FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN RSI. SITI RAHMAH PADANG TAHUN Skripsi
|
|
- Susanti Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN RSI. SITI RAHMAH PADANG TAHUN 2017 Skripsi Diajukan sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan DIV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Oleh : FATMAWATI NIM PRODI DIV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN
2 PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 Oleh : Fatmawati NIM Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing Skripsi Program Studi DIV Kebidanan Padang Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan telah siap untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Padang, November 2017 Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II ( Elda Yusefni, S.ST, M. Keb ) NIP ( Elsyie Yuniarti, SKM, MM ) NIP Ka. Program Studi DIV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang ( Elda Yusefni, S.ST, M.Keb ) NIP
3 PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI Skripsi Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 Oleh : Fatmawati NIM Skripsi ini telah diuji dan di pertahankan di depan penguji ujian skripsi Penelitian Program Studi DIV Kebidanan Padang Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan telah Dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Padang, Mei 2017 Tim Penguji Pembimbing I Pembimbing II ( Elda Yusefni, S.ST, M. Keb ) ( Elsyie Yuniarti, SKM, MM ) Anggota Penguji I, Anggota Penguji II, Anggota Penguji III Widdefrita, S.SiT, M.KM Mardiani Bebasari, S.SiT, M.Keb Dewi Susanti, S.SiT, M.Keb
4 PROGRAM STUD DIV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG Skripsi, November 2017 Fatmawati Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 vi + 56 Halaman + 10 Tabel + 3 Gambar + 9 Lampiran ABSTRAK Data RSI. Siti Rahmah Padang pada tahun 2016, dari 290 bayi yang dirawat terdapat 95 orang (32,76%) yang mengalami ikterus neonatorum. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Jenis penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional yang telah dilakukan di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dari bulan April sampai November Populasi semua neonatus yang ada di Ruang Rawatan Kebidanan sebanyak 63 orang dengan teknik sampel adalah acidental sampling. Pengumpulan data menggunakan daftar tilik, observasi, rekam medis dan wawancara. Kemudian data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi-square. Hasil penelitian didapatkan 39,7% neonatus mengalami ikterus neonatorum. Sebesar 36,5% ibu dengan usia kehamilan preterm. Sebesar 38,1% berat badan lahir bayi yang tidak normal. Sebesar 36,5% ibu kurang baik dalam memberikan ASI pada neonatus. Ada hubungan usia kehamilan ibu (p = 0,000), berat badan lahir bayi (p = 0,000) dan frekuensi pemberian ASI (p = 0,000) dengan kejadian ikterus neonatorum. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan usia kehamilan ibu, berat badan lahir bayi dan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum, maka diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang ada di Ruang Rawatan Kebidanan lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam memberikan asuhan kebidanan pada neonatus yang mengalami ikterus dengan menggunakan manajemen kebidanan secara lengkap (komprehensif). Kata Kunci : Ikterus Neonatorum, Usia kehamilan, Berat Badan Lahir Bayi, Frekuensi Pemberian ASI Daftar Pustaka : 32 ( )
5 POLITEKNIK HEALTH KEMENKES PADANG D IV MIDWIFE PROGRAM STUDY MAJORING IN MIDWIFERY Scription, November 2017 Fatmawati Risk Factors Associated with Jaundice Neonatorum in RSI Midwifery Room. Siti Rahmah Padang Year 2017 vi + 56 Pages + 10 Tables + 3 Images + 9 Attachments ABSTRACT RSI data. Siti Rahmah Padang in 2016, from 290 treated babies there were 95 people (32,76%) who had jaundice neonatorum. This study aims to look at risk factors associated with neonatal jaundice in the RSI Midwifery Room. Siti Rahmah Padang in This type of research is analytical with cross sectional design that has been done in RSI Midwifery Room. Siti Rahmah Padang in April - November The population of all neonates in the Midwifery Room as many as 63 people with the sample technique is the total sampling. Data collection using data collection format. Then the data were analyzed univariat and bivariate with chi-square statistic test. The result showed 39,7% neonatus had jaundice of neonatorum. As many as 36.5% of mothers with preterm pregnancy. 38.1% of infant birth weight is not normal. 36.5% of mothers are not good at giving breast milk to neonates. There was a relationship between maternal age (p = 0,000), infant birth weight (p = 0,000) and frequency of breast feeding (p = 0,000) with neonatorum jaundice. The result of this research can be concluded that there is correlation between maternal age, infant birth weight and frequency of breastfeeding with neonatorum jaundice occurrence, hence expected to health officer specially midwife in Midwifery Room to improve service quality especially in giving midwifery care to neonates who experienced jaundice by using complete (comprehensive) midwifery management. Keywords : Jaundice Neonatorum, Age of Pregnancy, Birth Weight Baby, Frequency of Breastfeeding References : 32 ( )
6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT, dimana dengan berkat serta rahmat dan karunia-nya, penulisan skripsi yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017, ini dapat diselesaikan oleh peneliti walaupun menemui kesulitan maupun rintangan. Penyusunan dan penulisan skripsi ini merupakan suatu rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi DIV Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan juga sebagai prasyarat dalam menyelesaikan Pendidikan Diploma IV Kebidanan pada masa akhir pendidikan. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari Ibu Elda Yusefni, S.ST, M. Keb selaku Pembimbing I dan Kepala Program Studi DIV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang serta Ibu Elsyie Yuniarti, SKM, MM selaku pembimbing II yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dan berbagai pihak yang peneliti terima, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis tujuan kepada : 1. Bapak Sunardi, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. 2. Ibu Hj. Erwani, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
7 3. Pimpinan dan beserta staf RSI. Siti Rahmah Padang yang telah memberikan izin dalam pengambilan data untuk penelitian. 4. Dosen beserta staf Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. 5. Teristimewa buat suami, anak dan orang tua yang telah memberikan semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyadari akan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga peneliti merasa masih ada yang belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu peneliti selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini serta peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Padang, November 2017 Peneliti
8 DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... PERNYATAAN PERSETUJUAN... PERNYATAAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii iv v vi BAB I PENDAHULUAN A.... Latar Belakang... 1 B.... Perumusan Masalah... 4 C.... Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 4 D.... Manfaat Penelitian... 5 E... Ruang Lingkup Penelitian... 6 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A.... Ikterus Neonatorum... 7 B.... Faktor Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir C.... Kerangka Teori D.... Kerangka Konsep E... Definisi Operasional F.... Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A.... Jenis dan Desain Penelitian B.... Tempat dan Waktu Penelitian... 34
9 C.... Populasi dan Sampel D.... Jenis dan Teknik Pengumpulan Data E... Teknik Pengolahan Data F.... Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.... Gambaran Umum Tempat Penelitian B.... Hasil Penelitian C.... Pembahasa n BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.... Kesimpula n B.... Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Kadar Bilirubin Berdasarkan Rumus Kramer Tabel 2.2 Penatalaksanaan Hiperbillirubin pada Neoantus Cukup Bulan yang Sehat (American Academy of Pediatrics) Tabel 2.3 Defenisi Operasional Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Kehamilan Ibu di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Frekuensi Pemberian ASI di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.5 Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.6 Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Tabel 4.7 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun
11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Cara Menentukan Bilirubin dengan Rumus Kramer Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun
12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Gant Chart Lampiran B : Surat Izin Penelitian Lampiran C : Surat Balasan Penelitian Lampiran D : Surat Permohonan Kepada Responden Lampiran E : Lembar Persetujuan Responden Lampiran F : Kuesioner Penelitian Lampiran G : Master Tabel Lampiran H : Hasil Analisis Data Lampiran I : Lembaran Konsultasi
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dewasa ini masih diwarnai oleh rawannya derajat kematian ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rawan yaitu ibu hamil, ibu bersalin dan bayi pada masa perinatal (masa antara 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setalah kelahiran). Penyebab utama kematian perinatal pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis, komplikasi berat lahir rendah dan ikterus neonatorum. 1,2 Menurut World Health Organization (WHO), secara global sekitar 6,6 juta bayi meninggal pada tahun 2013, sebagian besar disebabkan oleh ikterus neonatorum. Tahun 2014, 73% kematian neonatal di seluruh dunia terjadi dalam tujuh hari kehidupan, salah satunya penyebabnya adalah adanya produksi bilirubin yang berlebih atau disebut juga dengan ikterus, sedangkan pada tahun 2015 ditemukan jumlah bayi dengan kasus ikterus neonatorum sebesar 79,6%. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. 3 Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir tahun 2013 sebesar 58% untuk kadar bilirubin 5 mg/dl dan 29,3% untuk kadar bilirubin 12 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Rumah
14 Sakit Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin 5 mg/dl dan 23,8% mempunyai kadar bilirubin 13 mg/dl. Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7%. Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30%. Penelitian yang dilakukan oleh Deswita (2014) tentang hubungan pendidikan kesehatan dengan kejadian ikterus di RSUP Dr. M. Djamil Padang, didapatkan 40% bayi mengalami ikterus neonatorum dan 60% bayi yang tidak mengalami ikterus neonatorum. 2,4 Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus yang kurang bulan. 5 Nilai normal bilirubin indirek 0,3-1,1 mg/dl dan bilirubin direk adalah 0,1-0,4 mg/dl. 6 Ikterus timbul akibat metabolisme bilirubin neonatus belum sempurna yaitu masih dalam masa transisi dari masa janin ke masa dewasa. Ikterus patologis timbul dalam 24 jam pertama pasca persalinan, dimana peningkatan dan akumulasi bilirubin indirek > 5 ml/dl/24 jam dan ikterus akan tetap menetap hingga 8 hari atau lebih pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan, ikterus akan tetap ada hingga hari ke-14 atau lebih. 7 Beberapa faktor risiko yang sering terjadi di Asia yaitu jenis kelamin bayi, usia kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan, kejadian asfiksia dan frekuensi pemberian ASI. Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya
15 fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram) mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi dengan berat kurang dair 2500 gram, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna. 8,9 Walaupun ikterus bukan merupakan patologis tetapi perlu juga diwaspadai karena jika kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi dapat merusak sel-sel otak (kernikterus). Kernikterus adalah suatu sindroma neurologis yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin dalam sel-sel otak yang tidak dapat dihancurkan dan dibuang. Dampak yang terjadi dalam jangka pendek bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis seperti: ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat. 10 Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya. 11
16 Berdasarkan data RSI. Siti Rahmah Padang pada tahun 2016, dari 290 bayi yang dirawat terdapat 95 orang (32,76%) yang mengalami ikterus neonatorum. 12 Berdasarkan uraian di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun B. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian adalah apa saja faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Tujuan Khusus a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun b. Diketahui distribusi frekuensi usia kehamilan ibu di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun c. Diketahui distribusi frekuensi berat badan lahir bayi di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.
17 d. Diketahui distribusi frekuensi frekuensi pemberian ASI di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun e. Diketahui hubungan usia kehamilan ibu dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun f. Diketahui hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun g. Diketahui hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah wawasan peneliti tentang ikterus neonatorum pada bayi baru lahir serta sebagai data awal bagi peneliti selanjutnya. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan menambah literatur untuk Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang. 3. Bagi RSI. Siti Rahmah Padang Sebagai data dasar untuk memberikan pelayanan kepada ibu-ibu yang melahirkan terutama pada ibu-ibu melahirkan bayi yang mengalami ikterus neonatorum baik ikterus fisiologis maupun patologis.
18 E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum. Variabel penelitian yaitu variabel independen (usia kehamilan, berat badan bayi dan frekuensi pemberian ASI) dan variabel dependen (ikterus neonatorum). Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain cross sectional. Penelitian telah dilakukan di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang pada bulan April- November Populasi dalam penelitian ini adalah semua neonatus yang ada di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dengan rata-rata per bulan sebanyak 63 orang, dengan menggunakan teknik sampel adalah total sampling. Data dikumpulkan menggunakan format pengumpulan data, kemudian di analisis menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-Square.
19 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Ikterus Neonatorum 1. Pengertian Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus yang kurang bulan. Tetapi dapat juga merupakan hal yang patologis misalnya akibat berlawannya rhesus darah bayi dan ibunya sepsis (infeksi berat) dan penyumbatan saluran empedu. 5 Ikterus merupakan diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit/organ lain akibat penumpukan bilirubin dalam darah yang timbul pada hari 3-5 post partum. Pada bayi baru lahir terbagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3 serta tidak mempunyai dasar patologis atau tidak ada potensi konsentrasi bilirubin. Ikterus patologis adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serumnya bisa menjurus ke arah terjadinya kern-ikterus bila kadar bilirubinnya tidak terkendali atau mencapai hiperbilirubinemia. 13,14 Ikterus adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1 mg/dl dan bilirubin direk adalah 0,1-0,4 mg/dl. 6 7
20 2. Klasifikasi Ikterus a. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke- 10. Penyebab ikterus fisiologis diantaranya kurang protein Y dan Z atau enzim glukoronyl transferose yang belum cukup jumlahnya, sehingga kemampuan hati untuk konjugasi dan ekskresi bilirubin berkurang. Sebagian besar neonatus mengalami peningkatan kadar bilirubin indirek (bilirubin yang sulit larut dalam air, mudah larut dalam lemak, sulit diekskresi, mudah masuk membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak). 15 Ikterus fisiologis juga dapat disebabkan minum yang belum adekuat. Bayi yang puasa panjang atau masukan kalori/cairan yang belum adekuat akan menurunkan kemampuan hati untuk memproses bilirubin. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucuronidose) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan meningkat, kemudian akan diabsorbsi oleh usus. Frekuensi feses yang jarang pada bayi yang minum ASI Kemungkinan disebabkan oleh usus memerlukan waktu lebih panjang untuk mengabsorbsi bilirubin. 15 Ikterus fisiologis terjadi karena : 1) Peningkatan produksi bilirubin karena peningkatan penghancuran eritrosit janin (hemolisis). Hal ini adalah hasil dari pendeknya umur
21 eritrosit janindan massa eritrosit yang lebih tinggi pada neonatus (Kadar Hb neonatus cukup bulan sekitar 16,8 gr/dl). 2) Kapasitas ekskresi yang rendah dari hepar karena konsentrasi rendah dari ligan protein pengikat di hepatosit (rendahnya uptake) dan karena aktivitas yang rendah dari glukuronil transferase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengkonjugasikan bilirubin dengan asam glukuronat sehingga bilirubin menjadi larut dalam air (konjugasi). 3) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih sedikitnya flora normal di usus dan gerakan usus yang tertunda akibat belum ada intake nutrien. Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut : 16 1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir 2) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. 3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari. 4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%. 5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. 6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
22 b. Ikterus patologis Ikterus patologis merupakan keadaan hiperbilirubin karena faktor penyakit atau infeksi. Ikterus neonatorum patologis ini ditandai dengan : 1) Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl. 2) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. 3) Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan. 4) Ikterus yang disertai proses hemolisis. 5) Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari. 6) Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari (cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR. Beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis, yaitu : 1) Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya. 2) Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan lain-lain. 3) Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir. 4) Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain. 5) Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia.
23 6) Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb. 7) Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain. Cara menentukan kadar bilirubin pada neonatus yang mengalami ikterus : 16 Gambar 2.1 Cara Menentukan Bilirubin dengan Rumus Kramer Tabel 2.1 Kadar Bilirubin Berdasarkan Rumus Kramer Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki dibawah tungkai 5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki Berdasarkan klasifikasi ikterus dan rumus Kramer dapat disimpulkan bahwa bayi yang dikatakan ikterik jika terjadi pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir, kadar bilirubin tidak lebih dari 10
24 mg% pada neonatus cukup bulan dan dibandingkan dengan rumus Kramer dimana bayi tersebut sudah mengalami warna kekuningan pada kulit bayi pada daerah 3 dimana luas ikterusnya mulai dari kepala, leher, badan bagian atas sampai badan bagian bawah dan tungkai dan diperkirakan kadar bilirubin pada daerah 3 itu adalah 11 mg%. 3. Etiologi Etiologi dari ikterus yaitu : 13 a. Fisiologis 1) Pemecahan eritrosit 2) Uptake kurang 3) Konjugasi tidak adekuat 4) Aktifnya cirkulus enterohepatiki b. Patologis 1) Hemolise 2) Hepatoseluler 3) Obstruksi intra/extra hepatal 4. Diagnosis Diagnosis dari ikterus adalah : 13 a. Timbul warna kuning b. Nafsu minum mungkin menurun c. Warna tinja akolik (sumbatan saluran empedu) d. Urine kuning tua
25 e. Riwayat ibu hepatitis akut f. Riwayat persalinan g. Laboratorium 5. Tanda dan Gejala Gejala ikterus neonatorum pada bayi baru lahir adalah : 6 a. Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan di mulai dari kepala kemudian turun ke lengan, badan dan akhirnya kaki. b. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga dibawah lutut serta telapak tangan. c. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari. d. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dl. e. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dl. f. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru lahir karena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut dengan kern ikterus. g. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak sakit, demam dan malas minum.
26 Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala : 10 a. Dehidrasi Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah) b. Pucat Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (misalnya: Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. c. Trauma lahir Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya. d. Pletorik (penumpukan darah) Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK. e. Letargik dan gejala sepsis lainnya f. Petekiae (bintik merah di kulit) Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis. g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi congenital, penyakit hati. h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) i. Omfalitis (peradangan umbilikus) j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
27 k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) l. Feses dempul disertai urin warna coklat Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. 6. Patofisiologi Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah. Ketika sel darah merah dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi : Heme dan Globin. Bagian heme di ubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan bagian globin merupakan protein yang digunakan lagi oleh tubuh yang tidak larut yang terkait pada albumin. Keadaan lain yang memperlihatkan penambahan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan ganggan konjugasi hati (defisiensi enzim glukoronil transferasi) atau bayi menderita gangguan ekskresi pada sumbatan saluran empedu. 17 Dalam proses berikutnya, zat heme dan globin akan berubah menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirect. Terlebih, bayi baru lahir memiliki sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa, dan dengan demikian lebih banyak yang dipecahkan dalam satu waktu. Hal ini berarti lebih banyak bilirubin yang dihasilkan tubuh bayi baru lahir. Jika bayi lahir premature maka jumlah bilirubin dalam darah dapat meningkat lebih dari level yang seharusnya. 18
28 Bilirubin dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yang kemudian lebih lanjut dimetabolisme menjadi bilirubin indirek tak terkonjugasi oleh enzim bilirubin reductase. Satu gram haemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek bersifat tidak larut dalam air tetapi larut lemak. Bilirubin akan terikat dengan albumin dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang sudah berikatan dengan albumin akan ke sel hepatosit, Enzim Uridil Diphosphate Glukoronil Transferase (UDPGT) dan mengkatalisa reaksi konjugasi dengan dua molekul glukoronide. Bilirubin terkonjugasi ini akan disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Setelah bilirubin direk terkonjungasi ini sampai di usus besar/kolon, dengan bantuan bakteri-bakteri usus bilirubin terkojungasi ini akan dimetabolism menjadi stercobilins dan kemudian diekskresi melalui feces. 18 Akan tetapi proses ini terganggu pada bayi preterm karena pada bayi preterm hatinya masih dalam perkembangan sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat karena kurangnya kemampuan dari kerja Uridil Diphosphate Glukoronil Transferase (UDPGT). Ini mengakibatkan terjadinya akumulasi bilirubin dalam darah yang menyebabkan kulit dan sclera bayi preterm kekuningan. Kondisi ini dikatakan ikterus fisiologis. 18
29 7. Penatalaksanaan Proses pengelolaan hiperbilirubinemia saat ini adalah mengendalikan konsentrasi bilirubin supaya tidak mencapai nilai tertentu yang dapat menyebabkan terjadinya kern ikterus. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung dari keadaan penderita dan penyebabnya. Selain itu penangananya harus disesuaikan dengan kemajuan ilmu dan ilmu penelitian di bidang kedokteraan. 14 Cara pengendalian hiperbilirubinemia yang dapat dilakukan adalah menstimulasi konjugasi bilirubin, misalnya dengan glukossa atau pembererian albumin; menambah zat-zat yang kurang dalam transportasi dan metabolisme bilirubin, melakukan fotoisomerisasi dengan terapi sinar dan mengeluarkan bilirubin secara mekanis dengan transfusi tukar. 14 Untuk lebih jelasnya, penatalaksanaan ikterus yaitu : a. Mempercepat proses konjugasi Ini dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dipercepat. Cara pengobatan ini tidak begitu efektif dan memerlukan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Pemberian fenobarbital lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi bawaan. 18 b. Pemacu aktifitas enzim glukurunil trasferase konjugasi bilirubin meningkat, yaitu : 13 1) Phenobarbital/luminal 5 mg/kg BB 3 dosis
30 2) Efek samping yang ditimbulkan yaitu aktifitas bayi menurun, mengantuk, pengaruh masa jendal. c. Fototerapi Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau. Fototerapi adalah aplikasi lampu neon untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi pigmen yang larut dalam air untuk memfasilitasi ekskresi bilirubin. Efektivitasnya tergantung pada tingkat luas permukaan bayi terkena lampu fototerapi. Telah ditemukan bahwa sumber cahaya yang paling efektif disediakan adalah tabung khusus fluorescent biru. Efektivitas fototerapi dapat ditingkatkan dengan menempatkan pad serat optik di bawah bayi di atau lampu fototerapi di atas kepala bagi mempermudahkan paparan ganda (double exposure). 18 Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. 2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup supaya cahaya yang dipantulakan tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi. 3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. 4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
31 5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. 6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. 7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis d. Transfusi tukar Transfusi tukar dilakukan pada tingkat bilirubin yang lebih tinggi dari 380 umol/l pada bayi baru lahir, 350 umol/1 pada bayi dengan usia gestasi 35-38minggu, 280 umol/l pada bayi dengan usia gestasi minggu dan 240 umol/l pada bayi di bawah 30 minggu kehamilan. Transfusi tukar memberikan hasil yang lebih cepat daripada fototerapi tetapi dapat memiliki komplikasi signifikan. 18 Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sepanjang proses transfuse tukar, yaitu : 1) Neonatus harus dilengkapi dengan alat monitor kardio-respirasi. 2) Tekanan darah harus sering dipantau. 3) Neonatus harus dalam keadaan puasa bila perlu dipasang selang nasogastric. 4) Neonatus dipasang infus. 5) Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal. 6) Disediakan peralatan resusitasi bawaan
32 Tabel 2.2 Penatalaksanaan Hiperbillirubin pada Neoantus Cukup Bulan yang Sehat (American Academy of Pediatrics) Umur (jam) Total Serum Bilirubin mg/dl (mmol/l) Transfusi Pertimbangan Terapi tukar terapi sinar sinar (terapi sinar gagal) Transfusi tukar dan terapi sinar < 24 * * * * 24 <48 > 12 (170) > 15 (260) > 20 (340) > 25 (430) 49 < 72 > 15 (260) > 18 (310) > 25 (430) > 30 (510) > 72 > 17 (290) > 20 (340) > 25 (430) > 30 (510) Sumber : Dewi, 2012 * Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umu < 24 jam, bukan neonatuse sehat dan perlu evaluasi ketat 8. Pencegahan Beberapa langkah pencegahan ikterus neonatorum sebagai berikut : 6 a. Pencegahan primer 1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali/hari untuk beberapa hari pertama. 2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. b. Pencegahan sekunder 1) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa. 2) Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus di nilai saat memeriksa tanda-tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.
33 B. Faktor Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir 1. Jenis Kelamin Bayi Dalam hal ini dikategorikan laki-laki dan perempuan merupakan salah satu penyebab hiperbilirubinemia karena obstruksi aliran empedu. Atresia empedu paling sering terjadi pada perempuan cukup bulan dengan berat badan lahir normal. Pasien-pasien ini jarang mengalami splenomegali. Sebaliknya bayi dengan hepatic neonatal (sel raksasa), kebanyakan laki-laki dengan tanda-tanda infeksi seperti splenomegali hemolisis dan retardasi pertumbuhan intrauterine, sehingga angka kejadian hiperbilirubin relatif lebih besar terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Pada bayi laki-laki bilirubin lebih cepat diproduksi dari pada bayi perempuan, hal ini karena bayi laki-laki memiliki protein Y dalam hepar yang berperan dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar. Pada jenis kelamin laki-laki kecendungan mengalami hiperbilirubinemia lebih tinggi. 19 Laki-laki memiliki risiko ikterik lebih tinggi dibandingkan dengan neonatus perempuan. Hal ini karena prevalensi Sindrom Gilbert (kelainan genetik konjugasi bilirubin) dilaporkan lebih dari dua kali lipat ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Defisiensi G6PD merupakan suatu kelainan enzim tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked) dimana pada umumnya hanya bermanifestasi pada laki-laki. Enzim G6PD sendiri berfungsi dalam menjaga keutuhan sel darah merah sekaligus mencegah hemolitik. 8
34 2. Usia Kehamilan Usia kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama sampai haid terakhir (menstrual age of pregnancy). Usia kehamilan terbagi atas : a. Kehamilan cukup bulan (aterm) yaitu usia kehamilan minggu. b. Kehamilan kurang bulan (preterm) yaitu usia kehamilan kurang dari 37 minggu. c. Kehamilan lewat bulan (posterm) yaitu usia kehamilan lebih dari 42 minggu. 20 Usia kehamilan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi, makin rendah usia kehamilan dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Makin pendek usia kehamilan makin kurang pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematian. Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh bayi baik anatomik maupun fisiologis maka mudah timbul immatur hati yang memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini terjadi karena belum maturnya fungsi hepar, kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. 20
35 Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur Berat Badan Lahir Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Secara umum berat bayi lahir yang normal adalah antara 2500 gr sampai 4000 gr, dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gr dikatakan BBLR. 21 Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram) mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi dengan berat kurang dair 2500 gram, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna. 8,9 Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan lahir, yakni : 22 a. Faktor intrinsik yaitu faktor yang berkaitan dengan bayi itu sendiri, yaitu jenis kelamin, genetik, ras, dan pertumbuhan plasenta b. Faktor ekstrinsik yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan ibu, terbagi dalam dua kelompok, yaitu :
36 1) Faktor biologi : umur, paritas, tinggi badan sebelum hamil, pertambahan berat badan selama hamil, dan pengukuran antropometri lainnya. 2) Faktor lingkungan : status sosial ekonomi, intake gizi selama hamil, penyakit infeksi, kegiatan fisik, pelayanan kesehatan, prilaku merokok, alkohol, obat-obatan, dan ketinggian tempat tinggal Pada dasarnya penimbangan menggunakan salter hampir sama dengan prinsip penggunaan dacin, yang membedakan adalah salter menggunakan pegas bukan bandul geser. Kelebihannya jika menggunakan salter, ketika anak telah tenang dalam timbangan, hasilnya dapat langsung terbaca dalam skala timbangan, tidak perlu lagi menggeser-geser bandul untuk menyeimbangkan dacin untuk mengetahui berat badan bayi. Hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang bayi adalah : 23 a. Pakaian dibuat seminim mungkin, sepatu, baju/pakaian yang cukup tebal harus di tanggalkan. b. Kantong celana timbang tidak dapat digunakan c. Bayi di tidurkan dalam kain sarung d. Geser anak timbang sampai tercapai keadaan setimbang, kedua ujung jarum terdapat pada satu titik e. Lihat angka pada skala batang dacin yang menunjukkan berat badan bayi. Catat berat badan dengan teliti sampai satu angka desimal, misalnya 7,5 kg.
37 Kurva pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu menunjukkan kenaikan berat badan sebagai berikut. Kurva pertumbuhan berat badan memuaskan, yaitu menunjukkan kenaikan berat badan sebagai berikut : selama triwulan ke-1 kenaikan berat badan g/minggu, selama triwulan ke-2 kenaikan berat badan g/ bulan Jenis Persalinan Jenis persalinan adalah berbagai macam proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri). Terjadinya persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan terjadinya asfiksia dan cedera pada bayi yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat berakibat kelainan pada bayi, salah satunya ikterus neonatorum. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian bayi jangka pendek dan keterbelakangan mental untuk jangka panjang. 20 Jenis persalinan spontan cenderung lebih besar sebagai penyebab trauma dibandingkan dengan sectio sesarea. Pada kelahiran spontan angka kejadian bayi dengan hiperbilirubin 48,3% disusul kelahiran sectio sesarea 32,6%, ekstraksi vakum 13,3% dan forcep 5,8%. Tetapi jika menderita hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka sectio sesarea merupakan presentase terbesar karena sectio sesarea merupakan jenis persalinan dengan resiko paling kecil dibandingkan dengan jenis persalinan lainnya. Umumnya bayi dilahirkan secara sectio sesarea setelah mempertimbangkan beberapa faktor resiko yang terjadi selama kehamilannya. Sedangkan vakum dan forcep mempunyai kecenderungan pendarahan intracranial dan cephalohematom pada kepala bayi sehingga tindakan ini jarang dilakukan. 19
38 Bayi yang lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterohepatik bilirubin pada neonatus. 8 Bayi yang dilahirkan dengan tindakan, kemungkinan pada saat lahir tidak langsung menangis dan keterlambatan menangis ini mengakibatkan kelainan hemodinamika sehingga depresi pernapasan dapat menyebabkan hipoksia di seluruh tubuh yang berakibat timbulnya asidosis respiratorik/metabolik yang dapat mengganggu metabolisme billirubin. Komplikasi yang terjadi akibat persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan berbagai gangguan dalam masa perinatal, dimana pada masa ini merupakan masa penting dalam awal kehidupan neonatus dan merupakan masa-masa rawan karena organ-organ tubuh belum matur sehingga apabila terjadi gangguan pada masa perinatal dapat mengakibatkan hambatan tumbuh kembang neonatus itu sendiri Kejadian Asfiksia Kejadian asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. 14 Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi (asfiksia, sepsis, sefalhematom) dengan risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu :
39 a. Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis. b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Asfiksia dapat menyebabkan hipoperfusi hati, yang kemudian akan mengganggu uptake dan metabolisme bilirubin hepatosit. Asfiksia dapat menyebabkan ikterus, karena kurangnya asupan oksigen pada organ-organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ tidak optimal. Asfiksia juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi dan perfusi ke hati karena kurangnya oksigen. Glikogen yang dihasilkan tubuh didalam hati akan berkurang, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam jangka pendek. 25 Asfiksia disebabkan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat dan lamanya asfiksia. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan kesimbangan asam basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati berkurang dan akan mengakibatkan neonatus mengalami ikterus. Bila kekurangan glikogen terjadi di otak, kerusakan sel otak dapat menyebabkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
40 6. Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai sekitar usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi tim, dan sebagainya. 26 Ikterus yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak yang terdapat dalam ASI terjadi 4-7 hari setelah lahir dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar mg/dl selama minggu ke 2- ke 3. Biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun setelah 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumanya. 11 ASI mengandung inhibitor enzim glukoronil transferase yang berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat, sehingga bilirubin tak terkonjugasi jumlahnya meningkat. Hal ini menyababkan hiperbilirubinemia pada bayi. Selain itu, peningkatan absorbsi bilirubin lebih besar daripada produksinya menyebabkan jaundice breast milk.
41 Keadaan hiperbilirubinemia neonatus ini terjadi pada neonatus dengan penurunan berat yang signifikan. 19 Banyaknya bayi minum ASI dapat membantu menurunkan kadar bilirubin, karena bilirubin dapat dikeluarkan melalui air kencing dan kotoran bayi, walaupun pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu (2-20 -pregnandiol) dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus. Jika pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirubin secara bertahap dapat diturunkan. 9 Frekuensi menyusui yang sering( >10 kali/24jam ), rooming in menyusui pada malam hari dapat mengurangi insiden ikterus awal karena ASI. 27 Bayi yang di beri minum lebih awal atau di beri minum lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Bayi yang mendapat ASI kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih sering, bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. 9
42 C. Kerangka Teori Adapun kerangka teori penelitian ini adalah : Jenis Kelamin obstruksi aliran empedu Meningkat terjadi pada laki-laki memiliki protein Y dalam hepar Usia Kehamilan Pertumbuhan alatalat dalam tubuh kurang sempurna Timbul immatur hati yang memudahkan terjadinya hiperbilirubin Belum maturnya fungsi hepar, kurangnya enzim glukorinil transferase Berat Badan Lahir Jenis persalinan Berat badan lahir kurang dari 2500 gram Kelainan hemodinamika Pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) Depresi pernapasan Hipoksia Belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah) Timbulnya asidosis respiratorik/ metabolik Ikterus Neonatorum Asfiksia Kurangnya asupan oksigen Fungsi kerja organ tidak optimal Glikogen dalam hati berkurang Pemberian ASI Eksklusif Hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol Berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat Sumber : Tazami (2013), Hasvivin (2012), Rosyada (2013), Conita (2013), Latama (2014) Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus
43 D. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. 28 Pada penelitian ini yang menjadi variabel independent yaitu usia kehamilan, berat badan lahir dan frekuensi pemberian ASI sedangkan yang menjadi variabel dependent yaitu pemberian ikterus neonatorum. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah: Variabel Independen Variabel Dependen Usia Kehamilan Berat Badan Lahir Bayi Ikterus Neonatorum Frekuensi Pemberian ASI Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017
44 E. Definisi Operasional No. Variabel 1. Kejadian ikterus neonatorum Definisi Operasional Perubahan warna kulit bayi baru lahir akibat peningkatan kadar bilirubin 10 mg% dimana dikonversikan dengan rumus Kramer sudah terjadi warna kuning pada kulit bayi pada daerah 3 Alat Ukur Cara Ukur Daftar tilik Observasi Hasil Ukur Ikterus, jika terdapat warna kuning pada bagian tubuh bayi usia 2-3 hari sampai pada badan bagian bawah dan tungkai Tidak Ikterus, jika tidak ada warna kuning pada tubuh bayi usia 2-3 hari sampai pada badan bagian bawah dan tungkai Skala Ukur Ordinal 2. Usia kehamilan Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama sampai haid terakhir pada ibu di Ruang Rawatan Kebidanan Daftar tilik dan rekam medik Wawancara dan rekam medik Preterm, jika usia kehamilan < 37 minggu Aterm, jika usia kehamilan minggu Posterm, jika usia kehamilan > 42 minggu Ordinal 3. Berat badan bayi Berat badan bayi saat lahir di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Daftar tilik dan rekam medik Wawancara dan rekam medik Tidak Normal, jika berat bayi < 2500 gram dan > 4000 gram Normal, jika berat bayi > gram Ordinal
45 4. Frekuensi pemberian ASI Banyak ASI diberikan pada bayi dalam 24 jam di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Daftar tilik Wawancara Kurang baik, jika ASI diberikan < 10 kali/24 jam Baik, jika ASI diberikan > 10 kali/24 jam Ordinal F. Hipotesis Ha : Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Ha : Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Ha : Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.
46 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain penelitian cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen (usia kehamilan, berat badan lahir bayi dan frekuensi pemberian ASI) dan variabel dependen (ikterus neonatorum), dimana variabel tersebut datanya dikumpulkan secara bersamaan. 29 B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang pada bulan April-November C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan neonatus yang diteliti. 29 Populasi dalam penelitian ini adalah semua neonatus yang ada di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dengan rata-rata per bulan sebanyak 63 orang. 2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki neonatus yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. 29 dengan menggunakan teknik total sampling yaitu seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian. Adapun kriteria sampel adalah:
47 a. Kriteria inklusi : Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. 1) Ibu nifas yang bersedia menjadi responden 2) Ibu nifas yang dapat berkomunikasi dengan baik 3) Bayi yang tidak mengalami ikterik pada hari pertama b. Kriteria eksklusi Kriteria eklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian. 1) Bayi dengan kelainan bawaan Atresia Biller 2) Bayi dengan kelainan bawaan Labio Plato Skizis 3) Bayi dengan kelainan bawaan Atresia Osofagus D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer pada penelitian ini yaitu data yang diambil dari responden berupa wawancara tentang frekuensi pemberian ASI dalam 24 jam. b. Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari catatan rekam medik RSI. Siti Rahmah Padang tentang jumlah neonatus dan kasus ikterus neonatorum tahun 2016.
48 3 Teknik Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada masingmasing variabel adalah format pengumpulan data yang terdiri dari variabel yaitu usia kehamilan, berat badan lahir, frekuensi pemberian ASI dan ikterus neonatorum. Adapun teknik pengambilan data yaitu: a. Proses kegiatan penelitian dilakukan setelah mendapatkan persetujuan secara akademis, kemudian peneliti mempersiapkan surat permohonan izin untuk melakukan penelitian di RSI. Siti Rahmah Padang. b. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik systematic random sampling yang sesuai dengan kriteria inklusi. c. Sebelum penelitian di lakukan, peneliti memberikan informasi, tujuan dan manfaat penelitian. Bagi yang bersedia menandatangani informed consent yang telah disiapkan peneliti. d. Selanjutnya peneliti melihat catatan rekam medik untuk variabel usia kehamilan dan berat badan lahir, sedangkan untuk variabel frekuensi menyusui peneliti lakukan wawancara langsung kepada responden. Untuk variabel ikterus neonatorum peneliti melakukan dengan mengunakan daftar tilik. E. Teknik Pengolahan Data
49 Data yang terkumpul pada penelitian ini diolah melalui proses komputerisasi, dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya : Memeriksa data (Editing) Merupakan kegiatan untuk pengecekan format pengumpulan guna melihat kelengkapan data yang diperlukan untuk memudahkan penelitian. 2. Mengkode Data (Coding) Merupakan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. 3. Memasukkan Data (Entry) Suatu kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel konjugasi. 4. Membersihkan Data (Cleaning) Yaitu proses memperbaiki dan membersihkan data apabila terjadi kesalahan pada proses entry data. F. Analisis Data Analisis data diolah dengan sistem komputerisasi, kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan dengan cara statistik deskriptif berupa distribusi frekuensi dan presentase dari seluruh variabel yang diteliti. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti. 29
50 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan komputerisasi yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel independen dan variabel dependen, dengan menggunakan uji statistik chi-square, dengan derajat kemaknaan 95% (α = 0,05). Jika p value < 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima ini berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen, tapi jika p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen.
51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang merupakan salah satu rumah sakit swasta yang melaksanakan pelayanan secara paripurna. RSI Siti Rahmah terletak di Jl. Raya By Pass KM 15 Aie Pacah Padang, yang diresmikan pada tahun RSI Siti Rahmah memiliki fasilitas dan sarana prasarana penunjang yang lengkap. B. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang dengan jumlah sampel sebanyak 63 orang yang sesuai dengan kriteria sampel, maka didapatkan hasil penelitian: 1. Analisis Univariat a. Ikterus Neonantorum Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 No. Ikterus Neonatorum f % 1. Ikterus 25 39,7 2. Tidak Ikterus 38 60,3 Jumlah
52 Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa 39,7% ibu memiliki neonatus mengalami ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun b. Usia Kehamilan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Kehamilan Ibu di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 No. Usia Kehamilan f % 1. Preterm 23 36,5 2. Aterm 33 52,4 3. Posterm 7 11,1 Jumlah Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa 36,5% ibu dengan usia kehamilan preterm di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun c. Berat Badan Lahir Bayi Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Bayi di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 No. Berat Badan Lahir Bayi f % 1. Tidak Normal 24 38,1 2. Normal 39 61,9 Jumlah Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa 38,1% berat dengan badan lahir bayi yang tidak normal di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun d. Frekuensi Pemberian ASI
53 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Frekuensi Pemberian ASI di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 No. Frekuensi Pemberian ASI f % 1. Kurang Baik 23 36,5 2. Baik 40 63,5 Jumlah Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa 36,5% ibu kurang baik dalam memberikan ASI pada neonatus di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Analisa Bivariat a. Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum Tabel 4.5 Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 Usia Kehamilan Ikterus Neonatorum Ikterus Tidak Ikterus Jumlah f % f % f % Preterm 17 73,9 6 26, Aterm 3 9, , Posterm 5 71,4 2 28, Jumlah 25 39, , ρ value = 0,000 Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 23 orang dengan usia kehamilan preterm ada 17 (73,9%) mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 33 orang dengan usia kehamilan aterm ada 3 (9,1%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum.
54 Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan usia kehamilan ibu dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun b. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum Tabel 4.6 Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 Berat Badan Lahir Bayi Ikterus Neonatorum Ikterus Tidak Ikterus Jumlah f % f % f % Tidak Normal 21 87,5 3 12, Normal 4 10, , Jumlah 25 39, , ρ value = 0,000 Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 24 orang bayi yang berat badan tidak normal ada 21 (87,5%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 39 orang bayi yang berat badan normal ada 4 (10,3%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun c. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum Tabel 4.7
55 Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun 2017 Frekuensi Pemberian ASI Ikterus Neonatorum Ikterus Tidak Ikterus Jumlah f % f % f % Kurang Baik 19 82,6 4 17, Baik 6 15, , Jumlah 25 39, , ρ value = 0,000 Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 23 orang bayi frekuensi pemberian ASInya kurang baik ada 19 (82,6%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 40 orang bayi frekuensi pemberian ASI baik ada 6 (15,0%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun C. Pembahasan 1. Analisa Univariat a. Ikterus Neonatorum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa 39,7% ibu memiliki neonatus yang mengalami ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.
56 Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Santhosam (2014) tentang kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari tahun , ditemukan 47,4% bayi mengalami ikterus. 18 Ikterus merupakan perubahan warna kulit/sklera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus yang kurang bulan. Tetapi dapat juga merupakan hal yang patologis misalnya akibat berlawannya rhesus darah bayi dan ibunya sepsis (infeksi berat) dan penyumbatan saluran empedu. 5 Ikterus adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan nilai normal bilirubin indirek adalah 0,3-1,1 mg/dl dan bilirubin direk adalah 0,1-0,4 mg/dl. 6 Beberapa faktor yang menyebabkan ikterus neonatorum yaitu jenis kelamin bayi, usia kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan, kejadian asfiksia dan frekuensi pemberian ASI. 8 Dampak yang terjadi adalah bayi akan mengalami kejang-kejang, sementara dalam jangka panjang bayi bisa mengalami cacat neurologis seperti: ketulian, gangguan bicara dan retardasi mental. Jadi, penting sekali mewaspadai keadaan umum si bayi dan harus terus dimonitor secara ketat. 10 Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia (kekurangan oksigen)
57 pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya. 11 Menurut peneliti, ikterus yang terjadi pada neonatus disebabkan oleh usia kehamilan, berat badan lahir bayi dan frekuensi pemberian ASI oleh responden. Ikterus yang dialami oleh neonatus dapat menyebabkan kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin pada otak. Kejadian ini dapat ditandai dengan perubahan warna kulit/sklera mata menjadi kuning, nafsu minum yang menurun, dehidrasi, pucat dan urin kuning tua. Ikterus dapat diatasi dengan pemberian ASI yang adekuat. b. Usia Kehamilan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa 36,5% ibu dengan usia kehamilan preterm di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tazami (2013) tentang gambaran faktor risiko ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi, ditemukan 51,2% usia kehamilan preterm. 8 Usia kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama sampai haid terakhir (menstrual age of pregnancy). Usia kehamilan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi, makin rendah usia kehamilan dan
58 makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. 20 Makin pendek usia kehamilan makin kurang pertumbuhan alatalat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematian. Berhubungan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh bayi baik anatomik maupun fisiologis maka mudah timbul immatur hati yang memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini terjadi karena belum maturnya fungsi hepar, kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen. 20 Menurut peneliti, ikterus yang sering terjadi pada kehamilan preterm disebabkan karena keadaan organ tubuh janin yang belum terbentuk dengan sempurna akibatnya saluran empedu tidak dapat memproduksi billirubin secara normal melebihi 2mg% dan ikterus biasanya muncul jika kadar billirubin tak terkontrol produksinya. Saat bayi dilahirkan maka peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faal. c. Berat Badan Lahir Bayi
59 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa 38,1% berat badan lahir bayi yang tidak normal di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian ini Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan 56,8% bayi mengalami BBLR. 9 Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi mempunyai berat badan sekitar 3 kg dan panjang badan 50 cm. Secara umum berat bayi lahir yang normal adalah antara 2500 gr sampai 4000 gr, dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gr dikatakan BBLR. 21 Pertumbuhan organ tubuh bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah belum berfungsi seperti bayi yang normal, oleh karena itu bayi BBLR banyak yang mengalami kesulitan untuk hidup diluar rahim ibu dan semakin mudah terjadi komplikasi serta tingginya angka kematian. Hal ini menunjukkan bahwa bayi BBLR dapat mempengaruhi angka kejadian hiperbilirubin. 31 Menurut peneliti, bayi dengan berat badan tidak normal karena pada bayi BBLR belum sempurna hati untuk memproses sel darah merah karna sel darah merah membawa hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen dari ibu ke janin. Begitupun dengan perubahan pada warna kulit bayi tersebut, dimana perubahan warna kulit yang terjadi diakibatkan oleh konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna.
60 d. Frekuensi Pemberian ASI Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa 36,5% ibu kurang baik dalam memberikan ASI pada neonatus di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian ini Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan frekuensi pemberian ASI sebesar 62,2%. 9 ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan sampai sekitar usia 6 bulan. Selama itu bayi tidak diharapkan mendapatkan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, air teh, madu, air putih. Pada pemberian ASI eksklusif, bayi juga tidak diberikan makanan tambahan seperti pisang, biskuit, bubur nasi tim, dan sebagainya. 26 Manfaat yang didapatkan bayi dari ASI Eksklusif adalah lebih sehat dan lebih kuat dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. ASI juga mampu mencegah terjadinya kanker limfomaligna (kanker kelenjer). ASI juga menghindarkan anak dari busung lapar/malnutrisi. Sebab komponen gizi ASI paling lengkap, termasuk protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan zat-zat penting lainnya. ASI adalah cairan hidup yang mampu diserap dan digunakan tubuh dengan cepat. Manfaat ini tetap diperoleh meskipun status gizi ibu kurang. 26 ASI mengandung inhibitor enzim glukoronil transferase yang berfungsi mengkonjugasi bilirubin dengan asam glukoronat, sehingga bilirubin tak terkonjugasi jumlahnya meningkat. Hal ini menyebabkan
61 hiperbilirubinemia pada bayi. Selain itu, peningkatan absorbsi bilirubin lebih besar daripada produksinya menyebabkan jaundice breast milk. Keadaan hiperbilirubinemia neonatus ini terjadi pada neonatus dengan penurunan berat yang signifikan. 19 Menurut peneliti, kurang baiknya frekuensi pemberian ASI yang diberikan oleh responden kepada neonatus karena pada neonatus yang mengalami ikterus 82,6% terjadi karena frekuensi pemberian ASI yang kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh bayi yang harus dirawat terpisah dengan responden, dimana bayi yang memiliki berat badan tidak normal harus dirawat di ruangan terpisah dengan ibunya dan harus mendapatkan perawatan yang intensif. Maka dari itu, kepada bidan untuk terus memberikan promosi kesehatan maupun penyuluhan dan menyebarkan luaskan informasi tentang frekuensi pemberian ASI dan memberdayakan petugas kesehatan lain untuk melakukan konseling ASI pada ibu. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Usia Kehamilan Ibu dengan Ikterus Neonatorum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dari 23 orang dengan usia kehamilan preterm ada 17 (73,9%) mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 33 orang dengan usia kehamilan aterm ada 3 (9,1%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan usia kehamilan ibu dengan
62 ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tazami (2013) tentang gambaran faktor risiko ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi, ditemukan adanya hubungan usia kehamilan dengan ikterus neonatorum pada neonatus (p = 0,001). 8 Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga konjugasi bilirubin tak terkonjugasi menurun. Selain itu juga terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada bayi prematur. 8 Menurut peneliti, terdapatnya hubungan usia kehamilan dengan ikterus neonatorum karena makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbillirubin, hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi billirubin direct belum sempurna dan kadar albumin darah dari jaringan ke hepar kurang. b. Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Ikterus Neonatorum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dari 24 orang bayi yang berat badan tidak normal ada 21
63 (87,5%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 39 orang bayi yang berat badan normal ada 4 (10,3%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan adanya hubungan BBLR dengan kejadian ikterus (p = 0,013). 9 Kejadian ikterus sering dijumpai pada bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Hal ini disebabkan belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit (sel darah merah). Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 gram) mengalami ikterus pada minggu pertama kelahirannya. Pada bayi dengan berat kurang dair 2500 gram, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna. 8,9 Menurut peneliti, terdapatnya hubungan berat badan lahir bayi dengan ikterus neonatorum karena pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki produksi kadar bilirubin darah yang tidak
64 stabil seperti pada bayi yang lahir aterm atau cukup bulan. Kejadian ini dapat dicegah dengan peningkatan gizi ibu serta dengan melakukan konseling atau penyuluhan agar ibu mau melakukan pemeriksaan kehamilan rutin selama kehamilannya. c. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Ikterus Neonatorum Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dari 23 orang bayi frekuensi pemberian ASInya kurang baik ada 19 (82,6%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Sedangkan dari 40 orang bayi frekuensi pemberian ASI baik ada 6 (15,0%) yang mengalami kejadian ikterus neonatorum. Setelah dilakukan uji statistik chi-square didapat nilai ρ value = 0,000 (ρ < 0,05) artinya ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasvivin (2012) tentang hubungan frekuensi pemberian ASI, riwayat asfiksia dan berat badan lahir dengan angka kejadian ikterus neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar, ditemukan adanya hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus (p = 0,006). 9 Ikterus yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak yang terdapat dalam ASI terjadi 4-7 hari setelah lahir dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25-
65 30 mg/dl selama minggu ke 2- ke 3. Biasanya bisa mencapai usia 4 minggu dan menurun setelah 10 minggu. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hyperbilirubinemia akan menurun berangsur angsur dapat menetap selama 3-10 minggu pada kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat biasanya 1-2 hari dan pengganti ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan bilirubin serum dengn cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar yang tinggi seperti sebelumanya. 11 Bayi yang minum ASI dapat membantu menurunkan kadar bilirubin, karena bilirubin dapat dikeluarkan melalui air kencing dan kotoran bayi, walaupun pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat terjadi ikterus yang berkepanjangan, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu (2α-20β-pregnandiol) dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus. Jika pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirubin secara bertahap dapat diturunkan. 9 Frekuensi menyusui yang sering ( >10 kali/24jam ), rooming in menyusui pada malam hari dapat mengurangi insiden ikterus awal karena ASI. 27 Bayi yang di beri minum lebih awal atau di beri minum lebih sering dan bayi dengan pengeluaran mekonium lebih awal cenderung mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Bayi yang mendapat ASI kadar bilirubin cenderung lebih
66 rendah pada yang defekasinya lebih sering, bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus fisiologis. 9 Menurut peneliti, terdapatnya hubungan frekuensi pemberian ASI dengan ikterus neonatorum karena pemberian ASI yang adekuat dapat membantu menurunkan kadar bilirubin, dimana neonatus yang banyak minum ASI dapat mengeluarkan kadar bilirubin melalui air kencing dan kotoran bayi. Neonatus yang mengalami ikterus juga disebabkan karena pemberian minum yang belum mencukupi bayi yang berpuasa panjang atau asupan cairan yang belum mencukupi akan menurunkan kemampuan hati untuk memproses bilirubin.
67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang faktor risiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kurang dari separoh (39,7%) neonatus mengalami ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Kurang dari separoh (36,5%) ibu dengan usia kehamilan preterm di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Kurang dari separoh (38,1%) berat badan lahir bayi yang tidak normal di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Kurang dari separoh (36,5%) ibu kurang baik dalam memberikan ASI pada neonatus di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Ada hubungan usia kehamilan ibu dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Ada hubungan berat badan lahir bayi dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun Ada hubungan frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang tahun 2017.
68 B. Saran 1. Bagi RSI. Siti Rahmah Padang Diharapkan kepada petugas kesehatan khususnya bidan yang ada di Ruang Rawatan Kebidanan lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam memberikan asuhan kebidanan pada neonatus yang mengalami ikterus dengan menggunakan manajemen kebidanan secara lengkap (komprehensif). 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan skripsi ini dapat menjadi tambahan kepustakaan di Prodi DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Padang atau sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa dalam menyusun skripsi. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan kepada kepada peneliti selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan variabel dan pembahasan yang berbeda tentang faktor resiko yang berhubungan dengan ikterus neonatorum.
69 DAFTAR PUSTAKA 1. Mutianingsih, Rosa. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah dengan Kejadian Ikterus, Hipoglikemi dan Infeksi Neonatorum di RSUP NTB [Sinopsis]. Malang : Fakultas Kedokteran Universita Brawijaya; Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun Jakarta: Kemenkes RI; WHO. Prevalensi Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir. Diakses dari Deswita. Hubungan pendidikan kesehatan dengan kejadian ikterus di RSUp Dr. M. Djamil Padang [Jurnal]. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang; Maryanti. Buku Ajar Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta : Trans Info Media; Maryunani, Anik dan Puspipta, Eka. Asuhan Kegawadaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta : Trans Info Media; Rohmah, Syofiana. Perbedaan Status Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Ikterus Fisiologis dan Patologi pada Bayi Baru Lahir di Ruang Perinatal RSUD Wates Kulon Progo Yogyakarta [Naskah Publikasi]. Yogyakarta : STIKes Aisyiyah; Tazami, Reisa, Maulidya. Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi [Jurnal]. Jambi : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi; Hasvivin, dkk. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI, Riwayat Asfiksia dan Berat Badan Lahir dengan Angka Kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang NICU RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar [Jurnal]. Makassar : Kesehatan STIKes Nani Hasanuddin; Maqfirah, Syarifah. Gambaran Pengetahuan Bidan tentang Ikterus Fisiologis pada Bayi Baru Lahir di Puskesmas Kopelma Darussalam [Karya Tulis Ilmiah]. Banda Aceh : Prodi DIII Kebidanan STIKes U Budiyah; Rosyada, Addina, Fitriana. Asuhan Kebidanan pada Neonatus dengan Ikterus Patologis di Ruang Bayi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta [Asuhan Kebidanan]. Yogyakarta : DIII Kebidanan STIKes Aisyiyah; 2013.
70 12. Rekam Medik RSI Siti Rahmah Padang. Jumlah Kasus Ikterus Neonatorum; Sudarti. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawadaruratan. Yogyakarta : Nuha Medika; Muslihatun, Wafi, Nur. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta : Fitramaya; Susilaningrum dkk. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika; Dewi, Vivian, Nanny, Lia. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika; Veronika, Yulia. Asuhan Kebidanan pada By. A dengan Ikterus Derajat IV di RSUD Dr. Moewardi Surakarta [Asuhan Kebidanan]. Surakarta : Prodi DIII Kebidanan STIKes Kusuma Husada; Santhosam, Moganappriyaa. Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun [Karya Tulis Ilmiah]. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; Conita, Ita. Faktor Risiko Kejadian Ikterus. diakses dari Rokhayati. Faktor Risiko Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir. diakses dari library.upnvj.ac.id/pdf/rokhayati/s1keperawatan/ /bab2.pdf; Choirunnisa, Miftahani, Leo. Hubungan Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan Atas dan Kadar Haemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kota Surakarta [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; Fajrina, Adiba. Hubungan Pertambahan Berat Badan Selama Hamil dan Faktor Lain dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Sakit Bersalin Lestari Ciampea Bogor [Skripsi]. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Supariasa dkk. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta; Yuliyani. Perbedaan Berat Badan Bayi yang di Lakukan Pijat dengan Berat Badan Bayi yang tidak Dilakukan Pijat di BPS Yohana Kelurahan Kebonharjo Kota Semarang [Skripsi]. Semarang : PSIK Universitas Semarang; 2012.
71 25. Latama, Zahra, Nabila. Hubungan Apgar Score dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung [Jurnal]. Bandung : Kesehatan Universitas Islam; Maryunani, Anik. Inisiasi Menyusu Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Jakarta : Trans Info Media; Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes RI; Hidayat, Aziz, Alimul. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika; Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta; Mauliku, Novie dan Nurjanah, Ade. Faktor-Faktor pada Ibu Bersalin yang Berhubungan dengan Kejadian Hiperbillirubin pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Dustira Cimahi [Jurnal] Kesehatan Kartika; Hidayati, Elli dan Rahmaswari, Martsa. Hubungan Faktor Ibu dan Faktor Bayi dengan Kejadian Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir (BBL) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Utara [Jurnal] Kebidanan FKK-UMJ; Tim Penyusun Poltekkes Kemenkes Padang. Panduan Penulisan Skripsi Program Studi DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes Padang. Padang : Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang; 2016.
72
73 Lampiran B SURAT PERMOHONAN KEPADA RESPONDEN Kepada Yth : Responden Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Padang Program Studi DIV Kebidanan yang bermaksud akan melaksanakan penelitian. Nama : Fatmawati NIM : Akan mengadakan penelitian dengan judul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi Ibu sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Ibu menyetujui maka dengan ini saya mohon kesediaan Ibu untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Atas perhatian Ibu sebagai responden saya ucapkan terima kasih. Padang, November 2017 Peneliti Fatmawati
74 Lampiran C LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (Informed Concent) Setelah dijelaskan maksud penelitian, saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara : Nama : Fatmawati NIM : Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Padang Program Studi Keperawatan Padang dengan judul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Rawatan Kebidanan RSI. Siti Rahmah Padang Tahun siapapun. Persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari Padang, November 2017 Responden ( )
75 Lampiran D KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN IKTERUS NEONATORUM DI RUANG RAWATAN KEBIDANAN RSI. SITI RAHMAH PADANG TAHUN 2017 No. Responden A. Identitas Responden Inisial Responden :... Umur :... Pendidikan : SD SMP/sederajat SMA/sederajat D3 S1 Pekerjaan :... Alamat :... B. Kejadian Ikterus Berilah tanda cheklist ( ) rumus Kramer dibawah ini sesuai dengan kondisi neonatus! C. HPHT :... TP :... Usia Kehamilan Ibu... minggu
76 D. Berat badan lahir bayi... gr E. Frekuensi pemberian ASI 1. Berapa kali ibu memberikan ASI kepada bayi dalam 24 jam? a. < 10 kali per 24 jam b. Lebih atau 10 kali per 24 jam 2. Apakah setelah menyusui, bayi puas dan tertidur pulas? a. Ya, jika ibu merasakan payudara kosong b. Tidak, jika ibu merasakan payudara masih terdapat ASI 3. Apakah ibu rawat gabung dengan bayi? a. Ya b. Tidak
77 Hari Shift Pagi Shift Sore Shift Malam : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
78
79
80
BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di dalam sisitem retikuloendotelial. Mayoritas bilirubin diproduksi dari protein yang mengandung heme
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme. 13 Kadar
Lebih terperinciHIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS
HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS IKTERUS Jaundice/ikterus : pewarnaan kuning pada kulit, sklera, atau membran mukosa akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan 60% pada bayi cukup bulan; 80% pada bayi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO ( World Health Organization)
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta ekskresi. Bilirubin merupakan katabolisme dari heme pada sistem retikuloendotelial.
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin
Lebih terperinciASUHAN HIPERBILIRUBIN
ASUHAN HIPERBILIRUBIN Pengertian. KERN IKTERUS Suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. HIPERBILIRUBIN Suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai nilai yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan masalah terbanyak pada neonatus (50%-80% neonatus mengalami ikterus neonatorum) dan menjadi penyebab dirawat kembali dalam 2 minggu pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5, 5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup,
Lebih terperinciKuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter?
Kuning pada Bayi Baru Lahir: Kapan Harus ke Dokter? Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K) Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU 1 Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada neonatus, pemenuhan kebutuhan kalori diperoleh dari minum ASI. Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, perkembangan bayi secara optimal.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Berat Bayi Lahir 2.1.1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Berat Badan pada neonatus Berat badan pada neonatus cenderung menurun secara fisiologis karena masalah menyusui serta bisa disebabkan faktor lain akibat cairan ekstraseluler
Lebih terperinciHUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN
HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Aunida Hasyyati*,Dwi Rahmawati 1,Mustaqimah 1 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *Korepondensi
Lebih terperinciMetabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme
Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Ikterus masih merupakan masalah pada bayi baru lahir yang sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikterus a. Definisi Ikterus neonatorum merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir yang ditandai oleh pewarnaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui
Lebih terperinciC. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh seorang perawat di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi kemanjuran fototerapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat pembangunan kesehatan dari suatu negara serta kualitas hidup dari masyarakat. Angka ini digunakan untuk memonitor dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari presentil
Lebih terperinciHUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB. Syajaratuddur Faiqah
HUBUNGAN USIA GESTASI DAN JENIS PERSALINAN DENGAN KADAR BILIRUBINEMIA PADA BAYI IKTERUS DI RSUP NTB Syajaratuddur Faiqah Abstract: Ikterus represent one of death cause at baby, Ikterus represent the manifestasi
Lebih terperinciMODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419. Materi Fototerapi Pada Bayi. Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep. UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018
MODUL FOTOTERAPI PADA BAYI NSA419 Materi Fototerapi Pada Bayi Disusun Oleh Ns. Widia Sari, M. Kep UNIVERSITAS ESA UNGGUL Tahun 2018 1 / 7 A. Pendahuluan Fototerapi Pada Bayi Hiperbilirubin merupakan salah
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai adalah obstetri dan ginekologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat, baik pada tatanan
Lebih terperinciMETABOLISME BILIRUBIN
Tugas METABOLISME BILIRUBIN Andi Aswan Nur 70300108016 Keperawatan B 1 JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Ikterus ( jaundice ) terjadi apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penurunan berat badan neonatus pada hari-hari pertama sering menjadi kekhawatiran tersendiri bagi ibu. Padahal, hal ini merupakan suatu proses penyesuaian fisiologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa, sklera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin dalam darah sehingga menjadi
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. A. Analisis Hasil Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga
34 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi September hingga November 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang. Data yang dianalisis berasal dari
Lebih terperinciTATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN. Roro Kurnia Kusuma W
TATALAKSANA FOTOTERAPI PADA BAYI KURANG BULAN Roro Kurnia Kusuma W Pendahuluan Kata ikterus (jaundice) -> Perancis jaune - >kuning. Bilirubin tak terkonjugasi ->Ikterus : perubahan warna kulit, sklera
Lebih terperinciABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005
ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005 Astri Maulani, 2007; Pembimbing I: Bambang Hernowo, dr.,sp.a.,m.kes. Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bilirubin merupakan produk utama pemecahan sel darah merah oleh sistem retikuloendotelial. Kadar bilirubin serum normal pada bayi baru lahir < 2 mg/dl. Pada
Lebih terperinciINOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA
Lampiran 1 INOVASI TERKAIT HIPERBILIRUBINEMIA A. Judul Penggunaan linen putih sebagai media pemantulan sinar pada fototerapi. B. Pengertian Foto terapi yaitu pemberian lampu fluoresen (panjang gelombang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI
HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : AVYSIA TRI MARGA WULAN J 500 050 052
Lebih terperinciPengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.
Pengertian Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran
Lebih terperinciHUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014
HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014 Wachyu Amelia Dosen STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII Kebidanan Email: amelia.wachyu@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidensi asfiksia di negara maju 1,1 2,4 kasus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia. Hal tersebut merupakan tanggung
Lebih terperinciHubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014
Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014 1 Zahra Nabila Latama, 2 Suganda Tanuwidjaja, 3 Arief Budi
Lebih terperinciHUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI
HUBUNGAN INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA VAKUM EKSTRAKSI SKRIPSI Diajukan Oleh : DYAH AYU SAVITRI J 50005 0030 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap pasangan suami istri. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi yang sehat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan perinatal. BBLR terdiri atas BBLR kurang bulan dan BBLR cukup bulan/lebih
Lebih terperinciGAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN
GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN 2011 Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN 090100399 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 GAMBARAN BAYI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa semua bayi baru baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gr disebut low birth weight infant (berat
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014
HUBUNGAN ANTARA KEHAMILAN SEROTINUS DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD INDRAMAYU PERIODE 01 SEPTEMBER-30 NOVEMBER TAHUN 2014 Ayu Wulansari 1, Tonasih 2, Eka Ratnasari 3 ABSTRAK Menurut
Lebih terperinciSINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA
RESPONSI KASUS NICU SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA OLEH Oleh: Ni Wayan Suanita Kusumawardani H1A006031 Pembimbing: dr. Hj. Artsini Manfaati, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK DI SMF ANAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bilirubin yang meningkat di dalam darah. Peningkatan tersebut dapat terjadi pada kadar bilirubin total, bilirubin indirek, dan/atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu penyelenggara pelayanan kesehatan untuk masyarakat dimana terdapat pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap. Serta terdapat beberapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kehamilan Risiko Tinggi Kehamilan berisiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu maupun terhadap janin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciMANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN
MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara nasional sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko mengalami permasalahan pada sistem tubuh, karena kondisi tubuh yang tidak stabil. Kematian perinatal
Lebih terperinciCarolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE
Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Berat badan 2500-4000 gram. Panjang badan lahir 48-52 cm. Lingkar dada 30-35 cm. Lingkar kepala 33-35 cm. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa penyebab kematian adalah berat lahir rendah, hipotermi, hipoglikemi, ikterus, hiperbilirubinemia, asfiksia, gangguan nafas pada bayi, kejang pada bayi baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kehamilan dengan risiko usia tinggi (Manuaba, 2012: h.38).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Indonesia, diantara negara
Lebih terperinciPENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g
ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari
Lebih terperinciHUBUNGAN MATURITAS BAYI DENGAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS DI RUANG GAYATRI RSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO
HUBUNGAN MATURITAS BAYI DENGAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM FISIOLOGIS DI RUANG GAYATRI RSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO DWI ATIKA RAHMY 11002010 Subject : Maturitas Bayi, Ikterus Neonatorum Fisiologis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal sesuai usianya, baik sehat secara fisik, mental,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran seorang anak atau bayi merupakan dambaan setiap keluarga. Setiap keluarga menginginkan anak yang dilahirkannya mampu tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian per kelahiran hidup. (Kemenkes RI 2015,h.104). Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan Angka Kematian Ibu yang signifikan yaitu 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia mengalami preeklampsia (Cunningham, 2010). Salah satu penyulit dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Preeklampsia adalah sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel (Angsar, 2010).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan
Lebih terperinciFaktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Reflita a Hasni Mastian a a Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Abstract : Data birth in January-November 2009 the hospital Dr.M.Jamil
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN A. PENGKAJIAN PERTAMA (11 JUNI 2014) obyektif serta data penunjang (Muslihatun, 2009).
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas asuhan kebidanan pada bayi S dengan ikterik di RSUD Sunan Kalijaga Demak menggunakan manajemen asuhan kebidanan varney, yang terdiri dari tujuh langkah yaitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi yang
Lebih terperinciABSTRAK. HUBUNGAN UKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LLA) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) IBU KEHAMILAN ATERM DENGAN DISMATURITAS BAYI LAHIR DI SEBUAH RS DI MEDAN
ABSTRAK HUBUNGAN UKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LLA) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) IBU KEHAMILAN ATERM DENGAN DISMATURITAS BAYI LAHIR DI SEBUAH RS DI MEDAN Exaudi C.P Sipahutar, 2013 Pembimbing 1 : dr. Fenny,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILLIRUBIN PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI TAHUN 2009
FAKTOR-FAKTOR PADA IBU BERSALIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILLIRUBIN PADA BAYI BARU LAHIR DI RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI TAHUN 2009 ABSTRAK Novie E. Mauliku dan Ade Nurjanah Salah satu penyebab
Lebih terperinciABSTRAK DEFISIENSI G6PD SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP HIPERBILIRUBINEMIA PADA NOENATUS BERUMUR DUA HARI DI RSAB HARAPAN KITA, JAKARTA BARAT, TAHUN
ABSTRAK DEFISIENSI G6PD SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP HIPERBILIRUBINEMIA PADA NOENATUS BERUMUR DUA HARI DI RSAB HARAPAN KITA, JAKARTA BARAT, TAHUN 2015 Shielda N Shidarta, 2016. Pembimbing I : Lisawati
Lebih terperinciHUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 ABSTRAK
JURNAL KEBIDANAN Vol 1, No 3, Oktober 2015: 116-120 HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN KEMATIAN NEONATAL DI RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013 Neneng Siti Lathifah(¹), Nurul
Lebih terperinciKOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta
KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS 1. Ketuban pecah Dini 2. Perdarahan pervaginam : Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta Intra Partum : Robekan Jalan Lahir Post Partum
Lebih terperinciIKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN B. EPIDEMIOLOGI C. KLASIFIKASI
IKTERUS NEONATORUM A. PENGERTIAN Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga
Lebih terperinciBULAN. Oleh: J DOKTER
BESAR RISIKO ANTARA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH KURANG BULAN DENGAN CUKUP BULAN TERHADAP IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH TEGAL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PARITAS 2.1.1 PENGERTIAN PARITAS Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS PADA BAYI BARU LAHIR 0-7 HARI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH KHAIRUNNISAK Mahasiswi D-III Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 KEBUTUHAN GIZI PADA IBU HAMIL Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diawali dari proses konsepsi, fertilisasi, nidasi, dan implantasi. Selama masa kehamilan, gizi ibu dan calon bayi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enterokolitis nekrotikans (EKN) adalah penyakit yang umum sekaligus membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai dengan kematian jaringan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 2.1.1. Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah Menurut Saifuddin (2001), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan suatu negara adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit seorang perempuan meninggal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Prematur Persalinan merupakan suatu diagnosis klinis yang terdiri dari dua unsur, yaitu kontraksi uterus yang frekuensi dan intensitasnya semakin
Lebih terperinciKARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH
KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH Supiati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan Abstract: Age, Parity, Incidence of LBW. One indicator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adaptasi bayi baru lahir yang baru mengalami proses kelahiran sangat perlu diperhatikan untuk ketahanan hidupnya (Muslihatun, 2010; h. 3). Kehidupan antara intrauterine
Lebih terperinciKejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun
Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun 2011-2013. Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran Oleh: MOGANAPPRIYAA
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2013 Hafizah 1, Imelda 2 XII+ V Bab
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kabupaten Bonebolango dengan batas-batas sebagai berikut:
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RS Toto Kabila RS Toto Kabila Kabupaten Bonebolango terletak di desa permata kecamatan tilongkabila memiliki luas tanah
Lebih terperinciElli Hidayati, 2 Martsa Rahmaswari. Abstrak
HUBUNGAN FAKTOR IBU DAN FAKTOR BAYI DENGAN KEJADIAN HIPERBILIRUBINEMIA PADA BAYI BARU LAHIR (BBL) di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOJA, JAKARTA UTARA TAHUN 2015 1 Elli Hidayati, 2 Martsa Rahmaswari 1,2
Lebih terperinciSTATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN
2003 Zulhaida Lubis Posted: 7 November 2003 STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN Oleh :Zulhaida Lubis A561030051/GMK e-mail: zulhaida@.telkom.net Pendahuluan Status gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 80% penyebab kematian neonatal di seluruh dunia adalah komplikasi dari kelahiran prematur, infeksi neonatal dan asfiksia (WHO, 2006). Di Indonesia, penyebab
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94
BAB VI PEMBAHASAN Pembahasan Hasil Karakteristik neonatus pada penelitian ini: berat lahir, usia saat pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94 gram) lebih berat daripada
Lebih terperinci