LO 1. Tahapan Full Denture

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LO 1. Tahapan Full Denture"

Transkripsi

1 LO 1 Tahapan Full Denture Gigi tiruan Lengkap (GTL) dibuat melalui banyak sekali tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari tahap klinis dan tahap laboratoris. Tahap klinis merupakan tahapan pembuatan GTL yang melibatkan pasien secara langsung, sedangkan tahapan laboratoris adalah tahapan pembuatan GTL yang dilakukan di laboratorium tanpa keterlibatan pasien secara langsung. A. TAHAPAN KLINIS Tahap pertama pembuatan GTL adalah melakukan pemeriksaan subyektif dan obyektif, menegakkan diagnosa, dan menentukan rencana perawatan. Pasien diinformasikan tentang diagnosa, rencana perawatan, jumlah kunjungan yang banyak, serta jumlah biaya. Pada skenario didapatkan diagnosa edentulous ridge RA dan RB dengan rencana perawatan GTL. Setelah pasien mengetahui dan menyetujui hal-hal tersebut maka pasien mengisi informed consent. B. TAHAPAN LABORATORIS 1. Model Anatomis atau Model Studi dengan Stock Tray Tahap selanjutnya adalah membuat cetakan pendahuluan (preliminary imression). Cetakan pendahuluan bertujuan untuk membuat model duplikasi atau tiruan dari rahang atas dan bawah penderita yang sesuai dengan bentuk anatomisnya sehingga disebut juga cetakan anatomis. Pencetakan dilakukan dengan menggunakan stock tray (Gambar 1) dan bahan cetak irreversible hydrocoloid (alginate). Sendok cetak buatan pabrik (stock tray) dicobakan terlebih dahulu pada rongga mulut pasien untuk menentukan ukuran sendok cetak yang pas (nomor 1-4). Rahang atas dan rahang bawah pasien dicetak (Gambar 2). Hasil cetakan kemudian dicor dengan gypsum. Hasil pengecoran ini disebut dengan model studi. Model studi berfungsi untuk membantu menegakkan diagnosis dan rencana terapi dan sebagai model kerja pembuatan personal tray (sendok cetak perorangan).

2 Gambar 1. Stock Tray Gambar 2. Tahap dan hasil 2. Model Anatomis dengan Menggunakan Individual Tray Pembuatan sendok cetak perorangan (personal tray). Pertama, membuat desain personal tray pada model studi dengan menggambar batas-batas personal tray ±2 mm dari perbatasan mukosa bergerak dan tak bergerak (Gambar 3) dan batas posterior RA adalah AHA line. Pemberian jarak ±2 mm ini bertujuan untuk memberikan ruang guna manipulasi wax pada tahapan border moulding. Bahan personal tray dapat berupa shellac baseplate atau resin akrilik. Pada personal tray berbahan shellac baseplate, proses dimulai dengan melunakkan shellac baseplate diatas bunsen lalu ditekan-tekan di atas model studi hingga membentuk struktur anatomis model, kelebihan shellac baseplate kemudian dipotong dengan pisau malam ketika masih lunak. Pada personal tray berbahan dasar resin akrilik, selapis malam merah diletakkan pada model studi dan kemudian dipotong sesuai outline. Bagian model yang tidak tertutup malam merah diulasi dengan bahan separator (could mould seal). Adonan resin akrilik yang sudah selesai dicampur kemudian diletakkan pada model dengan kertas chellophan. Resin akrilik diadaptasikan dengan bentuk outline. Setelah kedua bahan tersebut diatas dipotong sesuai bentuk

3 outline, kemudian diberi pegangan dibagian anterior dan diberi lubang untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih (Gambar 4). Gambar 3. Outline personal tray Gambar 4. Personal tray Setelah membuat individual tray yang dibuat pada model anatomis, maka dilakukan pencetakan pada pasien. Sebelum rahang dicetak pasien diberi penjelasan apa yang harus dilakukan selama pencetakan. Cara pencetakan: a. Rahang ditempatkan pada ketiga tumpuan vertikal supaya sendok cetak tidak berpindah tempat

4 b. Lakukan gerakan menelan beberapa kali diselingi gerakan lidah ke lateral kiri dan kanan c. Pasien mengerut-erutkan bibir dan menggerakkan pipi d. Pada akhir pencetakan pasien diminta untuk menempatkan ujung lidah pada tumpuan xantigen di anterior. Bahan yang dipakai alginat dengan konsistensi encer yaitu air:bubuk = 2:1. Konsistensi encer akan memperlambat pengerasan sehingga memberi kesempatan cukup pada pasien untuk melakukan pencetakan sendiri. Pada kasus ini landasan harus dibuat permanen untuk mempermudah penentuan dimensi vertikal dan relasi sentrik pasien. Setelah bahan cetak mengeras, cetakan dikeluarkan dari mulut pasien. Hasil cetakan harus meliputi seluruh permukaan, tidak boleh ada bagian sendok cetak yang terlihat. Pinggiran cetakan harus utuh, tidak boleh ada yang sobek bahan cetaknya. - Membuat Model Kerja Setelah cetakan rahang dikeluarkan dari mulut pasien, langsung dicuci pada kran air yang mengalir. Seringkali terdapat air liur kental yang sukar hilang bila hanya disiram dengan air yang mengalir, untuk itu cetakan disiram dengan larutan gips encer, lalu disiram dengan air kran yang mengalir kemudian keringkan dengan semprotan udara kering. Sebaiknya sebelum dicor dengan stone/gips batu dibuat dinding dari lembaran malam sekeliling cetakan untuk mengamankan bentuk tepi cetakan yang disebut boxing. Maksud dari boxing adalah agar bentuk atau batas tepi tetap dipertahankan. 3. Boxing Sekeliling tepi batas cetakan diberi utility/bedding wax yang tebalnya 5 mm, dengan jarak antara batas tepi cetakan dengan utility wax ± 3 mm. Semua bagian jarak antara batas tepi cetakan dengan utility wax harus tetap dipertahankan. Jarak antara batas tepi cetakan dengan batas dinding atas lempeng malam boxing paling tinggi 13 mm sehingga gips batu dibatasi dan pekerjaan mengecor lebih mudah.kemudian cetakan akhir dicor dengan gips batu. Setelah gips mengeras, lempeng dinding malam, sendok, dan bahan cetak dilepas jangan sampai modelnya rusak.

