MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)"

Transkripsi

1 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING) Oleh Dewa Gede Agus Putra Prabawa, S.Pd., M.Pd. Bali A. Latar Belakang Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengisyratkan bahwa pelaksanaan pembelajaran hendaknya interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi (I2M3). Oleh karena itu tugas pengajar secara berkelanjutkan adalah berinovasi, salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran inovatif. Hal itu mesti diawali perubahan paradigma pembelajaran dari teacher learning centered bergeser ke student learning centered. Inovasi menjadi sangat penting manakala pengajar ingin menciptakan pembelajaran yang bermakna. Materi pelajaran yang mengandung jenis pengetahuan deklaratif maupun prosedural tidak cukup dengan penguasaan saja, namun hal terpenting adalah bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan untuk memecahkan masalah nyata. Misalnya, pada mata pelajaran produktif Produksi audio Video di SMK bidang teknologi informasi dan komunikasi jurusan multimedia. Sebagai salah satu mata pelajaran produktif, setiap pembelajar wajib menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil belajar dari mata pelajaran tersebut adalah produk. Penguasaan kompetensi tidak cukup sampai membuat produk, selanjutnya produk itu mesti memiliki nilai guna bagi kehidupan masyarakat. Ini menandakan bahwa pembelajar perlu dibelajarkan menganalisis kebutuhan/masalah masyarakat, menganalisis produk pesaing, dan menganalisis keunggulan/kelemahan rancangan produk sendiri, sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai lebih dari produk-produk yang sudah ada. Dengan demikian penerapan model-model pembelajaran inovatif tidak perlu ditunda lagi. Sesuai amanat Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan. Dinyatakan bahwa lulusan SMK salah satunya dituntut mampu 1

2 menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok. Penguasaan kompetensi tersebut diawali dari proses pembelajaran yang mengarahkan ke pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik pembelajar secara seimbang. Salah satu unsur yang mempengaruhi penguasaan kompetensi tersebut adalah proses pembelajaran yaitu pemilihan dan penerapan model pembelajaran. Pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang relevan merupakan suatu keharusan. Model pembelajaran yang tidak sesuai kadang belum mampu memberikan kesempatan dan tantangan belajar kepada pembelajar. Misalnya, untuk pengetahuan prosedural, pengajar menggunakan model pembelajaran langsung (tradisional). Sebagai akibatnya pengetahuan yang diperoleh pembelajar cenderung sulit diterapkan pada dunia nyata dan pembelajar menjadi tidak terbiasa bekerja sama dalam tim dan berkolaborasi. Hal ini penting ini untuk pembelajar di SMK yang nantinya akan memasuki dunia kerja. Dampak lainnya yaitu kemampuan berpikir kritis dan kreatif pembelajar juga kurang diberdayakan. Fenomena ini didukung oleh pendapat Erdem (2012) yang menyatakan bahwa pembelajaran tradisional belum mampu membekali siswa memecahkan masalah praktis dan dianggap gagal memacu siswa untuk berpikir kritis. Pandangan keliru yang menganggap kemampuan berpikir kreatif hanya dimiliki oleh orang-orang luar biasa, perlu diluruskan. Johnson (2011: 211) mengatakan bahwa semua orang memiliki kemampuan berpikir kreatif. Dengan demikian tidak menuntut secara berlebihan bahwa potensi tersebut juga dapat dibiasakan dan dikembangkan secara optimal pada diri pembelajar. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif menjadi potensi yang penting bagi pembelajar. Lemahnya potensi ini, berdampak pada kemampuan pembelajar dalam menyelesaikan sebuah produk. Pembelajar cenderung meniru produk-produk yang sudah lumrah tanpa melakukan modifikasi sehingga terkesan menjiplak. Produkproduk ini cenderung kurang bernilai dan kecil peluang untuk diterima oleh masyarakat, baik itu dunia usaha, dunia industri maupun instansi-instansi. Keterampilan berpikir kritis menjadi penting karena dengan potensi ini pembelajar akan mampu mencandra masalah serta peluang dibutuhkannya produk yang dikembangkan. Sedangkan kemampuan berpikir kreatif berkaitan dengan 2

3 usaha pembelajar untuk menghasilkan produk-produk yang sebelumnya belum pernah ada atau membuat produk baru. Kerja sama dalam tim dan berkolaborasi juga perlu dikembangkan dalam pembelajaran. Salah satu dari empat pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu learning to live together bahwa pembelajar harus bisa hidup dan bekerja sama dengan orang lain. pembelajar tidak cukup intelektual yang tinggi, kerja sama dalam tim juga penting. Bila dikaitkan dengan lulusan SMK bahwa mereka dituntut mampu bekerja sama dalam sebuah tim untuk mencapai tujuan di dunia kerja maupun dunia industri. Mengingat pentingnya penguasaan dan peningkatan kompetensi dalam hal berpikir kritis, berpikir kreatif, kerja sama, dan kompetensi menghasilkan produk otentik, maka pemilihan dan penerapan model pembelajaran perlu pertimbangan yang cermat. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, baik untuk menguasai pengetahuan deklaratif maupun prosedural yang nantinya akan berorientasi produk adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek atau istilah Inggrisnya project based learning (PjBL). Pembelajaran dengan model ini menuntut siswa berkolaborasi dengan guru dan belajar dalam tim kolaboratif. Ketika pembelajar belajar dalam tim belajar, mereka akan menemukan keterampilan seperti: merencanakan, berorganisasi, bernegoisasi, dan membuat kesepakatan tentang hal-hal yang akan dikerjakan. Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang berpusat pada proses, relatif berjangka waktu panjang, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah komponen, baik itu pengetahuan lapangan atau disiplin ilmu. Kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen. Mengingat hakikat kerja proyek adalah kolaboratif, maka pengembangan keterampilan belajar berlangsung di antara pembelajar. Kekuatan individu dan cara belajar yang diacu dapat memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan. PjBL memiliki potensi yang besar untuk membuat pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi pembelajar sehingga berdampak pada kematangan mental, sikap, dan keterampilan pembelajar memasuki dunia kerja. 3

4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Eskrootchi & Oskrochi (2010) dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek terpadu dengan media komputer berbasis simulasi. Penelitian itu menunjukkan bahwa pembelajar belajar secara aktif membangun pengetahuan dari kombinasi interaksi pengalaman, interpretasi, dan terstruktur dengan teman sebaya dan guru saat menggunakan teknologi. Summers & Dickinson (2012) melakukan penelitian dan menemukan bahwa pembelajar yang belajar menggunakan pembelajaran berbasis proyek memiliki prestasi belajar sosial lebih tinggi dari pembelajar yang belajar dengan cara tradisional. Kurikulum pembelajaran berbasis proyek memfasilitasi pembelajar belajar secara realistis untuk meningkatkan keterampilan. Mengingat dampak positif dan hasil penelitian penerapan model pembelajaran berbasis proyek sebagai salah satu model pembelajaran inovatif, maka dalam makalah ini dijelaskan landasan konseptual pembelajaran berbasis proyek berserta implementasinya pada mata pelajaran, khususnya mata pelajaran produktif Produksi Audio Video di SMK Jurusan Multimedia. B. Belajar dan Pembelajaran Mempelajari konsep belajar dan pembelajaran erat kaitannya dengan pengetahuan, karena muara belajar dan pembelajaran adalah pengetahuan. Dalam teori Piaget ada tiga bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan dapat diamati dalam kenyataan. Pengetahuan logika-matematika terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-objek. Pengetahuan sosial dilakukan melalui interaksi dengan manusia untuk memperoleh pengetahuan. Dari ketiga jenis pengetahuan nampak bahwa pengetahuan fisik dan pengetahuan sosial merupakan kelompok pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logikametematik mewakili kelompok pengetahuan rasionalis. Ketiga jenis pengetahuan itu berhubungan dengan kegiatan belajar seseorang. Mayer (2008: 13) menyatakan terdapat tiga pandangan umum tentang belajar yaitu belajar sebagai penguatan 4

5 respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai kontruksi pengetahuan. Pertama, belajar sebagai penguatan respon. Menurut pandangan ini belajar adalah proses mekanik. Apabila pembelajar memberikan respon benar terhadap situasi maka respon itu akan diperkuat. Jika respon itu salah maka akan diperlemah. Dengan cara ini belajar terjadi ketika pembelajar memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respon. Belajar sebagai penguatan respon menunjukkan praktek pendidikan di mana pengajar menciptakan situasi yang memerlukan respon. Pembelajar memberikan respon dan pengajar memberikan penghargaan apabila respon itu benar. Misalnya pengajar bertanya kepada pembelajar, 750 dibagi 5 adalah? Bila pembelajar memberikan respon atau jawaban 150, pengajar segera memberikan penguatan Ya Benar. Jika respon pembelajar tidak benar pengajar akan melemahkan respon dengan berkata Salah. Kedua, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan. Menurut pandangan ini belajar terjadi ketika informasi ditransfer dari orang yang lebih banyak memiliki pengetahuan (guru) kepada orang yang kurang memiliki pengetahuan (siswa). Aktivitas itu menunjukkan bahwa belajar adalah mengisi kekosongan dengan cara menuangkan informasi ke dalam memori pembelajar. Pembelajar menjadi penerima informasi dan pengajar menjadi pengirim informasi. Sebagai contoh, guru meminta siswa untuk membaca bagian dalam buku teks dan kemudian mereka di tes pada materi tersebut. Tujuan pengajaran adalah untuk meningkatkan jumlah pengetahuan dalam memori pembelajar, sehingga buku pelajaran dan ceramah merupakan cara populer pengajaran. Ketiga, belajar sebagai konstruksi pengetahuan. Pandangan ini memposisikan pembelajar sebagai subjek yang secara aktif membangun (konstrukasi) representasi mental mereka sendiri. Belajar terjadi ketika pembelajar memilih informasi yang relevan, mengaturnya menjadi struktur yang koheren dan menafsirkannya melalui apa yang mereka sudah ketahui. Resnick (1989) dalam Mayer (2008: 15) mengungkapkan pandangan ini: belajar terjadi bukan dengan merekam informasi tetapi dengan menafsirkannya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa pembelajar adalah si konstruksi pengetahuan dan guru adalah pemandu yang membantu pembelajar saat mereka berusaha untuk memahami bagaimana 5

6 melakukan tugas-tugas akademik. Fokusnya adalah pada pembelajar dan pengajar membantunya membangun strategi kognitif untuk tugas-tugas pembelajaran. Praktek-praktek pendidikan yang disarankan oleh pandangan ini adalah dengan diskusi kelompok dan partisipasi melalui tugas-tugas akademik yang bermakna. Contoh, dalam belajar bagaimana menulis, pembelajar dapat mendiskusikan bagaimana mereka merencanakan apa yang harus dikatakan dan pengajar dapat memberikan saran sepanjang jalannya pembelajaran. Berdasarkan ketiga cara pandang terhadap belajar, untuk merumuskan definisi belajar digunakan cara pandang yang ketiga. Pandangan konstruktivis terhadap belajar adalah sebuah proses aktif konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh pembelajar. Belajar didasarkan pada dua asumsi. Pertama belajar adalah suatu proses perolehan pengetahuan secara aktif oleh pembelajar melalui interaksi dengan lingkungan. Kedua, pembelajar mengkonstruksi pengetahuannya dengan cara menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada atau yang diperoleh sebelumnya (Bruner dalam Dahar,1989 : 98). Aktivitas belajar menurut Bruner melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan yaitu 1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pemerolehan informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau juga informasi itu dapat bersifat berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki pembelajar. Kedua hal ini erat kaitannya dengan proses adaptasi pengetahuan untuk menjaga keseimbangan kognitif. Menurut Piaget adaptasi terdiri dari dua yaitu akomodasi dan asimilasi. Asimilasi merupakan bentuk adaptasi di mana pengalaman di lingkungan dimasukkan ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya sehingga hanya bersifat menambah/melengkapi pengetahuan sebelumnya tanpa melakukan penggantian struktur pengetahuan. Akomodasi adalah bentuk adaptasi di mana pengetahuan yang ada dimodifikasi sebagai tanggapan terhadap pengalaman atau pengetahuan baru. Hubungan antara asimilasi dan akomodasi diilustrasikan pada Gambar 1. 6

7 Keseimbangan Adaptasi Akomodasi Asimilasi Skema dimodifikasi Skema tidak dimodifikasi Gambar 1 Keseimbangan Kognitif Melalui Proses Adaptasi Transformasi pengetahuan pembelajar adalah memperlakukan pengetahuan agar sesuai dengan tugas baru. Transformasi menyangkut cara pembelajar memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah ke bentuk lain. Sedangkan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan adalah dengan menilai cara memperlakukan pengetahuan itu apakah cocok dengan tugas yang ada. Belajar mengacu pada perubahan yang relatif permanen dalam pengetahuan pembelajar di mana perubahan tersebut disebabkan oleh pengalaman (Mayer, 2008: 7). Definisi ini memiliki tiga bagian. Pertama, belajar adalah jangka panjang dan bukan jangka pendek. Perubahan yang hilang setelah beberapa jam tidak mencerminkan aktivitas belajar. Kedua, belajar melibatkan perubahan kognitif yang tercermin dalam perubahan perilaku, jika tidak ada perubahan, maka tidak terjadi belajar. Ketiga, belajar tergantung dari pengalaman pembelajar itu sendiri. Perubahan yang terjadi semata-mata karena faktor fisiologis bukan disebut belajar, tetapi lebih pada bagaimana pembelajar menafsirkan apa yang terjadi. Belajar juga merupakan suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, dan sikap-nilai. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas (Wingkel, 2005: 59). Belajar yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan menggambarkan pembelajar aktif melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan, dan perasaannya untuk membangun pengetahuan. Dari penjelasan di atas mengenai belajar dapat disimpulkan belajar 7

8 adalah aktivitas mental atau psikis yang dilakukan secara aktif oleh pembelajar untuk membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui interaksi dengan lingkungan. Belajar erat kaintannya dengan pembelajaran. Belajar merupakan suatu tujuan sedangkan pembelajaran adalah sarana atau cara untuk mencapai tujuan (Seels dan Richey (1994). Gagne (1974) (dalam Gredler, 1991) memberikan definisi pembelajaran adalah seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mengaktifkan dan mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya internal. Definisi ini memiliki dua komponen yaitu 1) pembelajaran adalah sesuatu yang direncanakan guru dan 2) tujuan pembelajaran adalah meningkatkan/ menterjadikan kegiatan belajar pada pembelajar. Menurut Degeng (1997: 1) pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan, pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang direncanakan pengajar dengan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi untuk menciptakan terjadinya proses belajar pada pembelajar. C. Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek juga dikenal dengan istilah project-based learning (PjBL). PjBL selama bertahun-tahun telah dilakukan dalam dunia kedokteran, teknik, pendidikan, ekonomi, dan bisnis. Project-based learning sering disamakan dengan problem-based learning (PBL). Namun kedua istilah ini tidaklah sama (Capraro dan Slough, 2009: 2). Walaupun keduanya menekankan lingkungan belajar siswa aktif, kerja kelompok (kolaboratif), dan teknik evaluasi otentik (authentic assessment). Kalau dalam problem-based learning pembelajar lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data. Sedangkan dalam project-based learning pembelajar lebih didorong pada kegiatan perancangan, merumuskan pekerjaan, mengkalkulasi, 8

9 melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil (Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Poject-based learning merupakan adaptasi dari problem-based learning yang awalnya berakar pada pendidikan medis (kedokteran) (Maxwell, Bellisimo, & Mergendoller, 1999). Pendidikan medis menaruh perhatian besar terhadap fenomena praktisi medis muda yang memiliki pengetahuan faktual tetapi gagal menggunakan pengetahuannya saat menangani pasien sungguhan. Karakteristik ini juga tidak jauh berbeda dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pembelajar tidak hanya dituntut dapat menguasai pengetahuan faktual maupun prosedural namun yang lebih penting bagaimana pembelajar dapat menyelesaikan masalah dengan menerapkan pengetahuannya dalam dunia nyata. Pembelajaran berbasis proyek terdiri dari beberapa masalah yang perlu diselesaikan oleh pembelajar. Pembelajaran ini menyediakan pengalaman dalam konteks nyata yang diperlukan bagi pembelajar untuk belajar dan membangun pengetahuan yang bermakna dan menuntut pembelajar untuk berpikir kritis, analitis serta meningkatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi. Kolaborasi, berkomunikasi dengan rekan kerja, pemecahan masalah, dan belajar mandiri merupakan hal terpenting dalam pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang berakar dari pendekatan konstruktivis yang berkembang dari karya psikolog dan pendidik seperti, Vygotsky, Jerome Bruner, Jean Piaget, dan John Dewey. Pandangan konstruktivisme terhadap belajar sebagai hasil dari konstruksi mental, yaitu pembelajar membangun ide-ide atau konsep baru berdasarkan pengetahuan mereka saat ini dan sebelumnya, (Karlin & Vianni, 2001 dalam Korkidis, 2009: 4). Konstruksi pengetahuan akan lebih mudah bila dilakukan dengan cara kerja sama dan kolaborasi. Ini berarti bahwa pembelajaran berbasis proyek mendapat dukungan teori belajar konstruktivime sosial Vygotsky. Upaya-upaya peningkatan perkembangan kognitif, pembelajar belajar dengan melakukan interaksi dengan teman atau orang yang dianggap ahli. Proses ini akan membantu pembelajar mengkonstruksi pengetahuan, sehingga dari perspektif teori pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan pemecahan masalah secara kolaboratif. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang 9

10 memungkinkan pembelajar untuk melaksanakan penelitian, merencanakan, mendesain, dan memikirkan tentang penciptaan proyek-proyek (Doppelt, 2005 ). Sehingga upaya yang diperlukan adalah penanaman dan pengembangan pemikiran kreatif dalam proses pembelajaran melalui cara-cara inovatif, termasuk dukungan lingkungan sekolah dan penerapan metode penilaian otentik. Dari ulasan mengenai asal pembelajaran berbasis proyek termasuk paradigma yang dianut. Selanjutnya perlu diketahui definisi dari pembelajaran berbasis proyek sebagai pedoman pembeda dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Buck Institute for Education (2012) pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang melibatkan pembelajar melakukan proses penyelidikan yang panjang dalam menanggapi pertanyaan yang kompleks, masalah, atau tantangan. Proyek-proyek yang ketat membantu pembelajar belajar tentang materi pembelajaran dan praktik keterampilan yang diperlukan pada abad 21 seperti kolaborasi, komunikasi & berpikir kritis. SRI International, Menlo Park, (2009) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang sistematik dan melibatkan pembelajar dalam membangun pengetahuan dan keterampilan dari serangkaian tugas yang kompleks termasuk pembuatan desain dan perencanaan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, produk dan artefak, serta komunikasi hasil proyek (produk). Thomas (2000: 1) memberikan definisi pembelajaran berbasis proyek sebagai model yang mengorganisasikan pembelajaran di sekitar proyek. Proyek didasarkan pada tugas yang kompleks, pertanyaan atau masalah yang menantang, melibatkan pembelajar dalam merancang, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, kegiatan investigasi, memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk bekerja secara otonom dengan periode waktu yang diperpanjang dan berujung pada produk yang realistis atau presentasi. Blank, 1997; Dickinson, et al, 1998; Harwell, 1997 dalam Korkidis, (2009: 4) pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran atau strategi otentik di mana pembelajar merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proyek-proyek yang memiliki aplikasi dunia nyata di luar kelas. 10

11 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang disusun secara sistematis yang melibatkan pembelajar secara aktif, berkolaborasi membangun pengetahuan, dan mengembangkan keterampilan lewat tugas-tugas yang kompleks meliputi: merencanakan, merancang, melakukan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, menghasilkan produk, dan mengkomunikasikan hasil. D. Pembelajaran Berbasis Proyek dan Keterampilan Abad 21 Proses pembelajaran merupakan inti dari kegiatan pembelajaran. Melalui proses itu dibangun kecakapan pembelajar agar nantinya mampu menghadapi dan memecahkan masalah dalam kehidupan. Tantang ke depan yang semakin kompleks memicu proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan untuk berbenah. Proses itu mulai dirancang dan diimplementasikan untuk menyiapkan pembelajar agar menjadi insan yang tangguh. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi untuk menyiapkan pembelajar sesuai kriteria-kriteria keterampilan yang diperlukan pada abad 21. SRI International Menlo Park (2009) menyatakan bahwa terdapat kaitan antara pembelajaran berbasis proyek dengan keterampilan yang diperlukan pada abad ke- 21. Keterampilan tersebut yaitu berpikir kritis, kreativitas, kerja sama, pemahaman lintas budaya, teknologi, komunikasi, dan self direction. Pertama, kaitan kemampuan berpikir kritis dengan pembelajaran berbasis proyek bahwa PjBL tidak hanya menyangkut tentang menghafal fakta-fakta. Pembelajar menerapkan apa yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah yang kompleks. Pembelajar terlibat dalam penyelidikan aktif, mengeksplorasi masalah dari berbagai perspektif, belajar bagaimana mengajukan pertanyaan penting, mengumpulkan informasi yang relevan, dan mensintesis solusi. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis proyek yang dirancang dengan baik dapat menyebabkan pembelajar memahami materi lebih mendalam dan mampu berpikir lebih kritis. Kedua, kaitan kreativitas dengan pembelajaran berbasis proyek yaitu pembelajar sering bekerja pada masalah dunia nyata yang tidak memiliki satu jawaban yang benar. Pembelajar harus kreatif dengan ide-ide baru, menggabungkan 11

12 pengetahuan dan keterampilan di seluruh disiplin ilmu, dan merancang solusi inovatif yang memenuhi kebutuhan nyata. Ketiga, kaitan kerja sama dengan pembelajaran berbasis proyek bahwa penyelesaian proyek dapat memberikan pembelajar kesempatan untuk menjadi kolaborator yang efektif, kontributor, dan pemimpin. Juga mengembangkan keterampilan seperti mendengarkan, bertanya, dan bernegosiasi untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, berbagi dan mendiskusikan ide-ide mereka membantu pembelajar membangun pengetahuan yang mendalam dan menjadi anggota dari "komunitas praktek," di mana pembelajar bekerja sama untuk terus meningkatkan pemahaman. Keempat, kaitan pemahaman lintas budaya dengan pembelajaran berbasis proyek bahwa beberapa tim proyek menyatukan pembelajar dari berbagai belahan dunia atau dengan latar belakang yang berbeda. Hal ini berdampak pada peningkatan kesadaran pembelajar dan menghormati perbedaan budaya. Ketika pembelajar bekerja dengan mitra yang berbeda dari diri mereka sendiri, pembelajar dapat belajar bagaimana untuk menyelesaikan kesalahpahaman dan mengatasi hambatan budaya dan bahasa. Kelima, kaitan teknologi dengan pembelajaran berbasis proyek bahwa dengan teknologi pembelajar belajar bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam konteks nyata. Teknologi juga mendukung proses belajar dengan memudahkan pembelajar mengakses data dunia nyata, berkolaborasi di kejauhan, memvisualisasikan, dan menganalisa data serta membuat presentasi multimedia. Penguasaan teknologi merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan pada abad 21. Teknologi yang diintegrasikan ke dalam PjBL membangun keterampilan pembelajar menggunakan teknologi informasi sekaligus mempelajari apa itu teknologi informasi dan komunikasi. Keenam, kaitan komunikasi dengan pembelajaran berbasis proyek bahwa bentuk akhir dari PjBL adalah produk atau unjuk kerja sebagai representasi ide-ide pembelajar kepada orang lain. Pembelajar mempresentasikan hasil kerjanya kepada audiens seperti masyarakat atau pengguna produk. Melalui proses ini, pembelajar belajar keterampilan penting seperti bagaimana menampilkan temuan dan rekomendasi, bagaimana mengatur sebuah presentasi, dan bagaimana menangkap 12

13 dan mempertahankan minat audiens. Kesempatan pembelajar mempresentasikan karyanya kepada khalayak yang lebih luas juga dapat memotivasi pembelajar untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi. Ketujuh, kaitan self-direction dengan pembelajaran berbasis proyek yaitu menempatkan pembelajar di kursi pengemudi, memberikan lebih banyak kontrol atas pembelajarannya. Pengajar harus terampil mendesain penerapan pembelajaran berbasis proyek sehingga tidak sepenuhnya membantu pembelajar. Pembelajar dituntut merumuskan masalah mereka sendiri dan tujuan yang hendak dicapai, merencanakan langkah-langkah proyek, mencari sumber daya yang mereka butuhkan, dan membuat desain produk mereka sendiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa pembelajar belajar lebih baik dan lebih percaya diri ketika mereka merasakan rasa kepemilikan atas proses belajarnya. E. Karakteristik dan Prinsip Pembelajaran Berbasis Proyek Penyelesaian proyek oleh pembelajar dilakukan secara kolaboratif, inovatif, dan unik yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pembelajar atau kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi usia dewasa: siswa SMA, mahasiswa, atau pelatihan tradisional untuk membangun keterampilan kerja (Gaer, 1998 dalam Santyasa, 2006). Pembelajaran berbasis proyek dapat dikenali dari karakteristiknya yang memiliki empat dimensi yaitu: isi, kondisi, aktivitas, dan hasil (Santyasa, 2006: 11). 1. Isi Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu membentuk gambaran sendiri dari topik dan persoalan yang rumit dengan mengikuti aspek pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat pembelajar. Isi pembelajaran diarahkan pada: (a) masalah kompleks, (b) pembelajar menemukan hubungan antar gagasan yang diajukan, (c) pembelajar berhadapan pada masalah yang penuh ambiguitas, (d) pertanyaan cenderung mempersoalkan masalah dunia nyata. 13

14 2. Kondisi Pembelajaran berbasis proyek bernuansa untuk mendorong pembelajar mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar. Pembelajar bekerja atas topik-topik yang relevan. Dalam pembelajaran berbasis proyek guru tidak lagi menguasai pembelajaran, namun kondisi pembelajaran didominasi oleh pembelajar yang memiliki otonomi belajar. Indikator kondisi tersebut antara lain: (a) pembelajar mempunyai kesempatan melakukan inquiry dalam konteks masyarakat, (b) pembelajar mampu mengelola waktu secara efektif dan efisien, (c) pembelajar belajar penuh dengan kontrol diri, dan (d) mensimulasikan kerja secara profesional. 3. Aktivitas Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu strategi yang efektif dan menarik yaitu dalam mencari jawaban dan memecahkan masalah-masalah dengan memberi kesempatan pembelajar untuk mempelajari ide-ide yang realistis, mempergunakan kecakapan untuk berbagai konteks, dan menggabungkan kecakapan tersebut dalam melengkapi tugas-tugas profesional. Ciri utama aktivitas dalam pembelajaran berbasis proyek adalah investigasi kelompok secara kolaboratif. Sedangkan indikator aktivitas yaitu (a) siswa berinvestigasi selama periode tertentu, (b) pembelajar melakukan pemecahan masalah kompleks, (c) pembelajar memformulasikan hubungan antar gagasan orisinilnya untuk mengkonstruksi keterampilan baru, (d) pembelajar menggunakan teknologi otentik dalam memecahkan masalah, dan (e) pembelajar melakukan umpan balik mengenai gagasan mereka berdasarkan respon ahli atau dari hasil tes. 4. Hasil Hasil dari pembelajaran berbasis proyek adalah produk nyata. Indikator hasil dari pembelajaran berbasis proyek antara lain: (a) pembelajar menunjukkan produk nyata berdasarkan hasil investigasi mereka, (b) pembelajar melakukan evaluasi diri, (c) pembelajar responsif terhadap segala implikasi dari kompetensi yang dimilikinya, dan (d) pembelajar mendemonstrasikan kompetensi personal (tanggung jawab dan manajemen pribadi), sosial (menghargai kerja sama, komunikasi sosial, presentasi, dsb), intelektual (pemahaman konsep), akademik (pemecahan masalah, inkuiri, regulasi belajar, dan vokasional (membuat produk, menyusun kebijakan publik, menyusun, dan melaksanakan rencana aksi, dsb). 14

15 Karakteristik di atas menggambarkan pembelajaran berbasis proyek dikembangkan berdasarkan paradigma konstruktivistik yang melibatkan pembelajar secara aktif dalam belajar. Konstruktivisme mengembangkan iklim pembelajaran yang menuntut pembelajar untuk menyusun dan membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada pembelajar untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan akhirnya akan menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan. Perbedaan situasi kelas konvensional dan kelas pembelajaran berbasis proyek dapat ditunjukkan seperti gambar berikut. Gambar 2 Perbandingan pembelajaran konvensional dan pembelajaran berbasis proyek (Global SchoolNet, 2000) Memperhatikan gambar di atas pada sisi kanan (new school), dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator yang membantu pembelajar apabila mengalami suatu masalah yang tidak bisa dipecahkan. Pada kelas konvensional guru dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua informasi diberikan secara langsung kepada pembelajar. Aktivitas belajar pembelajar dalam iklim pembelajaran berbasis proyek dilakukan secara kolaboratif di mana pembelajar nampak bekerja sama mengerjakan proyek yang ditunjang oleh sumber belajar yang bervariasi. Produk yang dibuat pembelajar selama proyek adalah produk nyata dan bermanfaat. Dalam 15

16 pembelajaran berbasis proyek dilakukan penilaian akurat dan inovatif menggunakan metode penilaian otentik. Berbeda dengan kelas konvensional (old school) aktivitas belajar pembelajar secara individual, pembelajar duduk rapi mendengarkan guru dan mencatat apa yang disampaikannya. Penilaian cenderung mengarah ke hasil belajar dari pada proses belajar. Begitu juga sumber belajar yang digunakan tidak bervariasi dan cenderung tetap. Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi pembelajaran berbasis proyek. Thomas (2000: 3) menyatakan lima kriteria pembelajaran berbasis proyek yaitu sentralistis (centrality), pertanyaan pendorong/penuntun (driving question), investigasi konstruktif (constructive investigation), otonomi (autonomy), dan realistis (realism). Kelima prinsip ini yang membedakan keunikan pembelajaran berbasis proyek dengan pembelajaran berbasis masalah. Pertama, prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, di mana pembelajar belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan dapat dilaksanakan secara optimal. Melalui proyek ini pembelajar akan mengalami dan belajar konsep-konsep. Kedua, prinsip pertanyaan pendorong/penuntun (driving question) bahwa kerja proyek berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang dapat mendorong pembelajar untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Kaitan antara pengetahuan konseptual dengan aktivitas nyata dapat ditemui melalui pengajuan pertanyaan (Blumenfeld, dkk., 1991 dalam Thomas, 2000: 3). Jadi dalam hal ini kerja proyek sebagai motivasi eksternal yang mampu menumbuhkan motivasi internal pembelajar dalam mengerjakan tugas-tugas. Ketiga, prinsip investigasi konstruktif (contructive investigation) merupakan proses yang mengarah pada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan penyelidikan, pembangunan konsep, dan resolusi. Dalam investigasi memuat proses perancangan, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan 16

17 masalah, discovery/penemuan, dan pembentukan model. Di samping itu, dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek ini harus tercakup proses transformasi dan konstruksi pengetahuan (Bereiter & Scardamalia, 1999 dalam Thomas, 2000: 4). Jika kegiatan utama dalam kerja proyek tidak menimbulkan masalah bagi pembelajar, atau permasalahan itu dapat dipecahkan oleh pembelajar melalui pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, maka kerja proyek itu sekadar latihan, bukan proyek dalam konteks pembelajaran berbasis proyek. Oleh karena itu, penentuan jenis proyek haruslah dapat mendorong pembelajar untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri guna memecahkan persoalan yang dihadapinya. Pengajar dituntut mampu merancang suatu kerja proyek yang menumbuhkan rasa ingin meneliti, rasa untuk berusaha memecahkan masalah, dan rasa ingin tahu yang tinggi. Keempat, prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai kemandirian pembelajar dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan sedikit pengawasan, dan bertanggung jawab. Dalam hal ini pengajar hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong tumbuhnya kemandirian pembelajar. Kelima, prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan sesuatu yang nyata. Pembelajaran berbasis proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada pembelajar, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standar produknya. Gordon (1998) dalam Tohmas, (2000: 4) membedakan antara tantangan akademis, tantangan yang dibuat-buat, dan tantangan nyata. Pembelajaran berbasis proyek mengandung tantangan yang berfokus pada permasalahan yang otentik (bukan simulasi), bukan yang dibuat-buat, dan solusinya dapat diimplementasikan di lapangan. Pengajar harus mampu merancang proses pembelajaran yang nyata dan hal ini bisa dilakukan dengan mengajak pembelajar belajar pada dunia kerja yang sesungguhnya dan mampu menggunakan dunia nyata sebagai sumber belajar bagi pembelajar. Kegiatan ini akan dapat meningkatkan motivasi intrinsik, kreativitas, dan kemandirian pembelajar dalam pembelajaran. 17

18 F. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (2005) terdiri dari kegiatan berikut. 1. Dimulai dengan Pertanyaan Esensial Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada pembelajar untuk melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan-pertanyaan ini nantinya akan membentuk sebuah tema proyek. Tema yang diangkat mesti sesuai dengan realitas dunia nyata dan relevan untuk para pembelajar. Menurut Santyasa (2011: 169) tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator (a) memuat gagasan umum dan orisinal, (b) penting dan menarik, (c) mendeskripsikan masalah kompleks, (d) mencerminkan hubungan berbagai gagasan, dan (e) mengutamakan pemecahan masalah ill defined. 2. Merencanakan Proyek Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan pembelajar. Pembelajar diharapkan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek. Santyasa (2011: 169) menyatakan pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek adalah (a) membaca, (b) meneliti, (c) mengorbservasi, (d) mewawancarai, (e) merekam, (f) mengunjungi obyek yang berkaitan dengan proyek, dan (g) mengakses internet. 3. Membuat Jadwal Pengajar dan pembelajar secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (a) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (b) menentukan deadline penyelesaian proyek, (c) mengarahkan pembelajar agar merencanakan cara-cara efektif menyelesaikan proyek, (d) membimbing pembelajar ketika mereka membuat atau menggunakan cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (e) 18

19 meminta pembelajar untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara. 4. Memantau Pembelajar dan Kemajuan Proyek Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitoring terhadap aktivitas pembelajar selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi pembelajar di setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas pembelajar. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas selama penyelesaian proyek. 5. Penilaian Proyek Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Penilaian ini juga bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar masing-masing pembelajar, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai pembelajar, dan membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya. 6. Evaluasi Pengalaman Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan pembelajar melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini pembelajar diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan pembelajar mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran. Implementasi langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek di saat tertentu mungkin akan mengalami kendala. Kendala itu cenderung bersumber dari pembelajar. Kurangnya pemahaman terhadap proyek dapat menyebabkan pembelajar tidak tahu apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannnya. Ewdards Deming dalam Jonhson, (2011: 293) mengatakan bahwa agar pembelajar dapat menyelesaikan sebuah proyek dengan sukses, maka sebaiknya mereka dibiasakan menjalankan kegiatan arrange (mengatur), begin (memulai) change (mengubah) dan demonstrate (mempertunjukkan). Keempat 19

20 kegiatan itu dilaksanakan secara bertahap. Mulai arrange yaitu pembelajar mesti mengetahui tujuan belajarnya, memutuskan proyek yang akan dikerjakan, mengatur waktu sebaik-baiknya. Setelah itu, begin yaitu mulai mengerjakan proyek yang sudah diputuskan. Sambil bekerja, pembelajar melakukan perubahan (change) yang akan memperkuat dan memperbaiki proyek dan yang terakhir menunjukkan (demonstrate) apa yang telah dicapai pembelajar dalam menyelesaikan proyek. G. Metode Penilaian Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajaran berbasis proyek mengarahkan pengajar dan pembelajar menghindari penilaian tes tertulis namun lebih mengarah ke praktek penilaian otentik. Penguasaan materi pembelajaran merupakan hal penting namun dalam pembelajaran berbasis proyek yang lebih ditekankan adalah menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran, pembelajar dituntut memahami isi, tetapi juga harus mampu menerapkannya dalam konteks dunia nyata. Bentuk-bentuk penilaian otentik diperlukan untuk mengevaluasi keterampilan berupa berpikir tingkat tinggi, kemampuan menghasilkan produk yang berkualitas, dan cara penyelidikan pembelajar untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat. Aktivitas penilaian dalam pembelajaran berbasis proyek sebaiknya mencakup penilaian formatif untuk memungkinkan umpan balik selama berlangsungnya proyek dan penilaian sumatif pada akhir pembelajaran. Operasionalnya metode-metode penilaian otentik meliputi: portofolio, pengukuran kinerja, proyek, dan jawaban tertulis secara lengkap (esai) (Johnson (2011: 290). Asesmen portofolio adalah asesmen yang menitikberatkan pada upaya mengases aktivitas berpusat pada pembelajar, yang berarti bahwa pembelajaran memiliki input tidak hanya ditujukan pada portofolio, tetapi juga pada bagaimana isi tersebut dievaluasi (Santyasa, 2011: 171). Portofolio menggambarkan keunikan dari setiap pembelajar, karena memberi pada pembelajar pilihan, menggunakan gaya belajar, dan memberikan kesempatan untuk maju, serta mendorong dan memotivasi belajar. Umumnya portofolio dinilai oleh pengajar bersama-sama dengan pihak di sekolah atau masyarakat luas. Portofolio bukan merupakan kumpulan bukti tugas/proyek semata yang tidak memiliki makna. Dasar 20

21 penyusunan portofolio adalah tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Wyatt dan Looper (2002) dalam Dantes (2008) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio (pembelajar) dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu. Asesmen kinerja digunakan untuk mengukur penguasaan kompetensi oleh pembelajar dalam menyelesaikan suatu proyek. Penilaian ini menuntut pembelajar untuk menujukan perilaku, bentuk kegiatan, dan perbuatan. Melalui penilaian kinerja menunjukkan bahwa pembelajar telah menguasai konsep, prosedur, dan keterampilan tertentu yang terdapat dalam tujuan pembelajaran. Adanya asesmen kinerja memicu pembelajar untuk berusaha memahami dan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan. Asesmen ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan tentang minat dan bakat pembelajar secara pribadi, karena dari sana dapat diketahui secara langsung kompetensi pembelajar tentang hal yang dikerjakan. Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi (Dantes, 2008). 21

22 Asesmen proyek mengacu pada kegiatan apa saja termasuk memecahkan masalah yang dilakukan untuk mendapatkan sebuah hasil (Jhonson, 2011). Metode proyek menghubungkan muatan akademik dengan dunia nyata sehingga proyek mampu membangkitkan antusiasme para pembelajar untuk berpartisipasi. Untuk dapat menyelesaikan proyek dengan baik, pengajar dapat memberikan bimbingan dan membuka jalan pikiran pembelajar untuk menyelesaikan proyek. Cara yang dapat digunakan adalah: 1) mengatur proyek meliputi penetapan tema dan tujuan proyek, merencanakan pelaksanaan proyek, pengaturan waktu pengerjaan, dan penyiapan sarana prasarana yang diperlukan, 2) mulai mengerjakan proyek sesuai apa yang telah direncanakan, 3) sambil proyek dikerjakan dilakukan perubahan berupa perbaikan kualitas proyek, dan 4) demonstrasi atau menunjukkan hasil final proyek. Asesmen proyek yang digunakan untuk mengukur kinerja kelompok di dalamnya dapat diterapkan penilaian antar siswa yang dikenal dengan istilah peer assessment atau metode penilaian yang menggunakan pembobotan berdasarkan nilai diri yang diberikan oleh rekan-rekan dalam satu tim. Penilaian ini digolongkan sebagai innovative student assessment dengan tujuan menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif baik bagi siswa maupun guru (Mowl 1996 dalam Wiradinata & Tjahjono, 2006: 179). Menurut Korkidis (2009) proses menilai sebuah proyek membutuhkan tiga langkah, yaitu (1) menyelaraskan produk dengan hasil, (2) tahu apa yang harus dinilai, dan (3) rubrik yang digunakan. Langkah pertama adalah menyelaraskan produk dari pembelajaran berbasis proyek dengan hasil yang diharapkan. Produk dapat berupa presentasi, makalah, pameran, atau model yang diselesaikan selama fase proyek. Pertanyaan yang perlu diperhatikan adalah produk apa yang akan memberikan bukti yang memadai terhadap proses belajar pembelajar? Setelah memutuskan jenis produk, diperlukan kriteria untuk menilai setiap produk melalui penulisan rubrik penilaian. Tiga pertanyaan dasar dari rubrik penilaian yaitu: 1) seberapa baik pembelajar mengetahui/menguasai konten/materi? 2) Berapa tingkat keterampilan pembelajar? 3) Seberapa baik pembelajar menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam mempersiapkan produk? Produk final pada akhir proyek merupakan perpaduan dari pengetahuan materi dan keterampilan yang memberikan pembelajar kesempatan untuk menunjukkan pemahaman di berbagai 22

23 topik dan keterampilan. Sebuah contoh produk final yang digunakan adalah pameran. Pameran adalah salah satu jenis proyek di mana pembelajar memiliki kesempatan untuk menunjukkan pekerjaan mereka dan melaporkan apa yang telah mereka pelajari. Pameran merupakan metode penilaian ganda. Pengetahuan konten, misalnya dapat diakses berdasarkan kinerja pembelajar secara individu dan produk yang didasarkan kinerja. Setelah pameran, refleksi diri memungkinkan pembelajar untuk menjelaskan bagaimana pemikiran mereka berubah sebagai akibat dari partisipasi mereka. Selain itu, orang lain selain pembelajar dan guru juga dapat terlibat dalam proses penilaian. Penilaian sejawat serta evaluasi oleh para ahli (guru lain) dapat melengkapi penilaian guru dan pembelajaran pembelajar. Langkah kedua mengetahui apa yang harus dinilai. Isi pengetahuan dan keterampilan perlu dipisahkan dan ditata dalam serangkaian pernyataan spesifik tentang apa yang harus dipelajari. Pernyataan-pernyataan ini kemudian menjadi dasar dari proses penilaian. Selama pembelajaran pengajar juga dapat menilai pola pikir pembelajar, ketekunan pembelajar, fleksibilitas, kemampuan untuk berbagi, dan bekerja sama dengan orang lain. Langkah ketiga menggunakan rubrik sebagai acuan memberikan penilaian. Rubrik adalah alat pengorganisasian yang sangat baik untuk setiap proyek. Rubrik memudahkan pengajar melakukan penilaian secara konsisten. Asesmen tanggapan tertulis secara lengkap (esai) memungkinkan para pembelajar mempertunjukkan penguasaan mereka atau tujuan belajar sambil mempertajam keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Jawabanjawaban tertulis dapat diwujudkan dalam berbagai format, di antaranya surat persuasi, buku pedoman pelatihan teknis, brosur, studi kelayakan, esai penelitian, dan esai pendek (Johnson, 2011). Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi. Butir tes esai memberi kesempatan kepada pembelajar untuk menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan pembelajar harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran. Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui penggunaan rubrik penilaian dan penilai ganda. 23

24 Apa pun bentuk penilaian otentik yang digunakan intinya adalah para pembelajar mampu mempertunjukkan secara lengkap penguasaan kompetensi selama dan sesudah pembelajaran. Penilaian otentik menjadikan pembelajar berminat menghubungkan pengalaman akademik dengan dunia nyata dengan caracara yang bermakna. Pembelajar tidak menghafalkan fakta, tetapi menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. H. Temuan Penelitian dan Keunggulan Pembelajaran Berbasis Proyek Penelitian yang dilakukan oleh Ruenglertpanyakul, Vicheanpant, Chanchaona, Nantawisarakul (2012) pada mata pelajaran bahasa Inggris menunjukkan bahwa pencapaian prestasi belajar bahasa Inggris melalui kelompok PjBL lebih baik daripada kelompok tradisional. PjBL ternyata memberikan dampak positif untuk meningkatkan kinerja belajar siswa. Iklim PjBL membuat siswa lebih mudah memahami pelajaran dan siswa memiliki sikap yang baik terhadap pembelajaran. Berikut adalah kutipan salah satu subjek penelitian yang mengikuti pembelajaran dengan model PjBL. Ini merupakan metode baru di kelas bahasa Inggris, dan saya merasa senang dan tidak pernah merasa bosan karena guru menyediakan berbagai kegiatan belajar di kelas. Saya bisa lebih mudah mengingat kosakata tanpa pengulangan. Dalam pembelajaran siswa berani mencoba dan tidak merasa takut salah. Selain itu, PjBL membantu mereka meningkatkan kerja sama tim. Kerja sama tim mendorong siswa saling membantu satu sama lain, berkembangnya sikap toleran dalam kelompok, dan usaha bersama untuk menyelesaikan tugas. Dari penelitian ini PjBL yang digunakan telah mengubah cara siswa belajar ke arah yang lebih baik. Vicheanpant dan Ruenglertpanyakul (2012) melakukan penelitian berkaitan dengan perbandingan pendapat antara guru dan siswa tentang pembelajaran berbasis proyek untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menyelidiki apakah guru dan siswa setuju bahwa PjBL membantu siswa belajar mengembangkan komunikasi yang lebih efektif dengan sikap positif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA dari Sekolah Darunsikkhalai-Bangkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru dan siswa memiliki titik pandang yang sama bahwa menggunakan PjBL untuk mengajar 24

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) dan Zain (2006:83) metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) dan Zain (2006:83) metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Proyek (project-based learning) Pembelajaran berbasis proyek merupakan pengorganisasian proses belajar yang dikaitkan dengan suatu objek konkret yang dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Proyek Pembelajarn berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas dan mempunyai daya saing tinggi sangat diperlukan dalam menghadapi persaingan di berbagai bidang kehidupan, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

Parsaoran Siahaan Fisika FPMIPA UPI-Bandung ASESMEN OTENTIK

Parsaoran Siahaan Fisika FPMIPA UPI-Bandung ASESMEN OTENTIK ASESMEN OTENTIK ASESMEN OTENTIK Penilaian di mana siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas dunia nyata yang menunjukkan aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilan esensial (Jon Mueller) Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI MPK BERBASIS KOMPETENSI Oleh SYIHABUDDIN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA VISI MPK Sebagai sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) 7 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning) Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA VIDEO UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA VIDEO UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN MEDIA VIDEO UNTUK PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Diana Sari Dj LPMP Lampung Jalan Gatot Subroto No. 44A Pahoman Bandar Lampung (sari.diana@kemdikbud.go.id) Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi Pertumbuhan dan Perkembangan pada Makhluk Hidup khususnya pada Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan termasuk ke dalam materi yang sangat menarik, tetapi

Lebih terperinci

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Model Pembelajaran 2.1.1 Definisi Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga

BAB I PENDAHULUAN. kini, dan pendidikan berkualitas akan muncul ketika pendidikan di sekolah juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan penting dalam maju mundurnya suatu negara. Masa depan bangsa sangat bergantung pada kualitas pendidikan masa kini, dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang dimaksud adalah peserta didik sebagai ouput pendidikan. Dengan SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa pendidikan di Indonesia lebih banyak menekankan kepada hasil belajar berupa kognitifnya saja. Hal ini terlihat dari

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 Penegasan Istilah Istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan terutama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar merupakan tujuan utama pembangunan pendidikan pada saat ini dan pada waktu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang ada pada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk dapat membentuk karakter manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi persaingan antar bangsa di dunia. Bangsa yang mampu menguasai sejumlah pengetahuan, teknologi, dan keterampilan akan menjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang kompleks yang dengan sengaja diciptakan (Dimyati dan Mudjiono 2006). Seorang pengajar harus mampu menciptakan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PEMBELAJARAN KOOPERATIF 1 PEMBELAJARAN KOOPERATIF Karakteristik Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerjasama akademik antar mahasiswa, membentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Perancangan kurikulum 2013, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara. global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia secara global dan kompetitif memerlukan generasi yang memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sesuai kemajuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan dan mewujudkan potensi yang dimiliki siswa. Pengembangan potensi tersebut bisa dimulai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama ini sistem pendidikan masih cenderung mengarah pada dua masalah pokok, yakni 1) bagaimana mengadaptasikan dengan benar kurikulum dan metode pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing manusia dari kegelapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses pelaksanaan pembelajaran yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kurikulum, tenaga pendidik, proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan semakin hari terus mengadakan perbaikan ke jenjang yang lebih baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning Teori yang melandasi Problem Based Learning adalah teori Vygotsky, Bruner dan Dewey. Teori Vgostky menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengubahan perilaku seseorang yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik agar dapat hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses

Oleh : Sri Milangsih NIM. S BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Persepsi ini menyebabkan guru terkungkung dalam proses Meningkatkan sikap belajar siswa dengan model problem based learning yang dikombinasikan dengan model cooperative learning pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses perkembangan yang dialami oleh seseorang agar dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya yang lebih berkualitas.

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL) PENGERTIAN CTL merupakan suatu proses pendidikan yang holistik bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

Pertemuan 14 dan 15. Materi 1: Problem Based Learning. A. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Pertemuan 14 dan 15. Materi 1: Problem Based Learning. A. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Pertemuan 14 dan 15 Materi 1: Problem Based Learning A. Pengertian Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh manusia semakin kompleks seiring dengan perkembangan jaman. Permasalahan tersebut muncul karena adanya interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendididikan dasar dan menengah, Geografi merupakan cabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Peradaban manusia akan sangat diwarnai oleh tingkat penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3).

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dalam pembelajaran yaitu: 1) kemampuan melakukan penalaran. 5) keterampilan komunikasi (Trisni dkk, 2012: 3). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Biologi memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan wahana mengembangkan kemampuan. Salah satu kemampuan yang dikembangkan adalah kemampuan berfikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan

Lebih terperinci

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL) Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL) 2.1.3.1 Hakikat Contextual Teaching and Learning Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak

Lebih terperinci