KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Mutu Pangan... 1 Good Manufacturing Practices (GMP)... 5 Status Gizi... 7 Kadar dan Nilai Gizi Pangan...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Mutu Pangan... 1 Good Manufacturing Practices (GMP)... 5 Status Gizi... 7 Kadar dan Nilai Gizi Pangan..."

Transkripsi

1

2

3 Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayatnya, kami dapat menyusun buku yang berjudul Mutu, Gizi, dan Keamanan Pangan. Buku ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Food Hygiene, Departemen Biologi, FMIPA UNPAD tahun ajaran 2014/2015. Buku ini berisi penjelasan mengenai mutu pangan karakteristik mutu pangan, Good Manufacturing Practies (GMP), status gizi, gadar gizi, nilai gizi pangan, evaluasi mutu gizi pangan, peningkatan mutu gizi pangan, pengawasan mutu pangan, dan implementasi Quality Sistem serta Safety. Diharapkan melalui buku ini dapat memberikan penjelasan mengenai mutu, gizi dan keamanan pangan agar terciptanya kualitas pangan yang lebih baik bagi produsen, distributor maupun konsumen. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Tentunya buku ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun dari pembaca, penulis terima dengan senang hati. Assalamu alaikum Wr. Wb. Jatinangor, April 2015 Penulis

4 KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Mutu Pangan... 1 Good Manufacturing Practices (GMP)... 5 Status Gizi... 7 Kadar dan Nilai Gizi Pangan Evaluasi Mutu Gizi Pangan Peningkatan Mutu dan Kadar Gizi Pangan Ruang Lingkup Pengawasan Mutu Pangan Keterkaitan Pengawasan Mutu Penerapan Sistem Manajemen Mutu Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Konsep Implementasi Quality System dan Safety DAFTAR PUSTAKA... 25

5 Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. 1. Kramer dan Twigg (1983) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. 2. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) Mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. 3. Juran (1974) dalam Hubeis (1994) Mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan produsen. 4. ISO/DIS dalam Fardiaz (1997) Mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa mutu merupakan level atau derajat kepuasan konsumen dalam menggunakan produk yang dihasilkan produsen. Selain itu mutu juga menentukan apakah produk, kegiatan dan proses yang dilakukan telah memenuhi kebutuhan dan kriteria yang ditentukan.

6 Pengertian Pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004, merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan pengertian mutu pangan dalam Peraturan ini yaitu nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu: a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organism yang membutuhkannya. b. Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah, yang berarti pengelolaan pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan. c. Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. d. Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang ditambahkan ke dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi. e. Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan dalam membuat suatu makanan atau minuman.

7 Berdasarkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) BPOM RI tahun 2003, syarat suatu pangan yang akan dikonsumsi antara lain: 1. Aman untuk dikonsumsi, tidak mengandung bahan bahan yang dapat membahayakan kesehatan/ keselamatan manusia misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan. Apabila suatu makanan atau minuman terkandung bahan atau zat yang tidak seharusnya dipakai, akan mengakibatkan terjadinya penyakit-penyakit tertentu bahkan keracunan makanan. 2. Keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan penyimpangan lainnya. Kondisi pangan yang kotor akan mempermudah mikroorganisme untuk tumbuh dan mengkontaminasi makanan atau minuman tersebut sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Apabila pagan yang telah terkontaminasi tetap dikonsumsi, akan menyebabkan keracunan, penyakit bahkan kematian. Karakteristik mutu bahan pangan menurut Kramer dan Twigg (1983): 1. Karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip 2. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Nilai gizi sangat menentukan mutu pangan, karena dengan mengukur nilai gizi suatu pangan, konsumen dapat mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam pangan tersebut dan berapa jumlah makanan atau minuman yang harus dikonsumsi untuk memenuhi kecukupan gizi seseorang. Keamanan biologis juga sangat penting dalam menentukan mutu pangan, sehingga dapat ditentukan apakah pangan tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak. Ada banyak uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran makanan oleh mikroorganisme.

8 Lifestyle.okezone.com Gambar 1. Karakteristik Fisik Pangan Gambar 2. Karakteristik Tersembunyi Pangan Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan, kelembutan, kekentalan atau kekenyalan suatu pangan. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen lainnya).

