Pengaturan Jabatan Hakim untuk Menciptakan Indepedensi Peradilan. Nur Syarifah Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Desember 2014

Transkripsi

1 Pengaturan Jabatan Hakim untuk Menciptakan Indepedensi Peradilan Nur Syarifah Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan, Desember 2014

2 Topik Bahasan: 1. Prinsip-prinsip universal independensi kekuasaan kehakiman 2. Aspek aspek independensi kekuasaan kehakiman 3. Dampak jabatan hakim terhadap independensi kekuasaan kehakiman 4. Kondisi saat ini 5. Pengaturan jabatan hakim menurut prinsip-prinsip internasional 6. Payung hukum pengaturan jabatan hakim 7. Tantangan pembentukan payung hukum serta Peran MA dan KY

3 Prinsip-Prinsip Universal Independensi Kekuasaan Kehakiman Universal Declaration of Human Rights, 1948; Setiap orang berhak memperoleh keadilan melalui proses peradilan yang independen dan tidak memihak (article 10). International Covenant of Civil and Political Rights, 1966; Setiap orang berhak memperoleh keadilan melalui proses peradilan yang kompeten, independen dan tidak memihak berdasarkan hukum. (article 14). The Syracuse Draft Principle on Independence of the Judiciary, 1981; Setiap hakim bebas memutuskan berdasarkan fakta dan pemahamannya terhadap hukum tanpa pengaruh; bujukan; tekanan; ancaman atau intervensi dari pihak mana pun atau untuk alasan apapun, dan peradilan independen dari pengaruh eksekutif dan legislatif. (article 2).

4 International Bar Association Code of Minimum Standards of Judicial Independence,1982 (a) Hakim harus mendapatkan independensi personal dan independensi subtantif; (b) Independensi personal mengartikan bahwa syarat dan kondisi pelayanan peradilan dijamin secara memadai untuk memastikan bahwa hakim tidak tunduk pada kontrol eksekutif ; ( c ) Independensi substantif mengartikan bahwa dalam melaksanakan fungsi yudisialnya, hakim tidak tunduk pada apapun selain hukum dan hati nuraninya. Kekuasaan kehakiman secara keseluruhan harus mendapatkan otonomi dan independensi kolektif seperti halnya eksekutif. (Article A.1-A.2). United Nations Basic Principles on the Independence of the Judiciary, 1985; Peradilan harus memutus dengan tidak memihak, berdasarkan fakta-fakta dan sesuai dengan hukum, tanpa pembatasan; pengaruh yang tidak tepat; bujukan; tekanan; ancaman atau intervensi baik langsung maupun tidak langsung dari pihak mana pun atau untuk alasan apapun. Peradilan memiliki yurisdiksi terhadap isu hukum apapun dan harus memiliki kewenangan eksklusif untuk memutuskan apakah isu yang diajukan kepadanya sesuai dengan kompetensinya sebagaimana didefinisikan oleh hukum. Tidak boleh ada campur tangan yang tidak pantas atau tidak beralasan dalam proses peradilan. Prinsip ini tidak mengurangi hak judicial review oleh otoritas yang kompeten. (Article 2-4).

5 Universal Charter of the Judge, 1999; Hakim harus memastikan hak setiap orang untuk mendapat proses peradilan yang adil. Hakim harus mendukung hak setiap orang untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dalam waktu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh pengadilan yang independen dalam menentukan hak-hak sipil atau tindak pidana yang akan dijatuhkan. Independensi hakim sangat dibutuhkan untuk keadilan yang tidak memihak berdasarkan hukum. Semua institusi dan otoritas nasional maupun internasional harus menghormati, melindungi dan mempertahankan independensi-independensi tersebut. (Article 1). The Bangalore Principles Of Judicial Conduct, Independensi peradilan merupakan prasyarat untuk terwujudkan negara hukum dan jaminan fundamental terhadap peradilan yang adil. Seorang hakim harus menjunjung tinggi independesi peradilan baik dari aspek individu maupun institusi. (Value 1).

6 Instrumen untuk mewujudkan nilai-nilai lainnya seperti the rule of law atau nilai-nilai konstitusional Direfleksikan dalam konstitusi dan hukum negara; INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN Harus dijamin oleh negara; Wajib dihormati oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya; Dilekatkan pada dua objek: Badan/lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman; dan Hakim sebagai pelaksana fungsi peradilan (pemeriksa dan pemutus perkara).

7 A. INDEPENDENSI KOLEKTIF INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN* Diberikan kepada kekuasaan kehakiman sebagai lembaga secara kolektif dalam hubungannya dengan cabang-cabang kekuasaan lainnya (institutional independency) Mensyaratkan untuk dijamin dalam konstitusi (constitutional independency) Aspek-aspek: a) Jaminan konstitusi terhadap keberadaan dan jalannya lembaga peradilan; b) Pembagian wewenang yang jelas dan tegas diantara pilar kekuasaan dalam Konstitusi; c) Hubungan dan kemandirian lembaga peradilan dengan pilar kekuasaan dan/atau lembaga negara lainnya; d) Peraturan perundangan-undangan yang menjamin/melindungi lembaga peradilan dan hakim (larangan membuat aturan/kebijakan yang merugikan hakim). PASAL 3 AYAT (2) UU NO.48/2009 : BADAN PERADILAN ADALAH LEMBAGA YANG MANDIRI DAN HARUS TERBEBAS DARI INTERVENSI PIHAK LAIN DI LUAR KEKUASAAN KEHAKIMAN. *) Shimon Shitreet, Judicial Independence: New Conceptual Dimensions and Contemporary Challenges dalam Judicial Independence: The Contemporary Debate, (Dordrecht: Martinus Nijhoff Publishers, 1985).

8 B. INDEPENDENSI INTERNAL INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN (lanjutan) Kemandirian kekuasaan kehakiman yang diberikan kepada hakim dalam berhubungan dengan kolega dan atasannya ketika melaksanakan tugas yudisialnya. Aspek-aspek : a) Kemandirian dari kolega dan atasan dalam memeriksa dan memutus perkara; dan b) Prosedur/manajemen administrasi perkara dan kebebasan dalam memutu c) Pasal 3 ayat (1) UU No.48 Tahun 1999: Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.

9 3. INDEPENDENSI HAKIM (PERSONAL INDEPENDENCY) Diberikan kepada hakim terkait dengan jabatannya. INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN (lanjutan) 3.1. INDEPENDENSI SUBTANTIF Diberikan kepada hakim dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi memeriksa dan memutus perkara, serta menjalankan tugas resmi lainnya Aspek-aspek : a) kebebasan dalam memutus; b) sikap netral; c) jaminan kerahasiaan; d) kebebasan dari partai politik; e) menghindari konflik kepentingan PASAL 3 AYAT (1) UU NO.48 TAHUN 2009 : SETIAP HAKIM WAJIB MENJAGA KEMANDIRIAN DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN FUNGSINYA.

10 3.2. INDEPENDENSI PERSONAL (PERSONAL INDEPENDENCY) Kemandirian yang diberikan kepada hakim selama yang bersangkutan menjabat sebagai hakim dijamin secara hukum. INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN (lanjutan) Aspek-aspek : a) Pengangkatan hakim b) Masa jabatan hakim c) Penempatan hakim d) Karir hakim e) Pemberhentian hakim f) Kesejahteraan hakim g) Keamanan hakim Pengaturan Jabatan Hakim

11 Dampak Pengaturan Jabatan Hakim Terhadap Independensi dan Profesionalitas DAMPAK PENGATURAN JABATAN HAKIM Kepastian rekrutmen Kepastian masa kerja Kepastian metode promosi, mutasi Kepastian remunerasi dan kesejahteraan Kepastian hak-hak lain yang melekat pada jabatan MENDORONG KESEJAHTERAAN Kesejahteraan menekan sifat koruptif individu hakim (dorongan hakim untuk mengambil keuntungan lebih dari jabatannya karena desakan ekonomi akibat minimnya kesejahteraan) MENCIPTAKAN PROFESIONALITAS dan INDEPENDENSI Kesejahteraan yang layak menjadikan profesi hakim bermartabat, terhormat dan berwibawa. PROFESIONALITAS : menaikan dan menjaga martabat dan kehormatan hakim INDEPENDENSI : memperkuat fungsi kekuasaan kehakiman

12 PERADILAN YANG MANDIRI TERCIPTA JIKA DIDUKUNG OLEH TENAGA HAKIM YANG BERWAWASAN LUAS, INTEGRITAS MORAL YANG TINGGI; SERTA DIJAMIN KESELAMATAN DAN KESEJAHTERAANNYA (Ahmad Mujahidin, Peradilan Satu Atap di Indonesia, 2006). GUARANTEE TENURE AND SALARY FOR JUDGES (JAMINAN MASA JABATAN DAN GAJI HAKIM), SERTA JAMINAN PENGANGKATAN DAN PERSYARATAN YANG JELAS UNTUK MENJADI HAKIM MERUPAKAN HAL-HAL POKOK YANG MUTLAK DIDAPATKAN BADAN PERADILAN MAUPUN HAKIM UNTUK MENDUKUNG TERLAKSANANYA KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN. * *)PH Lane, Constitutional Aspects of Judicial Independence, dikutip dari Helen Cunningham, Fragile Bastion: Judicial Independence in the Nineties and Beyond, 1999, dan S.A. de Smith dalam Constitutional and Administrative Law. Hal pokok yang mutlak didapatkan lainnya adalah: non political appointment to a court (ketiadaaan pengaruh politik); executive and legislative non interference with court proceedings and of office holders (ketiadaan intervensi eksekutif dan legislatif dalam proses peradilan); budgetary and administrative autonomy (otonomi anggaran dan administratif); jaminan imunitas; jaminan dibolehkannya berbeda pendapat (dissenting opinion); kerahasiaan rapat musyawarah hakim; sanksi atas pelecehan terhadap kekuasaan kehakiman.

13 KETIDAKJELASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kondisi Saat Ini Hakim adalah pejabat negara ( UU No.43 Tahun 1999 dan UU No.48 Tahun 2009) Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas Kekuasaan Kehakiman (paket UU Perubahan tentang UU Peradilan Tahun 2009 sama sekali tidak menyebutkan hakim sebagai pejabat negara) peraturan perundang-undangan lain yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hak kepegawaian hakim, tidak menyebutkan hakim sebagai pejabat negara. Sebaliknya, dalam beberapa peraturan yang mengatur mengenai hak dan fasilitas pejabat negara, hakim (selain hakim agung) selalu dikecualikan PEMBIARAN ATAS KETIDAKJELASAN Penyatuan atap mengalihkan urusan SDM peradilan, termasuk hakim kepada Mahkamah Agung. Namun tidak ada penyesuaian peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SDM peradilan pasca penyatuan atap. Terjadi pembiaran oleh eksekutif dan legislatif Pembiaran berujung pada jatuhnya martabat dan kehormatan hakim, serta melemahkan fungsi kekuasaan kehakiman

14 KESEJAHTERAAN HAKIM MERUPAKAN KEWAJIBAN NEGARA MELEKAT KEPADA JABATAN HAKIM YAKNI GAJI POKOK, TUNJANGAN (JABATAN DAN KHUSUS), BIAYA DINAS, PENSIUN, RUMAH JABATAN MILIK NEGARA, JAMINAN KESEHATAN, SARANA TRANSPORTASI MILIK NEGARA DAN JAMINAN KEAMANAN Pasal 48 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang terkait dengan Badan-Badan Peradilan, Tahun 2009

15 Pengaturan Jabatan Hakim Menurut United Nations Basic Principles on the Independence of the Judiciary* Persyaratan, Rekrutmen dan Pelatihan 10. Individu yang dipilih untuk menjadi bekerja di pengadilan adalah individu yang memiliki integritas dan kemampuan yang diimbangi dengan kualifikasi dan pelatihan dalam bidang hukum. Metode rekrutmen hakim harus menjamin tidak adanya rekrutmen dengan motif yang tidak layak. Dalam rekrutmen hakim tidak boleh ada diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau pendapat lainnya, suku, status kelahiran, memiliki wawasan kebanggsaan. Masa Jabatan 11. Masa jabatan, independensi, keamanan, remunerasi, kondisi pelayanan, dan usia pensiun harus dijamin dengan memadai oleh hukum. 12. Hakim, baik diangkat maupun dipilih harus memiliki masa jabatan yang dijamin oleh hukum. 13. Promosi hakim harus dilaksanakan berdasarkan sistem merit, dengan mengutamakan kemampuan, integritas dan pengalaman hakim yang bersangkutan. Pemberhentian 18. Hakim hanya dapat diberhentikan karena alasan ketidakmampuan fisik atau pelanggaran yang membuat mereka tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna. 19. Semua tindakan disiplin atau pemberhentian harus dilaksanakan berdasarkan standar perilaku yudisial. 20. Penjatuhan sanksi disiplin atau pemberhentian harus dapat direview secara independen.. *) Resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 40/32 tanggal 29 November 1985 dan 40/146

16 Pengaturan Jabatan Hakim Menurut The Universal Charter of The Judge* MASA JABATAN Hakim tidak dapat diberhentikan, kecuali dimungkinkan oleh hukum dan hanya diputuskan melalui prosedur penegakan disiplin yang layak. Masa jabatan hakim adalah seumur hidup atau untuk suatu periode tertentu dan hal tersebut tidak boleh membahayakan independensi peradilan. Perubahan apapun yang berdampak pada usia pesiun tidak boleh berlaku retroaktif. [art.8] REKRUTMEN Rekrutmen hakim harus dilaksanakan berdasarkan faktor-faktor yang objektif dan transparan, serta berdasarkan kualifikasi yang professional. Rekrutmen harus dilaksanakan oleh badan independen, di mana termasuk di dalamnya adalah representasi dari pengadilan. [art.9] REMUNERASI DAN PENSIUN Hakim harus menerima remunerasi yang cukup untuk menjamin independensinya dari segi ekonomi (kesejahteraan). Remunerasi tidak boleh didasarkan pada hasil kerja hakim yang bersangkutan dan tidak boleh dikurangi/dipotong selama masa jabatannya. Hakim berhak pensiun dengan hak pensiun yang besarannya disesuaikan dengan tingkat keprofesionalannya. [art.13] *) Central Council of the International Association of Judges in Taipei (Taiwan) on November 17, 1999

17 PENGANGKATAN HAKIM 22. Hakim diangkat untuk seumur hidup. Alasan-alasan pemindahan dan usia pensiun harus dijamin oleh hukum Pengaturan Jabatan Hakim Menurut IBA Resolutions Minimum Standars Of Judicial Independence Hakim tidak boleh diangkat untuk periode percobaan, kecuali system hukum mengatur bahwa persyaratan untuk menjadi hakim tidak mensyaratkan adanya pengalaman praktis/pengalaman profesional 26. Rekrutmen hakim harus berdasarkan system merit TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN 27. Proses tindakan disiplin harus dilaksanakan secara adil dan memberikan kesempatan kepada hakim yang bersangkutan untuk mengajukan pembelaan melalui mekanisme hearing. Prosedur tersebut harus terekam secara gambar. Hakim yang bersangkutan dapat meminta proses tersebut dilaksanakan di depan public. Putusan disiplin harus dipublikasikan. 29. Alasan-alasan pemberhentian hakim harus didefinisikan dengan jelas dan harus ditetapkan oleh hukum. Semua tindakan disiplin harus didasarkan pada standar peradilan, dan diumumkan melalui peraturan yang ditetapkan pengadilan. 30 Hakim tidak akan diberhentikan kecuali karena alasan adanya tindak pidana, lalai, ketidakmampuan fisik atau mental yang nyata yang membuatnya tidak layak menjabat sebagai hakim. 31 Dalam sistem di mana kekuasaan untuk mendisiplinkan hakim dipegang oleh lembaga selain Legislatif, forum tindakan pendisiplinan harus dibentuk secara permanen di mana mayoritas anggotanya terdiri dari unsur peradilan.

18 Subtansi Pengaturan Jabatan Hakim untuk Memastikan Independensi dan Profesionalitas Hakim REKRUTMEN Standar internasional rekrutmen hakim 1. Tidak ada metode standar yang baku, diserahkan kepada masingmasing negara 2. Prinsip-prinsip universal sebagai persyaratan objektif: integritas dan pengetahuan/kompetensi dalam bidang hukum 3. Mekanisme seleksi: transparan, imparsial, independen, tidak ada intervensi politik, terdapat representasi pengadilan PENGANGKATAN dan MASA JABATAN 1. Wajib diatur/dijamin secara memadai oleh hukum, untuk kepastian; independensi; dan keamanan hakim 2. Masa jabatan: dapat diatur seumur hidup, dengan dibatasi usia pensiun atau untuk suatu periode yang jelas yang diatur menurut hukum 3. Tidak boleh ada masa percobaan, kecuali dalam sistem rekrutmen tertutup 4. Perubahan apapun yang berdampak pada usia pesiun tidak boleh berlaku retroaktif

19 Subtansi Pengaturan Jabatan Hakim untuk Memastikan Independensi dan Profesionalitas Hakim PROMOSI Wajib dilaksanakan berdasarkan sistem merit, dengan mengutamakan kemampuan, integritas dan pengalaman hakim yang bersangkutan. PEMBERHENTIAN Hanya dapat diberhentikan karena alasan ketidakmampuan fisik atau pelanggaran yang membuat mereka tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Tindakan disiplin atau pemberhentian harus dilaksanakan prosedur penegakan disiplin yang layak. REMUNERASI 1. Besaran remunerasi harus mampu menjamin kehidupan yang layak 2. Remunerasi tidak boleh didasarkan pada hasil kerja hakim yang bersangkutan dan tidak boleh dikurangi/dipotong selama masa jabatannya. 3. Berhak pensiun dengan hak pensiun yang besarannya disesuaikan dengan tingkat keprofesionalannya

20 BENTUK PAYUNG HUKUM : UNDANG-UNDANG Payung Hukum Pengaturan Jabatan Hakim PERTIMBANGAN: 1. Materi muatan UU adalah hal-hal yang diperintahkan oleh suatu UU untuk diatur dengan UU (Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 jo. UU No.12 Tahun 2011); 2. Jabatan hakim sebagai pejabat negara sudah dinegasikan di Pasal 19 UU No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 122 UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN. UU Jabatan Hakim sebagai lex specialis; 3. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang sejajar dengan eksekutif. Tidak tepat jika pengaturan jabatan hakim diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh eksekutif, kecuali pada tingkatan peraturan pelaksanaan; 4. Status hakim adalah konsekuensi dari sistem penyatuan atap, yang punya dampak fundamental terhadap susunan organisasi badan peradilan, khususnya terhadap status dan pengelolaan hakim dari tingkat pertama hingga MA;

21 Payung Hukum Pengaturan Jabatan Hakim 5. Proses rekrutmen melibatkan setidaknya dua lembaga negara yaitu KY dan MA, dan juga pada titik tertentu mempertimbangkan persoalan formasi dan keuangan negara; 6. Pengaturan jabatan hakim di berbagai negara diatur dalam UU, antara lain: Belanda, Dutch Judicial Officers Act, 2001 Canada: Judges Act, 1985 Queensland, Judges Act, 1957 India, Judges Inquiry Act, 1968 New Zealand, Supreme Court Judges Act, 1958 Zambia, Judges Condition and Service Act Azerbaijan, Courts and Judges Act, 1997 Afrika Selatan, Judges Remuneration and Conditions of Employment Act, 2001

22 Tantangan Dalam Membentuk Payung Hukum serta Peran MA dan KY TANTANGAN: a) Subtansi: karakter pejabat negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan saat ini berbeda dengan karakter hakim (diperoleh berdasarkan proses pemilihan politik atau penunjukkan; merupakan unsur pimpinan lembaga negara atau lembaga tertinggi negara; tidak ada jenjang karir setelah penunjukkannya; mempunyai masa jabatan tertentu) a) Proses advokasi UU PERAN MAHKAMAH AGUNG a) Terlibat aktif dalam perumusan draft payung hukum pengaturan jabatan hakim sebagai pejabat negara b) Mengadvokasikan draft kepada DPR dan eksekutif c) Mengawal pembahasan draft PERAN KOMISI YUDISIAL Mendorong advokasi draft kepada DPR dan eksekutif bagian dari peran menjaga martabat dan kehormatan hakim

23 Terima Kasih