5 4. Membuat Glangan Gigit/Tanggul Gigit/Occlusal Bite Rim Pasien yang sudah kehilangan seluruh giginya berarti sudah kehilangan 1. Bidang oklusal 2. Tinggi gigitan atau dimensi vertikal

6 3. Oklusi sentrik Ketiga hal ini harus dicari dengan media galengan gigit atau oclusal bite rim. Fungsi galengan gigit: 1. Menentukan dimensi vertikal 2. Mendapatkan dukungan bibir dan pipi pasien, pasien harus tampak wajar saat tanggul gigitan dipasang. Bidang orientasi adalah bidang oklusal dalam bentuk tanggul gigitan. Tanggul gigitan terdiri dari: 1. Bentuk landasan 2. Galangan malam A. Membuat Bentuk Landasan Bahan: dapat dibuat dari shellac base plate/ostron 100 atau malam Alat: 1. Shelac base plate/ostron dirol sampai tebalnya ± 1 mm (H) 2. Bunsen burner 3. Baby powder 4. Gunting 5. Kuas 6. Pensil 2B Cara Pembuatan: 1. Shelac base plate dilunakkan dengan lampu spiritus, lalu ditelakkan di atas model kerja (yang telah dibasahi air atau diberi baby powder) dan ditekan dengan bantuan handuk basah 2. Sisa shellac base plate dibuang dengan gunting atau cutter, yaitu 1-2 mm dari tepi landasan gigi tiruan

7 3. Ruang antara tepi shellac base plate dan tepi landasan geligi tiruan diisi malam (model kerja dibasahi terlebih dahulu) B. Membuat Tanggul Malam/Galangan Gigit Cara membuat galangan gigit ada 2 yaitu: a. dengan wax rims former b. dengan lembaran malam yang digulung a. Pembuatan galangan gigit dengan wax rims former - Potongan-potongan malam dicairkan (tidak boleh berdidih) lalu dituangkan ke dalam wax rims former - Setelah malam mengeras lalu dikeluarkan dari wax rims former b. Pembuatan galangan gigit dengan lempeng malam yang digulung Ambil selembar malam, lalu dilunakkan diatas lampu spiritus. Pertama-tama kita lunakkan sebelah sisi, kemudian sisi ini kita gulung (dalam gulungan ada malam cair, untuk penyatu). Lembaran malam dipanasi lagi, lalu diulung lagi sampai membentuk sebuah silinder. Harus diperhatikan bahwa setiap digulung malam tersebut harus melekat satu dengan lainnya. C. Membuat Tanggul Gigitan Meletakkan tanggul malam diatas bentuk landasan dengan patokan 1. Titik dibawah tanggul malam yang merupakan titik pertemuan garis tengah tanggul dengan tengah-tengah tanggul anterior berhimpit dengan titik pertemuan puncak linger anterior dengan garis tengah model kerja rahang 2. Pindahkan garis puncak linger model kerja pada tanggul malam sehingga garis puncak linger rahang letahnya pada - Tanggul malam rahang atas: Bagian bukal:bagian palatal = 2:1 (4 mm di bagian bukal dan 2 mm di bagian palatal) - Tanggul malam rahang bawah: Bagian bukal:bagian lingual = 1:1 (3 mm di bagian bukal dan 3 mm di bagian lingual)

8 3. Panjang tanggul malam sampai bagian distal gigi molar 1 4. Kontur bukal tanggul gigitan diselesaikan dengan menggunakan pisau gips 5. Lunakkan tanggul gigitan bidang orientasi di atas sebuah glass slab yang telah diminyaki sebuah sisinya (yang berhadapan dengan bidang orientasi) dan hangat. Agar diperoleh bidang oklusal atau orientasi yang datar dengan tinggi tanggul: depan 12 mm dan belakang mm D. Uji Coba Tanggul Gigitan Rahang Atas dan Bawah Pasien diminta duduk dengan enak dan posisi tegak, lalu tanggul gigitan malam rahang atas dimasukkan ke dalam mulut pasien dan dilakukan: Uji coba tanggul gigitan rahang atas dengan pedoman: 1. Adaptasi landasan - Landasan harus diam ditempat, tidak boleh mudah lepas ataupun bergerak - Permukaan landasan geligi tiruan harus merapat dengan jaringan pendukungnya - Pinggiran landasan tepat, tidak terlalu panjang atau terlalu pendek 2. Dukungan bibir dan pipi Setelah tanggul gigitan dipasang di dalam mulut - Pasien harus tampak normal seakan akan seperti bergigi. Penilaiannya: sulkus nasolabialis dan philtrum pasien tampak tidak terlalu dalam atau hilang alurnya - Bibir dan pipi pasien tidak boleh tampak cembung dan cekung Mengukur 1/3 panjang muka dan dimensi vertikal dengan Boley gauge atau jangka sorong. Mengukur kesejajaran bidang orientasi dengan Fox bite gauge. 3. Panjang tanggul gigitan Sebagai pedoman untuk tanggul gigitan atas adalah low lip line yaitu pada saat pasien istirahat, garis insisal/bidang oklusal/bidang orientasi tanggul gigitan atas setinggi garis bawah bibir atas dilihat dari muka dan dilihat dari lateral, sejajar garis ala nasi-tragus (seolah-olah tidak terlihat tanggul gigitan). Sedangkan pada saat tersenyum garis insisal/bidang orientasi tanggul gigitan atas ini terlihat kira-kira 2 mm di bawah sudut bibir.

9 4. Bidang orientasi Kita cari bidang orientasi dengan mensejajarkan - Bagian anterior dengan garis pupil - Bagian posterior dengan garis Camper yang berjalan dari ala nasi ke tragus/porion Uji coba tanggul gigitan rahang bawah Dengan pedoman: 1. Adaptasi landasan - Caranya sama dengan rahang atas, landasan harus diam ditempat, tidak boleh mudah lepas atau bergerak - Pada rahang bawah tidak dapat sebaik rahang atas karena luas landasannya yang lebih sempit dan gangguan gerakan lidah 2. Tanggul gigitan - Bidang orientasi tanggul gigitan rahang bawah harus merapat, tidak boleh ada celah, dengan bidang orientasi tanggul gigitan rahang atas - Permukaan labial atau bukal tanggul gigitan harus sebidang dengan yang atas. Bila kelebihan harus dikurangi dan sebaliknya bila kekurangan harus ditambah. Posisi rahang atas dan bawah dalam gigitan sentrik sementara yang disebut juga tentative - Tarik garis medan pada tanggul gigitan sesuai dengan garis median pasien. 5. Pengukuran Dimensi Vertikal dan Horizintal Ket. Horizontal Junti ga ada Secara Fisiologis Pasien diminta istirahat ketika galangan gigit berada di dalam mulut, dengan duduk tegak dan kepala tidak ditopang. Setelah galangan gigit dipasang dalam mulut pasien, pasien menelan dan mandibula diistirahatkan. Setelah pasien terlihat benar-benar santai, bibir dibuka untuk melihat besarnya ruangan yang tersedia di antara galangan gigit. Pasien harus membiarkan dokter gigi membuka bibirnya tanpa perlu dibantu dan tanpa menggerakkan rahang atau

10 bibirnya. Jarak antar-oklusal pada posisi istirahat ini besarnya harus 2-4 mm dilihat di daerah premolar. (Zarb, 2002) Dengan penerapan rumus Dimensi Vertikal = Rest Position Free Way Space Pertama diukur dimensi / jarak vertikal pasien dalam keadaan istirahat tanpa galangan gigit. Kemudian dikurangi dengan free way space sebesar 2-4 mm. (Itjiningsih, 1993) Penggolongan pengukuran dimensi vertikal ada 2 cara: 1. Dengan Wills bite gauge Pada alat ini ada 3 bagian penting : a. Fixed arm, yang diletakkan dibawah hidung b. Slidding arm, yang dapat digeser dan mempunyai sekrup, diletakkan dibawah dagu. c. Vertical orientation gauge, yang mempunyai skala dalam mm/cm, ditempatkan sejajar sumbu vertikal dari muka. 2. Two dot tecnique Mengukur 2 titik (satu pada rahang atas, satu lagi pada rahang bawah), yang ditempatkan pada daerah yang tidak bergerak yaitu diatas dan dibawah garis bibir dan kedua diukur dengan jangka panjang 3. Penyesuaian tinggi permukaan bidang oklusal Bila galangan gigit sudah retentif pasien diminta untuk menutup mulut perlahan-lahan dengan kedua galangan gigit terpasang. Dua jari telunjuk ditempatkan pada galangan gigit di daerah premolar bawah dan pada saat pasien menutup mulut dengan perlahan jari digerakkan kearah bukal tetapi tetap berkontak dengan permukaan oklusal dari kedua galangan gigit. Perhatikan dengan cermat titik-titik yang pertama kali berkontak antara galangan gigit atas dan bawah. Bila terjadi kontak pertama, tinggalkan satu jari di antara kedua galangan gigit untuk mempertahankan celah. Kemudian dengan pisau malam digambar garis pada permukaan bukal dari galangan gigit bawah. Garis ini menunjukkan jumlah malam yang harus dibuang dari 7 galangan gigit bawah sehingga dapat berkontak rata dengan galangan gigit rahang atas.

11 Galangan gigit rahang bawah dilepas dari mulut dan dikurangi sampai garis dengan pisau malam, kemudian permukaannya diratakan. Sebaiknya permukaan oklusal tidak dibuat melampaui molar pertama karena kontak oklusal di atas ujung posterior yang miring akan cenderung menggeser galangan gigit. Akan tetapi basis harus tetap menutup seluruh daerah gigi tiruan. Galangan gigit rahang bawah dimasukkan kembali ke dalam mulut dan pasien diminta untuk menutup dengan lidahnya ditarik ke belakang kearah tenggorokan. Lalu diperiksa apakah kedua galangan gigit berkontak rata. Penyesuaian dilanjutkan dan galangan gigit rahang bawah terus dikurangi sampai didapatkan kontak yang rata. (Watt dan McGregor, Pemasangan Model dalam Artikulator Sebelum memasang model kerja dengan galangan gigit dalam artikulator, harus dipersiapkan jenis artikulator yang akan dipakai dan dilakukan persiapan model yang meliputi: penyesuaian ketinggian model atas dan bawah dengan ruang antara bagian atas dan bawah artikulator. Bila terlalu tinggi, yang paling aman adalah mengurangi model rahang bawah. Caranya : * Menggoreskan garis median pada bagian atas model kerja atas * Mempersiapkan artikulator sesuai, untuk geligi tiruan lengkap harus menggunakan artikulator yang dapat menirukan segala gerakan rahang dan keadaan lainnya dalam mulut secara umum seperti "Free Plane Artikulator" * Pertama tama memasang model kerja beserta galangan gigit atas pada mounted table artikulator dengan pedoman: o Garis tengah model kerja dan galangan gigit atas berhimpit dengan garis tengah meja artikulator o Bidang orientasi galangan gigitan atas berhimpit (tidak boleh ada celah) dengan meja artikulator

12 o Garis median anterior galangan gigit malam (P) menyentuh titik perpotongan garis median dan garis insisal meja artikulator (Q) o Petunjuk jarum insisal horisontal harus menyentuh titik perpotongan garis tengah dan garis insisal meja artikulator. Kegunaannya supaya mengikuti segitiga Bonwill yang di bentuk oleh kedua kondilus kiri dan kanan dan titik perpotongan tadi. Segitiga Bonwi merupakan segitiga sama sisi yang menentukan jarak rahang atas terhadap kondilus secara umum. o Petunjuk insisal vertikal harus menyentuh meja insisivus untuk mempertahankan dimensi vertikal yang telah didapat dari pasien * Setelah pedoman-pedoman tersebut terpenuhi maka model kerja berikut galangan gigitan malam atas dicekatkan dengan malam pada meja artikulator. * Lalu bagian atas model kerja difisir dengan gips pada bagian atas artikulator * Setelah gips mengeras meja artikulator dilepas

13 * Model kerja bersama dengan galangan gigitan malam bawah disatukan dengan yang atas dengan bantuan 4 kunci bentuk segiempat * Artikulator dibalik, lalu bagian bawah model kerja rahang bawah difisir dengan gips pada bagian bawah artikulator 7. Penyusunan Gigi Tahapan penyusunan gigi dalam pembuatan full denture diawali dengan penyusunan gigi anterior RA, gigi anterior RB, gigi posterior RA dan yang terakhir gigi posterior RB. a. Penyusunan gigi anterior RA Penyusunan gigi anterior RA dimulai dengan menyusun gigi insisiv sentral, insisiv lateral kemudian gigi caninus. Teknik pemasangan gigi sebagai berikut : - Insisiv sentral RA, sumbu gigi sedikit condong 5 o ke arah distal dan ujung insisal menyentuh bidang oklusal. - Insisiv lateral RA, lebih condong ke distal daripada insisiv sentral membentuk sudut 10 o. Ujung insisal insisiv lateral tidak menyentuh bidang oklusal, berjarak 0,5 1 mm di atas bidang oklusal. - Caninus RA, sumbu gigi juga lebih condong ke distal mengikuti gigi insisiv lateral RA. Dari arah labio-palatal sumbu gigi terlihat hampir tegak lurus. Ujung insisal menyentuh bidang oklusal.

14 b. Penyusunan gigi anterior RB Urutan penyusunan gigi anterior RB sama dengan gigi anterior RA. Teknik penyusunannya dengan cara memperhatikan adanya overbite (A) dan overjet (B). Besar overbite 1 2 mm sedangkan overjet 2 3 mm. c. Penyusunan gigi posterior RA Urutan penyusunan gigi posterior RA dimulai dari gigi premolar pertama RA, premolar kedua RA, molar pertama RA dan molar kedua RA. Teknik pemasangan gigi sebagai berikut : - Premolar pertama RA sumbu gigi tegak lurus. Posisi cusp bukal menyentuh bidang oklusal dan cusp palatinal tidak menyentuh bidang oklusal. - Premolar kedua RA sumbu gigi tegak lurus. Letak cusp bukal dan palatinal menyentuh bidang oklusal. - Molar pertama RA sumbu ggigi sedikit condong ke arah mesial dan hanya cusp mesio palatinal yang menyentuh bidang oklusal. - Molar kedua RA sumbu gigi juga condong ke arah mesial dan tidak ada cusp yang menyentuh bidang oklusal. Penyusunan gigi posterior dilihat dari arah transversal membentuk curve of manson.

15 d. Penyusunan gigi posterior RB Urutan penyusunan gigi posterior RB diawali dengan menyusun molar pertama RB. Penyusunan molar pertama RB dengan cara memposisikan cuspmesiobukal molar pertama RA pada bukalgroove molar pertama RB. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan molar kedua RB di sebelah distal molar pertama RB dan premolar kedua RB di sebelah mesial molar pertama RB yang telah disusun. Penyusunan terakhir merupakan penyusunan gigi premolar pertama RB. Apabila tempat yang tersedia tidak cukup, maka dilakukan pengasahan pada bagian proksimal premolar RB. 8. Pembuatan Kontour Gingiva Hal hal yang harus diperhatikan pada pembuatan kontour gingiva adalah sebagai berikut. a. Root prominence Root prominence adalah tonjolan pada gingiva yang mencerminkan adanya akar gigi di bawahnya. b. Mc. Calls Feston Mc. Calls Feston merupakan daerah servikal gigi yang berupa garis dan bentuknya membulat. c. Stippling Stippling merupakan bintik bintik pigmentasi di seluruh permukaan gingiva. d. Gingival resection Gingival resection yaitu turunnya gingiva sehingga sebagian dari akar gigi tampak, biasanya terjadi pada penderita usia lanjut. e. Rugae dan raphe palatina yang terletak pada bagian palatal RA. 9. Pemrosesan Akrilik dan Buang Malam

16 10. Remounting Remounting atau pemasangan kembali gigi tiruan dalam articulator bertujuan untuk mengkoreksi hubungan oklusi yang tidak harmonis dari gigi tiruan yang baru selesai diproses (buang malam). Hubungan oklusi yang tidak harmonis dapat disebabkan oleh : 1. Penyusutan bahan landasan gigi tiruan akrilik setelah diproses 2. Kesalahan waktu prosedur packing resin akrilik dimana kelebihan resin akrilik terlalu banyak 3. Prosedur memasak gigi tiruan (curing) yang terlalu cepat dengan temperatur pemanasan yang terlalu tinggi. Perubahan oklusi dapat diperbaiki dengan cara : 1. Mengembalikan tinggi vertikal sesuai dengan tinggi vertikal sebelum gigi tiruan di proses. 2. Memperbaiki oklusi eksentris (working and balancing occlusion) 11. Selective Grinding Selective grinding ialah memodifikasi permukaan oklusal gigi-gigi dengan mengasahnya pada tempat selektif / terpilih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengasahan ini menghilangkan kontak oklusal yang menyimpang kontak-kontak gigi yang menyimpangkan rahang bawah dari alur penutupan normal hingga relasi sentris. Langkah awal dari pengasahan selektif adalah selalu untuk memperoleh kembali dimensi vertikal oklusal. Untuk memperoleh kembali dimensi vertikal oklusal, satu dari kedua permukaan gigi yang berlawanan dari setiap kontak yang menyimpang dalam oklusi sentris harus dikurangi.

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap

Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Tugas Paper Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap Aditya Hayu 020610151 Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga - Surabaya 2011 1 I. Sebelum melakukan penetapan gigit hendaknya perlu

Lebih terperinci

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH

PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH PEMBUATAN GIGI TIRUAN PENUH Pembuatan Gigi Tiruan Penuh dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi mastikasi (pengunyahan), fonetik (pengucapan kata), estetik (penampilan), menghilangkan rasa sakit, memelihara

Lebih terperinci

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN 1 HUBUNGAN RAHANG PADA PEMBUATAN GIGI- TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN Hubungan rahang disebut juga dengan relasi vertikal/dimensi vertikal. Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas

A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas A. Anatomi dan morfologi Gigi Permanen 1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh,

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL)

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) 1 PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN ANASIR GIGITIRUAN PADA GIGITIRUAN SEBAGIAN LEPASAN (GTSL) PENDAHULUAN Anasir gigitiruan merupakan bagian dari GTSL yang berfungsi mengantikan gigi asli yang hilang. Pemilihan

Lebih terperinci

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah.

1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. 1. Jelaskan cara pembuatan activator secara direct dan indirect a. Pembuatan activator secara indirect. Melakukan pencetakan pada rahang atas dan rahang bawah. Membuat bite registration. Letakkan malam

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang CROSSBITE ANTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah. Istilah

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH BAGIAN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 1 1 CARA PENGECORAN GIPS 2 2 Cetakan disemprot dengan udara dengan hati-hati. Dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa

Lebih terperinci

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi

BAB 2 MALOKLUSI KLAS III. hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi BAB 2 MALOKLUSI KLAS III 2.1 Pengertian Angle pertama kali mempublikasikan klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan lengkung rahang dari model studi. Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol

Lebih terperinci

: Jl. Manggis 8 no 34 Kelurahan Pesanggrahan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan

: Jl. Manggis 8 no 34 Kelurahan Pesanggrahan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan BAB III RENCANA PROSEDUR PEMBUATAN GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN AKRILIK DENGAN KASUS LENGKUNG RAHANG ATAS LEBIH KECIL DARI RAHANG BAWAH DAN TORUS PALATINUS Rencana pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan

Lebih terperinci

VI. PREPARASI GIGI PEGANGAN (ABUTMENT)

VI. PREPARASI GIGI PEGANGAN (ABUTMENT) VI. PREPARASI GIGI PEGANGAN (ABUTMENT) Untuk dapat memahami dan mengerjakan preparasi pada gigi pegangan / pilar / abutment dengan benar, perlu kiranya pemahaman terlebih dahulu mengenai beberapa macam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Buruk Kebiasaan adalah suatu tindakan berulang yang dilakukan secara otomatis atau spontan. Perilaku ini umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dan sebagian besar selesai

Lebih terperinci

II. ORTODONSI INTERSEPTIF

II. ORTODONSI INTERSEPTIF II. ORTODONSI INTERSEPTIF Untuk memahami arti dari ortodonsi interseptif perlu diketahui terlebih dulu pengertian ilmu ortodonsi. Ilmu Ortodonsi adalah gabungan ilmu dan seni yang berhubungan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior

BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR. 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior BAB 2 PROTRUSI DAN OPEN BITE ANTERIOR 2.1 Definisi Protrusi dan Open Bite Anterior Protrusi anterior maksila adalah posisi, dimana gigi-gigi anterior rahang atas lebih ke depan daripada gigi-gigi anterior

Lebih terperinci

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR 1. Crossbite anterior Crossbite anterior disebut juga gigitan silang, merupakan kelainan posisi gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi Klas I Angle Pada tahun 1899, Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan relasi molar satu permanen rahang bawah terhadap rahang atas karena menurut Angle, yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salah satu jenis maloklusi yang sering dikeluhkan oleh pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal. 3,7 Gigi berjejal ini merupakan suatu keluhan pasien terutama pada aspek estetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berhubungan. Pada bagian anterior saluran pernafasan terdapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesimetrisan Diagnosis dalam ilmu ortodonti, sama seperti disiplin ilmu kedokteran gigi dan kesehatan lainnya memerlukan pengumpulan informasi dan data yang adekuat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi berasal dari kata occlusion, yang terdiri dari dua kata yakni oc yang berarti ke atas (up) dan clusion yang berarti menutup (closing). Jadi occlusion adalah closing

Lebih terperinci

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. BAB 2 KANINUS IMPAKSI Gigi permanen umumnya erupsi ke dalam lengkungnya, tetapi pada beberapa individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus. Salah satunya yaitu gigi kaninus

Lebih terperinci

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari

ANATOMI GIGI. Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Drg Gemini Sari ANATOMI GIGI Ilmu yg mempelajari susunan / struktur dan bentuk / konfigurasi gigi, hubungan antara gigi dgn gigi yang lain dan hubungan antara gigi dengan jaringan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Perawatan pendahuluan 4.2 Perawatan utama Rahang atas BAB 4 PEMBAHASAN Penderita kehilangan gigi 17, 16, 14, 24, 26, 27 pada rahang atas dan 37, 36, 46, 47 pada rahang bawah. Penderita ini mengalami banyak kehilangan gigi pada daerah posterior sehingga penderita

Lebih terperinci

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun

BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun BIONATOR DRG.NAZRUDDIN C.ORT. PH.D. 1 BIONATOR Dikembangkan oleh Wilhelm Balters (1950-an). Populer di Amerika Serikat tahun 1970-1980. 2 Bionator Balters 3 BIONATOR Merawat retrusi mandibula Menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi Mulut dan Ilmu Kedokteran Forensik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar).

3. Bahan cetak elastik. -Reversible hidrokolloid (agaragar). 1 PENCETAKAN Setelah dilakukan perawatan pendahuluan dan luka pencabutan sudah sembuh maka terhadap pasien dapat dilakukan. Sebelumnya terlebih dahulu dijelaskan kepada pasien, bahwa dalam pengambilan

Lebih terperinci

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

Gambar 1. Anatomi Palatum 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palatum 2.1.1 Anatomi Palatum Palatum adalah sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga mulut. Palatum

Lebih terperinci

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL A. Pendahuluan 1. Deskripsi Dalam bab ini diuraikan mengenai keadaan anatomis gigi geligi, posisi gigi pada lengkung rahang, letak

Lebih terperinci

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: Kontrol plak 80 BAB 7 KONTROL PLAK Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk: 1. Menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak dan deposit lunak (materi alba dan

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI

PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR WISATA DENTISTRY YOGYAKARTA 6 FEBRUARI 2009 Oleh Endah Mardiati, drg., MS., Sp.Ort 1 PERANAN DOKTER GIGI UMUM DI BIDANG ORTODONTI SEMINAR DENTISTRY

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gigi berjejal merupakan jenis maloklusi yang paling sering ditemukan. Gigi berjejal juga sering dikeluhkan oleh pasien dan merupakan alasan utama pasien datang untuk melakukan perawatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi berjejal, tidak teratur dan protrusif adalah kondisi yang paling sering terjadi dan memotivasi individu untuk melakukan perawatan ortodontik. Motivasi pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan bagian dari ilmu Kedokteran Gigi yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perawatan ortodontik semakin berkembang seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penampilan fisik yang menarik (Alexander,2001). Ortodonsia merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif analisis, dengan rancangan penelitian Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study). 4.2

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Asimetri merupakan komposisi yang sering dikaitkan dalam dunia seni dan kecantikan, tetapi lain halnya dalam keindahan estetika wajah. Estetika wajah dapat diperoleh

Lebih terperinci

Analisa Ruang Metode Moyers

Analisa Ruang Metode Moyers ANALISA RUANG I. Analisa Ruang Analisis ruang sangat diperlukan untuk membandingkan ruangan yang tersedia dengan ruangan yang dibutuhkan untuk normalnya keteraturan gigi. Adanya ketidakteraturan atau crowding

Lebih terperinci

Dental Anatomi. Bentuk anatomis gigi

Dental Anatomi. Bentuk anatomis gigi BIDANG- BIDANG GIGI Bidang untuk menggigit : Incisal, oklusal Bidang menghadap keluar : labial, buccal Bidang menghadap kedalam : palatinal, lingual Bidang diantara 2 gigi : aproksimal --- mesial, distal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. empat tipe, yaitu atrisi, abrasi, erosi, dan abfraksi. Keempat tipe tersebut memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keausan gigi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hilangnya jaringan keras gigi karena proses fisik maupun kimiawi, bukan proses karies (Oltramari-Navarro

Lebih terperinci

VII. TEKNIK PENCETAKAN

VII. TEKNIK PENCETAKAN VII. TEKNIK PENCETAKAN Pencetakan gigi yang telah dipersiapkan dimaksudkan untuk dapat menduplikasi dari keadaan geligi di dalam mulut pasien. Pencetakan diperlukan: sendok cetak bahan cetak bahan pengisi

Lebih terperinci

III. RENCANA PERAWATAN

III. RENCANA PERAWATAN III. RENCANA PERAWATAN a. PENDAHULUAN Diagnosis ortodonsi dianggap lengkap bila daftar problem pasien diketahui dan antara problem patologi dan perkembangan dipisahkan. Tujuan rencana perawatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maloklusi secara umum dapat diartikan sebagai deviasi yang cukup besar dari hubungan yang ideal yang dapat menyebabkan ketidakpuasan baik secara estetik maupun secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asimetri Dentokraniofasial Simetris berasal dari bahasa Yunani, yaitu symmetria yang berarti ukuran. Simetris dapat didefinisikan sebagai suatu kesesuaian dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

INSTRUMENTASI PERIODONTAL

INSTRUMENTASI PERIODONTAL INSTRUMENTASI PERIODONTAL 1.Hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu instrumentasi 2.Penskeleran dan Penyerutan akar HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN PADA WAKTU INSTRUMENTASI 1. PEMEGANGAN 2. TUMPUAN &

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. wajah dan jaringan lunak yang menutupi. Keseimbangan dan keserasian wajah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak wajah memegang peranan penting dalam pertimbangan perawatan ortodontik. Keseimbangan dan keserasian wajah ditentukan oleh tulang wajah dan jaringan lunak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan bawah. 7,9 Bentuk lengkung gigi ini berhubungan dengan bentuk kepala

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian untuk mencari perbedaan antara variabel bebas (faktor

Lebih terperinci

TAHAPAN KERJA. Gigi Tiruan Penuh

TAHAPAN KERJA. Gigi Tiruan Penuh 1 TAHAPAN KERJA Gigi Tiruan Penuh Kunjungan 1 1. Mencetak model studi 1/cetakan awal/preliminary impression/cetakan pertama/cetakan anatomi 1.1 Definisi: Mencetak adalah tindakan membuat suatu bentuk negatif

Lebih terperinci

Panduan Kerja PENATALAKSANAAN PENDERITA MALOKLUSI MENGGUNAKAN ALAT LEPASAN

Panduan Kerja PENATALAKSANAAN PENDERITA MALOKLUSI MENGGUNAKAN ALAT LEPASAN Panduan Kerja PENATALAKSANAAN PENDERITA MALOKLUSI MENGGUNAKAN ALAT LEPASAN Oleh : 1. drg. Leliana Sandra Devi, Sp. Orth. 2. drg. Rudy Joelijanto, M. Biomed. 3. Prof. drg. DwiPrijatmoko, Ph. D 4. Dr. drg.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodontik (Shaw, 1981). Tujuan perawatan ortodontik menurut Graber (2012) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area dentofasial sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah seseorang. Kelainan di sekitar area tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan diri sehingga memotivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penentuan dimensi vertikal maxillomandibular merupakan satu tahapan penting dalam perawatan prostodontik khususnya bagi pasien yang telah kehilangan gigi-geligi

Lebih terperinci

Gigi molar,premolar yang mempunyai kontak yang baik di bagian mesial dan distalnya

Gigi molar,premolar yang mempunyai kontak yang baik di bagian mesial dan distalnya Macam-macam desain cengkeram (Klammer) Posted by De Haantjes van Het Oosten in Apr 09, 2012, under Artikel Kedokteran Gigi, Ilmu Prostodonsia, Menu Dento Inkubator Desain cengkeram menurut fungsinya dibagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan jaman membuat pemikiran masyarakat semakin maju dan cepat berkembang. Masyarakat makin menyadari kebutuhan pelayanan kesehatan, karena pengetahuan masyarakat tentang

Lebih terperinci

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan

Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan PERAWATAN ORTODONTI Nurhayati Harahap,drg.,Sp.Ort Perawatan ortodonti Optimal * Hasil terbaik * Waktu singkat * Biaya murah * Biologis, psikologis Penting waktu perawatan Empat Fase Perawatan Preventif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodontik bertujuan memperbaiki fungsi oklusi dan estetika wajah. Pengetahuan tentang pertumbuhan kraniofasial meliputi jaringan keras dan jaringan lunak yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Prostodontik 2.1.1 Pengertian Prosthodontics atau Prosthetic Dentistry dan disebut juga dengan ilmu Prostodonsia adalah salah satu cabang ilmu kedokteran gigi, yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER ) Lampiran 1 Nomor Kartu DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ KESEHATAN GIGI MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Menurut DuBRUL (1980), bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, akan tetapi secara umum lengkung gigi rahang atas berbentuk elips dan lengkung gigi rahang bawah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gigi Mulut terdiri dari bibir atas dan bawah, gusi, lidah, pipi bagian dalam, langit-langit dan gigi. Lapisan gusi, pipi dan langit - langit selalu basah berlendir 7 oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi tiruan lengkap adalah protesa gigi lepasan yang menggantikan seluruh gigi geligi dan struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotografi Ortodonti Penggunaan fotografi di bidang ortodonti telah ada sejak sekolah kedokteran gigi dibuka pada tahun 1839. 4 Dalam bidang ortodonti, foto merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Oklusi Hubungan oklusal gigi geligi pertama kali diperkenalkan oleh Edward Angle pada tahun 1899. Oklusi menjadi topik yang menarik dan banyak didiskusikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Ortodonti adalah kajian tentang variasi pertumbuhan dan perkembangan dari struktur wajah, rahang dan gigi, serta pengaruhnya terhadap oklusi gigi geligi (Grist,

Lebih terperinci

III. PERAWATAN ORTODONTIK

III. PERAWATAN ORTODONTIK III. PERAWATAN ORTODONTIK PERAWATAN MALOKLUSI KLAS I Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan anteroposterior dari gigi molar satu permanen. Klasifikasi ini kebanyakan tidak dipakai dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lengkung Gigi Lengkung gigi merupakan suatu garis imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah yang dibentuk oleh mahkota gigigeligi dan merupakan

Lebih terperinci

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK

BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK BAB III PREVENTIF ORTHODONTIK 1. Pendahuluan Preventif orthodontik mempunyai peranan yang sangat penting dalam halmengusahakan agar gigi-gigi permanen yang akan menggantikan posisi gigi desidui akan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontists adalah bagian Ilmu Kedokteran Gigi yang terkonsentrasi untuk mengawasi, membimbing, dan mengoreksi pertumbuhan

Lebih terperinci

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D.

ORTODONTI III. H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. ORTODONTI III H.Nazruddin Drg. C.Ort. Ph.D. 1 PERAWATAN PADA MASA GIGI PERMANEN. * Umumnya dilakukan pada umur 13 tahun keatas * Anomali sudah nyata terbentuk * Jalannya perawatan lebih sulit jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan.

BAB III METODE PENELITIAN. cekat dan cetakan saat pemakaian retainer. 2. Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan Rumus Federer sesuai dengan. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, jenis penelitian ini adalah penelitian observational analitik. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis penelitian Jenis penelitian adalah studi analitik potong lintang (cross sectional). Tiap sampel hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel sampel dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai perawatan selesai (Rahardjo, 2009). Hasil perawatan ortodontik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka. Perawatan ortodontik cekat Perawatan ortodontik cekat adalah alat yang dipasang secara cekat pada elemen gigi pasien sehingga alat tidak bisa dilepas oleh pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Seluruh Gigi Kehilangan seluruh gigi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan seluruh gigi aslinya. Kehilangan seluruh gigi adalah parameter umum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimensi Vertikal Menurut The Glossary of Prosthodontic Terms, pengertian dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Gigi Gigi merupakan organ tubuh yang turut berperan dalam proses pencernaan, pengunyahan, dan terutama sebagai estetis dalam pembentukan profil wajah. Gigi terbentuk

Lebih terperinci

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas

BAB II KLAS III MANDIBULA. Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas BAB II KLAS III MANDIBULA 2.1 Defenisi Oklusi dari gigi-geligi dapat diartikan sebagai keadaan dimana gigi-gigi pada rahang atas dan gigi-gigi pada rahang bawah bertemu, pada waktu rahang atas dan rahang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan Ortodontik bertujuan untuk memperbaiki susunan gigi-gigi dan ubungan rahang yang tidak normal sehingga tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Relasi Klas I Skeletal Pola Klas I skeletal memiliki besar sudut ANB berkisar antara 2-4º, dan bila sudut lebih besar dari 4º dapat dikatakan sebagai Klas II skeletal atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap subyek

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi

I.PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nesturkh (1982) mengemukakan, manusia di dunia dibagi menjadi beberapa golongan ras. Masyarakat negara Indonesia termasuk ke dalam golongan ras Mongoloid. Jacob

Lebih terperinci

IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI

IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI Ada tiga prinsip : A. Menjaga keawetan struktur (bangunan) gigi B. Retensi (penahanan) dan resistensi (perlawanan) C. Keawetan struktur restorasi Kadang-kadang perlu dikompromikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Embriologi Gigi Pembentukan gigi dimulai dengan terbentuknya lamina dental dari epitel oral. Lamina dental kemudian berkembang menjadi selapis sel epitel dan berpenetrasi

Lebih terperinci

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a

Lebih terperinci

OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU.

OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU. OLEH: Prof. Dr.Sudibyo, drg. Sp. Per. SU. PERIODONTAL SPLINT SPLINT: MERUPAKAN ALAT STABILISASI DAN IMMOBILISASI GIGI GOYAH KARENA SUATU LESI, TRAUMA, ATAU PENYAKIT PERIODONTAL Splint Berguna Untuk: 1.

Lebih terperinci

III. KELAINAN DENTOFASIAL

III. KELAINAN DENTOFASIAL III. KELAINAN DENTOFASIAL PEN DAHULUAN Klasifikasi maloklusi dan oklusi Occlusion = Oklusi Pengertian Oklusi adalah hubungan gigi geligi rahang atas dan rahang bawah bila rahang bawah digerakkan sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuatan gigi tiruan lengkap (GTL) rahang bawah yang memberi kenyamanan, fungsi, dan keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan retensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisa Profil Jaringan Lunak Wajah Analisa profil jaringan lunak wajah yang tepat akan mendukung diagnosa secara keseluruhan pada analisa radiografi sefalometri lateral. Penegakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Foramen Mentale Foramen mentale adalah suatu saluran terbuka pada korpus mandibula. Melalui foramen mentale dapat keluar pembuluh darah dan saraf, yaitu arteri, vena

Lebih terperinci

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk

Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting untuk Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti Avi Laviana Bagian Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Jl. Sekeloa Selatan No. 1 Bandung Abstrak Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi-gigi dengan wajah (Waldman, 1982). Moseling dan Woods (2004), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Motivasi pasien dalam menjalani ortodontik pada umumnya adalah karena ingin memperbaiki keserasian dentofasial, yaitu keserasian antara gigi-gigi dengan wajah (Waldman,

Lebih terperinci

Ringkasan. Ringkasan

Ringkasan. Ringkasan Ringkasan Chapter 1 Merupakan tinjauan pustaka dari sejak era pelopor pembedahan sumbing sampai dengan saat ini. Pada awalnya, perawatan bedah hanya dilakukan pada sumbing bibir. Setelah ditemukannya anetesi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Gigi-Geligi dan Oklusi Perkembangan oklusi mengalami perubahan signifikan sejak kelahiran sampai dewasa. Perubahan dari gigi-geligi desidui menjadi gigi-geligi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi yang disebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Skeletal Maloklusi Klas I Maloklusi dibagi dalam tiga golongan yaitu dental displasia, skeleto dental displasia dan skeletal displasia. Dental displasia adalah maloklusi

Lebih terperinci

Tepi tulang berada lebih apikal pada akar, yang membentuk sudut lancip terhadap tulang

Tepi tulang berada lebih apikal pada akar, yang membentuk sudut lancip terhadap tulang TOPOGRAFI TULANG Kontur tulang yang normal mengikuti pola prominensia akar gigi geligi diselingi oleh depresi (lekukan) vertikal yang melandai ke arah tepi tulang Anatomi tulang alveolar bervariasi antar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang Tumbuh-kembang adalah suatu proses keseimbangan dinamik antara bentuk dan fungsi. Prinsip dasar tumbuh-kembang antara lain berkesinambungan,

Lebih terperinci

RAPID MAXILLARY EXPANSION

RAPID MAXILLARY EXPANSION V. EKSPANSI PENDAHULUAN Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam

Lebih terperinci

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR)

DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) DIAL TEKAN (DIAL GAUGE/DIAL INDICATOR) Alat ukur dalam dunia teknik sangat banyak. Ada alat ukur pneumatik, mekanik, hidrolik maupun yang elektrik. Termasuk dalam dunia otomotif, banyak juga alat ukur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal. Dikenal dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Gigi tiruan sebagian lepasan adalah gigi tiruan yang menggantikan satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Crossbite posterior adalah relasi transversal yang abnormal dalam arah bukolingual atau bukopalatal antara gigi antagonis. Crossbite posterior dapat terjadi bilateral

Lebih terperinci