KAPASITAS JALAN LUAR KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAPASITAS JALAN LUAR KOTA"

Transkripsi

1 KAPASITAS JALAN LUAR KOTA

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i PRAKATA... v PENDAHULUAN... v 1. Ruang Lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Ketentuan Ketentuan umum Umum Segmen jalan Segmen jalan yang masuk kota dan pengaruh simpang Karakteristik segmen jalan Pemeriksaan setempat Ketentuan teknis Pendekatan Pengubah (variabel) Hubungan dasar Tipe alinemen Panduan rekayasa lalu lintas Ringkasan prosedur perhitungan Prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan Langkah A: Data masukan Langkah A-1: Data umum Langkah A-2: Kondisi geometrik Langkah A-3: Kondisi lalu lintas Langkah A-4: Hambatan Samping Langkah B: Analisis Kecepatan Arus Bebas Langkah B-1: Kecepatan Arus Bebas Dasar Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan (FV B,KFJ ) Penentuan kecepatan arus bebas pada kondisi lapangan Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT Analisis Kapasitas Langkah C-1: Kapasitas Dasar Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas i

3 5.3.3 Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA ) Langkah C-4: Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping Langkah C-5: Penentuan kapasitas pada kondisi lapangan Langkah D: Kinerja Lalu Lintas Langkah D-1: Derajat Kejenuhan Langkah D-2: Kecepatan dan waktu tempuh Langkah D-3: Hanya untuk 2/2TT: Derajat Iringan (D I ) Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus Langkah D-5: Penilaian Kinerja Lalu Lintas Prosedur perhitungan untuk analisis perancangan Anggapan untuk berbagai tipe jalan Jalan dua-lajur dua-arah tak-terbagi (2/2TT) Jalan empat-lajur dua-arah (4/2) Jalan enam-lajur dua-arah (6/2T) Analisis kinerja lalu lintas Lampiran A (informatif): Contoh-contoh perhitungan kapasitas Konversi derajat kelengkungan menjadi radian/km Contoh 1: Analisis Operasional pada tipe jalan 2/2TT Contoh 2: Analisis perancangan Contoh 3: Analisis Operasional Kelandaian Khusus BIBLIOGRAFI Gambar 1. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 4/2T Gambar 2. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 4/2T Gambar 3. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 2/2TT Gambar 4. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 2/2TT Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan 2/2TT Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung Gambar 9. Ringkasan prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan. 31 Gambar 10. Gambaran istilah geometrik yang digunakan untuk jalan terbagi Gambar 11. Ekr untuk jalan tak terbagi Gambar 12. Ekr untuk jalan terbagi Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki Gambar 14. Hambatan samping sangat rendah Gambar 15. Hambatan samping rendah ii

4 Gambar 16. Hambatan samping sedang Gambar 17. Hambatan samping tinggi Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur Gambar 21. D I (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari D J Gambar 22. Contoh alinemen horisontal Tabel 1. Kelas hambatan samping... 4 Tabel 2. Kelas jarak pandang (KJP)... 4 Tabel 3. Ketentuan tipe alinemen... 7 Tabel 4. Ketentuan tipe median... 7 Tabel 5. Definisi tipe alinemen Tabel 6. Definisi tipe penampang melintang jalan Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk pembuatan jalan baru Tabel 8. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan, untuk pelebaran jalan lama Tabel 9. Ukuran penampang melintang pada jalan dengan kelandaian khusus Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun) Tabel 11. Kelas jarak pandang Tabel 12. Tipe alinemen umum Tabel 13. Ekr untuk jalan 2/2TT Tabel 14. Ekr untuk jalan 4/2T dan 4/2TT Tabel 15. Ekr untuk jalan enam-lajur dua-arah terbagi, 6/2T Tabel 16. Ekr KBM dan TB pada kelandaian khusus mendaki Tabel 17. Kelas hambatan samping Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen biasa.. 47 Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FV LE ) terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan arus bebas KR (FV B-HS ) Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FV B,KFJ ) terhadap kecepatan arus bebas KR iii

5 Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, V BD,NAIK dan kecepatan arus bebas menurun V BD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar V BD,TB,NAIK pada kelandaian khusu, jalan 2/2TT Tabel 25. Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT Tabel 26. Kapasitas dasar tipe jalan 2/2TT Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FC Lj ) Tabel 28. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA ) Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS ) Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua lajur (FC PA ) Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT iv

6 PRAKATA Pedoman kapasitas Jalan Luar Kota ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas jalan, khususnya ruas Jalan Luar Kota. Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan. Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal di Bandung, oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga terkait. PENDAHULUAN v

7 Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas dan ahli transportasi, serta workshop permasalah MKJI'97 pada tahun 2009 adalah: 1) sejak MKJI 97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan, teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji dampaknya terhadap kapasitas jalan; 2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas yang signifikan; 3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya, 4) MKJI 97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya; Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam Laporan MKJI tahap I, tahun Hal ini disebabkan terutama oleh: 1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi, 2) aturan right of way di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun Indonesia memiliki regulasi prioritas. Indonesia menyusun sendiri pedoman perhitungan kapasitas, dan 3) masih cukup banyak kendaraan-kendaraan fisik. Pedoman ini merupakan pemutakhiran dari MKJI'97 tentang kapasitas Jalan Luar Kota yang selanjutnya akan disebut Pedoman Kapasitas Jalan Luar Kota sebagai bagian dari Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI 14 keseluruhan melingkupi: 1) Pendahuluan 2) Kapasitas jalan luar kota 3) Kapasitas jalan kota 4) Kapasitas jalan bebas hambatan 5) Kapasitas simpang APILL 6) Kapasitas simpang 7) Kapasitas jalinan dan bundaran 8) Perangkat lunak kapasitas jalan Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang (emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C 0 ), dan cara penulisan. Pemutakhiran perangkat lunak MKJI 97 tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell (dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya. vi

8 Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis ruas Jalan Luar Kota untuk desain yang baru, peningkatan ruas Jalan Luar Kota yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu lintas ruas Jalan Luar Kota. vii

9 Kapasitas Jalan Luar Kota 1. Ruang Lingkup Manual ini menetapkan ketentuan mengenai perencanaan dan evaluasi ruas Jalan Luar Kota, meliputi kapasitas jalan (C), dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat kejenuhan (D J ), waktu tempuh (T T ), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (D I ). Pedoman ini dapat digunakan pada Jalan Luar Kota dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T. 2. Acuan normatif Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan 3. Istilah dan definisi Untuk tujuan penggunaan dalam Pedoman ini, istilah dan definisi berikut ini digunakan: 3.1 arus jam rencana (Q JR ) arus lalu lintas yang digunakan untuk (kend./jam) perancangan: Q JP = LHRT k 3.2 arus lalu lintas (Q) jumlah kendaraan bermotor (sering juga disebut volume) yang melalui suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend./jam (Q kend ) atau smp/jam (Q smp ) atau LHRT 3.3 bis besar (BB) bis dengan dua atau tiga gandar dengan jarak gandar 5,0 6,0 m 3.4 derajat iringan (D I ) rasio antara arus kendaraan dalam peleton terhadap arus total dari 84

10 derajat Kejenuhan (D J ) rasio antara arus lalu lintas terhadap kapasitas jalan 3.6 ekivalen kendaraan ringan (ekr) faktor dari beberapa tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk kendaraan ringan yang sama sasisnya memiliki ekr = 1,0) 3.7 faktor K (k) faktor pengubah LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak 3.8 faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS ) faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu 3.9 faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar lajur (FC W ) faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas 3.10 faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah lalu lintas (FC PA ) faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah (hanya untuk jalan dua arah tak terbagi) 3.11 faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar lajur (FV W ) penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat lebar lajur 3.12 faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping (FV SF ) faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping dan lebar bahu 3.13 faktor penyesuaian kecepatan akibat kelas fungsi jalan (FV FJ ) faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat kelas fungsional jalan (arteri, kolektor atau lokal) dan guna lahan 3.14 faktor skr (F skr ) faktor untuk mengubah arus dalam kendaraan campuran menjadi arus ekivalen dalam skr, untuk analisis kapasitas dari 84

11 fungsi jalan (FJ) fungsi jalan sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Jalan Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan adalah: - Jalan Arteri, - Jalan Kolektor, - Jalan Lokal, dan - Jalan Lingkungan 3.16 guna lahan (GL) pengembangan lahan di sepanjang jalan. Untuk tujuan perhitungan, guna lahan ditentukan sebagai persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk bangunan 3.17 hambatan samping (HS) hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas, misalnya pejalan kaki (bobot = 0,6), penghentian kendaraan umum atau kendaraan lainnya (bobot = 0,8), kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan (bobot = 1,0), dan kendaraan lambat (bobot = 0,4) 3.18 iringan atau peleton (B) kondisi arus lalu lintas bila kendaraan bergerak beriringan (peleton) dengan kecepatan yang sama karena tertahan oleh kendaraan yang berjalan paling depan (pimpinan peleton) CATATAN waktu antara ke depan < 5 detik kapasitas (C) arus lalu lintas maksimum (skr/jam) yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu (sebagai contoh: geometrik, lingkungan, lalu lintas dan lainlain) 3.20 kapasitas dasar (C 0 ) kapasitas suatu segmen jalan (skr/jam) untuk suatu set kondisi jalan yang ditentukan sebelumnya (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) 3.21 kecepatan arus bebas (VB),km/jam terdapat dua kondisi kecepatan arus bebas yang dimaksud dalam pedoman ini, yaitu: - Kecepatan rata-rata teoritis dari arus lalu lintas pada waktu kerapatan mendekati nol atau sama dengan nol, yaitu tidak ada kendaraan di jalan. - Kecepatan suatu kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain (yaitu kecepatan dimana pengemudi mereasa nyaman untuk bergerak pada kondisi geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu segmen jalan tanpa lalu lintas lain). 3 dari 84

12 3.22 kecepatan arus bebas dasar (V BD ) kecepatan arus bebas (km/jam) suatu segmen jalan untuk suatu set kondisi ideal (geometrik, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) yang ditentukan sebelumnya 3.23 kecepatan tempuh (V), km/jam Kecepatan rata-rata arus lalu lintas 3.24 kelas hambatan samping (KHS) tabel 4 memuat ketentuan tentang klasifikasi hambatan samping: Kelas hambatan samping Tabel 1. Kelas hambatan samping Frekuensi kejadian di kedua sisi jalan Sangat rendah < 50 Rendah Ciri-ciri khusus Pedesaan: pertanian atau belum berkembang Pedesaan: beberapa bangunan dan kegiatan samping jalan Sedang Kampung: kegiatan permukiman Tinggi Kampung: beberapa kegiatan pasar Sangat Tinggi > 350 Mendekati perkotaan: banyak pasar/kegiatan niaga 3.25 kelas Jarak Pandang (KJP) jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m) mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m). Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai jarak pandang >300 m. Ketentuan kelas jarak pandang adalah ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 2. Kelas jarak pandang (KJP) % segmen jalan Kelas jarak pandang dengan jarak pandang 300m A > 70 B C < kendaraan (kend.) unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda 4 dari 84

13 3.27 kendaraan berat menengah (KBM) kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar 3,5-5,0 m (termasuk bis kecil, truk dua gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi kendaraan Bina Marga) 3.28 kendaraan ringan (KR) kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0-3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) 3.29 kendaraan tak bermotor (KTB) Kendaraan bertenaga manusia atau hewan (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). KTB termasuk kendaraan lambat. Catatan: Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping 3.30 kerapatan (density) jumlah kendaraan dalam suatu arus lalu lintas dalam satu kilometer, Kend./Km 3.31 lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) arus (atau Volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365) 3.32 lebar bahu (L B ) lebar bahu (m) di samping jalur jalan, diperuntukkan sebagai ruang untuk kendaraan berhenti sementara, tidak untuk jalur pejalan kaki, dan dapat digunakan oleh kendaraan lambat 3.33 lebar bahu efektif (L BE ) lebar bahu (m) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai, setelah dikurangi untuk penghalang, seperti: pohon, kios samping jalan, dsb. CATATAN Lihat catatan pada LEBAR JALUR EFEKTIF Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut: * Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan) / 2 * Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar) Bahu hanya digunakan oleh kendaraan dalam kondisi darurat, misalnya menyediakan keleluasaan bergerak, parkir sementara, berhenti darurat 3.34 lebar lajur (L J ) lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu 5 dari 84

14 3.35 lebar jalur efektif (L JE ) lebar jalur (m) yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir CATATAN Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif median Bangunan atau ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang berlawanan 3.37 panjang jalan (L) panjang segmen jalan atau ruas jalan (km) 3.38 pemisahan arah (PA) pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai persentase dari arus total pada masing-masing arah sebagai contoh 60: satuan kendaraan ringan (skr) satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah menjadi arus kendaraan ringan dengan menggunakan ekr 3.40 segmen Jalan Luar Kota ciri-ciri segmen Jalan Luar Kota adalah tanpa perkembangan yang menerus pada kedua sisinya, meskipun terdapat perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan. Kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap perkembangan yang permanen segmen jalan kota atau semi perkotaan suatu segmen jalan yang pada satu atau kedua sisinya ada perkembangan yang permanen dan menerus dan menyeluruh, berupa pengembangan koridor atau lainnya. Jalan, dalam atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk > jiwa, dan jalan dalam daerah perkotaan dengan penduduk < jiwa tetapi mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus, digolongkan kelompok jalan kota. Indikasi dari daerah perkotaan atau semi perkotaan adalah arus lalu lintas puncak pagi dan sore umumnya lebih tinggi dari jam-jam lain, didominasi oleh jenis kendaraan kecil dan sepeda motor dan persentase truk berat yang kecil, peningkatan arus jam sibuk terlihat cukup signifikan khususnya perubahan pada arah arus lalu lintas, dan adanya kereb sepeda motor (SM) 6 dari 84

15 sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) 3.43 tipe alinemen jalan gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, ditentukan oleh jumlah naik dan turun (m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan (lihat Tabel 1) Tabel 3. Ketentuan tipe alinemen Tipe alinemen jalan Lengkung vertikal naik+turun, (m/km) Lengkung horizontal (rad/km) Datar Bukit Gunung < 10 (5) (25) > 30 (45) < 1,0 (0,25) 1,0 2,5 (2,00) > 2,5 (3,50) Catatan: Nilai-nilai dalam kurung digunakan untuk mengembangkan grafik untuk tipe alinemen standar tipe jalan konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, terdapat lima tipe jalan untuk Jalan Luar Kota, yaitu: - 2 lajur 1 arah (2/1) - 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT) - 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2TT) - 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2T) - 6 lajur 2 arah terbagi (6/2T) 3.45 tipe medan jalan penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan, berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan (lihat Tabel 2) Tabel 4. Ketentuan tipe median Tipe medan jalan Kemiringan melintang (%) Datar 0 9,9 Bukit 10 24,9 GUnung > truk besar (TB) truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) dari 84

16 unsur lalu lintas benda (kendaraan bermotor dan tidak bermotor) atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas 3.48 waktu antara (headway / h) waktu (detik) antara dua kendaraan yang berjalan pada satu arah beriringan 3.49 waktu tempuh (T T ) waktu total (jam, menit, atau detik), yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti 4. Ketentuan 4.1 Ketentuan umum Umum Pedoman kapasitas ini hanya dapat digunakan untuk tipe jalan dengan karakteristik geometrik yang sesuai dengan ketetapan dalam pedoman ini. Tipe jalan tersebut sesuai dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan) dan khususnya Permen PU tentang Persyaratan Teknis Jalan. Pada MKJI 1997, tipe jalan ini tidak terkait langsung dengan sistem klasifikasi fungsi jalan menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1980 tentang jalan dan Undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah yang mengikutinya yang berlaku saat itu. Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk Analisis operasional, perencanaan, dan perancangan jalan pada alinemen jalan: - datar, bukit atau gunung; dan - dengan kelandaian tertentu, misalnya lajur pendakian Prosedur perhitungan dalam pedoman ini dapat diterapkan pada ruas-ruas jalan nasional, jalan propinsi, dan jalan kabupaten sejauh kondisinya bersifat Luar Kota sesuai dengan tipe jalan tersebut di atas Segmen jalan Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan: - antara dua simpang dan arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh simpang tersebut, dan - mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang seragam (homogen) di seluruh panjang segmen. Jika karakteristik jalan berubah secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas segmen, sekalipun tidak ada simpang di dekatnya. 8 dari 84

17 Karakteristik jalan yang penting adalah: - segmen Jalan Luar Kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari segmen jalan perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik dan karakteristik lainnya yang tidak terlalu berbeda; dan - simpang utamanya tidak terlalu berdekatan. Panjang segmen dapat mencapai puluhan kilometer, yang penting adalah menetapkan batas segmen dimana terdapat perubahan karakteristik jalan yang signifikan, walaupun segmen yang dihasilkan jauh lebih pendek. Segmen harus berubah jika tipe medan berubah, walaupun karakteristik geometrik, arus lalu lintas, dan hambatan sampingnya tetap sama. Perubahan kecil pada geometrik jalan, misalnya lebar jalur lalu lintas berbeda sampai dengan 0,5m, tidak merubah segmen, terutama jika perubahan kecil tersebut hanya terjadi sedikit Segmen jalan yang masuk kota dan pengaruh simpang Segmen jalan harus berubah jika jalan telah memasuki wilayah perkotaan atau semi perkotaan (atau sebaliknya), meskipun karakteristik geometrik atau yang lainnya tidak berubah, dan analisis kapasitas yang sesuai dengan kondisi perkotaan harus digunakan untuk masing-masing segmen seperti ini. Pedesaan tidak dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jika jalan melalui pusat desa yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan/semi perkotaan. Dalam hal demikian, analisis kapasitas untuk jalan perkotaan dan semi perkotaan harus digunakan. Jika Jalan Luar Kota bertemu dengan satu atau lebih simpang, terutama jika simpang bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang-simpang tersebut harus diperhitungkan apakah segmen tersebut diakhiri oleh simpang tersebut atau simpang tersebut dapat diabaikan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut: - Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur Jalan Luar Kota, seolah-olah tidak ada gangguan dari simpang-simpang. Lakukan analisis seolah-olah tidak ada simpang (waktu tempuh tak terganggu). - Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan menggunakan prosedur yang sesuai (Lihat Bab lain dari manual ini tentang Simpang bersinyal dan Simpang tak bersinyal). - Tambahkan tundaan simpang pada waktu tempuh tak terganggu, untuk mendapatkan waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam) Karakteristik segmen jalan Setiap titik dari segmen jalan yang mempunyai perubahan penting baik dalam bentuk geometrik, karakteristik arus lalu lintas, maupun kegiatan/hambatan samping jalan, menjadi batas segmen jalan. Karakteristik jalan meliputi geometrik, arus lalu lintas, dan pengendalian lalu lintas, aktivitas samping jalan, fungsi jalan, guna lahan, pengemudi, dan populasi kendaraan, masing-masing diuraikan sebagai berikut: 9 dari 84

18 Geometrik - Lebar jalur lalu lintas: bertambahnya lebar jalur lalu lintas dapat meningkatkan kapasitas. - Bahu: kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat dengan bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap yang dekat atau pada tepi jalur lalu lintas. - Median: median yang baik meningkatkan kapasitas. - Lengkung vertikal: mempunyai dua pengaruh yaitu 1) makin berbukit suatu jalan makin lambat kendaraan bergerak khususnya di tanjakan, ini biasanya tidak diimbangi di turunan, dan 2) puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu. - Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk meyakinkan bahwa ban mampu mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan. - Jarak pandang: apabila jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip akan lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi lebih tinggi. Jarak pandang sebagian besar tergantung dari lengkung vertikal dan lengkung horisontal, tetapi juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari adanya tumbuhan, pagar, bangunan, dan lain-lain Arus, komposisi, dan pemisahan arah - Pemisahan arah lalu lintas: pada tipe jalan 2/2TT, kapasitas tertinggi dicapai jika pemisahan arus per arah 50% - 50%. - Komposisi lalu lintas: komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan arus-kecepatan jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan kend./jam, hal ini tergantung pada rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus Pengendalian lalu lintas Pengendalian kecepatan arus, pergerakan kendaraan berat, dan parkir akan mempengaruhi kapasitas jalan Aktivitas samping jalan Kegiatan di samping jalan dapat menimbulkan konflik dengan arus lalu lintas dan dapat menjadi konflik berat. Pengaruh dari konflik ini, yang selanjutnya disebut hambatan samping. berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan. Yang termasuk hambatan samping adalah: - Pejalan kaki; - Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain; - Kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta kuda); dan - Kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping jalan; Untuk menyederhanakan penyertaannya dalam prosedur perhitungan, jenis-jenis hambatan samping ini dibahas pada butir 3.22 mengenai Hambatan Samping. 10 dari 84

19 Fungsi jalan dan guna lahan Fungsi jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas, karena mencerminkan sifat perjalanan yang terjadi di jalan. Pengaruh dari fungsi jalan sehubungan dengan karakteristik perkembangan guna lahan sepanjang jalan, diterangkan pada Langkah B Pengemudi dan populasi kendaraan Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga mesin dan kondisi kendaraan dalam setiap komposisi kendaraan) berbeda untuk setiap daerah. Kendaraan yang tua dari satu tipe tertentu atau kemampuan pengemudi yang kurang gesit dapat menghasilkan kapasitas dan kinerja yang lebih rendah. Pengaruh-pengaruh ini tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat diperhitungkan melalui pemeriksaan setempat dari parameter kunci, sebagaimana dibahas pada butir Pemeriksaan setempat Beberapa faktor yang menjadi ciri daerah tertentu, seperti pengemudi dan populasi kendaraan, dapat mempengaruhi parameter-parameter kapasitas. Disarankan untuk mengukur parameter kunci, yaitu kecepatan arus bebas dan kapasitas, pada beberapa lokasi yang mewakili wilayah yang sedang diamati guna menerapkan faktor penyesuaian setempat pada kecepatan arus bebas dan kapasitas. Hal ini menjadi penting, jika nilai-nilai yang didapat dari pengukuran langsung sangat berbeda dengan nilai-nilai yang didapat dari penggunaan manual ini. 4.2 Ketentuan teknis Pendekatan Pendekatan menjelaskan tentang Tipe perhitungan, Tingkat Analisis, Periode Analisis, Analisis untuk Jalan terbagi dan tak terbagi Tipe perhitungan Tipe perhitungan meliputi prosedur untuk menghitung: - kecepatan arus bebas; - kapasitas; - derajat kejenuhan (rasio arus/kapasitas); - kecepatan pada kondisi arus lapangan; - derajat iringan (hanya pada jalan 2/2TT) pada kondisi arus lapangan; - arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh segmen jalan sambil mempertahankan kualitas lalu lintas tertentu (kecepatan atau derajat iringan tertentu) Tingkatan analisis Dibedakan dua prosedur analisis, yaitu: - Analisis operasional dan perencanaan, meliputi: 1) Penentuan kinerja segmen akibat arus lalu lintas yang ada atau yang diramalkan; 11 dari 84

20 2) Analisis kapasitas atau nilai arus maksimum yang dapat disalurkan pada suatu kualitas arus lalu lintas tertentu yang dipertahankan; 3) Analisis penetapan lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan arus lalu lintas tertentu, pada tingkat kinerja yang dapat diterima, sesuai keperluan perencanaan; dan 4) Perkiraan pengaruh dari suatu perencanaan terhadap kapasitas dan kinerjanya, misalnya pemasangan median, atau modifikasi lebar bahu. - Analisis Perancangan: Sasaran utama perancangan adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang dibutuhkan untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan lainnya dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku. Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama, yang berbeda utamanya adalah dalam rincian masukan dan keluarannya. Metode yang digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada. Prosedur yang diberikan dalam bab ini juga memungkinkan analisis operasional dikerjakan pada satu dari dua tipe segmen jalan yang berbeda: - Segmen alinemen umum: Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinemen yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen: datar, bukit atau gunung. - Segmen Kelandaian khusus: Adalah bagian jalan yang curam dan menerus, dapat menjadi bagian jalan yang memperkecil kapasitas dalam kedua arah, mendaki dan menurun. Bagian jalan ini dapat tidak diperhitungkan kinerjanya secara penuh apabila bagian yang curam digolongkan ke dalam tipe alinemen umum. Oleh karena itu, analisis operasional pada bagian jalan dengan kelandaian khusus dilakukan terpisah. Prosedur kelandaian khusus pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan 2/2TT karena tipe jalan yang mengalami masalah terburuk pada kasus kelandaian. Prosedur menganalisis pengaruh kelandaian jalan sebagai dasar tindakan perbaikan, seperti pelebaran jalur atau penyediaan suatu lajur pendakian Periode analisis Analisis kapasitas dilakukan untuk periode satu jam puncak. Arus serta kecepatan rata-rata ditentukan bagi periode ini. Untuk analisis operasional dan perencanaan, penggunaan periode sehari penuh untuk analisis menjadi terlalu kasar, sebaliknya, menggunakan periode 15 menit jam puncak juga terlalu rinci. Dalam pedoman ini, arus dinyatakan dalam ukuran per jam (skr/jam), kecuali dinyatakan lain. Untuk perancangan, di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah disiapkan tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran kinerja dan sebaliknya, untuk kondisi tertentu. 12 dari 84

21 Analisis untuk jalan terbagi dan tak terbagi Untuk jalan tak terbagi, seluruh analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) didasarkan atas arus total dua arah, menggunakan satu set formulir analisis. Untuk jalan terbagi, analisis didasarkan pada arus untuk masing-masing arah Pengubah (variabel) Arus dan komposisi lalu lintas Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam skr. Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) dikonversikan menjadi skr dengan menggunakan nilai ekr yang diturunkan secara empiris untuk jenis-jenis kendaraan berikut: - Kendaraan ringan (KR), meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep; - Kendaraan berat menengah (KBM), meliputi truk dua gandar dan bus kecil; - Bus besar (BB); - Truk besar (TB), meliputi truk tiga gandar atau lebih, truk tempelan, dan truk gandengan; dan - Sepeda motor Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan dimasukkan ke dalam faktor penyesuaian hambatan samping. Ekr untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinemen dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor ada juga dalam masalah jalan 2/2TT, tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas. Semua ekr kendaraan yang berbeda pada alinemen datar, bukit, dan gunung disajikan dalam tabel pada Bagian 3, Langkah A Kecepatan arus bebas (V B ) Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus mendekati nol (atau kerapatan mendekati nol), sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lainnya. Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan, dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan tertentu telah ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus ~ 0. Kecepatan arus bebas kendaraan berat menengah, bus besar, truk besar dan sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan (untuk definisi lihat Bagian 1.3). Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain. Bentuk umum persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas adalah: ( )..1) keterangan: 13 dari 84

22 V B V BD V B,W FV B,HS FV B,KFJ adalah kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam) adalah arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinemen yang diamati (lihat Bagian 2.4 di bawah, km/jam) adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam) adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan Kapasitas (C) Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan per satuan jam yang melewati suatu segmen jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan 2/2TT, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah, tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur. Nilai kapasitas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan. Karena kurangnya lokasi yang arusnya mendekati kapasitas segmen jalan sendiri (sebagaimana ternyata dari kapasitas simpang sepanjang jalan), kapasitas juga telah diperkirakan secara teoritis dengan menganggap suatu hubungan matematik antara kerapatan, kecepatan, dan arus (lihat Bagian 2.3.1). Persamaan umum untuk menentukan kapasitas adalah:...2) keterangan: C C 0 FC W FC PA FC HS adalah kapasitas (skr/jam) adalah kapasitas dasar (skr/jam) adalah faktor penyesuaian lebar jalan adalah faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) adalah faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan Derajat kejenuhan (D J ) Derajat kejenuhan (D J ) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan kinerja lalu lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai D J menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan umum derajat kejenuhan adalah:...3) Derajat kejenuhan dinyatakan tanpa satuan, dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang masing-masing dinyatakan dalam skr/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisis kinerja lalu lintas berupa kecepatan, sebagaimana dijelaskan dalam prosedur perhitungan Bagian 3 Langkah D-2, dan untuk perhitungan Derajat Iringan (lihat Bagian ). 14 dari 84

23 Kecepatan tempuh (V) Ukuran utama kinerja segmen jalan adalah kecepatan tempuh, karena mudah dipahami dan diukur, dan merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan:...4) keterangan: V L TT adalah kecepatan ruang rata-rata kendaraan ringan (km/jam) adalah panjang segmen (km) adalah waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam) Derajat iringan (D i ) Indikator penting lebih lanjut mengenai kinerja lalu lintas pada segmen jalan adalah derajat iringan, didefinisikan sebagai rasio antara arus kendaraan di dalam peleton terhadap arus total. Peleton didefinisikan sebagai gerakan dari kendaraan yang beriringan dengan waktu antara (gandar depan ke gandar depan dari kendaraan yang di depannya) dari setiap kendaraan, kecuali kendaraan pertama pada peleton, sebesar < 5 detik. Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian peleton. Derajat iringan adalah fungsi dari Derajat kejenuhan seperti dijelaskan dalam prosedur perhitungan, Bagian 3 Langkah D Kinerja lalu lintas jalan Dalam US-HCM, kinerja jalan diwakili oleh tingkat pelayanan (Level of Service, LoS), yaitu suatu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas berkendaraan. LoS berhubungan dengan suatu ukuran pendekatan kuantitatif, seperti kerapatan atau persen tundaan. Konsep tingkat pelayanan telah dikembangkan untuk penggunaannya di Amerika Serikat dan definisi LoS tidak secara langsung berlaku di Indonesia. Dalam pedoman ini kecepatan, derajat kejenuhan dan derajat iringan digunakan sebagai indikator kinerja lalu lintas dan parameter yang sama telah digunakan dalam pengembangan "petunjuk pelaksanaan berlalulintas" yang berdasar "penghematan" sebagaimana disajikan pada Bagian Hubungan dasar Hubungan kecepatan-arus-kerapatan Prinsip umum yang mendasari analisis kapasitas segmen jalan adalah bahwa kecepatan berkurang bila kerapatan arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan kerapatan arus mendekati konstan pada arus rendah dan menengah, tetapi menjadi lebih besar pada kerapatan arus yang mendekati kapasitas. Pada kondisi kerapatan arus mendekati kapasitas, sedikit peningkatan pada kerapatan arus akan menghasilkan pengurangan yang besar pada kecepatan. 15 dari 84

24 Hubungan antara kecepatan dan kerapatan dan antara kecepatan dan arus digam-barkan dengan data lapangan di Indonesia untuk jalan empat-lajur terbagi, pada Gambar 4 dan Gambar 5, dan untuk jalan dua-lajur dua-arah pada Gambar 6 dan Gambar 7. Gambaran matematis yang baik dari hubungan untuk jalan berlajur banyak seringkali dapat diperoleh dengan menggunakan model Rejim Tunggal: ( ) ( ) [ ( ) ]...5) [ ( ) ( ) ]( )...6) keterangan: V B K adalah kecepatan arus bebas (km/jam) adalah kerapatan (skr/jam), dihitung sebagai K j adalah kerapatan pada saat jalan macet total K 0 adalah kerapatan pada saat kapasitas L, m adalah konstanta Untuk jalan 2/2TT, hubungan kecepatan-kerapatan seringkali mendekati linier dan dapat digambarkan dengan model linier yang sederhana. Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara kecepatan vs kerapatan pada segmen jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan menggunakan model ini. Kerapatan pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan sebagaimana ditunjukan pada Bagian 3, Langkah D di bawah Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan Derajat iringan adalah variabel yang lebih sensitif terhadap arus dibandingkan terhadap kecepatan, dan dengan demikian memberikan perkiraan kinerja lalu lintas yang masuk akal. Tipe model matematik yang sama seperti yang diterangkan untuk kecepatan di atas telah digunakan untuk mengembangkan hubungan umum antara derajat kejenuhan dan derajat iringan, lihat Gambar dari 84

25 Gambar 1. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 4/2T Gambar 2. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 4/2T 17 dari 84

26 Gambar 3. Hubungan kecepatan kerapatan untuk jalan 2/2TT Gambar 4. Hubungan kecepatan arus untuk jalan 2/2TT 18 dari 84

27 Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan 2/2TT Tipe alinemen Dibedakan tiga tipe alinemen untuk digunakan dalam analisis operasional dan perancangan: Tipe alinemen Alinemen datar Alinemen bukit Alinemen gunung Tabel 5. Definisi tipe alinemen Alinemen vertikal Lengkung horisontal naik + turun (rad/km) (m/km) < 10 < 1, > 30 1,0 2,5 > 2,5 Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, pedoman menyajikan hubungan kecepatan arus bebas sebagai fungsi dari alinemen vertikal yang dinyatakan dalam bentuk naik+turun (m/km) dan alinemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km) Tipe jalan a) Jalan dua- lajur dua-arah tak terbagi (2/2TT) Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan lebar jalur sampai dengan 11 meter. Untuk jalan dua-arah yang lebih lebar dari 11 meter, maka cara beroperasinya jalan dapat dipertimbangkan sebagai jalan 2/2TT atau jalan 4/2TT (selama arus lalu lintasnya tinggi), sehingga dasar pemilihan prosedur perhitungan harus disesuaikan dengan tipe jalannya. Kondisi geometrik dasar tipe jalan 2/2TT, yang digunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas dan kapasitas, didefinisiakan sebagai berikut: 19 dari 84

28 Elemen geometrik: Ukuran Lebar jalur lalu lintas efektif 7,00m Lebar bahu efektif 1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu yang tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor) Median Tidak ada Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50% Tipe alinemen jalan Datar Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping Rendah Kelas fungsi jalan Jalan arteri Kelas jarak pandang A b) Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (4/2TT) Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter. Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT didefinisikan sebagai berikut: Elemen geometrik: Ukuran Lebar jalur lalu lintas efektif 14,00m Lebar bahu efektif 1,50m pada masing-masing sisi. (Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor) Median Tidak ada Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50% Tipe alinemen jalan Datar Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping Rendah Kelas fungsi jalan Jalan arteri Kelas jarak pandang A c) Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2T) Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00-3,75 m. Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2T didefinisikan sebagai berikut: Elemen geometrik: Ukuran Lebar jalur lalu lintas efektif 2 x 7,00m Lebar bahu efektif 2,00m; diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu luar untuk setiap jalur lalu lintas (lihat Gambar A.2:1 pada Bagian 3).. 20 dari 84

29 (Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan kendaraan bermotor) Median Ada Pemisahan arus lalu lintas per arah 50%-50% Tipe alinemen jalan Datar Guna lahan Tidak ada pengembangan samping jalan Kelas hambatan samping Rendah Kelas fungsi jalan Jalan arteri Kelas jarak pandang A d) Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2T) Jalan 6/2T dengan karakteristik umum yang sama sebagaimana diuraikan untuk tipe jalan 4/2T, dapat dianalisis dengan menggunakan pedoman ini Panduan rekayasa lalu lintas Tujuan Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus. Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini. Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c. Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas: - Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu lintas dan asap polusi kendaraan; - Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan - Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus Tipe jalan standar dan potongan melintang Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota" (Bina Marga, Bina Program, Subdirektorat Perencanaan Teknis Jalan, Desember 1990) memberikan panduan umum perencanaan Jalan Luar Kota. Usulan standar berikutnya yang lebih baru untuk Jalan Luar Kota diberikan dalam "Tata Cara Perencanaan Geometri Jalan Luar Kota" (Kelompok Bidang Keahlian Teknik Lalu-lintas dan Transportasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan 21 dari 84

30 Jalan, 1997). Lebih baru lagi dari dokumen-dokumen perencanaan tersebut, terbit setelah dicanangkan undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan beserta peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, mengatur mengenai hal ini dalam bentuk peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan berikut pedoman perencanaan teknis jalan yang menyertainya. Dokumen ini menggolongkan parameter perencanaan untuk kelas-kelas jalan yang berbeda, dan tipe penampang melintang bekenaan dengan lebar jalan dan bahu. Tipe-tipe penampang melintang yang distandarkan, dapat dipilih untuk penggunaannya dalam bagian panduan ini, didasarkan pada ukuran-ukuran seperti terlihat pada Tabel 6. Semua penampang melintang dianggap mempunyai bahu berkerikil (perkerasan tidak berpenutup) yang dapat digunakan untuk parkir dan kendaraan berhenti, tetapi bukan untuk lajur perjalanan. Tipe jalan Kelas Jarak Pandang Tabel 6. Definisi tipe penampang melintang jalan Lebar jalur lalu lintas (m) Lebar bahu (m) Luar Datar Perbukitan Pegunungan 2/2TT B 5,50 1,50 1,50 1,00-2/2TT B 7,00 1,50 1,50 1,00-4/2TT B 14,00 1,50 1,50 1,00 - Dalam 4/2T A 11,00 1,75 1,75 1,25 0,25 4/2T A 14,00 1,75 1,75 1,25 0,25 6/2T A 21,00 1,75 1,75 1,25 0,25 *) didefinisikan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang a) Umum Dokumen standar jalan Indonesia yang dirujuk di atas menetapkan tipe jalan dan penampang melintang untuk jalan baru yang tergantung pada faktor-faktor berikut: - Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal); - Kelas jalan; - Tipe medan (datar, perbukitan, pegunungan). Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas. Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu atau beberapa alasan berikut: 22 dari 84

31 1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek rekayasa setempat. 2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis. 3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu. 4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah. b) Pertimbangan ekonomi Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian c. Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas hambatan samping untuk dua hal yang berbeda: 1. Pembuatan jalan baru, dengan umur rencana 23 tahun 2. Pelebaran jalan yang ada, dengan umur rencana 10 tahun Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe alinemen. Pembuatan jalan baru Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk pembuatan jalan baru Kondisi Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak) Tipe alinemen Hambatan Samping Tipe jalan/lebar jalur lalu lintas (m) 2/2TT 4/2TT 4/2T 6/2T 5, Datar Rendah < >1.450 Datar Tinggi < >1.450 Bukit / Gunung Bukit / Gunung Rendah < >1.450 Tinggi < >1.350 Pelebaran jalan lama Tabel 8. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan, untuk pelebaran jalan lama Kondisi Ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 23 dari 84

32 Tipe alinemen Hambatan Samping Tipe jalan/pelebaran lebar jalur dari x ke y (m) 2/2TT 4/2TT 4/2T 5,5 ke 7,0 7,0 ke 11,0 7,0 ke 11,0 7,0 ke 14,0 Datar Rendah Datar Tinggi Bukit/Gunung Rendah Bukit/Gunung Tinggi c) Kinerja lalu lintas Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota, umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8 menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan. 24 dari 84

33 Gambar 6. Kinerja pada Jalan Luar Kota pada alinemen datar 25 dari 84

34 Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit 26 dari 84

35 Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung d) Pertimbangan keselamatan lalu lintas Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut: 27 dari 84

36 - Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit). - Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu lintas. - Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25-30%. - Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar %. - Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar %. - Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %. - Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material. Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar faktor ( ) e) Pertimbangan lingkungan Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu lintas dan kecepatan. Pada arus lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya kecepatan, sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan >0,8), kondisi arus tersendat "stop dan jalan" yang disebabkan oleh kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buang dan juga kebisingan jika dibandingkan dengan kinerja lalu lintas yang stabil. Alinemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan kebisingan Rencana detail Lihat Bagian Tipe jalan standar dan potongan melintang, mengenai daftar referensi untuk perencanaan geometrik secara detail. Jika standar-standar ini diikuti, maka jalan yang aman dan efisien dapat diwujudkan. Sebagai prinsip umum, kondisi berikut ini harus dipenuhi: - Standar jalan harus sedapat mungkin tetap sepanjang rute; - Bahu jalan harus rata dan sama tinggi dengan jalur lalu lintas sehingga dapat digunakan oleh kendaraan yang berhenti sementara; - Halangan seperti tiang listrik, pohon, dll. tidak boleh terletak di bahu jalan, lebih baik jika terletak jauh di luar bahu untuk kepentingan keselamatan. 28 dari 84

37 - Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk kepentingan keselamatan. - Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan Kelandaian khusus Pada tipe jalan 2/2TT, pada alinemen bukit dan gunung dengan ruas tanjakan yang panjang, akan menguntungkan jika menambah lajur pendakian untuk menaikkan kondisi lalu lintas yang aman dan efisien. Tujuan bagian ini adalah untuk membantu pengguna manual untuk memilih penyelesaian terbaik bagi masalah perencanaan dan operasional Jalan Luar Kota dengan kelandaian khusus. a) Standar tipe jalan dan penampang melintang Panduan umum untuk perencanaan Jalan Luar Kota yang dipublikasikan oleh Bina Marga (lihat bagian 5.5.2) juga menetapkan kriteria bagi penggunaan lajur pendakian. Sejumlah penampang melintang standar yang digunakan dalam panduan ini didasarkan pada standarstandar ini dan terlihat pada Tabel berikut ini. Tabel 9. Ukuran penampang melintang pada jalan dengan kelandaian khusus Tipe jalan / kode Lebar jalur lalu lintas, Kelas jarak (m) Lebar pandang bahu (m) Tanjakan Turunan 2/2TT A 3,5 3,5 1,0 2/2TT Lajur pendakian A 6,0 3,5 1,0 b) Pemilihan tipe jalan dan penampang melintang Panduan berikut untuk menentukan kapan lajur pendakian dapat dibenarkan secara ekonomis yang dibuat berdasarkan analisis biaya siklus hidup. Tabel 10. Ambang arus lalu lintas (tahun ke 1, jam puncak) untuk jalur pendakian pada kelandaian khusus (umur rencana 23 tahun) Panjang Ambang arus lalu lintas (kend./jam) tahun 1, jam puncak Kelandaian 3 % 5 % 7 % 0,5 km > 1 km Ringkasan prosedur perhitungan Bagan alir prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan diberikan pada Gambar 9. Berbagai langkah tersebut diuraikan langkah demi langkah secara rinci dalam bagian dari 84

38 Formulir-formulir berikut digunakan untuk perhitungan. F1-JLK: Data: - Kondisi umum - Geometrik jalan F2-JLK: Data (lanjutan): - Arus dan komposisi lalu lintas - Hambatan samping F3-JLK: Analisis untuk segmen jalan umum: - Kecepatan arus bebas - Kapasitas - Kecepatan arus - Derajat iringan F3-JLK-KK: Analisis untuk kelandaian khusus - Kecepatan arus bebas - Kapasitas - Kecepatan menanjak Perhatikan bahwa Langkah B, C dan D (lihat Gambar 9) pada jalan terbagi dikerjakan terpisah untuk masing-masing arah. 30 dari 84

39 Gambar 9. Ringkasan prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan 31 dari 84

40 5. Prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan Sasaran dari analisis operasional untuk suatu segmen jalan, dengan kondisi geometrik, lalu lintas, dan lingkungan yang ada saat ini atau yang akan datang/dituju, dapat berupa satu atau keseluruhan dari: - penentuan kapasitas; - penentuan derajat kejenuhan lalu lintas saat ini atau yang akan datang; - penentuan kecepatan yang berlaku di jalan tersebut (hanya untuk jalan 2/2TT); dan - penentuan derajat iringan yang akan berlaku di jalan tersebut. Sasaran utama dari analisis perencanaan adalah untuk menentukan lebar jalan yang diperlukan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang dikehendaki. Ini berarti lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur, tetapi dapat juga untuk memperkirakan pengaruh dari perubahan perencanaan, seperti rencana membuat median atau meningkatkan bahu jalan. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk analisis operasional dan untuk perencanaan adalah sama, dan mengikuti prinsip yang dijelaskan pada Bagian 5.2. Bab ini memuat instruksi langkah demi langkah yang dikerjakan untuk analisis operasional atau perencanaan, dengan menggunakan Formulir F1-JLK, F2-JLK, F3-JLK, dan F3-JLK-KK. Formulir kosong untuk difotokopi diberikan dalam Lampiran. 5.1 Langkah A: Data masukan Langkah A-1: Data umum a) Penentuan segmen Bagilah jalan dalam segmen-segmen. Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. Titik dimana karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisis secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diteliti untuk suatu segmen, masing-masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data masukan yang terpisah (F1-JLK dan F2-JLK). Formulir analisis yang terpisah (F3-JLK dan jika perlu F3-JLK- KK) juga digunakan untuk masing-masing keadaan. Jika periode waktu terpisah harus dianalisis, maka nomor terpisah harus diberikan untuk masing-masing keadaan, dan harus digunakan formulir data masukan dan analisis yang terpisah. Segmen jalan yang sedang dipelajari harus tidak terpengaruh oleh simpang utama atau simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya. Segmen dapat dibedakan dalam alinemen biasa (keadaan biasa) dan 'kelandaian khusus', lihat b) di bawah. b) Kelandaian khusus Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing 32 dari 84

41 kelandaian dapat dijadikan segmen terpisah dan masing-masing dianalisis sendiri dengan prosedur untuk 'analisis kelandaian khusus'. Segmen adalah dari bagian bawah kelandaian sampai pundaknya. Umumnya, kelandaian khusus tidak kurang dari 400m tetapi tidak mempunyai batasan panjangnya. Bagaimanapun, segmen kelandaian khusus harus merupakan tanjakan menerus (turunan pada arah yang berlawanan) yaitu tanpa bagian datar atau menurun, dan harus mempunyai kelandaian paling sedikit rata-rata 3 persen untuk seluruh segmen: kelandaian tidak perlu konstan sepanjang seluruh segmennya. Kelandaian pendek (sampai sekitar 1 km panjang) biasanya hanya akan dianalisis terpisah jika sangat curam, sedangkan kelandaian yang lebih panjang mungkin memerlukan analisis terpisah sekalipun kurang curam, karena efek pengurangan kecepatan yang terus menerus, khususnya pada kendaraan berat. Meskipun suatu kelandaian curam menyebabkan masalah kapasitas dan kinerja yang penting, tidaklah digolongkan 'kelandaian khusus' jika satu atau seluruh dari kondisi berikut berlaku: - hanya diperlukan analisis perancangan, bukan analisis operasional; - jika tidak ada niat untuk mempertimbangkan penyesuaian rencana geometrik untuk mengurangi pengaruh kelandaian; - jika lengkung horisontal cukup besar untuk menyebabkannya, pada pendapat ahli menjadi penentu utama tunggal dari kapasitas dan kinerja, bukan kelandaiain. Dalam hal-hal tersebut di atas segmen tidak dianggap sebagai segmen 'kelandaian khusus' terpisah dan kelandaian dimasukkan pada analisis umum segmen yang lebih panjang di mana segmen tersebut merupakan bagiannya, dengan karakteristik kelandaian ditentukan dari tipe alinemennya. c) Data pengenalan segmen (data umum) Isikan data umum berikut pada bagian atas dari Formulir F1-JLK: - Tanggal (hari, bulan, tahun) dan dikerjakan oleh (masukkan nama anda) - Provinsi dimana segmen tersebut terletak - Nomor ruas (Bina Marga) - Kilometer segmen (mis. Km dari Jakarta) - Segmen antara (mis. Lembang dan Ciater) - Panjang segmen (misalnya 1,5 km) - Kelas Jalan (kelas penggunaan jalan, kelas I, kelas II, kelas III, atau kelas khusus) - Status jalan (Jalan Nasional, Jalan Provinsi, atau Jalan Kabupaten/Kota) - Tipe jalan, misalnya: Dua-lajur dua-arah tak terbagi: 2L2A-TT Empat-lajur dua-arah tak terbagi: 4L2A-TT Empat-lajur dua-arah terbagi: 4L2A-T Enam-lajur dua-arah terbagi: 6L2A-T Dua-lajur satu-arah: 2L1A (dianalisis seolah-olah merupakan satu arah dari suatu jalan terbagi) - Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal, lingkungan) - Spesifikasi prasarana (Jalan Raya, Jalan Sedang, atau Jalan Kecil) - Periode waktu yang dianalisis (misalnya tahun 2000, jam sibuk pagi antara jam 7 s.d. jam 10 pagi) 33 dari 84

42 5.1.2 Langkah A-2: Kondisi geometrik a) Alinemen horisontal dan pengembangan di samping jalan Buatlah sketsa dari segmen jalan menggunakan ruang yang tersedia pada Formulir F1-JLK. Pastikan untuk meliputi informasi berikut: - Arah panah yang menunjuk arah utara; - Patok kilometer atau benda lain yang digunakan untuk mengenali lokasi segmen jalan tersebut; - Sketsa alinemen horisontal segmen jalan; - Arah panah yang menunjukkan Arah 1 (biasanya ke Utara atau Timur) dan arah 2 (biasanya ke Selatan atau Barat); - Nama tempat yang dilalui/dihubungkan oleh segmen jalan; - Bangunan utama atau bangunan samping jalan lain dan tata guna lahan; - Simpang-simpang dan tempat masuk/keluar dari lahan di samping jalan; - Marka jalan seperti garis tengah, garis menerus, marka lajur, marka sisi perkerasan, dan sebagainya. Masukkan informasi berikut kedalam kotak di bawah gambar: - Lengkung horisontal dari segmen yang dipelajari (radian/km), jika tersedia; - Persentase segmen jalan pada masing-masing sisi (A dan B) dengan semacam pengembangan samping jalan (pertanian, perumahan, pertokoan, dsb.), dan persentase rata-rata lahan yang sudah berkembang pada kedua sisi segmen jalan yang dipelajari. b) Kelas jarak pandang Masukkan persentase panjang segmen yang berjarak pandang minimum 300 m (jika tersedia) kedalam kotak yang sesuai di bawah sketsa alinemen horisontal. Dari informasi ini Kelas Jarak Pandang (KJP) dapat ditentukan sebagaimana ditunjukan dalam Tabel 11, atau dapat diperkirakan dengan taksiran teknis (jika ragu gunakan nilai normal (patokan) = B). Masukkan hasil KJP kedalam kotak di bawah sketsa alinemen horizontal pada Formulir F1- JLK. Kelas Jarak pandang A B C Tabel 11. Kelas jarak pandang % segmen dengan jarak pandang minimum 300 m 34 dari 84 > 70% 30-70% < 30% Catatan: Jarak pandang berhubungan dengan jarak pandang menyalip yang diukur dari tinggi mata pengemudi (1,2m) ke tinggi kendaraan penumpang yang datang (1,3m). c) Alinemen vertikal Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia. Jika segmen merupakan kelandaian khusus, isikan keterangan tentang kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian.

43 d) Tipe alinemen Tentukan tipe alinemen umum dari Tabel 12 dengan menggunakan informasi tercatat untuk lengkung horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya dengan melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir. Tabel 12. Tipe alinemen umum Tipe alinemen Datar Bukit Gunung Naik + turun (m/km) < > 30 Lengkung horisontal (rad/km) < 1,0 1,00-2,5 > 2,5 Jika lengkung horisontal dan nilai naik + turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan penggolongan alinemen umum pada Tabel 12, maka tidak ada tipe alinemen umum yang dipilih (Tabel 19 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas). Jika data alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau pengamatan visual untuk memilih tipe alinemen umum. e) Penampang melintang jalan Buatlah sketsa penampang lintang jalan rata-rata dan tunjukkan lebar jalur lalu lintas, lebar median, lebar bahu dalam dan luar tak terhalang (jika jalan terbagi), penghalang samping jalan seperti pohon, saluran, dan sebagainya. Perhatikan bahwa sisi A dan Sisi B ditentukan oleh garis referensi penampang melintang pada sketsa alinemen horisontal. W CA, W CB : Lebar jalur lalu lintas; W SAO : Lebar bahu luar sisi A dst; W SAI : Lebar bahu dalam sisi A dst; Gambar 10. Gambaran istilah geometrik yang digunakan untuk jalan terbagi Isikan lebar efektif rata-rata lajur lalu lintas untuk sisi A dan sisi B pada tempat yang tersedia dalam Tabel di bawah sketsa. Isikan juga lebar bahu efektif W S = lebar rata-rata bahu untuk jalan dua lajur tak terbagi, W S = jumlah bahu luar dan dalam per arah untuk jalan terbagi dan W S = jumlah lebar dan bahu kedua sisi untuk jalan satu arah seperti di bawah: Jalan tak terbagi: W S = (W SA + W SB )/2 Jalan terbagi: Arah 1: W S1 = W SAO + W SAI ; Arah 2: W SBO + W SBI Jalan satu arah: W S = W SA + W SB 35 dari 84

44 f) Kondisi permukaan jalan Isikan keterangan-keterangan berikut: Jalur-(jalur) lalu lintas: - Jenis permukaan (lingkari jawaban yang sesuai) - Kondisi permukaan (lingkari jawaban yang sesuai, dan catat nilai IRI jika tersedia) Bahu jalan: Bagian dalam (median) dan luar (sisi jalan) jika jalan terbagi - Jenis perkerasan - Beda tinggi rata-rata (perbedaan antara permukaan) antara jalur lalu lintas dan bahu - Penggunaan bahu digolongkan dalam: dapat digunakan lalu lintas, parkir, atau untuk berhenti darurat saja. Petunjuk berikut digunakan untuk penggolongan di bawah: Lalu lintas: Lebar bahu 2m dan mempunyai mutu perkerasan yang sama seperti jalur lalu lintasnya dan tanpa beda tinggi permukaan. Parkir: Bahu dengan mutu perkerasan lebih rendah atau perkerasan kerikil dengan lebar 1,5m dan sedikit beda tinggi permukaan. Darurat: Bahu dengan permukaan buruk, dan/atau dengan beda tinggi yang besar terhadap jalur lalu lintas sehingga tidak nyaman untuk masuk. (> 10cm). Jika bahu mempunyai jenis perkerasan dan pondasi yang sama dengan jalur lalu lintas, dan tanpa beda tinggi terhadap jalur lalu lintas (lihat pada Kondisi permukaan jalan di bawah), lebar bahu yang diperkeras harus ditambahkan pada lebar jalur lalu lintas jika menghitung lebar efektif jalur lalu lintas dalam tabel penampang melintang dalam Formulir F1-JLK. Secera konsekuen lebar yang sama juga harus dikurangkan dari lebar bahu jika perhitungan lebar bahu efektif dilakukan dalam tabel yang sama. Analisis ini menganggap bahwa jalur lalu lintas diperkeras dan dalam kondisi sedang sampai baik. Oleh karena itu manual ini tidak sesuai untuk meramal kecepatan pada jalan dengan perkerasan yang buruk (IRI >6), atau untuk jalan kerikil. g) Kondisi pengaturan lalu lintas Isikan keterangan tentang tindakan pengaturan lalu lintas yang diterapkan pada segmen jalan yang dipelajari seperti: - Batas kecepatan (km/jam); - Larangan parkir dan berhenti; - Pembatasan terhadap jenis kendaraan tertentu; - Pembatasan kendaraan dengan berat dan/atau beban gandar tertentu; - Alat pengatur lalu lintas/peraturan lainnya Langkah A-3: Kondisi lalu lintas 36 dari 84

45 Gunakan formulir F2-JLK untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan komposisi lalu lintas. Untuk kelandaian khusus, ikuti langsung butir b). a) Arus dan komposisi lalu lintas untuk alinemen umum a.1) Tentukan arus jam perencanaan dalam kendaraan/jam Dua alternatif diberikan di bawah, tergantung pada banyaknya rincian masukan yang tersedia. Alternatif B sebaiknya diikuti bila mungkin. A: Hanya tersedia data LHRT, Pemisahan dan komposisi lalu lintas A.1 Masukkan data berikut pada kotak yang sesuai dalam Formulir F2-JLK: - LHRT (kend/hari) untuk tahun yang bersangkutan - Faktor-k (untuk Jalan Luar Kota nilai normal k dapat 0,11) - Pemisahan arah SP (nilai normalnya 50% : 50%) A.2 Hitung arus jam perencanaan (Q JP = LHRTHkHSP/100) untuk total dan masingmasing arah. Masukkan hasilnya kedalam Tabel untuk data arus menurut jenis dan jurusan perjam, Kolom 13 Baris 3, 4, dan 5. A.3 masukkan komposisi lalu lintas dalam kotak (nilai normal KR: 57%, KBM: 23%, BB: 7%, TB: 4%, SM: 9% berdasar pada satuan kend./jam) dan hitung jumlah kendaraan untuk masing-masing tipe dan arah dengan mengalikan dengan arus rencana pada Kolom 13. Masukkan hasilnya pada Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10 dalam Baris 3, 4, dan 5. B: Data arus lalu lintas menurut jenis dan jurusan tersedia B.1 Masukkan nilai arus lalu lintas jam rencana (Q JP ) dalam kend./jam untuk setiap tipe kendaraan dan jurusan kedalam Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10; Baris 3, 4, dan 5. Jika arus yang diberikan adalah dua jurusan, masukkan nilai arus pada Baris 5, dan masukkan distribusi arah yang diberikan (%) pada Kolom 12, Baris 3 dan 4. Kemudian hitung arus masing-masing ipe kendaraan untuk masing-masing arah dengan mengalikan nilai arus pada Baris 5 dengan distribusi arah pada Kolom 12, dan masukkan hasilnya pada Baris 3 dan 4. a.2) Tentukan emp Ekr untuk Kendaraan Berat Menengah (KBM), Bus Besar (BB), Truk Besar (TB, termasuk Truk kombinasi) dan Sepeda Motor (SM) diberikan dalam Tabel 13 s/d Tabel 15 di bawah, sebagai fungsi tipe jalan, tipe alinemen (Formulir F1-JLK) dan arus lalu lintas (kend./jam). Ekr SM tergantung kepada lebar jalur lalu lintas. Untuk Kendaraan Ringan (KR), ekr selalu 1,0. Arus kendaraan tak bermotor (KTB) dicatat pada Formulir F2-JLK sebagai komponen hambatan (kendaraan lambat). Tentukan ekr masing-masing tipe kendaraan dari tabel yaitu dengan interpolasi arus lalu lintasnya, atau menggunakan diagram pada Gambar 11. Masukkan hasilnya ke dalam Formulir F2-JLK, Tabel data penggolongan arus lalu lintas perjam, baris 1.1 dan 1.2 (untuk jalan tak-terbagi ekr sama pada kedua jurusan, untuk jalan terbagi dengan arus yang tidak seimbang ekr mungkin berbeda). Tabel 13. Ekr untuk jalan 2/2TT Tipe alinemen Arus total (kend./- jam) KBM BB TB Ekr SM 37 dari 84

46 Lebar jalur lalu lintas(m) < 6m 6-8m > 8m Datar > ,2 1,8 1,5 1,3 1,2 1,8 1,6 1,5 1,8 2,7 2,5 2,5 0,8 1,2 0,9 0,6 0,6 0,9 0,7 0,5 0,4 0,6 0,5 0,4 Bukit > ,8 2,4 2,0 1,7 1,6 2,5 2,0 1,7 5,2 5,0 4,0 3,2 0,7 1,0 0,8 0,5 0,5 0,8 0,6 0,4 0,3 0,5 0,4 0,3 Gunung > ,5 3,0 2,5 1,9 2,5 3,2 2,5 2,2 6,0 5,5 5,0 4,0 0,6 0,9 0,7 0,5 0,4 0,7 0,5 0,4 0,2 0,4 0,3 0,3 Tipe alinemen Tabel 14. Ekr untuk jalan 4/2T dan 4/2TT Arus total (kend./jam) Arus total pada jalan 4/2T (kend./jam) Datar > 2150 Bukit > 1750 Gunung > 1500 Arus total pada jalan 4/2TT (kend./jam) > > > 2700 Ekr KBM BB TB SM 1,2 1,4 1,6 1,3 1,8 2,0 2,2 1,8 3,2 2,9 2,6 2,0 1,2 1,4 1,7 1,5 1,6 2,0 2,3 1,9 2,2 2,6 2,9 2,4 1,6 2,0 2,5 2,0 4,8 4,6 4,3 3,5 5,5 5,1 4,8 3,8 0,5 0,6 0,8 0,5 0,4 0,5 0,7 0,4 0,3 0,4 0,6 0,3 38 dari 84

47 Gambar 11. Ekr untuk jalan tak terbagi 39 dari 84

48 Gambar 12. Ekr untuk jalan terbagi Tabel 15. Ekr untuk jalan enam-lajur dua-arah terbagi, 6/2T Tipe alinemen Arus lalu lintas per arah (kend./jam) Datar > 3250 Bukit > ,8 2,0 2,2 1,8 40 dari 84 ekr KBM BB TB SM 1,2 1,4 1,6 1,3 1,2 1,4 1,7 1,5 1,6 2,0 2,3 1,9 1,6 2,0 2,5 2,0 4,8 4,6 4,3 3,5 0,5 0,6 0,8 0,5 0,4 0,5 0,7 0,4

49 Gunung > ,2 2,9 2,6 2,0 2,2 2,6 2,9 2,4 5,5 5,1 4,8 3,8 0,3 0,4 0,6 0,3 a.3) Hitung parameter arus lalu lintas yang diperlukan untuk analisis - Hitung nilai arus lalu lintas per jam rencana Q JP dalam smp/jam dengan mengalikan arus dalam kendaraan/jam pada Kolom 2, 4,6, 8, dan 10 dengan ekr yang sesuai pada Baris 1.1 dan 1.2, dan masukkan hasilnya pada Kolom 3, 5, 7, 9, dan 11; Baris 3-5. Hitung arus total dalam skr/jam dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom Hitung pemisahan arah (SP) sebagai arus total (kend./jam) pada Jurusan 1 pada Kolom 13 dibagi dengan arus total pada Jurusan 1+2 (kend./jam) pada Kolom yang sama. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 13 Baris 6. SP = Q JP,1 / Q JP,1+2 - Hitung faktor satuan kendaraan ringan F skr = Q skr /Q kend dengan pembagian jumlah pada Kolom 14 baris 5 dengan jumlah pada Kolom 13, Baris 5. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 14 Baris 7. b) Arus dan komposisi lalu lintas untuk kelandaian khusus pada jalan 2/2TT Gunakan formulir F2-JLK seperti diterangkan di bawah. Data arus lalu lintas per kendaraan per jam harus tersedia. b.1) Tentukan emp untuk arah mendaki (arah 1) dan masukkan pada Baris Ekr Kendaraan Ringan (KR) selalu 1,0. - Ekr Bus Besar (BB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari kend./jam dan 2,0 untuk keadaan lainnya. - Gunakan Tabel 16 atau Gambar 13 di bawah untuk menentukan ekr Kendaraan Berat Menengah (KBM) dan Truk Besar (TB). Jika arus lalu lintas dua arah lebih besar dari kend./jam nilai tersebut dikalikan 0,7. - Ekr untuk Sepeda Motor (SM) adalah 0,7 untuk arus lebih kecil dari kend./jam dan 0,4 untuk keadaan lainnya. Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki 41 dari 84

50 Panjang (km) 0,50 0,75 1,00 1,50 2,00 3,00 4,00 5,00 Tabel 16. Ekr KBM dan TB pada kelandaian khusus mendaki ekr Gradient (%) KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB KBM TB 2,00 2,50 2,80 2,80 2,80 2,80 2,80 2,80 4,00 4,60 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 3,00 3,30 3,50 3,60 3,60 3,60 3,60 3,60 5,00 6,00 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 6,20 3,80 4,20 4,40 4,40 4,40 4,20 4,20 4,20 6,40 7,50 7,60 7,60 7,50 7,50 7,50 7,50 4,50 4,80 5,00 5,00 4,90 4,60 4,60 4,60 7,30 8,60 8,60 8,50 8,30 8,30 8,30 8,30 5,00 5,30 5,40 5,40 5,20 5,00 5,00 5,00 8,00 9,30 9,30 9,10 8,90 8,90 8,90 8,90 b.2) Tentukan ekr untuk arah menurun (arah 2) dan masukkan pada Baris 1.2 Tentukan ekr untuk arah menurun dari Tabel 13 atau Gambar 11 dengan anggapan sama seperti untuk alinemen datar. b.3) Masukkan data arus lalu lintas yang telah digolongkan Masukkan nilai arus lalu lintas (Q kend./jam) untuk setiap tipe kendaraan kedalam Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10, Baris 3 arah 1 mendaki, Baris 4 arah 2 menurun. b.4) Hitung parameter lalu lintas yang diperlukan untuk analisis Hitung parameter berikut dengan cara yang sama seperti untuk alinemen umum langkah a.3): - Nilai arus lalu lintas dalam skr/jam untuk arah 1 (mendaki) dan untuk arah 2 (menurun) dimasukkan pada Kolom 3, 5, 7, 9 dan 11; Baris 3 dan 4. Tambahkan Baris 3 dan 4 untuk mendapatkan arus total pada Arah 1+2 dalam skr/jam, yang dimasukkan pada Baris 5. - Pemisahan arah Langkah A-4: Hambatan Samping Tentukan Kelas Hambatan Samping sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Formulir F2-JLK dengan melingkari kelas yang sesuai di dalam tabel pada bagian terbawah: Jika tersedia data rinci tentang hambatan samping, ikuti langkah 1-4 di bawah: 1. Masukkan pengamatan (atau perkiraan jika analisis adalah untuk tahun yang akan datang) mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam per 200 m pada kedua sisi segmen yang dipelajari, ke dalam Kolom (23) Formulir F2-JLK: - Jumlah pejalan kaki berjalan sepanjang atau menyeberang jalan. - Jumlah penghentian kendaraan dan gerakan parkir. - Jumlah kendaraan bermotor yang masuk/keluar dari lahan samping jalan dan jalan samping. - Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend./jam) sepeda, becak, delman, pedati dan kendaraan lambat lainnya. 42 dari 84

51 2. Kalikan frekuensi kejadian pada Kolom 23 dengan bobot relatif dari jenis kejadian tersebut pada Kolom 22 dan masukkan frekuensi berbobot dari kejadian pada Kolom Hitung jumlah kejadian berbobot, termasuk semua jenis kejadian dan masukkan hasilnya pada baris terbawah Kolom (24). 4. Tentukan kelas hambatan samping dari Tabel 17 berdasarkan hasil dari langkah 3. Tabel 17. Kelas hambatan samping Frekuensi ber bobot dari kejadian di kedua sisi jalan Kondisi khas Kelas hambatan samping < 50 Pedalaman, pertanian atau tidak berkembang; Sangat rendah SR tanpa kegiatan Pedalaman, beberapa bangunan dan kegiatan Rendah R disamping jalan Desa, kegiatan dan angkutan lokal Sedang S Desa, beberapa kegiatan pasar Tinggi T > 350 Hampir perkotaan, pasar/kegiatan perdagangan Sangat Tinggi ST Jika data rinci kejadian hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Periksa uraian tentang 'kondisi khas' dari tabel A-4:1 dan pilih salah satu yang terbaik untuk menggambarkan keadaan dari segmen jalan yang dianalisis. 2. Pelajari foto pada Gambar 14 s.d. Gambar 18 yang mewakili kekhasan, kesan pandangan rata-rata dari masing-masing kelas hambatan samping, dan pilih salah satu yang paling sesuai dengan kondisi sesungguhnya, kondisi rata-rata lokasi untuk periode yang dipelajari. 3. Pilih kelas hambatan samping berdasarkan gabungan pertimbangan pada langkah 1) dan 2) di atas. 43 dari 84

52 Gambar 14. Hambatan samping sangat rendah Gambar 15. Hambatan samping rendah 44 dari 84

53 Gambar 16. Hambatan samping sedang Gambar 17. Hambatan samping tinggi 45 dari 84

54 Gambar 18. Hambatan samping sangat tinggi 5.2 Langkah B: Analisis Kecepatan Arus Bebas Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada jalan dengan kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran kinerja. Kecepatan arus bebas jenis kendaraan lainnya ditunjukkan juga pada Tabel 18, dan dapat digunakan untuk keperluan lainnya seperti analisis biaya pemakai jalan. Lihat juga langkah B-5 b). Mulai dengan langkah B-1, apabila segmen yang dipelajari adalah segmen alinemen biasa. Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah B-6. Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis menentukan kecepatan arus bebas, dengan data masukan dari Langkah A (Formulir F1-JLK dan F2-JLK). ( )...7) keterangan: V B V BD FV B-W FV B-HS FV B-FJ adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/jam) adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam) adalah penyesuaian kecepatan untuk lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam), penambahan adalah faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping, perkalian adalah faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan, perkalian 46 dari 84

55 5.2.1 Langkah B-1: Kecepatan Arus Bebas Dasar Tentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan untuk kondisi lapangan dengan menggunakan Tabel 18. Perhatikan bahwa untuk jalan dua-lajur dua-arah, kecepatan arus bebas dasar adalah fungsi dari kelas jarak pandang (dari Formulir F1-JLK). Jika kelas jarak pandang tidak tersedia, anggaplah pada jalan tersebut kelas jarak pandang adalah B. Masukkan kecepatan arus bebas dasar ke dalam Kolom 2 dari Formulir F3-JLK. Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen biasa Tipe jalan/ Tipe alinemen/ (Kelas jarak pandang) Enam-lajur terbagi - Datar - Bukit - Gunung Empat-lajur terbagi - Datar - Bukit - Gunung Empat-lajur tak terbagi - Datar - Bukit - Gunung Dua-lajur tak terbagi - Datar KJP:A " " KJP:B " " KJP:C - Bukit - Gunung Kecepatan arus bebas dasar (km/jam) KR KBM BB TB SM Catatan: KJP Kelas Jarak Pandang Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dapat dianggap sama seperti jalan enam-- lajur dalam sesuai Tabel 18. Untuk jalan dua-lajur dua-arah pengaruh alinemen horisontal dan vertikal adalah lebih besar dari pada terhadap tipe jalan lainnya. Jika tersedia data rinci tentang naik+turun (m/km) dan lengkung horisontal (rad/km) untuk segmen jalan yang dipelajari, Tabel 19 dapat digunakan sebagai alternatif dari Tabel 18 untuk mendapatkan kecepatan arus bebas dasar yang lebih tepat pada kondisi datar (gunakan naik+turun = 5 m/km) dan pada kondisi lapangan dari 84

56 Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (V BD ) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT Naik + turun (m/km) V BD KR, jalan 2/2TT Lengkung horisontal rad/km < 0,5 0, Nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya bagi tipe jalan yang lain sebagai fungsi dari alinemen horisontal dan vertikal dapat didekati dengan mengalikan perbedaan antara kecepatan arus bebas dasar dan sesungguhnya dari tipe jalan 2/2TT dengan suatu konstanta (lihat di bawah) dan kemudian mengurangkan hasilnya dari kecepatan arus dasar tipe jalan tersebut. (Lihat sub-bagian untuk masalah dasar dari setiap tipe jalan) Nilai konstanta adalah: - Konstanta untuk 6/2T = 1,45 - Konstanta untuk 4/2T = 1,3 - Konstanta untuk 4/2TT = 1,2 Contoh: Hitung V B untuk jalan 4/2TT dengan kondisi fisik naik+turun = 15m/km dan lengkung horisontal = 1,5rad/km. Dari Tabel 18, untuk tipe jalan 4/2TT, V BD = 74 km/jam; dan untuk tipe jalan 2/2TT (KJP = A), V BD = 68 km/jam. Dari Tabel 19, untuk alinemen 2/2TT, V BD = 62 km/jam. Faktor penyesuaian untuk tipe jalan 4/2TT, FV B = (68-62) x 1,2 = 7,2 km/jam V B untuk 4/2TT = 74-7,2 = 66,8 km/jam Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas dari Tabel 20 berdasarkan lebar lajur efektif (L LE ) yang dicatat pada Formulir F1-JLK dan tipe alinemen. Masukkan faktor penyesuaian tersebut pada Kolom (3). Hitung jumlah kecepatan arus bebas dasar dan penyesuaian (V BD + V BW ) dan masukkan hasilnya pada Kolom dari 84

57 Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FV LE ) terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen Tipe jalan 4/2T dan 6/2T 4/2TT 2/2TT Lebar lajur efektif (L LE ) (m) Datar: KJP= A,B FV W (km/jam) Bukit : KJP=A,B,C Datar : KJP=C Gunung Per lajur 3, , , , Per lajur 3, , , , Total Untuk jalan dengan lebih dari enam lajur, nilai-nilai pada Tabel 20 untuk jalan 6-lajur terbagi dapat digunakan Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping Tentukan faktor penyesuaian akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu efektif sesuai Tabel 21 berdasar pada lebar bahu efektif dan tingkat hambatan sampingnya dari Formulir F2-JLK. Masukkan hasilnya kedalam Kolom 5 Formulir F3-JLK. 49 dari 84

58 Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan arus bebas KR (FV B-HS ) Tipe jalan 4/2T 4/2TT 2/2TT Kelas hambatan samping (KHS) Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif L BE (m) < 0,5m 1,0 m 1,5m > 2m Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00 Rendah 0,98 0,98 0,98 0,99 Sedang 0,95 0,95 0,96 0,98 Tinggi 0,91 0,92 0,93 0,97 Sangat Tinggi 0,86 0,87 0,89 0,86 Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00 Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98 Sedang 0,92 0,94 0,95 0,97 Tinggi 0,88 0,89 0,90 0,96 Sangat Tinggi 0,81 0,83 0,85 0,95 Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00 Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98 Sedang 0,91 0,92 0,93 0,97 Tinggi 0,85 0,87 0,88 0,95 Sangat Tinggi 0,76 0,79 0,82 0,93 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FV BHS untuk tipe jalan 4/2TT dan 4/2T yang diberikan dalam Tabel 21, dengan modifikasi sebagai berikut: keterangan: FV B6-HS FV B4-HS ( )...8) adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk tipe jalan enam-lajur (km/jam) akibat hambatan samping adalah penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur (km/jam) akibat hambatan samping Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan (FV B,KFJ ) Tentukan faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan (dan tata guna lahan = pengembangan samping jalan) sesuai Tabel 22, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom dari 84

59 Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FV B,KFJ ) terhadap kecepatan arus bebas KR Tipe Jalan Fungsi Jalan FV B,KFJ Pengembangan samping jalan 0% 25% 50% 75% 100% 4/2T Arteri 1,00 0,99 0,98 0,96 0,95 Kolektor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94 Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93 4/2TT Arteri 1,00 0,99 0,97 0,96 0,945 Kolektor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915 Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895 2/2TT Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94 Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88 Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84 Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak-lajur), FV B,KFJ dapat diambil sama seperti untuk jalan 4-lajur dalam Tabel Penentuan kecepatan arus bebas pada kondisi lapangan a) Kecepatan arus bebas, KR Hitung kecepatan arus bebas KR dengan mengalikan faktor-faktor pada Kolom (4), (5) dan (6) dari Formulir F3-JLK dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 7: ( )...9) keterangan: V B adalah kecepatan arus bebas KR pada kondisi lapangan (km/m) V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR (km/jam) FV BW adalah penyesuaian kecepatan akibat lebar efektif jalur lalu lintas (km/jam) FV BHS adalah faktor penyesuaian akibat kondisi hambatan samping dan lebar bahu jalan FV BFJ adalah faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan b) Kecepatan arus bebas tipe kendaraan yang lain Walaupun tidak digunakan sebagai ukuran kinerja lalu lintas dalam pedoman ini, kecepatan arus bebas tipe kendaraan lain, dapat ditentukan mengikuti prosedur sebagai berikut: 1. Hitung penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan, (km/jam) yaitu perbedaan antara Kolom 2 dan Kolom 7:...10) keterangan: FV B V BD V B adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam adalah kecepatan arus bebas KR, km/jam 51 dari 84

60 2. Hitung kecepatan arus bebas Kendaraan Berat Menengah (KBM) sebagai berikut:...11) keterangan: V BD,KBM adalah kecepatan arus bebas dasar KBM, km/jam (dari Tabel 18) V BD adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam FV B adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT (Hanya berlaku untuk tipe jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus). Kecepatan arus bebas KR pada kelandaian khusus pada tipe jalan 2/2TT harus dihitung secara terpisah untuk masing-masing arah (mendaki dan menurun), dan dibandingkan dengan kecepatan untuk keadaan alinemen datar. Gunakan Formulir F3-JLK-KK untuk menentukan kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus. Kondisi datar = arah 0; mendaki = arah 1; menurun = arah Masukkan nilai kelandaian rata-rata dan panjang kelandaian (formulir F1-JLK) 2. Tentukan kecepatan arus bebas dasar, V BD, KR untuk kondisi datar sbb: a) dari Tabel 19, jika data lengkung horisontal (rad/km) tersedia, dengan menggunakan naik+turun = 5 m/km; b) dari Tabel 18, jika data lengkung horisontal (rad/km) tidak tersedia, Jika data kelas jarak pandang (KJP) juga tidak tersedia, anggaplah KJP=B. Masukkan ke dalam Kolom 2, kecepatan untuk alinemen horisontal pada baris terpisah untuk arah 0: 3. Tentukan faktor penyesuaian yang diuraikan pada langkah B-2 sampai B-4 di atas, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom 3 sampai 6. Hitung kecepatan arus bebas untuk kondisi datar sesuai Langkah B-5 dan masukkan hasilnya (V B DATAR) pada Kolom 7, Baris Tentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki V BD,NAIK dan dan menurun V BD,TURUN secara terpisah dari Tabel 23 di bawah. V BD,NAIK dan V BD,TURUN adalah fungsi dari kelandaian dan panjang kelandaian dan berdasarkan pada kecepatan pendekat 68 km/jam untuk kelandaian tersebut. Masukkan hasilnya ke dalam Kolom 2 pada baris untuk arah 1 (mendaki) dan arah 2 (menurun). Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, V BD,NAIK dan kecepatan arus bebas menurun V BD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT. Panjang (km) 0,5 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 Arah 1: Tanjakan Arah 2: Turunan 3% 4% 5% 6% 7% 3% 4% 5% 6% 7% 68,0 67,7 67,6 67,5 67,4 67,4 65,7 64,3 63,4 63,1 62,9 62,8 62,6 60,3 58,9 58,5 58,2 58,0 59,5 56,0 54,3 53,8 53,4 53,2 55,2 51,4 49,5 48,9 48,5 48,5 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 68,0 67,7 67,6 67,5 67,4 67,4 65,7 64,3 63,4 63,1 62,9 62,8 62,6 60,3 58,9 58,5 58,2 58,0 52 dari 84

61 5. Bandingkan kecepatan arus bebas untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan kecepatan mendaki dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan mendaki (V B,NAIK ) sebagai berikut: a) Jika V B_DATAR < V BD_NAIK maka V BD_NAIK = V B,DATAR Masukkan V B,NAIK pada Kolom 7 Baris 1. b) Jika V B,DATAR > V BD,NAIK maka hitung kecepatan arus bebas mendaki untuk kelandaian khusus sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Kolom 7: ( ) ( )...12) keterangan: V B,NAIK V B,DATAR Kelandaian L adalah kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, km/jam adalah kecepatan arus bebas untuk kondisi datar seperti dihitung di atas. adalah kelandaian rata-rata (%) segmen kelandaian khusus. adalah panjang segmen kelandaian khusus, km. 6. Bandingkan kecepatan arus bebas sesungguhnya untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan kecepatan menurun dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan menurun (V B,TURUN ) sebagai berikut: a) Jika V B,DATAR < V BD,TURUN maka V B,TURUN = V B,DATAR Masukkan V B,DATAR pada Kolom 7 Baris 2. b) Jika V B,DATAR > V BD,TURUN maka V B,TURUN = V BD,DATAR Masukkan FV B,TURUN pada Kolom 7 Baris Untuk menghitung kecepatan gabungan, perhatikan arus KR untuk kedua arah: Q KR1 adalah arus kendaraan ringan dalam arah 1 (menanjak) Q KR2 adalah arus kendaraan ringan dalam arah 2 (menurun) Q KR =Q KR1 +Q KR2 adalah arus kendaraan ringan dalam kedua arah, Kecepatan arus bebas rata-rata untuk kedua arah FV dihitung sebagai berikut: ( )...13) Kecepatan arus bebas truk besar pada jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus harus dihitung dengan prosedur yang sama untuk kendaraan ringan seperti diuraikan di atas. Mula-mula, tentukan kecepatan arus bebas dasar pada kondisi datar V BD,TB,DATAR bagi Truk Besar dari Tabel 18 dan masukkan hasilnya dalam kolom 2 baris 0. Hitung kecepatan arus bebas datar bagi truk besar (V B,TB,DATAR ) seperti pada langkah B- 5b. Masukkan hasilnya dalam kolom 7 baris 0. Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki ((V BD,TB,NAIK ) gunakan tabel B- 6:2 di bawah, bukan Tabel 23, dan untuk hal 5b gunakan rumus berikut untuk menentukan kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, dan masukkan hasilnya dalam kolom 7: ( ) ( )...14) 53 dari 84

62 keterangan: V BD,TB,NAIK V B,TB,NAIK V B,TB,DATAR Kelandaian L adalah kecepatan dasar arus bebas mendaki untuk truk besar (km/jam) adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar yang disesuaikan (km/jam) adalah kecepatan arus bebas truk besar untuk kondisi datar seperti dihitung di atas adalah kelandaian rata-rata (%) dari kelandaian khusus adalah kelandaian khusus (km) Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar V BD,TB,NAIK pada kelandaian khusu, jalan 2/2TT Truk Besar, TB Panjang Kelandaian tanjakan (km) 3% 4% 5% 6% 7% 0,5 50,0 45,0 39,5 34,3 29,4 1,0 47,6 40,9 34,6 30,2 26,1 2,0 45,2 38,6 32,5 28,5 24,7 3,0 44,4 37,9 31,8 27,9 24,3 4,0 44,1 37,6 31,5 27,7 24,1 5,0 43,8 37,3 31,3 27,5 23,9 5.3 Analisis Kapasitas Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah C-6 dan gunakan Formulir F3-JLK-KK dan bukan Formulir F3-JLK. Gunakan data masukan dari Formulir F1-JLK dan F2-JLK untuk menentukan kapasitas, dengan menggunakan Formulir F3-JLK....15) keterangan: C C0 FCW FCPA FCHS adalah kapasitas (skr/jam) adalah kapasitas dasar (skr/jam) adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping 54 dari 84

63 5.3.1 Langkah C-1: Kapasitas Dasar Tentukan kapasitas dasar (C 0 ) dari Tabel 25 atau Tabel 26 dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom (11). (Perhatikan bahwa pengaruh tipe alinemen pada kapasitas juga dapat dihitung dengan penggunaan emp yang berbeda seperti yang diuraikan pada langkah A-3). Tabel 25. Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT Tipe Jalan Tipe alinemen Kapasitas dasar (smp/jam/lajur) 4/2TT Datar 1900 Bukit 1850 Gunung /2TT Datar 1700 Bukit 1650 Gunung 1600 Tabel 26. Kapasitas dasar tipe jalan 2/2TT Tipe Jalan 2/2TT Tipe alinemen Kapasitas dasar total kedua arah (smp/jam) Datar 3100 Bukit 3000 Gunung 2900 Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 25, meskipun lajur yang bersangkutan tidak dengan lebar yang standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah C-2 di bawah) Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 27 berdasar pada lebar efektif jalur atau lajur lalu lintas (L JE ) (lihat Formulir F1-JLK) dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom (12). 55 dari 84

64 Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FC Lj ) Tipe jalan 4/2T & 6/2T 4/2TT 2/2TT Lebar efektif jalur lalu lintas (L Lj-E ), m FC Lj 3,00 0,91 Per Lajur 3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,03 3,00 0,91 Per Lajur 3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,03 5,00 0,69 6,00 0,91 7,00 1,00 Total dua 8,00 1,08 arah 9,00 1,15 10,0 1,21 11,0 1,27 Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat ditentukan dengan menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan untuk jalan empat-dan enam-lajur dalam Tabel Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA ) Hanya untuk jalan tak-terbagi, tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah dari Tabel 28 di bawah berdasar pada data masukan untuk kondisi lalu lintas dari Formulir F2-JLK, Kolom 13, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 13 Formulir F3-JLK. Tabel 28 memberikan faktor penyesuaian pemisahan arah untuk jalan dua-lajur dua-arah (2/2) dan empat-lajur dua-arah (4/2) yang tak terbagi. Tabel 28. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FC PA ) Pemisahan arah SP %-% FC SP Dua lajur: 2L2A 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 Empat-lajur: 4L2A 1,00 0,975 0,95 0,925 0,90 Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah tidak dapat diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom Langkah C-4: Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping Tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dari Tabel 29 berdasar pada lebar efektif bahu L BE dari Formulir F1-JLK dan kelas hambatan samping (KHS) dari Formulir F2-JLK, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom dari 84

65 Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FC HS ) Tipe jalan Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC HS ) Kelas hambatan Lebar bahu efektif L BE, m samping < 0,5 1,0 1,5 > 2,0 Sangat rendah 0,99 1,00 1,01 1,03 Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01 Sedang 0,93 0,95 0,96 0,99 4/2T Tinggi 0,90 0,92 0,95 0,97 Sangat Tinggi 0,88 0,90 0,93 0,96 Sangat rendah 0,97 0,99 1,00 1,02 2/2TT & 4/2TT Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00 Sedang 0,88 0,91 0,94 0,98 Tinggi 0,84 0,87 0,91 0,95 Sangat Tinggi 0,80 0,83 0,88 0,93 Faktor penyesuaian kapasitas untuk 6-lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai FC HS untuk jalan empat lajur yang diberikan pada Tabel 29, disesuaikan seperti digambarkan di bawah: ( )...16) keterangan: FC 6,HS FC 4,HS adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan enam lajur adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan empat lajur Langkah C-5: Penentuan kapasitas pada kondisi lapangan Tentukan kapasitas segmen jalan pada kondisi lapangan dengan bantuan data yang diisikan ke dalam Formulir F3-JLK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15)....17) keterangan: C C 0 FC Li FC PA FC HS adalah kapasitas (skr/jam) adalah kapasitas dasar (skr/jam) adalah faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas adalah faktor penyesuaian akibat pemisahan arah adalah faktor penyesuaian akibat hambatan samping Kapasitas dasar dua-arah (C 0 ) ditentukan dari Tabel 30. Masukkan nilainya kedalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom dari 84

66 Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT Panjang kelandaian, Km % Kelandaian Kapasitas dasar dua arah (skr/jam) < 0,5 km Semua kelandaian ,8 Km 4,5% 2900 Keadaan-keadaan lain Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FC LJ ) adalah sama seperti pada Tabel 30 di atas untuk jalan dua-lajur tak-terbagi. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom 12. Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (FC PA ) ditentukan dari Tabel C-6:2 di bawah. Ini didasarkan pada persentase lalu lintas pada arah mendaki (arah 1, Formulir F2-JLK Kolom 13). Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (13). Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua lajur (FC PA ) Persen lalu lintas mendaki (arah 1) FC PA 0,78 0,83 0,88 0,94 1,00 1,03 1,06 1,09 1,12 Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FC HS ) adalah sama seperti dalam Tabel 31 di atas. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (14). Tentukan kapasitas kelandaian khusus pada kondisi sesungguhnya dari nilai-nilai dalam Formulir F3-JLK-KK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15). 5.4 Langkah D: Kinerja Lalu Lintas Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah D-4, Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis kelandaian khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang terpisah. Gunakan kondisi masukan yang ditentukan dalam Langkah A-3 (Formulir F2-JLK) dan kecepatan arus bebas dan kapasitas yang ditentukan dalam Langkah B dan C (Formulir F3- JLK) untuk menentukan derajat kejenuhan, kecepatan dan waktu tempuh, dan rasio iringan. Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis tingkat kinerja. 58 dari 84

67 5.4.1 Langkah D-1: Derajat Kejenuhan 1. Lihat nilai arus total lalu lintas Q (smp/jam) dari Formulir F2-JLK Kolom 14 Baris 5 untuk jalan tak-terbagi, dan Kolom 14 Baris 3 dan 4 untuk masing-masing arah perjalanan dari jalan terbagi dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom Dengan menggunakan kapasitas dari Kolom (15) Formulir F3-JLK, hitung rasio antara Q dan C yaitu derajat kejenuhan (D J ) dan masukkan nilainya ke dalam Kolom (22),...18) Langkah D-2: Kecepatan dan waktu tempuh 1. Tentukan kecepatan pada keadaan lalu lintas, hambatan samping dan kondisi geometrik lapangan sebagai berikut dengan bantuan Gambar 19 (jalan dua-lajur takterbagi) atau Gambar 20 (jalan empat lajur atau jalan satu-arah) sebagai berikut: a) Masukkan nilai Derajat Kejenuhan (dari Kolom 22) pada sumbu horisontal (x) pada bagian bawah gambar. b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik ini sampai memotong tingkatan kecepatan arus bebas (V B dari Kolom 7). c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (X) sampai memotong sumbu vertikal (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai untuk kecepatan kendaraan ringan untuk kendaraan ringan pada kondisi yang dianalisis. d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK. 2. Masukkan panjang segmen L (km) pada Kolom 24 (Formulir F1-JLK). 3. Hitung waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan dalam jam untuk soal yang dipelajari, dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 25: Waktu tempuh rata-rata,...19) (Waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan T T 3.600) 59 dari 84

68 Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur Langkah D-3: Hanya untuk 2/2TT: Derajat Iringan (D I ) (Pada jalan dengan empat lajur atau lebih, iringan tidak diperhitungkan) Tentukan D I (hanya pada tipe jalan 2/2TT) berdasarkan derajat kejenuhan dalam Kolom 22 dengan menggunakan Gambar 21, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 31 Formulir F3- JLK. D I didefinisikan sebagai rasio antara jumlah kendaraan yang bergerak dalam peleton 60 dari 84

69 (kend./jam) dan arus total (kend./jam) pada arah yang dipelajari, (Peleton didefinisikan sebagai arus kendaraan dengan waktu antara, headway (h), < 5detik terhadap kendaraan di depannya). D I adalah: ( )...20) Gambar 21. D I (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari D J Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus a) Tanpa lajur pendakian Pada umumnya, fokus kasus pada kelandaian khusus adalah kecepatan arus pada arah mendaki. Untuk perhitungan ini, gunakan Formulir F3-JLK-KK dan ikuti prosedur sebagai berikut: 1. Hitung derajat kejenuhan (D J ) dengan cara yang sama dalam Langkah D-1. Gunakan Kolom (21) dan (22) Formulir F3-JLK-KK. 2. Kecepatan mendaki pada kondisi kapasitas (V C,NAIK, km/jam) ditentukan berdasarkan kecepatan mendaki arus bebas dari Langkah B-6 dengan bantuan Gambar 19 (tipe jalan 2/2TT). Tentukan kecepatan pada kapasitas sebagai berikut: a) Masukkan nilai D J =1 pada sumbu horisontal (x) pada bagian bawah gambar. b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (y) dari titik ini sampai memotong tingkatan kecepatan arus bebas (V B dari langkah B-6). c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (x) sampai memotong sumbu vertikal (y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai kecepatan kendaraan ringan pada kondisi yang dianalisis. d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK-KK. 61 dari 84

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN)

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN) TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN) OLEH : UMMU SHABIHA D11114302 TEKNIK SIPIL KELAS B JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN GOWA 2016 Jalan bebas hambatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kinerja Lalu Lintas Jalan Menurut PKJI 2014 derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh merupakan hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kinerja Lalu Lintas Jalan Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Analisis lalu lintas merupakan penentuan kinerja segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas yang ada. Menurut Oglesby dan Hicks (1988) bahwa kecepatan mobil penumpang tidak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

Nursyamsu Hidayat, Ph.D.

Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Analisa jaringan jalan dibagi atas beberapa komponen: Segmen jalan Simpang bersinyal Simpang tidak bersinyal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. 3.1 Bagan Alir Program Kerja BAB III METODOLOGI Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja. Persiapan Penyusunan Program Kerja dan Metodologi Data Sekunder Pengumpulan Data Data

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat. DAFTAR ISTILAH Ukuran Kinerja C Kapasitas (smp/jam) Arus lalu lintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometri, distribusi arah, komposisi lalu lintas dan faktor lingkungan).

Lebih terperinci

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Dan Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG Rio Reymond Manurung NRP: 0721029 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T.,M.T. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN TUGAS AKHIR Oleh : IDA BAGUS DEDY SANJAYA 0519151030 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

NOTASI ISTILAH DEFINISI

NOTASI ISTILAH DEFINISI DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI C KAPASITAS Arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat (smp/jam) dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Luar Kota Pengertian jalan luar kota menurut Manual Kapasitas jalan Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen tanpa perkembangan yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) Zufrimar 1, Junaidi 2 dan Astuti Masdar 3 1 Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis/Operasional Jalan Luar Kot? Analisis operasional merupakan penentuan kinerja segmen jalan atau analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu lintas sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Jalan Luar Kota Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. Karakteristik jalan tersebut terdiri atas beberapa hal, yaitu : 1. Geometrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Ekr untuk kendaraan

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Ekr untuk kendaraan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Ekivalen Kendaraan Ringan (ekr) Menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014) Ekr untuk kendaraan ringan adalah satu dan ekr untuk kendaraan berat dan sepeda motor ditetapkan

Lebih terperinci

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014

ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014 ANALISA KAPASITAS RUAS JALAN SAM RATULANGI DENGAN METODE MKJI 1997 DAN PKJI 2014 Rusdianto Horman Lalenoh Theo K. Sendow, Freddy Jansen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas.

TINJAUAN PUSTAKA. Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai. melalui manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lalu lintas Lalu lintas di dalam Undang-undang No 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan ruang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : BAB III METODOLOGI 3.1. Bagan Alir Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari : START PENGUMPULAN DATA DATA PRIMER Geometrik Volume Lalu Lintas Kecepatan Kendaraan Hambatan Samping Volume

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dan Fungsi Ruas Jalan Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya atau daerah milik Jalan (right of way). Pengertian Jalan meliputi badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGANTAR TRANSPORTASI PENGANTAR TRANSPORTASI KINERJA PELAYANAN TRANSPORTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS FASILITAS ARUS TERGANGGU

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah ABSTRAK Sistem satu arah merupakan suatu pola lalu lintas dimana dilakukan perubahan pada jalan dua arah menjadi jalan satu arah. Perubahan pola lalu lintas ini berfungsi untuk meningkatkan kapasitas jalan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM.

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM. 1 ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. INTISARI Kapasitas daya dukung jalan sangat penting dalam mendesain suatu ruas jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bundaran Pada umumnya bundaran dengan pengaturan hak jalan (prioritas dari kiri) digunakan di daerah perkotaan dan pedalaman bagi persimpangan antara jalan dengan arus lalu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 17 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kondisi Lalu Lintas Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut arus jam rencana, atau lalu lintas harian rerata tahunan (LHRT) dengan faktor yang sesuai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu proses pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat asal menuju tempat tujuan yang dipisahkan oleh jarak geografis (Departemen Perhubungan,

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN (Studi kasus Jalan Karapitan) PROPOSAL PENELITIAN Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh program Sarjana (S-1) Oleh RIZKY ARIEF RAMADHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Pengertian Transportasi Trasnportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Volume Kendaraan Bermotor Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan penentuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Arus Lalu Lintas Definisi arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi

Lebih terperinci

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

tertentu diluar ruang manfaat jalan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karateristik Jalan Luar Kota 2.1.1 Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Volume Lalu Lintas Hasil penelitian yang dilaksanakan selama seminggu di ruas Jalan Mutiara Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Kepulauan khususnya sepanjang 18 m pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hirarki Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kinerja suatu simpang menurut MKJI 1997 didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara umum dinyatakan dalam kapasitas

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA)

RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA) RINGKASAN SKRIPSI ANALISIS TINGKAT PELAYANAN JALAN SISINGAMANGARAJA (KOTA PALANGKA RAYA) Oleh: HENDRA NPM.11.51.13018 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina Abstrak Pertumbuhan jumlah kendaraan yang tinggi berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memancar meninggalkan persimpangan (Hobbs F. D., 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Persimpangan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat tersebut bertemu dan memancar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan : BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Jalur Lalu Lintas 3.1.1 Komposisi Jalur Lalu Lintas Jalur lalu lintas pada jalan tipe I dan tipe II kecuali jalan tipe II dan IV terdiri dari jalur-jalur; jalur belok, jalur

Lebih terperinci

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL J U D U L : ANALISA KINERJA RUAS JALAN PADA JALAN RAYA PATTIMURA SAMARINDA S A M A R I N D A Nama : INDAH MAYANGSARI NPM : 06.11.1001.7311.066

Lebih terperinci

xxi DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI

xxi DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI C KAPASITAS Arus lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat (smp/jam) dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Jalan merupakan akses yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam hal ini perlu diperhatikan fungsinya dengan tepat. Penelitian mengenai pengaruh

Lebih terperinci

KAPASITAS SIMPANG APILL

KAPASITAS SIMPANG APILL KAPASITAS SIMPANG APILL Daftar Isi Daftar Isi i Prakata iv Pendahuluan 1 Ruang lingkup 1 2 Acuan normatif 1 3 Istilah dan definisi 1 4 Ketentuan 7 4.1 Ketentuan umum 7 4.1.1 Prinsip 7 4.1.2 Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Ruas Jalan HB.Yasin Kota Gorontalo merupakan jalan Nasional yang menghubungkan berbagai pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal di Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini: BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Karakteristik Jalan Setiap ruas jalan memiiki karakteristik yang berbeda-beda. Ada beberapa karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Geometrik Kondisi geometrik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan). BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit). Sehubungan dengan penentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana ditempat lain ini objek tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tentang Kemacetan Lalu lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PERSETUJUAN iii MOTTO iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xvi ABSTRAK xix ABSTRACT

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN

TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN TUGAS AKHIR ANALISIS DAMPAK LOKASI PINTU TOL SLIPI TERHADAP KINERJA JALAN S. PARMAN Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Nama : Tri Hardiyanto NIM : 41108010048

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK

Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi ABSTRAK Pengaruh Variasi Nilai emp Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan Raya Cilember-Raya Cibabat, Cimahi Aan Prabowo NRP : 0121087 Pembimbing : Silvia Sukirman, Ir. ABSTRAK Sepeda motor merupakan suatu moda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Jalan Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa distribusi (PKJI,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

BAB 3 METODOLOGI. untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur BAB 3 METODOLOGI 3.1. Pendekatan Penelitian Pada tahap awal dilakukan pengamatan terhadap lokasi jalan yang akan diteliti untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada jalan tersebut akibat pembangunan jalur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Karakteristik Ruas Jalan 1. Volume lalu lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan (mobil penumpang) yang melalui suatu titik tiap satuan waktu. Data volume dapat berupa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga). 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Komposisi lalu lintas Arus lalu lintas jalan perkotaan dibagi menjadi 4 jenis : 1. Kendaraan ringan ( Light Vecicles = LV ) Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas. 283 KARAKTERISTIK LALU LINTAS Arus Lalu Lintas DAFTAR ISTILAH UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas. Kend KENDARAAN Unsur lalu lintas diatas roda LV HV KENDARAAN RINGAN

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Studi Pustaka adalah sebuah telaah atau pembahasan suatu materi berdasarkan pada bahan-bahan yang berasal dari buku referensi maupun sumbersumber lain, bertujuan

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan

Gambar 4.1 Potongan Melintang Jalan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Geometrik Jalan Jalan Arif Rahman Hakim merupakan jalan kolektor primer yang merupakan salah satu jalan menuju pusat Kota Gororntalo. Segmen yang menjadi objek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas antar suatu daerah dengan daerah lainnya, baik itu barang maupun manusia. Seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum U-Turn Menurut Tata Cara Perencanaan Pemisah (1990), median atau pemisah tengah didefinisikan sebagai suatu jalur bagian jalan yang terletak di tengah, tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Tol 2.1.1 Definisi Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Umum Fasilitas Berbalik Arah Jalan arteri dan jalan kolektor yang mempunyai lajur lebih dari empat dan dua arah biasanya menggunakan median jalan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik BAB II TNJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometrik Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik untuk jalan berbagai tipe akan mempunyai kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE

TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE TUGAS AKHIR ANALISIS PERFORMANCE KINERJA JALAN RAYA CINERE Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Nama : Fuad iqsan NIM : 41108010050 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometrik Jalan Geometrik jalan merupakan suatu bangun jalan raya yang menggambarkan bentuk atau ukuran jalan raya yang menyangkut penampang melintang, memanjang, maupun aspek

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2 Definisi Jalan Pasal 4 no. 38 Tahun 2004 tentang jalan, memberikan definisi mengenai jalan yaitu prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya

Lebih terperinci

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield)

TRAFFIC ENGINEERING. Outline. I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar TLL (arus, vol, kecept, Methode greenshield) Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. TRAFFIC ENGINEERING Road Classification and Terminologies Outline I. Klasifikasi jalan II. Dasar-dasar

Lebih terperinci

KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG

KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG KINERJA RUAS JALAN MANADO - BITUNG Dhewanty Rahayu Puteri Theo K. Sendow, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email:dhewantyputeri@yahoo.co.id ABSTRAK Kota Bitung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik arus jalan, dan aktivitas samping jalan. 14 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Karakteristik Jalan Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika jalan tersebut dibebani arus lalu lintas. Karakteristik jalan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci