BAB II PEMBAHASAN. Klasifikasi, Spesifikasi, Tingkat Pelayanan dan Cross Section

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBAHASAN. Klasifikasi, Spesifikasi, Tingkat Pelayanan dan Cross Section"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Dalam mewujudkan prasarana transportasi darat yang melalui jalan, harus terbentuk wujud jalan yang menyebabkan pelaku perjalanan baik orang maupun barang, selamat sampai di tujuan, dan dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan, perjalanan harus dapat dilakukan secepat mungkin dengan biaya perjalanan yang adil sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Disamping itu, adalah hal yang ideal untuk pelaku perjalanan, selain dapat dilakukan dengan selamat, cepat dan murah, juga nyaman, sehingga perjalanan tidak melelahkan. Agar kita dapat mendesain sebuah jalan raya yang aman, nyaman dan efisien maka kita terlebih dahulu mengetahui bagaimana ketentuan yang harus dilakukan. Salah satunya dengan mengetahui penampang melintang jalan raya ( Cross Section ). Dengan demikian kita dapat mendesain sebuah jalan raya yang baik. 1

2 BAB II PEMBAHASAN Klasifikasi, Spesifikasi, Tingkat Pelayanan dan Cross Section 1. Klasifikasi, Spesifikasi dan Tingkat Pelayanan Dalam perencanaan geometrik jalan raya harus memenuhi persyaratan desain, yaitu terpenuhinya syarat kenyamanan, keamanan dan memiliki nilai ekonomis yang layak serta efesiensi yang optimal. Oleh karena itu perencana harus memahami yang mendalam tentang berbagai landasan teoritis konseptual perencanaan geometrik jalan raya itu sendiri. Jalan raya adalah suatu lajur tanah yang di sediakan khusus untuk sarana/prasarana perhubungan darat yang dibuat sedemikian rupa untuk melayani kelancaran arus lalu lintas. Sarana prasarana perhubungan tersebut meliputi semua bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi pelayanan arus lalu lintas, guna untuk memindahkan orang dan barang dari suatu tempat ketempat lain. Kelancaran lalu lintas di jalan raya sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan pelayanan yang dapat diberikan oleh setiap bagian jalanraya tersebut, antara lain oleh lebar jalan dan jumlah jalur. Semakin bertambah banyak jenis dan jumlah lalu lintas yang melewati suatu jalan raya, maka lalu lintas menjadi semakin ramai. Keadaan seperti ini diartikan bahwa kepadatan lalu lintas menjadi semakin tinggi dan tingkat pelayanan yang dapat diberikan oleh bagian-bagian jalan raya menjadi semakin rendah. Agar terdapat kesuaian antara kepadatan lalu lintas dengan tingkat pelayanan jalan, maka ditetapkan klasifikasi dan spesifikasi suatu jalan raya. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. Klasifikasi dan spesifikasi jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas jalan, menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis-jenis jalan raya. 2

3 A. Jalan Raya Menurut Fungsi Pelayanan Sesuai dengan PERATURAN PERENCANAAN JALAN RAYA No.13/1970 dari Direktorat Explorasi, survai dan perencanaan, Direktorat Jendral Bina Marga Departemen P.U., maka jalan dibagi dalam klasifikasi-klsifikasi berdasarkan : a. Sistem Jalan Raya Primer Sistem jalan raya primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah pada tingkat Nasional, yaitu dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. Pada sistem ini jaringan jalan raya primer menhubungkan simpul-simpul jasa distribusi penting meliputi : - Jalan raya dalam satu satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara menerus Ibu Kota Propinsi, Ibu kota Kabupaten/Kota, Kota-kota Kecamatan dan kota-kota yang lebih kecil pada jenjang dibawahnnya. - Menghubungkan antara Ibukota Propinsi yang satu dengan Ibu Kota Propinsi yang lainnya Jalan raya primer di peruntukan melayani keperluan lalu lintas kendaraan berat (High Vehicle) seperti bus, truck 2 As, Truck 3 As, Truck gandengan Semi Trailer dan Trailer dengan kecepatan 60 km/jam sampai 120 km/jam, serta untuk melayani tingkat kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi. Jalan raya primer disebut juga dengan Jalan Arteri atau Jalan Raya Utama yaitu jalan raya yang berperan sebagai urat nadi perekonomian bangsa, berfungsi untuk menjamin kelancaran lalu lintas orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya, serta menjamin kelancaran pengangkutan dan pendistribusian bahan-bahan pokok keperluan masyarakat sehari-hari. Oleh sebab itu jalan raya primer umumnya menghubungkan antar kota yang bernilai strategis dan potensial, seperti menghubungkan wilayah perkebunan dan pertanian dengan pusat-pusat perdagangan, serta jalan menuju ke wilayah pelabuhan sebagai pintu gerbang pusat kegiatan ekspor untuk pengiriman barangbarang industry dan produksi luar negeri atau sebaliknnya. 3

4 Ciri-ciri jalan arteri primer meliputi: 1. Melayani lalu lintas kendaraan dengan kecepatan rencana diatas 60 km/jam 2. Lebar lalu lintas minimal 2 x 3,75m 3. Jalan raya arteri primer tidak boleh terganggu oleh berbagai kegiatan lalu lintas lokal 4. Kapasitas jalan harus lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 5. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai 6. Jalan raya arteri primer tidak boleh terputus sekalipun jaln tersebut memasuki/melintas wilayah perkotaan Ciri-ciri dari Jalan Kolektor Primer, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar kota Kabupaten/Kota, atau menghubungkan kota Kabupaten dengan kota Kecamatan ini meliputi : 1. Melayani lalu lintas kendaraan dengan kecepatan rencana diatas 40 km/jam 80 km/jam 2. Lebar jalur perkerasan jalan minimum 2 x 3,5m 3. Jalan raya kolektor primer tidak boleh terganggu terputus, sekalipun memasuki daerah atau wilayah perkotaan 4. Kapasitas jalan harus lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 5. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai Ciri-ciri dari Jalan Lokal Primer, yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar kota Kecamatan, antar Kota Kecamatan dengan kota pada jenjang dibawahnnya sampai persil dengan syarat antara lain meliputi : 1. Kecepatan rencana kendaraan dibawah 40 km/jam 2. Lebar jalan minimala adalah 6meter 4

5 b. Sistem Jalan Raya Sekunder Jalan raya sekunder merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota. Ini berarti bahwa jaringan jalan sekunder direncanakan menurut ketentuan pengaturan tata ruang pembangunan perkotaan, yaitu berfungsi menghubungkan wilayah yang mempunyai fungsi primer dan fungsi sekunder serta pelayanan jaringan jalan dari rumah ke rumah. Oleh sebab itu jaringan jalan sekunder disebut juga jalan kolektor (pengumpul/pembagi), yaitu berfungsi menjamin kelancaran mengumpulkan dan mendistribusikan bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat dari kota-kota penting tertentu ke kota-kota yang lebih kecil. Selain itu juga berfungsi untuk melayani keperluan lalu lintas pada daerah disekitarnnya. Selain itu, jaringan jalan sekunder juga berfungsi untuk melayani keperluan lalulintas mulai dari jenis kendaraan berat (High Vehicle) hingga kendaraan ringan (Low Vehicle), dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Jenis kendaraan tersebut adalah kendaraan Bus, Truck 2 As, Mobil penumpang, mobil hantaran barang (pick up) dan lain sebagainnya dengan kecepatan sedang hingga cepat, yaitu 40 km/jam sampai 80 km/jam. Menurut fungsi pelayanan lalu lintas jalan raya di bedakan atas jalan arteri, jalan kolektor dan jalan local. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan cirri antara lain, kendaraan menempuh perjalanan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatsi. Sedangkan jalan local adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan cirri antara lain melayani perjalanan jarak pendek (dekat), kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Ciri-ciri jala arteri sekunder, meliputi: 1. Melayani lalu lintas dengan kecepatan rencana diatas 30 km/jam 2. Lebar lalu lintas minimum 2 x 3,75m 3. Kapasitas jalan sama dengan atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata, dan tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat 5

6 Ciri-ciri dari Jalan Kolektor Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder dan antara kawasan sekunder ke I, atau jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder ke II dengan kawasan sekunder II; dengan syarat melayani kecepatan rendah dan lebar jalur lalu lintas minimal adalah 2 x 3,00 meter. Ciri-ciri dari Jalan Lokal Sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder I, kawasan sekunder II dan ke III masing-masing dengan kawasan pemukiman/perumahan, yaitu dengan melayani kecepatan rencana sangat rendah kurang dari 30 km/jam dan dengan lebar jalur lalu lintas minimum 2 x 2,5 meter. B. Jalan Raya Menurut Kelas Jalan Jalan raya di klasifikasikan berdasarkan karakteristik lalu lintas yang lewat, yaitu menurut tingkat kepadatan arus lalu lintas pada waktu-waktu tertentu, serta menurut jenis dan ukuran daya angkut kendaraan, Tingkat kepadatan lalu lintas, Besarnya muatan suatu roda terberat (MST), Kepadatan menurut kapasitas yaitu jumlah kendaraan yang lewat dalam satuan ter tentu melalui satu titik pengamatan. Volume lalu lintas menyatakan jumlah lalu lintas per- hari dalam satu tahun untuk kedua jurusan.untuk ini memerlukan penyelidikan lapangan selama 24 jam selama 1 tahun dan dilaksanakan tiap tahun dengan mencatat setiap jenis kendaraan bermotor dan kendaraan fisik. Jumlah lalu-lintas per-hari dalam satu tahun dinyatakan sebagai lalu- lintas harian rata- rata (disingkat sebagai LHR = Lalu-lintas Harian Rata-rata). Berhubung pada umumnya lalu-lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik), maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maximum yang melewati satu titik / tempat dalam satu satuan waktu) mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu-lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan meng-ekivalenkan terhadap kendaraan standard. 6

7 Jalan raya berdasarkan kelengkapan fasilitasnnya dapat di bedakan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu jalan Exspres way, free way, collector dan local road. Jalan cepat (exspress way) sesungguhnya adalah jalan raya primer atau jalan arteri, akan tetapi pada jalan exspress prioritas jalan diberikan pada kendaraan untuk lalu lintas menerus (bergerak lurus). Pada daerah persimpangan yang arus lalu lintasnnya saling memotong (Crossing) jalan raya utama seharusnnya dilengkapi dengan persimpangan jalan yang tidak sebidang (Flyover). Kecepatan kendaraan rata-rata di perkenankan hingga 100 km/jam, dan disertai dengan pengendalian jalan masuk yang di batasi secara efisien. Pengendalian jalan masuk ini dilakukan secara penuh/ sebagian terhadap pemakai jalan dan penghuni di daerah sekitarnnya. Adapun yang dimaksud dengan jalan bebas hambatan (free way) adalah jalan raya arteri yang memungkinkan kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih dari 100 km/jam. Dengan tanpa mengalami rintagan apapun, baik rintangan yang disebabkan oleh adannya persimpangan jalan, oleh gerakan kendaraan membelok, maupun oleh para penyebrang jalan, dan hambatan-hambatan lain. Selain itu jalan free way ini harus di sertai dengan sistim pengendalian jalan masuk secara penuh. Dengan adanya sistim pengendalian jalan masuk tersebut, maka dapat dihindari terjadinnya gesekan tepi pada perkerasan jalan, sehingga kendaraan dapat bergerak sepanjang waktu dengan kecepatan tinggi, konstan tanpa rintangan. Oleh sebab itu pada jalan bebas hambatan tidak di perkenankan adannya persimpangan atau perpotongan jalan sebidang. Dibandingkan dengan jenis jalan raya lainnya jalan raya bebas hambatan merupakan jalan raya yang memiliki fasilitas tingkat tertinggi, dibangun dengan biaya yang sangat mahal, akan tetapi jalan raya bebas hambatan ini juga memilki beberapa keuntungan atau kelebihan tertentu, antara lain: 1. Dapat mengurangi waktu tempuh, yang disebabkan oleh waktu hilang oleh di tiadakannya beberapa rintangan dalam perjalanan, seperti di tiadakannya penyebrangan jalan, kendaraan dilarang membelok dan di tiadakannya persimpangan jalan sebidang 2. Dapat mengurangi tejadinnya konflik lalu lintas, terutama pada daerah persimpangan jalan dan kecelakaan lalu lintas. 7

8 3. Lebih nyaman dan memenuhi persyaratan keamanan di sepanjang perjalanan, karena di sepanjang jalan dibatasi oleh pagar pemisah dan pejalan kaki ditempatkan diluar daerah milik jalan (DMJ). 4. Bersifat permanen, dengan pengendalian jalan msuk di sepanjang jalan dapat mencegah terjadinnya pertumbuhan sector social ekonomi. Jika dibandingkan dengan tanpa pengendalian jalan masuk, maka pada sepanjang jalan akan terjadi pertumbuhan sector soial ekonomi yang lebih cepat, seperti pembangunan pemukiman disepanjang jalan dan pertumbuhan social budaya. Hal ini akan menimbulkan berbagai aktifitas yang dapat menurunkan kapasitas jalan dan kemungkinan meningkatnnya kecelakaan lalu lintas. 5. Mengurangi biaya oprasi kendaraan, antara lain pengurangan pemakaian bahan bakar dan bahan pelumas, mengurangi kebisingan dan polusi udara serta meningkatnya daya tahan mesin dan perangkat kendaraan lainnya. Perhitungan sudut belok patokan dalam perhitungan sudut belok patokan di gunakan asumsi, bahwa sudut drajat lengkung adalah sama dan sebanding dengan sudut luar tikungan ( ) Rumus yang digunakan 8

9 Penampang Melintang Jalan (Crossection) Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang secara tegak lurus dengan sumbu jalan. Dari potongan melintang jalan dapat dilihat dan diketahui bagianbagian dari jalan, diantaranya : 2.1 Jalur Lalu Lintas Jalur Lalu Lintas (Traveled Way) adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993), termasuk pada simpang, bukaan median, taper (jalur untuk tanjakan - percepatan - perlambatan - belok) Fisik berupa perkerasan, dibatasi oleh median, bahu, trotoar, pulau jalan atau separator. Beberapa tipe jalan, diantaranya: 1. 2/2 TB (2/2 UD) : 2 lajur, 2 jalur, tak terbagi 2. 2/1 TB (2/1 UD) : 2 lajur, 1 jalur, tak terbagi 3. 4/2 B (4/2 D) : 4 lajur, 2 jalur, terbagi 4. n/2 B (n/2 D) : n lajur, 2 jalur, terbagi Adapun lebar jalur untuk jalan antara kota, yang ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur sesuai dengan volume arus lalu lintas harian rencana (VLHR), dikemukakan tabel di bawah ini. 9

10 Tabel Lebar Jalur Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Kota (meter) VLHR Arteri Kolektor Lokal (smp/ja Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum m) < ** > n x 3.5* 2 x 7.0* 2n x 3.5* ** - - Keterangan, **) Mengacu pada persyaratan ideal *) 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.5 m, n: jumlah lajur perjalur. - Tidak ditentukan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 Lebar jalur minimum untuk ruas jalan antar kota adalah 4.5 meter dan untuk ruas jalan perkotaan adalah 4,0 meter, yang maish memungkinkan 2 kendaraan kecil dapat saling berpapasan. Namun bila yang saling berpapasan dua kendaraan besar atau salah satunya kendaraan besar, maka dapat kendaraan-kendaraan tersebut dapat menggunakan bahu jalan. Lebar lajur kendaraan ditentukan berdasarkan pertimbangan beberapa hal sebagai berikut: 1. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapatdiikuti oleh lintasan kendaraan lain dengan tepat. 2. Lajur kendaraan tak mungkin tepat samadengan lebar kendaraan maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi membutuhkan ruang gerak antar kendaraan. 3. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya samping seperti tidak 10

11 ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan dan gaya angin akibat kendaraan lain menyiap. Lajur (Lane) adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993). Lebar lajur tergantung dari kecepatan rencana dan kendaraan rencana, di samping fungsi dan kelas jalan, sebagaimana tabel 2.2. Tabel Lebar Lajur Jalan Ideal Untuk Jalan Antar Kota Fungsi Jalan Kelas Jalan Lebar Lajur Ideal (m) Arteri I, II, IIIA Kolektor IIIA, IIIB 3.00 Lokal IIIC 3.00 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 Jumlah lajur ditetapkan berdasar tingkat kinerja ruas jalan (v-c ratio, MKJI 1994) Untuk kelancaran sistem drainase permukaan jalan, maka lajur lalu lintas pada alinyemen lurus harus diberi kemiringan melintang normal sebesar: a. 2-3 % untuk jalan dengan perkerasan aspal atau beton. b. 4-5 % untuk jalan dengan perkerasan kerikil 11

12 Dalam perencanaan lebar lajur didasarkan atas lebar kendaraan rencana ditambah dengan kebebasan samping antar kendaraan. Kebebasan samping sangat ditentukan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Bina Marga menentukan lebar kendaraan rencana untuk kendaraan kecil 2.10 meter dan 2.60 meter untuk kendaraan rencana besar. Pada jalan lokal yang kecepatan rendah Bina Marga menentukan lebar jalur lalu lintas minimal 4.50 meter (2 x 2.25 meter) cukup memadai untuk jalan 2 lajur 2 arah, dan idealnya adalah 6 meter (2 x 3.00 meter). Untuk jalan arteri yang direncanakan untuk kecepatan tinggi dan volume tinggi lebar lajur kendaraan minimal 3.50 meter. 12

13 A. Volume Lalu Lintas. Volume lalu- lintas menyatakan jumlah lalu- lintas per- hari dalam satu tahun untuk kedua jurusan.untuk ini memerlukan penyelidikan lapangan selama 24 jam selama 1 tahun dan dilaksanakan tiap tahun dengan mencatat setiap jenis kendaraan bermotor dan kendaraan fisik. Jumlah lalu- lintas per- hari dalam satu tahun dinyatakan sebagai lalu- lintas harian rata- rata ( disingkat sebagai LHR = Lalu-lintas Harian Rata-rata ). LHR = Jumlah lalu-lintas dalam 1 tahun Jumlah hari dalam 1 tahun (365 hari) Berhubung pada umumnya lalu-lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan dan kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik), maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan (jumlah kendaraan maximum yang melewati satu titik / tempat dalam satu satuan waktu) mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu-lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan meng-okivalenkan terhadap kendaraan standard. Faktor ekivalen (FE) yang digunakan untuk menilai setiap kendaraan terhadap kendaraan standard didasarkan pada penelitian AASHO (American Association Stato Higway Officials) dengan menggunakan kendaraan penumpang sebagai kendaraan standard yang dinyatakan dengan faktor ekivalen = ( Fx E = 1). Maka dengan demikian satuan LHR dengan satuan mobil penumpang (smp) atau passanger car unit (PCU). Faktor Ekivalen berdasarkan penelitian AASTHO : a. Sepeda FE = 0,5 b. Mobil penumpang / sepeda motor FE = 1 c. Truk ringan (berat kotor < 5 ton) FE = 2 d. Truk sedang (berat kotor > 5 ton) FE = 2,5 e. Truk berat (berat kotor < 10 ton) FE= 3 f. Bus FE = 3 g. Kendaraan tak bermotor (kendaraan fisik seperti gerobak) FE = 7 13

14 Seperti telah di katakan sebelumnya, bahwa untuk ini harus diketahui jumlah lalu lintas per hari dalam satu tahun serta arah dan tujuan lalu lintas, sehingga perlu penyelidikan lapangan terhadap setiap jenis kendaraan untuk mendapatkan data LHR. Data LHR sudah cukup memuaskan untuk perencanaan jalan dengan arah lalu lintas rendah, akan tetapi tidak menggambarkan secara memuaskan untuk lalu lintas tinggi, disebabkan data LHR untuk perencanaan jalan lalu lintas tinggi ada kelemahannya yaitu, tidak dapat menggambarkan keadaan lalu lintas dalam satu hari secara berturut turut. Dalam hal tersebut diatas, maka untuk perencanaan jalan dengan lalu lintas tinggi perlu di ambil sebesar volume jam per hari yang harganya 10-15% LHR, tergantung dari fungsi jalan. B. Sifat dan Komposisi Lalu Lintas Sifat lalu lintas meliputi lambat dan cepatnya kendaraan yang bersangkutan sedangkan komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya. Dalam penggunaannya hanya dipakai kendaraan bermotor saja yang dibagi dalam kelompok : 1. Kendaraan penumpang (P) termasuk golongan ini semua jenis mobil penumpang dan truk ringan seperti pick-up dengan ukuran sifat operasinya sesuai dengan mobil penumpang. 2. Kendaraan truk (T), termasuk golongan ini adalah truc tunggal, truk gandengan (berat kotor > 3,5 ton) dan kendaraan bis. 3. Volume Lalu-lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/ hari. 4. Satuan Mobil Penumpang (smp) 5. Satuan arus lalu-lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaran ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan emp 6. Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) 7. Faktor konversi berbagai jenis kendaran dibandingkan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya pada perilaku lalulintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya, emp = 1,0) 14

15 8. Faktor (f). Faktor F adalah variasi tingkat lalu-lintas per 15 menit dalam satu jam. 9. Faktor VLHR (K) Faktor untuk mengubah volume yang dinyatakan dalam VLHR menjadi lalu-lintas jam sibuk. 10. Volume Jam Rencana (VJR) VJR adalah prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu-lintas, dinyatakan dalam smp/ jam, dihitung dengan rumus : VJR = VLHR x K F VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu-lintas lainnya yang diperlukan. 11. Kapasitas ( C ) Volume lalu-lintas maksimum (mantap) yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu-lintas dsb). 12. Derajat kejenuhan (DS). Rasio volume lalu-lintas terhadap kapasitas C. Kecepatan Rencana Lalu Lintas Vr, adalah kecepatan rencana pada suatub ruas jalan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan- kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu-lintas yang lenggang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. Vr untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan sebagai berikut : FUNGSI JALAN Arteri Kolektor Lokal KECEPATAN RENCANA V R ( Km/Jam) DATAR BUKIT GUNUNG

16 Catatan : Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari D. Bahu Jalan Bahu Jalan (Shoulder) adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas. Bentuk fisik bahu jalan diperkeras dan tidak diperkeras. Sedangkan fungsi bahu jalan, meliputi: a) Sebagai lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara dan atau untuk tempat parkir kendaraan. b) Sebagai ruang bebas samping bagi lalu lintas. c) Sebagai penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas. d) Secara konstruksi, memberikan dukungan dari samping pada konstruksi jalur lalu lintas e) Ruang untuk berhenti sementara kendaraan yang mogok atau sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk istirahat. f) Ruang untuk menghindar pada saat-saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan. g) Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan. h) Ruang yang bisa dimanfaatkan untuk penempatan alat-alat dan bahan material pada waktu pengadaan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan. i) Ruang untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulan pemadam kebakaran, yang sangat dibutuhkan pada kondisi darurat. Untuk kelancaran sistem drainase, maka pada bahu jalan diberi kemiringan melintang normal sebesar 3-5 %. Adapun lebar bahu jalan ideal dan minimum dikemukakan pada tabel 2.3 untuk jalan antar kota dan tabel 2.4 & tabel 2.5 untuk jalan perkotaan. 16

17 Tabel Lebar Bahu Jalan Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Kota (meter) VLHR Arteri Kolektor Lokal (smp/jam) Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum < ** > ** - - Keterangan, **) Mengacu pada persyaratan ideal - Tidak ditentukan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 Tabel Lebar Minimum Bahu kiri/luar Untuk Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Lebar bahu kiri/luar (m) Tidak Ada Trotoar Ada Sta Pengecualian Lebar yang Trotoar Mini Min diinginkan m Tipe I Tipe II Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) 17

18 Tabel Lebar Minimum Bahu Sebelah Kanan/Dalam Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Lebar bahu Kanan/Dalam (m) Tipe I Tipe II Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) Bahu jalan tidak diperlukan bila jalur lalu lintas telah dilengkapi dengan median, jalur pemisah (separator) atau jalur parkir. Jenis bahu jalan berdasarkan tipe konstruksinya, bahu jalan dapat dibedakan menjadi : a) Bahu jalan yang diperkeras, yaitu bahu jalan yang dibuat dengan mempergunakan bahan pengikat sehingga lebih kedap air. Bahu jenis ini digunakan jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut besar jumlahnya. Seperti jalan tol, disepanjang jalan arteri yang melintasi kota dan tikungan-tikungan jalan. b) Bahu jalan yang tidak diperkeras, yaitu bahu jalan yang dibuat dibuat dengan bahan perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Bahu jalan yang tidak diperkeras biasanya digunakan untuk daerah- daerah yang tidak penting, dimana kendaraan yang berhenti dan menggunakan bahu jalan tidak begitu banyak. Dilihat dari letak bahu terhadap arah lalu lintas, maka bahu jalan dapat dibedakan atas : a) Bahu kiri/bahu luar (left shoulder/outer shoulder), yaitu bahu jalan yang terletak di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas b) Bahu kanan/bahu dalam (right shoulder/inner shoulder), yaitu bahu yang terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas. 18

19 Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh : a) Fungsi Jalan Jalan Arteri direncanakan untuk kecepatan yang lebih tinggi dari pada jalan lokal, dengan demikian jalan arteri membutuhkan kekebasan samping, keamanan dan kenyamanan yang lebih besar, hal ini menuntut lebar bahu yang lebih besar juga. b) Volume lalu lintas Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar bahu yang lebih besar dibanding dengan volume lalu lintas yang lebih rendah. c) Kegiatan disekitar jalan Jalan yang melintasi daerah perkotaan, pasar, sekolah, membutuhkan lebar bahu yang lebih besar dari pada jalan yang melintasi daerah rural, karena bahu jalan tersebut akan dipergunakan pula sebagai tempat parkir dan pejalan kaki. d) Ada atau tidaknya trotoar e) Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah dan biaya konstruksi. Lereng Melintang Bahu Jalan a) Lereng melintang bahu jalan berfungsi untuk mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya dan meneruskan pengaliran air yang jatuh diatas perkerasan jalan. Kemiringan bahu jalan yang tidak baik dan tidak bisa mengalirkan air hujan dari perkerasan dan yang jatuh diatasnya, akan mengakibatkan air tergenang dipermukaan jalan, hal ini akan mengakibatkan penurunan masa layan dari jalan tesebut. Air yang tergenang di atas permukaan jalan secara konstruksi akan mempercepat terjadinya kerusakan konstruksi jalan. b) Pada daerah tikungan tajam, kemiringan melintang jalur perkerasan juga ditentukan dari kebutuhan akan keseimbangan gaya akibat gaya sentrifugal yang bekerja. Besar dan arah kemiringan melintang bahu jalan juga disesuaikan demi keamanan pengemudi dan fungsi drainase itu sendiri. 19

20 E. Saluran Samping Fungsi saluran samping adalah untuk mengalirkan air (hujan-utamanya) dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bahu jalan, dan juga untuk menjaga agar konstruksi (perkerasan) jalan selalu pada keadaan kondisi kering (tidak terendam air hujan) Bentuk saluran samping umumnya trapesium dan empat persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar. Sedangkan didaerah rural dimana pembebasan lahan bukan menjadi masalah, saluran samping umumnya berbentuk trapesium. Dinding saluran dapat berupa pasangan batu ataupun tanah asli. Sedangkan dimensi saluran, hendaknya diestimasikan dengan metode saluran ekonomis, yang didesain sesuai dengan debit air yang diperkirakan mengalir. Kelandaian memanjang saluran biasanya mengikuti/menyesuaikan kelandaian jalan; 20

21 dan bila terlalu besar (terjal) bisa didesain dengan metode terasiring - boleh tidak mengikuti kelandaian jalannya. Penampang saluran samping jalan tanpa pasangan. Ketentuan-ketentuan untuk menentukan dimensi saluran samping tanpa pasangan : a. Luas minimum penampang saluran samping tanpa pasangan adalah 0,50 m2. b. Tinggi minimum saluran (T) adalah 50 cm. Tabel Tinggi Saluran Samping jalan tanpa pasangan (T) (Dengan lebar dasar saluran (D) 50 cm) L=100m L=200m L=300 m L=400m T (%) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm) (Kemiringan (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) Saluran) (5000) (6600) (8400) (10400) (5000) (6600) (6600) (8400) (5000) (5000) (5000) (6600) (5000) (5000) (5000) (5000) L = PANJANG SALURAN 21

22 Penampang saluran samping jalan dengan pasangan. Ketentuan-ketentuan umum untuk menentukan dimensi saluran jalan dengan pasangan: a. Luas minimum penampang saluran samping dengan pasangan adalah 0.50 m 2. b. Tinggi minimal saluran (T) adalah 70 cm. Tabel Tinggi saluran samping jalan dengan pasangan tegak (T) (Dengan lebar dasar saluran (D) 70 cm) L=100m L=200 m L=300 m L=400m I(%) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm) Tinggi(cm) (Kemiringan (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) (Luas Cm 2 ) Saluran) (4900) (5600) (6800) (7000) (4900) (4900) (5600) (6300) (4900) (4900) (4900) (5600) (4900) (4900) (4900) (4900) L = PANJANG SALURAN 22

23 F. Talud - Kemiringan Lereng Konstruksi berupa timbunan tanah (ditutupi rumput), tembok penahan tanah, bronjong, lereng bertingkat. Talud terbentuk dari tanah hendaknya dibuat dengan kemiringan 2H : 1V, tetapi untuk tanah berpotensi dan mudah longsor, sebaiknya disesuaikan dengan landai yang aman atau diestimasi menurut stabilitas lereng. Untuk memperkuat talud pada tanah yang kurang stabil biasanya dibangun boronjong, tembok penahan tanah, lereng bertingkat atau perkuatan dengan tanaman/rumput. G. Median Median adalah jalur yang terletak ditengah jalan untuk membagi jalan dalam masing-masing arah. Secara garis besar median berfungsi sebagai: a) Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraan pada saat-saat darurat. b) Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/mengurangi kesilauan lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah pada malam hari. c) Menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan bagi pengemudi. d) Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas. Untuk memenuhi keperluan-keperluan tersebut, maka median jalan serta batasbatasnya harus nyata oleh setiap pengemudi baik disiang hari maupun dimalam hari serta segala cuaca dan keadaan. Lebar median bervariasi antara m. Gambar Median yang direndahkan 23

24 Gambar Median yang ditinggikan Dengan median jumlah kecelakaan lalu lintas menurun secara signifikan, dan dapat diturunkan lagi dengan langkah sebagai berikut: a) Bila lebar median cukup dapat menanam tanaman semak-semak yang bisa meredam kecepatan kendaraan yang lepas kendali serta mengurangi silau cahaya lampu pada malam hari yang datang dari depan. b) Penambahan kerb pada jalan dalam kota untuk mengendalikan kendaraan yang lepas kendali. c) Penghalang silau cahaya lampu pada malam hari. d) Beton pemisah yang tinggi untuk membatasi kendaraan yang lepas kendali masuk ke jalur lawan. H. Trotoar Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dangan jalur lalu lintas yang khusus diperuntukkan untuk dipergunakan oleh para pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kereb. Perlu atau tidaknya disediakan trotoar sangat tergantung pada volume pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut. Lebar trotoar yang dibutuhkan tergantung pada volume pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang diharapkan dan fungsi jalan. Lebar trotoar biasanya berkisar antara m. 24

25 Penempatan trotoar Fasilitas pejalan kaki berupa trotoar ditempatkan di: a) Daerah perkotaan secara umum yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi. b) Jalan yang memiliki rute angkutan umum yang tetap. c) Daerah yang memiliki aktivitas kontinyu yang tinggi, seperti misalnya jalan-jalan dipasar dan pusat perkotaaan. d) Lokasi yang memiliki kebutuhan/permintaan yang tinggi dengan periode yang pendek, seperti misalnya stasiun-stasiun bis dan kereta api, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga. e) Lokasi yang mempunyai permintaan yang tinggi untuk hari-hari tertentu, misalnya lapangan/gelanggang olahraga, masjid. I. Kereb Kereb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu jalan, terutama dimaksudkan untuk keperluan drainase, mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan dan memberikan ketegasan tepi perkerasan. Kereb pada umumnya digunakan pada jalan di daerah perkotaan, sedangkan jalan antar kota kereb hanya digunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk kecepatan tinggi atau melintasi perkampungan. Bagian-bagian dari kereb yang merupakan parameter penting dan banyak diatur dalam standar ini terdiri atas alas, dinding dalam, muka, penyambung, dan parit. Perbedaan tipe kereb didasarkan pada tinggi dan perbedaan tinggi dinding dalam, kelandaian muka, tingkat halangan yang mungkin ditimbulkan oleh komponen vertikal, dan ada tidaknya lubang masuk (inlet) untuk mengalirkan air. 25

26 Gambar Komponen Kereb Berdasarkan fungsinya kereb dibedakan menjadi : a) Kereb peninggi (Mountable Curb), adalah kereb yang direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas (Parking on Street). Untuk kemudahan didaki kendaraan maka kereb peninggi harus mempunyai bentuk lengkung permukaan yang baik. Tingginya berkisar antara cm. b) Kereb penghalang (Barrier Curb), adalah kereb yang direncanakan untuk menghalangi atau mencegah kendaraan meninggalkan jalur lalu lintas, terutama dimedian, trotoar, pada jalan-jalan tanpa pagar pengaman. Tingginya berkisar antara cm. c) Kereb berparit (Gutter Curb), adalah kereb yang direncanakan untuk membentuk system drainase perkerasan jalan. Kereb ini dianjurkan untuk jalan yang memerlukan system drainase perkerasan yang lebih baik. Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar perkerasan, sedangkan pada tikungan diletakkan pada tepi dalam. Tingginya berkisar antara cm. d) Kereb penghalang berparit (Barrier gutter Curb), adalah kereb penghalang yang direncanakan untuk membentuk system drainase perkerasan jalan. Tingginya berkisar antara cm. 26

27 Gambar Macam-macam Kereb Struktur kereb adalah sebagai berikut: 1. Kereb dibuat dari beton dengan mutu fc=300 MPa (sebelumnya disebut beton K300); ketentuan dan standar yang berlaku untuk perencanaan, pemeriksaan, dan evaluasi beton dengan mutu fc=300 MPa berlaku untuk spesifikasi ini; 2. Ukuran butir agregat maksimum 20 mm; 3. Kereb dibuat tanpa penulangan, seluruh ketentuan yang berlaku untuk persyaratan struktur tanpa tulangan berlaku untuk spesifikasi ini; 4. Kereb tidak boleh dicor di tempat, kecuali untuk kereb yang dipasang pada suatu tepian jalan membentuk kurva dengan diameter < 2000 mm. Konfigurasi kereb bersangkutan dengan tipe, bentuk, dan dimensi kereb harus diatur secara optimum, sehingga rangkaian kereb dapat berfungsi: 1. Sebagai pembatas tepian badan jalan agar dapat memudahkan pengemudi untuk mengidentifikasi jalur lalu lintas. 2. Sebagai pembatas dan fasilitas pejalan kaki untuk melindungi agar perjalan kaki tidak tertabrak oleh kendaraan yang mengalami lepas kendali. 3. Sebagai bagian dari sistem drainase untuk mengalirkan air permukaan sehingga perkerasan jalan terbebas dari genangan. 4. Sebagai elemen estetika dari jalan sehingga harmonis dengan lingkungan disekitarnya. 27

28 J. Pengaman Tepi Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika terjadi kecelakaan, dapat mecegah kedaraan keluar dari badan jalan. Umumnya digunakan di sepanjang jalan yang menyusuri jurang, tanah timbunan dengan tikungan tajam, pada tepi-tepi jalan dengan timbunan lebih besar dari 2,5 m, dan pada jalan-jalan dengan kecepatan tinggi. Jenis -jenis pengaman tepi : a) Pengaman tepi dari besi yang digalvanisir (guard rail). b) Pagar pengaman dari besi dipergunakan untuk tujuan melawan tumbukan (impact) dari kendaraan dan mengembalikan kendaraan ke arah dalam sehingga kendaraan tetap bergerak dengan kecepatan yang makin melambat sepanjang pagar pengaman dan diharapkan kendaraan tidak dengan tiba-tiba berhenti atau berguling keluar badan jalan. c) Pengaman tepi dari beton (parapet) Pengaman tepi dari beton dianjurkan untuk dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana diatas 80 km/jam. d) Pengaman tepi dari tanah timbun Pengaman tepi dari tanah timbun digunakan untuk kecepatan rencana < 80 km/jam. e) Pengaman tepi dari batu kali Tipe ini dikaitkan dengan kemudahan mendapatkan bahan dan keindahan (nilai estetika) dan digunakan pada jalan dengan kecepatan rencana < 60 km/jam. f) Pengaman tepi dari balok kayu Tipe ini dipergunakan pada jalan dengan kecepatan rencana dibawah 40 km/jam dan pada daerah parkir. 28

29 Gambar Macam-macam Pengaman Tepi K. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Daerah Manfaat Jalan dibatasi oleh : a) Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan b) Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan,dan c) Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan L. Daerah Milik Jalan ( DAMIJA ) Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan. Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi yang dikuasai oleh Pembina jalan dengan suatu hak tertentu. Biasanya pada jarak tiap 1 Km dipasang patok DMJ berwarna kuning. Damija dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan ketinggian 5 meter dan kedalaman 1.5 meter. 29

30 Sejalur tanah tertentu diluar Damaja tetapi termasuk dalam daerah Damija dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan pengguna jalan dan untuk pengamanan jalan. M. Daerah Pengawasan Jalan Daerah pengawasan jalan adalah daerah sejalur tertentu yang terletak diluar Daerah Milik Jalan, yang penggunaannya diawasi oleh Pembina Jalan, dengan maksud agar tidak mengganggu padangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan, dalam hal ini tidak cukup luasnya Daerah Milik Jalan. Menurut Tata cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK), 1997, lebar Daerah Pengawasan Jalan, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut : a) Jalan arteri minimum 20 meter. b) Jalan Kolektor minimum 15 meter. c) Jalan Lokal minimum 10 meter. d) Sedangkan untuk daerah tikungan lebar Dawasja ditentukan oleh jarak pandang bebas, hal ini dimaksudkan untuk keselamatan pemakai jalan 30

31 Tabel Lebar minimum bagian-bagian jalan untuk masing-masing hirarki jalan perumahan Gambar penampang melintang dari jalan perumahan 31

32 Keterangan : a. Perkerasan b. Lajur maksimum 3,5 meter c. Bahu min 1 meter d. Saluran Drainase 1 meter e. Jalur hijau 1 meter f. Jalur pejalan kaki 1.5 meter g. Sempadan bangunan minimum 10.5 meter h. Damaja i. Damija j. Dawasja k. Damaja > 5 meter di atas sumbu jalan l. Damaja > 1.5 meter di bawah sumbu jalan m Infrastruktur lain (kabel, saluran air kotor dsb) N. Sistem Drainase Tipe sistem drainase ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan saluran drainase dalam fungsinya sebagai sarana dalam penyaluran air hujan yang jatuh di dalam kawasan permukiman. Sistem drainase permukaan pada konstruksi jalan raya pada umumnya berfungsi sebagai berikut: a) Mengalirkan air hujan/air secepat mungkin keluar dari permukaan jalan dan selanjutnya dialirkan lewat saluran samping; menuju saluran pembuang akhir. b) Mencegah aliran air yang berasal dari daerah pengaliran disekitar jalan masuk ke daerah perkerasan jalan. c) Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air. Tipe sistem drainase, dimensi, fungsi dan penempatannya dapat dilihat pada tabel. 32

33 Tabel Sistem drainase permukiman hubungannya dengan fungsi dan penempatannya Catatan : Definisi Tidak Terpadu : Saluran drainase yang mengikuti sistem jaringan jalan dan berfungsi sebagai saluran yang menyalurkan air hujan yang jatuh di DAMAJA, bukan sebagai saluran primer drainase permukiman. Definisi Terpadu : Saluran drainase yang mengikuti sistem jaringan jalan dan berfungsi sebagai saluran yang menyalurkan air hujan yang jatuh di DAMAJA dan yang jatuh di seluruh kawasan permukiman. Gambar Tipikal Drainase Terbuka Gambar Tipikal Drainase Tertutup Keterangan: a. Perkerasan jalan b. Bahu jalan c. Saluran drainase. 33

34 Tabel Fasilitas pendukung, perlengkapan jalan, angkutan umum dan klasifikasi jalan Catatan : a. Rambu dapat berupa : rambu peringatan, rambu larangan, rambu perintah, rambu petunjuk. b. Marka jalan terdiri dari : marka membujur, marka melintang, marka serong, marka lambang, marka lainnya. c. Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan: - Pengendali : alat pembatas kecepatan, alat pembatas tinggi dan lebar kendaraan - Pengaman : pagar pengamanan, cermin tikungan, delineator, pulau lalu lintas, pita penggaduh d. Fasilitas pendukung: - fasilitas pejalan kaki - parkir pada badan jalan - halte - tempat istirahat pejalan kaki - penerangan jalan 34

35 BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Jalan adalah serangkaian simpul atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu lintas hingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Ditetapkannya klasifikasi dan spesifikasi jalan raya untuk memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas. Klasifikasi dan spesifikasi jalan raya dapat dibedakan menurut fungsi pelayanannya, menurut kelas jalan, menurut keadaan topografi, penggolongan layanan administrasi dan menurut jenis-jenis jalan raya. Klasifikasi dan spesifikasi tersebut sangat berguna dan dapat memberikan kejelasan mengenai tingkat kepadatan lalu lintas yang perlu dilayani oleh setiap bagian-bagian jalan. Penampang melintang jalan merupakan potongan melintang secara tegak lurus dengan sumbu jalan. Dari potongan melintang jalan dapat dilihat dan diketahui bagianbagian dari jalan, diantaranya : a. Jalur Lalu Lintas b. Bahu Jalan c. Saluran Samping d. Talud e. Median f. Trotoar g. Pengaman Tepi h. Daerah Manfaat Jalan i. Daerah Milik Jalan j. Daerah Pengawasan Jalan k. Sistem Drainase 35

36 2. Saran Perencanaa jalan raya hendaknya selalu memenuhi syarat teknis perencanaan jalan raya. Karena kemanan untuk kendaraan dan kenyamanan penumpang sangatlah penting. Jalan raya sebagai sarana pembangunan dan pembantu pengembang wilayah adalah penting sekali maka dari itu lalu lintas diatas jalan raya harus terselenggara secara lancar dan aman sehingga pengangkutan berjalan dengan cepat, aman, tepat, efisien, dan ekonomis. Untuk itu jalan raya harus memenuhi syarat-syarat teknis dan ekonomis menurut fungsinya dan volume serta sifat lalu lintas. 36

37 DAFTAR PUSTAKA Agus, Supratman Geometrik Jalan Raya. Teknik Sipil FPTK UPI. Sugondo, Soetrisno Bahan Kuliah Perencanaan Geometri Jalan, Pasca Sarjana Jalan Raya PUTL-ITB. Hendryanto, Notosoegondo (November, 2007): "Standar Jalan dan Jembatan untuk Keselamatan Transportasi Darat". Makalah disajikan pada Konferensi Nasional Badan Standarisasi Nasional, BSN, di Jakarta. Iskandar, Hikmat. Klasifikasi Jalan Sesuai Regulasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan Dan Jembatan Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum. Dalimin, Pelaksanaan Pembangunan Jalan. Lestari Sukirman, Silvia Diktat Kuliah Jurusan Teknik Sipil UKM dan Itenas, Perencanaan Geometri. Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 1993 (PP 43/1993), tentang Prasarana dan Lalu- lintas Jalan Peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 (PP 34/2006), tentang Jalan. 37

38 Peraturan Menteri Perhubungan nomor 14 tahun 2006 (Permenhub 14/2006), tentang Manajemen dan Reakayasa Lalu-lintas di Jalan. Rancangan Undang undang tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan (10 Oktober 2006), diterbitkan melalui Web-Site Departemen Perhubungan (RUU LLAJ/2006). Undang undang nomor 14 tahun 1992 (UU 14/1992), tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. Undang undang nomor 38 tahun 2004 (UU 38/2004), tentang Jalan. Undang- Undang nomor 13 tahun 1980, tentang Jalan. Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Direktorat Jenderal Bina Marga (1997): "Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan antar Kota". Diterbitkan oleh Dit.Jen Bina Marga, di Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga (1997): "Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)". Diterbitkan oleh Dit.Jen Bina Marga, di Jakarta. American Association of State Highways & Transportation Officials (AASHTO, 2001): "A policy on geometric design of highways and streets". Publisher by AASHTO, Washington DC. 38

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan suatu jalan tegak lurus pada as jalannya yang menggambarkan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan yang bersangkutan pada arah

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik Jalan

Perencanaan Geometrik Jalan MODUL PERKULIAHAN Perencanaan Geometrik Jalan Pengantar Perencanaan Geometrik Jalan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK 02 Disusun Oleh Reni Karno Kinasih, S.T., M.T Abstract

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Outline Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000 Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Gambar Situasi Skala 1:1000 Penentuan Trace Jalan Penentuan Koordinat PI & PV Perencanaan Alinyemen Vertikal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

Lebih terperinci

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan Standar Nasional Indonesia Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan ICS 93.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar Isi... Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 JALAN Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Menurut Kamala (1993), transportasi merupakan fasilitas yang sangat penting dalam pergerakan manusia dan barang. Jalan sebagai prasarana transportasi darat memiliki

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Adanya pasaran suatu produk dan penanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Ruas jalan Menurut Suwardi (2010) dalam Gea dan Harianto (2011) kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelompokan Jalan Menurut Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan, ditinjau dari peruntukannya jalan dibedakan menjadi : a. Jalan khusus b. Jalan Umum 2.1.1. Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

Spesifikasi kereb beton untuk jalan Standar Nasional Indonesia Spesifikasi kereb beton untuk jalan ICS 91.100.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii Pendahuluan...iv 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan

BAB 1 PENDAHULUAN Tahapan Perencanaan Teknik Jalan BAB 1 PENDAHULUAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap jalan, dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Operasional dan Perencanaan Jalan Luar Kota Analisis operasional merupakan analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu-lintas sekarang atau yang diperkirakan

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan yang akan dibicarakan dalam bab ini, seperti kendaraan rencana, kecepatan rencana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Karakteristik jalan 2.1.1.Tipe Jalan Bebagai tipe jalan akan menunjukan kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, tipe jalan ditunjukan dengan potongan melintang

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 2009 dan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Istilah Jalan 1. Jalan Luar Kota Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan merupakan semua bagian dari jalur gerak (termasuk perkerasan),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Simpang Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), simpang adalah tempat berbelok atau bercabang dari yang lurus. Persimpangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA Awal mulanya jalan hanya berupa jejak manusia dalam menjalani kehidupannya dan berinteraksi dengan manusia lain (jalan setapak). Baru setelah manusia menggunakan

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang, BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Kendaraan Rencana Menurut Dirjen Bina Marga (1997), kendaraan rencana adalah yang dimensi dan radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan geometric jalan. Kendaraan

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Tata Cara Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Di Kawasan Perkotaan NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari : a) Trotoar b) Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass;

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Underpass Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu terutama bagian dari jalan atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(www.thefreedictionary.com/underpass; 2014). Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jalan Luar Kota Pengertian jalan luar kota menurut Manual Kapasitas jalan Indonesia (MKJI) 1997, merupakan segmen tanpa perkembangan yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi geometri teluk bus Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010). BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Gambaran Umum U-Turn Secara harfiah gerakan u-turn adalah suatu putaran di dalam suatu sarana (angkut/kendaraan) yang dilaksanakan dengan cara mengemudi setengah lingkaran

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antar jalan dan perpotongan lintasan kendaraan. Lalulintas pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antar jalan dan perpotongan lintasan kendaraan. Lalulintas pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persimpangan Jalan Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan yang merupakan pertemuan antar jalan dan perpotongan lintasan kendaraan. Lalulintas pada masing-masing kaki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi jalan Jalan umum dapat dikelompokkan dalam klasifikasi menurut sistem, fungsi, status, dan kelas (UU No.22 Tahun 2009) : 1. Berdasarkan Sistem sistem jaringan jalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas antar suatu daerah dengan daerah lainnya, baik itu barang maupun manusia. Seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN RSNI Standar Nasional Indonesia RSNI-T-XX-2008 Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol 2008 ICS Badan Standarisasi Nasional BSN Prakata Standar geometrik jalan bebas hambatan untuk jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, segmen jalan perkotaan/semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ. pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundang undangan dibidang LLAJ Undang undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu pasal 3 yang berisi: Transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisa pengamatan di lapangan, studi referensi, perhitungan dan juga hasil evaluasi mengenai KINERJA RUAS JALAN RAYA CIBIRU JALAN RAYA CINUNUK PADA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2 Definisi Jalan Pasal 4 no. 38 Tahun 2004 tentang jalan, memberikan definisi mengenai jalan yaitu prasarana transportasi darat meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahapan Perencanaan Jalan Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam perencanaan jalan pada prinsipnya supaya suatu jalan memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Dan Fungsi Ruas Jalan Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya atau daerah milik Jalan (right of way). Pengertian Jalan meliputi badan

Lebih terperinci

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN Supriyanto Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam Kalau kita berjalan kaki di suatu kawasan atau daerah, kita mempunyai tempat untuk mengekspresikan diri ( yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Jalan raya adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN Jenis kendaraan berdasarkan fungsinya sebagai alat angkutan : 1. Angkutan pribadi Kendaraan untuk mengangkut individu pemilik kendaraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Motto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xvi DAFTAR NOTASI

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2)

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN BATAS KABUPATEN TAPANULI UTARA SIPIROK (SECTION 2) LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu diperlukan alat-alat angkut, dan

Lebih terperinci

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

tertentu diluar ruang manfaat jalan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Karateristik Jalan Luar Kota 2.1.1 Pengertian Jalan Definisi jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap,

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI V.1 TINJAUAN UMUM Dalam Bab ini, akan dievaluasi tanah dasar, lalu lintas, struktur perkerasan, dan bangunan pelengkap yang ada di sepanjang ruas jalan Semarang-Godong. Hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Perkotaan Jalan perkotaan adalah jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan menerus di sepanjang atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Jaringan Jalan Berdasarkan Undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK U. Winda Dwi Septia 1) Abstrak Jalan-jalan yang ada di Kota Pontianak merupakan salah satu sarana perhubungan bagi distribusi arus lalu lintas, baik angkutan

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3. INTISARI Kapasitas daya dukung jalan sangat penting dalam mendesain suatu ruas jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kemacetan lalu lintas Kemacetan adalah keadaan dimana pada saat tertentu kendaraan yang sedang berjalan melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabel Analisis Variabel yang digunakan dalam analisis kinerja Ruas Jalan Otto Iskandardiata Kota Bandung akibat pertumbuhan lalu lintas selama 10 tahun mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Lalu Lintas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Klasifikasi Fungsi Jalan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perencanaan dan perancangan secara umum adalah kegiatan awal dari rangkaian fungsi manajemen. Inti dari sebuah perencanaan dan perancangan adalah penyatuan pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah

Lebih terperinci

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I

EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER. Jalan Karangmenjangan Jalan Raya BAB I EVALUASI KORIDOR JALAN KARANGMENJANGAN JALAN RAYA NGINDEN SEBAGAI JALAN ARTERI SEKUNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan Karangmenjangan Jalan Raya Nginden jika dilihat berdasarkan Dinas PU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan : BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Jalur Lalu Lintas 3.1.1 Komposisi Jalur Lalu Lintas Jalur lalu lintas pada jalan tipe I dan tipe II kecuali jalan tipe II dan IV terdiri dari jalur-jalur; jalur belok, jalur

Lebih terperinci

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis/Operasional Jalan Luar Kot? Analisis operasional merupakan penentuan kinerja segmen jalan atau analisis pelayanan suatu segmen jalan akibat kebutuhan lalu lintas sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rambu yield

Gambar 2.1 Rambu yield BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaturan Simpang Tak Bersinyal Secara lebih rinci, pengaturan simpang tak bersinyal dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Aturan Prioritas Ketentuan dari aturan lalu lintas

Lebih terperinci

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN 1.1. Lingkup dan Tujuan 1. PENDAHULUAN 1.1.1. Definisi segmen jalan perkotaan : Mempunyai pengembangan secara permanen dan menerus minimum

Lebih terperinci

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus

Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Sesuai Peruntukannya Jalan Umum Jalan Khusus Jalan umum dikelompokan berdasarkan (ada 5) Sistem: Jaringan Jalan Primer; Jaringan Jalan Sekunder Status: Nasional; Provinsi; Kabupaten/kota; Jalan desa Fungsi:

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN KAJIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA JALAN GAJAH MADA KABUPATEN JEMBER. Oleh : Ir. Noor Salim, M.Eng

LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN KAJIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA JALAN GAJAH MADA KABUPATEN JEMBER. Oleh : Ir. Noor Salim, M.Eng LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN KAJIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA JALAN GAJAH MADA KABUPATEN JEMBER Oleh : Ir. Noor Salim, M.Eng RINGKASAN Jalan Gajah Mada merupakan jalan arteri skunder yang merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Kinerja Lalu Lintas Jalan Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait

Lebih terperinci