BAB III PERNIKAHAN MENURUT ADAT MINANGKABAU Pengertian Pernikahan dan Tujuan Pernikahan Pengertian Pernikahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERNIKAHAN MENURUT ADAT MINANGKABAU Pengertian Pernikahan dan Tujuan Pernikahan Pengertian Pernikahan"

Transkripsi

1 49 BAB III PERNIKAHAN MENURUT ADAT MINANGKABAU 3.1. Pengertian Pernikahan dan Tujuan Pernikahan Pengertian Pernikahan Pada dasarnya pola pernikahan adat Minangkabau menganut pola eksogami, dalam artian pernikahan yang melarang terjadinya pernikahan saudara kandung atau sedarah. Pernikahan di luar suku merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk terjadinya sebuah pernikahan di Minangkabau. Syarat pernikahan ini telah diatur dalam Undang-undang adat Minangkabau pada bagian adat nan ampek yaitu pada bagian adat nan babuhua mati (Hakimy, 2004: 103). Pada bagian ini semua ketentuan dan adat-adat yang berlaku tidak dapat dirubah lagi. Pernikahan dalam Minangkabau ialah suatu bentuk pernikahan yang terjadi dan dikehendaki oleh masyarakat. Artinya, Suatu bentuk pernikahan yang terjadi berdasarkan suatu pertimbangan tertentu, tidak menyimpang dari ketentuan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat setempat (Hakimy, 2004: 103). Pernikahan juga merupakan suatu tanggung jawab, antara lain menyangkut nafkah lahir dan bathin, jaminan hidup, serta tanggung jawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan (Amir MS, 2011: 12-13). Dalam redaksi lain pernikahan dalam adat Minangkabau menurut Syafrudin Halimy Kamaluddin dalam bukunya Adat Minangkabau Dalam Perspektif Hukum Islam, pernikahan ialah akad dan serangkaian acara yang dilakukan oleh dua suku yang berlainan, sehingga seorang lelaki diakui sebagai suami seorang perempuan dan menjadi urang sumando (semenda) dalam suku perempuan itu, dengan hak dan kewajiban (Kamaluddin, 2005: 53). yang tertentu Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun pernikahan memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Pernikahan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara pribadi yang bersangkutan, 49

2 50 antara maropulai dan anak daro, namun juga antara kedua keluarga. Latarbelakang antara kedua keluarga bisa sangat berbeda, baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tata krama, bahasa dan lain sebagainya. Oleh karena itu, syarat utama yang harus dipenuhi dalam pernikahan adalah kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak. Pengenalan dan kedekatan untuk dapat mengenal watak masing-masing pribadi dan keluarganya penting sekali guna memperoleh keserasian atau keharmotan dalam pergaulan antara keluarga kelak kemudian. Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat walau tak pernah diundangkan sangatlah berat, kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang dijatuhkan di pengadilan agama. Hukuman yang tidak ketara dalam bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Oleh karena itu, dalam pernikahan, orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat pernikahan yang lazin di Minangkabau (Kamaluddin, 2011 : 12-13) Tujuan Pernikahan Adapun tujuan pernikahan dalam adat Minangkabau dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Tujuan Utama Pernikahan Bagi Kedua Suku Tujuan utama pernikahan bagi kedua suku ialah untuk melepaskan kewajiban terhadap anak-kemenakan mereka yang telah patut dinikahkan, guna untuk menjaga kehormatan keluarga dari pandangan yang rendah, oleh karena dalam keluarga ada anak gadis yang tak kunjung bersuami atau anak bujang yang kunjung beristri. Disamping itu pernikahan juga bertujuan untuk mengokohkan hubungan kekeluargaan antara kerabat, sahabat, atau berhubungan semula pertalian dua keluarga yang telah putus, yang pertama misalnya pernikahan antara anak dan kemenakan, dan yang kedua

3 51 misalnya pernikahan dengan keluarga ipar atau besan yang telah putus karena kematian (Navis, 1986 : 210). b. Bagi keluarga perempuan pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan, supaya anggota suku bertambah banyak. Sedangkan bagi suku lelaki faktor mencari keturunan ini bukan tujuan utama karena pernikahan anak laki-laki tidak akan menambah anggota suku (Dirajo, 1919: 164). c. Bagi keluarga pihak perempuan pernikahan bertujuan juga untuk mendapat keuntungan, baik dari segi sokongan ekonomi, sosial ataupun politik. Walaupun ada keluarga yang tidak mengharapkan bantuan keuangan dari urang sumando, karena banyak memiliki harta pusaka dan sebagainya, namun dalam masyarakat yang materialistik sekarang mereka tentu suka mandapat urang sumando yang kaya, sehingga mereka bisa mendapat bantuan keuangan bila dalam kesempitan. Tenaga urang sumando juga berguna untuk menggarap tanah pusako. Kalau urang sumando mereka dari golongan cerdik pandai, berilmu, atau mempunyai jabatan tinggi, ia bisa mengangkat kehormatan keluarga isterinya dimata orang, dan ia bisa sebagai guru dan penyambung lidah keluarga mereka Hakimy, 1973: 212). Disamping itu urang sumando juga bisa bertindak sebagai pembela keluarga isterinya dan sebagai penolong penghulu dalam tugasnya terhadap sukunya Kedudukan Pernikahan dan Hikmah Pernikahan Kedudukan Pernikahan Pola berfikir dan tata sosial yang unik menjadikan pernikahan dalam masyarakat sesuatu yang amat penting. Pernikahan menghubungkan setiap suku dengan suku yang lain, dan oleh karena itu setiap suku mempunyai sanak saudara dalam suku lain, baik dalam suatu nagari atau di luar nagari, sehingga pertentangan antara suku dan sikap fanatik suku dapat dielakkan (Navis, 1986: 167).

4 52 Setiap keluarga yang mempunyai anak perempuan, memandang bahwa tugas mereka yang paling berat ialah mencarikan jodoh. Mereka akan membuat persediaan sejak awal-awal untuk itu, seperti menyediakan kamar tidur di rumah mereka untuk tempat anak mereka menerima suaminya nanti. Bila kamar di rumah adat sudah penuh mamak tungganai dengan bantuan mamak lain dan urang sumando mulai berusaha untuk membangun rumah baru. Jika mamak dan ayah gagal menyediakan kamar baru sampai kepada hari pernikahan gadis tersebut, ayah mesti merelakan kamar yang dipakainya untuk anaknya, dan menjadi hak anak itu untuk selamanya (Kamaluddin, 2005: 53). Bila seorang gadis sudah patut untuk dinikahkan, seluruh sanak saudara akan mengambil bahagian, sejak dari mencari jodoh, meminang, dan mengadakan pesta pernikahannya. Penyelenggaraan itu adalah tanggung jawab keluarga dan padanya terletak kehormatan keluarga (Navis, 1986: 210). Demikianlah gambaran betapa pentingnya pernikahan bagi keluarga yang mempunyai anak perempuan di Minangkabau. Pernikahan anak lelaki juga diperhatikan oleh keluarga, walaupun tugas keluarga tidak seberat untuk anak perempuan. Keluarga membantu supaya anak itu berhasil dari segi ekonomi dan mempunyai nama baik dalam masyarakat. Bila di kampung ia tidak berhasil, keluarga akan mendorong agar ia pergi merantau, untuk mencari kekayaan, pengalaman dan nama baik (Navis, 1986: 216) Bagi seorang lelaki di Minangkabau, pernikahan merupakan pintu gerbang untuk masuk ke dunia orang dewasa. Selagi ia belum menikah, bagaimanapun tinggi pangkat akademinya ia masih digolongkan anak muda (kanak-kanak). Ia belum dapat dibawa berunding dalam urusan adat, melainkan hanya untuk disuruh-suruh (Navis, 1986: 216).

5 Hikmah Pernikahan Islam mengenjurkan nikah karena berpengaruh baik bagi prilakunya sendiri, masyarakat, dan seluruh umat manusia, adapun hikmah pernikahan dalam Minangkabau ialah sebagai berikut: a. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan naluri seksual. Dengan menikah badan menjadi segar, jiwa menjadi tenang, mata terpelihara dari pandangan yang haram. b. Suami istri ikut memakmurkan bumi Tuhan dengan usaha saling tolong menolong antar keduanya. c. Suami istri hidup dengan bebas dalam pergaulan dan senggama yang teratur sesudah merintis jalan yang sah. d. Mengurangi maksiat mata maupun maksiat kelamin terhadap lawan jenis. e. Naluri keayahan dan keibuan akan tumbuh dan saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang merupakan sifat-sifat baik yang dapat menyempurnakan sifat seseorang. f. Dapat menyehatkan dan menenangkan fikiran serta dapat meminimalkan akhlak dari zina. (Navis, 1986 : 218) Syarat Pernikahan dan Larangan Pernikahan Syarat Pernikahan Sebagai salah satu ikatan yang suci dan sah dalam adat Minangkabau, maka pernikahan yang dilaksanakan mesti mempunyai syarat-syarat. Adapun syarat-syarat pernikahan Minangkabau menurut Amir MS dalam bukunya berjudul Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut: a. Kedua calon mempelai harus beragama Islam b. Kedua calon tidak bertali darah c. Calon suami sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan rumah tangga

6 54 d. Kedua calon dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak (Amir MS, 2011: 12). Pernikahan yang dilakukan tanpa memenuhi syarat di atas dapat dianggap sebagai pernikahan sumbang atau pernikahan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Disamping adanya syarat-syarat yang mesti dipenuhi oleh kedua belah pihak, mesti ada tatakrama dan upacara adat serta ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi, seperti tata karma japui manjapuik, pinang maminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalan (Amir MS 2011: 13). Ditambahkan juga oleh A.A Navis dengan judul buku Tonggak Tuo Budaya Minang, beliau mengungkapkan yang dimaksud dengan syarat sah di sini ialah syarat supaya pernikahan itu diakui oleh adat, dengan indikasi kedua suami-isteri diperlakukan sesuai kedudukannya dalam adat, sama adat sebagai semenda atau menantu. Syarat-syarat itu ialah: a. Perkawinan itu mesti sah menurut hukum syarat b. Pernikahan itu mesti mendapat izin dari mamak atau panghulu suku, baik bagi seorang perempuan atau pun lelaki (Halimy, 2005: 58) c. Pernikahan itu mesti bukan pernikahan yang dianggap terlarang atau perkawinan sumbang (Navis, 1986: ) d. Pernikahan itu mesti telah diselenggarakan menurut adat yang berlaku pada nagari orang yang melakukan pernikahan (Navis, 1986: ) Larangan Pernikahan Selain untuk memenuhi kebutuhan biologis dan perkembangan anak cucu, pernikahan juga untuk mempererat dan memperluas hubungan kekerabatan, oleh karena itu hukum pernikahan selain mempunyai larangan juga mempunyai pantangan, pernikahan dapat dilakukan dengan sanksi hukum. Pernikahan yang dilarang adalah pernikahan yang dilarang menurut hukum pernikahan yang telah umum seperti menikahi ibu dan bapak, anak adik dan kakak, mertua dan menantu, anak tiri dan ibu atau bapak tiri,

7 55 saudara kandung istri atau suami dan anak sauadara laki laki ayah (Navis 1986: 196). Dalam adat Minangkabau tidak semua perempuan yang boleh dinikahi, disamping larangan nikah yang telah digariskan oleh syara, adat Minangkabau juga mempunyai pantangan atau larangan nikah yang tujuannya untuk menjaga keturunan sosial, pantangan atau larangan nikah itu antara lain: a. Menikahi perempuan satu persukuan b. Menikahi janda penghulu dalam satu persukuan c. Menikahi janda kawan yang seperguruan (Monografi Saniangbaka: 31) 3.4. Sanksi Pernikahan dan Tinjauan Umum Tentang Sumpah Sanksi Pernikahan a. Pengertian Sanksi Hukum adat mengenal ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan yang bersifat pribadi dan norma-norma yang bersifat publik yakni yang mengatur tentang hubungan antara pribadi dan masyarakat hukum dan badan hukum publik. Ini berarti bahwa suatu norma hukum yang bertujuan mengatur ketertiban hidup bersama dan kepentingan yang bersangkut paut dengan masalah hidup bersama (Hasan, 1988: 59). Sanksi adat Minangkabau berfungsi sebagai menjaga keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, di samping itu juga sanksi adat sebagai pengikat dan memberi rasa jera atas pelanggaran hukum yang dibuat. Sanksi hukum adat tidak berbeda jauh tujuannya dengan adat yang berlaku di masyarakat umum artinya hukum adat yang memiliki tujuan yang universal, namun jenis hukum dan bagaimana hukum itu dijalankan serta sanksi adat atas pelanggaran hukum adat itu sendiri yang sesuai dengan budaya masyarakat dalam memberlakukan peraturan adat tersebut.

8 56 b. Fungsi Sanksi Fungsi dari hukuman, ada dua yaitu: 1) Menyadarkan pelaku perilaku menyimpang sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi. 2) Memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman c. Tujuan Sanksi Tujuan sanksi adalah untuk menciptakan ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagaiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Selain itu sanksi juga bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setimpa orang tidak dapat menjadi hakim terhadap dirinya sendiri. (http: //artonang. Blogspot.co.id/2016/01/pengertian-ciri-tujuan-sumpah, 08 mei 2017, 13.30). d. Jenis-Jenis Sanksi Adapun jenis sanksi adat Minangkabau bagi orang yang melakukan pelanggaran dalam pernikahan ialah sebagai berikut: 1) Pembatalan pernikahan, 2) Pengasingan dari masyarakat, 3) Mengusir mereka dari kampung, 4) Mengucilkan mereka dari pergaulan dan adat, 5) Sanksi yang tersirat seperti sumpah yang selalu melekat dan berdampak buruk pada diri pelaku (Hasan, 1988: 62). Sanksi terhadap aturan adat disebut dengan delik adat (adat rechtie) atau pidana adat yang subtansinya tidak seragam pada tiaptiap jorong/ nagari. Delik adat ini muncul sebab akibat dari tersinggungnya perasaan seseorang atau sekelompok orang oleh tindakan oknum tertentu sehingga menimbulkan rasa malu dan merenggangkan sifat hubungan sosial. Di Minangkabau sanksi

9 57 tersebut beraneka ragam tergantung kepada musyawah dari pemuka adat disuatu wilayah.. Secara umum, ahli hukum adat seperti Ter Haar tidak merinci bentuk-bentuk pembayaran pelanggaran sanksi adat, karena masing-masing wilayah tidak sama menerapkan sanksinya. Umumnya diserahkan kepada pemuka adat untuk menjatuhkan sanksi, seperti permintaan maaf dan lain sebagainya. Menurut adat Minangkabau, sanksi bagi pelaku perkawinan pantang, atau kawin sesuku serta perkawinan sumbang tidak sampai kepada membubarkan perkawinan karena masyarakat menyadari bahwa perkawinan seperti itu tidak dilarang oleh agama Islam. Tetapi ketiganya atas kesepakatan pemuka adat dibuang sepanjang adat. Dibuang sepanjang adat ini yang berbentuk buang sirih dalam arti pelakunya tidak dibawa sehilir semudik dalam pergaulan masyarakat atau dikucilkan selama kesalahannya belum di tebusi. Ada pula yang disuruh pergi meninggalkan kampung untuk menghindari rasa malu dalam fitnah masyarakat sebagai sanksi sosial Tinjauan Umum Tentang Sumpah Bersumpah adalah mengucapkan seperti janji atau ikrar dengan kesungguhan untuk menguatkan pernyataan yang dibuat oleh seseorang. Sumpah tentu memiliki derajat yang tinggi atau tidak main-main. Sumpah tentu memiliki konsekuensi dan dampak pada yang mengucapkannya. Untuk itu, sumpah tidak bisa diucapkan main-main, apalagi jika membawa nama Agama, Allah, dan Rasulullah. Al-Yamin (sumpah) menurut istilah adalah menegaskan suatu hukum atau perkara yang menyebutkan zat yang mulia dengan cara tertentu (Kamal, 2006: 471). a. Hukum sumpah menurut Imam Mazhab ialah dibawah ini: Sumpah dalam Islam dibahas oleh para ulama atau Imam besar. Mereka memiliki pendapat masing-masing mengenai bersumpah dalam Islam. Hal tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.

10 58 1) Pendapat Imam Malik Imam Malik berpendapat bahwa bersumpah hukumnya adalah jaiz. Dalam hal yang dimaksudkan untuk menekankan kepada masalah agama atau mendorong untuk melaksanakan sesuatu yang lebih maka dianjurkan untuk melakukan sumpah. Jika sumpah dilakukan dengan hukum mubah, maka melanggarnya pun mubah namun tetap harus membayar denda kecuali jika pelanggaran dari sumpah itu menjadi lebih baik. 2) Pendapat Imam Hambali Imam Hambali memiliki pendapat bahwa hukum bersumpah sangat bergantung kepada kondisi yang melingkupinya. Bersumpah bisa wajib, haram, makruh, sunnah atau mubah. Bersumpah dalam kondisi yang mengarah kepada kewajiban maka hukumnya wajib. Sedangkan jika bersumpah dalam halhal yang sudah jelas diharamkan agama, maka hukumnya adalah haram, dan seterusnya. 3) Pendapat Imam Syafii Imam Syafii memiliki pendapat bahwa bersumpah adalah makruh. Sumpah menjadi sunnah, wajib, haram, dan mubah tergantung kepada keadaannya. Apabila sumpah diorientasikan pada sumpah yang memberikan bekasan maksiat maka wajib untuk ditinggalkan, namun jika hal tersebut justru untuk ditinggalkan (hal maksiat) maka wajib untuk bersumpah. 4) Pendapat Imam Hanafi Imam Hanafi berpendapat bahwa bersumpah adalah bersifat jaiz atau lebih baik tidak terlalu banyak melakukan sumpah. Untuk itu seorang muslim hendaknya tidak bersumpah untuk melakukan sesuatu yang main-main atau hanya sekedar urusan sepele saja (Baidan, 2005: 56).

11 59 b. Macam-macam sumpah Menurut mazha Hanafi sumpah itu ada tiga macam (Baidan, 2005: 58), yaitu; 1) Al-yamin al-laghw, yaitu sumpah yang diucapkan tanpa ada niat untuk bersumpah. Pelanggaran atas sumpah ini tidak berdosa dan tidak wajib membayar kafarat. Contohnya sumpah yang menggunakan nama Allah dalam kalimat sumpahnya, tetapi tidak dimaksudkan atau diniatkan untuk bersumpah. Seperti seseorang mengucapkan demi Allah, aku akan datang tepat waktu. Orang yang mengucapkan perkataan itu tidak bermaksud untuk bersumpah, tetapi semata-mata agar orang yang mendengar ucapannya itu mempercayai. Sumpah semacam ini tidak dihukum dan tidak diwajibkan membayar kafarat. 2) Al-yamin al-mu akkidah, yaitu sumpah yang diniatkan untuk bersumpah. Sumpah semacam ini wajib dilaksanakan. Jika dilanggar harus membayar kafarat. Seperti ucapan seseorang demi Allah aku akan benar-benar menepati janji yang telah aku janjikan dahulu 3) Al-yamin al-gamus, yaitu sumpah palsu yang mengakibatkan hak-hak seseorang tak terlindungi atau sumpah yang fasik atau khianat. Sumpah semacam ini termasuk dose besar. c. Syarat sumpah dalam Islam Di dalam Islam, bersumpah bukanlah ucapan yang main-main, untuk itu, sumpah harus dengan kesungguhan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Orang yang bersumpah haruslah menepati apa yang menjadi sumpahnya sedangkan pelanggarannya adalah tanggung jawab dunia akhirat. Berikut adalah syarat-syarat bersumpah dalam Islam yang harus dipenuhi oleh seorang muslim, yaitu:

12 60 1) Bersumpah dengan nama Allah Swt Barang siapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Allah atau (jika tidak) maka diamlah (HR Bukhari) Dalam hadist tersebut, dijelaskan bahwa untuk bersumpah maka harus dengan menyebut nama Allah. Hal ini menunjukkan bahwa pertanggungjawaban kita sejatinya adalah dengan Allah Swt bukan pada apapun selain Allah. Selain itu, bersumpah pada selain Allah tentu hal yang diharamkan, karena tentunya mendekati kepada kemusyirikan. Syirik Dalam Islam adalah dosa yang berat dan sulit untuk diampuni jika tidak Taubatan Nasuha, Shalat Taubat, dan Cara Taubat Nasuha Menurut Islam. Bersumpah pada Allah menunjukkan bahwa pertanggungjawaban apa yang kita sebutkan bukan hanya di dunia, melainkan kelak di akhirat langsung pada Allah SWT. Sedangkan pada selain Allah, dikhawatirkan atau berpotensi pada penyelewengan akidah. 2) Sumpah dengan Salah Satu dari Nama-Nama Allah Sumpah yang baik adalah yang menyebutkan nama Allah di dalamnya. Nama Allah yang terdapat dalam Al- Quran ada 99 Nama Sifat dan Nama Allah. Untuk itu, salah satunya dapat disebutkan dalam sumpah yang dilakukan, sebagaimana dalam hadist berikut. Menyebut nama Allah sebagai bentuk sumpah kita adalah sumpah kesungguhan yang disampaikan benar-benar dari hati dan pertanggungjawaban yang dalam. Aku berlindung dengan Kemuliaan Kamu, yang tidak ada Tuhan melainkan Kamu yang tidak mati manakala jin dan manusia akan mati (HR Bukhari).

13 61 3) Sumpah dengan Salah Satu Sifat Allah Selain itu, sumpah yang baik adalah dengan menyebutkan pula sifat-sifat Allah. Sebagaimana contohnya dalam hadist berikut ini. Daripada Ibn Umar (radhiallahu anhuma), dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah bersumpah dengan berkata: Tidak! Demi yang membolak-balikkan hati (HR Bukhari) Contoh lain dalam penyebutan sifat Allah adalah dalam hadist berikut ini: Demi yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, tidaklah seorang jua dari umat ini yang mendengar tentang aku, baik Yahudi mahupun Nasrani, kemudian dia mati tanpa beriman kepada apa yang aku diutus dengannya (Islam) melainkan dia menjadi dari kalangan ahli neraka (HR Bukhari) 4) Isi Sumpah Jelas dan Tegas Isi sumpah haruslah jelas dan tegas. Hal ini untuk meyakinkan dan memastikan apakah sumpah tersebut dapat berjalan nantinya dengan benar dan konsisten. Isi sumpah yang ambigu dan tidak dapat dipahami isinya, tentu menjadi sumpah yang tidak sungguh-sungguh dan akan mudah untuk dilanggar. Sumpah yang ambigu, nantinya akan berpotensi untuk menjadi penyelewengan makna atau bias tafsir sehingga akan berefek pada tidak jelasnya tujuan yang hendak dicapai dari sumpah tersebut. Misalnya Saya bersumpah tidak akan melakukan hal itu lagi. Hal itu yang dimaksud dalam isi sumpah di atas harus diperjelas dan diucapkan dengan tegas merujuk pada perilaku apa dan seperti apa.

14 62 d. Pelanggaran Sumpah Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetap i Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-nya agar kamu bersyukur (kepada-nya). Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jika ada yang melanggar sumpah maka harus melakukan sebagaimana apa yang disampaikan dalam Ayat di atas. Hal ini dapat dirangkum dalam poin-poin berikut ini: 1) Memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang biasa dimakan sehari-hari atau bersama keluarga 2) Memberi pakaian pada orang miskin 3) Memerdekakakan seorang budak/hamba

15 63 4) Jika tidak dapat dilakukan hal-hal diatas, maka hendak untuk berpuasa selama tiga hari.

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Perkawinan Menurut Hukum Adat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru, Kecamatan Koto Baru, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi 1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pelanggaran kawin sasuku pada masyarakat Minangkabau dianggap sebagai perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi lokasi penelitian ini terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH

Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan: Apa itu Nadzar dan Sumpah? NADZAR DAN SUMPAH Pertanyaan Dari: Dani, Sulawesi Selatan (disidangkan pada hari Jum at, 23 Jumadilakhir 1432 H / 27 Mei 2011 M) As-salaamu alaikum wr. wb. Divisi

Lebih terperinci

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS بسم االله الرحمن الرحيم PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS MOTIVASI MENIKAH Kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia adalah Dia memberikan pahala bagi semua bentuk ikatan cinta yang mengeratkan

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA

SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA SATUAN KEGIATAN LAYANAN DASAR UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA Bidang Bimbingan Fungsi Layanan Standar Kompetensi Kompetensi dasar Tujuan Nama Kegiatan Jenis Layanan Metoda/Teknik Waktu Peserta Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

Pentingnya Menyambung Silaturahmi Pentingnya Menyambung Silaturahmi Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????:???????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

Pentingnya Menyambung Silaturahmi

Pentingnya Menyambung Silaturahmi Pentingnya Menyambung Silaturahmi Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri dari ribuan pulau yang dipisahkan oleh lautan, menjadikan negara ini memiliki etnis serta

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Praktek Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Tidak Bergerak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

JODOH DALAM PANDANGAN ISLAM http://sav3-prabandari.blog.friendster.com/2007/06/jodoh-dalam-pandangan-islam/ Allah swt berfirman dalam QS : Ar Ruum : 21 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto) A. Analisis Hukum Islam Terhadap Perjanjian Pranikah Dalam hukum

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR ISTILAH... viii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii INTISARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I. PENGANTAR... 1

Lebih terperinci

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA LAMPIRAN HASIL WAWANCARA 83 LAMPIRAN Wawancara Dengan Bapak Eriyanto, Ketua Adat di Karapatan Adat Nagari Pariaman. 1. Bagaimana Proses Pelaksanaan Tradisi Bajapuik? - Pada umumnya proses pelaksanaan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga

BAB IV ANALISIS DATA. A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga BAB IV ANALISIS DATA A Pelaksanaan Adat Pelangkahan dalam Perkawinan dan Dampaknya Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Masyarakat kecamatan Sukau khususnya di Pekon Buay Nyerupa merupakan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

MENGHAYATI PERAN ISTRI

MENGHAYATI PERAN ISTRI MENGHAYATI PERAN ISTRI Perhiasan yang paling indah Bagi seorang abdi Allah Itulah ia wanita shalehah Ia menghiasi dunia.. --------------------------------------------------------------------- Ada yang

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04

Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Artikel Buletin An-Nur : Menyoal Poligami dan Kendalanya Jumat, 26 Nopember 04 Hukum Poligami Para ulama telah sepakat bahwa poligami diperbolehkan di dalam Islam hingga empat istri. Hal ini berlandaskan

Lebih terperinci

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI

SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI SANKSI ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DALAM KENAGARIAN SUNGAI ASAM KABUPATEN PADANG PARIAMAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH : RESTY YULANDA 07140159

Lebih terperinci

Lingkungan Mahasiswa

Lingkungan Mahasiswa Lingkungan Mahasiswa Pernikahan Apa Hubungannya ya Lingkungan Mahasiswa dengan Pernikahan????? Pernikahan Dini Pernikahan yang dilakukan oleh mereka yang masih muda, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan dalam adat Minangkabau merupakan salah satu hal yang penting karena berhubungan erat dengan sistem kekerabatan matrilineal dan garis keturunan. Menurut alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama

Lebih terperinci

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010 Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010 Tanggal dibacakan putusan : 26 Mei 2010 Amar : Dikabulkan Kata Kunci : Polygami Jenis Lembaga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

Apakah Kawin Kontrak Itu?

Apakah Kawin Kontrak Itu? KOPI- Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali Imran [3] : 14). Hanya saja,

Lebih terperinci

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Hukum Adopsi menurut Hukum Adat Oleh: 1. Rico Andrian Hartono(135010101111114)/ 17 2. Ramadhanti Safirriani(135010119111001)/ 46 3. Farahdyba R (135010107111189)/ 44 4. Giovanna Calista F (135010101111106)/

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 80 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan tradisi pingit pengantin Tradisi pingit pengantin adalah kebiasaan yang telah biasa dilakukan oleh masyarakat di Desa Urung Kampung Dalam Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Setiap individu berinteraksi dengan individu lainnya. Interaksi ini disebut dengan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PUTUSAN Nomor : 700/ Pdt.G /2013/ PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

Majlis Ugama Islam Singapura Khutbah Jumaat 17 April 2015 / 27 Jamadilakhir 1436 Memahami Hikmah Dalam Pengamalan Agama

Majlis Ugama Islam Singapura Khutbah Jumaat 17 April 2015 / 27 Jamadilakhir 1436 Memahami Hikmah Dalam Pengamalan Agama Majlis Ugama Islam Singapura Khutbah Jumaat 17 April 2015 / 27 Jamadilakhir 1436 Memahami Hikmah Dalam Pengamalan Agama Sidang Jumaat yang dirahmati Allah sekalian, Marilah kita bertakwa kepada Allah s.w.t.

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab. sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penyusun sebagaimana pembahasan pada bab sebelumnya, selanjutnya penyusun memaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S1) ENZI PATRIANI NPM 10080297 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Demografis Desa Koto Tuo Barat adalah Desa yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AGAMA K-07. Hukum dan HAM dalam Islam. Kelompok 3.a. Anngota kelompok: Kartika Trianita Zihnil Adha Islamy Mazrad

LAPORAN AGAMA K-07. Hukum dan HAM dalam Islam. Kelompok 3.a. Anngota kelompok: Kartika Trianita Zihnil Adha Islamy Mazrad LAPORAN AGAMA K-07 Hukum dan HAM dalam Islam Kelompok 3.a Anngota kelompok: Kartika Trianita 10510007 Zihnil Adha Islamy Mazrad 10510011 Widya Tania Artha 10510026 Dewi Ratna Sari 10510028 Nilam Wahyu

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018

ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL AKIBAT HUKUM ADOPSI 15/03/2018 ADOPSI HUKUM ADAT MATRILINEAL Anggota Kelompok: 1. Dwi Linda Permatasari (10) 2. Dinda Dini Dwi C (20) 3. Rosalina Dwi F (23) 4. Devi Almas Nur A (26) 5. TaraditaN (27) Masyarakat dengan sistem matrilineal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami

Lebih terperinci

Di antara jalan untuk mencapai ketenangan jiwa dan hati yang dituntukan oleh syariat adalah menikah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

Di antara jalan untuk mencapai ketenangan jiwa dan hati yang dituntukan oleh syariat adalah menikah. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: Pernikahan Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perlawanan budaya merupakan perjuangan hak yang bertentangan agar terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini dikarenakan pada hakikatnya kehidupan setiap manusia diawali dengan perjanjian dengan-nya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

"PEMIMPIN ADIL NEGARA MAKMUR"

PEMIMPIN ADIL NEGARA MAKMUR "PEMIMPIN ADIL NEGARA MAKMUR" Saya menyeru agar kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-nya dan meninggalkan segala larangan-nya. Kepimpinan di

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

PERSATUAN DAN KERUKUNAN PERSATUAN DAN KERUKUNAN PENGERTIAN PERSATUAN DAN KESATUAN A. PERSATUAN Dari segi bahasa persatuan berarti gabungan, ikatan atau kumpulan. Sedangkan menurut istilah persatuan adalah kumpulan individu manusia

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialahikatan lahir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya. 1 Sebab pernikahan merupakan suatu prosesi yang dapat menghalalkan hubungan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, adat istiadat serta tradisi. Jika dilihat, setiap daerah memiliki kebudayaan dan tradisinya masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci