian gelombang dominan 0,1-0,5 meter. Pada bulan Januari, angin dominan datang dari arah barat dengan kecepatan 1 3 knot dan ketinggian gelombang 0,1-0,5 meter. Pada akhir musim barat yaitu bulan Februari, angin dari arah barat dengan kecepatan 4 10 knot dan ketinggian gelombang dominan antara 0,1-0,5 meter.

97 70 Pada awal musim peralihan pertama yaitu bulan Maret, angin dari barat dengan kecepatan 1-6 knot, ketinggian gelombang 0,1-0,5 meter. Pada bulan April, angin dari arah timur dengan kecepatan 1 6 knot, ketinggian gelombang 0,1-0,5 m. Pada akhir musim peralihan pertama yaitu bulan Mei, angin dari arah timur dengan kecepatan 1-6 knot dan ketinggian gelombang 0,1-0,5 meter. Pada awal musim timur yaitu bulan Juni, angin dominan dari timur dengan kecepatan 1-10 dan gelombang dengan ketinggian 1 1,5 meter. Pada bulan Juli, angin dominan dari timur dan tenggara dengan kecepatan 1 16 meter dan gelombang mencapai ketinggian lebih dari 1,5 meter. Pada bulan terakhir musim timur yaitu bulan Agustus, angin dari timur dengan kecepatan mulai dari 1 knot sampai lebih dari 17 knot dan gelombang dengan ketinggian 1,1-1,5 meter, kadang-kadang lebih dari 1,5 meter. Pada bulan pertama musim peralihan kedua yaitu bulan September, angin dominan datang dari arah timur dengan kecepatan berkisar mulai 4 sampai di atas 17 knot, dan ketinggian gelombang dominan antara 0,1-1,5 meter. Pada bulan Oktober, angin dominan datang dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan knot. gelombang dominan dengan ketinggian maksimum 0,1 1,0 meter. Pada bulan terakhir musim peralihan kedua yaitu November, angin dominan dari selatan dan barat dengan kecepatan 1-6 knot dan gelobang dengan ketinggian 0,1 1,5 meter. Data arah, kecepatan dan frekuensi angin selengkapnya sebagaimana dinyatakan dalam lampiran 3 (a sampai dengan l), sedangkan data arah, ketinggian dan frekuensi gelombang dinyatakan pada lampiran 4 (a sampai dengan l). Contoh arah dan kecepatan angin serta tinggi gelombang digambarkan secara tematik sebagaimana ditunjukkan pada lampiran Kedalaman perairan Selat Madura Kedalaman Selat Madura bagian timur sama dengan kedalaman Selat Bali bagian utara dan Laut Bali bagian barat. Kedalaman Selat Madura bagian timur berkisar antara 500 m m, mengalami gradasi kedalaman sehingga antara selatan Kangean ke selatan pulau Raas sampai utara Pondok Mimbo mempunyai kedalaman antara 100 m 200 m, antara selatan Kangean sampai selatan pulau Raas dan utara Pondok Mimbo mempunyai kedalaman sekitar 90 m. Antara utara

98 71 Besuki sampai utara Probolinggo mempunyai kedalaman 60 m 70 m, sedangkan mulai sebelah utara Probolinggo ke sebelah barat mempunyai kedalaman sekitar 50 m. Perairan mulai sebelah barat Besuki sampai perairan sebelah utara Probolinggo, serta di selatan Pamekasan sampai Sampang mempunyai interval kedalaman meter. Peta kedalaman Selat Madura dan perairan sekitarnya sebagaimana ditunjukkan dengan gambar pada lampiran Kondisi Umum Perikanan Tangkap Berdasarkan wawancara dengan 28 nelayan dan 3 pemilik perahu motor di Pondok Mimbo diperoleh data tentang ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip sebagaimana Tabel 7. Dari survei lapangan juga diketahui bahwa di Pondok Mimbo sudah ada fasilitas pengolahan ikan yaitu pemindangan modern dan cold storage, namun belum pernah dioperasikan. Data lapangan di TPI Jangkar diperoleh dengan mewawancarai 25 nelayan dan 8 pemilik perahu serta pengurus KUD Minaharta Jangkar. Dari survei lapangan juga diketahui bahwa terdapat 391 buah perahu motor yang berpangkalan di TPI Tanjung Jangkar. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari nelayan di TPI Tanjung Jangkar sebagaimana tabel lampiran 7.a. Tabel 7 Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Pondok Mimbo No Ukuran Lama Pendapatan Jenis Alat Daerah Perahu Operasi Bersih per Tangkap Operasi (GT) (jam) orang-trip (Rp) 1 2 Trawl Udang 12 Jangkar, Mimbo Trawl 72 Jangkar, Merak Trawl Udang 12 Mimbo Trawl Udang 12 Jangkar, Merak Purse Seine 8 Mimbo, Selat Madura Trawl Udang 72 Jangkar, Merak Purse Seine 12 Selat Madura Trawl Udang 72 Jangkar, Merak

99 72 Pada survei lapangan di PPI Besuki, berhasil mewawancarai langsung 22 responden nelayan, yang biasa melakukan penangkapan ikan dengan peralatan tangkap berupa purse seine dan trawl. Menurut Ketua KUD, di wilayah TPI Besuki terdapat sekitar 280 buah perahu/kapal motor, yang terdiri atas 80 buah perahu motor berukuran antara 5 10 GT dengan alat tangkap purse seine, dan 150 buah perahu motor berukuran antara 2 10 GT dengan alat tangkap purse seine atau trawl udang, dan perahu pancing dengan bobot 2 5 GT (Tabel 8). Masalah utama dalam penangkapan yaitu belum adanya SPBU dan perusahaan es di sekitar PPI Besuki, sehingga BBM dan es dibeli dari PPI lain. Juga diperoleh informasi bahwa, di sekitar PPI Besuki banyak dijumpai penimbangan ikan secara perorangan yang umumnya dilakukan oleh tengkulak yang bebas menentukan harga ikan, Disamping itu ada perjanjian dibawah tangan tentang pinjaman uang/modal oleh nelayan pada tengkulak yang berdampak pada tingkat kesejahteraan nelayan. Bahkan para pemilik perahu juga sering terjerat utang kepada para tengkulak khususnya akibat butuh uang untuk memperbaiki mesin perahu/kapal motor atau alat tangkap, sementara suku cadang peralatan tangkap tidak tersedia di sekitar PPI Besuki. Tabel 8 Data ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Besuki No Ukuran Perahu (GT) Jenis Alat Tangkap Lama Operasi (jam) 1 10 Purse seine Trawl Udang Purse seine purse seine Purse seine Trawl Udang Purse seine 48 Daerah Operasi Selat Madura, Jangkar, Mimbo Mimbo, Jangkar, Besuki Mimbo, Jangkar, Probolinggo Mimbo, Jangkar, Probolinggo Selat Madura, Jangkar, Mimbo Mimbo, Jangkar, Besuki Selat Madura, Jangkar, Mimbo Pendapatan Bersih per Orang- Trip (Rp)

100 73 Data lapangan tentang penangkapan ikan oleh nelayan yang berpangkalan di PPI Probolinggo diperoleh dari 9 respoden nelayan, 3 respoden pemilik perahu motor dan Kepala Kelurahan. Kepala Kelurahan yang membawahi wilayah PPI Probolinggo menerangkan bahwa jumlah pemilik perahu yang berada diwilayahnya kurang lebih 211 perahu motor. Alat tangkap yang biasa digunakan adalah purse seine untuk penangkapan ikan pada malam hari dan trawl udang/teri pada pagi/siang hari. Jumlah penduduk dengan pekerjaan sebagai nelayan di kelurahannya kurang lebih orang terdiri dari 20 orang nelayan remaja (umur kurang dari 15 tahun), kurang lebih orang nelayan pemuda (umur antara tahun) dan kurang lebih orang nelayan dewasa (umur di atas 35 tahun). Kendala utama bagi pemilik perahu tipe cakra adalah modal kerja untuk dapat melakukan operasi penangkapan lebih dari 1 hari, naik turunnya harga ikan dan rute pelayaran daerah fishing ground yang jadi rebutan sesama nelayan, Hasil tangkapan utama adalah ikan tongkol dan lemuru, yang paling dominan adalah ikan teri besar dan teri kecil, sedangkan tangkapan lainnya ikan cumi dan udang. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Probolinggo sebagaimana dinyatakan pada lampiran lampiran 7.b. Dari survei lapangan di PPI Branta Pesisir Pamekasan diperoleh informasi bahwa nelayan setempat rata-rata menggunakan peralatan tangkap tipe trawl teri/udang. Hasil tangkapan ikan yang maksimal terjadi pada musim hujan atau bulan September hingga bulan Maret dengan jenis tangkapan ikan yang dominan adalah layang, tongkol dan lemuru. Masalah utama yang dihadapi adalah harga ikan yang naik turun dan tidak adanya jaminan modal usaha berupa pinjaman modal kerja, menambah perlengkapan perahu serta alat tangkap. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Pamekasan sebagaimana dinyatakan pada lampiran lampiran 7.c. Data lapangan di PPI Dungkek diperoleh dari 16 respoden nelayan, 25 respoden pemilik perahu dan ketua kelompok nelayan. Berdasarkan keterangan dari ketua kelompok nelayan Makmur bahwa nelayan umumnya menggunakan alat tangkap trawl udang/teri dan gillnet, dengan ukuran perahu motor 3 GT. Selain

101 74 bermitra dengan perusahaan, kelompok nelayan Makmur juga bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumenep antara lain dalam bentuk bantuan peralatan GPS dan penyuluhan. Permasalahan utama yang dihadapi nelayan setempat adalah kesulitan mendapatkan tangkapan pada saat bukan musim teri karena sebagian nelayan tidak mempunyai alat tangkap jenis yang lain misalnya jaring untuk penangkapan ikan tongkol. Kendala utamanya yang dihadapi adalah ukuran perahu motor yang kurang besar dan tidak tersedia penerangan berupa lampu merkuri serta tidak mempunyai alat tangkap selain ikan teri. Di saat selain musim hujan atau musim ikan teri, hasil pendapatan menurun bahkan tidak ada penghasilan. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Probolinggo sebagaimana dinyatakan pada lampiran lampiran 7.d. 5.3 Hasil Tangkapan dari Pemanfaatan Informasi Spasial ZPPI Uji coba penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura oleh nelayan Situbondo, dilakukan atas kerjasama antara Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Penerapan informasi spasial ZPPI dilaksanakan oleh nelayan dari PPI Pondok Mimbo, TPI Tanjung Jangkar, dan PPI Besuki, dengan operasi penangkapan ikan di Selat Madura. Hasil uji coba penangkapan berdasarkan informasi spasial ZPPI di Selat Madura untuk musim yang berbeda menunjukkan bahwa, sumberdaya ikan yang paling dominan adalah ikan lemuru, tongkol, layang, dan kembung. Feedback hasil tangkapan dibagi menjadi 3 kategori yaitu : (1) panangkapan pada unit spasial dengan hasil tangkapan ikan diatas 200 kg; (2) unit spasial dengan tangkapan kurang dari 200 kg; dan (3) unit spasial yang menunjukkan uji coba penangkapan ikan menggunakan informasi spasial ZPPI yang dilakukan secara bersama oleh nelayan dan tim dari Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN.

102 Hasil tangkapan ikan pada bulan Mei Informasi spasial ZPPI yang digunakan sebagai dasar operasi penangkapan ikan pada bulan Mei 2004 yang menunjukkan adanya konsentrasi penangkapan ikan dengan jumlah tangkapan yang sangat tinggi pada posisi ' ' 3 BT dan 7 23' ' 41 LS atau sebelah utara antara Paiton dan Besuki. Hasil tangkapan selama bulan Mei 2004 pada umumnya didominasi oleh jenis ikan lemuru berjumlah antara 50 kg sampai kg (Lampiran 8.a). Data feedback lokasi penangkapan ikan oleh nelayan selanjutnya digabungkan dengan ZPPI bulan Mei 2004 (Gambar 16). Masalah yang dihadapi dalam penangkapan bulan Mei yaitu gelombang besar, angin kencang, dan arah arus sering berubahubah, Masalah ini mengakibatkan jaring banyak yang rusak atau robek Hasil tangkapan ikan pada bulan Juni Penerapan informasi ZPPI dalam kegiatan penangkapan pada bulan Juni dilaksanakan di perairan Selat Madura pada posisi 113 O 38' 20" O 54' 50" BT dan 7 O 23' 57" - 7 O 35' 56" LS, dengan hasil tangkapan ikan antara kg dengan jenis ikan lemuru (Lampiran 8.b). Menurut keterangan nelayan saat melakukan setting terjadi gelombang besar dan arus serta angin kencang sehingga tidak bisa tebar jaring. Data feedback lokasi penangkapan ikan oleh nelayan selanjutnya digabungkan dengan ZPPI bulan Juni 2004 (Gambar 17) Hasil tangkapan ikan pada bulan Juli Hasil pengolahan citra yang digunakan untuk uji coba bulan Juli 2003 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 26 ZPPI, menyebar mulai dari Laut Jawa, Selat Madura hingga Laut Bali, sedangkan nelayan melakukan operasi penangkapan hanya pada 3 zona di Selat Madura. Dari penggabungan antara data informasi ZPPI dengan operasi penangkapan ikan oleh nelayan, hanya ada 1 (satu) zona yang sama, yaitu pada koordinat 113 o o 30 BT dan 7 o 30 7 o 35 LS dengan jumlah hasil tangkapan cukup tinggi berupa ikan lemuru (Lampiran 8.c). Integrasi feedback kegiatan penangkapan ikan dengan ZPPI seperti ditunjukkan pada Gambar 18.

103 76 Penangkapan ikan pada bulan Juli 2004 dilakukan pada minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat, dengan hasil tangkapan sangat rendah. Dari 10 kegiatan penangkapan hanya 1 kali operasi yang mendapatkan hasil tangkapan ikan. Rendahnya hasil tangkapan disebabkan karena kondisi gelombang besar, arus dan angin kencang sehingga tidak memungkinkan untuk menebar jaring, walaupun pada alat fishfinder menunjukkan banyak ikan. Kegiatan penangkapan ikan hanya dilakukan tanggal 28 Juli 2004 pada posisi 113 O 40' 45" BT dan 7 O 29' 35" dengan tangkapan berupa lemuru sebanyak 200 kg (Lampiran 8.d). Di samping itu jenis perahu dan alat tangkap nelayan kurang mendukung sehingga menyulitkan dalam operasi penangkapan. Hasil integrasi data penangkapan berdasarkan feedback dari nelayan dengan ZPPI menunjukkan distribusi potensi ikan menyebar di perairan Selat Madura dan Laut Jawa. Zona penangkapan ikan dari data feedback terkonsentrasi di sebelah utara Besuki pada koordinat ' ' 47 BT dan 7 29' ' 0 LS, juga di utara Pondok Mimbo pada jarak ± 13 mil dari garis pantai (Gambar 19) Hasil tangkapan ikan pada bulan Agustus Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan untuk bulan Agustus 2003 dilakukan pada 5 (lima) ZPPI dari 19 ZPPI. Data feedback menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan dilakukan di perairan selat Madura dengan jenis hasil tangkapan berupa ikan lemuru (Lampiran 8.e). Penggabungan kedua data tersebut menunjukkan bahwa ada 2 (dua) lokasi yang sama antara ZPPI dengan kegiatan penangkapan ikan dengan hasil cukup tinggi (Gambar 20) Hasil tangkapan ikan pada bulan September Kegiatan uji coba penangkapan ikan bulan September di perairan Selat Madura dilakukan di sebelah utara Besuki dan Tanjung Pecinan. Ikan hasil tangkapan nelayan dari tanggal 6-9 September 2004 adalah jenis lemuru dengan jumlah 700 1,500 kg (Lampiran 8.f). Integrasi ZPPI bulan September 2004 dengan hasil pelaksanaan operasi penangkapan ikan seperti pada Gambar 21.

104 Hasil tangkapan ikan pada bulan Oktober Berdasarkan data feedback dari nelayan bahwa kegiatan penangkapan pada bulan Oktober 2003 dilakukan pada 9 lokasi dalam selang koordinat posisi 113 O 26' 37" O 7' 42" BT dan 7 O 25' 58" - 7 O 36' 24" LS, ikan yang diperoleh umumnya lemuru, layang, tongkol, kembung, dan selar (Lampiran 8.g), Integrasi antara ZPPI bulan Oktober 2003 dengan kegiatan penangkapan ikan pada bulan Oktober 2003 sebagaimana Gambar 22. Uji coba penangkapan untuk periode bulan Oktober (musim peralihan kedua), dilakukan oleh nelayan dari PPI Besuki pada bulan Oktober 2005 pada 13 lokasi penangkapan ikan, Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah lemuru, selar, layang dan tongkol (Lampiran 8.h). Integrasi antara ZPPI bulan Oktober 2005 dengan pelaksanaan penangkapan ikan ditunjukkan seperti Gambar Hasil tangkapan ikan pada bulan November Uji coba penerapan informasi spasial dalam penangkapan ikan untuk periode November dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu November 2003 dan November Kegiatan penangkapan ikan pada bulan November 2003 dengan hasil tangkapan mencapai kg berupa ikan lemuru dan cakalang (Lampiran 8.i). Berdasarkan informasi nelayan setempat, perairan Selat Madura pada 1-18 November 2003 mengalami angin kencang dan gelombang tinggi, sehingga sangat sulit untuk menebar jaring. Integrasi antara ZPPI bulan November 2003 dengan hasil tangkapan ikan sebagaimana dinyatakan pada Gambar 24. Kegiatan uji coba penerapan ZPPI dalam penangkapan ikan di perairan Selat Madura pada tanggal November 2005 dilakukan dalam selang koordinat 113 O 30' 57" O 7' 35" BT dan 7 O 24' 13" - 7 O 33' 53" LS, dengan hasil tangkapan adalah ikan tongkol, layang dan selar (Lampiran 8.j). Integrasi ZPPI dengan operasi penangkapan pada bulan November 2005 seperti Gambar 25.

105 78 Gambar 16 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan feedback hasil penangkapan pada bulan Mei tahun Gambar 17 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juni tahun 2004.

106 79 Gambar 18 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli tahun Gambar 19 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli tahun 2004.

107 80 Gambar 20 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Agustus tahun Gambar 21 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan September tahun 2004.

108 81 Gambar 22 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober Gambar 23 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober tahun 2005.

109 82 Gambar 24 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember tahun Gambar 25 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember 2005.

110 Pengaturan Alokasi Perahu Motor Distribusi perahu motor pada masing-masing PPI Perahu motor di seluruh Situbondo berjumlah unit, distribusi jumlah dan ukuran perahu motor pada setiap PPI (Tabel 9) tidak sama dan tidak seimbang dengan zona penangkapan yang harus diakses. Perahu motor dengan ukuran dibawah 5 GT yang hanya bisa melakukan penangkapan di perairan pantai jumlahnya hanya ada 7, sementara yang berukuran antara 5 10 GT berjumlah 681 unit dan terbanyak ada di PPI Pondok Mimbo. Perahu motor berukuran GT yang melakukan penangkapan pada zona perairan km berjumlah 624 unit dan terbanyak berpangkalan di PPI Tanjung Pecinan. Perahu motor dengan ukuran diatas 20 GT hanya terdapat di PPI Besuki dan Tanjung Pecinan, sedangkan PPI Pondok Mimbo yang mempunyai zona paling luas dan sebaran ZPPI tinggi tidak mempunyai perahu motor ukuran di atas 20 GT. Tabel 9 Distribusi jumlah dan ukuran perahu motor pada masing-masing PPI di wilayah Kabupaten Situbondo. No. Nama PPI Jumlah Perahu Layar dan Perahu Motor Tiap Zona Perahu Perahu Motor (GT) Jumlah Layar < >20 1 Besuki Tanjung Pecinan Pondok Mimbo Jumlah Distribusi jumlah dan ukuran perahu layar dan perahu motor menunjukkan ketidak seimbangan antara PPI Besuki, Tanjung Pecinan dan Pondok Mimbo (Gambar 26). PPI Besuki yang berada di sisi paling barat dari wilayah Situbondo mempunyai perahu motor berukuran diatas 20 GT paling banyak. Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa perahu motor motor dari PPI Besuki, banyak melakukan penangkapan di utara Pondok Mimbo. Kondisi ini menunjukkan bahwa operasi penangkapan menjadi tidak efisien karena perahu motor harus menempuh jarak yang cukup jauh. Perahu motor di PPI Tanjung Pecinan akan mendominasi wilayah penangkapan dalam zona 12 mil, karena perahu motor yang

111 84 ada didominasi ukuran GT. Karena zona PPI Tanjung Pecinan paling sempit maka membuka peluang terjadinya konflik perebutan lokasi penangkapan, baik antara nelayan yang menggunakan perahu motor GT, juga antara nelayan yang menggunakan perahu motor GT dengan nelayan yang menggunakan perahu motor di atas 20 GT yang seharusnya melakukan penangkapan pada zona di atas 12 mil. Nelayan Pondok Mimbo kalah bersaing dari nelayan Besuki dan Tanjung Pecinan. Karena perahu motor yang dipergunakan dominan berukuran 5 10 GT maka nelayan Pondok mimbo hanya mampu melakukan penangkapan antara 5 10 mil, dan berpeluang konflik dengan nelayan yang menggunakan perahu motor berukuran GT yang juga melakukan penangkapan pada zona yang sama. Kemungkinan konflik semakin tinggi akibat perluasan penangkapan oleh nelayan dari PPI Tanjung Pecinan dan Besuki. Jumlah Perhu Motor Besuki T. Pecinan P. Mimbo Nama PPI dan Ukuran Perahu Motor <5 GT 5-10 GT GT >20 GT Gambar 26 Perbandingan jumlah perahu motor masing-masing ukuran pada PPI Besuki, Tanjung Pecinan dan Pondok Mimbo Pengaturan berdasarkan zona dalam bentuk lingkaran Berdasarkan data jumlah perahu motor pada masing-masing kategori ukuran di PPI Besuki sebagaimana Tabel 9 di atas, dapat dilakukan perhitungan luas alokasi zona penangkapan per unit perahu motor menggunakan persamaan 5, sebagaimana dinyatakan dalam Tabel 10 berikut.

