I. PENDAHULUAN. (Martopo, 1987). Lebih lanjut disampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. (Martopo, 1987). Lebih lanjut disampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah upaya sadar dan berencana untuk meningkatkan mutu hidup, yang dalam pelaksanaannya selalu menggunakan dan mengelola sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan (Martopo, 1987). Lebih lanjut disampaikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dengan menyerasikan sumberdaya alam dan pembangunan. Sejalan dengan proses pembangunan, bertambah pula jumlah penduduk. Kondisi tersebut membawa konsekuensi semakin tingginya tuntutan kebutuhan sumberdaya alam, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja. Apabila tidak diantisipasi secara baik, maka peningkatan pemenuhan kebutuhan tersebut cenderung menimbulkan banyak masalah, baik yang bersifat sosial, ekonomi dan ekologis, yang pada akhirnya bermuara pada penurunan daya dukung lingkungan. Penurunan daya dukung lingkungan ditunjukkan dengan sering terjadinya musibah banjir, kekeringan, erosi, tanah longsor, degradasi lahan sehingga semakin banyak menambah luas lahan kritis. Selain faktor alam, faktor utama penyebab degradasi/penurunan daya dukung lingkungan adalah tindakan manusia dalam bentuk penggundulan hutan dan tindakan pengolahan tanah tanpa memperhatikan kaidahkaidah konservasi. Kondisi penurunan daya dukung lingkungan tersebut juga terjadi dalam lingkup ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan suatu kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis yang berfungsi sebagai 1

2 pengumpul, penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara dalam sistem sungai yang kesemuanya keluar melalui outlet tunggal (Sutarno, 1993). Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan daya dukung DAS. Upaya pengendalian lahan kritis sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan daya dukung DAS telah digaungkan secara intensif sejak tahun 1976 melalui program Inpres Reboisasi dan Penghijauan, dan diikuti gerakan lainnya seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan/GN-RHL) pada tahun Upaya tersebut ternyata belum menunjukkan hasil yang maksimal bila dilihat dari semakin banyaknya jumlah DAS berkondisi kritis ( DAS prioritas) yang perlu segera ditangani. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun ( PP No. 7 Tahun 2005) disebutkan bahwa DAS berkondisi kritis semakin meningkat dari 22 DAS (1984) menjadi 39 DAS (1994) dan kemudian menjadi 62 DAS (1999). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (SK Menhut No. 328/Menhut-II/2009) menyatakan bahwa jumlah DAS berkondisi kritis yang perlu segera mendapatkan prioritas penanganan semakin bertambah menjadi 108 DAS. Kondisi ini menunjukkan lemahnya sistem pengelolaan DAS. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan aktifitasnya dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Prinsip dasar pengelolaan DAS adalah pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumberdaya alam DAS. Pengelolaannya berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian kemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas. Perencanaannya secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan 2

3 lingkungan melalui pendekatan ekosistem dengan prinsip satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan (SK. Menhut No. 52/Kpts-II/2001). Pengelolaan DAS dapat dipandang sebagai sistem sumberdaya (ekologis), satuan pengaturan tata ruang wilayah dan satuan pengembangan sosial ekonomi dimana menyiratkan keterpaduan dan keseimbangan antara prinsip produktifitas dengan konservasi sumberdaya alam (Kartodihardjo dkk, 2004). Dalam konteks satuan pengaturan tata ruang wilayah, pemerintah baik melalui Undang Undang Nomor 4 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menetapkan keberadaan kawasan hutan paling sedikit 30 % dari luas DAS. Sub DAS Ngrancah secara administrasi berada di Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan SK Menhut No. 328/Menhut-II/2009, Sub DAS Ngrancah sebagai penyusun DAS Serang termasuk salah satu dari 108 DAS dalam kondisi kritis yang perlu segera mendapatkan prioritas penanganan. Kondisi lahan, tata ruang wilayah dan tata air merupakan sebagian dari beberapa parameter yang digunakan dalam penilaian DAS prioritas. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo tahun , arahan fungsi kawasan pada Sub DAS Ngrancah adalah fungsi kawasan lindung, sementara luas kawasan hutan cukup jauh dari apa yang diamanatkan oleh permerintah yaitu tidak mencapai 1 % dari total luas Sub DAS Ngrancah. Sebagai upland Waduk Sermo, Sub DAS Ngrancah disamping mengalami permasalahan lahan kritis, erosi dan sedimentasi, juga mengalami 2 (dua) kerawanan sekaligus, yaitu kekeringan dan banjir (ditunjukkan dengan penuh/hampir meluapnya air di Waduk Sermo). Berbagai upaya pengelolaan DAS telah dilakukan di catchment area Sub DAS Ngrancah tersebut, akan tetapi kondisi yang tidak menguntungkan tersebut masih 3

4 terjadi sampai dengan saat ini. Beberapa kegagalan pengelolaan DAS yang masih terus terjadi kemungkinan disebabkan cara pandang yang masih salah terhadap ekosisistem DAS, dimana sistem/dimensi (ekologi, ekonomi, sosial budaya) penyusun ekosistem DAS dikelola secara terpisah. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, kecenderungan pengelolaan DAS yang selama ini monofungsi dengan lebih menonjolkan penanganan erosi, sedimentasi dll (ekologis) harus berubah (dilengkapi) menjadi multifungsi seperti penyedian sandang, pangan, papan, rekreasi, penyedia air, dan sebagainya (Cahyono dan Purwanto, 2006). Berangkat dari permasalahan tersebut dan mengingat di dalamnya ada obyek vital berupa waduk, diperlukan evaluasi dengan kembali pada prinsip dasar pengelolaan DAS. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan spasial ekologis dan skala multidimensi dalam pengelolaan DAS berkelanjutan untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS Perumusan Masalah Ekosistem merupakan kesatuan sumberdaya alam yang dalam keadaan kesimbangan dan dinamis melalui interaksi intensif antara komponen penyusunnya (Transley 1935 dalam Marsono, 2012). Jika hutan dan lahan sebagai ekosistem yang utuh, maka hutan dan lahan tersebut akan mempunyai mekanisme internal untuk mempertahankan diri dari ancaman degradasi (Marsono 2012). Lebih lanjut disampaikan bahwa satuan ekosistem bisa dalam berbagai skala spasial, misal skala makro seperti pulau, meso seperti kawasan DAS, dan mikro seperti berbagai tipe hutan tertentu. DAS sebagai suatu unit teritori merupakan tempat bagi sub sistem hidrologi untuk memproduksi air dan pada saat yang bersamaan sub sistem sosial ekonomi bekerja menghasilkan barang dan jasa (Fernandeaz, 1993). DAS kemudian 4

5 memproduksi berbagai dampak sampingan dari aktifitas didalamnya seperti erosi, sedimentasi, banjir, kekeringan, penurunan produktivitas lahan, dan sebagainya (Hufschmidt 1996). Dampak sampingan yang tidak diinginkan ini apabila tidak ditangani akan mengakibatkan terganggunya kondisi ekologi suatu wilayah yang berdampak pada hilangnya pendapatan masyarakat dan selanjutnya mengganggu jalannya proses pembangunan. Pendekatan pengelolaan DAS menjadi relevan kembali setelah munculnya banyak bencana dan kerugian sebagai dampak pengelolaan DAS yang buruk. Keragaman karakteristik fisik dan sosial DAS membawa konsekuensi pengelolaan DAS harus benar-benar disesuaikan dengan kondisi yang ada agar DAS yang sehat dan berkelanjutan dapat diwujudkan. Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan bersifat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Berkenaan dengan hal tersebut, para ahli sepakat untuk mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembanguan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Fauzi, 2004). Tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial (Manasinghe, 1993). Salah satu bentuk harmonisasi tersebut adalah keharmonisan spasial yang mengalokasikan areal konservasi dalam setiap pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Sub DAS Ngrancah berbentuk membulat dengan luasan yang relatif kecil, didalamnya terdapat obyek vital berupa waduk sermo, berdasarkan RTRWK masuk dalam arahan fungsi kawasan lindung. Kondisi Sub DAS yang cukup spesifik menyiratkan pentingnya aspek konservasi tanah dan air. 5

6 DAS yang berukuran kecil memiliki aliran permukaan dan penggunaan lahan yang lebih dominan pengaruhnya terhadap debit puncak, sedangkan pada DAS berukuran besar pengaruh simpanan saluran lebih dominan. Kondisi tersebut secara tidak langsung menggambarkan bahwa bentuk penggunaan lahan pada Sub DAS Ngrancah berperan penting dalam pengendalian aliran permukaan, erosi dan banjir. Penggunaan lahan Sub DAS Ngrancah didominasi oleh kebun campur, sedangkan penggunaan lahan berupa hutan tidak mencapai satu persen dari luas keseluruhan DAS. Penggunaan lahan lainnya diantaranya untuk untuk pemukiman, sawah tadah hujan, tegalan, dan lain-lain (waduk). Berdasarkan bentuk penggunaan lahan yang ada di Sub DAS Ngrancah, 68% luas Sub DAS Ngrancah ternasuk dalam tingkat bahaya erosi sedang dan 15% luas lahan tergolong tinggi (Kusumandari, 2012). Sebanyak 59,6% erosi permukaan yang terjadi akan masuk ke Waduk Sermo (Anonim, 2012). Undang Undang Nomor 4 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) Selanjutnya juga disampaikan bahwa pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan pada setiap DAS minimal 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Hal senada juga diamanahkan dalam Undang Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa atas dasar pelestarian lingkungan, rencana tata ruang wilayah (RTRW) menetapkan pertimbangan keberadaan kawasan hutan paling sedikit 30 % dari luas DAS. Ketentuan tersebut sangat jauh berbeda dengan kondisi di Sub DAS Ngrancah dimana luas kawasan hutan tidak mencapai satu persen (sekitar 0,79%) dari luas Sub DAS. Pemenuhan ketentuan 6

7 tersebut cukup sulit/rumit bila mengingat sistem ekologi berada dalam satu kesatuan sistem dengan sistem sosial-ekonomi dan sistem politik (Marsono, 2009). Bentuk pembangunan ruang terbuka hijau, hutan kota, hutan rakyat dan berbagai pola agroforestry yang telah dikenal selama ini merupakan upaya pemenuhan ketentuan tersebut sebagai penambah kawasan yang sekiranya diharapkan dapat menjalankan fungsi konservasi. Lebih lanjut disampaikan bahwa sistem ekologi tunduk pada hukum-hukum alam, sedangkan sistem politik dan sistem sosial ekonomi tunduk pada hukum-hukum yang dibuat oleh manusia. Perubahan sistem sosial-ekonomi dan sistem politik yang dilakukan oleh manusia akan mengusik keseimbangan sistem ekologi. Paradigma pendekatan pengelolaan DAS yang monofungsi (lebih menonjolkan aspek seperti erosi, sedimentasi) masih penting, tetapi paradigma pengelolaan DAS perlu dilengkapi dengan pendekatan multifungsi (seperti penyedia pangan, penyedia papan, penyedia air, rekreasi, hutan/keanekaragaman hayati, dan sebagainya) sehingga tercapai kestabilan ekosistem. Karakteristik, permasalahan dan tantangan yang berkembang di masing-masing DAS berbeda-beda, bahkan antar Sub DAS dalam satu DAS juga dapat berbeda. Terkait dengan hal tersebut, penyeragaman pengelolaan DAS sudah tidak tepat lagi Dalam pelaksanaannya, karakteristik dan permasalahan di Sub DAS Ngrancah berbeda dengan Sub DAS lain sehingga diperlukan penyesuaian pengelolaannya dengan kondisi aktual. Upaya pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan (baik dari sisi/fungsi ekologi maupun multifungsi) dapat dibangun sesuai dengan karakteristik Sub DAS Ngrancah sendiri serta tantangan/isu strategis ke depan. Berkaitan dengan 7

8 hal tersebut, beberapa masalah yang perlu diselesaikan dalam konteks keberlanjutan pengelolaan Sub DAS Ngrancah diantaranya : 1. Bagaimana membangun keharmonisan spasial melalui penentuan luas optimal hutan dan atau luas areal konservasi sehingga salah satu syarat keberlanjutan pembangunan dari apek ekologi dapat terpenuhi? 2. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan yang menyangkut penentuan berbagai dimensi dan atribut sesuai dengan karakteristik Sub DAS Ngrancah mengingat setiap DAS/Sub DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda? 3. Bagaimana hasil penilaian terhadap status keberlanjutan pengelolaan Sub DAS Ngrancah dilihat dari berbagai dimensi keberlanjutan? 4. Bagaimana membangun skenario pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan melalui perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status keberlanjutan? 1.3. Keaslian Penelitian Berbagai penelitian terkait dengan degradasi DAS ( erosi, banjir, kekeringan) dalam rangka pengelolaan DAS telah banyak dilakukan, dari berbagai penelitian tersebut diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap degradasi suatu DAS sangat beragam antara DAS yang satu dengan DAS yang lain dan bahkan antara Sub DAS penyusun suatu DAS. Keberagaman tersebut dikarenakan masing-masing DAS/Sub DAS mempunyai karakteristik biogeofisik dan sosial ekonomi budaya - kelembagaan yang berbeda-beda baik yang bersifat statis maupun dinamis, sehingga memerlukan teknik pengelolaan DAS/Sub DAS yang berbeda-beda pula. 8

9 Beberapa hasil penelitian terkait maupun penelitian yang pernah dilakukan di Sub DAS Ngrancah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1.1. Beberapa Penelitian Terkait Maupun yang pernah Dilakukan di Sub DAS Ngrancah No Peneliti Tahun Topik/Judul Metode Hasil 1 Sutarno 1993 Hasil Sedimen USLE Memprediksi Daerah Aliran besaran erosi dan Sungai Ngrancah di umur Waduk Atas Rencana Waduk Sermo Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Suharno 1999 Arahan USLE 85,17% Luas DAS Pengelolaan Lahan Ngrancah dalam dan Kelas kondisi buruk Kemampuan Lahan sampai sangat Dalam Rangka buruk Konservasi Daerah Aliran Sungai Ngrancah Kabupaten Kulon Progo 3. Hastuti 2004 Evaluasi Penggunaan Lahan Untuk Arahan Konservasi Lahan Di Daerah Aliran Sungai Serang Kulon Progo Yogyakarta 4. Susatyo 2005 Kajian Kondisi dan Dukungan Aspek Sosial Ekonomi Dalam Rangka Pelaksanaan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN- USLE. Kluster Analisis Diskriptif - Sebagian DAS Serang mempunyai nila erosi aktual melebih erosi terbolehkan - Penggunaan metode kluster untuk memudahkan evaluasi lahan dan arahan konservasi Kondisi dan Dukungan aspek soial sangat memperngaruhi keberhasilan ekonomi pelaksanaan Gerakan Nasional 9

10 RHL) di Daerah Aliran Sungai Serang 5. Thamrin 2007 Analisis Keberlanjutan Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat- Malaysia Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan 6 Nugroho 2007 Evaluasi Penggunaan Lahan Pada Berbagai Kawasan Fungsi dan Pengaruhnya TeS Ngrancah Kabupaten Kulon Progo 7. Senawi 2007 Pemodelan Spasial Ekologis Untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan (Studi di DAS Bengawan Solo) 8. Kusumandari 2012 Penanganan Konservasi Tanah dan Air Berbasis Unit Ekologis di Sub DAS Ngrancah Analisis Multi Dimension al Scalling Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN- RHL) Kondisi awal Pengembangan Wisata di areal perbatasan dalam status kurang berkelanjutan, setelah dilakukan scenario perbaikan menjadi cukup berkelanjutan USLE Sebagian besar penggunaan lahan tidak sesuai dengan USLE, Matching USLE, Analisis Vegetasi, Kluster, Matching arahan kawasan fungsi Perbandingan relatif berdasarkan genesis geomorfologi : - Untuk erosi tanah ( Volkanis > Denudasio0al>F luvial>struktura l>solusional) - Untuk Indeks Kekeringan (Solusional>stru ktural>flufial> Denudasional> Vulkanis) - Luas hutan optimal Denudasional>v ulkan>solusion al>fluvial - Diperoleh pengklasteran lahan berdasarkan parameter 10

11 Kulon Progo 9. Suwarno 2012 Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu 10 Nugraheni 2013 Perbandingan Hasil Prediksi Laju Erosi dengan metode USLE, MUSLE, RUSLE di DAS Keduang 11 Santoso 2014 Model Pengelolaan Taman Nasional Berkelanjutan Berbasis Skala Multidimensi utama dan - Penggunaan metode kluster untuk memudahkan perancangan konservasi tanah dan air berdasarkan jarak tandan MDS - Dimensi dan Atribut sudah ditetapkan pada tahap awal penelitian Ada 5 Dimensi ekologi, ekonomi, kelembagaan, eksesibilitas dan infrastruktur, sosial) dan 53 Atribut - Indeks keberlanjutan awal kurang berkelanjutan menjadi cukup berkelanjutan USLE, RUSLE, MUSLE - Perbandingan erosi untuk US:LE : USLE : RUSLE : 1 : 1,5 : 2,7 MDS - Analisis terhadap 7 dimensi dan 56 atribut - Indeks keberlanjutan awal kurang berkelanjutan menjadi cukup berkelanjutan/ 11

12 Sistem ekologi berada dalam satu kesatuan sistem dengan sistem sosial ekonomi dan politik. Sistem ekologi tunduk pada hukum-hukum alam, perlakuan/pemanfaatan yang kurang bijak akan menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya erosi dan banjir. Konsep pembangunan keberlanjutan dari aspek ekologi, setiap tahap pembangunan harus mengalokasikan kawasan konservasi untuk keharmonisan spasial. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, harmonisasi adalah upaya untuk mencari keselarasan/keserasian/kecocokan/kesesuaian. Upaya pengalokasian kawasan konservasi mengandung konsep keserasian dan juga kemanfaatan. Konsep tersebut juga tercermin pada peraturan pemerintah yang menetapkan keberadaan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas DAS. Untuk Sub DAS/DAS yang berukuran/luasnya relatif lebih kecil, pengalokasian kawasan konservasi/hutan menjadi rumit karena luasan yang terbatas. Sub DAS Ngrancah berbentuk membulat dengan luasan yang relatif kecil, didalamnya terdapat obyek vital berupa Waduk Sermo, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun masuk dalam arahan fungsi kawasan lindung. Kondisi Sub DAS yang cukup spesifik menyiratkan pentingnya aspek dan pengalokasian kawasan konservasi. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis tetap memandang penting konsep keberlanjutan dari aspek ekologi. Pada Sub DAS Ngrancah dengan kondisi yang cukup spesifik, sampai dengan saat ini belum pernag pernah ada penelitian terkait keharmonisan spasial ekologis berbasis pengendalian erosi dan neraca air (indeks kekeringan). Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa sistem ekologi berada dalam satu kesatuan sistem dengan sistem sosial-ekonomi dan sistem politik. Harmonisasi 12

13 dalam sistem dan antara sistem merupakan tujuan dari pembangunan berkelanjutan. Konsep berkelanjutan mengandung pengertian sangat multi-dimensi dan multiinterpretasi. Alikodra (2012) menyampaikan bahwa setiap konsep pembangunan harus memiliki kesesusaian dan keterkaitan antar dimensi (ekologi, ekonomi, dan sosial budaya). Untuk mengukur tingkat keberlanjutan pengelolaan Sub DAS Ngrancah, perlu disusun analisis keberlanjutan pengelolaan Sub DAS Ngrancah yang bertujuan menganalisis indeks dan status keberlanjutan Sub DAS Ngrancah. Atribut-atribut pembangunan berkelanjutan dalam setiap dimensi dapat dianalisis dan digunakan untuk menilai secara cepat status keberlanjutan dengan menggunakan metode Multidimensional Scaling (MDS) (Susilo, 2003), dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan status keberlanjutan. Metode ini awalnya digunakan pada Rapid Appraisal untuk mengevaluasi pembangunan perikanan yang dikenal dengan nama RAPFISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries) dan dibidang perikanan untuk desain sistem pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Penyesuaian/penentuan dimensi dan atribut diperlukan pada tahap awal untuk dapat menilai pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan. Proses ini bisa berulang sampai menemukan dimensi dan atribut yang relefan sesuai dengan karakteristik dan permasalahan setempat untuk penilaian keberlanjutan pengelolaan DAS. Kuesioner dimensi dan atribut merupakan instrumen yang digunakan untuk penilaian baru dapat digunakan valid dan reliable. Mengingat kondisi Sub DAS Ngrancah (berukuran relatif kecil dan membulat, terdapatnya obyek vital berupa waduk, termasuk dalam arahan fungsi kawasan lindung), penulis berusaha melakukan pendekatan secara komprehensif yang belum pernah dilakukan dalam pengelolaan DAS dengan pendekatan terhadap aspek ekologis 13

14 maupun multidimensi untuk mengetahui kondisi/status keberlanjutan dan untuk membangun skenario pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji luas hutan optimal sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengelolaan DAS berkelanjutan dari sisi keharmonisan spasial 2. Mengidentifikasi dimensi dan atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan. 3. Mengetahui status keberlanjutan pengelolaan Sub DAS Ngrancah. 4. Membangun/mengembangkan skenario pengelolaan Sub DAS Ngrancah berkelanjutan melalui perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status keberlanjutan Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan implementasi sistem perencanaan melalui penyelesaian masalah secara mendasar, sistematis dan komprehensif untuk penyusunan kebijakan pengelolaan DAS secara berkelanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan : a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi unit pelaksana teknis pengelolaan Sub DAS Ngrancah dalam rangka perencanaan dan pengelolaan serta penerapannya disesuaikan dengan kondisi/karakteristik dan kapasitas.setempat dalam pengelolaan Sub DAS Ngrancah. b. Unit pelaksana teknis pengelolaan DAS lainya dapat mengadopsi dan mengaplikasikannya yang disesuaikan dengan kondisi/karakteristik masingmasing DAS 14

15 c. Bagi ilmu pengetahuan, 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai cara memotret kondisi kekinian pengelolaan DAS/Sub DAS dari berbagai aspek dimensi dan dapat menjadi acuan upaya perbaikan untuk masing masing dimensi guna keberlanjutan pengelolaan DAS/Sub DAS. 2. Merupakan bentuk alternatif implementasi sistem perencanaan dan pengelolaan DAS/Sub DAS berkelanjutan berdasarkan analisis aspek/dimensi ekologis dan multidimensi sehingga diperoleh model pengambilan keputusan pengelolaan DAS/Sub DAS secara optimal, sistematis, dan dapat dipertanggung jawabkan. 3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam membangun skenario keberlanjutan pengelolaan DAS karena masing-masing DAS mempunyai kondisi biogeofisik dan permasalahan yang berbeda-beda sehingga tentunya akan memberikan skenario pengelolaan yang berbeda pula. 4. Merupakan terobosan implementasi bentuk kolaborasi manajemen mengingat di dalam catchment DAS/Sub DAS terdapat obyek vital berupa waduk yang perlu pengelolaan secara berkelanjutan. d. Bagi pembangunan : 1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan serta penataan ruang wilayah secara terpadu, sehingga dapat berhasil guna dan berkelanjutan 2. Mendapatkan gambaran secara obyektif dan komprehensif tentang sumberdaya alam suatu DAS/Sub DAS serta terbangunnya sarana untuk 15

16 membangun kesepahaman antar stakeholder dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS/Sub DAS secara berkelanjutan. 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki peran penting terhadap suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Setiap aktivitas yang dilakukan manusia sangat berpengaruh terhadap DAS, baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 207 ISBN: 978 602 36 072-3 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Rahardyan Nugroho Adi dan Endang Savitri Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia sehingga harus dimanfaatkan atau diambil manfaatnya. Di sisi lain dalam mengambil manfaat hutan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Hutan Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang memiliki karakter unik sebagai resultante aksi dan interaksi dari berbagai faktor, baik alami maupun pengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan yang terutama dipengaruhi oleh perubahan penutupan lahan/vegetasi dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM, SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 DAN PU.124/KPTS/1984 TAHUN 1984 TENTANG PENANGANAN KONSERVASI TANAH DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. hilir. Sandy (1996) dalam Kusumawardani (2009) mendefinisikan DAS sebagai 16 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian DAS Daerah Aliran Sungai merupakan wilayah yang dibatasi oleh topografi dimana air yang berada di wilayah tersebut akan mengalir ke outltet sungai utama hingga ke hilir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Apabila lahan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT 1 GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

FOREST LANDSCAPE RESTORATION

FOREST LANDSCAPE RESTORATION FOREST LANDSCAPE RESTORATION Indonesia Disampaikan dalam Workshop di Wanagama, 7-8 Desember 2009 Forest Landscape Restoration? Istilah pertama kali dicetuskan pada tahun 2001 oleh para ahli forest landscape

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan ekosistem alami yang sangat kompleks dan juga merupakan salah satu gudang plasma nutfah tumbuhan karena memiliki berbagai spesies tumbuhan. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN

PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN PENGEMBANGAN KONSEP MANAJEMEN ASET KELEMBAGAAN SUMBERDAYA AIR PADA SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOGAWA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bentuk common pool resources

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan teknologi penyadap dan produksi data citra digital permukaan bumi telah mengalami perkembangan sejak 1960-an. Hal ini dibuktikan dengan

Lebih terperinci

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1 Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1 Arif Ismail GIS Specialist SCBFWM Disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah konsep yang lahir dari keprihatinan masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan akibat ekstraksi sumberdaya alam berlebih.

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumberdaya alam adalah menciptakan untuk selanjutnya memertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci