PRA STUDI KELAYAKAN POTENSI BATUBARA DI DESA TAMAPOLE KECAMATAN ANGGANA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRA STUDI KELAYAKAN POTENSI BATUBARA DI DESA TAMAPOLE KECAMATAN ANGGANA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR"

Transkripsi

1 PRA STUDI KELAYAKAN POTENSI BATUBARA DI DESA TAMAPOLE KECAMATAN ANGGANA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ichsan Yusran Prodi Teknik Pertambangan, FTM, UPN Veteran Yogyakarta Hp ichsanyusran_mare@yahoo.com. Ringkasan Desa Tamapole, Kecamatan Muara Jawa merupakan salahsatu kawasan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang diduga memiliki cadangan batubara yang cukup besar. Hal ini ditinjau dari kondisi statigrafi desa Tamapole yang masuk dalam Formasi Balikpapan, Kampung Baru dan Pulaubalang. Sampai saat ini sudah banyak titik endapan batubara yang telah teridentifikasi dan di eksploitasi oleh pihak pemerintah maupun pihak investor. Adapun endapan batubara yang belum di eksploitasi dikarenakan kurangnya informasi yang di dapatkan dari titik-titik endapan tentang potensi serta investasi yang harus dikeluarkan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dari hasil observasi dan pengolahan data dari daerah penelitian, potensi sumberdaya batubara dibagi menjadi 3, yaitu Blok-1 sebanyak ,05 ton dengan kalori rata-rata Kcal, Blok-2 sebanyak ,93 ton dengan kalori rata-rata Kcal dan Blok-3 sebanyak ,55 ton dengan kalori 6593 Kcal. Berdasarkan data kualitas batubara dari ketiga blok, maka harga batubara berkisar antara US$/ton. Untuk mengeksploitasi potensi batubara tersebut memerlukan biaya yang sekitar ,61 US$ per tahunnya untuk tiap blok. Berdasarkan hasil analisis Keputusan Menteri tentang kriteria wilayah keprospekan kawasan pertambangan, kawasan blok 1-3 tergolong dalam Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Utama (WKKPU). Pengangkutan batubara dari lokasi penambangan direncanakan menggunakan jalan khusus berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun Dari hasil perhitungan Break Even Stripping Ratio (BESR), blok 1-3 layak menggunakan sistem tambang terbuka. Selain itu dari hasil analisis kepekaan nilai BESR terhadap perubahan harga jual batubara, Blok 1-3 peka terhadap perubahan harga jual batubara. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan melanjutkan penelitian ke tahapan yang lebih rinci dan bisa digunakan sebagai acuan dalam penyusunan studi kelayakan nantinya serta memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah desa Tamapole Kata kunci : Pra studi kelayakan, wilayah keprospekan. A. Latar Belakang Desa Tamapole merupakan salah satu kawasan di Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai salah satu kabupaten penghasil batubara terbesar di Indonesia yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Di desa ini sudah banyak titik titik endapan batubara yang sudah di eksploitasi. Adapun endapan batubara yang belum dieksploitasi dikarenakan kurangnnya informasi tentang potensi dan besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dengan adanya informasi tentang potensi batubara dan gambaran umum investasi yang harus dikeluarkan untuk mengusahakan kegiatan pertambangan yang dimiliki daerah tersebut maka investor akan mudah dan tertarik untuk memulai usaha kegiatan pertambangan di Desa Tamapole yang nantinya diharapkan memberikan nilai tambah secara nyata kepada kebutuhan akan energi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional serta pembangunan daerah secara berkelanjutan Kegiatan pertambangan dimulai dari prospeksi, eksplorasi, studi kelayakan, eksploitasi, pengolahan, ekstraksi dan pemasaran. Tetapi tidak seluruh kegiatan tersebut selalu dilakukan. Hal ini bergantung dari jenis bahan galian, pemakaian bahan galian dan permintaan pasar. Penelitian yang dilakukan di Desa Tamapole merupakan penelitian untuk mengetahui titik-titik potensi batubara yang ada. Penelitian juga di batasi agar tidak keluar dari tujuan awal penelitian. Penelitian yang dilakukan di Desa Tamapole merupakan suatu tahapan eksplorasi yang termasuk dalam tahapan 1

2 pertambangan. Ekplorasi pada dasarnya dibagi menjadi tiga sub penelitian yaitu Eksplorasi Awal, Eksplorasi Menengah / Umum dan Eksplorasi Rinci / detail. Penelitian ini tergolong dalam kategori eksplorasi menengah/umum karena data yang di kumpulkan belum mencakup semua aspek yang diperlukan dan belum detil untuk dilanjutkan penelitian ke tahap yang lebih rinci. Penelitian ini dianggap sebagai tahapan awal penelitian yang digunakan sebagai bahan pertimbangan melanjutkan penelitian ke tahapan ekplorasi rinci. Selain itu tahapan ini bisa digunakan sebagai dasar dalam penyusunan studi kelayakan nantinya. Pra studi kelayakan adalah suatu tahap kegiatan dalam industri yang sifatnya tidak mutlak atau tidak harus dilakukan sebelum tahap kegiatan studi kelayakan. Hal ini bergantung pada metode penelitian dan jenis data yang dikumpulkan. Studi ini mempunyai objektif didalam penentuan apakah konsep penelitian terfokus pada suatu analisis rinci oleh suatu studi kelayakan (apakah studi kelayakan diperlukan) dan apakah setiap aspek dari proyek adalah kritis dan memerlukan suatu investigasi yang mendalam melalui suatu studi pendukung. Studi ini harus dipandang sebagai suatu tahap menengah antara studi konseptual yang tidak mahal dan suatu studi kelayakan yang relatif mahal. Hasil akhir kegiatan ini, digunakan sebagai dasar kebijakan pengelolaan potensi batubara di Desa Tamapole, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengaplikasikan metode Daerah Pengaruh dalam menghitung estimasi sumberdaya batubara di daerah penelitian 2. Menentukan wilayah keprospekan pertambangan yang ada di Desa Tamapole, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara. 3. Menentukan dan membuat peta rekomendasi jalur pengangkutan batubara. 4. Menentukan sistem penambangan dengan melakukan analisis Break Event Stripping Ratio (BESR) 5. Melakukan analisis kepekaan nilai harga terhadap perubahan (naik/turun) harga jual batubara. C. Batasan Masalah Berikut adalah batasan batasan masalah dalam penelitian ini : 1. Lokasi kegiatan penelitian ini dilakukan di beberapa titik pengukuran di Desa Tamapole, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. 2. Pengolahan data yang dilakukan hanya menggunakan data hasil observasi dilapangan dan data sekunder yang diperoleh di daerah penelitian. 3. Perhitungan potensi sumberdaya menggunakan metode daerah pengaruh mengacu pada SNI No tentang klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara. 4. Daerah yang tidak memiliki data kualitas batubara tidak akan dilakukan perhitungan dan pembahasan. 5. Penelitian ini tidak membahas secara rinci permasalahan teknis penambangan dan masalah lingkungan. 6. Menggunakan Harga Patokan Batubara (HPB) price marker nomor 1 8 sebagai indikator perubahan harga jual batubara. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan studi kelayakan untuk kegiatan pertambangan di wilayah tersebut dan memberikan manfaat bagi pemerintah Desa Tamapole, Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya dalam rangka memberikan nilai tambah secara nyata kepada kebutuhan akan energi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional serta pembangunan daerah secara berkelanjutan. E. Tinjauan Umum Desa Tamapole terletak di Kecamatan Muara Jawa, Provinsi Kalimantan Timur. Dapat ditempuh dari Kota Samarinda melewati Kota Tenggarong sekitar 51 km atau 71 km (lewat Kec. Loa Janan). Secara astronomis Desa Tamapole berada dalam posisi me dan ms. Luas Kelurahan Tamapole sendiri kurang lebih 17 km2 dengan jumlah Kepala Keluarga 115 serta jumlah jiwa berkisar 300 jiwa 2

3 1. Penggunaan Lahan Sebagian besar wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri atas wilayah pantai dan daratan. Wilayah pantai berada di bagian timur wilayah daerah dengan kemiringan datar sampai landai terdapat di beberapa bagian yaitu wilayah pantai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam. Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai ketinggian dari 0 7 meter dari permukaan laut (dpl). Luas wilayah pantai ini mencapai 22,87% dari total luas wilayah. Sifat fisik dari wilayah ini mempunyai ciri utama selalu tergenang, dan bersifat organik serta asam. Wilayah Desa Tamapole mempunyai bentuk topografi bergelombang dan berbukit dengan kemiringan landai sampai curam. Daerah kemiringan datar sampai landai dengan ketinggian antara 7-25 m dari permukaan laut (dpl), dengan karakteristik fisik kandungan air tanah cukup baik, kadang tergenang, sistem pengairan baik dan tidak ada air sehingga cocok untuk pertanian lahan basah. Pada wilayah pedalaman dan perbatasan pada umumnya merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian m dpl yang di tetapkan menjadi kawasan lindung dengan pengembangan terbatas. Berdasarkan karakteristik topografi tersebut, maka dapat diidentifikasi tipe penggunaan lahan di wilayah Desa Tamapole dibagi Hutan Rimba, Pemukiman, Semak Belukar/Alangalang, dan Sungai. 2. Curah Hujan Desa Tamapole yang terletak dibagian timur Provinsi Kalimantan Timur. Letak desa Tamapole termasuk daerah yang dekat dengan garis khatulistiwa. Hal ini membuat desa Tamapole beriklim tropis basah dengan temperatur rata-rata berkisar 24 o - 33 o C. Curah hujan rata rata berkisar 2849,35 mm/tahun atau berkisar antara 237,45 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni yaitu 351,00 mm dan terendah pada bulan Januari yaitu 156,50 mm (lihat Gambar 2.3). Angin musim barat pada umumnya terjadi pada bulan November April dan musim angin timur terjadi pada bulan Mei Oktober. 3. Kondisi Geologi Secara fisiografi, kawasan Desa Tamapole berada pada zona Tinggian Mangkalihat. Satuan geomorfologi daerah penelitian terdiri dari Satuan Perbukitan Karst, Satuan Dataran Karst, dan Satuan Perbukitan Homoklin. Satuan batuan yang tersingkap dari tua ke muda di daerah penelitian terdiri dari Satuan Batugamping Terumbu, disetarakan dengan Formasi Lembak, berumur Oligosen Akhir Miosen Awal, diendapkan di lingkungan Laut Dangkal. Satuan Batugamping Kalkarenit, disetarakan dengan Formasi Golok, berumur Miosen Tengah, diendapkan di lingkungan Neritik Tengah. Satuan Napal, disetarakan dengan Formasi Golok, berumur Miosen Tengah Miosen Akhir, diendapkan di Lingkungan Neritik Luar Batial Atas, serta Satuan Aluvial, berumur Resen, diendapkan di lingkungan darat secara tidak selaras di atas Satuan Napal. Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian berupa sesar naik yang relatif berarah baratdaya - timurlaut dan sesar mendatar yang relatif berarah baratlaut - tenggara. Pembentukan struktur ini dikontrol oleh tegasan utama berarah baratlaut tenggara yang berasal dari pergerakan Sesar Mangkalihat dan 3

4 Sesar Sangkulirang serta diperkirakan terjadi pada Kala Pliosen - Pleistosen. Secara regional daerah penyalidikan termasuk dalam Cekungan Kutai yang merupakan Antiklinorium Samarinda berada di bagian tengah, merupakan bentukan hasil proses tektonik yang bekerja dengan arah tegasan utama Baratlaut-Tenggara, dengan produk berupa lipatan-lipatan dengan arah umum sumbu Baratdaya- Timurlaut. Keadaan morfologi daerah penyelidikan padaumumnya didominasi oleh daerah perbukitan bergelombang sedang dan perbukitan bergelombang lemah. Daerah perbukitan bergelombang sedang pada umumnya berupa rangkaian beberapa kelompok perbukitan dengan kemiringan lereng Posisi rangkaian perbukitan ini terbesar di bagian Timur Laut daerah penyelidikan, sedangkan daerah perbukitan bergelombang lemah menempati bagian tengah ke Barat Daya daerah penyelidikan dengan kemiringan lereng berkisar Pola aliran yang berkembang pada lokasi ini adalah berupa Subdendritik,yaitu pola aliran yang tersusun oleh litologi yang relatif homogen. Sungai yang mengalir pada sekitar lokasi ini adalah sungai Mahakam. 4. Stratigrafi Menurut Sikumbang dan Umar (1980) dalam laporan Sukardjo (1991), Penyelidikan Endapan Batubara Daerah Cekungan Kutai, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, dan Sugeng Priyono (2003) Bahan Galian Mineral Non Logam Daerah Kutai Kertanegara dan Kutai Timur, serta berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia Lembar Sangatta (PPPG,1995) menunjukkan bahwa stratigrafi regional di Desa Tamapole terdiri dari (lih at Gambar 2.3): 1) Formasi Balikpapan (Tmbp) Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa siklus endapan delta yang disusun oleh litologi yang terdiri dari perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara tebal 5 10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silangsiur, tebal lapisan cm, mengandung foraminifera kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Lempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahanrekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis; serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan Perengan paras delta dataran delta, tebal m. Formasi ini memiliki hubungan bersilang jari dengan Formasi Pulaubalang (Supriatna dkk, 1995). 2) Formasi Kampung Baru (Tpkb) Terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih; lanau dan lignit, pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau konkresi, tufan atau lanauan dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0,5 1 cm, mudah lepas. Lempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, koral. Lanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit, tebal 1 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir Pli Plistose, lingkungan pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. (Supriatna dkk, 1995). Menurut Allen, 1984, bagian bawah Formasi Kampung Baru terdapat batugamping yang juga merupakan siklus pengendapan delta, dengan dimulainya suatu transgresi setelah pengendapan Formasi Balikpapan. Kemudian disusul endapan dataran delta yang terdiri atas batupasir kasar hasil endapan channel dengan batulempung dan batubara. 3) Formasi Pulau Balang (Tmpb) Formasi ini dapat dibedakan dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relative resisten terhadap pelapukan dibandingkan formasi formasi lain, sehingga formasi ini mudah dikenali dari citra satelit. Menurut Ismoyowati, 1982, Formasi Pulau Balang terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau dengan sisipan batugamping dan batulempung. 4

5 Batugamping mengandung foraminifera, fragmen fragmen bivalve dan alga pada sebuah mikritik matriks. Batupasir terdapat pada lapisan yang tipis tebal dengan struktur cross bedding dan burrow. Batupasir didominasi oleh mineral kuarsa, berwarna abu-abu terang hingga putih, ada yang rapuh dan keras, setempat karbonatan dengan ukuran butir halus kasar. Pada bagian bawah dari lapisan ini terdapat sedikit lapisan tipis batupasir dan batubara. Sedangkan Supriatna dkk, 1995 menyatakan bahwa formasi ini terdiri dari litologi berupa perselingan antara graywacke dengan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuff dasit. Batupasir graywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara cm. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara cm. Batugamping, coklat muda kekuningan, batugamping ini terdapat sebagai sisipan dan lensa dalam batupasir kuarsa, tebal lapisan cm. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa. Ditemukannya fragmen batubara pada batuan yang ada pada formasi ini menunjukkan bahwa adanya pengangkatan di daerah Barat dimana endapan batubara berumur tua tererosi yang kemudian diendapkan kembali pada Formasi Pulau Balang. Pengangkatan ini menyebabkan terjadinya prograding delta ke Timur pada Miosen Tengah. 4) Aluvium (Qa) Terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Kampung Baru pada lingkungan sungai, rawa, delta dan pantai. Pengendapannya masih terus berlangsung hingga sekarang (Supriatna dkk, 1995). 5. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan adalah berupa sinklin yang berada di daerah timur areal penyelidikan dengan arah sumbu relatif Utara-Selatan, hal ini diindikasi dengan berbaliknya arah dip pada pengukuran singkapan batubara khususnya di daerah penelitian bagian tengah sebelah utara dip batuannya rata-rata mengarah ke Timur. Selain itu terdapat Sesar Datar Menganan (dextral) yang memotong sumbu sinklin dengan arah Sesar Dextral relatif Barat- Timur. Hal ini diindikasi dengan berbelok arah strike batuan dibagian sumbu sesar dimana sebelah utara sumbu sesar cenderung berbelok kearah Timur sedangkan sebelah selatan sumbunya berbelok kearah Barat. Struktur ini melipat satuan batuan yang berumur Miosen Atas, sehingga struktur Antiklin ini diperkirakan terbentuk pada periode tektonik Miosen-Pliosen F. Hasil Penelitian 1. Singkapan (Outcrop) Kegiatan pencarian outcrop dipusatkan pada daerah yang termasuk dalam daerah yang tergolong terindikasi adanya endapan batubara. Dari hasil penyelidikan lapangan ditemukan 6 singkapan yang tersebar di sekitar kawasan desa tersebut yaitu Outcrop (OC) 1-6. Semua singkapan yang ditemukan digunakan sebagai perconto. Dari hasil orientasi dilapangan juga disimpulkan beberapa singkapan merupakan satu lapisan batubara yang sama. Kode Blok Strike Dip UTM (Meter) N o E ( o ) X Y Tebal OC , ,4 2,5 OC 02 A , ,4 1,9 OC , ,4 1 OC , ,8 2,8 B OC , ,8 1,9 OC 06 C , ,8 2,5 2. Sumberdaya Batubara Untuk menentukan sumberdaya batubara berdasarkan hasil penyelidikan lapangan menggunakan metode daerah pengaruh ( area of influence) dengan perhitungan penyebaran ke arah penyebaran lapisan dan down dip yang berdasarkan Amandemen 1 SNI ) tentang perhitungan sumberdaya yang diklasifikasikan menjadi sumberdaya tereka, terunjuk dan terukur dengan tingkat keyakinan geologi mendasarkan pada kondisi geologi moderat. Metode daerah pengaruh diterapkan dengan asumsi bahwa area atau luasan diperhitungkan disekitar titik lokasi singkapan. 5

6 Perhitungan sumberdaya didasarkan pada klasifikasi sumberdaya dengan luas masing masing dari titik informasi yang dibagi dalam tiga kategori yaitu : 1. Terukur (measured) dengan jarak m dari titik informasi, luas daerah pengaruh ,48 m 2 2. Tertunjuk (indicated) dengan jarak m dari titik informasi, luas daerah pengaruh ,48 m 2 3. Tereka (inferred) dengan jarak m dari titik informasi, luas daerah pengaruh ,03 m 2 G. Kondisi Batubara 1. Kualitas Batubara Kualitas batubara merupakan data yang sangat penting dalam pra studi kelayakan untuk mengetahui kualitas potensi sumberdaya di daerah penelitian. Untuk OC- 01, OC-02 dan OC-03 pada Blok A, OC-04 dan OC-05 pada Blok B serta OC-06 pada BLOK C. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian Total Moisture (TM), Inherent Moisture (IM), Ash Content (Ash), Volatile Matter (VM), Fixed Carbon (FC), Total Sulfur, Gross Calorific Value (CV). Pengujian sampel batubara dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Batubara, Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta. 2. Harga Jual Batubara Penentuan harga jual batubara berdasarkan pada Harga Batubara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batubara (HPB) yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM. Tinggi atau tidaknya harga jual batubara tergantung dari kualitas batubara yang terdapat di daerah penelitian. Untuk menghitung harga jual batubara diperlukan data masing masing kualitas batubara diantaranya Total Moisture (TM), Inherent Moisture (IM), Total Sulfur (TS), Ash Content (Ash) dan Calorific Value (CV). Penentuan harga jual batubara mengacu pada rata rata 3 (tiga) HPB terakhir pada bulan dimana dilakukan kesepakatan HPB dengan faktor pengali 50% untuk bulan terakhir yaitu bulan Oktober, 30% untuk HPB satu bulan sebelumnya yaitu bulan September dan 20% untuk HPB dua bulan sebelumnya yaitu bulan Agustus. Perkembangan HBA dari bulan Agustus sampai dengan September menunjukan peningkatan dari angka 76.7 US$/ton sampai dengan US$/ton, sedangkan dari bulan September sampai dengan Oktober mengalami penurunan dari angka US$/ton sampai dengan US$/ton. H. Rencana Target Produksi dan Umur Tambang Blok Potensi Batubara (Ton) Target Produksi (Ton/Tahun) Umur Tambang (Tahun) A , ,4 B , ,9 C , ,3 I. Rencana Pendapatan Penjualan Batubara Blok Batubara Terjual (Ton) Harga Jual (US$/Ton) Pendapatan (US$) A ,50 68, ,16 B ,93 63, ,17 C ,55 67, ,61 6

7 J. Rencana Biaya 1. Sewa Alat Mekanis Blok 1 Blok 2 Blok 3 Deksripsi (Unit) (Unit) (Unit) Pengupasan Overburden Bulldozer Excavator PC Dump Truck Nissan Jumlah Loader WA Excavator PC Dump Truck Hino Jumlah Dalam pembahasan ini alat mekanis dikelompokan menjadi dua yaitu alat mekanis untuk pengupasan lapisan tanah penutup / overburden (OB) dan penambangan batubara. Alat mekanis pengupasan tanah penutup terdiri dari bulldozer Komatsu D65PX-15 berkapasitas 4,8 m 3, excavator Komatsu PC-400 berkapasitas 1,3 m 3, dan dump truck Nissan CWB ALDN berkapasitas 20 ton, sedangkan alat mekanis untuk penambangan batubara terdiri dari wheel loader Komatsu WA berkapasitas 1,50 m 3, excavator Komatsu PC-200 berkapasitas 0.5 ton dan dump truck Hino FM 260 berkapasitas 26 ton. Jumlah alat mekanis yang harus disiapkan disesuaikan dengan target produksi di masing masing Blok. Berdasarkan tinjauan biaya dari CV. Zachrie Brothers yang bergerak dibidang penyewaan alat mekanis penambangan, telah diketahui biaya sewa per unit bulldozer seharga ,73 US$/tahun, Excavator PC-400 seharga ,09 US$/tahun, Nissan EWB seharga ,27 US$/tahun, Excavator PC 200 seharga ,45 US$/tahun, Hino Dutro seharga ,55 US$/tahun dan Loader WA 150 seharga ,55 US$/tahun. 2. Biaya Operasional Alat Mekanis Deksripsi Penambangan Batubara BBM Pelumas Perawatan Ganti Ban Lt/Jam Lt/Jam $/jam $/Ban Pengupasan Overburden Bulldozer 35 0,26 2,40 Excavator PC ,50 3,00 Dump Truck Nissan 25 0,12 1,40 340,00 Penambangan Batubara Loader WA ,25 2,40 331,50 Excavator PC ,10 1,40 Dump Truck Hino 35 0,30 2, Biaya operasional alat mekanis adalah biaya yang dikeluarkan untuk operasional alat selama kegiatan penambangan berlangsung. Biaya operasional terdiri dari biaya bahan bakar minyak (BBM), biaya pelumas, biaya perawatan dan biaya ganti ban. Diketahui harga BBM 1.19 US$/liter, harga pelumas 2.74 US$/liter dengan jam kerja jam/tahun 3. Gaji Operator Alat Mekanis Operator adalah satu atau lebih orang yang bertugas untuk mengemudikan diberbagai jenis alat mekanis yang bertujuan untuk menambang batubara sesuai dengan target produksi dan metode yang ditentukan. Gaji operator merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji operator selama kegiatan penambangan dilakukan yang dimulai dari proses pembongkaran, penggalian, pemuatan, pengangkutan sampai pada stock pile. Banyaknya jumlah operator yang harus disiapkan tergantung pada banyaknya alat mekanis yang bekerja. Jumlah operator pada Blok A, B dan C sebanyak 21 orang. 4. Biaya Komsumsi Alat Mekanis Konsumsi merupakan kewajiban dari perusahaan yang ditujukan untuk kesejahteraan setiap operator. Biaya konsumsi adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi operator selama kegiatan penambangan berlangsung. Besarnya biaya konsumsi operator tergantung pada banyaknya operator yang bekerja pada saat kegiatan berlangsung. Jumlah konsumsi operator per hari adalah 3 kali dengan harga 0,91 US$/porsi. Untuk hari kerja yang direncanakan adalah 25 hari kerja/bulan. 5. Biaya Pengupasan Tanah Penutup Biaya pengupasan tanah penutup adalah biaya yang harus disediakan untuk kegiatan pengupasan tanah penutup yang mempunyai ketebalan yang berbeda beda. Biaya pengupasan terdiri dari biaya sewa alat mekanis, biaya operasional alat mekanis, gaji operator dan biaya konsumsi untuk kegiatan pengupasan tanah penutup 6. Biaya Produksi Biaya produksi adalah biaya yang harus disediakan untuk kegiatan memproduksi atau mengambil batubara dibawah lapisan tanah penutup. Biaya produksi terdiri dari biaya sewa alat, biaya operasional alat, gaji 7

8 operator dan biaya konsumsi untuk kegiatan produksi K. Pembahasan 1. Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Tentang Kriteria Penentuan dan Tata Cara Pembuatan Peta Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan, Serta Prosedur Penetapan Kawasan Pertambangan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, ada 4 (empat) faktor yang dianggap berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut sesuai, yaitu Faktor Kelas Sumberdaya, Faktor Lahan, Faktor Pangsa Pasar dan Faktor Pencapaian Daerah. Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral 7) tersebut, wilayah keprospekan kawasan pertambangan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Utama (WKKPU), Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Pengembangan (WKKPP) dan Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Berpotensi (WKKPB). Berdasarkan penialian dan evaluasi wilayah keprospekan kawasan pertambangan, maka kriteria kawasan pertambangan untuk Blok A, B dan C termasuk dalam Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Utama (WKKPU). 2. Jalur Pengangkutan Batubara Jalur pengangkutan batubara adalah jalur yang dilalui oleh alat angkut berupa truk dari berbagai jenis tipe dari lokasi penambangan ke lokasi pasar maupun sebaliknya untuk memenuhi permintaan pasar. Analisis pengangkutan batubara sangat penting dalam penelitian ini di karenakan untuk menentukan jalur dan jarak yang akan di tempuh untuk pengangkutan batubara. Penentuan jalur batubara mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun Break Even Stripping Ratio (BESR) BESR adalah salah satu metode untuk pemilihan sistem penambangan yang akan digunakan apakah layak menggunakan sistem tambang terbuka atau sistem tambang bawah tanah di lihat dari aspek ekonomi. BESR juga merupakan perbandingan harga batubara atau recoverable value (ReV) per ton dan biaya produksi atau production cost (PC) per ton dengan biaya pengupasan atau stripping cost (SC) per ton. Batasan yang dipakai dalam BESR yaitu jika BESR > 1 maka dapat dilakukan penambangan dengan menggunakan sistem tambang terbuka, sedangkan jika BESR < 1 maka system yang lebih cocok adalah sistem tambang bawah tanah Deskripsi Blok A Blok B Blok C Target Produksi (Ton/Tahun) ReV/ Ton (US$) $ 68,36 $ 63,48 $ 67,34 PC / Ton (US$) $ 5,32 $ 5,32 $ 5,32 SC/ Ton (US$) $ 3,04 $ 3,04 $ 3,04 BESR $ 1,75 $ 1,75 $ 1,75 4. Analisis Kepekaan (Sensitifity Analisys) Analisis kepekaan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari adanya perubahan nilai suatu parameter utama terhadap nilai secara keseluruhan. Analisis kepekaan ini menggunakan pendekatan ceteris paribus (apabila hal hal lain sama), yaitu menganggap perubahan hanya terjadi pada satu variabel saja, sedangkan variabel variabel lain dianggap sama atau tetap. Dalam penelitian ini, parameter yang akan dianalisis (diubah) adalah perubahan harga jual batubara sedangkan parameter production cost/ton (PC) dan stripping cost/ton (SC) dianggap tetap. L. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ambil dari pembahasan bab sebelumnya adalah : a. Dari hasil analisis Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Tentang Kriteria Penentuan dan Tata Cara Pembuatan Peta Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan, Serta Prosedur Penetapan Kawasan Pertambangan Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dengan cara mengevaluasi 4 faktor yaitu faktor kelas sumberdaya, faktor lahan, faktor pangsa pasar dan faktor pencapaian daerah Blok A, B dan C termasuk dalam Wilayah Keprospekan Kawasan Pertambangan Utama (WKKPU). b. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Khusus Untuk Kegiatan 8

9 Pengangkutan Batubara dan Kelapa Sawit maka jalur pengangkutan batubara menggunakan jalur khusus ke pelabuhan Harapan Baru di Desa Pendingin, Kecamatan Muara Jawa yang berjarak sekitar 8 km. c. Berdasarkan perhitungan BESR Blok A, B dan C nilai BESR adalah > 1 yang berarti potensi batubara Blok A, B dan C masih layak untuk menggunakan sistem tambang terbuka. d. Dari hasil analisis kepekaan terhadap perubahan (naik/turun) harga jual batubara berdasarkan HPB marker No 1 8 periode bulan oktober tahun 2013, nilai BESR Blok A, B dan C peka terhadap perubahan harga jual batubara. 2. Saran Adapun saran yang dapat di ambil dari kesimpulan di atas yaitu : a. Perlu dilakukan eksplorasi lanjutan untuk memperoleh kelas potensi sumberdaya yang lebih tinggi untuk meningkatkan kriteria kawasan pertambangan. b. Perlu dilakukan kajian khusus untuk menentukan jalur pengangkutan batubara yang layak secara teknis dan ekonomis c. Perlu dilakukan studi kelayakan untuk memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi. Biaya Pengupasan Tanah Penutup Deksripsi Blok 1 (US$) Blok 2 (US$) Blok 3 (US$) Biaya Sewa Alat , , ,00 Biaya Operasional , , ,92 Gaji Operator , , ,64 Biaya Konsumsi 7.636, , ,64 Biaya Pengupasan , , ,56 Biaya Produksi Deksripsi Blok 1 (US$) Blok 2 (US$) Blok 3 (US$) Biaya Sewa Alat , , ,00 Biaya Operasional , , ,60 Gaji Operator , , ,73 Biaya Konsumsi 3.272, , ,73 Biaya Produksi , , ,05 9

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ( Lembar Peta : 1916-11 ) Oleh : Nanan S. Kartasumantri dkk Sub.Direktorat Batubara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penambangan batubara PT Milagro Indonesia Mining secara administratif terletak di Desa Merdeka Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 8 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat CV Jasa Andhika Raya CV Jasa Andhika Raya (CV JAR) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan batubara dan berkedudukan di Desa Loa Ulung,

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Ir. Mulyana Subdit Batubara, DIM SARI Daerah penyelidikan Loa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB II TINJAUAN UMUM DAAH PNLITIAN 2.1 Kondisi Umum Sanga-sanga merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (gambar 2.1). Kecamatan Sanga-sanga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1 GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian secara geologi regional merupakan bagian dari Cekungan Kutai, yang termasuk dalam Peta Geologi Lembar Sangatta (Sukardi dkk., 1995). 2.1.1

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24 skala 1: 50.000) oleh: TARSIS A.D. Subdit Batubara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan

Lebih terperinci

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Wawang Sri Purnomo dan Fatimah Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Lokasi Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan ekonomis di Indonesia dan telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

By : Kohyar de Sonearth 2009

By : Kohyar de Sonearth 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi fosil merupakan energi yang tidak terbarukan atau energi habis pakai seperti yang kita gunakan pada saat ini yakni minyak dan gas bumi. Karenanya dengan peningkatan

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi penelitian berada di lokasi tambang batubara PT. Berau Coal, wilayah Lati, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Tatanan Geologi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan sedimentasi berumur Tersier di Indonesia dan terletak di Kalimantan bagian timur. Fisiografi Cekungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Soleh Basuki Rahmat KELOMPOK PROGRAM PENELITIAN ENERGI FOSIL S A R I Inventarisasi endapan batubara di

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN 2.1 Tinjauan Umum Daerah penelitian secara regional terletak pada Cekungan Tarakan. Cekungan Tarakan merupakan cekungan sedimentasi berumur Tersier yang terletak di bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Pendahuluan Pulau Kalimantan berada di tenggara dari lempeng Eurasia besar. Di sebelah utara berbatasan dengan lempeng semudra Laut Cina Selatan, di timur dibatasi oleh sabuk

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Secara fisiografis, cekungan Ombilin termasuk ke dalam Zona Pegunungan Barisan bagian muka dengan massa yang naik (van Bemmelen, 1949). Morfologi cekungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50 PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA TEREKA CV. KOPERASI PEGAWAI NEGERI BUMI LESTARI KECAMATAN SEBULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : Tri Budi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN/MINERAL IKUTAN DI WILAYAH PERTAMBANGAN DAERAH KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN/MINERAL IKUTAN DI WILAYAH PERTAMBANGAN DAERAH KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR PENELITIAN BAHAN GALIAN LAIN/MINERAL IKUTAN DI WILAYAH PERTAMBANGAN DAERAH KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR Oleh : Edie Kurnia Djunaedi, Wawan H, Suharsono K, Niko Y, Yunizar, Pokja Konservasi SARI Bahan

Lebih terperinci