OLEH. Muhammad Wirasto Ismail P
|
|
- Susanti Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TUGAS MATA KULIAH HUKUM OBAT DAN MAKANAN DOSEN : DR. HARUSTIATI A. MOEIN, S.H, M.H OLEH Muhammad Wirasto Ismail P PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM JURUSAN HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
2 ASPEK HUKUM KEAMANAN OBAT Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, & kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD Kesehatan merupakan hak fundamental bagi warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun dinyatakan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, maka pembangunan nasional harus diarahkan untuk mengedepankan pembangunan sumber daya manusia yang bekualitas dan memiliki daya saing. Dalam upaya membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki daya saing, maka pembangunan kesehatan perlu diarahkan pada peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar derajad kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dapat terwujud. Derajat kesehatan merupakan pilar utama bersama-sama dengan pendidikan dan ekonomi yang sangat erat dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan akan tercipta sumber daya manusia yang tangguh,produktif, dan mampu bersaing untuk menghadapi semua tantangan yang akan dihadapi. Untuk itu diperlukan perencanaan program yang bersifat inovatif, dan sebuah produk hukum yang memiliki sifat mengikat dan mengatur segala aspek kehidupan dibidang kesehatan yaitu Undang-Undang Kesehatan. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, merupakan revisi dari Undang- Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992, yang disahkan pada tanggal 13 Oktober 2009 dan mulai berlaku secara resmi tanggal 30 Oktober Undang-Undang Kesehatan baru yang memiliki XXII BAB dan 205 pasal, seharusnya lebih progresif jika dibandingkan dengan Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 hanya memiliki XII BAB dan 88 pasal. Dalam Undang-Undang Kesehatan (UUK) yang baru diatur tentang : 1) Azaz dan tujuan; 2) Hak dan Kewajiban; 3) Tanggung Jawab pemerintah; 4) Sumber daya dibidang kesehatan; 5) upaya kesehatan; 6) Kesehatan ibu, anak, bayi, remaja, lanjut usia dan penyandang cacat; 7) Gizi; 8) Kesehatan Jiwa; 9) Penyakit menular dan tidak menular; 10) Kesehatan lingkungan; 11) Kesehatan kerja; 12) Pengelolaan kesehatan; 13) Informasi kesehatan; 14) pembiayaan
3 kesehatan; 15) Peran serta masyarakat; 16) Badan Pertimbangan Kesehatan; 17) Pembinaan dan Pengawasan; 18) Penyidikan dan 19) Ketentuan pidana. Berdasarkan Undang Undang Nomor 36 tahun 2014, tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi 13 kelompok tenaga kesehatan, termasuk tenaga kefarmasian, dimana terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Juga dalam UU 23 th 1992 tenteng Kesehatan Pasal 1 Ketentuan Umum, Ayat 9 definisi sediaan Farmasi, Ayat 13 definisi Pekerjaan Kefarmasian Bahwa hidup sehat sebagai Hak Azasi Manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan kesehatan termasuk ketersediaan, mutu serta keamanan obat-obatan. Jika diperhatikan, tujuan pengobatan bahwa secara umum adalah untuk pengobatan pasien tanpa meninggalkan efek samping obat ataupun dengan efek samping obat seminimal mungkin, serta harga obat yang dapat dijangkau oleh pasien, dengan jenis obat-obat yang tersedia & mudah didapatkan di apotek.
4 BAB II PEMBAHASAN A. PEMBAHASAN UMUM KEFARMASIAN Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia (Kep Menkes No 125/kab/B VII/tahun 1971). Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu : 1 Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan dan etiket obat bebas, ditandai dengan lingkaran hijau dengan garis tepi hitam. Contoh : Parasetamol 2 Obat Bebas Terbatas (Daftar W: Warschuwing) Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas harus tertera lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. 3 Obat Keras dan Psikotropika (Daftar G : Gevarlijk : berbahaya) Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter, sedangkan obat keras yang hanya boleh dijual dengan resep dokter diberi tanda huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. 4 Obat Psikotropika dan Narkotika ( Daftar O ) Psikotropika
5 Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Narkotika Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan : o Narkotika golongan I Contohnya : Tanaman Papaver Somniferum L kecuali bijinya, Opium mentah, Opium masak, candu, jicing, jicingko, Tanaman koka, Daun koka, Kokain mentah, dll o o Narkotika golongan II Contohnya: Alfasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, dll Narkotika golongan III Contohnya Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina, dll B. PEMBAHASAN UMUM KEAMANAN PANGAN Menurut Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk mengatur Keamanan Pangan, pemerintah telah menetapkan peraturan perundangan yaitu UU No.7, tahun 1996 tentang Pangan dan PP No.28, tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan. 1 Sanitasi Pangan Sanitasi Pangan adalah upaya mencegah kemungkinan tumbuh dan berkembangnya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman,
6 peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan serta membahayakan manusia. Perlakuan efektif Sanitasi Pangan dimaksudkan untuk menghilangkan sel vegetatif mikroba yang membahayakan kesehatan, sekaligus mengurangi mikroba lainnya yang tidak diinginkan, tanpa mempengaruhi mutu produk dan keamanan bagi konsumen. Fasilitas sanitasi meliputi: sumber air bersih yang mampu mencukupi kebutuhan dan memenuhi standar air minum serta kebutuhan lainnya yang harus terpisah dari sumber air untuk pengolahan. Selain itu harus dilengkapi dengan sistim pembuangan dan penanganan air serta limbah. Fasilitas hygiene karyawan harus tersedia, agar dapat menjamin kebersihan dan kesehatan karyawan sehingga pencemaran pangan dapat dihindari. Fasilitas tersebut terdiri dari: fasilitas mencuci tangan dan mengeringkan tangan; toilet yang bersih dan cukup, tidak terbuka langsung ke ruang produksi; serta tempat ganti pakaian. Untuk menjamin higiene karyawan tersebut, maka pakaian kerja dan disiplin karyawan harus ditegakkan. Ventilasi udara harus baik dan memenuhi syarat higiene. Demikian pula fasilitas penyimpanan bahan baku, ingredien, serta bahan lainnya harus memenuhi syarat bersih dan dapat mencegah pencemaran. 2 Bahan Tambahan Pangan Jenis dan batas maksimum penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) diatur dalam pasal 10 sampai 12 UU No.7/1996 dan peraturan di bawahnya. Penggunaan BTP harus diatur agar bahaya terhadap kesehatan manusia dapat dicegah. BTP berbeda dengan Bahan Terlarang dan Berbahaya. Yang membedakan adalah tingkat keamanan terhadap kesehatan manusia. Untuk menguji keamanan BTP, di tingkat dunia BTP dinyatakan aman oleh suatu badan atau komite ahli yang dibentuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang dikenal dengan Joint Expert Committee on Food Additives and Contaminant, disingkat JECFA. Kajian keamanan BTP dilakukan terhadap : Manifestasi terhadap fungsi fisiologis Karakteristik morfologi non neoplastik
7 Manifestasi neoplastik 3 Kemasan Pangan Menurut UU No.7/1996 tentang Pangan, setiap produsen pangan wajib mengemas produk pangan dengan kemasan yang aman, serta mampu melindungi pangan dari cemaran yang merugikan atau membayakan kesehatan manusia. Kemasan yang baik, mampu memberi perlindungan terhadap produk dari benturan fisik, cahaya, oksigen dan uap air yang dapat memicu pertumbuhan mikroba dan reaksi enzimatik 1. Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Penerapan sistem mutu dan keamanan termasuk kehalalannya dalam satu sistem yang terintegrasi sangat efektif mencegah pencemaran pangan. Pemeriksaan mutu dan keamanan sebaiknya dilakukan rutin sejak bahan baku, selama proses hingga produk akhir di pabrik. Sedangkan di tingkat retail dan jalur distribusi dilakukan secara berkala menggunakan Laboratorium yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Sebagai acuan dapat menggunakan SNI. 2. Bahan Terlarang dan Berbahaya Sesuai dengan Permenkes No.772/Menkes/PER/IX/88 bahan-bahan yang ditetapkan sebagai Bahan Terlarang dan Berbahaya adalah: 1) Asam Borat (Boraks) 2) Asam Salisilat 3) Dietil Pirokarbonat 4) Dulsin 5) Formalin 6) Kalium Bromat 7) Kalium Klorat 8) Minyak Nabati yang dibrominasi 9) Kloramfenikol 10) Nitrafurazon C. UNDANG-UNDANG TENTANG INDUSTRI FARMASI Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799/Menkes/XII/2010 Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan
8 dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri padat modal dan industri padat karya. Industri padat modal adalah industri yang menggunakan mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah tenaga kerjanya, sedangkan industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga manusia dari pada tenaga mesin. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010: 1. Pasal 1 Ayat 3, mendefinisikan Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. 2. Pasal 1 ayat 4, pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. 3. Pasal 1 Ayat 2, bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi. 4. Pasal 1 Ayat 1, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. D. BEBERAPA PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN INDUSTRI FARMASI DAN PANGAN Peraturan Perundangan-undangan terkait Industri Farmasi yang berlaku di Indonesia, antara lain: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang industri farmasi Permenkes diatas dibuat atas beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam industri farmasi, yaitu : o pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif sangat diperlukan dalam mengantisipasi penerapan perdagangan internasional di bidang farmasi;
9 o Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/X/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan. Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi Alasan Diterbitkan Permenkes Baru (Permenkes No. 16 Tahun 2013) bahwa dalam rangka menjamin keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu obat dan/atau bahan obat serta ketersediaannya bagi masyarakat, perlu memberikan landasan hukum yang memacu percepatan pembaharuan izin industri farmasi sesuai ketentuan yang berlaku, dan industri farmasi masih banyak yang belum melakukan pembaharuan izin sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/Menkes/Per/ XII/2010 tentang Industri Farmasi. Sementara izin industri ini harus selalu diperbarui sebagai salah satu cara untuk mengontrol industri farmasi agar selalu memenuhi aspek CPOB. Apabila hal ini dapat dijamin maka obat yang diproduksi oleh industri yang bersangkutan tentu akan terjamin pula mutunya. Persyaratan pengurusan izin industri farmasi dalam Permenkes ini sama dengan syarat pada Permenkes sebelumnya, hanya saja waktu penerbitan surat izinnya lebih cepat dikeluarkan, yakni paling lama dalam waktu empat belas hari kerja sejak diterimanya permohonan pembaharuan izin industri farmasi dan dinyatakan lengkap, tidak seperti permenkes lama (Permenkes No tahun 2010) yang membutuhkan proses yang lama dan berbelit. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. Hk Tahun 2011 tentang pengawasan pemasukan bahan baku obat Peraturan ini diperlukan karena obat yang digunakan untuk kepentingan produksi industri farmasi juga kemungkinan dapat disalahgunakan untuk produksi obat secara ilegal. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. Hk tahun 2012 tentang dokumen induk industri farmasi dan industri obat tradisional
10 Menurut Peraturan ini, Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional wajib membuat dan menyerahkan DI-IF/IOT kepada Kepala Badan. Penyerahan wajib ditembuskan kepada Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa: o peringatan tertulis o pembekuan Sertifikat CPOB/CPOTB, atau o penghentian sementara kegiatan. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk tentang Pelaksanaan Pelaporan Informasi Industri Farmasi Untuk menunjang pengembangan industri farmasi diperlukan informasi kegiatan industri farmasi yang jelas dan memadai, dan data informasi kegiatan industri farmasi harus terkumpul dan lengkap serta berkesinambungan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 5143/A/SK/73 tentang Status Badan Hukum Pabrik Farmasi Menurut peraturan ini, Pabrik Farmasi harus berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas (PT). Apabila pabrik Farmasi tersebut tidak memenuhi status sebagai PT, maka izin pabriknya batal dengan sendirinya. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK Tahun 2002 tentang Promosi Obat `Pada dasarnya aturan tersebut menyatakan industri farmasi ataupun pedagang besar farmasi dilarang memberikan bonus/hadiah berupa uang (tunai,bank-draft, pinjaman, voucher atau tiket) dan atau barang kepada penulis resep yang meresepkan obat produksinya dan atau obat yang didistribusikannya. Selain Peraturan Perundangan-undangan di atas, apoteker sebaiknya juga membekali diri dengan pengetahuan akan peraturan perundang-undangan lain yang terkait, seperti: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1995 tentang izin usaha industri Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1987 Tentang : Penyederhanaan Pemberian Ijin Usaha Industri Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.
11 ATURAN LAINNYA YANG TERKAIT TENTANG FARMASI DAN PANGAN : Undang-Undang Ordonansi Obat Keras (Staatblad Nomor 419 Tahun 1949) UU no 23 th 1992 tentang Kesehatan UU no 22 th 1997 tentang Narkotika UU no 5 th 1997 tentang Psikotropika Peraturan Pemerintah PP 72/1998, Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan PP 41/1990, Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker PP 36/1964, Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker PP 32/1996, Tenaga Kesehatan Tenaga Kefarmasian: Apoteker, Asisten Apoteker, dan Analis Farmasi PP 32/1991, Impor Bahan Baku Atau Produk Tertentu Yang Dilindungi Paten Bagi Produksi Obat Di Dalam Negeri PP 26/1965, APOTIK PP 25/1980, PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 1965 TENTANG APOTIK PP 20/1962, LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER SK Menkes No 264a/Menkes/Skb/Vii/2003 tentang Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan No 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga No 942/MENKES/SK/VII/2003 tenang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan No 983/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Warung Obat Desa No 988/MENKES/SK/VIII/2004 Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat No 1027/MENKES/SK/IX/2004 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek No1197/MENKES/SK/X/2004 Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit No 1168/MENKES/PER/X/1999 Bahan Tambahan Makanan Kep Dirjen POM 386 tahun 1990 tentang Perubahan Lamp Permenkes 239 tahun 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya
12 Kep Dirjen POM HK tahun 1994 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba pada Kosmetika Kep Ka BPOM HK tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) Kep Ka BPOM HK tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan Kepmenkes 23 tahun 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan Kepmenkes 98 tahun 1994 tentang Pengesahan Naskah Kodeks Kosmetika Indonesia Edisi II Volume I Kepmenperindag 62 tahun 2004 tentang Pedoman Cara Uji Kandungan Kadar Nikotin dan Tar Rokok Keppres 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol Keppres 17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional Peringatan BPOM KH tahun 2004 tentang Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya yang Dilarang Digunakan pada Sediaan Kosmetik Permendag 15 tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Impor, Pengedaran dan Penjualan, dan Perizinan Minuman Beralkohol Permenkes 180 tahun 1985 tentang Makanan Daluwarsa Permenkes 239 tahun 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya Permenkes 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan Permenkes 1168 tahun 1999 tentang Perubahan Permenkes 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan Permenkes 1176 tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika PP 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan PP 28 tahun 2004 tentang Kemananan, Mutu, dan Gizi Pangan PP 38 tahun 2000 tentang Perubahan PP 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan PP 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
13 PP 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan UU 5 tahun 1997 tentang Psikotropika UU 7 tahun 1996 tentang Pangan UU 9 tahun 1976 tentang Narkotika UU 22 tahun 1997 tentang Narkotika UU 35 tahun 2009 tentang Narkotika BAB III PENUTUP Dengan adanya aturan-aturan terkait obat-obatan dalam hal ini aspek hukum kefarmasian, maka diharapkan tidak hanya menjamin ketersediaan obat tapi juga adanya ketersediaan sumber daya maupun sarana dan prasarana farmasi dimasyarakat. Selain itu dengan adanya undang undang serta aturan yang terkait dengan keamanan pangan diharapkan menjadi suatu kesatuan sistem keamanaan serta mutu produk farmasi baik dalam hal kualitas maupun distribusi yang merata dan tepat sesuai aturan yang berlaku guna mewujudkan cita-cita kesehatan yang telah dicanangkan pemerintah dalam UUD No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Persoalan ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, juga peran serta aktif dalam masyarakat sebagai konsumen harus teliti dan kritis mengawasi produk-produk yang beredar secara bebas dewasa ini.
14 DAFTAR PUSTAKA Muchid, A, dkk, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI, Jakarta Satibi, 2015, Manajemen Obat Di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Penggolongan Obat Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan, : Fitria, Pengawasan Pemerintah Terhadap Produk Obat Ilegal, Purwaningsih, Rahmi, STUDI KASUS PADA INDUSTRI FARMASI SERTA UNDANG-UNDANG YANG MENGATURNYA Fauzani, Nurul, Farmasi Melek Hukum ( Edisi- 5, Alkohol, kosmetik, makanan, rokok, narkotik, Psikotropika ) alkohol-kosmetik-makanan-narkotika-rokok-dan-psikotropika/
15 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. hk tahun 2005 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat. Jakarta: BPOM RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor hk tahun 2012 tentang Dokumen Induk Industri Farmasi Dan Industri Obat Tradisional. Jakarta: BPOM RI. Dan Makanan No. HK Tahun 2002 tentang Promosi Obat. Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan RI Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 5143/A/SK/73 tentang Status Badan Hukum Pabrik Farmasi. Jakarta: Depkes RI. Dirjen POM RI Keputusan Dirjen Obat dan Makanan Depkes RI No /A/SK/XII/89 tentang Penerapan Cara Pembuatan yang Baik pada Industri Farmasi. Jakarta: Dirjen POM RI. Kementerian Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2013 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kemenkes RI. Konsil Kedokteran Indonesia Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Jakarta: KKI
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinci2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (
No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63
Lebih terperinciBERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
No.122, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN
Lebih terperinci2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN
Lebih terperinci2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.3.02706 TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang: a. bahwa untuk melindungi kesehatan masyarakat
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER
PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,
Menimbang : Mengingat : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN, a. bahwa untuk melindungi masyarakat dari
Lebih terperinciPerpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN
LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
Lebih terperinciResep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat
Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016
PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.
No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG
Lebih terperinciDisampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,
Disampaikan oleh Pada tanggal : Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) 561038, Fax (0274) 552250, 519052 VISI OBAT DAN MAKANAN AMAN MENINGKATKAN
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : a. bahwa Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik sebagaimana
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar
Lebih terperinciMeningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis
Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN
FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesehatan merupakan hak
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PO TENTANG
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : PO.01.01.31.03660 TENTANG PENGATURAN KHUSUS PENYALURAN DAN PENYERAHAN BUPRENORFIN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa penyediaan
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK.00.05.3.00914 TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.3.00914 TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang a. bahwa untuk keadaan tertentu, diperlukan
Lebih terperinciPP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 72 TAHUN 1998 (72/1998) Tanggal: 16 SEPTEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT
Lebih terperinciGUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciPERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti
Lebih terperinciBERITA NEGARA. No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,
Lebih terperinciPERMENKES No.949 Th 2000
PERMENKES No.949 Th 2000 PERATURAN MENKES RI. No.949/MENKES/PER/VI/2000 Tentang REGISTRASI OBAT JADI Menimbang : a Bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciJurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27
20 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol 2.1.2012 : 20-27 Kajian Peraturan...(Sudibyo Supardi, e t.al) sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
Lebih terperinciII. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal
Lebih terperincia. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciGerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa
Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang
Lebih terperinciPEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt
PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integrasi dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, suatu daerah harus memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen
Lebih terperinciBUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN
Lebih terperinciIZIN USAHA KESEHATAN
IZIN USAHA KESEHATAN DINAS PENANAMAN MODAL PERIJINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN JAYAPURA IZIN PRAKTEK DOKTER UMUM 1 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengawasan merupakan tindakan yang bersifat mengawasi yang dilakukan oleh
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan 2.1.1 Pengertian Pengawasan Pengawasan merupakan tindakan yang bersifat mengawasi yang dilakukan oleh aparat pemerintah terhadap warganya. Proses pengamatan pelaksanaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK
BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG PREKURSOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Pasal 44 Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 264A/MENKES/SKB/VII/2003 NOMOR 02/SKB/M.PAN/7/2003 TENTANG TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN
KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.3.1950 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA REGISTRASI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi
Lebih terperinci2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne
No.2076, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Persetujuan Impor. Obat. Obat Tradisonal. Suplemen Kesehatan. Kosmetika. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27
Lebih terperinciUndang-undang Pangan No. 7/1996
Undang-undang Pangan No. 7/1996 Legislasi -> pengaturan Dasar pengaturan : Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia Prasyarat yang harus dipenuhi : aman, bermutu bergizi, beragam dan tersedia secara cukup
Lebih terperinciRiati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017
Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan
Lebih terperinciPEKERJAAN KEFARMASIAN
PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita
Lebih terperinciMenimbang : Mengingat :
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS DENGAN
Lebih terperinciSekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
RANCANGAN REVISI PP 38/2007 DAN NSPK DI LINGKUNGAN DITJEN BINFAR DAN ALKES Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan DISAMPAIKAN PADA SEMILOKA REVISI PP38/2007 DAN NSPK : IMPLIKASINYA TERHADAP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat. Kesehatan merupakan hak asasi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
Lebih terperinci2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.373, 2016 BPOM. Tindakan pengamanan. Pleksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.
Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Mengapa Perlu peraturan mengenai praktik kefarmasian Perangkat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 2 minggu sejak
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAHUK NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN
PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan
Lebih terperinciBPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan.
No.1038, 2014 BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG TATA LAKSANA PERSETUJUAN UJI KLINIK
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
Lebih terperinciMASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017
MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku
Lebih terperinciKeamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah
Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan PP no.28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan Pangan dapat di kategorikan : PANGAN SEGAR Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
Lebih terperinciOTC (OVER THE COUNTER DRUGS)
OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
Lebih terperinciMENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang
Lebih terperinci