112 85 Tabel 10 Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu No. layar/motor di PPI Besuki Zona Penangkapan (km) Ukuran Perahu/ Kapal Motor (GT) Luas Area (km 2 ) Luas zona Penangkapan per Perahu/Kapal Motor (km 2 /unit) < 5 37,39 0, ,44 0, ,15 19,72 Luas alokasi zona penangkapan per unit perahu motor di PPI Tanjung Pecinan diperoleh dengan menggunakan persamaan 5 dan Tabel 9 di atas, dan diperoleh hasil perhitungan sebagaimana dinyatakan pada Tabel 11. Tabel 11 Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu layar/motor di PPI Tanjung Pecinan No. Zona Penangkapan (km) Ukuran Perahu/ Kapal Motor (GT) Luas Area (km 2 ) Luas zona Penangkapan per Perahu/Kapal Motor (km 2 /unit) < 5 23, , ,25 1,44 Luas alokasi setiap ring/zona penangkapan ikan berdasarkan zona penangkapan dan kategori perahu motor (Tabel 9 di atas) di PPI Pondok Mimbo yang dihitung berdasarkan persamaan 5, selanjutnya dilakukan perhitungan ratarata alokasi luas penangkapan per unit perahu motor seluruh Situbondo yaitu luas zona masing-masing zona dibagi jumlah perahu motor untuk kategori yang melakukan penangkapan pada zona yang bersangkutan dengan hasil sebagaimana Tabel 12 dan Tabel 13 berikut, serta pada Lampiran 9. Tabel 12 Luas zona masing-masing ring (km 2 ) untuk tiap kategori ukuran perahu layar/motor dan zona penangkapan di PPI Pondok Mimbo No. Zona Penangkapan (km) Ukuran Perahu/ Kapal Motor (GT) Luas Area (km 2 ) Luas zona Penangkapan per Perahu/Kapal Motor (km 2 /unit) < 5 30, ,27 0, ,76 4,13

113 86 Tabel 13 Luas zona penangkapan per perahu/kapal motor (km 2 /unit) untuk masing-masing PPI dan seluruh Situbondo Zona Luas zona Penangkapan per Perahu/Kapal Motor (km 2 /unit) No Penangkapan Tanjung Pondok Besuki (km) Pecinan Mimbo Rata-rata , , , ,39 0, ,72 1,44 4,13 2, Pengaturan berdasarkan zona dalam jarak sejajar garis pantai Dengan memperhatikan ukuran dan jarak jangkau perahu/kapal motor, dibuat zona sejajar garis pantai dengan jarak yang berbeda-beda. Zona pertama dengan garis terluar berjarak 4 km dari garis pantai, zona kedua berjarak antara 4 km sampai 10 km dari garis pantai, zona ketiga berjarak antara 10 km sampai dengan 20 km dari garis pantai, zona keempat berjarak di atas 20 km dari garis pantai (Gambar 18). Zona pertama dengan jarak maksimum 4 km dari garis pantai dialokasikan untuk perahu motor dengan ukuran dibawah 5 GT. Perahu motor dengan ukuran 5 10 GT dialokasikan pada zona penangkapan antara 4 10 km, perahu motor dengan ukuran antara GT dialokasikan zona penangkapan antara km dari garis pantai, diharapkan dapat melakukan penangkapan antara 2 3 hari per trip. Perahu motor dengan ukuran lebih dari 20 GT diarahkan melakukan penangkapan pada zona di atas 20 km sejajar garis pantai, diharapkan dapat melakukan penangkapan beberapa hari per trip. Berdasarkan batas masingmasing zona tersebut, dihitung luas masing-masing zona yang dialokasikan untuk masing-masing kelompok ukuran perahu motor (Tabel 14). Tabel 14 Luas zona penangkapan sejajar garis pantai masing-masing kategori perahu/kapal motor pada setiap PPI No Zona PPI Luas Masing-Masing Zona (km 2 ) < 4 km 4 10 km km 1 Besuki 182,06 261,60 416,90 2 Tanjung Pecinan 150,70 193,82 298,44 3 Pondok Mimbo 258,41 427,66 829,66 Jumlah luas 591,17 883, ,00

114 87 Dengan asumsi bahwa perahu layar melakukan penangkapan pada perairan pantai dalam zona di bawah 4 km bekerjasama dengan perahu motor dibawah 5 GT, sedangkan perahu motor di atas 20 GT melakukan penangkapan di luar zona 20 km. Dengan dasar kategori tersebut, dibuat perhitungan luas area penangkapan untuk setiap perahu layar dan perahu motor untuk masing-masing ukuran pada setiap zona penangkapan berdasarkan persamaan 6, dengan hasil perhitungan sebagaimana dinyatakan pada Tabel 15 dan Lampiran 10. Tabel 15 Luas zona sejajar garis pantai untuk alokasi per unit perahu/kapal motor masing-masing untuk PPI Besuki, Tanjung Pecinan, dan Pondok Mimbo, dan rata-rata untuk seluruh Situbondo Zona Luas zona Penangkapan per Perahu/Kapal Motor (km 2 /unit) No Penangkapan PPI Tanjung PPI Pondok PPI Besuki (km) Pecinan Mimbo Rata-rata ,71 0,32 1,57 0, ,98 1,90 1,37 1, ,85 0,76 7,51 2, ZPPI di Selat Madura dan Sekitarnya Penyediaan informasi spasial ZPPI yang diperoleh berdasarkan data dari satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR didukung dengan data kandungan Klorofil-a dari satelit SeaWiFS atau Modis secara rutin harian atau mingguan sering mengahadapi kendala tingginya liputan awan, sehingga sulit untuk menentukan lokasi yang potensial untuk penangkapan. Masalah penyediaan data yang disebabkan oleh liputan awan tersebut, menghambat penyediaan informasi spasial ZPPI secara rutin kepada pengguna baik melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, KUD, atau pemilik perahu motor. Dengan memperhatikan masalah dalam penyediaan informasi spasial tersebut, dikembangkan informasi spasial ZPPI bulanan. Informasi spasial ZPPI bulanan mencakup wilayah perairan laut Selat Madura, Selat Bali, Laut Bali dan Laut Jawa bagian selatan (di utara Pulau Madura sampai Kangean). Wilayah perairan laut yang tercakup dalam ZPPI bulanan ini disebut sebagai wilayah penelitian 2, yang dibatasi oleh koordinat BT BT dan 6 00 LS LS. (Gambar 27-38).

115 88 Gambar 27 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Desember. Gambar 28 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Januari

116 89 Gambar 29 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Februari Gambar 30 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Maret.

117 90 Gambar 31 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan April. Gambar 32 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Mei.

118 91 Gambar 33 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juni. Gambar 34 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juli.

119 92 Gambar 35 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Agustus. Gambar 36 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan September

120 93 Gambar 37 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Oktober. Gambar 38 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan November.

121 ZPPI bulanan pada zona PPI Besuki Pada zona PPI Besuki (zona A), sebaran ZPPI paling tinggi selama musim angin barat ada pada bulan Desember dengan penyebaran ZPPI pada BT dan LS, dari sebelah timur laut Probolinggo hingga timur laut Besuki. Konsentrasi ZPPI paling tinggi pada musim peralihan pertama terjadi pada bulan April pada perairan di atas 10 km dengan koordinat BT dan LS yaitu mulai utara Pasuruan sampai timur laut Besuki. Sebaran dan konsentrasi ZPPI paling tinggi selama musim angin timur ada pada bulan Juli, yaitu pada perairan diatas 10 km dalam koordinat BT dan LS, yaitu utara Pasuruan sampai dengan timur laut Besuki. Sebaran ZPPI pada perairan di atas 10 km selama musim peralihan kedua menunjukkan konsentrasi tinggi pada bulan September dan Oktober, serta dalam zona 10 km pada bulan November mulai dari utara Probolinggo hingga utara Besuki (Tabel 16). Tabel 16 Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Besuki Bulan Posisi satuan spasial ZPPI Arah/Posisi dari Bujur Timur Lintang Selatan PPI Besuki Desember Timur laut Probolinggo s/d timur laut Besuki Januari Timur laut Probolinggo s/d utara Besuki Februari Dari utara Pajarakan s/d timur laut Besuki Maret Utara Probolinggo s/d barat laut Tanjung Pecinan April Utara Pasuruan s/d timur laut Besuki Mei Utara Probolinggo s/d timur laut Besuki Juni Utara Pasuruan s/d timur laut Besuki Juli Utara Pasuruan s/d timur laut Besuki Agustus Utara Probolinggo s/d utara Besuki September Utara Probolinggo s/d timur laut Besuki Oktober Utara Pasuruan s/d timur laut Besuki November Utara Probolinggo s/d utara Besuki

122 ZPPI bulanan pada zona PPI Tajung Pecinan Pada zona PPI Tanjung Pecinan (zona B), selama musim angin barat sebaran ZPPI paling luas terjadi pada bulan Februari dibandingkan bulan Desember dan Januari, pada selang koordinat BT dan LS, yaitu di perairan utara Tanjung Pecinan. Pada musim peralihan pertama, perairan ini menunjukkan kondisi yang sama, kecuali pada bulan Mei karena ZPPI terkonsentrasi di perairan dalam 10 km dari garis pantai. Sebaran terluas dan konsentrasi tertinggi terjadi selama musim angin timur terjadi pada bulan Juli, pada musim ini juga terdapat sebaran ZPPI pada zona untuk nelayan tradisionil. Pada musim peralihan kedua, sebaran ZPPI pada bulan September sama dengan bulan Oktober tetapi mempunyai pola dan arah penyebaran yang berbeda. Penyebaran paling sempit terjadi pada bulan November (Tabel 17). Tabel 17 Posisi ZPPI bulanan dalam zona PPI Tanjung Pecinan Bulan Posisi satuan spasial ZPPI Arah/Posisi dari Bujur Timur Lintang Selatan PPI Tanjung Pecinan Desember 113 o o 00 7 o 20 7 o 30 Barat laut Tanjung Pecinan Januari 114 o o 10 7 o 20 7 o 30 Timur laut Tanjung Pecinan Februari Utara Tanjung Pecinan Maret Utara Tanjung Pecinan April Utara Tanjung Pecinan Mei Utara Tanjung Pecinan Juni Utara Tanjung Pecinan Juli Utara Tanjung Pecinan Agustus Utara Tanjung Pecinan September Utara Tanjung Pecinan Oktober Utara Tanjung Pecinan November Utara Tanjung Pecinan ZPPI bulanan pada zona PPI Pondok Mimbo Pada zona PPI Pondok Mimbo (zona C), sebaran ZPPI selama musim angin barat relatif sama, tetapi luas dan konsentrasi ZPPI paling tinggi terjadi pada bulan Desember. Pada musim peralihan pertama, sebaran konsentrasi ZPPI relatif sama, tetapi konsentrasi ZPPI terendah terjadi pada bulan Mei. Sebaran dan konsentrasi ZPPI paling tinggi di perairan sekitar PPI Pondok Mimbo selama musim angin timur terjadi pada bulan Juli, khususnya di sebelah utara dan tenggara sampai dengan timur laut Pondok Mimbo. Sebaran konsentrasi ZPPI

123 96 paling tinggi terjadi di sebelah utara Pondok Mimbo pada bulan September, sedangkan di sebelah tenggara hingga timur laut terjadi sebaran konsentrasi paling tinggi pada bulan Oktober dalam koordinat BT dan LS (Tabel 18). Tabel 18 Posisi ZPPI dalam zona PPI Pondok Mimbo Bulan Posisi satuan spasial ZPPI Arah/Posisi dari Bujur Timur Lintang Selatan PPI Pondok Mimbo Desember Utara, timur ke timur laut Pondok Mimbo Laut Bali bagian barat. Januari Utara - timur, tenggara - timur laut Pondok Mimbo. Februari Utara - timur laut P. Mimbo Maret Timur laut, tenggara sampai timur laut Pondok Mimbo. April Utara - timur laut, tenggara timur laut, dan timur sampai timur laut Pondok Mimbo. Mei Utara, dan tenggara sampai timur laut Pondok Mimbo. Juni Utara - timur laut, dan tenggara sampai timur Pondok Mimbo. Juli Utara, dan tenggara sampai timur laut Pondok Mimbo. Agustus Utara -b Laut, dan tenggara timur laut Pondok Mimbo. September Utara, dan sebelah tenggara timur Pondok Mimbo. Oktober Utara, dan sebelah tenggara timur laut Pondok Mimbo. November Barat laut timur laut, tenggara - timur P. Mimbo ZPPI bulanan pada peraian sekitar Selat Madura Pada awal musim barat yaitu bulan Desember, ZPPI terdapat di utara pulau Bali, menyebar sampai ke perairan antara pulau Raas dan pulau Kangean. Demikian juga di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura, terdapat sebaran ZPPI di perairan antara utara Sumenep dengan pulau Kangean. Konsentrasi ZPPI sekitar Selat Madura pada bulan Januari terdapat di perairan Laut Jawa antara utara Bangkalan dan Sumenep. Sebaran ZPPI pada bulan

124 97 Februari di perairan Laut Jawa bergeser lebih ke arah timur laut dibandingkan bulan sebelumnya, tersebar antara utara Bangkalan sampai timur laut Kangean. Pada awal musim peralihan pertama yaitu bulan Maret, ZPPI tersebar di perairan Laut Jawa sebelah utara Kepulauan Madura, terkonsentrasi dalam antara utara Bangkalan sampai barat laut Kangean. ZPPI pada bulan April di perairan Laut Jawa, tersebar sebelah utara Pulau Madura terkonsentrasi dalam selang antara utara Sokabana sampai Pasongsongan, serta antara Karanglanggar sampai barat laut pulau Kangean. Sebaran ZPPI pada bulan Mei, tersebar mulai sebelah selatan pulau Raas sampai ke sebelah selatan Kangean, di perairan sebelah utara Pulau Madura terdapat mulai utara Sokabana sampai Karanglanggar. Sebaran ZPPI pada awal musim timur yaitu bulan Juni, berada di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura mengalami pergeseran ke sebelah barat, menyebar mulai dari sebelah utara Bangkalan sampai ke sebelah utara pulau Kangean dan Sumenep, terkonsentrasi antara utara Sokabana sampai Karanglanggar. Sebaran ZPPI pada bulan Juli tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan bulan Juni. Penyebaran ZPPI di Selat Madura bersambung ke perairan di Laut Bali sebelah utara sampai ke bagian timur Laut Bali. Sebaran ZPPI di perairan sebelah utara Pulau Madura terdapat di perairan sekitar Sokabana sampai Pasongsongan dan sebelah utara Karanglanggar. Sebaran ZPPI pada bulan Agustus di perairan sebelah utara Pulau Madura mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya. ZPPI terdapat di perairan utara Sokabana, sebelah utara Pasongsongan, sebelah utara Karanglanggar, serta beberapa ZPPI yang menyebar mulai sebelah timur laut pulau Raas sampai Kangean. Pada awal musim peralihan kedua yaitu bulan September, sebaran ZPPI di perairan sebelah utara Pulau Madura juga mengalami penurunan. ZPPI terdapat di perairan utara Pasongsongan, sebelah utara Karanglanggar, serta di sebelah utara Pulau Sepudi. Terdapat sebaran ZPPI antara sebelah utara pulau Raas sampai timur laut Kangean. Sebaran ZPPI pada bulan Oktober, terdapat di perairan laut sebelah utara Pulau Madura, terdapat di perairan utara Sokabana sampai Pasongsongan, juga terdapat ZPPI di sebelah utara pulau Sepudi. Pada bulan November, konsentrasi ZPPI di perairan laut sebelah utara Pulau Madura terdapat di perairan sebelah utara Sokabana, Pasongsongan, dan pulau Sepudi (Tabel 19).

125 98 Tabel 19 Posisi ZPPI bulanan di Perairan Sekitar Selat Madura Bulan Posisi satuan spasial ZPPI Arah/Posisi dari Bujur Timur Lintang Selatan PPI Terdekat Desember Sokabana Pasongsongan Karanglanggar Pulau Sapudi Pulau Raas Januari Sokabana Pasongsongan Karanglanggar Pulau Raas Februari Sokabana Pulau Sepudi Pulau Raas Kangean Maret Pasongsongan Sokabana Karanglanggar Pulau Raas Pulau Kangean April Singaraja Sokabana Karanglanggar Pulau Raas Mei Sokabana Pasongsongan Sumenep Pulau Raas Kalisangka Juni Sokabana Karanglanggar Kangean Juli Sokabana Pasongsongan Karanglanggar Agustus Sokabana Pasongsongan Karanglanggar Pulau Raas September Sokabana Pasongsongan Karanglanggar Oktober Sokabana Pasongsongan Pulau Sepudi November Sokabana Pasongsongan Pulau Sapudi Pulau Raas Pulau Kangean

126 99 6 PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Faktor kondisi perairan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian tentang penentuan ZPPI dan kegiatan penangkapan ikan ini adalah SPL, kandungan klorofil-a, angin dan gelombang, serta kedalaman perairan (bathymetry). Wilayah perairan yang menjadi titik berat bahasan adalah Selat Madura dan sekitarnya yang meliputi Laut Bali bagian barat, Selat Bali bagian utara, dan Laut Jawa bagian timur sebelah utara kepulauan Madura. Selat Madura bagian timur berhadapan langsung dengan perairan Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian utara. Selat Madura bagian timur juga dipengaruhi oleh kondisi perairan Laut Jawa melalui selat-selat sempit di antara Pulau Madura dengan Pulau Sepudi, Pulau Raas dan Pulau Kangean, serta perairan yang terbuka di sebelah timur Pulau Kangean. Sebaran SPL dan konsentrasi klorofil-a yang berubah-ubah menyebabkan perubahan lokasi dan waktu terjadinya thermal front yang merupakan indikator utama dalam penentuan ZPPI. Selat Madura termasuk dalam kategori perairan dangkal dan semi tertutup sehingga perbedaan suhu baik secara horizontal pada kawasan yang agak luas maupun vertikal sampai kedalaman tertentu bahkan dasar perairan tidak terlalu besar. Hal ini dibuktikan dengan pengukuran langsung yang menunjukkan bahwa kisaran suhu di Selat Madura mendatar 26,5 30 o C (Bintoro, 2005). Selama ini sudah menjadi istilah umum bahwa musim barat adalah neraka bagi kegiatan penangkapan ikan, namun Selat Madura berada dalam kondisi yang sebaliknya. Angin yang datang dari arah barat dan barat laut terhalang oleh dataran kabupaten Surabaya dan Gresik di Pulau Jawa serta kabupaten Bangkalan di Pulau Madura, sehingga Selat Madura berada dalam kondisi tenang dan sangat kondusif bagi kegiatan penangkapan ikan. Karena posisi geografisnya maka perairan Selat Madura tidak banyak dipengaruhi oleh angin yang datang dari arah selatan dan barat daya karena terhalang oleh pegunungan dan dataran tinggi di bagian tengah yang terdapat di Jawa Timur (Pegunungan Semeru, Bromo, Argopuro dan Raung). Angin yang datang dari arah utara terhalang oleh daratan Formatted: Swedish (Sweden)

127 100 Pulau Madura, sedangkan yang datang dari arah timur laut pengaruhnya menjadi berkurang karena terhalang oleh dataran kepulauan di sebelah timur Pulau Madura (Sumenep, Raas, Sepudi dan Kangean). Angin yang besar pengaruhnya terhadap Selat Madura datang dari arah timur, berlangsung pada periode mulai dari bulan Juni hingga September. Gelombang di Selat Madura pada musim timur lebih tinggi dari gelombang pada periode waktu lainnya (Santos, 2005). Tinggi gelombang di selat ini sangat tergantung pada perbedaan tekanan udara dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura bagian timur terutama antara timur laut sampai tenggara Pondok Mimbo selama musim angin dari timur mengalami hambatan paling tinggi. Sedangkan angin dari arah tenggara yang kecepatannya dapat mencapai di atas 17 knot, terhalang oleh pegunungan antara Situbondo dan Banyuwangi serta daratan dan pegunungan di Pulau Bali sehingga pengaruhnya bagi Selat Madura menjadi sangat berkurang SPL, klorofil-a, angin, gelombang, dan arus Kondisi oseanografi pada bulan Desember yang merupakan awal musim barat tergolong sangat baik untuk kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura. Pada bulan tersebut thermal front terjadi pada pertemuan antara massa air dalam kisaran SPL 26 o - 30 o C. Kandungan klorofil dalam kisaran 0,1 0,8 mg/m 3, angin dominan dari arah barat dengan kecepatan maksimum 7 10 knot dan tinggi gelombang rata-rata kurang dari 0,5 m. Kondisi umum tersebut sesuai dengan hasil pengamatan lapangan pada bulan Desember 2003 pada beberapa stasiun di Oyong (sebelah tenggara Sampang), bahwa suhu permukaan dalam kisaran 27,0 o 27,5 o C. Arus laut mayoritas dari arah barat dan kadang-kadang dari utara dengan kecepatan maksimum 0,18 m/detik dan rata-rata 0,08 m/detik (Santos, 2005). Kisaran SPL tersebut juga masih sesuai dengan hasil pengukuran suhu permukaan laut pada kawasan yang dangkal di bagian barat menunjukkan kisaran 28,0 o 28,82 o C (Bintoro, 2002). Kondisi lingkungan Selat Madura bagian timur dengan SPL yang memungkinkan adanya thermal front dan kandungan klorofil-a dalam kisaran tersebut sesuai untuk habitat ikan pelagis kecil, seperti layang dan kembung (Widodo, 2003). Kondisi oseanografi Selat Madura selama bulan Desember tersebut sangat menguntungkan bagi kegiatan

128 101 penangkapan ikan, sebaliknya Laut Jawa sangat diperngaruhi oleh angin dari arah barat sehingga menghambat kegiatan penangkapan ikan. Sebaran SPL pada bulan Januari mengalami peningkatan dari sebelumnya sehingga thermal front terjadi dalam kisaran 28 o - 30 o C. Kenaikan suhu dalam periode tersebut yang dihitung berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR ini sejalan dengan hasil pengamatan lapangan yang menunjukkan nilai kisaran suhu 28,5 o 29,0 o C. Sebagaimana bulan sebelumnya, arus air laut mayoritas dari arah barat dan kadang-kadang dari utara dengan kecepatan maksimum 0,19 m/detik dan kecepatan rata-rata 0,07 m/detik (Santos, 2005). Hasil perolehan SPL dan pengukuran suhu tersebut juga sesuai dengan hasil pengukuran oleh Bintoro (2002) bahwa suhu di permukaan berada pada kisaran 28,5 o 28,88 o C. Kandungan khlorofil-a secara umum berada dalam kisaran 0,1 0,8 mg/m 3. Angin yang dominan datang dari arah barat dan barat laut tidak banyak mempengaruhi Selat Madura sehingga sangat memungkinkan bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan dengan penuh selama bulan Januari. Sebaliknya, kondisi angin dan gelombang di Laut Jawa dan Laut Flores masih seperti bulan sebelumnya sehingga menimbulkan kesulitan bagi kegiatan penangkapan ikan. Sebaran SPL Selat Madura berdasarkan data NOAA-AVHRR pada bulan Februari yang merupakan akhir musim barat mengalami perubahan dibandingkan bulan Januari. Suhu terendah mengalami penurunan dari 28 o C menjadi 27 o C, sedangkan suhu tertinggi mengalami peningkatan dari 30 o C menjadi 31 o C, sehingga Thermal front terjadi dalam kisaran SPL 27 o 31 o C. Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan di stasiun Oyong Sampang yang menunjukkan suhu dalam kisaran 28,5 o 29,0 o C, dengan arus air laut mayoritas dari arah timur dan kadang-kadang dari utara dan selatan dengan kecepatan maksimum 0,19 m/detik dan rata-rata dengan kecepatan 0,07 m/detik (Santos, 2005). Hasil pengukuran di beberapa stasiun pengamatan menunjukkan bahwa suhu permukaan berada pada kisaran 28,0 o 29,0 o C (Bintoro, 2002). Konsentrasi klorofil-a yang berada pada kisaran 0,3 0,5 mg/m 3 menunjukkan kesuburan perairan Selat Madura lebih tinggi dibandingkan di perairan Laut Jawa dan Laut Bali dengan kandungan

129 102 klorofil-a yang lebih rendah yaitu 0,2 0,4 mg/m 3. Kecepatan angin dan ketinggian gelombang yang dominan datang dari arah barat dan barat laut, memberikan kemungkinan bagi nelayan Situbondo untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura selama bulan Februari. Kondisi oseanografi di perairan Selat Madura pada bulan Maret yang merupakan bulan pertama musim peralihan pertama, mengalami perubahan dibandingkan bulan terahir musim barat. Thermal front terjadi pada pertemuan antara massa air dalam kisaran SPL 28 o - 32 o C. Konsentrasi klorofil-a di Selat Madura mengalami peningkatan terutama mulai dari bagian tengah hingga bagian timur dengan kisaran 0,4 1,0 mg/m 3. Kisaran SPL berdasarkan data NOAA- AVHRR berkorelasi dengan hasil pengukuran suhu lapangan pada bulan Maret 2003 di beberapa stasiun Oyong yang berada dalam kisaran 28,0 o 28,5 o C (Santos, 2005), sementara hasil pengukuran oleh Bintoro (2002) diketahui bahwa suhu permukaan dalam kisaran 28,0 o 29,0 o C. Di sisi lain, hasil pengukuran klorofil-a di perairan Selat Bali yang dilakukan pada bulan yang sama tahun 1975, menunjukkan nilai lebih tinggi yaitu 0,13 0,40 mg/m 3 (Ilahude, 1978). Thermal front di Laut Jawa terjadi pada pertemuan massa air yang berada dalam kisaran suhu lebih tinggi, demikian juga konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali mengalami sedikit peningkatan dibandingkan pada akhir musim barat yaitu pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Konsentrasi klorofil-a di perairan Laut Jawa bagian timur khususnya antara Pulau Raas dan Pulau Kangean didominasi oleh kisaran 0,4 1,0 mg/m 3. Kecepatan dan ketinggian angin dominan di Selat Madura yang datang dari barat dan barat laut memberi peluang bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan, sebaliknya angin di Laut Jawa yang datang dari arah utara dan barat sangat menghambat kegiatan penangkapan ikan di Laut Jawa bagian timur sebelah utara Kepulauan Madura. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan April yang merupakan bulan kedua musim peralihan pertama, menunjukkan keadaan yang bervariasi. SPL beberapa lokasi di perairan Selat Madura berada dalam kisaran 27 o 29 o C, lokasi-lokasi lainnya mempunyai kisaran lebih tinggi yaitu 30 o 32 o C. Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data NOAA-AVHRR ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun di selatan Sampang

130 103 yaitu dalam kisaran 29,5 o 30,0 o C (Santos, 2005), sedang di beberapa lokasi lainnya berada dalam kisaran 28,0 o 29,0 o C (Bintoro, 2002). Hasil pengamatan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yang menunjukkan suhu tinggi sejalan dengan penelitian Sulistya (2007), yang menyatakan bahwa suhu tertinggi Laut Jawa (termasuk Selat Madura) diantaranya terjadi pada bulan April. SPL Selat Madura umumnya berada pada kisaran lebih rendah dibandingkan di Laut Jawa, sehingga thermal front di Selat Madura juga terjadi pada suhu lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Hasil pengamatan SPL di Selat Madura menggunakan data NOAA-AVHRR sebanding dengan hasil pengukuran suhu di Selat Makassar dengan kisaran 28,2 30,0 o C (Soegiharto, 1976). Konsentrasi klorofil-a di Selat Madura sedikit mengalami penurunan walaupun beberapa lokasi mengalami peningkatan, sebaliknya di Pulau Jawa dan Laut Bali sedikit mengalami peningkatan terutama di perairan timur Pulau Raas dan sekitar Pulau Kangean. Selat Madura sudah mulai dipengaruhi oleh angin dan gelombang yang berubahubah yaitu dari arah timur, barat dan utara, sedangkan Laut Jawa sudah dipengaruhi oleh angin dari arah timur, tenggara, dan barat laut. Nelayan Situbondo dapat melakukan penangkapan ikan selama bulan April karena kondisi angin dan gelombang mayoritas cukup baik untuk kegiatan penangkapan ikan, namun nelayan tradisionil atau nelayan dengan perahu/kapal motor ukuran kecil yang berpangkalan di Pondok Mimbo harus mulai memperhatikan perubahan angin dan gelombang yang datang dari timur dan tenggara. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Mei yang merupakan akhir musim peralihan pertama, menunjukkan mulai adanya pengaruh musim timur yang semakin kuat. Berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR bahwa sebaran SPL di perairan Selat Madura pada bulan Mei pada kisaran 29 o 31 o C, sesuai dengan hasil pengukuran lapangan yang menunjukkan suhu dalam kisaran 29,0 o 29,5 o C (Santos, 2005), juga dengan hasil pengukuran suhu rata-rata yaitu 28,36 o C (Bintoro, 2002). Hasil pengamatan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR juga relatif sama dengan hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan Soegiharto (1976) bahwa SPL di perairan Selat Madura berada dalam kisaran 29,2 30,2 o C, dengan suhu terendah berada di sisi antara timur laut Pondok Mimbo membentang ke utara sampai perairan selatan Raas dan suhu tertinggi terdapat di sebelah utara

131 104 Tanjung Pecinan membentang ke utara sampai perairan antara Sumenep dan Pamekasan (Soegiharto, 1976). Thermal front di perairan Selat Madura berada dalam kondisi yang sangat subur, ditandai dengan tingginya konsentrasi klorofil-a yang berada pada kisaran 0,4 1,5 mg/m 3, lebih tinggi dari perairan Laut Jawa bagian timur yang berada pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Tingginya konsentrasi klorofil-a di Selat Madura diduga disebabkan oleh gerakan massa air yang memiliki kesuburan tinggi dari Selat Bali dan Laut Bali yang didorong oleh angin dari arah timur dan tenggara. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa angin dominan di Selat Madura datang dari arah timur dan selatan, sedangkan angin di Laut Jawa datang dari arah timur dan tenggara. Karena kecepatan angin sewaktu-waktu dapat mencapai kecepatan lebih dari 17 knot dan gelombang diatas 1,5 m, nelayan Situbondo terutama yang berpangkalan di PPI Pondok Mimbo sudah harus mulai berhati-hati dalam melakukan penangkapan ikan. Hal ini juga dapat dibuktikan pada saat uji coba penerapan ZPPI di Situbondo pada bulan Mei, banyak nelayan Pondok Mimbo yang tidak bersedia melakukan penangkapan, namun nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor 20 GT ke atas masih bersedia melakukan kegiatan penangkapan ikan antara utara Besuki dan Tanjung Pecinan. Kondisi ini juga didukung oleh hasil pengamatan gelombang pada stasiun pengamatan Oyong bahwa ketinggian gelombang ratarata mulai mengalami peningkatan berada di atas 0,5 meter dibandingkan sebelumnya berada di bawah 0,5 meter (Santos, 2005). Kondisi oseanografi perairan Selat Madura pada bulan Juni yang merupakan awal musim timur, dipengaruhi oleh angin dari arah timur dan tenggara. Thermal front terjadi pada SPL yang lebih tinggi dari sebelumnya yaitu dalam kisaran 29 o 31 o C. Di sisi lain konsentrasi klorofil-a cukup tinggi yaitu pada kisaran 0,5 1,5 mg/m 3, lebih tinggi dibandingkan konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali yang berada pada kisaran 0,2 0,5 mg/m 3. Nilai kisaran SPL hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR ini masih sesuai dengan hasil pengukuran lapangan di perairan selatan Sampang yang menunjukkan suhu dalam kisaran 28,5 o 29,0 o C. Arus laut mempunyai kecepatan maksimum 0,20 m/detik dan kecepatan rata-rata 0,07 m/detik, dengan arah yang berubah-ubah dari timur, utara dan barat (Santos, 2005). Klorofil-a yang tinggi (0,6 3,0 mg/m 3 )

132 105 sebagai indikator perairan yang subur juga terdapat di sekitar Kepulauan Kangean dan sebelah timur pulau Raas. Sejalan dengan datangnya angin dari arah timur dan selatan yang kadang kadang mengganggu kegiatan penangkapan ikan karena kecepatannya dapat mencapai lebih dari 17 knot dengan gelombang mencapai ketinggian lebih dari 1,5 meter, sehingga cukup menyulitkan penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo terutama dari PPI Pondok Mimbo. Kondisi oseanogafi di Selat Madura pada bulan Juli khususnya SPL hampir sama dengan bulan sebelumnya yaitu dalam kisaran 29 o 31 o C. Thermal front di perairan Selat Madura bagian timur terjadi pada pertemuan massa air dengan SPL dalam selang 29 o - 30 o C. Suhu hasil pengukuran lapangan menunjukkan terjadinya penurunan yaitu dalam kisaran 28,0 o 28,5 o C. Hasil pengukuran menujukkan menunjukkan bahwa kecepatan arus laut tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan sebelumnya yaitu maksimum 0,20 m/detik dan rata-rata 0,07 m/detik, dengan arah dominan dari timur (Santos, 2005). Konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Madura lebih tinggi dibandingkan Laut Jawa (0,4 1,5 mg/m 3 ) dan perairan bagian utara Selat Bali dan Laut Bali (0,2 0,4 mg/m 3 ). Hasil pengukuran klorofil-a di perairan Selat Bali yang dilakukan pada bulan yang sama tahun 1973, menunjukkan nilai lebih tinggi yaitu 0,31 2,85 mg/m 3 (Ilahude, 1978). Konsentrasi klorofil-a yang tinggi di perairan sebelah timur Pulau Raas mengalami pergeseran lebih ke arah timur dari bulan sebelumnya. Angin dari arah timur dan tenggara dengan kecepatan lebih dari 17 knot semakin mendominasi perairan Selat Madura, dan menimbulkan gelombang dengan ketinggian lebih dari 1,5 meter. Kecepatan angin dan ketinggian gelombang selama bulan Juli sangat berpengaruh bagi kegiatan penangkapan ikan di Selat Madura, sehingga nelayan Situbondo terutama yang berpangkalan di PPI Pondok Mimbo mayoritas tidak dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Agustus yang merupakan bulan terakhir musim timur, thermal front terjadi dalam kisaran SPL 28 o - 31 o C, sesuai dengan hasil pengukuran lapangan yang menunjukkan suhu dalam kisaran 27,5 o 28,0 o C (Santos, 2005). Pengukuran di stasiun pengamatan Oyong menunjukkan bahwa arus air mempunyai kecepatan dan arah dominan sama dengan bulan sebelumnya yaitu kecepatan maksimum 0,20 m/detik dan rata-rata

133 106 0,07 m/detik, dengan arah dominan dari timur. Kisaran SPL di Selat Madura berdasarkan satelit NOAA juga masih sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan pada bulan Agustus tahun 1975 bahwa sebaran mendatar berada dalam kisaran 28,0 28,8 o C dengan suhu terendah terdapat di perairan antara Pondok Mimbo hingga Pulau Raas, sedangkan suhu tertinggi terdapat di perairan sebelah utara Besuki (Soegiharto A, 1976). Sebaran SPL ini juga masih sesuai dengan hasil pengamatan oleh Tangdom (2005), yang menyatakan bahwa SPL di bagian selatan dari Selat Makassar adalah 29 o C. Thermal front banyak terjadi di perairan sebelah timur hingga timur laut Pondok Mimbo dengan konsentrasi klorofil-a 0,4 1,0 mg/m 3. Pergerakan massa air dari arah Laut Flores menyebabkan pengayaan klorofil-a di Laut Jawa (0,4 1,5 mg/m 3 ) dan di Laut Bali (0,3 0,5 mg/m 3 ) serta di perairan antara Pulau Raas dan Pulau Kangean (2,0 3,0 mg/m 3 ) sehingga menjadi perairan yang potensial untuk penangkapan ikan. Namun demikian, angin timur yang mencapai kecepatan lebih dari 17 knot dan gelombang lebih dari 1,5 meter semakin dominan dan menghambat kegiatan penangkapan ikan terutama di perairan Selat Madura bagian timur. Kondisi ini diperkuat dengan hasil pengamatan lapangan bahwa ketinggian gelombang ratarata pada bulan Agustus berada dalam kisaran 1,0-1,5 meter, sedangkan gelombang maksimum berada dalam kisaran 2,5 3,0 meter (Santos, 2005). Bulan Agustus merupakan masa yang sulit bagi nelayan Situbondo terutama dari Pondok Mimbo karena angin yang dominan dari arah timur mempunyai kecepatan lebih dari 17 knot dan ketinggian gelombang rata-rata lebih dari 1,5 meter. Kondisi kecepatan angin dan ketinggian seperti ini menyebabkan terjadinya musim paceklik ikan bagi nelayan dari PPI Pondok Mimbo. Kondisi oseanografi Selat Madura pada awal musim peralihan kedua yaitu bulan September masih dipengaruhi oleh angin dan gelombang dari timur. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan data satelit NOAA-AVHRR bahwa nilai SPL Selat Madura dalam kisaran 28 o 32 o C, sehingga thermal front terjadi pada pertemuan massa air dengan suhu dalam kisaran tersebut. Hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun pengamatan di selatan Sampang menunjukkan terjadinya peningkatan SPL, namun masih dalam kisaran 27,5 o 28,0 o C (Santos, 2005). Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi terjadi pada perairan sebelah

134 107 timur Pulau Raas dan sebelah utara Kepulauan Kangean (2,0 3,0 mg/m 3 ), diduga disebabkan oleh pergerakan massa air dari Laut Flores. Angin dari timur, selatan dan tenggara mencapai kecepatan lebih tinggi dari 17 knot dan gelombang dengan ketinggian mencapai di atas 1,5 meter sangat menghambat kegiatan penangkapan ikan, sehingga nelayan Situbondo khususnya nelayan Pondok Mimbo masih menghadapi kesulitan dan masa paceklik yang lebih berat. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Oktober, memunjukan SPL berada dalam kisaran 27 o - 31 o C. Sebaran suhu ini sesuai dengan hasil pengukuran lapangan pada beberapa stasiun yang menunjukkan suhu rata-rata adalah 28,5 o C (Santos, 2005). Konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa dan Laut Bali mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Konsentrasi klorofil-a yang sangat tinggi (1,5 3,0 mg/m 3 ) terdapat pada perairan yang lebih luas di sebelah timur Pulau Raas dan sekitar Kepulauan Kangean. Angin dan gelombang di Selat Madura yang dominan datang dari timur dan tenggara, frekuensi dan kecepatannya sudah mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, menunjukkan mulai terdapat situasi yang menguntungkan bagi kegiatan penagkapan ikan. Kondisi ini diperkuat dengan hasil pengamatan lapangan bahwa ketinggian gelombang rata-rata pada bulan Oktober berada dalam kisaran 0,5 1 meter (Santos, 2005). Kondisi angin dan gelombang bulan Oktober menunjukkan bahwa nelayan Situbondo khususnya dari Pondok Mimbo sudah dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan, terutama yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 10 GT, sedangkan nelayan tradisionil terutama yang menggunakan perahu layar atau perahu/kapal motor sampai ukuran 10 GT harus berhati-hati karena angin kadang-kadang mencapai 17 knot dan gelombang yang mencapai 1,5 meter. Kondisi oseanografi Selat Madura pada bulan Nopember yang merupakan bulan terakhir musim peralihan kedua, kembali mengalami perubahan dan perbaikan dibandingkan sebelumnya. SPL di perairan Selat Madura, Laut Jawa dan Laut Bali secara umum lebih tinggi dari sebelumnya yaitu dalam kisaran 28 o 30 o C. SPL ini sesuai dengan hasil pengamatan lapangan pada beberapa stasiun pengamatan yang menunjukkan bahwa sebaran suhu di permukaan laut adalah 29,0 o C, lebih tingi 1 o C dari bulan sebelumnya (Santos, 2005). Sebaran klorofil-a yang agak tinggi (0,2 0,8 mg/m 3 ) bergeser ke arah timur sebagai akibat

135 108 pergerakan massa air dari arah barat yang disebabkan oleh pergantian musim peralihan kedua menuju musim Barat. Konsentrasi klorofil-a pada perairan bagian timur Selat Madura mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, demikian juga konsentrasi klorofil-a di Laut Jawa, Laut Bali dan Laut Flores bagian barat mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Sebagai indikator pergeseran dari musim peralihan kedua ke musim barat maka angin dengan frekuensi dan kecepatan yang dominan datang dari arah selatan dan barat dengan kecepatan mencapai lebih dari 17 knot. Gelombang dominan dengan ketinggian dalam kisaran 0,1 0,5 meter, memberi peluang bagi nelayan Situbondo untuk melakukan penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya. Uraian tentang kondisi oseanografi di atas menunjukkan bahwa perairan Selat Madura mengalami perubahan sangat dinamis dan berdampak pada pola penangkapan ikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa penentuan zona yang berpotensi untuk penangkapan ikan harus selalu memperhatikan kondisi oseanografi Selat Madura dan sekitarnya. Secara umum, kondisi oseanografi yang diidentifikasi berdasarkan citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini berkorelasi dengan hasil beberapa pengamatan lapangan (Bintoro, 2002; Santos, 2005; Illahude, 1978; dan Soegiharto, 1976). Perolehan data SPL dari satelit NOAA-AVHRR dan hasil pengukuran lapangan menunjukkan bahwa suhu di Selat Madura pada kawasan tertentu dalam kisaran cukup sempit (0,5 o 1,5 o C ), meskipun kisaran antara suhu yang terendah dengan yang tertinggi dapat mencapai 3 o sampai 4 o C. Semakin kecil perbedaan suhu antara massa air yang berbeda maka semakin sulit menemukan thermal front, menandakan air laut semakin homogen sehingga thermal front sulit dideteksi, berarti ikan menyebar di seluruh kawasan perairan. Penyebab terjadinya konsentrasi ikan pada lokasi tertentu berarti bukan karena suhu tapi parameter lainnya, misalnya klorofil-a atau salinitas. Selat Madura yang seperti jebakan sangat menguntungkan karena ikan masuk dari sisi timur yang terbuka sehingga menjadi pintu masuk ikan dari laut Bali dan Laut Flores. Kondisi ini berbeda dengan Laut Jawa yang merupakan laut terbuka sehingga lebih sulit mencari tempat kumpulan (schooling) ikan.

136 Kedalaman perairan Selat Madura Selat Madura bagian timur berhubungan langsung dengan Laut Bali dan Selat Bali sehingga kedalamannya hampir sama dengan kedalaman perairan Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian utara. Berdasarkan informasi spasial kedalaman Selat Madura dan sekitarnya, perairan antara selatan Pulau Kangean dan utara Pulau Bali sampai ke sebelah timur dan timur laut Pondok Mimbo mengalami gradasi kedalaman yang cukup tajam. Kondisi ini memungkinkan terjadi pergerakan air naik dari Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian tengah yang dalamnya m, ke perairan Selat Madura bagian timur yang mempunyai kedalaman 500 m, selanjutnya dari kedalaman 500 m ke kedalaman 200 m yang didorong oleh angin dari arah timur dan tenggara. Pada saat angin dari arah timur, juga akan mendorong massa air dari sekitar Pulau Raas dan Pulau Kangean dengan kedalaman sekitar 200 m memasuki perairan Selat Madura. Setelah perairan dengan kedalaman sekitar 80 mil, perairan antara utara Besuki sampai sebelah utara Probolinggo mempunyai kedalaman sekitar 70 m 60 m. Perairan mulai utara Probolinggo ke sebelah barat, membentang dari sisi utara dan selatan sampai perairan pantai mempunyai kedalaman sekitar 50 m, selanjutnya ke perairan pantai dengan kedalaman sekitar 10 meter. Gradasi kedalaman ini berkaitan erat dengan jenis ikan yang ada di perairan tersebut. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian di lapangan bahwa perairan Selat Madura dangkal di bagian barat dengan kedalaman rata antara 2 30 meter, dan menjadi lebih dalam di bagian timurnya dengan kedalaman meter (Santos, 2005). Perubahan kedalaman Selat Madura mulai dari bagian timur yang agak dalam dan bagian tengah yang relatif dangkal tersebut, berpengaruh terhadap keberadaan jenis ikan di perairan tersebut. Perubahan kedalaman perairan Selat Madura ini juga berkaitan erat dengan jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Situbondo. Memperhatikan kedalaman, Selat Madura khususnya di sekitar Situbondo termasuk dalam kategori perairan dangkal berupa paparan karena kedalamannya berada dalam kisaran m (Nontji, A. 2002).

137 Sumberdaya ikan di Selat Madura Memperhatikan gradasi kedalaman perairan dan angin, dapat diduga bahwa ikan yang dominan tertangkap di Selat Madura pada akhir musim peralihan kedua, musim barat dan pada awal musim peralihan pertama diduga datang dari Laut Jawa dan Laut Flores masuk ke perairan Selat Madura melalui selat antara pulau Sapudi dan Raas, antara pulau Raas dan Kangean, serta perairan terbuka di sebelah timur pulau Kangean. Ikan yang tertangkap pada akhir musim peralihan pertama, musim timur, dan awal musim peralihan kedua diduga berasal dari perairan Laut Jawa bagian timur dan Laut Bali. Sedangkan ikan jenis lemuru yang sangat dominan tertangkap di perairan Selat Madura dapat diduga berasal dari Selat Bali dan Laut Bali masing-masing yang dibawa oleh pergerakan massa air yang digerakkan oleh angin dari arah tenggara dan timur. Memperhatikan kedalaman perairan Selat Madura maka ikan yang hidup pada kedalaman (swiming layer) lebih dari 50 m hanya akan ditemukan mulai bagian timur Selat Madura sampai sebelah timur laut Probolinggo. Ikan lemuru yang hidup pada kedalaman sekitar 80 m, hanya akan tertangkap paling barat sampai perairan sebelah barat laut Besuki atau paling jauh hanya sampai utara Pajarakan. Begitu juga dengan jenis ikan lainnya yang mempunyai nilai ekonomi cukup baik seperti ikan tongkol hanya akan ditemukan mulai perairan bagian timur Selat Madura sampai perairan laut sebelah utara Besuki atau Pajarakan. Disamping berhubungan dengan kedalaman yang bersifat statis, sumberdaya ikan di Selat Madura juga berkaitan erat dengan pergerakan massa air yang digerakkan oleh angin dan gelombang yang berubah-ubah setiap musim. Berdasarkan hasil uji coba penangkapan menggunakan informasi spasial ZPPI dan survei lapangan, pada saat musim barat, sumberdaya ikan di Selat Madura didominasi oleh ikan tongkol, layang, kembung dan selar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Widodo (2003), bahwa ikan pelagis kecil di Laut Jawa adalah ikan layang atau scad mackerels, decapterus spp. (Carangidae), sardines, Sardinella spp. (Clupeidae); ikan kembung atau Indo Pacific mackerels, Rastrelinger spp. (Scombridae); dan ikan selar atau travallies, Selar spp. (Carangidae). Melalui penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura yang dilakukan pada musim yang berbeda dan survei lapangan di daerah penelitian

138 111 dapat diketahui bahwa jenis ikan yang tertangkap selama musim barat berlanjut pada musim peralihan pertama, namun pada pertengahan musim pertama sudah mulai ditemukan ikan lemuru. Jenis ikan lemuru mendominasi sumberdaya ikan selama musim timur sampai menjelang akhir musim peralihan kedua, setelah itu terjadi campuran ikan tongkol, layang, kembung, selar dan lemuru. Dari hasil uji coba penangkapan ikan di Selat Madura oleh nelayan Situbondo menggunakan informasi ZPPI diketahui bahwa ikan lemuru berada di Selat Madura paling lama dibandingkan jenis ikan lain. Hasil tangkapan ini berkorelasi dengan jenis ikan terbanyak bahkan sangat dominan yang tertangkap oleh nelayan Situbondo adalah lemuru, diikuti oleh tongkol, layang dan kembung (Dinas Perikanan dan Kelautan Situbondo, 2003). Hasil tangkapan oleh nelayan Situbondo, berkorelasi dengan hasil tangkapan ikan oleh nelayan Sampang bahwa ikan pelagis kecil yang paling banyak tertangkap adalah lemuru, tembang, selar dan kembung (Santos, 2005). Berdasarkan hasil penelitian lapangan, jenis ikan yang tertangkap pada pelaksanaan kegiatan penangkapan ikan menggunakan informasi spasial ZPPI didukung dengan referensi diatas, dapat dilakukan pengelompokan sumberdaya ikan di Selat Madura dalam kaitannya dengan musim sebagai berikut : (1) Selama musim barat yaitu bulan Desember, Januari dan Februari, sumberdaya ikan didominasi oleh tongkol, layang, kembung, dan selar. (2) Pada bulan Maret yang merupakan bulan pertama musim peralihan pertama yaitu bulan Maret jenis ikan didominasi oleh tongkol, layang, kembung, dan selar, namun sudah mulai ada terdapat ikan lemuru. Pada bulan kedua musim peralihan pertama yaitu bulan April, sumberdaya ikan sudah mulai campuran antara tongkol, layang, kembung, selar, dan lemuru yang semakin banyak. Pada bulan terakhir musim peralihan pertama yaitu bulan Mei, sumberdaya ikan sudah didominasi oleh lemuru. (3) Pada musim timur yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus, sumberdaya ikan didominasi oleh lemuru, sehingga alat tangkap dan pengelolaan ikan hasil tangkapan perlu disesuaikan dengan karakteristik ikan lemuru. (4) Pada bulan pertama musim peralihan kedua yaitu bulan September, sumberdaya ikan masih didominasi oleh Lemuru. Jenis sumberdaya ikan pada bulan Oktober, masih didominasi oleh ikan lemuru, namun sudah mulai

139 112 banyak tertangkap ikan tongkol, layang dan selar. Pada bulan terakhir musim peralihan kedua yaitu bulan November, sumberdaya ikan sudah campuran antara lemuru, tongkol, layang, kembung, dan selar. Produktivitas ikan lemuru hasil tangkapan oleh nelayan Situbondo dan Sampang berkorelasi dengan produktivitas lemuru yang tinggi di perairan Selat Bali pada bulan April sampai dengan Oktober yang mencapai 78,5% dari total ikan hasil tangkapan (Merta, 2003). Berdasarkan ukuran panjangnya, ikan lemuru (sardinela longiceps) dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : lemuru yang panjangnya kurang dari 11 cm disebut sempenit ditemukan mulai bulan Mei/Juni dampai September; yang panjangnya antara cm disebut protolan ; dan yang panjangnya lebih dari 15 cm disebut dengan lemuru. Lemuru di Selat Bali terdiri dari 4 jenis yaitu sardinella longiceps, sardinella aurita, sardinella lelogaster, dan sardinella clupeoides. Dibandingkan dengan ikan pelagis kecil lainnya, lemuru di Selat Bali mempunyai sifat yang khusus, hidup dan berkembang di kawasan perairan yang sempit, dan melimpah pada saat terjadi uppwelling dengan salinitas 34 o / oo dan suhu 24,5 o C. Perkembangan lemuru belum diketahu dengan pasti, ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada akhir musim hujan dan pada kawasan perairan dalam sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap jaring. Ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada perairan pantai atau tidak jauh dari perairan pantai karena air laut mempunyai salinitas rendah (Merta, 2003). Uraian di atas memberikan gambaran atau dugaan bahwa ikan lemuru bertelur pada waktu musim hujan, yang di daerah Situbondo dan Banyuwangi terjadi sekitar pertengahan musim barat sampai bulan pertama musim peralihan pertama. Ini berarti bahwa pada musim hasil tangkapan lemuru melimpah, pada waktu yang sama juga terdapat sempenit dan protolan. Namun demikian, sempenit akan ditemukan pada perairan dekat dari pantai sedangkan protolan akan ditemukan lebih ketengah (lebih dalam) Kondisi spesifik Selat Madura Berdasarkan perhitungan SPL menggunakan data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR di Selat Madura dan sekitarnya, suhu terendah terjadi pada bulan

140 113 Desember dalam kisaran 26 o C 30 o C. Nilai minimum dan maksimum SPL Selat Madura berdasarkan data NOAA-AVHRR mencakup kisaran suhu hasil pengukuran lapangan di stasiun Oyong yaitu 27,0 o 27,5 o C (Santos, 2005), juga hasil pengukuran lapangan pada beberapa lokasi di Selat Jawa dengan kisaran suhu 28,0 o 28,82 o C (Bintoro, 2002). Kandungan klorofil terendah terjadi pada bulan Desember dengan nilai 0,1 mg/m 3, sedangkan yang tertinggi terjadi pada bulan April, Juli dan Oktober yaitu dengan nilai 1,4 mg/m 3. Angin dan gelombang yang paling besar pengaruhnya terhadap Selat Madura adalah yang datang dari arah timur, dan menjadi kendala besar bagi kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Situbondo Situbondo untuk mengakses ZPPI virtual yang tersebar di utara, timur laut sampai timur PPI Pondok Mimbo. Arus air laut di Selat Madura yang dominan searah dengan arah angin dengan kecepatan maksimum 0,2 m/detik atau rata-rata 0,07 m/detik, berarti kecepatannya sangat rendah karena bentuk Selat Madura yang semi tertutup. Memperhatikan kedalaman perairan, kawasan yang mempunyai kedalaman cukup untuk lapisan renang ikan pelagis (lemuru, layang, kembung, tongkol) hanya sampai di perairan utara Pajarakan dengan kedalaman 60 m. Berdasarkan hasil kegiatan penangkapan ikan dengan menerapkan informasi spasial ZPPI dan hasil survei lapangan, jenis ikan yang dominan tertangkap di Selat Madura adalah lemuru, tongkol, layang, kembung, dan selar. Komposisi hasil tangkapan berkorelasi dengan musim yang mempengaruhi Selat Madura, sedangkan sumberdaya ikan yang paling dominan tertangkap adalah ikan lemuru. Beradasarkan data statistik produksi ikan tangkap ikan hasil tangkapan oleh nelayan yang dominan adalah lemuru, layang, tongkol, kembung, dan kurisi (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, ). 6.2 Pengaturan Alokasi Perahu/kapal Motor Pengaturan alokasi perahu/kapal motor didasarkan pada aspek, luas zona masing-masing PPI, jumlah perahu/kapal motor tiap PPI di wilayah Situbondo untuk masing-masing kategori ukuran, sebaran ZPPI untuk masing-masing PPI, dan kondisi oseanografi pada masing-masing zona PPI serta perairan sekitarnya

141 114 termasuk perairan sekitar Selat Madura bagian timur. Pengaturan alokasi perahu/kapal motor dilakukan dengan menggunakan pola zona penangkapan berbentuk lingkaran dan zona penanangkapan berbentuk sejajar garis pantai Alokasi perahu/kapal motor dalam zona penangkapan ikan berbentuk lingkaran Berdasarkan hasil perhitungan luas area rata-rata yang dapat diakses oleh nelayan Situbondo (Lampiran 9.c) maka perahu/kapal motor ukuran 0 5 GT mempunyai peluang mengakses area dengan luas terkecil yaitu 0,10 km 2 /unit, zona 5 10 GT mempunyai luasan 0,68 km 2 /unit, perahu/kapal motor dengan kategori ukuran GT berpeluang mengakses area paling luas yaitu 2,73 km 2 /unit. Dari hasil perhitungan luas perairan yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan ikan berdasarkan rata-rata luas operasi penangkapan dikalikan jumlah perahu/kapal motor (Lampiran 9.d), dapat diketahui bahwa perahu/kapal motor PPI Tanjung Pecinan dengan kategori ukuran GT memerlukan area penangkapan paling luas yaitu 1.076,85 km 2. Kondisi ini cukup beralasan karena berdasarkan parbandingan jumlah perahu/kapal motor yang ada di masing-masing PPI (Lampiran 9.a) maka PPI Tanjung Pecinan mempunyai jumlah perahu/kapal motor dengan kategori ukuran GT paling banyak yaitu 394 unit, dibandingkan PPI Besuki yang hanya mempunyai 21 unit dan PPI Pondok Mimbo mempunyai 109 unit. Dengan memperhatikan area yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan ikan pada setiap zona penangkapan berdasarkan luas rata-rata yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan dan kategori perahu/kapal motor dibandingkan area yang ada pada masing-masing PPI, diketahu bahwa: a. PPI Besuki kekurangan area penangkapan seluas 14,85 km 2 dalam zona 4 10 km, yaitu dalam zona penangkapan ikan oleh perahu/kapal motor pada kategori ukuran 5 10 GT. b. PPI Tanjung Pecinan kekurangan area penangkapan paling luas (kritis) yaitu 508,60 km 2 pada zona km untuk penangkapan ikan oleh perahu/kapal motor GT, juga pada zona untuk penangkapan ikan oleh nelayan

142 115 tradisional (perahu/kapal motor < 5 GT), karena kekurangan area penangkapan seluas 24,74 km 2. c. PPI Pondok Mimbo akan mengalami kondisi kritis pada zona penangkapan 4 10 km, karena kekurangan luas penangkapan 90,41 km 2 yang berkorelasi dengan jumlah perahu/kapal motor terbanyak yang mempunyai ukuran 5 10 GT yaitu 312 unit. Dalam upaya pemerataan hasil tangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Situbondo perlu dilakukan kerjasama penangkapan oleh perahu/kapal motor dari masing-masing PPI, terutama menata kerjasama realokasi perahu/kapal motor antar PPI untuk mencegah terjadinya konflik antar nelayan, baik antar PPI asal nelayan atau antar nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor berbeda ukuran. Dengan memperhatikan hasil perhitungan area yang dibutuhkan dan yang tersedia untuk kegiatan penangkapan ikan pada masing-masing PPI (Lampiran 9.d dan 9.e), hasil perhitungan jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan pada PPI bersangkutan atau yang seharusnya direlokasi untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan di PPI sekitarnya, dibuat skenario sebagaimana dinyatakan pada Tabel 20 berikut. Tabel 20 Skeario jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima dari PPI lain atau perahu/kapal motor setempat yang harus direlokasi melakukan kerjasama penangkapan ke PPI sekitarnya Skenario Jumlah Perahu/Kapal Motor yang Diterima dari PPI Kategori lain atau Direlokasi ke PPI Sekitarnya. Perahu/Kapal Besuki Tanjung Pecinan Pondok Mimbo Motor (GT) Terima Relokasi Terima Relokasi Terima Relokasi < Alokasi perahu/kapal motor dalam zona penangkapan ikan sejajar garis pantai Berdasarkan hasil perhitungan area untuk tiap unit perahu/kapal motor yang diperoleh dari hasil pembagian luas masing-masing zona terhadap jumlah perahu/kapal motor untuk setiap kategori yang beroperasi pada zona

143 116 bersangkutan, dapat diperoleh perbedaan luas perairan yang dapat diakses oleh tiap kategori perahu/kapal motor pada masing-masing PPI (Lampiran 10.a). Dengan dasar hasil perhitungan luas rata-rata yang dapat diakses oleh setiap kategori perahu/kapal motor di Situbondo, diperoleh luas perairan yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan ikan pada masing-masing PPI (Lampiran 10. c). Selanjutnya berdasarkan perhitungan selisih antara luas zona dikurangi luas yang diperlukan untuk kegiatan penangkapan ikan bagi masing-masing kategori perahu/kapal motor, diketahui bahwa : a. PPI Besuki mengalami kekurangan area penangkapan seluas 84,63 km 2, sehingga berada dalam kondisi kritis dan berpeluang terjadi konflik perebutan lokasi penangkapan antar nelayan setempat. b. PPI Tanjung Pecinan, mengalami kondisi sangat kritis dan berpeluang konflik tinggi pada zona penangkapan km karena kekurangan area penangkapan seluas 863,26 km 2, juga pada zona penangkapan < 5 km karena kekurangan area penangkapan seluas 160,16 km 2. c. PPI Pondok Mimbo, dalam kondisi aman karena luas zona untuk semua kategori melebihi luas yang diperlukan untuk penangkapan ikan. Dengan memperhatikan hasil perhitungan area yang dibutuhkan dan tersedia untuk kegiatan penangkapan pada masing PPI (Lampiran 10.c dan 10.d) dan hasil perhitungan jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima melakukan kerjasama penangkapan pada PPI bersangkutan atau perahu/kapal motor setempat yang seharusnya direlokasi untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan di PPI sekitarnya, dibuat skenario sebagaimana dinyatakan pada Tabel 21 berikut. Tabel 21 Skenario jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima atau direlokasi melakukan kerjasama penangkapan ke PPI sekitarnya dengan pola pengaturan sejajar garis pantai Skenario Jumlah Perahu/Kapal Motor yang Diterima dari PPI Kategori lain atau Direlokasi ke PPI Sekitarnya. Perahu/Kapal Besuki Tanjung Pecinan Pondok Mimbo Motor (GT) Terima Relokasi Terima Relokasi Terima Relokasi <

144 Alternatif bentuk zona penangkapan Pembagian zona penangkapan berdasarkan ukuran perahu/kapal motor ini dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian mencegah overfishing untuk kelestarian sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Situbondo dan Selat Madura, untuk kesinambungan usaha penangkapan ikan dan kesejahteraan nelayan Situbondo. Pengaturan zona penangkapan ikan berdasarkan jarak dari garis pantai lebih memungkinkan untuk diterapkan, terutama dalam upaya melindungi nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran kecil (nelayan tradisionil) yang jumlahnya sangat banyak. Hasil analisis menunjukkan bahwa : a. PPI Besuki berpeluang menerima perahu/kapal motor ukuran GT dari PPI Tanjung Pecinan sebanyak 120 unit, sebaliknya zona penangkapan ikan untuk perahu motor ukuran 5 10 GT sudah melebihi daya dukung luas perairan sehingga diarahkan melakukan relokasi sebanyak 65 unit ke PPI diantaranya 47 unit ke zona penangkapan PPI Tanjung Pecinan. b. Perahu motor Tanjung Pecinan ukuran < 5 GT sudah melebihi daya tampung zona penangkapannya sehingga harus dilakukan relokasi melalui kerjasama penangkapan yaitu 224 unit ke zona Pondok Mimbo dan 17 unit ke zona Besuki. Begitu juga perahu/kapal motor ukuran GT sudah melebihi daya dukung zona penangkapannya, sehingga 120 unit direlokasi melakukan bekerjasama penangkapan dengan nelayan lokal dari PPI Besuki dan 173 unit melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan Pondok Mimbo. c. PPI Pondok Mimbo dengan zona penangkapan yang paling luas mempunyai peluang menerima perahu/kapal motor dari PPI sekitarnya untuk semua kategori perahu/kapal motor untuk melakukan kerjasama penangkapan dalam zona PPI Pondok Mimbo. 6.3 Pengaturan Pola Kegiatan Penangkapan Ikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada musim timur, kecepatan angin di perairan Selat Madura dan sekitarnya kadang-kadang di atas 17 knot dan ketinggian gelombang di atas 1,5 meter yang sangat menghambat kegiatan penangkapan ikan. Angin dan gelombang tersebut mempunyai dampak yang

145 118 berbeda-beda terhadap kegiatan penangkapan oleh nelayan dari PPI yang ada di Situbondo. Kegiatan penangkapan ikan di sekitar PPI Pondok Mimbo yang berlokasi di sisi timur dari Situbondo khususnya di perairan sebelah timur laut hingga tengara Pondok Mimbo mengalami hambatan angin dan gelombang paling besar, sebaliknya nelayan dari Besuki yang terletak di sisi paling barat mengalami dampak paling kecil. Kondisi ini mengakibatkan, kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo lebih pendek dibandingkan waktu efektif penangkapan ikan oleh nelayan dari PPI Besuki. Terlebih lagi nelahan Besuki dan Tanjung Pecinan banyak yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT, sehingga mampu menempuh jarak lebih jauh dan lebih tahan mengadapi hambatan angin dan gelombang di musim timur. Dalam upaya mendukung peningkatan produktivitas perikanan tangkap Kabupaten Situbondo, dilakukan analisis sebaran ZPPI bulanan dan arahan pengaturan zona penangkapan ikan di Selat Madura dan perairan sekitarnya. Pengaturan zona penangkapan ikan bulanan bagi nelayan Situbondo mengacu pada pembagian wilayah penelitian menjadi 3 zona yaitu wilayah PPI Besuki, PPI Tanjung Pecinan, dan PPI Pondok Mimbo. Pembahasan pengaturan zona penangkapan ikan bulanan ini juga termasuk pengaturan kerjasama antar 3 PPI yang ada di Kabupaten Situbondo serta kerjasama masing-masing PPI tersebut dengan PPI dari kabupaten sekitarnya khususnya kabupaten Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Banyuwangi Pengaturan pola kegiatan penangkapan bagi nelayan Besuki Dari segi peluang untuk melakukan penangkapan sepanjang tahun, nelayan Besuki mempunyai keuntungan dibandingan nelayan dari PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok Mimbo karena PPI Besuki terlatak pada posisi paling barat sehingga menghadapi hambatan angin dan gelombang musim timur paling kecil dibandingkan PPI lainnya yang berada di sisi timur Selat Madura. Demikian juga pada saat musim barat, perairan sekitar Besuki terkena pengaruh angin dan gelombang musim barat paling kecil karena kecepatan gerakan merambat massa air dari arah barat dan timur sudah mempunyai kecepatan yang rendah. Jika

146 119 ditinjau dari segi geografis dan peluang untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan maka posisi PPI Besuki paling strategis, karena punya peluang melakukan kegiatan penangkapan dalam zona Besuki dan melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan Probolinggo dan Pamekasan sepanjang tahun. Namun demikian, nelayan Besuki mempunyai kelemahan dari segi efisienai jika harus melakukan penangkapan pada ZPPI di sisi timur Selat Madura khususnya disekitar PPI Pondok Mimbo, dan perairan mulai sebelah selatan Sumenep sampai Kangean. Melalui kerjasama operasional penangkapan ikan maka nelayan dari PPI Besuki berpeluang mengakses ZPPI virtual jauh lebih banyak dibandingkan dalam PPI Besuki sendiri (Lampiran 12.1). Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Besuki selama bulan Desember diarahkan pada 4 unit spasial dalam kelas sedang dan padat yang berada di sebelah utara Besuki mulai dari perairan pantai sampai di atas zona 20 km antara Besuki dan Pamekasan, serta di timur laut Besuki di atas zona 20 km. Dalam memanfaatkan ZPPI di Selat Madura, nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam 2 unit spasial dengan kategori rendah di sebelah utara Probolinggo, sebelah barat laut Tanjung Pecinan dengan kategori rendah, serta sebaran ZPPI virtual di sebelah utara, timur laut hingga timur Pondok Mimbo dalam kategoti rendah dan sedang. Disamping melakukan kerjasama dengan nelayan dari PPI di Situbondo, nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga diarahkan untuk melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual dalam 2 unit spasial dengan kategori rendah dan sedang di sebelah selatan dan timur laut PPI Dungke (Sumenep). Nelayan tidak disarankan melakukan penangkapan di Laut Jawa pada unit spasial antara utara Sumenep sampai utara Pulau Raas pada kelas rendah dan sedang. ZPPI sekitar PPI Besuki pada bulan Januari mengalami pergeseran dibandingkan sebelumnya. Nelayan Besuki diarahkan melakukan penangkapan mengakses ZPPI dalam 2 unit spasial dengan kelas sedang dan 1 unit spasial kelas rendah di sebelah utara Besuki mulai dari perairan dekat pantai sampai di atas 20 km. Disamping mengakses ZPPI dalam zona PPI Besuki sendiri, nelayan juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual dalam 2 unit

147 120 spasial dengan kelas sedang di antara barat laut Paiton dan timur laut Pamekasan. Nelayan dengan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual pada unit spasial pada zona di atas 20 km yang tersebar antara utara hingga timur laut Pondok Mimbo dengan kategori kelas rendah dan sedang. Nelayan Besuki dengan perahu/kapal motor ukuran diatas 20 GT juga diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI virtual pada 3 unit spasial dengan kelas rendah di antara utara Pamekasan dan pulau Raas, Memperhatikan perubahan sebaran ZPPI pada bulan Februari, pola kegiatan penangkapan ikan juga harus disesuaikan dengan perubahan sebaran ZPPI dibandingkan bulan sebelumnya. Nelayan Besuki dengan perahu/kapal motor sampai ukuran 10 GT diarahkan pada ZPPI dalam 2 unit spasial dengan kelas sedang di utara dan sisi barat laut PPI Besuki, sementara nelayan dengan perahu/kapal motor antara GT diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI pada unit spasial dengan kelas sedang di barat laut Paiton. Nelayan dengan perahu/kapal motor di atas 20 GT disamping diarahkan mengakses ZPPI pada unit spasial dengan kelas rendah juga diarahkan mengakses ZPPI virtual pada 2 unit spasial dengan kelas sedang di barat laut Paiton. Nelayan Besuki tersebut, juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dengan kategori kelas sedang sampai sangat padat di utara dan timur laut PPI Pondok Mimbo. Disamping melakukan kerjasama penangkapan di perairan Selat Madura, nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual pada unit spasial dengan kelas sedang di perairan Laut Jawa sebelah utara Sumenep dan pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Maret berpeluang mendapatkan hasil tangkapan lebih baik karena sebaran ZPPI mengalami perluasan dibandingkan sebelumnya. Nelayan dengan perahu/kapal motor sampai 20 GT diarahkan melakukan penangkapan mengakses ZPPI pada 2 unit spasial kelas rendah di utara Besuki dalam zona 20 km, sementara nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT diarahkan mengakses 2 ZPPI lainnya di atas zona 20 km, masing-masing dengan kelas rendah dan sangat padat. Nelayan Besuki dengan perahu motor di bawah 20 GT juga dapat diarahkan melakukan

148 121 kerjasama penangkapan mengakses 1 ZPPI virtual kelas sedang di utara Probolinggo, serta mengakses ZPPI virtual kelas rendah dan sedang dalam zona penangkapan ikan Pondok Mimbo. Disamping itu, nelayan Besuki dengan perahu/kapal motor di atas 20 GT dapat juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dengan kelas yang bervariasi mulai rendah sampai sedang di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Sampang sampai timur laut pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Besuki pada bulan April mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya. Kondisi ini ditandai dengan semakin meluasnya sebaran ZPPI dalam zona PPI Besuki sendiri, baik dalam zona 20 km untuk nelayan sampai 20 GT maupun zona di atas 20 km untuk nelayan di atas 20 GT. Nelayan Besuki dengan perahu motor sampai 20 GT diarahkan mengakses ZPPI dalam 2 unit spasial dengan kelas sedang sampai padat. Nelayan dengan perahu/kapal motor di atas 20 GT diarahkan mengakses ZPP dalam 3 unit spasial dengan kelas rendah dan padat antara Besuki dan Pamekasan. Disamping itu, nelayan tersebut juga diarahkan melakukan kerjasama mengakses sebaran ZPPI virtual dengan kelas rendah sampai padat antara timur laut Tanjung Pecinan hingga timur Pondok Mimbo. Nelayan Besuki dengan perahu motor di atas 20 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses sebaran ZPPI virtual pada unit spasial dengan kelas rendah dan sedang di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Sampang sampai utara pulau Sepudi. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Mei akan mendapatkan hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan bulan April, ditandai dengan berkurangnya sebaran ZPPI di perairan sekitar PPI Besuki. Nelayan Besuki dengan perahu motor sampai 20 GT berpeluang melakukan penangkapan pada ZPPI dalam 2 unit spasial kelas sedang di utara PPI Besuki. Dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan maka nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor 20 GT ke atas diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada 3 arah, yaitu mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah di barat laut Paiton, mengakses ZPPI virtual pada unit spasial kelas padat di utara Tanjung Pecinan, dan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai sedang yang tersebar mulai sebelah utara hingga timur Pondok Mimbo. Nelayan Besuki yang menggunakan

149 122 perahu/kapal motor di atas 20 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai sedang di perairan Laut Jawa bagian timur mulai sebelah utara Sampang sampai utara pulau Raas. Perairan Selat Madura pada bulan Juni sudah mulai dipengaruhi oleh angin dari arah timur dan tenggara. Gejala tersebut menyebabkan adanya pergeseran ZPPI ke arah barat dan utara sehingga sebaran ZPPI yang dapat dijadikan sasaran kegiatan penangkapan mengalami pergeseran ke arah utara, namun hanya memberikan peluang bagi nelayan dengan perahu/kapal motor di atas 20 GT yang mampu mengakses ZPPI tersebut. Nelayan dengan perahu/kapal motor dibawah 20 GT sulit untuk mengakses ZPPI di utara Besuki karena jaraknya terlalu jauh, sehingga lebih baik diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas padat di barat laut Paiton. Nelayan Besuki dengan perahu motor di atas 20 GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual pada 4 unit spasial dengan kelas sedang dan padat di perairan dalam zona di atas 20 km antara utara Besuki dan Probolinggo dengan Besuki. Jika kondisi angin dan gelombang memungkinkan untuk kegiatan penangkapan ikan, nelayan Besuki dapat diarahkan melakukan kerjasama mengakses sebaran ZPPI virtual pada unit spasial dengan kelas rendah dan sedang di utara, timur laut sampai timur Pondok Mimbo. Sebagian dari nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT dapat melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial dengan kelas rendah dan sedang di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Sampang dan Sumenep. Pada bulan Juli, angin dan gelombang dari arah timur dan tenggara dengan frekuensi yang semakin meningkat, terus mendorong pergerakan massa air dari arah timur. Terjadi peningkatan sebaran ZPPI dalam zona PPI Besuki, sehingga nelayan dengan perahu/kapal motor sampai ukuran 20 GT berpeluang mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di sisi barat laut dan timur laut PPI Besuki dalam zona 20 km. Nelayan Besuki juga masih mempunyai peluang meningkatkan hasil tangkapannya melalui kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas sangat padat di barat laut Paiton. Walaupun terdapat ZPPI virtual sampai sisi barat laut Probolinggo, namun hasil

150 123 tangkapannya kemungkinan berupa ikan yang kurang ekonomis. Dalam upaya mengakses ZPPI yang ada di Selat Madura, nelayan diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan dari PPI Tanjung Pecinan dan nelayan dari Pulau Madura. Nelayan diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai padat yang sersebar mulai timur laut Tanjung Pecinan sampai utara Pondok Mimbo. Di sebelah timur Pondok Mimbo terdapat sebaran ZPPI virtual yang luas, namun nelayan harus memperhatikan kondisi angin dan gelombang jika akan mengakses ZPPI tersebut. Nelayan Besuki dengan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga dapat memperluas wilayah penangkapannya melalui kerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual dengan kelas rendah dan sedang yang tersebar dari sebelah utara Sampang dampai utara pulau Raas. Angin timur yang dominan pada bulan Agutus, mendorong sebaran ZPPI di sebelah utara Besuki bergeser ke utara, yaitu pada perairan di atas 20 km. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya maka jumlah ZPPI dalam zona PPI Besuki yang dapat diakses oleh nelayan Besuki sendiri mengalami penurunan. Kondisi ini akan menyulitkan bagi nelayan Besuki karena ZPPI yang harus diakses berada pada jarak yang agak jauh. Nelayan Besuki dengan perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan Probolinggo, Sampang dan Pamekasan mengakses ZPPI dalam 3 unit spasial kelas jarang dan padat di sebelah utara sampai timur laut Besuki, sedang ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di sisi timur PPI Besuki dialokasikan untuk nelayan dengan perahu motor sampai 20 GT. Nelayan Besuki dengan perahu motor di atas 20 GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses sebaran ZPPI virtual dalam kelas yang bervariasi mulai rendah sampai padat di perairan sebelah utara sampai sebelah timur PPI Pondok Mimbo, namun kemungkinan agak sulit bahkan tidak mungkin mengakses ZPPI virtual tersebut karena pengaruh angin dan gelombang yang sangat kuat. Nelayan dengan perahu/kapal motor di atas 20 GT dapat juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan di perairan Laut Jawa mengakses sebaran ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah dan sedang yang ada di utara Sumenep sampai pulau Raas.

151 124 Kegiatan penangkapan ikan pada bulan September harus disesuaikan dengan perubahan sebaran ZPPI yang masih dipengaruhi oleh angin timur, sehingga ZPPI dalam zona PPI Besuki yang dapat dijadikan sasaran penangkapan ikan berada dalam zona di atas 20 km. Nelayan dengan perahu/kapal motor sampai 20 GT masih berpeluang mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas padat yang terdapat di utara Besuki, serta melakukan kerjasama mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas sedang timur laut PPI Besuki. Nelayan juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses ZPPI virtual dalam 2 unit spasial kelas padat di antara utara Probolinggo dan selatan Pamekasan. Nelayan Besuki juga dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai padat di timur laut Tanjung Pecinan dan utara Pondok Mimbo. Memperhatikan frekuensi serta kecepatan angin dan gelombang, belum memungkinkan mengarahkan nelayan untuk melakukan penangkapan pada sebaran ZPPI dalam unit spasial virtual kelas rendah sampai padat mulai timur sampai timur laut Pondok Mimbo. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT dapat juga melakukan kerjasama penangkapan di perairan Laut Jawa bagian timur khususnya memperluas zona penangkapannya pada ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai sedang antara utara Sumenep sampai utara pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Oktober yang merupakan bulan kedua dari musim peralihan kedua harus disesuaikan dengan pergeseran ZPPI yang menguntungkan bagi nelayan Besuki. Peluang untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan bagi nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai 20 GT kembali terbuka dengan adanya ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di sisi barat laut dan timur laut PPI Besuki, serta melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan Probolinggo mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas rendah di utara barat laut Paiton. Berdasarkan sebaran ZPPI, nelayan dapat memperluas wilayah penangkapannya lebih ke barat lagi dan mempunyai peluang hasil tangkapan cukup tinggi, tetapi kemungkinan mendapatkan ikan tangkapan yang kurang ekonomis. Nelayan Besuki dengan perahu motor di atas 20 GT dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan menagkses ZPPI dalam unit spasial kelas sedang antara timur laut Tanjung Pecinan dan utara Pondok Mimbo.

152 125 Karena pengaruh angin timur di perairan bagian timur Selat Madura sudah menurun maka nelayan Besuki dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam sebaran unit spasial kelas rendah sampai padat yang tersebar mulai timur laut sampai timur Pondok Mimbo. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT juga dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah dan sedang di sebelah di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Pamekasan sampai utara pulau Raas. Berdasarkan informasi spasial ZPPI pada bulan November, kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Besuki berpeluang mendapatkan hasil lebih baik dan dapat dilakukan secara lebih efisien. Kondisi ini berpeluang memberikan peluang baik bagi nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai ukuran 20 GT mengakses ZPPI dalam 3 unit spasial kelas rendah dan sedang di utara Besuki, dan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah di sebelah utara Probolinggo. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor di atas 20 GT mempunyai peluang diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas padat di utara Probolinggo, antara Besuki dan pamekasan, timur laut Tanjung Pecinan, serta ZPPI virtual dalam 2 unit spasial kelas rendah dan sedang di utara Pondok Mimbo, serta ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai padat mulai timur laut hingga timur Pondok Mimbo. Nelayan dari PPI Besuki yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT juga dapat diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah hingga sedang antara utara Sumenep sampai Raas Pengaturan pola kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan Tanjung Pecinan Zona penangkapan ikan PPI Tanjung Pacinan yang terletak di antara Besuki di sebelah barat dan Pondok Mimbo di sebelah timurnya, secara geografis sangat menguntungkan karena merupakan lintasan migrasi ikan baik dari arah timur maupun perjalanan kembali dari arah barat. Dari segi peluang untuk melakukan penangkapan sepanjang tahun, nelayan Tanjung Pecinan juga mempunyai

153 126 keuntungan karena pengaruh angin musim timur tidak terlalu kuat dibandingkan PPI Pondok Mimbo. Zona PPI Tanjung Pecinan juga tidak terkena pengaruh angin dan gelombang musim barat karena kecepatan gerakan merambat massa sudah berkurang setelah melalui bagian barat dan timur dari Selat Madura. Karena secara segi geografis PPI Tanjung Pecinan terletak di tengah, mempunyai peluang melakukan kerjasama penangkapan ikan ke beberapa arah yaitu ke arah barat bekerjasama mengakses ZPPI virtual dalam zona Besuki, Probolinggo, ke arah utara melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di selatan Pamekasan, kesebelah timur dan timur laut bekerjasama mengakses ZPPI virtual dalam zona penangkapan nelayan Pondok Mimbo dan Sumenep. Nelayan Tanjung Pecinan juga berpeluang bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama dengan nelayan Pamekasan, Sumenep, Raas dan Kangean melakukan penangkapan di Laut Jawa. Berdasarkan sebaran ZPPI di Selat Madura dan sekitarnya pada bulan Desember, kegiatan penangkapan ikan diarahkan pada ZPPI dalam unit spasial kelas rendah di sebelah barat laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor GT dapat memperluas wilayah penangkapannya melalui kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di utara Besuki sampai Probolinggo. Nelayan dengan perahu motor diatas 20 GT dapat diarahkan ke sisi timur Selat Madura melakukan kerjasama dengan nelayan Besuki mengakses ZPPI virtual di sebelah utara, timur laut hingga timur Pondok Mimbo di luar zona 20 km. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga diarahkan untuk bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di sebelah selatan dan tenggara PPI Dungke (Sumenep), dan tidak diarahkan melakukan penangkapan di Laut Jawa pada unit spasial antara utara Sumenep sampai utara Pulau Raas karena kondisi angin barat. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan Januari, hanya berpeluang diarahkan pada ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di sebelah timur laut PPI Tanjung Pecinan sendiri. Dalam usaha meningkatkan produktivitas hasil tangkapan ikan, nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor GT dibagi menjadi 2 kelompok yaitu diarahkan ke barat melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual dalam zona PPI

154 127 Besuki dan melakukan penangkapan bersama pada ZPPI virtual di perairan utara Pajarakan, serta ke arah timur mengakses ZPPI dalam unit spasial di sisi barat laut Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu ke arah barat dan barat laut mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di atas zona 20 km melalui kerjasama dengan nelayan Besuki, Probolinggo dan Pamekasan, sedangkan kelompok lainnya diarahkan ke arah timur mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial yang tersebar antara utara hingga timur laut Pondok Mimbo. Prospek penangkapan ikan di Laut Jawa bagian timur kurang baik, ditandai dengan rendahnya ZPPI virtual di sebelah utara Sumenep hingga utara Pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan Februari harus diarahkan pada ZPPI dalam 2 unit spasial masing-masing kelas rendah dan sedang di utara PPI Tanjung Pecinan sendiri. Nelayan dengan perahu/kapal motor GT dapat diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas sedang di utara Pondok Mimbo, juga melakukan bekerjasama penangkapan pada ZPPI virtual kelas sedang dalam zona PPI Besuki. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual di perairan utara Probolinggo dan selatan Pamekasan. Nelayan Tanjung Pecinan tersebut bersama nelayan Besuki,selain diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di utara dan timur laut Pondok Mimbo, juga diarahkan bekerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI dalam unit spasial di perairan Laut Jawa sebelah utara Sumenep sampai utara Pulau Raas. Pola kegiatan penangkapan ikan dalam zona PPI Tanjung Pecinan pada bulan Maret relatif sama dengan bulan sebelumnya. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor dibawah 20 GT berpeluang diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di utara Besuki. Nelayan yang meggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT, diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual pada zona diatas 20 km di utara Besuki sampai utara Probolinggo dan di timur laut Pamekasan, juga mengakses ZPPI virtual dalam zona di atas 20 km sebelah

155 128 utara sampai timur laut Pondok Mimbo dan tenggara Sumenep. Nelayan juga diarahkan bersama dengan nelayan Besuki, melakukan kerjasama penangkapan ikan pada ZPPI virtual di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Sampang sampai utara Pulau Sepudi. Pada bulan April, kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan mulai dari nelayan tradisional sampai yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT berpeluang mendapatkan hasil lebih banyak dari sebelumnya karena terjadinya peningkatan sebaran ZPPI pada 3 unit spasial di sekitar Tanjung Pecinan dengan kelas sedang sampai padat. Nelayan tradisionil dan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai 10 GT dapat diarahkan ke unit spasial sebelah barat dan barat laut PPI Tanjung Pecinan, serta bekerjasama dengan nelayan Besuki. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT diarahkan mengakses ZPPI dalam unit spasial kategori padat di utara Tanjung Pecinan. Untuk meningkatkan hasil tangkapannya, nelayan Tanjung Pecinan diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual yang ada di dalam zona PPI Besuki, Probolinggo dan Pamekasan. Nelayan yang akan melakukan penangkapan ke arah timur diarahkan bekerjasama dengan nelayan dari Pondok Mimbo dan Sumenep agar dapat mengakses ZPPI virtual antara timur laut Tanjung Pecinan hingga timur laut Pondok Mimbo. Disamping itu, untuk memanfaatkan ZPPI virtual di sisi utara Selat Madura, nelayan dengan perahu/kapal motor diatas 20 GT diarahkan bersama nelayan Besuki bekerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual antara selatan Sumenep hingga selatan Pulau Raas, juga pada ZPPI virtual di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Sumenep sampai utara Pulau Sepudi. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan Mei, harus dilakukan perubahan lokasi karena sebaran ZPPI bergeser lebih ke utara diatas zona 20 km. ZPPI untuk nelayan tradisional yang pada bulan sebelumnya berada di sebelah barat sampai barat laut Tanjung Pecinan sudah tidak ada lagi. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada 2 arah yaitu ke arah barat melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial di utara Besuki, yang lainnya ke arah timur mengakses ZPPI di sisi barat Pondok Mimbo. Nelayan

156 129 Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT diarahkan bekerjasama dengan nelayan Besuki dan Probolinggo mengakses ZPPI virtual di utara Probolinggo sampai selatan Pamekasan, juga mengakses ZPPI virtual antara utara Pondok Mimbo hingga selatan Sumenep dan Pulau Raas. Nelayan dapat juga diarahkan untuk melakukan penangkapan ikan bersama nelayan Besuki bekerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual yang tersebar antara utara Sampang dan Sumenep. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan Juni kembali mengalami perubahan dibandingkan sebelumnya. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai ukuran 10 GT melakukan kegiatan penangkapan ikan pada perairan sebelah timur laut Tanjung Pecinan sendiri, sementara nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor GT diarahkan melakukan penangkapan ikan pada ZPPI sebelah barat laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT dapat diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI virtual antara timur laut Besuki dan barat laut Tanjung Pecinan serta di utara Besuki. Nelayan Tanjung Pecinan juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan Besuki dan Probolinggo mengakses ZPPI virtual dalam zona di atas 20 km di utara Probolinggo, atau mengakses ZPPI virtual di tenggara Pamekasan. Nelayan Tanjung Pecinan yang melakukan penangkapan ikan ke arah timur hanya berpeluang mengakses ZPPI virtual yang tersebar di utara Pondok Mimbo dan tenggara Sumenep. Nelayan harus mulai berhati-hati mengakses sebaran ZPPI virtual di timur laut sampai timur Pondok Mimbo karena angin dan gelombang yang datang dari arah timur dan tenggara berpeluang menghambat kegiatan penangkapan ikan. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga dapat diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan dari PPI Dungkek mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial dengan kelas rendah dan sedang di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Sampang dan Sumenep Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Juli khususnya dalam zona Tanjung Pecinan kembali mengalami perubahan dibandingkan bulan sebelumnya, ditandai dengan terjadinya pergeseran ZPPI yang semula berada di sebelah timur bergeser

157 130 ke sebelah barat hingga barat laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT mempunyai peluang keberhasilan lebih tinggi dari bulan sebelumnya karena terdapat sebaran ZPPI dalam 2 unit spasial dengan kelas sedang dalam zona di atas 20 km. Nelayan Tanjung Pecinan diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual di utara Besuki, serta antara Probolinggo dengan Pamekasan. Nelayan Tanjung Pecinan yang biasa melakukan penangkapan ke arah timur, diarahkan bekerjasama dengan nelayan Besuki melakukan penangkapan mengakses ZPPI virtual di perairan antara utara Pondok Mimbo dengan selatan Sumenep. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT bersama nelayan Besuki memperluas zona penangkapannya melalui kerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual antara utara Sumenep dan utara Pulau Raas. Berdasarkan informasi spasial ZPPI bulan Juli, terdapat sebaran ZPPI virtual yang luas mulai dari timur laut hingga timur Pondok Mimbo, namun sulit diakses karena hambatan angin kencang dan gelombang tinggi yang datang dari arah timur dan tenggara. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan dalam zona Tanjung Pecinan pada bulan Agutus harus dilakukan dengan pola yang sama dengan bulan Juli karena sebaran ZPPI sama dengan bulan sebelumnya. Karena terjadi penurunan ZPPI virtual dalam zona 20 km di utara Besuki maka hanya nelayan dengan perahu/kapal motor diatas 20 GT yang dapat diarahkan melakukan kerjasama pada perairan di atas 20 km antara sisi barat Besuki, juga antara Probolinggo dengan Pamekasan. Nelayan dengan perahu/kapal motor diatas 20 GT dan biasa melakukan penangkapan ke arah timur, diarahkan bersama nelayan Besuki mengakses ZPPI virtual di selatan Sumenep dan di utara Pondok Mimbo. Kondisi angin dan gelombang di bagian timur Selat Madura tidak memungkinkan bagi nelayan Tanjung Pecinan dan Besuki mengakses ZPPI virtual di sebelah timur Pondok Mimbo. Jika kondisi angin dan gelombang di Selat Madura bagian timur tidak memungkinkan melakukan penangkapan, nelayan Tanjung Pecinan juga bersama nelayan Besuki dapat diarahkan bekerjasama mengakses ZPPI virtual antara utara Sumenep sampai utara Pulau Raas.

158 131 Zona penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan September sedikit mengalami perubahan lokasi karena terjadinya pergeseran ZPPI dibandingkan bulan sebelumnya. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor dibawah 10 GT diarahkan mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang yang bergeser dari sebelah barat ke sebelah timur Tanjung Pecinan, sedangkan untuk nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 10 GT masih diarahkan pada ZPPI dalam 2 unit spasial masing-masing kelas sedang dan padat pada lokasi yang sama dengan bulan sebelumnya. Nelayan Tanjung Pecinan diarahkan bekerjasama dengan nelayan Besuki melakukan penangkapan pada ZPPI virtual di perairan utara sampai timur laut Besuki. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan penangkapan masing-masing pada ZPPI virtual di utara Probolinggo dan selatan Pamekasan. Kelompok nelayan lainnya diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI di utara Pondok Mimbo, serta antara selatan hingga tenggara Sumenep. Jika kondisi angin dan gelombang memungkinkan, nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT juga diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan penangkapan pada ZPPI virtual di sebelah utara, serta mulai timur sampai timur laut Pondok Mimbo. Nelayan Tanjung Pecinan bersama nelayan Besuki juga dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan di perairan Laut Jawa bagian timur khususnya memperluas wilayah penangkapannya pada ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah sampai sedang antara utara Sumenep sampai utara Pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan Oktober, harus dilakukan lokasi yang berbeda khususnya bagi yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran sampai 20 GT. Perubahan lokasi penangkapan ini perlu dilakukan karena ZPPI yang sebelumnya berada dalam unit spasial kelas sedang di sebelah timur sampai timur laut Tanjung Pecinan telah berpindah ke sebelah barat sampai barat laut PPI Tanjung Pecinan, sedangkan 2 unit spasial yang sebelumnya dalam kelas sedang dan padat mengalami penurunan menjadi kelas rendah dan sedang. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT diarahkan bekerjasama dengan nelayan Besuki

159 132 dan Probolinggo mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial pada perairan di atas 20 km antara sebelah barat laut Besuki dan Probolinggo. Nelayan Tanjung Pecinan yang melakukan kegiatan penangkapan ke arah timur diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan dengan nelayan Besuki mengakses ZPPI virtual di utara Pondok Mimbo dan selatan Sumenep, serta di sebelah selatan Pulau Sepudi. Nelayan juga diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di perairan sebelah timur laut sampai timur Pondok Mimbo. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT dan sanggup melakukan kegiatan penangkapan minimal satu minggu, dapat diarahkan bersama nelayan Besuki melakukan kerjasama dengan nelayan Sumenep dan Pulau Sepudi mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah dan sedang di perairan Laut Jawa bagian timur antara utara Pamekasan sampai utara Pulau Raas. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan pada bulan November, harus dilakukan dengan pola yang berbeda dibandingkan bulan sebelumnya. Perubahan pola penangkapan ikan harus dilakukan oleh nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT karena ZPPI yang dapat dijadikan sasaran lokasi penangkapan hanya terdapat dalam unit spasial dalam kelas padat di timur laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai 20 GT juga dapat diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di sisi timur laut sampai utara PPI Besuki. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Tanjung Pecinan ke arah barat diarahkan bekerjasama dengan nelayan Besuki mengakses ZPPI virtual antara barat laut Besuki dan timur laut Probolinggo. Nelayan Tanjung Pecinan bersama nelayan Besuki bekerjasama dengan nelayan lokal mengakses ZPPI virtual dalam zona PPI Probolinggo. Nelayan Tanjung Pecinan bersama nelayan Besuki juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI di selatan Pamekasan dan di selatan Sumenep. Kelompok nelayan lain yang mampu melakukan kegiatan penangkapan beberapa hari dapat diarahkan bersama nelayan Besuki yang juga menggunakan perahu/kapal motor diatas 20 GT bekerjasama mengakses ZPPI virtual antara perairan dalam zona Pondok Mimbo hingga perairan selatan sampai tenggara Pulau Raas, juga bekerjasama dengan nelayan

160 133 Sumenep melakukan penangkapan di perairan Laut Jawa bagian timur mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas rendah hingga sedang antara utara Sumenep sampai utara Pulau Raas. Melalui kerjasama operasional penangkapan ikan maka nelayan dari PPI Tanjung Pecinan dapat mengakses antara 1 sampai 3 ZPPI (bulanan) dalam zona PPI Tanjung Pecinan. Dengan melaksanakan kerjasama operasional penangkapan ikan maka nelayan Tanjung Pecinan dapat mengakses antara 21 sampai dengan 39 ZPPI virtual dala zona PPI di sekitarnya (Lampiran 12.2) Pengaturan pola kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan Pondok Mimbo PPI Pondok Mimbo mempunyai keuntungan dari segi geografi karena terletak di sisi timur Selat Madura bagian selatan sehingga nelayan berpeluang mengakses sebaran ZPPI pada perairan yang luas sampai Laut Bali bagian barat. Namun demikian, nelayan Pondok Mimbo mempunyai kelemahan teknis dari segi ukuran perahu/kapal motor serta kendala akibat angin dan gelombang pada waktu musim timur. Kelemahan ini mengakibatkan nelayan Pondok Mimbo tidak mampu mengakses sebaran ZPPI yang ada di perairan sekitar Pondok Mimbo yang berada di atas zona 20 km. Kelemahan ini juga berdampak pada keterbasan bahkan ketidakmampuan nelayan Pondok Mimbo melakukan kerjasama penangkapan ikan untuk mengakses ZPPI virtual dalam zona PPI sekitarnya. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Desember yang merupakan bulan pertama musim barat, hanya dapat dilakukan dengan mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas rendah dalam zona 20 km dan di perbatasan zona di atas 20 km yang terdapat di sebelah utara, timur dan timur laut PPI Pondok Mimbo. Dalam upaya memelihara keseimbangan hasil tangkapan oleh nelayan Pondok Mimbo maka nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran sampai 10 GT diarahkan melakukan penangkapan ikan pada ZPPI dalam zona 20 km di sebelah utara dan sebelah timur Pondok Mimbo, sedangkan nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor GT diarahkan melakukan penangkapan pada ZPPI terdekat di luar zona 20 km sebelah timur dan

161 134 timur laut PPI Pondok Mimbo. Kegiatan penangkapan ikan tidak dapat dilakukan pada sebaran ZPPI lainnya karena berada di luar jangkauan perahu/kapal motor Pondok Mimbo. Nelayan Pondok Mimbo hanya mempunyai peluang melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses ZPPI virtual di sisi barat laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Pondok Mimbo dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan selama bulan Desember sepenuhnya karena tidak terpengaruh oleh angin dan gelombang musim barat. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Januari hanya berpeluang dilakukan pada ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang dalam zona 20 km di sebelah utara dan sebelah timur laut PPI Pondok Mimbo. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran 20 GT masih berpeluang memperluas zona penangkapannya mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di sebelah utara Pondok Mimbo. Kegiatan penangkapan ikan tidak dapat dilakukan pada ZPPI lainnya dalam zona penangkapan PPI Pondok Mimbo sebagai akibat keterbatasan ukuran perahu/kapal motor dan kebiasaan kegiatan penangkapan ikan one day fishing. Nelayan juga diarahkanbekerjasama mengakses ZPPI virtual dalam unit spasial kelas sedang di sebelah timur laut Tanjung Pecinan. Kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan sepenuhnya karena tidak terpengaruh oleh angin dan gelombang musim barat. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Februari yang merupakan akhir musim barat yaitu, dapat dilakukan oleh nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai ukuran 10 GT mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang yang berlokasi di sebelah utara Pondok Mimbo, sedangkan perahu/kapal motor dengan ukuran GT dapat diarahkan mengakses ZPPI dalam unit spasial kelas sedang di timur laut Pondok Mimbo. Disamping meningkatkan kegiatan penangkapan ikan dalam zona PPI Pondok Mimbo sendiri, nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran GT juga dapat diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual antara timur laut hingga barat laut Tanjung Pecinan. Pada akhir musim barat, nelayan Pondok Mimbo masih dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan sepenuhnya karena tidak berpengaruh oleh angin musim barat, sedangkan angin dari arah timur masih sangat lemah dengan frekuensi yang rendah.

162 135 Kegiatan penagkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Maret, mempunyai pola yang berbeda dibandingkan bulan sebelumnya. Nelayan berpeluang diarahkan untuk melakukan penangkapan pada ZPPI dalam unit spasial masing-masing kelas sedang dan rendah di sebelah utara dan timur laut Pondok Mimbo. Namun demikian, sebagai akibat keterbatasan perahu/kapal motor dan sistem penangkapan one day fishing maka kegiatan penangkapan tidak dapat dilakukan pada sebaran ZPPI dalam wilayah yang cukup luas di utara, timur laut dan timur Pondok Mimbo. Memperhatikan faktor efisiensi dan ukuran perahu/kapal motor yang ada, nelayan hanya berpeluang diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual dalam unit spasial di barat laut dan timur laut Tanjung Pecinan. Angin yang dominan di Selat Madura datang dari barat dan barat laut mempunyai kecepatan rendah, memberi peluang bagi nelayan Pondok Mimbo untuk melakukan penangkapan ikan sepenuhnya. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan April, berpeluang memperoleh hasil yang baik jika dilakukan pada ZPPI dalam unit spasial kelas sedang dan rendah di perairan dalam zona 20 km di sisi utara, timur laut dan sebelah timur PPI Pondok Mimbo. Sebaran ZPPI di luar zona 20 km di sebelah utara, timur laut dan timur Pondo Mimbo berada di luar jangkauan perahu/kapal motor yang ada di PPI Pondok Mimbo. Nelayan Pondok Mimbo juga dapat diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses ZPPI yang ada di sebelah timur laut Tanjung Pecinan. Nelayan Pondok Mimbo dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan selama bulan April karena kecepatan angin memungkinkan bagi nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan, namun nelayan tradisional atau yang menggunakan perahu/kapal motor kecil (<5 GT) harus memperhatikan perubahan angin yang datang dari timur. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Mei hanya berpeluang mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang pada jarak sekitar 20 km di sebelah utara, timur laut dan tenggara PPI Pondok Mimbo. Kegiatan penangkapan ikan tidak dapat dilakukan pada ZPPI lainnya karena lokasinya berada di luar jangkauan perahu/kapal motor Pondok Mimbo. Nelayan Pondok Mimbo dapat memperluas zona penangkapannya melalui kerjasama penangkapan mengakses ZPPI virtual sebelah timur laut dan barat laut PPI

163 136 Tanjung Pecinan. Angin sewaktu-waktu datang dari timur dapat mencapai kecepatan lebih dari 17 knot meskipun dengan frekuensi yang rendah, namun nelayan harus mulai berhati-hati dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Juni yang merupakan bulan pertama musim timur, sudah mulai terkendala oleh angin dan gelombang yang datang dari arah timur dan tenggara. Meskipun terdapat ZPPI di sebelah timur Pondok Mimbo dan dari segi jaraknya dapat diakses oleh nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran maksimum 10 GT, namun terkendala oleh angin dan gelombang. Karena hambatan angin maka nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor GT juga akan menghadapi kesulitan untuk mengakses ZPPI dalam 3 unit spasial dengan kelas sedang dan rendah di sebelah timur PPI Pondok Mimbo pada perbatasan zona 20 km. Faktor angin dan gelombang perlu mendapat perhatian karena kondisi angin kencang dan gelombang tinggi dapat menggagalkan penangkapan ikan akibat jaring yang melipat. Kondisi ini dibuktikan pada saat uji coba penerapan ZPPI dalam penangkapan ikan pada 10, hanya 1 lokasi yang mendapatkan ikan hasil tangkapan hanya 200 kg. Nelayan trandisional dan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai 10 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan pada ZPPI antara Pondok Mimbo dan Tanjung Pecinan, sementara nelayan dengan perahu/kapal motor 20 GT juga diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI di barat laut Tanjung Pecinan. Nelayan Pondok Mimbo tidak mungkin diarahkan melakukan penangkapan pada ZPPI lain dalam zona PPI Pondok Mimbo atau mengakses ZPPI virtual dalam zona PPI lain karena terkendala oleh angin dan gelombang. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan Juli, dapat diarahkan pada ZPPI yang terdekat dalam unit spasial masing-masing dengan kelas rendah dan sedang di sebelah timur dan utara Pondok Mimbo. Meskipun di sebelah timur Pondok Mimbo terdapat zona penangkapan yang cukup luas, namun hanya ZPPI terdekat saja yang berpeluang diakses karena keterbatasan ukuran perahu/kapal motor serta kondisi angin dan gelombang yang menghambat kegiatan penangkapan ikan. Nelayan Pondok Mimbo yang menggunakan perahu/kapal motor 20 GT dapat memperluas wilayah penangkapannya ke sebelah barat melalui kerjasama

164 137 penangkapan pada ZPPI virtual dalam zona PPI Tanjung Pacinan. Meskipun terdapat ZPPI dalam area yang luas di sebelah timur laut sampai tenggara PPI Pondok Mimbo, namun tidak mungkin diakses oleh nelayan Pondok Mimbo karena jaraknya terlalu jauh serta terkendala oleh angin dan gelombang. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Agutus, harus bergeser lebih ke barat dibandingkan sebelumnya. ZPPI untuk lokasi penangkapan nelayan Pondok Mimbo, terdapat dalam unit spasial dengan kelas sedang di sebelah utara serta mulai dari sebelah timur laut sampai tenggara PPI Pondok Mimbo, namun kondisi angin dan gelombang yang sudah sangat didominasi oleh angin kecang dan gelombang tinggi hanya mampu mengakses ZPPI terdekat. Akibat keterbatasan teknis perahu/kapal motor serta kondisi angin dan gelombang maka nelayan hanya berpeluang melakukan kegiatan penangkapan pada ZPPI di sebelah barat laut PPI Pondok Mimbo. Nelayan diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di sebelah barat, barat laut dan timur laut Tanjung Pecinan. Kegiatan penangkapan ikan di sekitar PPI Pondok Mimbo pada bulan September, masih terkendala oleh angin kencang dan gelombang tinggi dari arah timur. Jika kondisi angin dan gelombang memungkinkan, nelayan dapat diarahkan pada ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang di sebelah barat laut PPI Pondok Mimbo. Kegiatan penangkapan ikan juga tidak mungkin diarahkan ke ZPPI dalam wilayah perairan yang luas di sebelah timur Pondok Mimbo karena jaraknya terlalu jauh untuk dapat dijangkau oleh perahu/kapal motor yang ada serta terkendala oleh angin dan gelombang musim timur. Nelayan Pondok Mimbo dengan perahu/kapal motor GT dapat diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di sebelah timur dan timur Tanjung Pecinan. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo pada bulan Oktober, berpeluang mengakses ZPPI dalam unit spasial dengan kelas sedang dan rendah yang ada di sebelah timur PPI Pondok Mimbo karena sudah tidak terkendala oleh angin dan gelombang. Sebaran ZPPI yang mencakup wilayah perairan yang luas di sebelah timur PPI Pondok Mimbo tidak mungkin diakses karena keterbatasan jangkauan perahu/kapal motor, dan hanya berpeluang diarahkan pada ZPPI terdekat di sebelah timur dan timur laut Pondok Mimbo.

165 138 Nelayan juga berpeluang diarahkan melakukan penangkapan ikan pada ZPPI di sebelah utara Pondok Mimbo. Agar mempunyai peluang keberhasilan cukup baik maka nelayan tradisional diarahkan pada beberapa unit spasial dalam zona 20 km sampai perairan pantai di sebelah timur laut Pondok Mimbo. Nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor sampai ukuran 10 GT diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan Tanjung Pecinan melakukan penangkapan pada ZPPI virtual di sebelah barat laut PPI Tanjung Pecinan, sedangkan yang menggunakan perahu/kapal motor ukuran GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI virtual sebelah timur laut PPI Tanjung Pecinan. Nelayan Pondok Mimbo sudah dapat melakukan kegiatan penangkapan sepenuhnya, karena kecepatan dan frekuensi angin dari arah timur sudah rendah dan tidak menghambat kegiatan penangkapan ikan. Pada akhir musim peralihan kedua yaitu bulan November, kegiatan penangkapan ikan diarahkan pada 3 lokasi yaitu pada ZPPI dalam unit spasial dengan kelas rendah di sebelah utara, sebelah timur dan timur laut Pondok Mimbo masing-masing dalam kelas sedang dan rendah. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo yang menggunakan perahu/kapal motor dibawah 10 GT diarahkan pada unit spasial sebelah utara dan timur Pondok Mimbo, sedangkan perahu/kapal motor GT diarahkan pada ZPPI lainnya di sebelah timur laut PPI Pondok Mimbo. Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan Pondok Mimbo juga dapat diarahkan memperluas zona penangkapannya melalui kerjasama mengakses ZPPI virtual di perairan sebelah timur laut PPI Tanjung Pecinan, sedangkan nelayan tradisionil yang berada di sisi barat Pondok Mimbo diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan sesama nelayan tradisional pada ZPPI virtual sebelah barat barat laut Tanjung Pecinan. Nelayan Pondok Mimbo dapat melakukan penangkapan ikan selama bulan November karena tidak terkendala oleh angin dan gelombang. Zona PPI Pondok Mimbo mempunyai cukup banyak ZPPI, namun tidak dapat diakses karena keterbatasan kemampuan teknis perahu/kapal motor, hanya sedikit ZPPI yang dapat diakses dan tidak mampu memanfaatkan ZPPI virtual yang ada pada zona PPI di sekitarnya (Lampiran 12.3). Disamping keterbatasan kemampuan teknis, nelayan Pondok Mimbo juga masih dihadapkan pada kendala

166 139 angin dari timur yang bertiup kencang disertai gelombang tinggi, sehingga hanya ZPPI dalam 5 unit spasial yang dapat diakses dari antara 8 sampai 15 unit spasial yang ada di sekitar PPI Pondok Mimbo Pengembangan pemanfaatan hasil tangkapan Secara geografis PPI di wilayah Kabupaten Situbondo mempunyai keuntungan karena merupakan titik penghubung dengan Surabaya ke arah barat, dengan Banyuwangi dan Bali di sebelah timur, serta dengan Bondowoso di sebelah selatan. Dalam upaya pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Situbondo perlu dilakukan kerjasama antara Kabupaten Situbondo dengan kabupaten sekitarnya terutama yang meluputi 2 (dua) lingkup kerjasama yaitu kerjasama penangkapan dan kerjasama pengelolaan ikan hasil tangkapan. Untuk meningkatkan nilai jual hasil tangkapan ke masing-masing daerah sekitar Kabupaten Situbondo dapat dilakukan pembagian jenis ikan hasil tangkapan untuk masing-masing daerah tujuan sebagai berikut : 1) Banyuwangi : penjualan ikan hasil tangkapan ke Banyuwangi untuk bahan baku industri ikan adalah ikan lemuru dan tongkol. Hal ini dilakukan dengan alasan karena Banyuwangi memiliki industri pengolahan ikan yang dapat menampung ikan lemuuru dan ikan tongkol untuk bahan baku ikan kaleng, sedangkan kualitas ikan yang tidak masuk dalam kualifikasi ikan kaleng dapat diolah menjadi tepung ikan. 2) Bali : penjualan ikan hasil tangkapan ke Bali khusus untuk ikan berkualitas dan bermutu untuk konsumsi ikan bagi wisatawan seperti ikan kerapu dan udang. Jika diperhatikan dari segi nilai ekonomi maka pengiriman dan penjualan ikan tersebut ke Bali sebenarnya mempunyai keuntungan, namun ikan hasil tangkapannya kurang memadai sehingga perlu pengaturan penangkapan ikan tersebut yang lebih baik lagi. 3) Bondowoso : Penjualan ikan hasil tangkapan ke Bondowoso untuk memenuhi keperluan konsumsi ikan baik berupa ikan tongkol, kembung, layang, dan kakap. Pemasaran ikan ke Bondowaso mempunyai prospek untuk dikembangkan karena Kabupaten Bondowoso tidak memiliki perairan laut,

167 140 sehingga tidak ada saingan produksi dalam daerahnya sendiri. Namun demikian, pemasaran ikan hasil tangkapan ke Bondowoso kemungkinan besar akan bersaing dengan pasokan ikan dari Jember yang terletak di sebelah selatan Bondowoso dan menangkap ikan di Samudera Hindia. 4) Surabaya : penjualan ikan hasil tangkapan ke Surabaya untuk memenuhi keperluan konsumsi ikan jenis tongkol, layang, kerapu, kakap, dan kembung. Pasokan ikan ke Surabaya harus mengandalkan kualitas ikan hasil tangkapan karena kemungkinan besar akan bersaing dengan pasokan ikan dari Probolinggo dan Malang yang secara geografis lebih dekat ke Surabaya dibandingan Situbondo. Jarak antara Situbondo dengan Surabaya yang lebih jauh juga akan berdampak pada biaya pengangkutan ikan menjadi lebih tinggi dibandingkan dari Probolinggo dan Malang. Jenis ikan lain yang banyak tertangkap oleh nelayan Situbondo bahkan kadang-kadang melimpah dan tidak masuk dalam kategori di atas seperti ikan layang dan kembung, dapat diperoses melalui sistem pemindangan modern yang sudah mulai dirintis untuk dikembangkan di PPI Pondok Mimbo, atau untuk konsumsi lokal masyarakat Kabupaten Situbondo Diskusi pola penangkapan dan pengelolaan ikan hasil tangkapan Unit spasial dalam zona PPI Besuki yang dapat dijadikan arahan kegiatan penangkapan ikan selalu mengalami perubahan baik dari segi distribusi maupun kelas kepadatannya. Dibandingkan unit spasial untuk kegiatan penangkapan ikan di atas 20 km, distribusi unit spasial untuk sasaran kegiatan penangkapan ikan yang paling banyak mengalami perubahan adalah yang mencakup zona penangkapan ikan di bawah 20 km. Demikian juga dengan unit spasial dalam kegiatan penangkapan ikan dalam zona PPI Tanjung Pecinan yang paling banyak mengalami perubahan adalah yang di sebelah barat dan timur PPI Tanjung Pecinan, dibandingkan unit spasial dalam zona penangkapan di atas 20 km. Perubahan distribusi unit spasial untuk kegiatan penangkapan ikan di sekitar PPI Pondok Mimbo mengalami perubahan pada tiga posisi yaitu sebelah utara Pondok Mimbo dengan perubahan arah barat timur, sebelah timur laut dengan

168 141 perubahan barat timur dan utara selatan, serta sebelah timur Pondok mimbo dengan pergeseran barat timur. Demikian juga dengan kelas kepadatan ZPPI dalam masing-masing unit spasial selalu mengalami perubahan mulai dari kelas rendah sampai kelas sangat padat, dan kepadatan ZPPI yang paling sering adalah dalam kelas sedang. Dinamika ZPPI dalam unit spasial secara mingguan dan bulanan didukung dengan data tentang fenomena oseanografi, klimatologi dan prilaku ikan pelagis yang ada di Selat Madura, dapat digunakan untuk melakukan peramalan tentang ZPPI untuk beberapa waktu kedepan, juga pada saat kesulitan mendapatkan data SST dan klorofil-a dari satelit penginderaan jauh karena hambatan tutupan awan. Hal ini sangat penting untuk memelihara kontinuitas informasi spasial ZPPI kepada nelayan untuk mendukung kegiatan dan produktivitas penangkapan ikan. Nelayan Besuki memiliki kemampuan teknis yang tinggi karena dalam melaksanakan kegiatan penangkapan didukung oleh perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT paling banyak (249 unit) dibandingkan nelayan dari PPI lainnya, sehinggan disamping mampu mengakses zona penangkapan diatas 20 km di utara Besuki juga mampu mengakses daerah penangkapan ikan yang jauh lebih luas, dapat mencapai kawasan lain di Selat Madura dan bagian timur Laut Jawa bagian selatan secara lebih aman. Nelayan Tanjung Pecinan meskipun memiliki zona penangkapan yang paling sempit, namun memiliki kemampuan teknis yang dapat mengakses kawasan Selat Madura dan sekitarnya secara lebih aman karena kegiatan penangkapan ikan didukung oleh perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT sebanyak 183 unit. Nelayan Pondok Mimbo mempunyai prospek ZPPI yang paling tinggi tersebar dalam zona penangkapan paling luas dibandingkan dengan nelayan Besuki dan Tanjung Pecinan, namun karena memiliki kemampuan teknis yang paling rendah (tidak punya perahu/kapal motor ukuran di atas 20 GT), sehingga tidak mampu mengakses sebaran ZPPI yang ada di sekitarnya. Nelayan dari PPI Pondok Mimbo, juga menghadapi kendala angin kencang dan gelombang tinggi di musim timur sehingga tidak dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan selama Selat Madura bagian timur dipengaruhi oleh angin timur dan tenggara. Beradasarkan sebaran ZPPI dan jumlah perahu motor pada masing-masing kategori ukuran untuk zona penangkapan ikan bagi perahu motor kategori

169 142 bersangkutan, nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor 5 10 GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses ZPPI virtual dalam zona 4 10 km sekitar PPI Probolinggo, PPI Tanjung Pecinan dan PPI Pondok Mimbo. Perbandingan antara luas zona penangkapan ikan dengan jumlah perahu/kapal motor untuk kategori yang bersangkutan, nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor ukuran sampai 5 GT juga perahu motor GT diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan Besuki dan Pondok Mimbo, masing-masing melakukan penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam zona 0 4 km dan km. Nelayan Besuki dan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor diatas 20 GT diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam zona di atas 20 km mulai sebelah utara Probolinggo sampai timur laut Pondok Mimbo. Pada waktu musim timur, diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan setempat mengakses ZPPI virtual di Laut Jawa antara utara Sampang sampai sebelah utara Pulau Raas. Jika ditinjau dari segi peluang terjadinya konflik antar nelayan akibat ketidak seimbangan antara luas zona penangkapan dengan jumlah perahu/kapal motor pada masing-masing kategori, nelayan Pondok Mimbo dalam kondisi paling aman dan perlu mengoptimalkan pemanfaatan ZPPI di sebelah utara, timur laut dan timur laut PPI Pondok Mimbo sendiri. Namun demikian, nelayan Pondok Mimbo akan menghadapi kendala dalam melakukan penangkapan ikan pada musim timur karena kendala angin kencang dan gelombang tinggi. Hanya nelayan dengan perahu motor 5 10 GT yang berpeluang melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di sebelah timur dan timur laut PPI Tanjung Pecinan. Melalui kerjasama, nelayan dapat mengakses ZPPI dalam unit spasial lebih banyak dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil tangkapan ikan untuk kesejahteraan nelayan dan pembangunan perikanan Kabupaten Situbondo, meningkatkan pendapatan nelayan serta pelaku perikanan tangkap dari penjualan ikan hasil tangkapan, dan mencegah terjadinya overfishing.

170 143 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan sintesis dari suhu permukaan laut ( ) dan klorofil-a di Selat Madura dan perairan sekitarnya yang diperoleh dari data satelit penginderaan jauh, dapat diperoleh informasi bahwa ZPPI dalam unit spasial dan unit spasial yang prospektif untuk penangkapan ikan berubah-ubah secara spasial dan temporal. ZPPI di sekitar PPI Besuki mengalami pergeseran arah barat timur dalam selang koordinat 113 o o 50 BT dan 7 o 20 7 o 45 LS, ZPPI di sekitar Tanjung Pecinan juga mengalami pergeseran arah barat timur dalam koordinat 113 o o 6 30 BT dan 7 o 20 7 o 40 LS, sedangkan ZPPI sekitar PPI Pondok Mimbo mengalami pergeseran arah barat timur serta utara selatan dalam koordinat 114 o o BT dan 7 o 20 7 o LS. Sebaran ZPPI yang paling banyak mengalami perubahan adalah dalam zona 20 km yaitu untuk kegiatan penangkapan ikan bagi perahu/kapal motor sampai ukuran 20 GT. 2. Menurut keberadaan dan sebaran ZPPI serta kemampuan teknis, nelayan Besuki memiliki daerah penangkapan ikan yang jauh lebih luas dari nelayan lokal lain karena dapat mencapai kawasan lain secara lebih aman. Nelayan Tanjung Pecinan memiliki zona penangkapan yang paling sempit, namun kemampuan teknis yang dapat mengakses kawasan Selat Madura dan sekitarnya secara lebih aman. Sebaliknya, nelayan Pondok Mimbo mempunyai prospek potensi sumberdaya ikan yang paling tinggi dibandingkan dengan nelayan Besuki dan Tanjung Pecinan, namun mempunyai kemampuan teknis paling rendah, sehingga tidak mampu mengakses sebaran ZPPI yang ada di sekitarnya. Nelayan dari PPI Pondok Mimbo, disamping faktor rendahnya kemampuan teknis, juga menghadapi kendala angin kencang dan gelombang tinggi di musim timur, sehingga tidak dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan selama musim timur.

171 Untuk memanfaatkan ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya, dikembangkan skenario kerjasama penangkapan ikan oleh nelayan Kabupaten Situbondo sebagai berikut : a. Nelayan Besuki yang menggunakan perahu motor 5 10 GT diarahkan melakukan kerjasama penangkapan ikan mengakses ZPPI virtual dalam zona 4 10 km sekitar PPI Probolinggo dan Tanjung Pecinan. b. Nelayan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor ukuran sampai 5 GT juga dengan ukuran GT diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan lokal, masing-masing melakukan penangkapan mengakses ZPPI virtual dalam zona 0 4 km dan km dalam zona PPI Besuki dan Pondok Mimbo c. Nelayan Pondok Mimbo perlu mengoptimalkan pemanfaatan ZPPI di sebelah utara, timur laut dan timur PPI Pondok Mimbo. Namun demikian, nelayan Pondok Mimbo akan menghadapi kendala dalam melakukan penangkapan ikan pada musim timur karena kendala angin kencang dan gelombang tinggi. Hanya nelayan dengan perahu motor 5 10 GT yang berpeluang melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual di sebelah timur dan timur laut PPI Tanjung Pecinan. d. Nelayan Besuki dan Tanjung Pecinan yang menggunakan perahu motor di atas 20 GT diarahkan melakukan kerjasama mengakses ZPPI virtual dalam zona di atas 20 km mulai sebelah utara Probolinggo sampai timur laut Pondok Mimbo. Pada waktu musim timur, diarahkan melakukan kerjasama dengan nelayan setempat mengakses ZPPI virtual di Laut Jawa antara utara Sampang sampai sebelah utara Pulau Raas. Melalui kerjasama penangkapan ikan regional (kabupaten di sekitar Selat Madura dan sekitarnya), nelayan dapat mengakses ZPPI dalam unit spasial lebih banyak dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pengelolaan ikan hasil tangkapan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dan pembangunan perikanan tangkap Kabupaten Situbondo.

172 Saran Sebagai penutup dari disertasi ini disampaikan saran yang diharapkan dapat ditindak lanjuti oleh pihak pemangku kepentingan di Kabupaten Situbondo atau penelitian lainnya, sebagai berikut : 1. Perlu mengembangkan dan menerapkan informasi spasial ZPPI dengan menggunakan data SPL dan kandungan klorofil-a yang diperoleh dari penginderaan jauh MODIS, karena data SPL dan klorofil-a mempunyai resolusi spasial dan diperoleh pada waktu yang sama. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut termasuk kerjasama dengan instansi terkait dan perguruan tinggi untuk meningkatkan akurasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit penginderaan jauh dengan menggunakan parameter oseanografi yang lebih lengkap seperti : sumberdaya ikan, arus, klimatologi, ketinggian muka air laut (SSH) untuk wilayah perairan laut yang luas, serta untuk karakteristik perairan laut yang berbeda. 3. Pemerintah Kabupaten Situbondo selayaknya memfasilitasi kerjasama perikanan tangkap terpadu dengan kabupaten Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Banyuwangi, dan Provinsi Jawa Timur. Kerjasama antar Pemerintah Daerah ini tidak terbatas pada akses zona penangkapan ikan, tetapi juga termasuk pembangunan jaringan industri perikanan yang melibatkan sub-sistem penangkapan ikan yang berpusat di tepian selatan Selat Madura (diantaranya adalah Situbondo) dan sub-sistem pengolahan ikan yang saat ini berpusat di Banyuwangi.

173 146 8 DAFTAR PUSTAKA Anonim Laporan Kegiatan Sosialisasi dan Penerapan Informasi Zona Potensi Ikan di Kota Bengkulu. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 53 halaman. Anonim Laporan Kegiatan Sosialisasi dan Penerapan Informasi Zona Potensi Ikan di Kabupaten Badung, Bali Selatan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 63 halaman. Anonim Laporan Kegiatan Sosialisasi dan Penerapan Informasi Zona Potensi Ikan di Kabupaten Kota Pekalongan. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 66 halaman. Bappenas Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu di Indonesia. Jakarta. 98 halaman. Barnes R. S. K., and R. N. Hughes An Introduction to Marine Ecology. Bintoro G Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella Funbriata Valenciennes, 1847) di Selat Madura Jawa Timur. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 291 halaman. BPS dan Bappeda Tingkat II Situbondo Situbondo Dalam Angka halaman. Brandt A.V Fish Catching Methods of the World. Fishing News Books Ltd. Farnham Surrey England. 418 halaman. Dahuri R., Rais J., Ginting S.P., dan Sitepu J Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. 292 halaman. Dahuri R Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. 412 halaman. Dahuri R Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Jakarta. 233 halaman.

174 147 Gastellu E. and Mardio P The Remote Sensed Sea Surface Temperatue A Case Study In Indonesia. The Indonesian Journal of Geography. Volume 13, Number 46. Page Gordon A.L Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow. Journal Oceanography, Vol. 18, No Pages. Hadiat Adopsi Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Dengan Studi Kasus Proses Intermediasi Teknologi Dalam Sistem Inovasi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. 147 halaman. Harger J.R.E ENSO Variations and Drought Occurrence in Indonesia and the Philippines. Atmospheric Environment; 29 (16): Hartuti M., Manoppo A.K.S., Prayitno Y., dan Noor M Laporan Kegiatan Produksi Informasi bagi Nelayan Perikanan Tangkap Di Wilayah Timur Indonesia (Pekalongan, Bali, Parepare, Balikpapan, Situbondo, Nusa Tenggara Timur, dan Biak). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 79 halaman. Hasyim B Penentuan Temperatur Permukaan Laut Mempergunakan Data AVHRR dengan Analisa Berbagai Saluran. Majalah LAPAN No. 41 Tahun ke XI. Halaman Hasyim B Kajian Daerah Penangkapan Ikan dan Budidaya Laut Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Wilayah Kabupaten Situbondo. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Tesis. 138 halaman. Hasyim B., Sondita F., Haluan J., dan Kartasasmita M Identifikasi Zona Potensi Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. Jurnal Kelautan Nasional, Vol. 1 Edisi Khusus Januari Halaman Hela and Laevastu Fisheries Oceanography : The Effect of Environment on Fish Behaviour and Abundance Fishing News Book. London. 104 halaman. Hendiarti N., Suwarso, Aldrian E, Amri K, Andiatuti R, Sachomar A, and Wahyono I.B Seasonal Variation of Pelagic Fish Catch Around Java. Journal Oceanography Vol. 18, No. 4. Page

175 148 Ilahude AG On the Factors Affecting the Productivity of the Southern Makassar Straith. Marine Research in Indonesia. Lembaga Oseanologi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Halaman Kantor Statistik dan Bappeda Tk. II Situbondo Situbondo Dalam Angka Tahun Kabupaten Situbondo. Kostianoy A.G., Ginzburg A.I., Frankignoulle M., and Delille B Fronts in the Southern Indian Ocean as Inferred from Satellite Sea Surface Temperature Data. Journal of Marine Systems 45. Page Lintin M., Badrudin, Wirdaningsih N Indeks Kelimpahan Stok Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil di Perairan Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 87 Tahun Halaman Lumban Gaol J., Pasaribu B.P., Manurung D., and Endriani R The Fluctuation of Chlorophyl-a Concentration Derived from Satellite and Cath of Oily Sardine (Sardinela lemuru) in Bali Strait. International Journal Remote Sensing and Earth Sciences, Vol 1 No. 1. Page Lumban Gaol J., Endriani R. A., Manurung D., and Kawaru M Pemetaan Sumber Daya Laut Pulau Nias Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Pasca-Tsunami Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 12 No. 3. Halaman Laurs M. R Integration of Various Satellite Derived Oceanography Information for the Identification of Potenstial Fishing Zones. U.S. National Marine Fisheries Service, Southwest Fisheries Scence Center. La Jolla, California. 6 pages. Merta G.S Review of the Lemuru Fishery in the Bali Strait. Bology, Dynamics, Exploitation of the Small Pelagic Fishes in the Java Sea. (Biodinex). The Agency of Marine and Fisheries Research. Jakarta. Page Merta G.S. and Eidman F.M Prediction of Biomass, Yield and Value of the Lemuuru (Sardinela lemuru) Fishery in the Bali Strait. (Biodinex). The Agency of Marine and Fisheries Research. Jakarta. Page

176 149 Nahib I., Kaidati B., Fitriah N Pemanfaataan Data Aqua Modis untuk Pengkajian Pendugaan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Besar (Tongkol Dan Cakalang) di Perairan Teluk Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Proceeding Geo-Marine Research Forum. Halaman Narendra Nath A Retrieval of Sea Surface Temperature Using NOAA- AVHRR Data for Identification of Potential Fishing Zone Dissemination and Validation. National Remote Sensing Agency. Hiyderabad, India. 40 pages. Nontji, A Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta. 367 halaman. Nurhakim S., Nikijuluw V., Nogroho D., and Prisantoso B Status Perikanan Menuurut Wilayah Pengelolaan (Informasi Dasar Pemanfaatan Berkelanjutan). Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 47 halaman. Nikijuluw V.P.H Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 254 halaman. Pasaribu B.P., Manurung D., and Nugroho D Fish Stock Assessment Using Marine Acoustics Detection And Oceanographical Characteristics In Java Sea. Jurnal Gayana 68(2): 1-5. Page Pemerintah Kabupaten Sitbondo Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Kabupaten Situbondo Situbondo. Pet J.S., Densen W.L.T, Machiels M.A.M,. Sukkel M, Setyohadi D, and Tumuljadi A Length-based Analysis of Population Dynamics and Stock Identification in the Sardine Fisheries around East Java, Indonesia. Journal of Fisheries Research 31. Page Potier M. and Sadhotomo B Exploitation of Large and Medium Seiners Fisheries. Biodinex. The Agency of Marine and Fisheries Research. Jakarta. Page Qu T., Du Y., Strachan J., Meyer G. S., and Slingo J Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region. Journal Oceanography Vol. 18, No. 4. Page

177 150 Reddy M.P.M Influence of the Various Oceanographic Parameters on the Abundance of Fish Catch. Department of Fishery Oceangraphy. University of Agricultural Sciences College of Fisheries. Magalore. 15 halaman. Sadhotomo G. and Potier M Exploratory Scheme for the Recruitment Migration of the Main Pelagic Species. (Biodinex). The Agency of Marine and Fisheries Research. Page Santos Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan. BPMIGAS. Jakarta. 266 halaman. Santos M Fisheries oceanography using satellite and airborne remote sensing methods: a review. Journal of Fisheries Research 49. Page Sediadi A Effek Upwelling Terhadap Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya. Jurnal Makara, Sains, Vol. 8, No. 2. Halaman Soegiarto A., Birowo S, dan Sukarno Atlas Oseanografi Perairan Indonesia dan Sekitarnya. Lembaga Oseanologi Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Buku No Halaman. Sugimory Y., Moriyama T., Tejasukmana B., Soesilo I., Swardika K, Estimation of Fishery resources by M-F GIS Using Satellite Data and Its Application to TAC for Sustainable Fishery Production. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. International Society of Remote sensing and Earth Sciences IeReSES, Volume 3. Denpasar Bali. 112 pages. Sulistya W., Hartoko A., and Prayitno B The Characteristics and Variability of Sea Surface Temperatur in Java Sea. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. International Society of Remote sensing and Earth Sciences IeReSES, Volume 4. Denpasar Bali. 162 pages. Sumedi B Kebutuhan dan Pengalaman Memanfaatkan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Perikanan Tangkap di Selat Makassar. Berita Inderaja LAPAN, Volume VII, No. 13. Halaman

178 151 Susilo E. and Ismadi The Mobility of Andhon Fishermen in East Java. Proceeding of Socio Economics, Innovation and Management of the Java Sea Pelagic Fisheries. Seminar Sosekima. The Agency for Marine and Fisheries Research. 407 pages. Triatmodjo B Pelabuhan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 299 halaman. Trisakti B., Hasyim B., Dewanti R., Hartuti M., dan Winarso G. Editor Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta. 109 halaman. Vasconcellos M, An Analysis of Harvest Strategies and Information Needs in the Purse Seine Fishery for the Brazillian Sardine. Journal of Fisheries Research 59. Page Widodo J. and Burhanuddin Systematics of the Small Pelagic Fish Species. Bology, Dynamics, Exploitation of the Small Pelagic Fishes in the Java Sea. (Biodinex). Page Widodo J Population Dynamics of Ikan Layang, Scads (Decapterus spp.). Dynamics, Exploitation of the Small Pelagic Fishes in the Java Sea (Biodinex). The Agency of Marine and Fisheries Research. Page Widodo J., Aziz, K.A., Priyono, B.E., Tampubolon T.H., Namin N., dan Djamali A Potensi dan Penyebaran Sumber Daya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta, 251 halaman Wirasasmita S Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 48 halaman. Wudianto Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Lemuru (Sadinela lemuru Bleeker 1853) di Perairan Selat Bali : Kaitannya Dengan Optimasi Penangkapan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 221 halaman. Zainuddin M Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger Kanagurta) di Perairan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Jurnal Sains & Teknologi Vol. 7 No. 2. Halaman

179 1 Lampiran 1 Contoh sebaran SPL a. Sebaran SPL Selat Madura dan sekitarnya bulan Februari b. Sebaran SPL Selat Madura dan sekitarnya bulan Maret

180 2 c. Sebaran SPL Selat Madura dan sekitarnya bulan Agustus d. Sebaran SPL Selat Madura dan sekitarnya bulan Oktober

181 3 Lampiran 2 Contoh sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya a. Sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya pada bulan Januari b. Sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya pada bulan April

182 4 c. Sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya pada bulan Juli d. Sebaran konsentrasi klorofil-a Selat Madura dan sekitarnya pada bulan Oktober

183 5 Lampiran 3 Tabel arah, kecepatan dan frekuensi angin di Selat Madura a. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Desember Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL b. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Januari Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL c. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Februari Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL

184 6 d. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Maret Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL e. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan April Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL f. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Mei Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL

185 7 g. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Juni Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL h. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Juli Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL i. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Agustus Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL

186 8 j. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan September Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL k. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan Oktober Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL l. Arah, kecepatan dan frekuensi angin pada bulan November Arah Kecepatan (Knot) dan Frekuensi > 17 Total KALM U TL T TG S BD B BL TOTAL

187 9 Lampiran 4 Tabel arah, ketinggian dan frekuensi gelombang di Selat Madura a. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Desember Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL b. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Januari Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL c. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Februari Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL

188 10 d. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Maret Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL e. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan April Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL f. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Mei Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL

189 11 g. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Juni Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL h. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Juli Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL i. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Agustus Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 Total TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL

190 12 j. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan September Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 TOTAL TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL k. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan Oktober Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 TOTAL TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL l. Arah, ketinggian dan frekuensi gelombang pada bulan November Arah Tinggi (meter) dan Frekuensi 0 0,1-0,5 0,6 1,0 1,1-1,5 > 1,5 TOTAL TENANG U TL T TG S BD B BL TOTAL

191 13 Lampiran 5 Peta gelombang dan kecepatan angin di Laut Jawa dan sekitarnya Lampiran 6 Gambar kontur kedalaman (batimetri) Selat Madura, Laut Bali bagian barat dan Selat Bali bagian utara

192 14 Lampiran 7 Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi serta pendapatan bersih nelayan a. Data ukuran perahu perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari TPI Tanjung Jangkar No Ukuran Perahu (GT) Jenis Alat Tangkap Lama Operasi (jam) Daerah Operasi Pendapatan Bersih per orang-trip (Rp) 1 2 Trawl Teri 12 Jangkar, Tuban 10,000-30, Gillnet 72 Jangkar, Raas, Sapudi 100, Trawl 12 Jangkar 30,000-50, Trawl 6 Jalur 2 Selat Madura 30,000-50, Purse Seine 72 Sapudi, Raas, Kangean 200, Purse Seine 12 Selat Madura 50, Purse Seine 12 Jangkar, Mimbo 30,000-50, Purse Seine 6 Jalur 2 Selat Madura 50, , Trawl Teri 12 Jangkar 10,000-30, Purse Seine 12 Jalur 2 Selat Madura 50, ,000 b Data hasil survei tentang ukuran perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Probolinggo No Ukuran Perahu (GT) Jenis Alat Tangkap Lama Operasi (jam) Daerah Operasi Pendapatan per orang-trip (Rp) 1 4 Trawl 12 Selat Madura 20,000 50, Trawl 360 Selat Madura 100, , Trawl 216 Selat Madura 50, , Trawl Teri 12 Selat Madura 300, , Trawl 12 Selat Madura 100, , Trawl Udang 4 Selat Madura 25,000

193 15 c. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Pamekasan No Ukuran Lama Pendapatan per Jenis Alat Daerah Perahu Operasi Orang-Trip Tangkap Operasi (GT) (jam) (Rp) 1 4 Trawl 12 Selat Madura 20,000-50, Trawl 360 Selat Madura 100, , Trawl 216 Selat Madura 50,00-100, Trawl Teri 12 Selat Madura 300, , Trawl 12 Selat Madura 100, , Trawl Udang 4 Selat Madura 25,000 d. Data hasil survei lapangan tentang ukuran perahu/kapal motor, jenis alat tangkap, lama dan daerah operasi penangkapan ikan serta pendapatan bersih nelayan per trip dari PPI Dungkek (Sumenep) No Ukuran Lama Pendapatan per Daerah Perahu Jenis Alat Tangkap Operasi Orang-Trip Operasi (GT) (jam) (Rp) 1 3 Trawl Teri 12 Jadung 10,000-30, Trawl dan Gilnet 12 Jadung 10,000-50, Trawl Teri 12 Jadung 10,000-30, Trawl dan Gilnet 12 Jadung 15,000-50, Trawl Udang dan Gilnet 12 Jadung 25,000-50, Trawl Udang dan Gilnet 12 Jadung 25,000-40,000

194 16 Lampiran 8 Tabel Feedback hasil tangkapan ikan di Selat Madura oleh nelayan Situbondo dalam penerapan informasi spasial ZPPI a. Feedback hasil tangkapan pada bulan Mei 2004 No, Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 29' 48" 7 O 31' 02" 170 Lemuru O 40' 01" 7 O 27' 29" Lemuru, selar O 48' 13" 7 O 20' 48" 150 Lemuru O 36' 38" 7 O 31' 04" 100 Lemuru O 47' 01" 7 O 35' 53" 50 Lemuru O 59' 30" 7 O 28' 17" 500 Lemuru O 19' 42" 7 O 19' 20" Lemuru O 39' 10" 7 O 32' 27" Lemuru O 39' 33" 7 O 23' 56" 700 Lemuru O 43' 52" 7 O 33' 52" Lemuru O 33' 59" 7 O 28' 21" Lemuru O 44' 03" 7 O 33' 41" Lemuru b. Feedback hasil tangkapan pada bulan Juni 2004 No, Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 48' 37" 7 O 35' 56" 260 Kg Lemuru O 46' 37" 7 O 25' 54" Kg Lemuru O 38' 20" 7 O 27' 30" Kg Lemuru O 41' 15" 7 O 29' 56" 500 Kg Lemuru O 54' 50" 7 O 23' 57" Kg Lemuru c. Feedback hasil tangkapan pada bulan Juli 2003 No, Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 32' 7" 7 O 27' 10" 120 Kg Lemuru O 42' 5" 7 O 30' 21" 250 Kg Lemuru O 28' 12" 7 O 30' 15" 215 Kg Lemuru O 27' 33" 7 O 33' 40" 230 Kg Lemuru

195 17 d. Feedback hasil tangkapan pada bulan Juli 2004 No, Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 42' 47" 7 O 29' 56" O 35' 50" 7 O 23' 24" O 36' 29" 7 O 25' 44" O 33' 42" 7 O 25' 14" O 41' 22" 7 O 29' 5" O 42' 13" 7 O 21' 35" O 36' 38" 7 O 30' 13" O 38' 18" 7 O 31' 1" O 41' 26" 7 O 30' 20" O 40' 45" 7 O 29' 35" 200 Lemuru e. Feedback hasil tangkapan pada bulan Agustus 2003 No, Posisi Hasil Tangkapan Perairan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 25' 20" 7 O 20' 0" Selat Madura 160 Lemuru O 25' 20" 7 O 22' 30" Selat Madura 220 Lemuru O 40' 10" 7 O 25' 42" Selat Madura 200 Lemuru O 25' 0" 7 O 27' 20" Selat Madura 360 Lemuru O 30' 40" 7 O 32' 32" Selat Madura 310 Lemuru f. Feedback hasil tangkapan pada bulan September 2004 No, Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 56' 12" 7 O 24' 35" Lemuru O 51' 50" 7 O 34' 59" 700 Lemuru O 42' 28" 7 O 28' 17" Lemuru g. Feedback hasil tangkapan pada bulan Oktober 2003 No Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 33' 34" 7 O 25' 58" 250 Lemuru O 52' 07" 7 O 30' 56" Lemuru O 53' 10" 7 O 29' 28" Lemuru, Layang, Tongkol O 07' 42" 7 O 36' 24" Lemuru O 44' 46" 7 O 33' 35" Lemuru dan tongkol O 47' 17" 7 O 30' 12" Lemuru dan tongkol O 46' 14" 7 O 31' 58" Lemuru O 46' 48" 7 O 26' 36" 900 Lemuru dan tongkol O 44' 54" 7 O 27' 49" 20 Selar dan tongkol

196 18 h. Feedback hasil tangkapan pada bulan Oktober 2005 No Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 44' 37" 7 O 25' 12" 800 Lemuru O 44' 35" 7 O 25' 20" Lemuru dan Selar O 41' 46" 7 O 36' 11" 600 Lemuru O 44' 09" 7 O 32' 02" Layang dan Tongkol O 40' 40" 7 O 25' 11" 700 Lemuru O 40' 09" 7 O 28' 11" 600 Lemuru dan Selar O 40' 06" 7 O 26' 11" 800 Tongkol dan Layang O 41' 10" 7 O 30' 14" 650 Lemuru dan Selar O 55' 38" 7 O 18' 42" Lemuru dan Layang O 05' 07" 7 O 20' 32" 700 Layang O 42' 06" 7 O 33' 53" 600 Tongkol O 30' 57" 7 O 24' 13" 200 Layang O 53' 43" 7 O 27' 21" 850 Lemuru dan Tongkol i. Feedback hasil tangkapan pada bulan November 2003 No Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 39' 43" 7 O 26' 31" 170 Lemuru O 43' 30" 7 O 31' 20" 120 Lemuru O 50' 30" 7 O 22' 35" 300 Lemuru O 37' 41" 7 O 24' 47" 900 Lemuru O 45' 34" 7 O 29' 15" 800 Lemuru O 44' 57" 7 O 33' 18" 20 Tongkol O 45' 10" 7 O 33' 15" 300 Lemuru O 39' 34" 7 O 23' 22" 800 Lemuru j. Feedback hasil tangkapan pada bulan November 2005 No Tanggal Posisi Hasil Tangkapan Bujur (BT) Lintang (LS) Kg Jenis Ikan O 40' 06" 7 O 26' 11" Tongkol O 41' 10" 7 O 30' 14" Tongkol/Selar O 42' 6,1" 7 O 33' 53 " 800 Tongkol O 30' 57" 7 O 24' 13" 400 Layang/Selar O 36' 25" 7 O 35' 39" 700 Tongkol O 07' 05" 7 O 27' 29" Tongkol O 07' 15" 7 O 28' 00" 600 Tongkol O 07' 05" 7 O 28' 03" Tongkol O 07' 25" 7 O 28' 05" 900 Tongkol O 07' 35" 7 O 27' 39" Tongkol O 07' 30" 7 O 27' 50" Tongkol O 41' 46" 7 O 36' 11" 800 Tongkol O 42' 06" 7 O 33' 53" 400 Layang

197 19 Lampiran 9 Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing PPI dengan pola pengaturan berbentuk lingkaran a. Jumlah perahu/kapal motor pada setiap PPI dan secara keseluruhan untuk masing-masing kategori Kategori Ukuran Perahu/Kapal Motor Jumlah Perahu/Kapal Motor pada PPI (unit) Jumlah (GT) Besuki T. Pecinan P. Mimibo < b. Hasil perhitungan luas zona penangkapan masing-masing PPI Kategori Zona Penangkapan Berdasarkan Jarak dari Titik Pusat (km) Luas masing-masing kategori zona ring penangkapan (km 2 ) Besuki T. Pecinan P. Mimibo Jumlah (km 2 ) < 4 37,39 23,21 30,59 91, ,44 174,13 120,27 459, ,15 568,25 449, ,16 c. Hasil perhitungan alokasi luas rata-rata per perahu/kapal motor untuk tiap kategori zona penangkapan di Situbondo Kategori Zona Penangkapan Berdasarkan Jarak dari Titik Pusat (km) Alokasi luas rata-rata per perahu/kapal motor (km 2 /unit) 0-4 0, , ,73 d. Hasil perhitungan area yang diperlukan/dipergunakan untuk kegiatan penangkapan ikan berdasarkan rata-rata luas operasi penangkapan dikalikan jumlah perahu/kapal motor Kategori Zona Penangkapan Berdasarkan Jarak dari Area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing (km 2 ) Titik Pusat (km) Besuki T. Pecinan P. Mimbo < 4 26,33 47,95 16, ,29 68,87 210, , ,85 297,91

198 20 e. Selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona (luas zona dikurangi area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing PPI Kategori Zona Penangkapan Berdasarkan Jarak dari Selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona PPI (km 2 ) Titik Pusat (km) Besuki T, Pecinan P, Mimbo < 4 11,06-24,74 13, ,85 105,26-90, ,75-508,60 151,85 f. Jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima (potisif) dari PPI lain atau direlokasi (negatif) direlokasi ke PPI lain untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan (diperoleh dari selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona (luas zona dikurangi area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing PPI dibagi dengan luas rata-rata alokasi area penangkap) Kategori Zona Penangkapan Berdasarkan Jarak dari Titik Pusat (km) Jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima dari PPI lain atau direlokasi direkali ke PPI lain (unit) Besuki T. Pecinan P. Mimbo <

199 21 Lampiran 10 Perhitungan alokasi perahu/kapal motor untuk setiap kategori perahu motor pada setiap zona penangkapan pada masing-masing PPI dengan pola pengaturan berbentuk sejajar garis pantai a. Hasil perhitungan luas zona penangkapan masing-masing PPI Kategori Zona Luas masing-masing kategori zona ring Penangkapan Sejajar penangkapan (km 2 ) Jumlah (km 2 ) Garis Pantai (km) Besuki T. Pecinan P. Mimbo < 4 182,06 150,7 258,41 591, ,6 193,82 427,66 883, ,9 298,44 829, ,00 b. Hasil perhitungan alokasi luas rata-rata per perahu/kapal motor untuk tiap kategori zona penangkapan di Situbondo Kategori Zona Penangkapan Sejajar Garis Pantai (km) Alokasi luas rata-rata per perahu/kapal motor (km 2 /unit) c. Hasil perhitungan area yang diperlukan/dipergunakan untuk kegiatan penangkapan ikan berdasarkan rata-rata luas operasi penangkapan dikalikan jumlah perahu/kapal motor Kategori Zona Penangkapan Sejajar Area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing (km 2 ) Garis Pantai (km) Besuki T. Pecinan P. Mimbo < 4 170,71 310,86 109, ,23 132,27 404, , ,70 321,38 d. Selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona (luas zona dikurangi area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing PPI Kategori Zona Penangkapan Sejajar Garis Pantai Selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona PPI (km 2 ) (km) Besuki T. Pecinan P. Mimbo < 4 11,35-160,16 148, ,63 61,55 23, ,98-863,26 508,28

200 22 g. Jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima (potisif) dari PPI lain atau direlokasi (negatif) ke PPI lain untuk melakukan kerjasama penangkapan ikan (diperoleh dari selisih (kelebihan atau kekurangan) area pada masing-masing zona (luas zona dikurangi Area yang digunakan oleh nelayan untuk melakukan penangkapan pada masing-masing PPI dibagi dengan luas rata-rata alokasi area penangkap) Kategori Zona Penangkapan sejajar garis pantai (km) Jumlah perahu/kapal motor yang dapat diterima dari PPI lain atau direlokasi direkali ke PPI lain (unit) Besuki T. Pecinan P. Mimbo <

201 23 Lampiran 11 Sebaran ZPPI mingguan di perairan Selat Madura Lampiran 11.1 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Desember di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Desember b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Desember

202 24 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Desember d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Desember

203 25 Lampiran 11.2 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Januari di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Januari b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Januari

204 26 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Januari d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Januari

205 27 Lampiran 11.3 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Februari di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Februari b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Februari

206 28 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga. bulan Februari d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Februari

207 29 Lampiran 11.4 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Maret di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Maret b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Maret

208 30 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Maret d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Maret

209 31 Lampiran 11.5 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan April di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan April b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan April

210 32 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan April. d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan April

211 33 Lampiran 11.6 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Mei di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Mei b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Mei

212 34 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Mei d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Mei

213 35 Lampiran 11.7 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Juni di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Juni b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Juni

214 36 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Juni d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Juni

215 37 Lampiran 11.8 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Juli di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Juli b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Juli

216 38 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Juli d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Juli

217 39 Lampiran 11.9 Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Agustus di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Agustus b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Agustus

218 40 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Agustus d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Agustus

219 41 Lampiran Sebaran ZPPI mingguan pada bulan September di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama September b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua September

220 42 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga September d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat September

221 43 Lampiran Sebaran ZPPI mingguan pada bulan Oktober di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Oktober b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Oktober

222 44 c. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Oktober d. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Oktober

223 45 Lampiran Sebaran ZPPI mingguan pada bulan November di Selat Madura bagian timur berdasarkan data penginderaan jauh a. Sebaran ZPPI pada minggu pertama pada bulan November b. Sebaran ZPPI pada minggu kedua pada bulan November

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya 99 6 PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Faktor kondisi perairan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian tentang penentuan ZPPI dan kegiatan penangkapan ikan ini adalah SPL,

Lebih terperinci

4 METODOLOGI. Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI

4 METODOLOGI. Gambar 9 Cakupan wilayah penelitian dalam informasi spasial ZPPI 48 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Juni 2005 sampai dengan Desember 2007, dengan fokus daerah penelitian di kawasan laut Kabupaten Situbondo, Jawa Timur dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR

ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR ANALISIS SPASIAL SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN LAUT JAWA PADA MUSIM TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN DATA DIGITAL SATELIT NOAA 16 -AVHRR Oleh : MIRA YUSNIATI C06498067 SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

Oleh : NIA SALMA PRlYANTl. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan C 31.

Oleh : NIA SALMA PRlYANTl. Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan C 31. STUDl DAERAH PENANGKAPAN RAWAl TUNA Dl PERAIRAN SELATAN JAWA TlMUR - BAL.1 PADA MUSlM TlMUR BERDASARKAN POLA DlSTRlBUSl SUHU PERMUKAAN LAUT ClTRA SATELIT NOAAIAVHRR DAN DATA HASIL TANGKAPAN Oleh : NIA

Lebih terperinci

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL JAKARTA

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL JAKARTA LAPORAN SURVEI PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN Makasar, 08-12 April 2012 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA

Lebih terperinci

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT MODEL SPASIAL INFORMASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110 O -120 O BT 2 O 50-7 O 50 LS) ANDRIUS Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT

Diterima: 14 Februari 2008; Disetujui: Juli 2008 ABSTRACT PENDUGAAN FRONT DAN UPWELLING MELALUI INTERPRETASI CITRA SUHU PERMUKAAN LAUT DAN CLOROFIL-A DI PERAIRAN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA Forcasting of front and upwelling by the sea surface temperature and chlorophyl-a

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN

3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 38 3 DESKRIPSI UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kabupaten Situbondo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang dikenal dengan daerah wisata pantai Pasir Putih dan cagar

Lebih terperinci

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION

PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION PENENTUAN ARUS PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT NOAA DAN METODE MAXIMUM CROSS CORRELATION Tugas Akhir Disusun untuk memenuhi syarat kurikuler untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Oseanografi

Lebih terperinci

Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh

Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu: tahap pertama pengumpulan data lapang pada titik-titik lokasi dan hasil tangkapan ikan layang dan tahap kedua pengolahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang 10 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SPL, Klorofil-a, Angin dan Gelombang Narendra (1993) menggunakan data satelit NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,3-11,3 µm dan 11,5-12,5

Lebih terperinci

Penulis lahir di Situbondo (Jawa Timur) pada tanggal 19 Oktober 1953, anak pertama dari 5 bersaudara dari ayah H. Asna'i dan ibu Hj. Yatim.

Penulis lahir di Situbondo (Jawa Timur) pada tanggal 19 Oktober 1953, anak pertama dari 5 bersaudara dari ayah H. Asna'i dan ibu Hj. Yatim. Penulis lahir di Situbondo (Jawa Timur) pada tanggal 19 Oktober 1953, anak pertama dari 5 bersaudara dari ayah H. Asna'i dan ibu Hj. Yatim. Penulis menikah dengan Erna Marliana, dikaruniai 5 anak yaitu

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 11 No. 2 Juli 2015: 1128-1132 Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu Widya Novia Lestari, Lizalidiawati, Suwarsono,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA

ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA ANALISA PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DENGAN PARAMETER FISIKA MAUPUN KIMIA MENGGUNAKAN CITRA TERRA MODIS DI DAERAH SELAT MADURA Astrolabe Sian Prasetya 1, Bangun Muljo Sukojo 2, dan Hepi Hapsari

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut 5,8 juta km 2 atau 3/4 dari total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimiliki Indonesia memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia,

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR DETERMINATION OF FISHING AREA OF Euthynnus affinis BASED

Lebih terperinci

KETERKAITAN VARIBILITAS ANGIN TERHADAP PERUBAHAN KESUBURAN DAN POTENSI DAERAH PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN JEPARA

KETERKAITAN VARIBILITAS ANGIN TERHADAP PERUBAHAN KESUBURAN DAN POTENSI DAERAH PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 158 164 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KETERKAITAN VARIBILITAS ANGIN TERHADAP PERUBAHAN KESUBURAN DAN POTENSI DAERAH

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN.

ABSTRAK. JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. ABSTRAK JULIANI. Optimasi Upaya Penangkapan Udang di Perairan Delta Mahakam dan Sekitarnya. Dibimbing oleh M. FEDI A. SONDITA dan ZULKARNAIN. Penelitian ini mengkaji optimasi upaya penangkapan udang di

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN TINGKAT RESIKO TSUNAMI DI KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Ernawati Sengaji C64103064 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PROPOSAL BIMBINGAN TEKNIS PEMANFAATAN INFORMASI ZPPI BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH

PROPOSAL BIMBINGAN TEKNIS PEMANFAATAN INFORMASI ZPPI BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH PROPOSAL BIMBINGAN TEKNIS PEMANFAATAN INFORMASI ZPPI BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: 1-10 ISSN 2087-4871 HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA WAKTU TERJADI EL NINO BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH

IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA WAKTU TERJADI EL NINO BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN DI SELAT MADURA WAKTU TERJADI EL NINO BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH Bidawi Hasyim Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN e-mail: bidawi_hs@yahoo.com

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT

VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT VARIABILITAS SPASIAL DAN TEMPORAL SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KONSENTRASI KLOROFIL-a MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS DI PERAIRAN SUMATERA BARAT Muslim 1), Usman 2), Alit Hindri Yani 2) E-mail: muslimfcb@gmail.com

Lebih terperinci

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, ABSTRAK

Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha,   ABSTRAK ANALISIS PARAMETER OSEANOGRAFI MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN BERBASIS WEB (Sebaran Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Tinggi Permukaan Laut) Rochmady Staf Pengajar STP - Wuna, Raha, e-mail

Lebih terperinci

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT)

KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) KERAGAMAN SUHU DAN KECEPATAN ARUS DI SELAT MAKASSAR PERIODE JULI 2005 JUNI 2006 (Mooring INSTANT) Oleh: Ince Mochammad Arief Akbar C64102063 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) UNTUK MENDUKUNG USAHA PENINGKATAN PRODUKSI DAN EFISIENSI OPERASI PENANGKAPAN IKAN

PENERAPAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) UNTUK MENDUKUNG USAHA PENINGKATAN PRODUKSI DAN EFISIENSI OPERASI PENANGKAPAN IKAN 2004 Bidawi Hasyim Posted 28 February 2004 Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Pebruari 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng PENERAPAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR

KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR KARAKTERISTIK MASSA AIR ARLINDO DI PINTASAN TIMOR PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Oleh : Agus Dwi Jayanti Diah Cahyaningrum C64104051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

PERAIRAN UTARA JAWA DENGAN CITRA SATELIT NOAiVAVHRR DAN PARAMETER OCEANOGRAFI SERTA DATA HASIL TANGKAPAN PADA

PERAIRAN UTARA JAWA DENGAN CITRA SATELIT NOAiVAVHRR DAN PARAMETER OCEANOGRAFI SERTA DATA HASIL TANGKAPAN PADA !. ;,; i 1,'2,, 9 STUD1 DAERAH PENANGKAPAN IKAN LAYANG (L)ecnpke?.~~s spp) Di PERAIRAN UTARA JAWA DENGAN CITRA SATELIT NOAiVAVHRR DAN PARAMETER OCEANOGRAFI SERTA DATA HASIL TANGKAPAN PADA MUSIN1 TLMUR

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat

PENDAHULUAN. Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pantai Timur Sumatera Utara merupakan bagian dari Perairan Selat Malaka yang menjadi daerah penangkapan ikan dengan tingkat eksploitasi yang cukup tinggi. Salah satu komoditi

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT HARRY SATRIYANSON GIRSANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh, LAPAN ABSTRACT

Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi Penginderaan Jauh, LAPAN ABSTRACT APLIKASI DATA SATELIT RESOLUSI RENDAH DAN SIG UNTUK ANALISA DISTRIBUSI SPATTIAL ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SELAT MAKASSAR PERIODE : JULI - AGUSTUS 2004 Muchlisin Arief Peneliti Bidang Aplikasi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp)

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp) 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Perikanan Layang (Decapterus spp) 2.1.1 Morfologi Ikan layang atau bahasa latinnya Decapterus spp atau bahasa Inggrisnya scads tergolong ke dalam kelompok ikan-ikan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR

ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN AREA UPWELLING DI BAGIAN SELATAN SELAT MAKASSAR Analysis of Upwelling Distribution and Area Enlargement in the Southern of Makassar Strait Dwi Fajriyati Inaku Diterima:

Lebih terperinci

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH

STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH Studi Konsentrasi Klorofil - a Alifah raini/feny Arafah/Fourry Handoko STUDI KONSENTRASI KLOROFIL-A BERDASARKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH Alifah raini 1) ; Feny Arafah 1) ; Fourry Handoko 2) 1) Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Lokasi penelitian adalah Perairan Timur Laut Jawa, selatan Selat Makassar, dan Laut Flores, meliputi batas-batas area dengan koordinat 2-9 LS dan 110-126

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan

METODE PENELITIAN Bujur Timur ( BT) Gambar 5. Posisi lokasi pengamatan METODE PENELITIAN Lokasi Penelitan Penelitian ini dilakukan pada perairan barat Sumatera dan selatan Jawa - Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Batas perairan yang diamati

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

DI PERAIRAN SELAT BALI

DI PERAIRAN SELAT BALI PEMANFAATAN DATA SUHU PERMUKAAN LAUT DARI SATELIT NOAA-9 SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER INDIKATOR UPWELLING DI PERAIRAN SELAT BALI SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sajana Dalam Bidang

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI ADRIANI GUHAR L231 07 032 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI Dosen Pengampu: RIN, ASEP, DIAN, MUTA Revisi pada pertemuan ke 13-15 Sehubungan dgn MK Indraja yg dihapus. Terkait hal tersebut, silakan disesuaikan

Lebih terperinci

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE

KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 5 No. 4 Desember 2010 : 130-143 KAJIAN DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT GLOBAL MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH MICROWAVE Bidawi Hasyim, Sayidah Sulma *), dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

hayati laut pada umumnya (Simbolon et al., 2009), penyebaran organisme di laut serta pengaturannya (Nybakken 1988).

hayati laut pada umumnya (Simbolon et al., 2009), penyebaran organisme di laut serta pengaturannya (Nybakken 1988). 177 10 PEMBAHASAN UMUM Pembahasan umum ini secara keseluruhan membahas rangkuman pembahasan tentang keberlanjutan pembangunan perikanan (sustainable development). Keberlanjutan merupakan pembangunan yang

Lebih terperinci

PROPOSAL (REVISI) PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN

PROPOSAL (REVISI) PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN PROPOSAL (REVISI) PENGUATAN KAPASITAS DAERAH DAN SINERGI PEMANFAATAN INFORMASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN (ZPPI) DI SULAWESI SELATAN Peneliti Utama: Anneke K S Manoppo, S.Pi Jenis Insentif: Percepatan

Lebih terperinci