HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan Sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu mempunyai karakteristik yang berbeda (Tabel 6 dan Tabel Lampiran 13-41). Bobot isi tanah nyata lebih rendah, porositas, permeabilitas dan indeks stabilitas agregat tanah (ISA) nyata lebih tinggi pada hutan alam (HA) dibandingkan pada lahan dengan agroforestri gamal (AF1) dan agroforestri kopi (AF2) serta monokultur jagung (J). Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan organik tanah yang tinggi pada hutan alam dibandingkan dengan penggunaan lahan AF1 dan AF2, sebagai dampak tingginya penutupan permukaan tanah oleh vegetasi (pohon dan tumbuhan bawah) serta serasah yang dapat memelihara dan mampu memperbaiki kualitas sifat fisik tanah yang ditunjukkan dengan rendahnya bobot isi dan tingginya porositas, permeabilitas dan indeks stabilitas agregat tanah. Tabel 6 Indeks stabilitas agregat (ISA), bobot isi (BI), porositas, permeabilitas dan bahan organik tanah pada berbagai penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu Tipe Penggunaan Lahan ISA Hutan alam (HA) 65.2 a Agroforestri 1 (AF1) 54.7 b BI (g/cm3) Porositas (%) Permea 0-30 cm cm cm bilitas cm (cm/jam) 1.0 a 1.1 ab 1.1 a 1.2 b 63.4 a 59.0 b 59.0 a 55.6 b 9.1 a 7.3 a Bahan organik (%) Agroforestri 2 (AF2) 53.4 b 1.1 b 1.2 b 58.5 b 55.7 b 5.3 b 3.8 b Jagung (J) 31.5 c 1.1 b 1.3 c 56.8 b 51.8 c 2.6 c 1.6 c Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05 menurut uji jarak berganda Duncan 7.0 a 4.2 b Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada tipe penggunaan lahan monokultur jagung indeks stabilitas agregat mempunyai kestabilan yang paling rendah dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan hutan maupun agroforestri. Berdasarkan kriteria tingkat kestabillan agregat, maka indeks stabiltas agregat yang berada pada tipe penggunaan lahan monokultur jagung sebesar 31.5 menunjukkan tingkat kestabilan agregat yang sangat tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh kontribusi jagung dalam menyumbangkan bahan serasah untuk melindungi permukaan tanah tidak memadai.

2 41 Kestabilan agregat dapat meningkat apabila terjadi peningkatan penutupan lahan yang dapat ditunjukkan pada tipe agroforestri AF1 dan AF2 sebesar 54.7 dan 53.4 yang mempunyai indeks stabilitas agregat pada kategori yang lebih stabil. Selanjutnya kemantapan agregat yang berada pada kategori stabil (65.2) pada tipe lahan hutan alam, kemungkinan disebabkan karena pengaruh eksudat akar dan jumlah populasi mikroorganisme yang cukup tinggi di sekitar perakaran. Menurut Watt et al.,(1993) akar tanaman memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah dan kemantapan agregat tanah secara langsung melalui material akar dan secara tidak langsung melalui stimulasi aktivitas mikroorganisme di sekitar perakaran. Tingginya indeks stabilitas agregat pada tipe penggunaan lahan hutan alam, juga dapat disebabkan oleh tingkat penutupan lahan yang multi strata. Lapisan tajuk vegetasi yang berlapis-lapis menyebabkan berkurangnya ketinggian jatuhnya butiran air hujan sehingga mengurangi energi tumbukan terhadap permukaan tanah yang dapat memecah agregat tanah. Sebelum curah hujan jatuh di atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu mengalami intersepsi pada tajuk sehingga mengurangi jumlah air hujan yang sampai pada permukaan tanah. Selain itu, guguran tajuk vegetasi yang sudah tua yang jatuh ke permukaaan tanah menjadi serasah yang belum mengalami dekomposisi dapat berfungsi sebagai mulsa. Selain mengurangi energi tumbukan di permukaan tanah, mulsa juga dapat menciptakan kondisi sifat fisik tanah yang optimum untuk perkembangan makro fauna dan mikroorganisme tanah. Organisme tersebut sangat berperanan dalam pembentukan bahan organik tanah. Makro fauna berperan langsung terhadap penghancuran bahan mulsa menjadi bahan yang lebih kecil. Selanjutnya bahan tersebut oleh mikroorganisme tanah berangsur mengalami dekomposisi menjadi bahan organik tanah yang merupakan bahan penyemen butir-butir primer tanah yang membentuk agregat tanah. Disamping itu mikroorganisme tanah dapat menghasilkan polisakarida, hemiselulosa dan sejumlah polimer alami lainnya yang dapat menempel pada permukaan partikel tanah melalui jembatan kation, ikatan hydrogen dan mekanisme adsorpsi anion (Santi et al., 2008). Kemantapan agregat mikro tergantung pada keberadaan bahan organik pengikat, sedangkan kemantapan agregat makro dapat terbentuk karena aktivitas perakaran tanaman dan miselium fungi. Mikroorganisme dapat memetabolisme bahan organik tanah

3 42 untuk menghasilkan eksopolisakarida yang kemudian digunakan sebagai agensia pengikat partikel agregat mikro. Agregat tanah terbentuk dari hasil pengelompokan sejumlah butir-butir primer tanah yang tersusun secara hirarki. Susunan hirarki ini berpengaruh terhadap stabilitas agregat. Apabila terjadi dispersi, maka yang terpengaruh adalah susunan hirarki yang paling bawah (partikel liat), sehingga seluruh agregat akan hancur. Tetapi bila terjadi penghancuran agregat pada susunan hirarki atas (misalnya, karena pengaruh pengolahan tanah) maka hirarki bagian bawah tidak terpengaruh. Peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik yang juga dapat mempengaruhi porositas tanah (Troeh et al.,1980). Analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi indeks stabilitas agregat menyebabkan semakin meningkatnya porositas tanah (Gambar 3). Gambar 3 Hubungan antara indeks stabilitas agregat dengan porositas tanah (%) Data porositas tanah (Tabel 6) menunjukkan bahwa pada tipe penggunaan lahan hutan alam nyata mempertahankan porositas tanah sebesar 63.4 % dibandingkan pada tipe agroforestri masing-masing 59.0 % untuk AF1 dan 58.5 % untuk AF2 maupun tipe monokultur jagung sebesar 56.8 %.

4 43 Hal ini disebabkan oleh tingginya penutupan lahan oleh vegetasi maupun serasah yang dapat melindungi permukaan tanah dari energi tumbukan air hujan. Dengan demikian, penghancuran agregat yang diawali dengan terjadinya penghancuran partikel tanah yang dapat menutup pori dapat dihindari. Agregat yang stabil dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Selain itu serasah dan akar tanaman yang sudah mati yang mengalami dekomposisi dapat memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah. Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 25) menunjukkan bahwa tipe penggunaan lahan hutan alam mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan tipe agroforestri dalam mempertahankan pori drainase cepat (%volume). Jumlah pori drainase cepat yang dijumpai di hutan sekitar 14.9 % dan pada tipe penggunaan lahan agroforestri yang berbasis gamal (AF1) ratarata sekitar 12.6 % dan agroforestri berbasis kopi (AF2) sekitar 12.2 %. Tingginya jumlah pori drainase cepat disebabkan oleh komposisi vegetasi di hutan dan agroforestri lebih banyak dan lebih rapat sehingga ketebalan serasahnya juga lebih besar. Rapatnya penutupan permukaan tanah oleh kanopi pohon, tanaman bawah dan lapisan serasah sangat membantu dalam mempertahankan jumlah pori makro. Hasil penelitian di Lampung Utara, menunjukkan bahwa masukan serasah sekitar 8 ton/ha/tahun dari hasil pangkasan Gliricidia sepium pada sistem budi daya pagar dapat meningkatkan porositas dari 45 % menjadi 55 % (Prijono et al., 1996). Perbedaan yang nyata pada jumlah pori drainase cepat yang lebih rendah yaitu sebesar 7.9 % ditunjukkan pada tipe penggunaan lahan pertanian monokultur jagung. Rendahnya jumlah pori drainase cepat disebabkan oleh permukaan tanah lebih terbuka sehingga rentan terhadap penghancuran agregat. Selain itu, kebiasaan petani melakukan pengolahan tanah secara intensif sebelum penanaman jagung dimulai juga dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah. Jumlah dan kualitas masukan serasah menentukan tebal dan tipisnya lapisan serasah yang ada di permukaan tanah. Tingginya diversitas vegetasi menyebabkan kualitas masukan serasah juga beragam dan lebih tebal. Serasah yang lebih tebal memiliki masa tinggal di permukaan tanah yang cukup lama, Hal ini dapat menciptakan kondisi kelembaban dan suhu tanah yang

5 44 mendukung aktivitas dan menyediakan sumber energi bagi biota tanah. Hasil penelitian Hairiah (2007) menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan yang nyata antara besarnya populasi cacing tanah pada sistem hutan dengan sistem kopi monokultur dan sistem kopi naungan, populasi rata-rata sekitar 82 ekor m 2 pada kedalaman 15 cm. Cacing tanah biasanya memperoleh makanannya berupa serasah di permukaan tanah dan bergerak aktif ke dalam tanah baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan demikian banyak liang dalam tanah yang ditinggalkan sehingga jumlah porositas meningkat (Fragoso et al.,1997). Tingginya jumlah pori drainase cepat memberikan gambaran hubungan pori makro antar lapisan tanah, semakin tinggi jumlah pori makro maka semakin cepat pergerakan air di dalam profil tanah. Selain itu peranan akar juga sangat menentukan yaitu dalam kemampuannya menembus lapisan tanah sehingga membentuk celah atau rongga yang mempercepat resapan air baik secara vertikal maupun secara horizontal. Hal ini dapat disebabkan perbedaan kedalaman sebaran akar pohon. Pada hutan alam atau tipe penggunaan lahan agroforestri penyebaran dan ukuran akar lebih beragam sehingga kontribusi akar terhadap pembentukan porositas tanah juga lebih tinggi. Selain itu, peningkatan porositas tanah ditentukan oleh ukuran dan padatan tanah yang dapat meningkatkan aerasi, kandungan air dan menentukan perbandingan tata udara dan air yang baik. Pori-pori akan membentuk jaringan dalam tanah dalam bentuk tiga dimensi. Porositas merupakan salah satu faktor penentu utama dari produktivitas tanah. Hal ini disebabkan karena porositas berpengaruh terhadap kemampuan tanah memegang dan melewatkan air (permeabilitas) serta aerasi yang dapat mempengaruhi perkembangan akar. Tanaman dapat tumbuh dengan baik, jika pergerakan udara, ketersediaan air, suhu dan resistensi mekanik berada dalam keadaan optimum. Meningkatnya permeabilitas tanah dapat disebabkan oleh adanya hubungan keterkaitan dengan sifat fisik tanah lainnya yaitu kestabillan agregat dan keadaan porositas tanah. Permeabilitas tanah meningkat, disebabkan terjadinya kesinambungan pori makro sehingga laju aliran lebih cepat serta meningkatnya kestabililan agregat yang mengakibatkan keutuhan pori lebih terjaga sehingga terhindar dari penyumbatan pori dari hancuran partikel tanah. Analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat porositas secara liniar meningkatkan permeabilitas tanah (Gambar 4).

6 45 Gambar 4 Hubungan antara tingkat porositas tanah (%) dengan permeabilitas tanah (cm/jam) Meningkatnya permeabilitas tanah juga dapat disebabkan oleh meningkatnya populasi dan aktivitas fauna tanah yang dapat membentuk celah atau rongga-rongga dan agregat yang stabil yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan melalukan air ke dalam tanah. Hasil penelitian Utomo (1989) mengungkapkan populasi cacing tanah pada kedalaman 0 20 cm sebesar kali lebih besar bila tanah diberi mulsa. Hasil ini sejalan dengan Edwars et al., (1988) yang menyatakan bahwa aktivitas makro fauna mempunyai kontribusi yang penting dalam meningkatkan proses infiltrasi tanah. Udara dalam ruang pori tanah umumnya didominasi oleh gas-gas O 2, N 2, dan CO 2. Hal ini penting bagi pernafasan mikroorganisme tanah dan akar tanaman, dan mempengaruhi aktivitas mikroba aerobik dan anaerobik tanah. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopores) dan pemantapan agregat karena salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah. Menurut Buckman dan Nyle (1982) mikroorganisme yang berperan adalah diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti

7 46 semen yang menyatukan agregat. Makin tinggi jumlah bahan organik tanah akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah yang ditunjukkan oleh tingkat respirasi tanah dan membantu terjadinya ikatan antara agregat-agregat tanah. Rendahnya bobot isi pada hutan alam menunjukkan lapisan tanah yang porous yang mempercepat gerakan air dan mempengaruhi daya tembus akar dan penyebarannya. Dan yang paling penting, apabila terjadi peningkatan bobot isi seperti yang terjadi pada tipe penggunaan lahan monokultur jagung akan meningkatkan pemadatan tanah yang mengakibatkan lapisan tanah membatasi pertumbuhan akar. Tingginya kandungan bahan organik tanah pada hutan alam nyata menurunkan bobot isi tanah (Tabel 6). Menurut Troeh et al. (1980), peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Tingginya kandungan bahan organik menyebabkan tanah yang padat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Demikian pula dengan aerasi tanah dan permeabilitas menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat. Berdasarkan analisis regresi menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara kandungan bahan organik dengan bobot isi, porositas, dan permeabilitas tanah (Gambar 5). (a)

8 47 (b) (c) Gambar 5 Hubungan antara kandungan bahan organik tanah (%) dengan bobot isi (a), porositas (b), dan permeabilitas (c) Laju Infiltrasi, Aliran permukaan dan Erosi Laju infiltrasi merupakan variabel yang sangat menentukan masuknya air ke dalam tanah dan jumlah air yang menjadi aliran permukaan dan pada gilirannya mempengaruhi erosi. Dari hasil pada Tabel 7 memperlihatkan laju infiltrasi pada hutan alam lebih tinggi dibanding AF1, AF2 dan J. Hal ini disebabkan kualitas sifat fisik tanah lebih baik pada hutan alam yang ditandai dengan porositas dan indeks stabilitas agregat yang tinggi juga disebabkan oleh

9 48 Tabel 7 Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap laju infiltrasi, aliran permukaan dan erosi di Sub DAS Jenneberang Hulu Tipe Laju Infiltrasi Aliran Permukaan Erosi Penggunaan Lahan (cm/jam) mm *% CH (ton/ha) Hutan alam (HA) Agroforestri 1 (AF1) **15.7 a 12.0 b 97.8 a b a 31.2 b Agroforestri 2 (AF2) 11.0 b c c Jagung (J) 2.5 c d d Keterangan : *) Total curah hujan = mm **) Keterangan:Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05 menurut uji jarak berganda Duncan peranan vegetasi dan serasah di permukan tanah yang melindungi permukaan tanah dari tumbukan butiran hujan sehingga tanah terlindung dari proses pemecahan agregat. Hal ini dapat mencegah atau mengurangi jumlah aliran permukaan dan erosi. Perubahan penggunaan lahan hutan alam menjadi agroforestri maupun monokultur jagung di Sub DAS Jenneberang Hulu nyata menurunkan laju infiltrasi. Akibatnya, aliran Permukaan dan erosi meningkat secara signifikan. Besarnya erosi ditipe penggunaan lahan AF1, AF2 dan monokultur jagung telah melampaui batas erosi yang dapat diijinkan. Menurut Arsyad (2000) untuk tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabel lambat yaitu sebesar 9.0 ton/ha/th dan 13.5 ton/ha/th pada tanah dengan permeabilitas agak cepat. Dengan demikian perlu dilakukan tindakan konservasi tanah dan air seperti pembuatan teras atau guludan. Proses infiltrasi sangat tergantung pada struktur tanah pada lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah, sedangkan struktur tanah dipengaruhi oleh bahan organik tanah dan aktivitas biota yang sumber energinya tergantung pada bahan organik (serasah di permukaan, eksudasi organik oleh akar dan akar yang mati). Ketersediaan bahan organik yang tinggi bagi biota (terutama cacing tanah) sangat berperan dalam mengantisipasi proses penyumbatan pori makro tanah yang sangat menentukan laju infiltrasi. Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah jumlah dan distribusi akar serta respon fisiologi pohon terhadap cekaman parsial air tersedia. Serapan air oleh pohon di antara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat disimpan dari kejadian hujan berikutnya, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran permukaan. Oleh karena itu tingginya laju infiltrasi pada hutan alam

10 49 dan sistem agroforestri disebabkan oleh kualitas sifat físik tanah yang lebih baik terutama porositas tanah lebih tinggi akibat tingginya kandungan bahan organik tanah (Gambar 6). Gambar 6 Hubungan antara tingkat porositas (%) dengan laju infiltrasi (cm/jam) Faktor lain yang menyebabkan tingginya laju infiltrasi pada hutan alam dan sistem agroforestri adalah intersepsi hujan oleh vegetasi yang heterogen dan multi layers menyebabkan pengurangan energi kinetik butir hujan sehingga daya dispersi terhadap agregat tanah berkurang. Serasah dari daun, ranting dan cabang pohon yang menutupi permukaan tanah juga merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Serasah tersebut juga menghambat aliran air di atas permukaan tanah sehingga mengalir dengan lambat dan mengurangi erosi. Selanjutnya bahan organik yang mengalami pelapukan mampu menyerap dan menahan air yang tinggi dan mengurangi aliran permukaan. Adanya serasah pada permukaan tanah disertai dengan perbaikan porositas tanah akibat perkembangan sistem perakaran memungkinkan kapasitas dan laju infiltrasi meningkat. Kondisi ini selain meningkatkan lengas tanah juga mereduksi volume dan laju aliran permukaan.

11 50 Konversi hutan alam menjadi sistem agroforestri dan monokultur jagung menyebabkan penurunan laju infiltrasi dan peningkatan aliran permukaan dan erosi. Penurunan laju infiltrasi sangat terkait dengan penurunan bahan organik tanah karena sangat mempengaruhi sifat fisik tanah lainnya terutama bobot isi, porositas dan stabilitas agregat sebagai faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi (Gambar 7). Gambar 7 Hubungan antara kandungan bahan organik tanah (%) dengan laju (cm/jam) infiltrasi Analisis regresi (Gambar 8) menunjukkan bahwa meningkatnya laju infiltrasi tanah dapat menurunkan secara linear jumlah aliran permukaan (mm). Aliran permukaan kumulatif (selama pengamatan) pada hutan alam hanya 4.8 % dari total curah hujan dan menyebabkan erosi 6.4 ton/ha, meningkat 2.7 kali lipat jika dikonversi menjadi agroforestri yang didominasi tanaman kopi 13.0% dari total curah hujan dengan besarnya erosi 43.3 ton/ha atau meningkat 6.8 kali. Hal ini disebabkan karena berkurangnya penutupan permukaan tanah oleh vegetasi sehingga menurunkan jumlah dan kualitas bahan organik tanah yang merupakan fungsi dari kualitas sifat fisik tanah. Hasil penelitian ini hampir sama dengan Laporan Widianto et al. (2007) yang menunjukkan bahwa aliran

12 51 Gambar 8 Hubungan antara laju infiltrasi (cm/jam) dengan aliran permukaan (mm) permukaan dan erosi pada sistem agroforestri sederhana berbasis kopi (umur > 10 tahun) di daerah bergunung Sumberjaya (Lampung Barat) masih tiga kali lebih tinggi dari pada yang dijumpai di hutan dengan curah hujan rata-rata 1589 mm. Namun dengan sistem kopi monokultur dengan umur kopi yang sama, aliran permukaan dan erosinya 4-5 kali lebih tinggi daripada yang dijumpai di hutan. Konversi penggunaan lahan dari tipe agroforestri yang didominasi pohon gamal menjadi tipe penggunaan lahan monokultur jagung mengurangi tumbuhan bawah dan jumlah serasah. Akibatnya, konversi yang baru berlangsung dua tahun sudah dapat mengakibatkan aliran permukaan meningkat tajam dari mm menjadi mm dan erosi meningkat dari 31.2 ton/ha menjadi 72.6 ton/ha terbesar dibandingkan pada tiga tipe penggunaan lahan lainnya (Tabel 7). Vegetasi dan lapisan serasah melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir air hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan

13 52 menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat infiltrasi, akibatnya limpasan permukaan meningkat. Peran lapisan serasah dalam melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pelapukan. Serasah yang mengandung nitrogen tinggi akan mempermudah pelapukan sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak bertahan lama. Namun demikian tipe serasah seperti ini dapat menyediakan unsur hara yang lebih cepat. Serasah yang berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum mengalami pelapukan yang menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Besarnya aliran permukaan dan erosi yang diamati per minggu (Gambar 9a) menunjukkan bahwa pada minggu ke dua yaitu awal terjadinya musim hujan (Desember 2006), dengan curah hujan sebesar mm belum menyebabkan aliran permukaan pada tipe penggunaan lahan hutan alam dan agroforestri dominan kopi AF2. Aliran permukaan dan erosi mulai terjadi pada minggu ke tiga dengan curah hujan sebesar 90.5 mm pada semua tipe penggunaan lahan namun masih dalam tingkat yang rendah selanjutnya mulai mengalami kenaikan pada minggu ke empat mengikuti tingginya curah hujan yaitu mm (Gambar 9a, 9b, 9c dan Tabel Lampiran 6 dan 7, 8 dan 9). Namun besarnya aliran permukaan dan erosi yang ditimbulkan masih lebih rendah kecuali pada hutan alam dibandingkan dengan pada kejadian hujan periode berikutnya. Hal ini dapat dimungkinkan karena pada awal musim hujan kandungan air dalam tanah masih rendah sehingga jumlah air hujan yang masuk ke dalam tanah lebih banyak. Selain itu, belum terjadinya aliran permukaan pada hutan alam (HA) dan agroforestri kopi (AF2) disebabkan karena jumlah penutupan tajuk vegetasi yang rapat menyebabkan curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah sehingga tidak ada air hujan yang mengalami aliran permukaan.

14 53 (a) (b) (c) Gambar 9 Data curah hujan (mm) (a) dan Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap aliran permukaan (% CH) (b) dan erosi per minggu (c) dari Desember 2006-Maret 2007

15 54 Pada tipe penggunaan lahan agroforestri gamal (AF1) aliran permukaan sudah mulai terjadi walaupun masih relatif rendah yaitu sebesar 0.7 mm dan belum menimbulkan erosi. Hal ini disebabkan terjadi perontokan daun yang sudah tua pada saat musim kemarau sehingga fungsi tajuk sebagai peredam butir hujan lebih rendah. Demikian halnya pada tipe monokultur jagung sudah menimbulkan aliran permukaan dan erosi. Namun, penyebab tingginya erodibilitas tanah pada tipe monokultur jagung disebabkan karena petani sudah melakukan pengolahan tanah untuk persiapan penanaman. Hal ini menyebabkan permukaan tanah menjadi terbuka mengakibatkan hancurnya partikel tanah. Secara umum pada tipe agroforestri gamal AF1 dan monokultur jagung, timbulnya aliran permukaan walaupum masih relatif rendah yaitu kurang dari 10% dari jumlah curah hujan disebabkan karena kemungkinan permukaan tanah masih dalam keadaan kering akibat musim kemarau pada bulan-bulan sebelumnya. Walaupun pada periode tersebut merupakan awal musim hujan, namun sebagian besar air hujan terserap ke dalam tanah. Ini diindikasikan bahwa kandungan air tanah sebelumnya masih rendah sehingga kapasitas infiltrasi masih tinggi menyebabkan aliran permukaan masih rendah. Hal lain yang dapat mempengaruhi besarnya aliran permukaan dan erosi adalah periode pertumbuhan tanaman khususnya pada tanaman jagung. Dari data Tabel Lampiran 7 menunjukkan bahwa pertumbuhan jagung yang mempengaruhi fungsi tajuk terhadap penutupan lahan belum efektif menurunkan jumlah aliran permukaan sampai pada minggu ke 7. Hal ini ditunjukkan jumlah aliran permukaan masih terus meningkat mencapai 69.9 % dari jumlah curah hujan. Kemungkinan fungsi tajuk tanaman jagung mulai efektif mengurangi daya rusak tumbukan air hujan ke permukaan tanah baru terlihat pada minggu ke-8 sampai minggu ke-12 yang ditunjukkan menurunnya jumlah aliran permukaaan berturut-turut sebesar 24.5 %, 10.8 %, 22.1 %, 24.6 % dan 16.6 % dari jumlah curah hujan. Pada periode minggu ke 9 hingga minggu ke 11 setelah jagung ditanam fungsi tajuk lebih efektif dibandingkan dengan tipe AF2 yang ditandai dengan jumlah aliran permukaan lebih rendah yaitu 11.1 mm pada jagung dan 21.5 mm pada AF2 (Gambar 9b). Pada sistem monokultur jagung nampak bahwa pada saat periode pertumbuhan vegetatif maksimum kondisi hidrologi lebih baik dibandingkan pada tipe penggunaan agroforestri kopi. Peningkatan aliran permukaan kembali terjadi pada minggu ke 12. Pada periode ini

16 55 pertumbuhan jagung sudah mengalami stagnasi yang ditandai dengan daun tanaman yang mulai mengering sehingga fungsi tajuk sebagai penahan sebagian curah hujan juga mengalami penurunan. Meningkatnya aliran permukaan pada monokultur jagung pada periode tersebut tidak disertai dengan peningkatan erosi (Gambar 9c). Hal ini dapat disebabkan karena pada periode tersebut petani tidak lagi melakukan penyiangan lahan sehingga kondisi permukaan tanah sudah tertutupi oleh daun tanaman yang rontok dan tumbuhnya rumput/gulma. Material tersebut dapat brfungsi sebagai mulsa yang berperan menurunkan energi tumbukan air hujan disamping sebagai filter terhadap aliran permukaaan, sehingga dapat mengurangi erosi. Menurut Sinukaban (2000), penggunaan mulsa yang menutupi lahan hanya 30 %, sudah cukup efektif menurunkan jumlah aliran permukaan sebesar 28.7 % dan jumlah erosi sebesar 43.7 %. Kemantapan agregat sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan tanah, aktivitas mikroorganisme tanah dan penutupan tajuk tanaman pada permukaan tanah yang dapat menghindari splash erotion akibat curah hujan tinggi. Kemper & Rosenau (1986) mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah,makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah). Terbentuknya agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada curah hujan yang sama memberikan respon yang berbeda terhadap jumlah aliran permukaan dan erosi pada setiap tipe penggunaan lahan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ke empat jenis penggunaan lahan tersebut memiliki karakteristik biofisik dan hidrologi yang berbeda. Penutupan tajuk yang rapat pada tipe penggunaan lahan hutan alam, mendorong peningkatan kegiatan biologi di permukaan tanah karena ketersediaan bahan organik dan perbaikan lingkungan yaitu iklim mikro dan kelembaban tanah. Kegiatan biologi tanah ini juga berdampak positif terhadap porositas tanah dan peningkatan laju infiltrasi. Adanya kecenderungan

17 56 perbaikan sifat-sifat fisik tanah di bawah vegetasi yang didominasi kopi memberikan harapan dalam upaya melestarikan sumber daya lahan. Namun ternyata penanaman kopi belum bisa mengembalikan fungsi hidrologis hutan secara penuh, terbukti dengan terjadinya limpasan permukaan dan erosi pada lahan kopi yang berumur 6 10 tahun yang masih jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada lahan hutan. Hujan harian (mm/hari) yang jatuh di atas tajuk tanaman jagung sebagian diintersepsi oleh tajuk dan jatuh ke permukaan tanah baik secara langsung (troughfall) maupun melalui aliran batang (stem flow). Selanjutnya air yang masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori tanah (infiltrasi). Air infiltrasi mengubah kadar air tanah (KAT) atau ketersedian air bagi tanaman. Intersepsi air hujan oleh tajuk merupakan fungsi curah hujan dan indeks kerapatan tajuk. Semakin tinggi indeks kerapatan tajuk, jumlah air hujan yang diintersepsi oleh tajuk meningkat sampai batas maksimum tertentu. Kemampuan dari setiap individu pohon dalam pengendalian aliran air hujan yang merupakan fungsi dari arsitektur tajuk dan sistem perakaran. Karakteristik dari setiap individu pohon adalah salah satu faktor yang menentukan kendali pada kinerja hidrologi suatu kawasan. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap individu pohon berperan pada dinamika hidrologi baik secara sendiri-sendiri seperti air lolos tajuk, air aliran batang, intersepsi air hujan oleh tajuk dan saluran akar, maupun secara kelompok (komunitas). Peranan yang dimainkan oleh komunitas pohon berhubungan dengan jarak tajuk antar pohon atau luas celah tajuk antar pohon, dan hambatan aliran air permukaan oleh keberadaan batang pohon dan serasah pada permukaan tanah. Kinerja hidrologi juga berhubungan dengan keberadaan serasah dan sistem perakaran yang meningkatkan aktifitas biota tanah dan berpengaruh pada porositas tanah, yang dapat dievaluasi dari tingkat infiltrasi. Penurunan infiltrasi kumulatif yang cukup besar terjadi pada perubahan tutupan lahan berpohon menjadi tutupan lahan tanpa kehadiran pohon. Total Biomassa dan Total Karbon Biomassa Perubahan penggunaan lahan hutan alam menjadi tipe agroforestri maupun monokultur jagung nyata menurunkan total biomassa vegetasi. Penurunan total biomassa ini mengakibatkan menurunnya total karbon tanah (Tabel 8 dan Tabel Lampiran 49-56).

18 57 Tabel 8 Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap total biomassa, karbon biomassa dan karbon organik tanah (0-30 cm) di Sub DAS Jenneberang Hulu Tipe Penggunaan Lahan Total Biomassa Total Karbon Biomassa Total Karbon Organik Tanah.. ton/ha Hutan alam (HA) a a 71.0 a Agroforestri 1 (AF1) b 55.5 b 45.9 b Agroforestri 2 (AF2) b 67.3 b 43.5 b Jagung (J) 37.5 c 8.6 c 15.3 c Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05 menurut uji jarak berganda Duncan Total biomassa dan total karbon biomassa pada hutan alam (HA) lebih tinggi dibandingkan dengan total biomassa pada lahan agroforestri yang didominasi pohon gamal (AF1), dan pohon kopi (AF2). Hal ini disebabkan karbon diserap pohon dan tumbuhan bawah untuk fotosintesis dan ditimbun sebagai C-organik dalam tubuh tanaman dan tanah untuk waktu yang lama. Tingginya populasi vegetasi dengan berbagai jenis pohon pada hutan alam dan sistem agroforestri akan menyerap karbon (sekuestrasi) lebih banyak dan menjadi cadangan karbon (C-stocks) pada sistem tersebut. Hal ini sesuai dengan temuan Noordwijk (2008) yang mengemukakan bahwa jumlah C yang tersimpan di tingkat lahan proporsional dengan produksi biomassa yang lebih tinggi. Perbedaan total biomassa dan total karbon masing-masing tipe penggunaan lahan tersebut diikuti oleh perbedaan total karbon organik (Corganik) tanah. Hal ini disebabkan C-organik tanah berasal dari bahan organik hasil pelapukan vegetasi dan serasah dan dipengaruhi oleh jenis dan jumlah vegetasi serta faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan kelembaban. C organik tanah juga dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya atau pengaruh vulkan. Berdasarkan hasil survay dasar Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1969 bahan induk jenis tanah Latosol yaitu berbahan induk tufa dan batuan volkan intermedier. Kandungan C organik pada kedalaman 0-17 cm sebesar 2.7 g dan N sebesar 0.3 g terhadap 100 gr contoh tanah. Data Tabel 8 menunjukkan bahwa sistem agroforestri yang didominasi pohon gamal (AF 1 ) dan yang didominasi pohon kopi (AF2) tidak berbeda nyata dalam meningkatkan total biomassa vegetasi dan tambatan karbon vegetasi. Pada tipe AF 1 walaupun jenis vegetasi penyusunnya lebih kompleks namun ukuran pohon relatif lebih kecil dengan kerapatan tajuk yang lebih rendah.

19 58 Sedangkan pada AF2 jenis vegetasi penyusunnya lebih didominasi oleh tanaman kopi yang berumur 6 sampai 10 tahun sehingga kurang membentuk multi strata dibandingkan dengan biomassa dan tambatan karbon pada hutan alam. Tingginya biomassa pada tipe AF2 sebesar ton/ha tidak diikuti dengan besaran karbon organik tanah yaitu 43.5 ton/ha atau 1.9 % dibandingkan dengan karbon organik tanah pada tipe AF1 sebesar 45.9 ton/ha atau 2.1 %. Hal ini disebabkan karena tingkat pelapukan yang terjadi pada serasah daun kopi lebih lambat dibandingkan dengan daun gamal. Serasah tanaman gamal lebih cepat mengalami penghancuran atau terdekomposisi disebabkan oleh morfologi serasah daun gamal yang lebih tipis dan lunak dibanding dengan morfologi serasah daun kopi yang lebih lebar dengan tulang daun yang lebih kokoh sehingga penghancuran atau dekomposisi daun kopi lebih lambat. Hal ini menyebabkan sumbangan karbon terhadap tanah juga lebih rendah. C/N daun gamal yang rendah akan mempercepat dekomposisi dan pelepasan senyawa-senyawa kompleks. Hasil analisis kimiawi yang dilakukan oleh Pujiyanto (1994), diketahui bahwa nisbah C/N daun gamal adalah 15, yang berarti bahwa dekomposisi bahan organik dapat disertai dengan pelepasan nitrogen secara bebas sampai pada senyawa-senyawa sederhana dalam bentuk ion. Total biomassa vegetasi tertinggi pada hutan alam yaitu sebesar ton/ha yang diikuti AF1 sebesar ton/ha dan ton/ha untuk AF2 dan paling rendah pada tipe penggunaan lahan monokultur jagung yaitu hanya 37.5 ton/ha (Tabel 8). Rendahnya biomassa dan tambatan karbon vegetasi pada tipe penggunaan lahan monokultur jagung disebabkan tidak adanya input serasah baik dari tanaman jagung maupun vegetasi lainnya. Namun demikian, jika dilihat dalam waktu atau usia tanaman tersebut yang hanya kurang lebih tiga bulan, maka peranan tanaman jagung dalam menambat karbon bisa dianggap cukup efektif yaitu 8.6 ton/ha/musim atau sama dengan 34.5 ton/ha/tahun. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Produksi Serasah Produksi serasah langsat hutan (Aglaia argentia), gamal (Gliricidia sepium) dan kopi (Coffea spp) dalam satuan gram/m 2 /minggu (disingkat g/m 2 /mg) secara lengkap disajikan pada Tabel 9.

20 59 Tabel 9 Rataan produksi serasah daun kering pada hutan alam (langsat hutan/aglaia argentia), AF1 (gamal/gliricidia sepium) dan AF2 (kopi/coffea spp). Minggu ke- CH(mm) HA (Langsat hutan) AF 1 (Gamal) AF 2 (Kopi) g/m 2 *)ton/ha g/m 2 ton/ha g/m 2 ton/ha Total Rataan Keterangan*) : populasi pohon langsat hutan 35 %, gamal, 60 %, kopi 70 % Secara keseluruhan, rata-rata produksi serasah daun kopi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi serasah langsat hutan dan gamal. Produksi serasah langsat hutan, gamal dan kopi berturut-turut 27.9 g/m 2 /minggu, 4.4 g/m 2 /minggu dan 49.3 g/m 2 /minggu. Fluktuasi rata-rata produksi ketiga jenis serasah selama 16 minggu pengamatan menunjukkan bahwa produksi tertinggi pada ketiga jenis serasah terjadi pada pengamatan minggu pertama (Desember 2006). Hal ini disebabkan karena pada awal bulan Desember masih berada dalam akhir musim kemarau sehingga daun yang sudah tua sangat rentan mengalami perontokan. Produksi terendah terjadi pada minggu ke 16 untuk serasah langsat hutan sebesar 3.8 g/m 2 /minggu, gamal 0.6 g/m 2 /minggu pada minggu ke 14 dan serasah daun kopi terendah pada minggu ke 15 dengan nilai 5.6 g/m 2 /minggu. Hasil analisis keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa jenis tegakan sangat berpengaruh terhadap produksi serasah. Demikian pula halnya yang ditunjukkan pada Tabel 9 tampak perbedaan yang mencolok antara angka besaran produksi serasah perminggu dari ke tiga jenis tegakan tersebut. Serasah daun kopi adalah 3.4 kali lebih banyak dari serasah daun langsat hutan dan 12.6 kali lebih banyak dari serasah daun gamal. Kenyataan ini sebagian

21 60 besar ditentukan oleh morfologi dari serasah daun dari tiap jenis tegakan. Morfologi daun kopi yang lebar dan mempunyai tulang daun yang kasar walaupun mempunyai kandungan air yang rendah menyebabkan bobot serasah juga lebih besar. Tabel 10 Analisis keragaman produksi serasah langsat hutan (LH), gamal (GM) dan pohon kopi (KP) Sumber keragaman Derajat bebas Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Rata-rata Jenis tegakan Waktu pengamatan Galat F. Hitung Total Keterangan : - F table (2;60) 0.05 = F table (15;60) 0.05 = ** = sangat nyata 24.6** 8.1** Produksi ketiga jenis serasah tersebut secara nyata dipengaruhi oleh waktu pengamatan. Mengingat faktor waktu pengamatan berkaitan dengan faktor curah hujan, maka dapat dikatakan bahwa produksi serasah ketiga jenis vegetasi selama 16 minggu pengamatan, dipengaruhi secara nyata oleh curah hujan (Gambar 10). Gambar 10. Hubungan produksi serasah (gram/m 2 /mg) langsat hutan (LH), gamal (GM) dan pohon kopi (KP) dan curah hujan (mm/minggu)

22 61 Selain menampilkan grafik rata-rata produksi ketiga jenis serasah, juga menyajikan grafik curah hujan selama 16 minggu. Pada gambar tersebut terlihat, curah hujan tertinggi jatuh pada minggu ke 4 sebesar mm/minggu, dan curah hujan terendah jatuh pada minggu ke 13 sebesar 18.4 mm/minggu. Laju dekomposisi serasah Pengukuran bobot serasah setiap periode 2 minggu terhadap serasah langsat hutan, gamal dan kopi yang didekomposisi selama 16 minggu (8 periode), disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 11.

23 Tabel 11. Bobot serasah/2 minggu ada pada lampiran lanscap 62

24 63 Gambar 11 Bobot serasah daun langsat hutan, gamal dan kopi setiap 2 minggu yang didekomposisi selama 16 minggu (8 periode). Setelah terdekomposisi selama 16 minggu ketiga jenis serasah kehilangan bobot berturut-turut sebesar 45.2% untuk langsat hutan, 71.2% untuk gamal dan untuk kopi 25.9%. Laju penghancuran serasah tertinggi terjadi pada minggu ke dua pada serasah langsat hutan dan gamal masing-masing sebesar 24.4%/2 minggu dan 29.5%/2 minggu. Hal yang berbeda terhadap serasah kopi dekomposisi tertinggi terjadi pada minggu ke empat sebesar 18.7%/2 minggu. Tingginya laju dekomposisi pada serasah gamal dapat disebabkan rasio C/N yang rendah. Hasil analisis kimiawi yang dilakukan oleh Pujiyanto (1994), diketahui bahwa nisbah C/N daun gamal adalah 15, yang berarti bahwa dekomposisi bahan organik dapat disertai dengan pelepasan nitrogen secara bebas sampai pada senyawa-senyawa sederhana dalam bentuk ion. Selanjutnya dari hasil penelitian Widiarti dan Alrasjid (1998) menunjukkan bahwa produksi unsur hara N selama dekomposisi serasah gamal yaitu sebesar 1.6 gr N/m 2 /th. Secara umum proses dekomposisi ketiga jenis serasah memperlihatkan keadaan yang sama terhadap lama waktu dekomposisi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widiarti dan Alrasjid (1998) menunjukkan bahwa pada periode awal laju dekomposisi relatif tinggi dan semakin rendah seiring dengan

25 64 bertambahnya waktu. Pada periode awal proses dekomposisi, senyawa yang mudah lapuk serta senyawa-senyawa yang dibutuhkan jasad mikro tanah masih melimpah seperti gula, zat pati dan protein menjadikan populasi jasad mikro bertambah sehingga dekomposisi berjalan cepat. Selanjutnya setelah tinggal senyawa-senyawa yang sulit dilapuk seperti lignin, resin dan terpen, populasi jasad mikro tanah menurun sehingga laju dekomposisi menjadi lambat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Buckman dan Nyle (1982) bahwa bagian-bagian daun tersusun dari sejumlah bahan organik. Pada saat daundaun gugur sebagian serasah berinteraksi dengan tanah, maka mikroorganisme tanah segera menyerangnya. Tahap pertama, mikroorganisme menyerang senyawa yang mudah lapuk, seperti gula, zat pati, protein sederhana dan protein kasar, dengan pembebasan CO 2, H 2 O dan panas. Selanjutnya Buckman and Nyle (1982) mengemukakan bahwa jumlah CO 2 yang dilepaskan oleh proses dekomposisi bahan organik sangat ditentukan oleh jenis bahan organiknya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa jenis bahan organik yang berbeda menghasilkan jumlah CO 2 yang berbeda pula dalam proses dekomposisi bahan organik tersebut. Perbedaan sumber bahan organik tanah akan memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik itu sendiri. Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah yang bersangkutan, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. C-Organik Tanah dan Respirasi tanah Analisis statistik menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan alami menjadi agroforestri maupun pertanian monokultur jagung nyata menurunkan kandungan karbon organik tanah dan respirasi tanah. (Tabel 12).

26 65 Tabel 12 Pengaruh tipe penggunaan lahan terhadap kandungan C-organik tanah dan respirasi tanah pada empat tipe penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu Penggunaan Lahan C-organik tanah (%) Respirasi 0-30 cm cm cm (mg/c- CO 2 /m 2 )/ 2 hari Hutan alam (HA) 3.7 aa 1.0 ab 0.6 ac 63.1 a Agroforestri 1 (AF1) 2.1 ba 0.7 ab 0.6 bb 44.7 b Agroforestri 2 (AF2) 1.9 ba 0.7 bb 0.6 bb 49.9 b Jagung (J) 0.7 ca 0.4 ca 0.4 ca 16.8 c Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang diikuti huruf kecil atau dalam satu baris yang diikuti huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 menurut uji jarak berganda Duncan Kandungan C-organik tanah tertinggi pada hutan alam sekitar 3.7% dan terendah pada monokultur jagung sekitar 0.7%. Kandungan karbon organik tanah pada tipe agroforestri tidak berbeda nyata walaupun pada AF1 lebih tinggi (2.1%) dibandingkan dengan AF2 (1.9%). Analisis statistik menunjukkan (Tabel 12) menunjukkan bahwa kedalaman tanah mempengaruhi jumlah karbon tanah. Pada tipe penggunaan lahan hutan alam jumlah karbon organik tanah nyata menurun dengan meningkatknya kedalaman tanah 0-30 cm, cm dan cm. Hal ini disebabkan adanya sumbangan bahan organik yang berasal dari lapisan di atasnya secara terus-menerus yang berasal dari serasah yang sudah mengalami pelapukan, demikian juga pada lahan agroforestri baik yang didominasi pohon gamal maupun pohon kopi mengalami penurunan yang nyata sampai pada kedalaman 0-60 cm. Pada tipe monokultur jagung kandungan karbon organik tanah tidak nyata berbeda antara lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya. Hal ini disebabkan oleh tidak terdapat kontinuitas bahan organik pada bagian lapisan atas. Secara kumulatif kandungan C-organik tanah tertinggi pada hutan alam yaitu sebesar 5.3 % terkonsentrasi pada permukaan tanah sebesar 70 %, AF1 dan AF2 masing-masing sebesar 63 % dan 62 % serta monokultur jagung sebesar 45 %. Hal ini disebabkan karena masukan bahan organik dari luar tanah banyak terkumpul di permukaan tanah. Bahan organik yang ada di permukaan tanah sebagian besar mengalami dekomposisi dan mineralisasi, sehingga banyak hara tersedia di permukaan tanah. Tingginya ketersediaan hara di permukaan tanah menyebabkan banyak akar tanaman (terutama akar halus) tumbuh di lapisan atas, dengan demikian sebaran karbon menjadi jauh

27 66 lebih banyak di lapisan atas. Hasil penelitian Hairiah et al. (1997) melaporkan bahwa konversi hutan alami di Jambi menjadi hutan sekunder menyebabkan kehilangan C sekitar 200 ton/ha, dimana kehilangan terbesar terjadi di atas permukaan tanah karena banyak pohon yang dibakar. Selanjutnya dikatakan bahwa bila hutan sekunder dikonversi menjadi lahan pertanian intensif (tanaman semusim monokultur), maka kehilangan C di atas permukaan tanah semakin besar menjadi sekitar 400 ton/ha dan di dalam tanah kehilangan sekitar 25 ton/ha. Tingginya kandungan C-organik tanah tersebut di atas dapat dijelaskan berdasarkan konsep bahwa pemasok C ke dalam tanah pada sistem lahan ada 3 pool utama yaitu : 1) tajuk tanaman pohon dan tanaman semusim yang masuk sebagai serasah dan sisa panen; 2) akar tanaman, melalui akar yang mati, ujung akar, eksudasi akar dan respirasi akar; dan 3) biota (Hairiah et al,. 2004). Oleh karena itu hutan alam mempertahankan kandungan bahan organik tanah yang tinggi melalui masukan bahan organik dari bagian vegetasi (pohon dan tumbuhan bawah) yang gugur, jatuh ke permukaan tanah dan melapuk, serta melalui masukan bahan organik dari pelapukan serasah oleh biota tanah. Sementara itu agroforestri juga dapat mempertahankan kandungan bahan organik tanah yang tinggi selain melalui masukan bahan organik dari hasil pelapukan bagian dari vegetasi pohon dan tumbuhan bawah serta serasah, juga melalui masukan bahan organik dari hasil pangkasan (cabang, ranting, daun) tanaman tahunan. Tinggi rendahnya C-organik tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi, aktivitas mikroorganisme tanah dan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Sementara respirasi tanah dipengaruhi oleh jumlah dan respirasi akar serta aktivitas mikroorganisme tanah yang ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah. Tingkat dekomposisi bahan organik tanah sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban tanah serta aktivitas mikroorganisme di dalam tanah yang sangat tergantung pada penutupan permukaan tanah oleh vegetasi dan serasah. Tingkat respirasi secara berturut-turut 63.1 mg/c-co 2 /m 2 /2 hari pada hutan alam, 44.7 mg/c-co 2 /m 2 /2 hari untuk tipe agroforestri yang didominasi pohon gamal (AF1), pada tipe agroforestri yang didominasi pohon kopi (AF2) sebesar 49.9 mg/c-co 2 /m 2 /2 hari dan 16.8 mg/c-co 2 /m 2 /2 hari pada lahan monokultur jagung.

28 67 Sistem hutan alam dan agroforestri memiliki kanopi (dari pohon dan tumbuhan bawah) yang menutupi seluruh atau sebagian permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Penutupan tajuk pepohonan dan adanya serasah di permukaan tanah menyebabkan kondisi di permukaan dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro demikian sangat sesuai untuk perkembangbiakan dan kegiatan organisme tanah. Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Selain itu juga terjadi penambahan bahan organik tanah hasil dari pelapukan daun, ranting, cabang pohon dan tumbuhan bawah yang rontok dan serasah di permukaan tanah serta perakaran di dalam tanah. Tingginya bahan organik tanah pada hutan alam dan agroforestri memicu meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang ditunjukkan oleh tingginya respirasi tanah. Selain itu vegetasi dan serasah juga melindungi permukaan tanah dari tumbukan butiran hujan, aliran permukaan dan erosi sehingga dapat mengendalikan kehilangan tanah, bahan organik dan unsur hara. Perlindungan permukaan tanah oleh vegetasi pohon, tumbuhan bawah dan serasah pada hutan alam dapat memelihara dan meningkatkan bahan organik serta aktivitas mikroorganisme tanah secara berkesinambungan. Oleh karena itu tingginya C- organik dan respirasi tanah pada sistem agroforestri (tetapi lebih rendah dibandingkan hutan alam) karena tingginya populasi vegetasi yang terdiri dari pepohonan, tumbuhan bawah dan serasah. Dilain pihak pada sistem monokultur jagung permukaan tanah lebih banyak terbuka sehingga kehilangan bahan organik dan unsur hara lebih tinggi. Sementara masukan atau penambahan bahan organik dan unsur hara lebih sedikit. Respirasi tanah pada hutan alam nyata lebih tinggi dibanding pada sistem agroforestri maupun monokultur jagung (Tabel 12). Hal ini disebabkan vegetasi (pohon, tumbuhan bawah), serasah dan perakaran lebih banyak pada hutan alam sehingga bahan organik dan organisme tanah juga lebih banyak dan bahan organik tanah juga memberikan manfaat biologi melalui penyediaan energi bagi organisme tanah. Dengan demikian adanya bahan organik yang tinggi akan meningkatkan kegiatan organisme mikro maupun makro di dalam tanah yang pada gilirannya juga meningkatkan respirasi akar dan respirasi dari aktivitas organisme tanah. Kandungan C-organik dan respirasi tanah pada sistem agroforestri baik yang didominasi oleh tanaman kopi maupun gamal nyata lebih rendah dibanding

29 68 dengan hutan alam, tetapi nyata lebih tinggi dari sistem monokultur jagung. Hal ini dapat dijelaskan karena pepohonan, gulma dan serasah dalam sistem agroforestri memberikan masukan bahan organik sepanjang tahun (seperti halnya juga pada hutan alam) melalui daun, ranting, dan cabang yang rontok di atas permukaan tanah yang selanjutnya menjadi serasah (litter). Selain itu bahan organik tanah juga memberikan manfaat biologi melalui penyediaan energi bagi kelangsungan aktivitas mikroorganisme, sehingga meningkatkan kegiatan baik organisme mikro maupun makro di dalam tanah. Kadar Lengas Tanah dan Kapasitas Tanah Menyimpan Air (Water Holding Capacity) pada Berbagai Penggunaan Lahan Kadar lengas tanah pada berbagai tipe penggunaan lahan di sub DAS Jenneberang Hulu mempunyai nilai yang berbeda pada pf 1, pf 2.54, dan pf 4.2 (Tabel 13). Kadar lengas pada pf 1 merupakan kondisi air dalam tanah setelah mengalami aliran akibat gravitasi, pf 2.54 merupakan kapasitas lapang yaitu jumlah air maksimum yang dapat digunakan oleh tanaman. Tabel 13 Kadar lengas dan kapasitas tanah menahan air pada beberapa penggunaan lahan di Sub DAS Jenneberang Hulu Tipe Penggunaan Lahan Kadar Lengas (% vol) pf 1 pf 2.54 pf cm cm 0-30 cm cm 0-30 cm cm Kapasitas menahan air (cm) Hutan alam 60.5 a 57.8 a 42.8 a 40.5 a 25.0 a 25.2 a 35.5 a (HA) Agroforestri b 43.1 b 34.9 b 28.5 b 22.4 a 17.3 b 28.4 b (AF2) Agroforestri b 43.1 b 31.3 b 27.6 b 21.2 b 21.0 c 28.0 b (AF2) Jagung (J) 38.5 c 33.2 c 22.8 c 17.1 c 15.4 c 12.8 d 21.5 c Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 0.05 menurut uji jarak berganda Duncan Kemampuan tanah menyimpan air merupakan fungsi dari bahan organik dan sifat fisika tanah terutama bobot isi (BI), porositas, permeabilitas, indeks stabilitas agregat (ISA) dan distribusi ukuran pori tanah. Kadar lengas air nyata menurun dengan adanya perubahan penggunaan lahan dari hutan alam menjadi tipe agroforestri dan monokultur jagung. Kadar lengas tanah yang rendah dapat disebabkan oleh menurunnya kualitas sifat fisik tanah yang ditandai dengan menurunnya porositas dan pori drainase tanah serta meningkatnya pori drainase lambat (Tabel Lampiran 5). Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya stabilitas agregat sebagai akibat rendahnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi merupakan bahan pangan terpenting di Indonesia mengingat makanan pokok penduduk Indonesia sebagian besar adalah beras. Sementara itu, areal pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan komoditas strategis kacang-kacangan yang banyak dibudidayakan setelah kedelai dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa)

Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) Soal Jawab DIT (dibuat oleh mahasiswa) 1. Cara memperbaiki tanah setelah mengalami erosi yaitu dengan cara?? Konservasi Tanah adalah penempatansetiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman pangan. Pengolahan tanah adalah tindakan mekanis untuk menciptakan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Sembilan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( ) PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH Oleh: Arif Nugroho (10712004) PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 5 II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH 2.1. Karakteristik tanah tropika basah Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas di kawasan tropika basah, tetapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon 31 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

I. PENDAHULUAN. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemadatan tanah merupakan salah satu bentuk dari degradasi sifat fisik tanah. Tanah disebut padat apabila porositas totalnya, terutama porositas yang terisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik Awal Tanah Latosol yang di ambil dari lahan percobaan IPB Cikabayan Darmaga memiliki bobot isi 0,86 gram cm -3, pori air tersedia < 20%, pori drainase

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang batangnya mengandung zat gula sebagai bahan baku industri gula. Akhir-akhir ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran ternak baik padat maupun cair yang bercampur dengan sisa-sisa makanan. Pupuk kandang tersebut selain dapat menambah unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu asosiasi tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pohon-pohonan atau vegetasi berkayu lainnya, yang menempati suatu areal yang cukup luas sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

For optimum plant growth

For optimum plant growth Dasar-dasar Ilmu Tanah Udara dan Temperatur Tanah SOIL COMPONENTS For optimum plant growth Air 25 % Water 25 % Mineral 45% organic 5% Representative, medium-textured surface soil (by volume) 1. Aerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan setelah melaksanakan penelitian, diperoleh hasil yang disusun dengan sistematika hasil pengomposan, kualitas kompos dari berbagai bahan organik, pengaruh kompos

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa Rajiman A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan memiliki tujuan utama untuk produksi biomassa. Pemanfaatan lahan yang tidak bijaksana sering menimbulkan kerusakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas

Lebih terperinci