METODE PENGUJIAN STABILITAS Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat untuk tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk
|
|
- Budi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 METODE PENGUJIAN STABILITAS Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan zat obat atau produk obat untuk tetap di dalam spesifikasi yang dibentuk untuk menjaga identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian. Tujuan penelitian stabilitas adalah untuk menentukan umur simpan, yaitu jangka waktu penyimpanan pada kondisi tertentu di mana produk obat masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Dari hasil uji stabilitas, maka kita dapat mengetahu masa edar dari suatu obat. Masa edar didefinisikan sebagai periode waktu yang ditetapkan pada tingkat konfidensi 95% bahwa dalam periode waktu tersebut produk tetap mengandung zat aktif tidak kurang dari batas bawah spesifikasi dari jumlah yang tertera pada label. Uji stabilitas: Tujuan uji stabilitas adalah untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menentukan masa edar produk farmasi dalam wadah aslinya dan untuk menentukan kondisi penyimpanan. Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang kestabilan tidak cukup, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, fasa pemisahan) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi). Stabilitas kimia obat sangat penting karena menjadi kurang efektif jika mengalami degradasi. Dekomposisi juga dapat menghasilkan obat beracun yang berbahaya bagi pasien. Mikrobiologi yang tidak stabil pada suatu produk obat steril juga bisa berbahaya. Lima tipe kestabilan obat, diantaranya : stabilitas kimia (mempertahankan stabilitas kimia/ketidak-campuran secara kimia), stabilitas fisika (meliputi sifat fisik, organoleptik, kelarutan, polimorfisme, kristalisasi, dll), stabilitas mikrobiologi (mempertahankan sterilitas atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme), stabilitas farmakologi (tidak menyebabkan perubahan efek terapetik) dan stabilitas toksikologi (tidak menyebabkan peningkatan toksisitas secara signifikan). Tujuan utama dari pengujian stabilitas:
2 Tujuan Tipe Pengujian Penggunaan Untuk memilih formulasi dan Dipercepat Pengembangan produk sistem penutupan wadah yang sesuai (berdasarkan stabilitas) Untuk menentukan masa edar dan Dipercepat dan Pengembangan produk dan kondisi penyimpanan jangka panjang dokumen registrasi Untuk menegaskan masa edar yang Jangka panjang Dokumen registrasi telah ditetapkan Untuk membuktikan bahwa tidak Dipercepat dan Pemastiari mutu secara ada perubahan yang terjadi dalam Jangka panjang umum termasuk formulasi atau proses pembuatan pengawasan mutu yang dapat memberikan efek merugikan pada stabilitas obat Uji stabilitas sendiri ada 2 jenis, yaitu : 1. uji stabilitas dipercepat 2. uji stabilitas jangka panjang 1. Uji stabilitas dipercepat Uji stabilitas dipercepat: Uji yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan penguraian kimia atau fisika obat, yaitu dengan membuat suatu kondisi penyimpanan yang dilebihkan bertujuan untuk memantau reaksi penguraian dan memperkirakan masa edar pada kondisi penyimpanan normal. Pada uji stabilitas dipercepat, obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut climatic chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40 ± 2 o C dan kelembaban 75 ± 5%. Metode uji stabilitas dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik ini, nilai k untuk penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang dinaikkan diperoleh dengan memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu.
3 Logaritma laju spesifik kemudian diplot terhadap kebalikan dari temperatur mutlak dan hasil berupa garis lurus diekstrapolasi sampai temperatur ruang digunakan untuk memperoleh pengukuran kestabilan obat pada kondisi penyimpanan biasa. Pendekatan yang lebih maju untuk evaluasi kestabilan adalah kinetika nonisotermal, yang diperkenalkan oleh Rogers pada tahun Energi aktivasi, laju reaksi dan kestabilan yang diperkirakan diperoleh dalam satu percobaan dengan mengatur temperature untuk berubah pada laju yang telah ditentukan sebelumnya. Temperatur dan waktu dihubungkan melalui fungsi yang sesuai, seperti : 1/T = 1/T0 + at Dimana To adalah temperatur awal dan a adalah kebalikan dari konstanta laju pemanasan. Pada setiap waktu, dalam proses, persamaan Arrhenius untuk waktu nol dan t dapat ditulis: ln k1= ln ko - Ea/R (( 1)/(T1 ) - 1/T0 ) Karena temperatur merupakan fungsi dari waktu t, suatu pengukuran kestabilan k secara langsung diperoleh pada kisar temperatur tersebut. Sejumlah variasi telah dibuat pada metode dan sekarang memungkinkan untuk mengubah laju pemanasan selam proses atau menggabungkan laju pemanasan terprogram dengan penelitian isothermal dan menerima print out energi aktivasi, dan kestabilan memperkirakan waktu yang direncanakan dan pada berbagai temperatur. 2. Uji stabilitas jangka panjang Percobaan yang dilakukan terhadap karakteristik fisika, kimia, biologi, biofarmasi, dan mikrobiologi suatu obat, selama masa edar dan periode penyimpanan yang diharapkan atau lebih, pada kondisi penyimpanan sesuai dengan kondisi penyimpanan obat sebcnarnya di pasaran. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menetapkan masa edar, membuktikan hasil proyeksi masa edar, dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang dianjurkan.
4 Pada uji stabilitas jangka panjang, obat dipaparkan pada suhu 25±20 o C dan kelembaban 60±5%. Pada bulan-bulan tertentu, obat yang disimpan dalam lemari climatic chamber (pada uji stabilitas dipercepat) maupun pada uji stabilitas jangka panjang, akan diuji kualitas fisika, kimia maupun mikrobiologinya. Data hasil pengujian tersebut akan diolah secara statistika, sampai akhirnya kita menemukan tanggal kadaluarsa (masa edar) secara kuantitatif, dan tanggal tersebutlah yang akan dijadikan patokan kadaluarsa obat yang nantinya harus dicantumkan dalam kemasan obat. 2. Daerah Tujuan Pemasaran Rancangan program uji stabilitas harus memperhatikan daerah tujuan pemasaran dan kondisi ikiim daerah tempat produk obat alcan digunakan. Ada empat zona ikiim yang elah ditentukan untuk tujuan pengujian stabilitas secara global, yaitu sebagai berikut:. Zona I : iklim sedang. Zona II: subtropis, kemungkinan memiliki kelembapan tinggi. Zona III : panas/kering. Zona IV : panas/lembap a. Faktor yang mempengaruhi stabilitas setiap bahan baku, baik bahan yang memberikan efek terapi atau bahan tambahan dapat mempengaruhi stabilitas. Faktor utama lingkungan yang dapat menurunkan stabilitas diantaranya : temperatur yang tidak sesuai cahaya, kelembaban, oksigen dan karbondioksida. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas adalah : 1. ukuran partikel, 2. ph, kelarutan,
5 3. ketercampuran anion dan kation, 4. kekuatan larutan ionik, 5. bahan tambahan kimia 6. bahan pengikat molekular dan difusi bahan tambahan. b. Pengujian stabilitas akan menentukan usia guna (shelf life) dari sediaan. Data stabilitas yang digunakan untuk menetapkan usia guna sediaan adalah data stabilitas pada suhu kamar. Untuk melakukan evaluasi data stabilitas dan menetapkan usia guna (shelf life) dilakukan cara analisis regresi (statistik). Cara yang sesuai untuk menetapkan perkiraan waktu usia guna adalah dengan melakukan analisis secara kuantitatif dengan menentukan waktu yang paling awal pada limit kepercayaan 95% dari kurva regresi. Jika digunakan kondisi temperatur lebih rendah, maka penelitian stabilitas dipercepat harus dilakukan selama 6 bulan pada suhu 15 C di atas suhu penyimpanan yang diperkirakan (dengan sendirinya dengan RH yang sesuai dengan temperatur). 3. Rancangan Uji Stabliltas Uji stabilitas produk jadi farmasi harus dirancang dengan memperhatikan sifat dan karakteristik stabilitas bahan obat serta kondisi iklim daerah tujuan pemasaran. Sebelum uji stabititas terhadap sediaan obat dilakukan, informasi mengenai stabilitas bahan obat harus dicari, dikumpulkan, dan dianalisis. Informasi mengenai stabilitas bahan obat yang lazim digunakan telah banyak di publikasikan 3.1 Sampel Uji Untuk tujuan registrasi, sampel uji produk yang mengandung zat aktif yang cukup stabil diambil dari dua bets produksi yang berbeda sedangkan untuk produk yang memiliki kandungan zatt aktif yang mudah terurai atau bahan bahan yang memiliki data stabilitas terbatas, sampel sebaiknya diambil dari tiga bets. Bets-bets yang digunakan sebagai sampel harus mewakili proses pembuatan, baik dalam skala pilot
6 ataupun skala produksi penuh. Jika memungkinkan, masing-masing bets yang akan diuji tersebut sebaiknya dibuat dari zat aktif dari bets-bets yang berbeda. Pada studi on-going, sampel harus diambil dan bets-bets yang sedang diproduksi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Jadwal pengambilan sampel disarankan sebagai berikut: satu bets tiap dua tahun untuk formulasi yang dianggap stabil atau satu bets per tahun; satu bets setiap 3-5 tahun unruk formulasi yang profil stabilitasnya telah terbukti, kecuali telah dilakukan perubahan besar, sebagai concoh perubahan formulasi atau metode pembuatan. Informasi yang terperinci mengenai bets-bets tersebut harus dimasukkan dalam catatan pengujian, yaitu kemasan produk obat, nomor bets, tanggal pembuatan, ukuran bets, dan lain-lain. 3.2 Kondisi Pengujian 321 Pengujian Dipercepat Contob kondisi untuk uji stabilitas dipercepat dan produk yang mengandung zat aktif yang relatif stabil dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk produk-produk yang mengandung bahan obat yang kurang stabil dan untuk produk yang memiliki data stabilistas terbatas, lama uji dipercepat untuk zona II disarankan diperpanjang sampai 6 bulan. Kondisi penyimpanan lainnya dapat diteliti, khususnya, penyimpanan selama 6 buían pada suhu sekurang-kurangnya 15 C di atas suhu penyimpanan yang kemungkinan dilakukan di pasaran (dengan kelembapan relatif yang sesuai). Penyimpanan pada suhu yang Iebih tinggi juga dapat dilakukan, sebagai contoh 3 bulan pada suhu C dan kelembapan relatif 75% (RH) untuk zona IV. Jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelaksanaan uji stabilitas dipercepat seperti yang akan diuraikan berikut, harus dilakukan pengujian tambahan pada kondisi antara, misalnya pada 30 ± 2 C dan 60 ± 5% RH. Permohonan registrasi awal harus menyerahkan sedikitnya data enam bulan dan pengujian selama satu tahun. Perubahan signifikan pada kondisi dipercepat dianggap terjadi jika:
7 hasil pengujian menunjukkan penurunan konsentrasi 5% dibandingkan dengan hasill pengujian konsentrasi awal suatu bets; produk hasil penguraian melampaui batas yang ditetapkan dalam spesifikasi produk.; batas ph sediaan terlampaui; disolusi 12 kapsul atau tablet melampaui batas spesifikasi; tidak memenuhi persyaratan spesifikasi pemerian dan sifat fisika, seperti warna, pemisahan fase, caking, kekerasan. Kondisi penyimpanan selama pengujian pada kelembapan relatif tinggi sangat penting, terutama untuk bentuk sediaan padat dalam kemasan semipermeabel. Untuk produk dalam wadah primer yang dirancang untuk memberi perlindungan terhadap uap air, kondisi penyimpanan dengan kelembapan yang relatif tinggi ridak perlu dilakukan. Pada dasarnya, uji dipercepat kurang tepat untuk formulasi semi-padat dan forrnulasi heterogen, seperti emulsi Pengujian Jangka Panjang (Real-time) Kondisi penyimpanan pada percobaan dibuat semirip mungkin dengan kondisi penyimpanan sebenarnya yang diperkirakan akan diterapkan pada sistem distribusi (lihat Tabel 3). Pada saat registrasi harus menyerahkan sekurang kurangnya data 6 bulan studi jangka panjang. Tetapi, dokumen registrasi sebaiknya diserahkan sebelum akhir dan periode 6 bulan tersebut. Pengujian jangka panjang harus dilanjutkan sampai akhir masa edar. 3.3 Frekuensi Pengujian dan Evaluasi Hasil Pengujian Pada fase pengembangan dan untuk uji yang mendukung aplikasi registrasi, frekuensi pengujian produk yang mengandung zat aktif relatif stabil sebaiknya: untuk uji dipercepat, pada 0, 1, 2, 3, dan jika memungkinkan 6 bulan;
8 untuk uji jangka panjang, pada 0, 6, dan 12 bulan, dan kemudian 1 kali setiap tahunnya. Untuk uji stabiitas on going, sampel diuji pada interval enam bulan untuk pembuktian masa edar sementara, atau setiap dua belas bulan untuk produk yang stabilitasnya terbukti baik. Forrnulasi dengan stabilitas tinggi dapat diuji setelah 12 bulan pertama dan kemudian pada akhir masa edar. Produk yang mengandung bahan obat kurang stabil dan produk yang data stabilitasnya sudah ada, harus diuji setiap 3 bulan pada tahun pertama setlap 6 bulan pada tahun kedua, dan kemudian dilakukan setahun sekali. Hasil pengujian dikatakan positif jika tidak ditemukan penguraian yang signifikan atau perubahan pada sifat fisika, kimia, dan jika sesuai, biologi dan mikrobiologi pada produk yang diamati, dan produk tetap memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. PUSTAKA Hayati, FF Metode Pengujian Stabilitas. Tersedia online di Nisa#download [di- akses 30 September 2015] 1.1 Fase Pengembangan Uji stabilitas dipercepat memberikan cara untuk membandingkan berbagai pilihan formulasi, bahan kemasan, dan!atau proses pembuatan dalam eksperimen jangka pendek. Setelah formutasi akhir dan proses pembuatan ditetapkan, pabrik abat dapat segera melakukan rangkaian uji stabilitas dipercepat schingga memungkinkan pabriic abat untuk memperkirakan stabilitas produk abat, serta menentukan masa edar dan kondisi penyimpanan. tiji stabilitas jangka panjang harus dimulai pada waktu yang sama untuk tujuan pembuktian. Perhitungan yang sesuai harus ditcrapkan untuk menetapkan periode pcnggunaan produkuntuk sediaan dalam wadah dosis ganda, khususnya untuk penggunaan topikal. 1.2 Untuk Dokumen Registrasi Badan pengawas obat akan meminta pabrik obat untuk menyerahkan infor masi stabilitas produk yang diperoleh dan pengujian sediaan jadi obac dalam wadah dan kemasan akhir. Data yang diserahkan diperoleh
9 dan uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Data stabilitas pendukung yang telah dipublikasi dan/atau yang diperoleh dan penelitian terbaru dapat juga diserahkan, sebagai conroh data stabilicas zat aktif dan formulasi-formulasi yang sejenis. Jika produk harus diencerkan atau direkonstirusi sebelum diberikan kepada pasien (misalnya, serbuk untuk injeksi atau konsentrat untuic suspensi oral), data stabilitas penggunaan setelah dibuka harus diserahkan untuk mendukung informasi waktu dan kondisi penyimpanan sediaan yang dianjurican untuk bentuk sediaan tersebut. Saat diserujui badan pengawas obat, masa edar sementara biasanya telah diretapkan yang membuktikan bahwa produsen telah melakukan uji stabilitas dan sesuai dengan pernyataan yang ditandatangani akan melanjutkan serra melengkapi uji yang disyarackan dan alcan menyerahkan hasil uji tersebut ke hadan registrasi. 1.3 Periode Pascaregistrasi Pabrik pembuat harus melakukan uji scabìiitas jangka panjang ongoing untuk mempcrkuat data tanggal kedaluwarsa dan kondisi penyimpanan yang telah diperkirakan sebelumnya. Data yang diperlukan unruk membuktikan masa edar sementara harus diserahkan kepada badan registrasi. Hasil lain dañ uji stabilitas on-going dipenlcsa pada saat inspeksi GMP. Untuk memastikan mutu dan keamanan produk yang menurur lireratur rentan terhadap penguraian.departemen kesehatan nasional harus memantau stabilitas dan mutu sediaan yang ada di pasaran dengan melakukan nspeksi dan program penguj an ber kelanjutan. Setelah suatu produk rerdaftar, uji stabilitas tambahan harus diberikan bila dilakulcan modifikasi besar terhaclap formulasi, proses pembuatan, pengemasan atau metode sediaan. Hasil dan uji ini harus dikomunikasikan kepada badan pengawas obat yang berwenang.
Pengaruh Suhu Q10. Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed
Pengaruh Suhu Q10 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed http://dhadhang.wordpress.com Twitter: Dhadhang_WK Facebook: Dhadhang Wahyu Kurniawan 10/20/2015 1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas
Lebih terperinciUMUR SIMPAN. 31 October
UMUR SIMPAN 31 October 2014 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Umur Simpan 3. Penentuan Umur Simpan 4. Penutup 31 October 2014 2 Pendahuluan Makanan dan minuman disimpan, holding time mutu menurun. Produk minuman
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan
Lebih terperinciCOSMETIC STABILITY. Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta
COSMETIC STABILITY Pharm.Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas Indonesia Disampaikan pada Seminar Setengah Hari HIKI Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara
BAB I PENDAHULUAN A. Pada pelayanan kefarmasian ada berbagai macam bentuk sediaan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien, baik berupa sediaan jadi ataupun sediaan racikan. Di Indonesia bentuk sediaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut
Lebih terperinciOleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1
Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciB. Landasan Teori.. 25 C. Hipotesis. 25 BAB III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat Bahan.. 26 B. Cara Penelitian
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING. ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI.. iii LEMBAR PERNYATAAN..... iv MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN.. vi KATA PENGANTAR. viii DAFTAR ISI.... x DAFTAR
Lebih terperinciPENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU
PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu
BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang
Lebih terperinciSedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi
BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,
Lebih terperinciPenyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :
Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang
Lebih terperinciOleh : Bambang Priyambodo
Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul
Lebih terperinciBADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT
Lebih terperinciPurwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi
Purwanti Widhy H, M.Pd Laju Reaksi SK, KD dan Indikator Kemolaran Konsep Laju Reaksi Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Evaluasi Referensi Selesai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar & Indikator
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asam Malat dan Vitamin C terhadap Penerimaan Sensori Minuman sari buah jeruk memiliki karakteristik rasa asam dan apabila ditambahkan vitamin C dalam produk akan meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat
Pemantauan Limbah Cair, Gas dan Padat Paryanto, Ir.,MS Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret Bimbingan Teknis Pengendalian B3 Pusat Pelatihan
Lebih terperinciCPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sintetik organik germanium yang dikenal dengan β atau biscarboxyethylgermanium
16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propagermanium (organo-germanium) merupakan salah satu senyawa sintetik organik germanium yang dikenal dengan β atau biscarboxyethylgermanium sesquioxide atau Ge-132.
Lebih terperincic. Suhu atau Temperatur
Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi
Lebih terperinciStabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas,
Lebih terperinciBatasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian
Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian BATASAN Menurut USP, larutan parenteral volume kecil (SVP) adalah injeksi yang menurut label pada kemasan, bervolume 100 ml atau kurang Termasuk ke dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bawang putih, dan asam jawa. Masing-masing produsen bumbu rujak ada yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bumbu rujak Rujak manis adalah semacam salad. Rujak manis terdiri dari campuran beberapa potongan buah segar dengan dibumbui saus manis pedas. Pada umumnya bumbu rujak manis terbuat
Lebih terperincibentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.
Lebih terperincipangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional yang
III. KERANGKA PIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pikiran Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan memicu banyaknya produk pangan fungsional yang beredar di pasaran. Salah satu pangan fungsional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciFORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA
FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat berbeda dalam ukuran,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri
Lebih terperinci2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617) PERATURAN
Lebih terperinciPENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN
PENENTUAN KADALUWARSA PRODUK PANGAN HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 Handout PENENTUAN KADALUWARSA
Lebih terperinciUntuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam
Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara
Lebih terperinciLembaran Data Keselamatan Bahan
Lembaran Data Keselamatan Bahan Halaman: 1/8 1. Zat/bahan olahan dan nama perusahaan Ultramid C33 LN 01 Penggunaan: Polimer Perusahaan: PT BASF Indonesia DBS Bank Tower, 27th Floor, Ciputra World 1 Jakarta,
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN
FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat
Lebih terperinciBAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)
BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Propolis Gold (Science&Nature ), minyak lavender (diperoleh dari PT. Martina Berto), aquadest, Crillet 4 (Trimax), Crill 4 (diperoleh dari PT. Pusaka Tradisi Ibu), setostearil
Lebih terperinciDalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.
Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga
Lebih terperinciSorpsi Air untuk Penentuan Masa Simpan Produk Pangan
Aplikasi Prinsip Isoterm Sorpsi Air untuk Penentuan Masa Simpan Produk Pangan Uji Umur Simpan Yang Dipercepat (Accelerated Shelf Life Test) Berdasarkan Model Isoterm Sorpsi Air 1 Interaksi antara bahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat
Lebih terperinciKepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Jl. HARSONO R.M. No. 3 JAKARTA
LAMPIRAN X PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 24/Permentan/SR.140/4/2011 TANGGAL : 8 April 2011 FORMULIR PERMOHONAN PENDAFTARAN BAHAN TEKNIS PESTISIDA Kepada Yth. MENTERI PERTANIAN u.p.direktorat JENDERAL
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI OLEH : KELOMPOK III Nama : Rifqi Munip (061330401022) Riska (061330401023) Sarah Swasti Putri (061330401024) Siti Nurjanah (061330401025)
Lebih terperinciMASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017
MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai
Lebih terperinciOTC (OVER THE COUNTER DRUGS)
OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
Lebih terperinciPRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT
PRODUKSI FARMASI di RUMAH SAKIT Kuliah : FARMASI RUMAH SAKIT Heru Sasongko, M.Sc,.,Apt. Pustaka : IFRS RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA PRODUKSI FARMASI : Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan me-ngemas
Lebih terperinciCHECKLIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT COPY
CHECKLIST DOKUMEN REGISTRASI OBAT COPY I. INFORMASI PRODUK Nama Obat : Bentuk sediaan & Kekuatan : Zat aktif : Kemasan : Pendaftar : Produsen : Kategori registrasi : II. DOKUMEN YANG DISERAHKAN No. Parameter
Lebih terperinciQuality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.
Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)
BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR : HK.00.05.41.1384 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL, OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciKINETIKA & LAJU REAKSI
KINETIKA & LAJU REAKSI 1 KINETIKA & LAJU REAKSI Tim Teaching MK Stabilitas Obat Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2013 2 Pendahuluan Seorang farmasis harus mengetahui profil suatu obat. Sifat fisika-kimia, stabilitas.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri bersaing untuk menghadirkan suatu sediaan obat yang memiliki harga yang murah dengan pemakaian yang mudah.
Lebih terperinciPERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )
PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri
Lebih terperinciBAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA
BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH
Lebih terperinciAnalisis Hayati PENETAPAN POTENSI ANTIBIOTIKA SECARA MIKROBIOLOGI. Oleh : Dr. Harmita
Analisis Hayati PENETAPAN POTENI ANTIBIOTIKA ECARA MIKROBIOLOGI Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Aktivitas (potensi antibiotika dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatan terhadap
Lebih terperinciDESAIN SEDIAAN FARMASI
1 DESAIN SEDIAAN FARMASI Prinsip-prinsip Variasi sediaan farmasi Aspek-aspek yang perlu diperhatikan PENDAHULUAN Identitas produk, efikasi, dan kemurnian merupakan kriteria penting untuk pengobatan Investigasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Informan Pengambilan data ini di lakukan mulai tanggal 6 Januari 2012 sampai 20 Januari 2012 melalui wawancara mendalam atau indepth interview kepada informan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG
KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Lebih terperinciPEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :
LARUTAN OBAT TETES PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS : LARUTAN Adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, terdispersi secara molekuler
Lebih terperinciNo Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.
No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum
Lebih terperinciTahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.
I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel
Lebih terperinciUJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN
Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN YANG MENGANDUNG ERDOSTEIN 1 Fetri Lestari, 2 Hilda Aprilia 1,2 Program Studi Farmasi,
Lebih terperinciUji Stabilitas Obat Tradisional sesuai CPOTB dan GMP ASEAN TM/HS
Uji Stabilitas Obat Tradisional sesuai CPOTB dan GMP ASEAN TM/HS Disajikan pada Rakernas dan PIT IAI 2017 Jakarta, 6 8 September 201726-28Mei 2016 Widiastuti Adiputra 2 REGULASI TERKAIT UJI STABILITAS
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C
29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan
Lebih terperinciBERITA DAEARAH KOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK
BERITA DAEARAH KOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG TATA LAKSANA PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.
Lebih terperincirelatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan
BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Menimbang Mengingat BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA R.I. NO.KEP. 187/MEN/1999 TENTANG PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA MENTERI TENAGA KERJA R.I. Menimbang a. bahwa kegiatan industri yang mengolah, menyimpan,
Lebih terperinciMATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1
MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan
Lebih terperinciFARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT
FARMAKOPE INDONESIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Valerius Cordus (1515-1544) Dispensatorium Cikal bakal Farmakope KETENTUAN UMUM Buku resmi yang ditetapkan secara hukum Isi : - Standardisasi obat-obat
Lebih terperinciBAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA
BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan sebelum digunakan secara parenteral,
Lebih terperinci