9 Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP - Good Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point). Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997). Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien, pengolahan,

10 pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan. Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan atau penyakit melalui makanan. Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu: 1. Keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; 2. Kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; 3. Kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah yang kurang dalam kemasan. Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen.

11 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat (Almatsier, 2001). Sedangkan menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Deswarni Idrus dan Gatot Kusnanto (1990), mengungkapkan bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi. Istilah-istilah tersebut adalah : 1. Gizi, adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan unruk mempertahankan kehdupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi. 2. Keadaan gizi, adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersdianya zat gizi dalam seluler tubuh. 3. Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk malnutrisi diantaranya adalah : (1) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific deficiency, kekurangan zat gizi tertentu, (3) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu, (4) Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein), (5) Kurang energi protein (KEP), adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila berat badan kurang dari 80% berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS.

12 Daly Davis dan Robertson (1979) dalam buku Supariasa (2002) membuat model faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu, konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi model Daly dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Sedang zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi mikro menggunakan satuan mg (mili gram) untuk sebagian besar mineral dan vitamin.

13 Gambar 3. Sumber pangan yang mengandung gizi esensial

14 Menurut Sutopo (2014), ukuran pangan bermutu gizi tinggi tidak hanya ditentukan oleh kadar zat gizi pangan, tetapi juga nilai zat gizi pangan, serta keberadaan zat lain yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi oleh tubuh. Secara sederhana nilai gizi pangan merefleksikan ketersediaan produk pangan sebagai sumber zat gizi agi konsumen. Konsep nilai-gizi pangan menjelaskan manfaat zat gizi pangan bagi tubuh agar kebutuhan zat gizi untuk semua proses biokimiawi dan pertahanan tubuh tercukupi. Sutopo (2014) mengemukakan bahwa nilai gizi pangan ditentukan berdasarkan: 1. Kadar zat gizi yang merupakan komposisi kimia dan ukuran kepadatan zat gizi pangan yang secara garis besarnya dikelompokkan menjadi lima kelompok besar yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin. 2. Mutu zat gizi pangan yang diukur berdasarkan dapat atau tidaknya zat-zat gizi digunakan oleh tubuh. Sebagai contoh, pangan bermutu lemak baik bagi kesehatan jika nisbah kadar asam lemak jenuh dan tak jenuh > 2, dan pangan bermutu protein baik jika memiliki nilai PER > 2,5. Menurut Sutopo (2014), nilai gizi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: a. Faktor pra-panen yang meliputi : sifat genetik tanaman/hewan, iklim/musim, jenis tanah, cara pembudidayaan, cara panen dan mur panen. b. Faktor pasca-panen yang meliputi perlakuan pasca panen (penanganan, pengangkutan, pengolahan, pengepakan), kondisi lingkungan (suhu, kelembaban), higienen dan sanitasi, serta jangka waktu setelah dipanen sampai dikonsumsi.

15 Pengolahan dengan suhu tinggi dapat meningkatkan nilai gizi pangan karena : 1. Destruksi senyawa-senyawa anti gizi 2. Denaturasi protein sehingga menjadi mudah dicerna Pengolahan dengan suhu tinggi yang tidak terkontrol akan dapat menurunkan nilai gizi karena : 1. Reaksi antar molekul membentuk senyawa komplek yang tidak dapat dicerna 2. Rusaknya zat-zat gizi (terutama vitamin) yang tidak tahan panas. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menurunkan nilai gizi pangan karena dirusak oleh mikroorganisme. Higiene dan sanitasi bahan pangan yang tidak baik akan menyebabkan berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak zatzat gizi. chefsblade.monster.com ovenmicrowan.net Gambar 4. Pemanasan yang tidak terkontrol dapat merusak dan menurunkan nilai gizi pangan

16 Menurut Sutopo (2014), evaluasi mutu gizi pangan dilakukan terhadap : 1. Kadar zat gizi pangan Kadar zat gizi pangan diukur jenis dan kepadatannya menggunakan analisis kimia seperti analisis protein, analisis lemak, analisis karbohidrat, analisis mineral, dan analisis vitamin. Hasil analisis digunakan untuk membantu dalam penentuan nilai gizi pangan. 2. Nilai gizi pangan Nilai gizi pangan ditentukan berdasarkan ketersediaan zat-zat gizi baik secara teoritis, in vitro, maupun in vivo. Penentuan nilai gizi pangan dilakukan dengan cara penentuan nilai gizi protein, nilai gizi lemak, nilai gizi karbohidrat, nilai gizi mineral, dan nilai gizi vitamin. Sutopo (2014) berpendapat bahwa pembahasan nilai gizi protein dilihat dari beberapa ukuran seperti skor kimia (chemical score), Protein Efficiency Ratio (PER), Net Protein Utilization (NPU), Biological Value (BV). Pembahasan nilai gizi lemak meliputi kandungan asam lemak esensial, uji biologis toksisitas lemak (yang telah rusak akibat penggorengan), dan uji biologis pengaruh defisiensi asam lemak esensial. Pembahasan nilai gizi karbohidrat didasarkan pada daya cerna terhadap karbohidrat yang dapat dicerna (terutama pati) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (oligosakarida penyebab flatulen dan serat makanan) baik in vitro maupun in vivo. Pembahasan nilai gizi mineral dan vitamin bisanya dilakukan terbatas pada kadar mineral dan vitamin serta pembahasan secara teoritis tentang faktorfaktor yang berpengaruh terhadap ketersediaannya (Sutopo, 2014).

17 Peningkatan mutu gizi pangan dilakukan untuk meningkatkan ketersediaaannya sebagai sumber zat gizi melalui beberapa cara antara lain: 1. Pengolahan 2. Penyimpanan 3. Pengawetan 4. Fermentasi Peningkatan kadar gizi pangan dilakukan terhadap baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro. Beberapa teknik peningkatan kadar zat gizi antara lain: 1. Fortifikasi pangan merupakan penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) pada taraf yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada pangan asal/awal. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. 2. Enrichment (pengkayaan) biasanya mengacu kepada penambahan satu atau lebih zat gii pada pangan asal pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional. 3. Restoration mengacu kepada penggantian zat gizi yang hilang selama proses pengolahan. 4. Nutrification berarti membuat campuran makanan atau pangan lebih bergizi.

18 5. Suplementasi pangan Ditujukan untuk menambah konsumsi pangan sehari-hari yang kurang yang diakibatan oleh berbagai hal seperti kurangnya pengertian, lemahnya ekonomi, dan sebagainya Penanganan defisiensi zat besi melalui suplementasi tablet besi merupakan cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi dalam jangka pendek. Suplementasi biasanya ditujukan pada golongan yang rawan mengalami defisiensi besi seperti ibu hamil dan ibu menyusui. Di Indonesia, pemerintah melakukan program suplementasi gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dan Posyandu, dengan menggunakan tablet besi folat (mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg asam folat). 6. Tingkat kesehatan masyarakat diharapkan meningkat karena pada prinsipnya makin banyak jenis bahan pangan yang dikonsumsi, makin lengkap perolehan zat gizinya. Konsep tersebut di dalam ilmu gizi dinamakan komplementasi, yaitu terjadinya efek saling melengkapi antara satu bahan pangan dengan bahan lainnya. Contoh program kegiatan komplementasi antara lain pembuatan Bahan Makanan Campuran (BMC) dan diversifikasi menu.

19 Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, yaitu masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu sangat berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin kompleks ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Demikian pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan makin kompleks kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis produk pangan. Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis diperlukan untuk membina produksi dan perdagangan produk pangan. Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan/industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).

20 Masalah jaminan mutu merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha. Menurut Hubeis (1997), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri) dan empathy (keramah tamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik, sehingga jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai diperoleh produk akhir. Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian inderawi atau organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik kesehatan fisik yang berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan juga harus dipertimbangkan.

21 Pengawasan mutu merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi, perdagangan dan distribusi komoditas. Oleh karena itu, pengawasan mutu bukan semata-mata masalah penerapan ilmu dan teknologi, melainkan juga terkait dengan bidangbidang ilmu sosial dan aspek-aspek lain, yaitu kebijaksanaan pemerintah, kehidupan kemasyarakatan, kehidupan ekonomi serta aspek hukum dan perundang-undangan. Pengawasan mutu juga bergerak dalam berbagai kegiatan ekonomi. Macam-macam kegiatan ekonomi seperti pengawasan mutu pangan berperan atau terkait ialah dalam keseluruhan industri pertanian yang menggarap produk pangan dari industri usaha produksi bahan pangan, sarana produksi pertanian, industri pengolahan pangan dan pemasaran komoditas pangan. Pengawasan mutu pangan juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat dalam melayani kebutuhan konsumen, memberi penerangan dan pendidikan konsumen. Pengawasan mutu pangan juga melindungi konsumen terhadap penyimpangan mutu, pemalsuan dan menjaga keamanan konsumen terhadap kemungkinan mengkonsumsi produk-produk pangan yang berbahaya, beracun dan mengandung penyakit.

22 Di tingkat perusahaan, pengendalian mutu berkaitan dengan pola pengelolaan dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan dan dijaga oleh seluruh bagian atau satuan kerja dalam perusahaan/industri. Dalam industri pangan yang maju, pengendalian mutu sama pentingnya dengan kegiatan produksi.penelitian dan pengembangan (R&D) diperlukan untuk mengembangkan sistem standardisasi mutu perusahaan maupun dalam kaitannya dengan analisis mutu dan pengendalian proses secara rutin. Dalam kaitan dengan produksi, pengawasan mutu dimaksudkan agar mutu produksi nasional berkembang sehingga dapat menghasilkan produk yang aman serta mampu memenuhi kebutuhan dan tidak mengecewakan masyarakat konsumen. Bagian pemasaran juga harus melaksanakan fungsi pengawasan mutu menurut bidangnya. Kerjasama, kesinambungan, dan keterkaitan yang sangat erat antarsatuan kerja dalam organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu produk yang terbaik.

23 ITC (1991) dalam Hubeis (1994) menyatakan bahwa industri pangan sebagai bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer (pengangkutan) pengolah penyalur pengecer konsumen. Pada masing-masing mata rantai tersebut diperlukan adanya pengendalian mutu (quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total (total quality control atau TQC) pada aspek rancangan, produksi dan produktivitas serta pemasaran. Dengan kata lain permasalahan mutu bukan sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan atau standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke arah penerapan dan penguasaan total quality management (TQM) yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan ISO seri 9000 (sertifikat mutu internasional), yaitu ISO-9000 s.d. ISO-9004, dan yang terbaru yaitu ISO Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan sebuah dokumen yang menyatakan suatu produk/jasa sesuai dengan persyaratan standar atau spesifikasi teknis tertentu (Jaelani, 1993 dalam Hubeis, 1994). Sertifikat yang diperlukan adalah yang diakui sebagai alat penjamin terhadap dapat diterimanya suatu produk/jasa tersebut (Hubeis, 1997). Upaya ini sangat diperlukan karena Indonesia menghadapi persaingan yang makin ketat dengan negara-negara lain yang menghasilkan barang yang sama atau sejenis. Hal ini juga perlu disiapkan dalam menghadapi perdagangan bebas di kawasan ASEAN sekarang ini dan di kawasan Asia Pasifik tahun 2019 yang akan datang, serta perubahan menuju perdagangan global dan terjadinya regionalisasi seperti di Eropa dan Amerika Utara.

24 HACCP adalah pedoman untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada semua proses produksi (dari tahap produksi primer sampai ditangan konsumen). Dengan kata lain HACCP ini, di Indonesia bertujuan untuk menjamin keamanan pangan. Dengan diidentifikasinya semua tahapan produksi, sehingga bisa diminimalisasi kontaminasi bahaya. Bahaya disini bisa disebabkan oleh zat kimia, kontaminasi mikro/bakteri (biologi), atau zat asing (fisik, bisa berupa pecahan kaca atau lain sebagainya). Penerapan dan pendokumentasian HACCP lebih simple dibandingkan ISO. Tapi HACCP punya tahapan tertentu. Sebelum penerapan HACCP, pabrik (perusahaan) harus sudah menjalankan GMP dan SSOP dengan baik. Untuk kalangan pabrik tentu sudah tidak asing lagi, apa itu GMP. Skedar berbagi saja, GMP kependekan dari GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Atau Cara2 berproduksi dengan baik. GMP ini panduan mendetail dan harus mencakup semua proses produksi, mulai dari ketertiban karyawan, Pest Control (pengendalian hama), Fasilitas gudang, Kelengkapan rancangan gedung, keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja. GMP harus diimplementasikan untuk semua bagian termasuk Processing Area, Logistik dan Area Penyimpanan (Gudang), Laboratorium, Manufacturing Area, Maintenance & Engineering, dan manajemen. Semua harus satu kata. Semua bagian harus secara komitmen dan konsisten mengimplementasikan GMP ini. Oleh sebab itu untuk memantau implementasi GMP dilapangan perlu dilakukan audit. Audit ini bisa dibagi menjadi audit internal dan eksternal. Audit internal berasal dari auditor yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengaudit pabrik tersebut. Audit internal ini bisa berasal dari gabungan karyawan dari berbagai

25 bagian/departemen. Diharapkan audit internal ini bisa mengevaluasi dan memberi masukan kepada pihak yang bertanggungjwab di pabrik (perusahaan tersebut). Masukan dari auditor internal ini bisa dijadikan acuan untuk diadakan perubahan kebijakan. Manfaat dari auditor internal ini adalah jika ada temuan bisa dibahas secara internal pabrik dan tidak perlu sampai banyak pihak tahu. Auditor internal bisa tidak efektif dalam mengauditnya karena akan bersikap subyektif. Kesubyektifan ini bisa diganti dengan diadakannya audit eksternal. Auditor eksternal bisa dari berbagai macam institusi baik milik pemerintah maupun milik swasta. Tapi ada syarat dalam memilih auditor eksternal, yaitu: institusi auditor eksternal tersebut harus memiliki akses ke KAN (Komite Akreditasi Nasional). Sudah banyak institusi yang bisa dijadikan auditor eksternal, salah satunya yang sudah terkenal adalah SGS. Selain GMP ada satu lagi pedoman yang harus diterapkan, yaitu SSOP. SSOP adalah kependekan dari Sanitation Standard Operating Procedures.

26 Untuk implementasi sistem mutu dan keamanan pangan nasional telah dilakukan analisis SWOT yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi. Dari hasil analisis tersebut ditetapkan kebijakan yang harus ditempuh, serta disusun strategi, program, dan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan untuk perdagangan domestik maupun global, yaitu melalui pendekatan HACCP untuk menghasilkan produk yang aman, serta mengacu pada ISO 9000 (QMS) untuk menghasilkan produk yang konsisten dan ISO (EMS) untuk menjamin produk pangan yang berwawasan lingkungan.

27 Kebijaksanaan, strategi dan program pengendalian mutu dan keamanan pangan (mengacu pada konsep HACCP, ISO 9000 dan ISO 14000).

28 Implementasi Sistem Mutu dan Keamanan Pangan

29 Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan Keempat. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Deswarni, I. dan G. Kunanto Epidemiologi I. Pusdiknakes. Jakarta. Fardiaz, D Praktek Pengolahan Pangan yang Baik. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21Juli 2 Agustus Hubeis, M Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Hubeis, M Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Pertanian Bogor. Kadarisman, D ISO (9000 dan 14000) dan Sertifikasi. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. VII (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Kramer, A. dan B.A. Twigg Fundamental of Quality Control for the Food Industry. The AVI Pub. Inc., Conn., USA. Soekarto Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Aksara. Jakarta. Suhardjo Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta. Supariasa Penilaian Status Gizi. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. Sutopo, Djoko Mutu Gizi Pangan. blogspot.com/2014/ 02/mutu-gizi-pangan.html. Diakses tanggal 27 Maret 2015 Pukul 2.55 WIB.

30 Pangan merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidupnya. Saat ini, banyak jenis pangan yang diolah untuk menambah daya tarik pangan dengan menambah cita rasa, bentuk, dan penampilan menarik lainnya. Namun terkadang, kegiatan pengolahan makanan tidak sesuai dengan standar sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas dan mutu pangan, terutama dari kandungan gizi dan keamanan pangan tersebut untuk dikonsumsi. Pangan yang telah mengalami penurunan mutu, seperti terkontaminasi oleh mikroorganisme, dapat mengakibatkan penyakit dan keracunan bagi konsumen. Buku ini membahas mengenai mutu pangan, karakteristik mutu pangan, Good Manufacturing Practies (GMP), status gizi, gadar gizi, nilai gizi pangan, evaluasi mutu gizi pangan, peningkatan mutu gizi pangan, pengawasan mutu pangan, dan implementasi Quality Sistem serta Safety. Diharapkan melalui buku ini dapat memberikan penjelasan mengenai mutu, gizi dan keamanan pangan agar terciptanya kualitas pangan yang lebih baik bagi produsen, distributor maupun konsumen. SELAMAT MEMBACA!

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konsumen Oleh : 1. Avida Ayu Pramesti (5402411052) 2. Rana Bella (5402411053) 3. Inayatul Munawaroh (5402411054) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN 2.1 Pangan dan Pangan Tradisional 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dari segi kepentingan nasional, sektor peternakan memerlukan penanganan dengan seksama karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, gizi masyarakat, membuka lapangan kerja,

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Cita Nasional merupakan salah satu industri yang bergerak pada olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat mudah terkontaminasi karena kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PENGENDALI HAMA PENYAKIT DAN MUTU IKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasonal. Indonesia terus melakukan upaya meningkatkan sektor pertanian untuk menghasilkan produk yang bermutu. Kemajuan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kebutuhan Standar International Dengan adanya standar standar yang belum diharmonisasikan terhadap teknologi yang sama dari beberapa Negara atau wilayah yang berbeda kiranya dapat

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN UMUM Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi optimal seperti vitamin, mineral,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat dimakan, biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau di masak.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food

SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food SAFETY FOOD (Keamanan Pangan) A. Prinsip Safety Food Safety Food (keamanan pangan) diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk dikonsumsi. Safety Food secara garis besar digolongkan menjadi 2 yaitu aman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Propinsi Lampung mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan agroindustri, terutama untuk agroindustri dengan orientasi pasar antar daerah maupun ekspor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan yang bergizi tinggi, sehat dan aman dapat dihasilkan bukan hanya dari bahan baku yang pada dasarnya bermutu baik, namun juga dari proses pengolahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian menjamur. Berbagai variasi bumbu dan metode penyajian pun dapat dijumpai. Seiring dengan perkembangan jaman,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

CAPAIAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB)

CAPAIAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB) CAPAIAN PEMBELAJARAN PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN () UNIVERSITAS BRAWIJAYA (UB) KIMIA DAN ANALISA PANGAN A1 Memahami kejadian kimia yang 1.1. Menjelaskan kejadian kimia utama mendasari sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan adalah faktor keamanan pangan. Dalam dunia industri. khususnya industri pangan, kontaminasi pada makanan dapat terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan adalah faktor keamanan pangan. Dalam dunia industri. khususnya industri pangan, kontaminasi pada makanan dapat terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen semakin sadar bahwa pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KEAMANAN PANGAN (STUDI TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN MAKANAN SIAP SAJI DI WILAYAH HUKUM SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melaksanakan Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

LAPORAN PELATIHAN PENYUSUNAN LEARNING OUTCOME PROGRAM STUDI

LAPORAN PELATIHAN PENYUSUNAN LEARNING OUTCOME PROGRAM STUDI LAPORAN PELATIHAN PENYUSUNAN LEARNING OUTCOME PROGRAM STUDI PROGRAM STUDI S: TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN (THP) PROGRAM STUDI S: TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN (THP) PROGRAM STUDI S: TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN (THP)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber pangan yang diharapkan masyarakat yaitu memiliki nilai gizi tinggi serta menyehatkan. Salah satu sumber gizi yang tinggi terdapat pada bahan pangan kedelai, yang mempunyai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup, khususnya manusia pasti membutuhkan zat gizi sebagai penunjang kelancaran pertumbuhan dan perkembangan. Apabila zat gizi yang dibutuhkan tidak

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT \ PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 1 TAHUN 2014 T... TENTANG PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA

PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA PENGUATAN USAHA PRODUKSI KEMBANG GOYANG DI NGAMPIN AMBARAWA Suwardiyono 1*, Indah Hartati 1, Helmy Purwanto 2 1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang 1 Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN

NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN NUTRIENT, GIZI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUSAKNYA NILAI GIZI BAHAN PANGAN Oleh Rizka Apriani Putri, M.Sc Jurdik Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta Email : rizka_apriani@uny.ac.id Makalah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci