MAKALAH BIOLOGI KONSERVASI PENINJAUAN SITU LEBAKWANGI SEBAGAI KAWASAN PERLINDUNGAN
|
|
- Djaja Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 MAKALAH BIOLOGI KONSERVASI PENINJAUAN SITU LEBAKWANGI SEBAGAI KAWASAN PERLINDUNGAN Dosen Pengampu DR. Fahma Wijayanti, M.Si Disusun Oleh: Kelompok 2 1. Maulana Malik Assayidin Jeanne Isbeanny L Puri Dwi Nurmaulida ` Muhammad Amin JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
2 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tumbuh berkembangnya wilayah perkotaan, pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat pertumbuhan penduduk, munculnya pusat-pusat aktivitas perkotaan seperti kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang cenderung mendesak akan kebutuhan ruang dan tanah. Hal inilah yang menyebabkan munculnya alih fungsi tanah-tanah produktif dan atau kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan dirubah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ruang dan tanah, baik untuk kepentingan pembangunan pusat-pusat dan fasilitas kegiatan kota, maupun pemukiman. Meningkatnya laju tekanan terhadap ruang dan tanah di daerah Bogor dan sekitarnya, menyebabkan berbagai macam fenomena masalah, salah satu di antaranya hilangnya kawasan-kawasan perlindungan wilayah perkotaan, seperti kawasan sempadan sungai (bantaran sungai), kawasan perlindungan pantai (sempadan pantai). Seperti halnya daerah di Situ Lebakwangi yang semakin terdesak untuk kepentingan permukiman, yang seharusnya dipertahankan dan dilindungi atas nilai-nilai keasliannya, serta fungsi dan peranannya. Kondisi inilah yang memacu timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan fisik kritis wilayah perkotaan. Menurut John dan Mackinnon 1990, pelestarian sumber daya alam dapat dicapai dengan cara menjaga sistem penopang kehidupan dan pembangunan, melestarikam sumber keanekaragaman plasma nutfah yang diperlukan bagi program budidaya, menjamin kesinambungan pendayagunaan spesies dan ekosistem oleh manusia. Daerah Sempadan Sungai, khususnya diperkotaan yaitu sungai yang membelah kota, dimana pemenuhan 20% RTH untuk publik, 2% diharapkan berasal dari RTH sempadan sungai, sekaligus sebagai kawasan yang berfungsi sebagai penyangga erosi yang terjadi pada pinggiran sungai, sehingga sungai dapat terjaga dari perluasan atau penyempitan aliran sungai yang diakibatkan longsor atau erosi. Ruang terbuka hijau merupakan bagian penting dari struktur pembentuk kawasan, dimana ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kawasan yang juga diperuntukkan sebagai ruang terbuka penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan dan budaya suatu kawasan. Keberadaan ruang terbuka hijau sangatlah diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan. Ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi
3 intrinsik sebagai penunjang ekologis dan fungsi ekstrinsik yaitu fungsi arsitektural (estetika), fungsi sosial dan ekonomi. Ruang terbuka hijau dengan fungsi ekologisnya bertujuan untuk menunjang keberlangsungan fisik suatu kawasan dimana ruang terbuka hijau tersebut merupakan suatu bentuk ruang terbuka hijau yang berlokasi, berukuran dan memiliki bentuk yang pasti di dalam suatu kawasan. Upaya pengendalian ini dikenal dengan istilah konservasi daerah aliran su ngai atau konservasi DAS. Pada umumnya konservasi DAS dilakukan bertujuan untuk memberikan perlindungan badan sungai, baik palung, bantaran, maupun sempadan sungai, danpencegahan pencemaran air sungai yang ditujukan untuk mempertahankan kualitas air sungai sesuai dengan peruntukannya (Yulistianto, 2013). 2. Tujuan Memaparkan fenomena aspek permasalahan pengelolaan kawasan perlindungan di daerah Situ lebakwangi, mengetahui aspek aspek penilaian pertimbangan penentuan kawasan perlindungan serta pengertian dan manfaat adanya kawasan perlindungan atau kawasan konservasi. 3. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan kawasan perlindungan (kawasan konservasi)? b. Apa manfaat adanya kawasan perlindungan? c. Apa sajakah aspek aspek penilaian dan pertimbangan yang digunakan untuk menentukan kawasan perlindungan? d. Bagaimana hasil tinjauan daerah Situ Lebakwangi berkaitan dengan penentuan kawasan perlindungannya?
4 BAB II PEMBAHASAN 1. Definisi Kawasan Konservasi Istilah konservasi itu selalu dikaitkan (lekat) dengan Sumber Daya Alam (SDA). Konservasi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk melestarikan atau melindungi alam, jadi konservasi adalah upaya pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan. Konservasi yang -mungkin- sering dikenal adalah konservasi di bidang kehutanan dan KSDAHE. Padahal konservasi itu hanyalah salah satu (sebagian kecil) saja dari kegiatan konservasi SDA. Bila melihat aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SDA di Indonesia, pengaturan konservasi itu dapat di temui di: a) UU No. 5/1990 KSDAHE; b) UU No. 41/1999 Kehutanan; c) UU No. 27/2003 Panas Bumi; d) UU No. 7/2004 SD Air; e) UU No. 18/2004 Perkebunan; f) UU 26/2007 Tata Ruang; g) UU No. 27/2007 PWPPK; h) UU No. 30/2007 Energi; i) UU No. 4/2009 Minerba; j) UU No. 32/2009 PPLH; k) UU 45/2009 Perikanan; l) dan bahkan di UU yang dibatalkan MK yakni, UU No. 22/2001 Migas. Secara gamblang soal konservasi ini (secara umum) dapat dirujuk dari UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (secara khusus tentu diatur oleh UU perbidangnya). Dalam Pasal 1 angka 18 diberikan pengertian: Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Kemudian di dalam Pasal 57 ayat (2) disebutkan bentuk kegiatan konservasi itu meliputi: perlindungan SDA; pengawetan SDA; pemanfaatan secara lestari SDA. Sedang di dalam penjelasan Pasal 57 ayat (1) huruf a ditegaskan: Konservasi sumber daya alam meliputi, antara lain, konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst Tentang kawasan konservasi apa pengertiannya dan apa saja kawasan konservasi itu hampir semua UU dalam kelompok SDA itu tidak menjelaskan dan mengaturnya secara gamblang. Namun istilah kawasan konservasi disebut itu pun hanya di beberapa UU antara lain: Pasal 1 angka 20 UU No.27/2007 tentang PWPPK; Pasal 23 ayat (1) huruf e UU 32/2009 tentang PPLH; Pasal 5 ayat (5) UU No. 27/2007 tentang Penataan Ruang menyebut dengan Kawasan Konservasi Warisan Budaya; UU No. 45/2009 tentang Perikanan banyak menyebut Kawasan Konservasi Perairan. Justru UU No. 5/1990 tentang KSDAHE dan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan tidak menyebutnya.
5 Bila mencermati bahwa pengertian konservasi adalah pelestarian atau perlindungan, justru istilah ini dapat ditemukan dan dapat dirujuk sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 angka 21 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan: Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Selanjutnya rujukan berikutnya adalah dipertegas dalam peraturan pelaksananya yang diatur dalam Kepres No. 32/1990 tentang Kawasan Lindung, yang telah memberikan pengertian serupa. Dari Kepres No. 32/1990 tentang Kawasan Lindung inilah (sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 s/d 6) dapat kita ketahui apa saja bentuk-bentuk kawasan lindung itu, yang antara lain: (a) Kawasan yang memberikan perlindungan Kawasan Bawahannya (terdiri dari: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air), (b) Kawasan Perlindungan setempat (tediri dari: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air); (c) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya (Terdiri dari: kawasan suaka alam; kawasan suaka alam laut dan perairan lainya; kawasan pantai berhutan bakau; taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam; kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan); (d) Kawasan Rawan Bencana Alam (Tidak disebut rinci apa saja hanya kriterianya, yaitu kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor); (e) Kawasan-kawasan inilah yang disebut Kawasan Konservasi, jadi tidak hanya di hutan-hutan, gunung-gunung atau taman nasional, maupun cagar alam sebagaimana yang selama masyarakat kenal. Perlu dicermati juga sebagai perspektif lain dan pelengkap bahwa selain terdapat pengaturan konservasi dan bentuk-bentuknya yang ditetapkan dengan hukum negara, perlu dipahami juga bahwa terdapat pula aturan-aturan konservasi dan bentuk-bentuknya yang diatur dengan nilai-nilai kearifan lokal, seperti misalnya sasi, lubuk larangan, pamali, dsb. yang semuanya juga berlaku melengkapi hukum negara karena keberadaannya jauh sudah ada lebih dahulu ketimbang konservasi-konservasi yang diatur dengan hukum negara 2. Manfaat Kawasan Perlindungan Menurut Wijayanti dalam John dan Mackinnon (1990) kawasan perlindungan yang baik akan dapat memberikan manfaat diantaranya: a. Memelihara stabilitaslingkungan wilayah sekitarnya b. Memelihara kapasitas prodiksi ekosistem. c. Menyediakan kesempatan bagi berlangsungnya penelitian dan pementauan spesies maupun ekosistem alami serta kaitannya dengan pembangunan
6 d. Menyediakan kesempatan bagi terselenggaranya pendidikan pelestarian untuk masyarakat umum dan pengambilan keputusan e. Meyediakan kesempatan bagi terlaksananya pembangunan pedesaan yang saling mengisi serta pemanfaatan secara rasional tanah tanah marjnal. f. Menyediakan lokasi bagi pengembangan rekreasi dan wisata. 3. Aspek Aspek Penilaian Penentuan Kawasan Perlindungan Menurut John dan Mackinnon (1990) beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan dasar penentuan kategori kawasan adalah: a. Ciri ciri Biologi Tingginya keanekaragaman spesies, keunikan, ciri khas potensi, endemisitas dan status populasi spesies merupakan ciri ciri biologi yang menentukan tujuan pengelolan suatu kawasan. b. Kadar perlakuan pnegelolaan yang diperlukan Suatu kawasan perlindungan menjadi mungkin atau tidak mungkin dikelola sebagai kawasan perlindungan dengan tujuan tertentu karena kendala fisik, ekonomi ataupun sosial. c. Kadar toleransi atau kerapuhan ekosistem d. Tipe pemanfaatan yang sesuai tujuan peruntukan e. Tingkat permintaan dan kepraktiksan pengelolaan Suatu kawasan mendapat prioritas tinggi untuk dikelola sebagai kawasan perlindungan apabila permintaan akan perlindungan kawasan tersebut tinggi. Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, suatu kawasan perlindungan dapat dikaji berdasarkan aspek ekologi, sosial, ekonomi, regional, dan pragmatik. Berdasarkan aspek ekologi, beberapa pertimbangan yang menjadi acuan anatara lain keanekaragaman, alamiah, ketergantungan, perwakilan (Representatives), keunikan, integritas, produktivitas, dan kerentanan. Berdasarkan aspek sosial yang menjadi acuan antara lain penerimaan masyarakat, kesehatan masyarakat, rekreasi, budaya, estetika, konflik, dan penyelamatan. Sedangkan menurut aspek ekonomi yang menjadi acuan adalah kepentingan untuk spesies, kepentingan untuk perikanan, keuntungan ekonomi, dan pariwisata. Berdasarkan aspek regional yang dikaji yakni perwakilan wilayah dan pengaruh subwilayah, sementara menurut aspek pragmatis kawasan perlindungan dikaji atas dasar pertimbangan urgensi, ukuran, tingkat ancama, keefektifan, peluang, ketersediaan dan pemulihan (Wijayanti, 2014).
7 4. Situ Lebak Wangi sebagai Kawasan Perlindungan a. Kondisi Situ Lebakwangi Situ merupakan daerah cekungan yang dapat menampung air dan bisa juga merupakan bagian dari sungai yang melebar. Selain berfungsi sebagai sumber air, situ juga berfungsi sebagai pengendali banjir, kekeringan serta berfungsi sebagai resapan untuk meningkatkan ketersediaan air tanah. Situ juga memiliki manfaat lain yaitu untuk perikanan, pariwisata dan lain-lain, sehingga keberadaan situ tersebut bila dikelola dengan baik akan dapat memberikan nilai tambah bagi daerah sekitar. Situ Lebak Wangi berada di Desa Pamegarsari RT 02/01, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.Kondisi Situ Lebak Wangi saat ini sangat memprihatinkan dimana terjadi pendangkalan akibat sedimentasi, dan penimbunan oleh masyarakat. Hal ini diperparah lagi dengan adanya penyerobotan atas lahan situ sehingga terjadi alih fungsi menjadi perumahan atau lahan pertanian (Sriyono, 2013). b. Hasil Penilaian Kawasan Tabel 1. Penilaian umum terhadap kriteria dan indikator untuk menentukan spesies prioritas Kriteria dan Indikator Uraian Skor 1. Endemisitas spesies 1.1. Endemik Lokal Spesies yang hanya ditemukan di salah satu lokasi tertentu, dengan daerah 25 penyebaran yang sangat terbatas. 1.2 Endemik regional Endemik Nasional Non endemik Spesies yang tidak endemik 5 2. Status Populasi 2.1 Populasi di alami kecil 2.2 Populasi global terbesar di Indonesia 2.3 Jarang 2.4 Sedang menurun drastis 2.5 Rentan 3. Kondisi Habitat 3.1 Habitat yang sesuai hampir habis jumlah spesies yang di alam memiliki jumlah individu yang kecil Spesies yang ditemukan di beberapa negara, tetapi sebagian besar populasi ada di wilayah Indonesia Spesies yang di alam memiliki kepadatan populasi yang rendah, sehingga jarang dijumpai di alam Spesies yang di alam memiliki kepadatan populasi yang rendah, sehingga jarang dijumpai di alam Spesies yang mudah musnah secara alami / buatan
8 3.2 Habitat yang sesuai mengalami penurunan 3.3 Habitat yang sesuai cukup tersedia dan stabil 4. Keterancaman Spesies yang habitat alaminya mengalami penurunan Spesies yang habitat alaminya cukup tersedia dan stabil Spesies mengalami gangguan serius akibat perburuan Spesies yang banyak ditangkap/diburu untuk dibunuh / dimusnahkan 4.2 Spesies mengalami gangguan serius akibat penangkapan untuk perdagangan Spesies yang banyak ditangkap/diburu secara besar besaran untuk diperdagangkan 4.3 Spesies mengalami gangguan serius akibat penangkapan untuk keperluan budaya Spesies yang populasinya menurun akibat praktek pertanian dan perkebunan yang tidak ramah lingkungan, dan konversi lahan 4.4 Spesies mengalami gangguan serius akibat praktek pertanian/perkebunan yang tidak ramah lingkungan, kebakaran dan konversi lahan Spesies yang populasinya menurun akibat praktek pertanian dan perkebunan yang tidak ramah lingkungan, dan konversi lahan Spesies tidak mengalami gangguan serius di alam Spesies yang populasinya cenderung stabil, tanpa gangguan akibat praktek pertanian dan perkebunan yang tidak ramah lingkungan, dan konversi lahan 5 5. Status Pengelolaan Spesies 5.1 Manajemen spesies belum ada sama sekali Spesies yang belum memperoleh perhatian cukup dari sisi pengelolaan Sudah terdapat manajemen spesies Spesies yang telah memperoleh perhatian cukup dari sisi pengelolaan Seperti yang telah kita lihat di atas, kriteria kriteria tersebut diuraikan menjadi indikator indikator yang memiliki bobot / skor yang menggambarkan tingkat kepentingannya. Dalam pengujian ini setiap spesies yang dinilai memiliki skor total yang merupakan akumulasi dari tiap tiap skor indikator indikator tersebut. besarnya skor total tersebut menunjukkan tingkat kepentingannya untuk dikonservasi. (Wijayanti, 2014). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutananan Nomor 57/Menhut/II/2008 penilaian atau pembobotan umum untuk masing masing kriteria dan indikator guna menentukan spesies prioritas memiliki total nilai tertinggi 5
9 untuk pembobotan adalah 100 untuk kriteria endimisitas spesies, status populasi, kondisi habitat, keterancaman, dan status pengelolaan spesies. Berdasarkan hasil observasi kriteria penilaian di atas, diperoleh total skor 60 dari total nilai tertinggi yakni 100. Hal ini menunjukkan bahwa Situ Lebakwangi cukup pantas untuk dijadikan sebagai tempat perlindungan. Tabel 2. Skor berdasarkan keuntungan lingkungan Zona perlindungan DAS dengan Prioritas tinggi (skor/nilai) DAS dengan Prioritas rendah (skor rendah) Hutan Lindung bagi daerah sungai dan pantai (skor/rendah) Hutan penegendali iklim (skor/ nilai) % % % Kriteria penilaian ini memberikan nilai tinggi pada kawasan yang melindungi daerah aliran sungai penting, khususnya daerah yang tinggi tingkat erosinya, daerah yang menampung sumber air bagi penduduk dan daerah yang penting bagi perairan pertanian yang luas. Berdasarkan kriteria di atas, Situ Lebakwangi adalah DAS dengan prioritas tinggi karena merupakan daerah yang menampung sumber air bagi penduduk dan daerah yang penting bagi perairan dan pertaniannya yang cukup luas. Adapun luas Situ Lebakwangi 30-60% dari pemukiman penduduk sehingga skor yang didapatkan adalah 3. Tabel 3. Skor berdasarkan konflik tataguna lahan Penggunaan lahan Skor atau nilai Lahan untuk pembangunan perkotaan atau pertanian irigasi, pertanian lahan kering permanen atau kehutanan dengan 1 produktifitas tinggi Lahan untuk pembangunan perkotaan atau pertanian lahan kering 2 permanen atau kehutanan dengan produktivitas tinggi Lahan yang tidak cocok untuk pertanian atau pembalakan 3 Kriteria ini memberikan nilai tinggi untuk kawasan yang tidak bersaing dengan alternatif penggunaan lain. Berdasarkan hasil peninjauan lokasi, Situ Lebakwangi termasuk dalam kategori lahan yang sekarang ini menjadi lahan untuk pembangunan perkotaan serta pertanian lahan kering yang dibuktikan dengan adanya pendangkalan akibat sedimentasi, dan penimbunan oleh masyarakat. Hal ini diperparah lagi dengan adanya penyerobotan atas lahan situ sehingga terjadi alih fungsi menjadi perumahan atau lahan pertanian. Berdasarkan hal ini penilaian terhadap konflik tataguna lahan Situ Lebakwangi memperoleh nilai 2. Tabel 4. Skor berdasarkan prioritas pelestarian Prioritas perlindungan Skor atau nilai Prioritas 1 3 Prioritas 2 2 Prioritas 3 1 Kriteria ini berdasarkan evaluasi prioritas perlindungan sebagiamana ditetapkan oleh FAQ. Berdasarkan hasil peninjauan lokasi, Situ Lebakwangi masuk kedalam prioritas 3, yakni prioritas yang diberikan kepada kawasan yang memiliki kepentingan pelestarian rendah, yang
10 umumnya tidak memiliki daaya tarik nasional, namun cukup memberikan perlindungan pada tingkat regional sehingga diberi skor 1. Tabel 5. Skor berdasarkan nilai khusus isi areal Isi kawasan Skor atau nilai Kawasan yang mengandung banyak jenis yang bernilai tinggi atau kepentingan khusus 3 Kawasan yang mengandung beberapa jenis dengan nilai tinggi dan kepentingan khusus 2 Kawasan yang mengandung sedikit jenis dengan nilai tinggi dan kepentingan khusus 1 Kawasan yang tidak mengandung jenis dengan nilai tinggi dan kepentingan khusus 0 Berdasarkan penilaian khusus isi areal Situ Lebakwangi memperoleh skor 2 dengan kriteria kawasan yang mengandung beberapa jenis dengan nilai tinggi dan kepentingan khusus yakni sebagai penampung sumber air bagi penduduk. Tabel 6. Skor berdasarkan potensi turisme, rekreasi dan penelitian Isi kawasan Skor atau nilai Kawasan dengan potensi turisme dan penelitian tinggi 3 Kawasan dengan potensi turisme dan penelitian sedang 3 Kawasan dengan potensi turisme dan penelitian rendah 2 Kawasan dengan potensi turisme sedang dan penelitian tinggi 3 Kawasan dengan potensi turisme sedang dan penelitian sedang 2 Kawasan dengan potensi turisme sedang dan penelitian rendah 1 Kawasan dengan potensi turisme rendah dan penelitian sedang 2 Kawasan dengan potensi turisme rendah dan penelitian rendah 1 Berdasarkan penilaian potensi turisme, rekreasi dan penelitian, Situ Leb1akwangi masuk kedalam kategori kawasan dengan potensi turisme, rekreasi dan penelitian sedang sehingga diperoleh skor 3.Berdasarkan aspek-aspek penilaian di atas, kami mengajukan daerah Situ Lebakwangi sebagai daerah perlindungan yakni sebagai Taman wisata. c. Penilaian Total Penilaian Skor atau Nilai Keuntungan lingkungan 1 Konflik tataguna lahan 2 Prioritas pelestarian 1 Nilai khusus isi areal 2 Potensi turisme, rekreasi dan penelitian 3 Total 9 Berdasarkan hasil penilaian di atas, kami menyimpulkan bahwa kawasan ini tidak bisa direkomendasikan sebagai kawasan konservasi dikarenakan ada beberapa faktor seperti tidak adanya spesies endemik dan keanekaragaman spesies yang rendah serta adanya konflik tata guna lahan yang ada di Situ Lebakwangi.
11 BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini adalah: a. Penentuan kawasan perlindungan ditentukan berdasarkan aspek aspek tertentu seperti aspek ekologi, sosial, ekonomi, regional dan pragmatik. b. Setiap penilaian kawasan mempunyai nilai atau bobot yang berbeda- beda tergantung dari tujuan dan tingkat kebutuhan perilndungannya.
12 DAFTAR PUSTAKA Batubara, Musfi Asyhadi Konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) Dalam Upaya Perlindungan Kawasan Situs Biting Kabupaten Lumajang. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Yogyakarta. Volume 7. Nomor 1 MacKinnon J,k Philips dan B van Ballen Lipi: Panduan Seri Lapangan: Burung burunhg di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. Penerbit LIPI dan Burung Indonesia Sriyono, Edy Penelusuran Banjir dan Kapasitas Pelimpah Situ Lebakwangi, Bogor Jawa Barat. Jurnal Teknik: Vol. 3 No. 2 Wijayanti, Fahma. Biologi Konservasi: Intergritas Teori Konservasi Alam Modern dengan Konsentrasi Alam Menurut Islam. UIN Press: Jakarta Waryono, Tarsoen Kumpulan Makalah Periode Jakarta
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci19 Oktober Ema Umilia
19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI
-157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciBAB 5 RTRW KABUPATEN
BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciDasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)
Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciSERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24
Lebih terperinciPenataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian
Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
Lebih terperinciLAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1
LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciKONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI
KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan
Lebih terperinci5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan
Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.
PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinciKeputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting
Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
Lebih terperinciSkoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11
Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana Adipandang Y 11 Multiple Criteria Evaluation (MCE) According to Smith (1980), multiple criteria evaluation (MCE) is defined as: "The weighting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya
Lebih terperinciAMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang
Lebih terperinciWarta Kebijakan. Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang. Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan tata ruang. Perencanaan Tata Ruang
No. 5, Agustus 2002 Warta Kebijakan C I F O R - C e n t e r f o r I n t e r n a t i o n a l F o r e s t r y R e s e a r c h Tata Ruang dan Proses Penataan Ruang Tata Ruang, penataan ruang dan perencanaan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun
Lebih terperinciBAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciKEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor
Lebih terperinciTema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan
Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa ruang selain
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai
Lebih terperinciBab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 39 Tahun 1996 Tentang : Jenis Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
Rencana Pola ruang adalah rencana distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Bentukan kawasan yang
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciDisajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)
Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi
Lebih terperinciOleh: Tarsoen Waryono **)
1 PENYERASIAN DAN IMPLEMENTASI PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan 1. Latar Belakang Tumbuh berkembangnya wilayah perkotaan, pada hakekatnya disebabkan oleh lajunya tingkat
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur
Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH
Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor : 2 TAHUN 2011 Tanggal : 4 Pebruari 2011 Tentang : Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperincidan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan
KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG
PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciPENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada
TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 47 TAHUN 1997 (47/1997) TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciPANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH
FORM B PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH Petunjuk Pengisian: 1. Tentukan lokasi/kawasan wisata yang akan diamati sesuai dengan tema/topik yang akan diangkat. Kemudian kaitkan
Lebih terperinciRENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI
2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir; 3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air; serta 4. Melakukan koordinasi
Lebih terperinciPELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM
PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya
Lebih terperinciNOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di
Lebih terperinciPENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinci