STRATEGI IMPLEMENTASI NDC

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI IMPLEMENTASI NDC"

Transkripsi

1 STRATEGI IMPLEMENTASI NDC ( N AT I O N A L LY D E T E R M I N E D C O N T R I B U T I O N ) i

2 ii

3 STRATEGI IMPLEMENTASI NDC (NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION) Oktober 2017 iii

4 Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution) Penyusun : 1. Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc 2. Ir. Emma Rachmawaty, M.Sc 3. Yulia Suryanti, S.Si., M.Sc 4. Hany Setyawan, S.Hut., M.Si 5. M. Farid, S.Hut., M.Si 6. Nur Iskandar, SP Editor : Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Design Sampul : Aida Novita ISBN : Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, microfilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non komersil lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut : Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (2017). Buku Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diterbitkan oleh : Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Gedung Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 12 Jakarta, Indonesia Telp/Fax iv

5 I. PENGANTAR Persetujuan Paris (Paris Agreement) yang diadopsi pada COP-21 tahun 2015 merupakan persetujuan internasional berdimensi sangat luas yang entry into force kurang dari satu tahun setelah diadopsinya persetujuan tersebut, jauh lebih cepat dari yang diperkirakan oleh banyak negara pihak (Parties) yang mengadopsi persetujuan dimaksud. Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara pihak terhadap Persetujuan Paris. Indonesia telah menyampaikan NDC kepada Sekretariat UNFCCC menjelang COP-22 Marrakech pada tahun 2016, sebagai elaborasi dari NDC dan sekaligus menggantikan INDC yang disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC sebelum COP-21 Paris. Dokumen First NDC Indonesia sebagaimana terlampir akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Strategi Implementasi NDC. Strategi implementasi NDC ini dimaksudkan sebagai pemandu langkah sinergi setiap komponen bangsa mulai dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Akademisi, Sektor Bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Umum untuk mencapai komitment nasional dalam menurunkan emisi GRK dan mencapai tujuan pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim seperti yang tertuang dalam dokumen NDC. Kementerian LHK sebagai National Focal Point Perubahan Iklim di Indonesia, akan melakukan segala upaya dalam upaya bersama meraih keberhasilan implementasi NDC ini. Melalui Strategi Implementasi NDC ini diharapkan sinergi antar sektor dapat diperkuat guna memenuhi komitmen nasional kepada dunia internasional yang sejalan dengan tujuan dan cita-cita nasional. Jakarta, Juli 2017 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya v

6 vi

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI..... v vii I. LATAR BELAKANG II. PARIS AGREEMENT DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE... 4 III. KOMITMEN DALAM NDC... 8 IV. PROGRAM IMPLEMENTASI NDC V. PENDANAAN VII. PENUTUP vii

8 viii

9 I. LATAR BELAKANG Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menentukan 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita. Nawa Cita secara eksplisit juga memberi penekanan pada pentingnya pengendalian perubahan iklim, yaitu pada : (A) Berdaulat Dalam Bidang Politik, pada butir Nawa Cita 1 Membangun wibawa politik luar negeri dan merespon peran Indonesia dalam isu-isu global huruf b. 5) Mengintensifkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia seperti... perubahan iklim..., dan (B) Berdikari Dalam Bidang Ekonomi, pada butir Nawa Cita 3 Membangun daulat energi berbasis kepentingan nasional huruf 3. h) Merancang isu perubahan iklim bukan hanya untuk isu lingkungan semata melainkan juga untuk perekonomian nasional. Bila disimak butir-butir Nawa Cita lainnya, banyak diantaranya sangat relevan dengan elemn-elemen NDC. Presiden Joko Widodo pada Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang ke 21 di Paris tahun 2015 menyatakan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) 29% di bawah Business As Usual (BAU) pada tahun 2030 dan sampai dengan 41 % dengan bantuan internasional. Pertemuan COP21/CMP11 UNFCCC, atau disebut juga Paris Climate Change Conference tahun 2015 menjadi titik kulminasi dari pembahasan yang dimulai sejak COP-17 di Durban tahun 2011 untuk menegosiasikan regime baru dalam penanganan perubahan iklim pasca-2020 yang berlaku bagi Negara Pihak UNFCCC dengan prinsip common but dfferentiated responsibility and respective capability (CBDR-RC). Proses negosiasi di Paris telah diarahkan untuk mencapai kesepakatan yang seimbang menuju peningkatan ambisi penurunan emisi dan penyusunan kesepakatan regime baru dalam penanganan perubahan iklim. Dalam catatan sejarah sebelumnya, penerapan regime pengendalian perubahan iklim global termasuk Kyoto Protokol yang manjalankan prinsip common but differential responsibility and recpective capabilities (CBDR-RC) menuju 2020 belum berhasil mencapai target-target yang telah disepakati oleh Negera Pihak. Selain itu, temuan baru dari IPCC melalui dokumen Assessment Report ke-5 (AR5) membuktikan aksi-aksi mitigasi tidak banyak mengalami kemajuan 1

10 dan saat ini mendorong setiap Negara untuk serius dalam menajalankan programprogram nasionalnya. Indonesia bersama-sama dengan anggota masyarakat internasional melalui Konferensi Para Pihak (COP) UNFCCC ke-21 di Paris, telah mengadopsi Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Persetujuan dimaksud pada tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Paris Climate Change Conference menghasilkan kesepakatan baru disebut Paris Agreement, atau Persetujuan Paris, yang salah satunya menghasilkan kesepakatan mengenai NDC yang mengatur dan memproyeksikan potensi penurunan emisi GRK dilakukan oleh para Negara Pihak dalam kerangka waktu pasca Sebagai tindak lanjut pernyataan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP-21 adalah diratifikasinya Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun Pada saat yang hampir bersamaan, Indonesia menyampaikan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) ke Sekretariat UNFCCC, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dan menggantikan dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) yang disampaikan Indonesia sebelum COP-21 Paris. Sebagai bagian dari komitmen pre-2020, Indonesia telah membuat upaya penurunan emisi GRK secara sukarela sejak tahun dengan menuangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% dari BaU di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional. Pembelajaran dari implementasi komitmen tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan target sampai dengan tahun Dengan telah diratifikasinya Paris Agreement dan dengan rintisan yang telah cukup panjang dilakukan di Indonesia termasuk kesepakatan antar sektor tentang target kuantitatif masing-masing dalam NDC (yang merupakan gambaran garis besar transisi Indonesia menuju pembangunan masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim), maka untuk mengimplementasikannya diperlukan dukungan serta komitmen seluruh pihak. Dukungan dan komitmen tersebut secara konsisten dan kontinyu memerlukan tindak lanjut untuk menjaga sumber daya alam dan lingkungan Indonesia menjadi lebih baik dan berkontribusi dalam mencegah kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2oC dan menuju 1.5oC dibandingkan dengan era pra-industrialisasi. Dokumen NDC merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen ratifikasi Perjanjian Paris, yang disusun berdasarkan prinsip common but differentiated responsibilities and respective capabilities. Penyampaian NDC kepada UNFCCC Secretariat merupakan salah satu implementasi Perjanjian Paris terutama merujuk pada Keputusan 1/CP.21 paragraf 22. Prinsip clarity-transparency-understanding (CTU) merupakan core principles dan isu strategis yang akan terus dirujuk dalam mengelaborasi First NDC Indonesia ke dalam rencana implementasinya di setiap kategori sektor. 2

11 CTU sangat penting untuk mengukur penurunan emisi GRK oleh setiap negara sehingga dapat dilakukan perbandingan dan agregasi upaya global penurunan emisi GRK. Implementasi CTU dalam NDC akan didasarkan pada pengalaman dan kemampuan Indonesia di dalam penurunan emisi GRK di semua sektor yang dapat diverifikasi melalui proses MRV. Oleh karena itu, penjabaran NDC ke dalam aksiaksi mitigasi oleh seluruh Kementerian/Lembaga serta non-party stakeholders, dapat merujuk kepada proses MRV yang sudah dikembangkan sejak tahun Pelaksanaan Persetujuan Paris khususnya NDC akan menjadi momentum bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui upayaupaya yang lebih intensif misalnya dalam menjaga hutan, melindungi lingkungan, mengembangkan penerapan energi baru dan terbarukan, meningkatkan transportasi yang berkelanjutan, pertanian yang rendah emisi dan meningkatkan ketahanan pangan, industri yang ramah lingkungan, bangunan yang ramah lingkungan serta pengelolaan limbah yang terpadu. Hal ini dapat membuka peluang antara lain untuk membangun aksi koheren di tingkat nasional oleh seluruh komponen masyarakat, pengembangan riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan dan kerjasama internasional serta peluang lain berkaitan dengan pembangunan nasional. Salah satu langkah awal dalam mengimplementasikan di tingkat nasional adalah mendorong penyelarasan NDC dalam program dan kegiatan kementerian terkait untuk Rencana Kegiatan Pemerintah Tahun 2018 yang diarahkan menuju pencapaian target 10 Prioritas Nasional Pembangunan, untuk kemudian dikaitkan dengan program dan kegiatan prioritas. Mengingat komitmen mandatori di bawah UNFCCC yang melibatkan seluruh negara pihak seperti dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) merupakan hal yang baru bagi Indonesia sebagai negara berkembang, maka diperlukan strategi untuk mengimplementasikannya yang terbagi ke dalam program-program dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan. 3

12 II. PARIS AGREEMENT DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE Persetujuan Paris merupakan perjanjian internasional tentang perubahan iklim yang bertujuan untuk menahan kenaikan suhu rata- rata global di bawah 2 C di atas tingkat di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan suhu ke 1,5 C di atas tingkat pra industrialisasi. Selain itu, Persetujuan Paris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, menuju ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi, tanpa mengancam produksi pangan, dan menyiapkan skema pendanaan untuk menuju pembangunan rendah emisi dan berketahanan iklim. Persetujuan Paris yang bersifat mengikat secara hukum dan diterapkan semua negara (legally binding and applicable to all) dengan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan dan berdasarkan kemampuan masing-masing (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), memberikan tanggung jawab kepada negara-negara maju untuk menyediakan dana, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi kepada negara berkembang. Disamping itu, Persetujuan Paris mengamanatkan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral yang lebih efektif dan efisien untuk melaksanakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan dukungan pendanaan, alih teknologi, peningkatan kapasitas yang didukung dengan mekanime transparansi serta tata kelola yang berkelanjutan. Persetujuan Paris memuat materi pokok substansi sebagai berikut: a. Kewajiban masing-masing Negara untuk menyampaikan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contributions). Kontribusi penurunan tersebut harus meningkat setiap periode, dan negara berkembang perlu mendapatkan dukungan untuk meningkatkan ambisi tersebut (Pasal 3). b. Komitmen Para Pihak untuk mencapai titik puncak emisi gas rumah kaca secepat mungkin dan melakukan upaya penurunan emisi secara cepat melalui aksi mitigasi (Pasal 4). c. Pendekatan kebijakan dan insentif positif untuk aktivitas penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta pengelolaan hutan berkelanjutan, konservasi dan peningkatan cadangan karbon hutan termasuk melalui pembayaran berbasis hasil (Pasal 5). 4

13 d. Pengembangan kerja sama sukarela antarnegara dalam rangka meningkatkan ambisi penurunan emisi termasuk melalui mekanisme pasar dan nonpasar (Pasal 6). e. Penetapan tujuan global adaptasi untuk meningkatkan kapasitas adaptasi, memperkuat ketahanan, dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim sebagai pengakuan bahwa adaptasi merupakan tantangan global yang membutuhkan dukungan dan kerja sama internasional khususnya bagi negara berkembang (Pasal 7). g. Pengakuan pentingnya meminimalkan dan mengatasi kerugian dan kerusakan (loss and damage) akibat dampak buruk perubahan iklim (Pasal 8). h. Kewajiban negara maju menyediakan sumber pendanaan untuk membantu negara berkembang dalam melaksanakan mitigasi dan adaptasi. Selain itu, pihak lain dapat pula memberikan dukungan secara sukarela (Pasal 9). i. Peningkatan aksi kerja sama seluruh negara dalam hal pengembangan dan alih teknologi (Pasal 10). j. Perlunya kerja sama Para Pihak untuk memperkuat kapasitas negara berkembang dalam implementasi Persetujuan Paris dan kewajiban negara maju untuk memperkuat dukungan bagi peningkatan kapasitas di negara berkembang (Pasal 11). k. Kerja sama Para Pihak dalam upaya penguatan pendidikan, pelatihan, kesadaran publik, partisipasi publik, dan akses publik terhadap informasi mengenai perubahan iklim (Pasal 12). l. Pembentukan dan pelaksanaan kerangka kerja transparansi dalam rangka membangun rasa saling percaya dan meningkatkan efektivitas implementasi, meliputi aksi maupun dukungan dengan fleksibilitas bagi negara berkembang. Kerangka ini merupakan pengembangan dari yang sudah ada di bawah Konvensi (Pasal 13). m. Pelaksanaan secara berkala inventarisasi dari implementasi Persetujuan Paris untuk menilai kemajuan kolektif dalam mencapai tujuan Persetujuan Paris (Global stocktake) dimulai tahun 2023 dan selanjutnya dilakukan setiap lima tahun (Pasal 14). n. Pembentukan mekanisme untuk memfasilitasi implementasi dan mendorong kepatuhan terhadap Persetujuan Paris (Pasal 15). Dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris, kontribusi nasional terhadap upaya global yang dituangkan dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC), semua negara pihak melaksanakan dan mengkomunikasikan upaya ambisiusnya dan 5

14 menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu, yang terkait dengan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (mitigasi, adaptasi), dan dukungan pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas bagi negara berkembang oleh negara maju. Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) Indonesia mencakup aspek mitigasi dan adaptasi. Sejalan dengan ketentuan Persetujuan Paris, NDC Indonesia perlu direview secara berkala dan dilakukan penyesuaian sesuai keperluan. Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030, yang akan dicapai antara lain melalui sektor kehutanan, energi, limbah, proses industri dan penggunaan produk, dan pertanian. Komitmen NDC Indonesia untuk periode selanjutnya ditetapkan berdasarkan kajian kinerja dan harus menunjukkan peningkatan dari periode sebelumnya. Paris Agreement telah memasuki masa efektif berlaku (entry into force) pada tanggal 4 November 2016, yaitu hari ke-30 setelah lebih dari 55 negara yang merepresentasikan 55% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global menyampaikan instrumen ratifikasi kepada Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), dan telah diundangkan pada tanggal 25 Oktober Pengesahan Persetujuan Paris ini didorong juga oleh amanat Pasal 28 A UUD 1945 bahwa Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Artinya Pemerintah bersama-sama dengan negara-negara dunia lainnya untuk mempertahankan daya dukung global agar segenap manusia dapat hidup dalam level kehidupan yang layak. Dan dalam Pasal 28 H UUD 1945 butir (1) disebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Ratifikasi ini merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang berkualitas. Perubahan iklim memiliki dimensi nasional dan global yang keduanya terakomodir dalam NAWACITA. Untuk dimensi global, salah satu butir NAWACITA tentang peningkatan peran global mengamanatkan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia termasuk perubahan iklim. Untuk konteks nasional sejumlah butir NAWACITA mengamanatkan aksi yang mengandung manfaat mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, misal tentang penguatn sektor kehutanan, serta membangun tata ruang dan lingkungan yang berkelanjutan. 6

15 Dengan mengesahkan Persetujuan Paris dan menjalankan seluruh komitmen dan pengaturan yang terkait didalamnya, Indonesia akan mendapatkan manfaat antara lain: 1. Peningkatan perlindungan wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. 2. Peningkatan pengakuan atas komitmen nasional dalam menurunkan emisi dari berbagai sektor, pelestarian hutan, peningkatan energi terbarukan dan peran serta masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam pengendalian perubahan iklim yang selama ini diperjuangkan oleh Indonesia. 3. Menjadi para pihak yang dapat berperan serta (memiliki hak suara) dalam pengambilan keputusan terkait Persetujuan Paris, termasuk dalam pengembangan modalitas, prosedur dan pedoman pelaksanaan Persetujuan Paris. 4. Memperoleh kemudahan untuk mengakses sumber pendanaan, teknologi transfer, peningkatan kapasitas bagi implementasi aksi mitigasi dan adaptasi. 7

16 III. KOMITMEN DALAM NDC Komitmen dalam Nawa Cita menjadi salah satu dasar bagi penyusunan dokumen the First NDC Indonesia, yang menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. Mengacu pada kesiapan Indonesia dalam menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dengan kemampuan sendiri, NDC disusun untuk meningkatkan aksi dan kondisi yang mendukung pencapaian tujuan yang lebih ambisius setelah tahun 2020 yang akan berkontribusi dalam upaya untuk mencegah kenaikan temperatur global di bawah 2oC dan mengejar upaya membatasi kenaikan temperatur global 1.5oC dibandingkan masa pra-industri. Dalam upaya tersebut, sesuai dengan kewajiban/komitmen negara, dalam NDC telah direncanakan aksi-aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai aksi yang terintegrasi untuk membangun ketahanan dalam menjaga sumber daya pangan, air, dan energi. Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (mitigasi) pada tahun 2030 sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan sampai dengan 41% bila dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan tanpa aksi mitigasi atau business as usual (BAU). Dalam NDC dijelaskan tentang lima kategori sektor dan proporsi kontribusinya dalam upaya penurunan emisi GRK 29 % dari BAU 2030, yakni: kehutanan (17.2%), energi (11%), pertanian (0.32%), industri (0.10%), dan limbah (0.38%). Sedangkan untuk adaptasi, komitmen Indonesia meliputi peningkatan ketahanan ekonomi, ketahanan sosial dan sumber penghidupan, serta ketahanan ekosistem dan lansekap selain juga pengkondisian untuk ketahanan iklim. Untuk melihat target penurunan emisi per kategori sektor dapat dilihat pada Tabel 1 dan Bagan 1. 8

17 Table 1. Proyeksi BAU dan reduksi emisi GRK dari setiap kategori sektor No Sektor Tingkat Emisi GRK 2010 MTon CO 2 e Tingkat Emisi GRK 2030 (MTon CO 2 e) Penurunan Emisi GRK (MTon CO 2 e) % of Total BaU BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2 Rerata Pertumbuhan Tahunan BAU ( ) Rerata Pertumbuhan * 1 Energi* ,669 1,355 1, % 14% 6.7% 4.50% 2 Limbah % 1% 6.3% 4.00% 3 IPPU % 0.11% 3.4% 0.10% 4 Pertanian % 0.13% 0.4% 1.30% 5 Kehutanan** % 23% 0.5% 2.70% TOTAL 1,334 2,869 2,034 1, ,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Termasuk fugitive **Termasuk kebakaran gambut Notes: CM1= Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional) CM2= Counter Measure 2 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-conditional) Bagan 1. Proyeksi BAU dan Reduksi Emisi GRK dari Setiap Kategori Sektor Energy 19% dari BAU-energi 11% dari BAU Total Waste % dari BAU-kehutanan 17.2% dari BAU Total Emission BAU (2030) ER (CM1) ER (CM2) IPPU Agriculture Foresty (penurunan emisi (ER) dalam juta ton CO2e; CM1 = 29%; CM2 = 38%) Di samping itu, menghadapi pembangunan paska-2020, Indonesia memandang pencapaian ketahanan iklim kepulauan merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program adaptasi-mitigasi dan strategi penurunan risiko bencana yang komprehensif. 9

18 Dukungan baik berupa intervensi soft technology maupun hard technology merupakan aspek yang harus dipenuhi dan dapat dilakukan melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, memperbaiki layanan dasar kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi rendah emisi, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan tata kelola yang baik. 10

19 IV. PROGRAM IMPLEMENTASI NDC Implementasi NDC memerlukan komitmen tidak hanya Pemerintah tetapi juga Pemerintah Daerah, Swasta, NGOs, dan stakeholders lainnya. Dan mengingat komitmen mengikat yang tertuang dalam NDC merupakan hal baru bagi negara berkembang termasuk Indonesia, maka untuk mengimplementasikannya diperlukan strategi yang sesuai dengan tingkat kesiapan masing-masing negara. Strategi implementasi NDC ini terbagi ke dalam 9 (sembilan) program mulai dari persiapan sampai tahap akhir termasuk review dan pembaruan komitmen dalam NDC pada setiap periode yang ditentukan. Kesembilan program tersebut dapat digambarkan seperti Bagan 2 dan Tabel 2: Bagan 2. Sembilan Program Implementasi NDC I. PENGEMBANGAN OWNERSHIP DAN KOMITMEN Kementerian/Lembaga Pemda Swasta, Masyarakat Sipil, Lembaga Keuangan II. PENGEMBANGAN KAPASITAS Penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM (elaborasi NDC_sektor dan wilayah, KRP, IGRK, MRV, SRN Implementasi NDC) III. ENABLING ENVIRONMENT Peraturan-perundangan dan kebijakan terkait (UU No. 16/2016 ttg Ratifikasi Paris Agreement, PP.46/2016 ttg KLHS, dll) IV. PENYUSUNAN KERANGKA KERJA DAN JARINGAN KOMUNIKASI V. KEBIJAKAN SATU DATA GRK VI. PENYUSUNAN KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM (KRP) INTERVENSI Koordinasi dan sinergi antar sektor dan wilayah serta aktor/pelaku SIGN-SMART: data inventarisasi GRK nasional SRN (termasuk MRV): aksi Mitigasi, Adaptasi, JMA dan Mol (pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas) Penyelarasan NDC dengan perencanaan pembangunan di 5 kategori sekor mitigasi dan adaptasi sektoral dan wilayah > untuk menjamin penganggaran (APBN-APBD) dan mobilisasi sumberdaya baik dari dalam negeri maupun internasional VII. PENYUSUNAN PEDOMAN IMPLEMENTASI NDC Pedoman untuk Pusat dan daerah (perencanaan, pelaksanaan, MRV dan review NDC); VIII. IMPLEMENTASI NDC IX. PEMANTAUAN DAN REVIEW NDC Didasarkan pada hasil penyusunan KRP serta rencana implementasi NDC Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) dan BAPPENAS (terkait pembangunan nasional). Pemantauan progres implementasi NDC Menjelang tahun 2020 akan dilakukan review dan adjustment NDC bila diperlukan (tidak ada backsliding) 11

20 Tabel 2. Detail Sembilan Program Implementasi NDC No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan 1 PENGEMBANGAN OWNERSHIP DAN KOMITMEN 2 PENGEMBANGAN KAPASITAS (Capacity Building) 1. Sosialisasi a. Pusat Target Parlemen, Kementerian/ Lembaga, Media, Akademisi b. Regional dan Propinsi Regional Sumatera Regional Kalimantan Regional Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Regional Sulawesi Regional Maluku dan Papua 2. Komunikasi stakeholder (2017 dan seterusnya) hasilnya berupa pembentukan forum komunikasi Dua kegiatan dimaksud diarahkan untuk membangun kesepahaman peran dan tanggungjawab Penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM (elaborasi NDC_ sektor dan wilayah, KRP, IGRK, MRV, SRN, implementasi NDC) : Penyusunan Capacity Building Needs Assessment (CBNA) : Identifikasi kebutuhan peningkatan kapasitas perubahan iklim untuk tingkat nasional, subnasional (provinsi) dan lokal Identifikasi kelompok sasaran Identifikasi jenis kegiatan peningkatan kapasitas yang dibutuhkan (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran, akses terhadap informasi, pelibatan masyarakat, kerjasama internasional) Identifikasi substansi/ materi peningkatan kapasitas: perubahan iklim secara umum, mitigasi, adaptasi, teknologi, IMRV GRK, akses terhadap pendanaan, pengusulan kegiatan/ proyek, negosiasi, dsb Kementerian/ Lembaga Pemda, Swasta, Masyarakat Sipil Lembaga Keuangan Parlemen KLHK ESDM Kem. Pertanian Kem. Perindustrian Kem. Keuangan BAPPENAS K/L terkait:,, Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas,, Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan) Parlemen Pakar/ perguruan tinggi Pemerintah daerah Swasta Asosiasi profesi LSM Kelompok masyarakat Pusat : mulai April 2017 Daerah : mulai Mei 2017 Maret 2017 dan seterusnya 2017 dan seterusnya 1. Informasi dalam forum komunikasi disampaikan kepada publik. 2. Meningkatkan transparansi implementasi NDC. Target: CBNA selesai Agustus 2017 Road Map selesai Desember CB adl. evolving process; dimulai parallel dengan penyusunan Road Map. CB dilakukan untuk semua pihak di semua level semuai kebutuhan CB. 12

21 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan Penyusunan Peta Jalan (Roadmap) Peningkatan Kapasitas Perubahan Iklim: Kegiatan yang harus dilaksanakan pada setiap tingkatan (nasional, sub-nasional/ provinsi dan lokal) dan pada setiap sektor utama penghasil emisi GRK Siapa yang harus melakukan Peningkatan Kapasitas (pelaksana: instansi pemerintah, swasta, masyarakat) Kelompok sasaran Bentuk/jenis peningkatan kapasitas yang diperlukan (pendidikan, pelatihan, peningkatan kesadaran, akses terhadap informasi, pelibatan masyarakat, kerjasama internasional) Waktu pelaksanaan Lokasi pelaksanaan Sumber pendanaan Pelaksanaan peningkatan kapasitas secara sistematis (dalam dan luar negeri): Pendidikan Training Seminar/workshop/ conference Internship/magang TOT Sekolah lapang 3 ENABLING ENVIRONMENT 1. Identifikasi peraturanperundangan dan kebijakan Lembaga Kementerian / perubahan iklim untuk melihat gaps dan overlaps dan potensi harmonisasi peraturan perundangan. 2. Peraturan-Perundangan yang telah teridentifikasi, antara lain: UU No. 16/2016 tentang Ratifikasi Paris Agreement UU 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi UU 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH April Mei 2017 Identifikasi tentang bagaimana masing-masing regulasi memberikan landasan bagi implementasi NDC dan dukungan peraturanperundangan baru yang diperlukan 13

22 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengendalian Deforestasi UU 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan UU 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah UU 30 Tahun 2007 tentang Energi PP No 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut jo. PP No. 57 Tahun 2016 regarding Amandemen PP No. No. 71/2014 PP No. 64 Tahun 2013 tentang Pemanfaatan Air dan Hutan di kawasan lindung, taman nasional, forest park dan Taman Wisata Alam PP No.45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional PP. 46 Tahun 2016 tentang KLHS Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional Perpres No.1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut Inpres No.6/2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Izin Baru HUtan Alam Primer dan Gambut 14

23 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan Perpres No. 9/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Satu Peta Kebijakan Reforma Agraria dan perhutanan sosial. 3. Penyiapan penyusunan Peraturan-Perundangan tentang Perubahan Iklim. 4 PENYUSUNAN KERANGKA KERJA DAN JARINGAN KOMUNIKASI Koordinasi dan sinergi antar sektor dan wilayah serta aktor/pelaku KLHK ESDM Kem. Pertanian Kem. Perindustrian Kem. Keuangan BAPPENAS K/L terkait: (Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas,, Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan) Parlemen Pakar/ perguruan tinggi Pemerintah daerah Swasta Asosiasi profesi LSM Kelompok masyarakat 2017 dan seterusnya Terkait dengan target penurunan emisi dan MRV, kebijakan dan program adaptasi dikoordinir oleh KLHK Terkait dengan perencanaan pembangunan dikoordinir Bappenas. Didalam melaksanakan tugasnya, diperlukan sinergi Bappenas dengan KLHK. Masing-masing kategori sektor dikoordinir oleh Kementerian yang memiliki mandat di bidang tsb, yaitu: Kehutanan dan Limbah: KLHK Energi: ESDM Pertanian: Kem. Pertanian IPPU: Kem. Perindustrian 5 KEBIJAKAN SATU DATA GRK* SIGN SMART: data inventarisasi GRK nasional SRN (termasuk MRV): Sistem Registri Nasional tentang aksi Mitigasi, Adaptasi, JMA dan MoI a. Membangun kesepahaman dan kesepakatan tentang pentingnya satu data GRK b. Institutional arrangements untuk memperkuat Kebijakan Satu Data GRK c. Penguatan existing systems untuk Kebijakan Satu Data GRK Kemtan Kementerian Perindustrian BIG Lapan BMKG BPS BNPB Kemenkeu Perhubungan PUPERA a b c Identifikasi tentang bagaimana masing-masing regulasi memberikan landasan bagi implementasi NDC dan dukungan peraturan- 15

24 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan (pendanaan, teknologi, peningkatan kapasitas) d. Membangun Protocol data untuk SIGN SMART dan SRN (sector, daerah dan nasional) e. Memfasilitasi sektor untuk mengintegrasikan data GRK dalam pengelolaan data di lembaganya f. Evaluasi Kesiapan Implementasi Kebijakan Satu Data GRK g. Implementasi Kebijakan Satu Data GRK d e f g. mulai 2018 perundangan baru yang diperlukan 6 PENYUSUNAN KEBIJAKAN, RENCANA DAN PROGRAM (KRP) INTERVENSI Penyelarasan NDC dengan kebijakan pembangunan: 1. Mitigasi di 5 kategori sektor: LULUCF: koordinasi internal KLHK, energi: koordinasi dg Kem. ESDM dan Kem. Perhubungan IPPU: koordinasi dg Kem. Perindustrian utk limbah: koordinasi internal KLHK pertanian: koordinasi dg Kem. Pertanian 2. Adaptasi sektoral dan wilayah: Ketahanan pangan Ketahanan energi Ketahanan air Kesehatan Permukiman Infrastruktur Pesisir dan pulau-pulau kecil Ekosistem lainnya (Tiga ketahanan dalam NDC: ekonomi, sosial dan livelihood, ekosistem dan lanskap) Catatan : penyelarasan termasuk dengan SDGs dan komitmen di bawah Persetujuan Internasional lainnya. KLHK ESDM Kemtan Kementerian Perindustrian Kemenkeu Bappenas K/L terkait: Kemendagri, Kemendes, PUPR, BPPT, ATR/PPN, Kemendiknas,, Kemenkes, KPPA, KKP, BMKG, Lapan, BIG, BPS Kemen Perhubungan) Parlemen Pakar/ perguruan tinggi Pemerintah daerah Swasta Asosiasi profesi LSM Kelompok masyarakat 2017 Koordinasi KLHK, K/L 5 kategori sektor, BAPPENAS, KemenKeu. Terkait dengan target penurunan emisi dan MRV, kebijakan dan program adaptasi dikoordinir oleh KLHK Terkait dengan perencanaan pembangunan dikoordinir Bappenas. Didalam melaksanakan tugasnya, diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem. Keu. Masing-masing kategori sektor dikoordinir oleh Kementerian yang memiliki mandat di bidang tsb, yaitu: Kehutanan dan Limbah: KLHK Energi: ESDM Pertanian: Kem. Pertanian IPPU: Kem. Perindustrian 16

25 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan 7 PENYUSUNAN GUIDANCE IMPLEMENTASI NDC Pedoman untuk Pusat dan daerah: a. Implementasi, Monitoring, Pelaporan, Evaluasi dalam konteks capaian target pembangunan (daerah pusat) b. IGRK melalui SIGN-SMART dan MRV SRN KLHK ESDM Kemtan Kementerian Perindustrian Kemenkeu BAPPENAS 2017/2018 a. Dikoordinasikan BAPPENAS b. Dikoordinasikan KLHK 8 IMPLEMENTASI NDC Pengurangan emisi sesuai KLHK target masing-masing kategori ESDM sektor: Kemtan LULUCF, Kementerian energi, Perindustrian IPPU, Kemenkeu limbah, Bappenas pertanian Pemerintah Daerah Peningkatan kapasitas adaptasi Swasta dan ketahanan iklim menuju: Masyarakat Ketahanan ekonomi Pertanian dan perkebunan berkelanjutan Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu Penurunan laju deforestasi dan degradasi hutan (mempertahankan fungsi ekosistem) Konservasi lahan (Penanggulangan degradasi lahan melalui Konservasi tanah dan air) Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan (tidak menggunakan lahan berhutan) Perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi Ketahanan sosial dan sumber penghidupan Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini (bencana terkait iklim), kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan lokal, untuk mengamankan akses kepada sumber daya alam utama (key natural resources) s/d 2030 Didasarkan pada hasil penyusunan KRP serta rencana implementasi NDC Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) Dikoordinasikan oleh BAPPENAS (terkait dengan target capaian pembangunan nasional) Diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem. Keu. 17

26 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan Meningkatkan secara cepat program kesiapsiagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana Identifikasi wilayah rentan perubahan iklim dalam perencanaan dan tata guna lahan Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan Pembangunan prasarana tahan iklim Pencegahan dan resolusi konflik Ketangguhan ekosistem dan lanskap Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini (bencana terkait iklim), kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan lokal, untuk mengamankan akses kepada sumber daya alam utama (key natural resources) Meningkatkan secara cepat program kesiapsiagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana Identifikasi wilayah rentan perubahan iklim dalam perencanaan dan tata guna lahan Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan Pembangunan prasarana tahan iklim Pencegahan dan resolusi konflik 9 PEMANTAUAN DAN REVIEW NDC a. Pemantauan progres KLHK implementasi NDC, termasuk ESDM penggunaan platform atau Kemtan mekanisme untuk mengakses Kementerian informasi kemajuan Perindustrian implementasi NDC dan hasilhasilnya. Kemenkeu Bappenas a. Pra 2020: mulai 2017 Paska 2020: Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) 18

27 No. Program Kegiatan Para Pihak Waktu Keterangan b. Review dan adjusment b. setiap 5 tahun (review I: 2019) Dikoordinasikan oleh KLHK (terkait target pengurangan emisi dan kebijakan PI) Dikoordinasikan oleh BAPPENAS (terkait dengan target capaian pembangunan nasional) Menjelang tahun 2020 akan dilakukan review dan adjustment NDC bila diperlukan (tidak ada backsliding) Diperlukan sinergi Bappenas- KLHK-Kem. Keu. )* Semua data yang ada link ke SRN 19

28 V. PENDANAAN Target penurunan emisi gas rumah kaca yang telah ditetapkan melalui NDC, yaitu unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario bussines as usual (BAU) tahun 2030 memerlukan pendanaan yang memadai dan dapat diperkirakan jumlah serta opsi-opsi pendanaannya untuk dapat mencapai target penurunan emisi GRK dan dalam waktu yang sama mencapai target pembangunan. Isu pendanaan yang memadai, dapat diprediksi dan berkelanjutan (adequate, predictable, sustainable) sudah dibahas dan disepakati sejak COP ke- 13 di Bali tahun 2007 melalui Decision 1/CP 13 para 1e(i) bahwa perlu Improved access to adequate, predictable and sustainable financial resources and financial and technical support, and the provision of new and additional resources, including official and concessional funding for developing country Parties. Selanjutnya Paris Agreement menyatakan Recognizes the importance of adequate and predictable financial resources, including for results-based payments, as appropriate, for the implementation of policy approaches and positive incentives for reducing emissions from deforestation and forest degradation, and the role of conservation, sustainable management of forests and enhancement of forest carbon stocks. Dalam hal ini, sudah cukup jelas tentang kebutuhan dukungan pendanaan dari negara maju untuk negara berkembang, selain sumber dana yang disiapkan sendiri oleh negara berkembang. Untuk mengelola pendanaan NDC, instrument pendanaan perubahan iklim di tingkat nasional, termasuk kelembagaannya yang dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan dengan mekanisme pendanaan yang fleksible dan dapat menjamin transparansi serta akuntabilitas dalam memobilisasi dan mendistribusikan pendanaan perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, saat ini pemerintah sedang berproses dalam membentuk lembaga pendanaan lingkungan hidup, dimana perubahan iklim menjadi salah satu jendela pada lembaga pendanaan tersebut. Hal ini sejalan dengan mandat UU No. 32 tahun 2009, pasal 42 dan pasal 43, yang mengatur bahwa pemerintah harus membuat kebijakan mengenai pendanaan lingkungan hidup. Melalui [Rancangan] Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, maka mandat pembentukan lembaga pendanaan yang menerapkan pola keuangan badan layanan umum tersebut diatur pada [Rancangan] PP tersebut. 20

29 Sementara pembentukan kelembagaan pendanaan lingkungan hidup dibentuk melalui Peraturan Presiden tentang Pendanaan Lingkungan Hidup. Lembaga pendanaan lingkungan hidup (BPDLH) dirancang untuk dapat mengelola pendanaan dari anggaran pemerintah dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan Pemerintah yang digunakan untuk kebutuhan belanja, investasi dan pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk untuk upaya pengendalian perubahan iklim. Untuk itu, lembaga pendanaan lingkungan hidup akan dikelola secara profesional dengan mematuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara dan menerapkan standar fidusiari dan praktik-praktik terbaik yang diterima secara internasional. Lembaga pendanaan lingkungan hidup tersebut akan berada dibawah pembinaan Kementerian Keuangan dan KLHK dalam hal ini berperan sebagai koordinator dalam memberikan arahan program-program lingkungan hidup, termasuk program-program pengendalian perubahan iklim. Lembaga pendanaan lingkungan hidup tersebut mengelola dua jenis dana utama, yaitu: 1) Dana penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, yaitu dana yang disiapkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah untuk menanggulangi dan memulihkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tanggap darurat dan yang tidak jelas sumber dan pelakunya. 2) Dana amanah/bantuan konservasi, yaitu dana yang berasal dari sumber hibah dan donasi untuk kepentingan konservasi sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga pendanaan lingkungan hidup membentuk beberapa jendela pendanaan (funding window) sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Salah satu jendela tersebut dan yang akan dikembangkan sejak awal beroperasinya lembaga pendanaan tersebut adalah jendela pendanaan perubahan iklim, yang diawali dengan pendanaan untuk REDD+. Jendela Pendanaan REDD+ akan mencakup kegiatan yang termasuk dalam dana jaminan pemulihan lingkungan hidup dan dana amanah atau dana bantuan konservasi (Bagan 2). 21

30 Badan Layanan Umum (BLU) sebagai Pengelola Dana Lingkungan INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN PERENCANAAN PENDANAAN INSENTIF/DISINSENTIF Dana Jaminan Pemulihan LH Dikelola oleh BLU Dana Kerusakan/Pencemaran Lingkungan Tujuan: Kerusakan lingkungan yang disebabkan degradasri/pencemaran Pemulihan lingkungan yang diakibatkan kerusakan/ pencemaran Dana Hibah Konservasi Tujuan: Perlindungan sumber daya alam Perlindungan atmosfer Jendela Degradasi/ Pencemaran Lingkungan Jendela Konservasi Sumber Daya Alam Jendela Perubahan Iklim Jendela Lain Bagan 2. Pendanaan Lingkungan Hidup yang akan dikelola BLU Mengingat untuk mencapai target pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana ditetapkan dalam NDC diperlukan peran dan kontribusi berbagai pihak dalam melaksanakan program dan kegiatanya, maka pendanaan NDC tidak hanya dapat menggunakan pendanaan dengan mekanisme APBN/APBD sebagaimana dijalankan oleh K/L dan Pemerintah Daerah. BPDLH yang mengelola dana dari berbagai sumber diharapkan dapat menjadi pendukung dalam pendanaan NDC yang dilakukan baik oleh Pemerintah (nasional dan sub-nasional) maupun non-pemerintah (swasta dan civil societies). 22

31 VI. PENUTUP Implementasi NDC dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) tahap. Tahap pertama adalah penyiapan prakondisi yang harus bisa diselesaikan sebelum tahun Tahap ini terdiri dari: pengembangan ownership dan komitmen; pengembangan kapasitas; enabling environment; penyusunan kerangka kerja dan jaringan komunikasi; kebijakan satu data GRK; penyusunan kebijakan, rencana dan program (KRP) intervensi; dan penyusunan pedoman implementasi NDC, termasuk review kesiapan memasuki periode komitmen Tahap kedua adalah implementasi pada periode komitmen pertama mulai tahun Tahap ketiga adalah pemantauan dan review NDC selama periode komitmen, yang mencakup capaian target baik dari sisi pengurangan emisi dan peningkatan kapasitas adaptasi serta peningkatan resiliensi termasuk pelaporan internasional (yang dikoordinasikan KLHK) serta capaian target pembangunan (yang dikoordinasikan oleh BAPPENAS). Dengan demikian, ketiga tahap ini bukan berarti subsekuen antara satu tahap ke tahap berikutnya namun dilaksanakan secara simultan. Pemantauan dan evaluasi (MRV untuk pengurangan emisi) sudah mulai dilaksanakan pada tahap penyiapan prakondisi untuk memberbaiki dan penyesuaian dengan situasi serta sumberdaya yang ada. Keberhasilan implementasi NDC memerlukan sinergi semua komponen bangsa, mulai dari Kementerian/Lembaga, Sektor Bisnis, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan masyarakat umum. Implementasi NDC merupakan kegiatan yang membutuhkan komitment, peran, dan kontribusi semua komponen bangsa tersebut untuk berproses bersama-sama dengan merubah perilaku untuk berusaha mengurangi emisi GRK sebesar 29%-41% dari BAU. Oleh karenanya langkah yang penting diawali dari unsur pemerintah melalui upaya penyelarasan implementasi NDC dengan kebijakan pembangunan semua sektor. Setelah Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dapat inheren menjadikan kegiatan terkait perubahan iklim dalam kegiatan pembangunannya, dapat lebih diharapkan peran semua komponen bangsa dalam upaya implementasi NDC ini. Penyusunan Strategi Implementasi NDC ini diarahkan sebagai pemandu arah gerak sinergi bagi segenap komponen bangsa untuk melaksanakan komitmet internasional yang sejalan dengan cita-cita dan tujuan nasional. Semoga langkah dan upaya segenap komponen bangsa ini mendapat bimbingan dan kemudahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. 23

32 24

33

34

35 FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION REPUBLIC OF INDONESIA November 2016

36

37 FIRST NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION REPUBLIC OF INDONESIA 1. KONTEKS NASIONAL Indonesia merupakan negara yang sedang bertumbuh dengan demokrasi yang stabil dan populasi keempat terbanyak di dunia. Walaupun pertumbuhan ekonomi masih terus meningkat selama dekade terakhir, sekitar 11% populasi Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan. Untuk mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Indonesia memproyeksikan pembangunan ekonomi setidaknya mencapai 5% per tahun untuk menurunkan laju kemiskinan di bawah 4% di tahun 2025 sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang, antara lain bahwa setiap orang berhak memperoleh hidup yang layak dan sehat. Mengingat dampak perubahan iklim mulai dirasakan, Indonesia masih terus mencari keseimbangan pembangunan di masa kini dan masa datang serta prioritas pengentasan kemiskinan. Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia mencanangkan target penurunan emisi GRK sebesar 26% di tahun 2020, dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional, dibandingkan terhadap skenario business as usual di tahun Pemerintahan Indoesia saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah menentukan 9 (sembilan) aksi prioritas pembangunan nasional yang dituangkan melalui Nawa Cita. Nawa Cita melingkupi antara lain melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Misi Nawa Cita tersebut sejalan dengan komitmen nasional menuju arah pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim, dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sebagai satu prioritas yang terintegrasi dan lintas-sektoral dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Mengingat posisi penting Indonesia secara geografis dalam global ocean conveyor belt (thermohaline circulation), negara kepulauan terbesar dan hutan hujan tropisnya yang kaya akan keanekaragaman hayati, tingginya cadangan nilai karbon dan sumber daya energi dan mineral, Indonesia dikenal akan perannya dalam upaya menghadapi perubahan iklim. Namun, Indonesia juga rentan terhadap bencana alam yang akan diperparah dengan terjadinya perubahan iklim, terutama di daerah dataran rendah di seluruh nusantara. Oleh karena itu Indonesia memandang bahwa upaya komprehensif 1

38 adaptasi dan mitigasi berbasis lahan dan laut merupakan sebuah pertimbangan strategis yang kritis dalam mencapai ketahanan iklim terkait pangan, air dan energi. Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menguraikan transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. NDC tersebut menggambarkan peningkatan aksi dan kondisi yang mendukung selama periode yang akan menjadi landasan untuk menentukan tujuan lebih ambisius setelah tahun 2020, yang akan berkontribusi dalam upaya untuk mencegah kenaikan termperatur global sebesar 2 0 C dan mengejar upaya membatasi kenaikan temperature global sebesar 1,5 0 C dibandingkan masa pra-industri. Untuk periode 2020 dan seterusnya, Indonesia memandang pencapaian ketahanan iklim kepulauan merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program adaptasi-mitigasi dan strategi penurunan risiko bencana yang komprehensif. Indonesia telah menentukan tujuan ambisius mengenai konsumsi dan produksi keberlanjutan terkait pangan, air dan energi. Tujuan ini akan dapat dicapai melalui pemberdayaan dan peningkatan kapasitas, memperbaiki layanan dasar kesehatan dan pendidikan, inovasi teknologi, dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik. 2. MITIGASI Menurut dokumen Second National Communication tahun 2010, emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia diperkirakan sebesar 1,8 GtCO 2 e di tahun Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,4 GtCO 2 e dibandingkan tahun Sumber emisi paling besar (63%) berasal dari kegiatan alih guna lahan serta kebakaran hutan dan lahan gambut, sedangkan konsumsi bahan bakar minyak menyumbangkan emisi GRK sebesar 19% dari total emisi. Berdasarkan dokumen First Biennial Update Report (BUR) yang telah disampaikan kepada UNFCCC pada bulan Januari 2016, emisi GRK nasional adalah sebesar 1,453 GtCO 2 e di tahun 2012, yang menunjukkan peningkatan sebesar 0,452 GtCO 2 e dari tahun Sektor utama yang berkontribusi mengeluarkan emisi adalah sektor LUCF termasuk kebakaran gambut (47,8%) dan sektor energi (34,9%) Sejak Indonesia mencanangkan penurunan emisi GRK secara sukarela sebesar 26% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% apabila ada dukungan internasional, dibandingkan dengan skenario business as usual 2020, Indonesia telah mengeluarkan rangkaian perangkat hukum dan kebijakan, termasuk Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK sebagaimana dituangkan dalam PERPRES No. 61/2011 dan inventarisasi GRK melalui PERPRES No. 71/2011. Pasca-2020, Indonesia merencanakan untuk meningkatkan target melebihi komitmen saat ini. Mengacu pada kajian terbaru mengenai tingkat emisi GRK, Indonesia telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario business as usual di tahun

39 Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi emisi dari sektor berbasis lahan dengan mengambil kebijakan moratorium penebangan hutan primer dan pelarangan konversi dari hutan yang tersisa dengan kegiatan pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, restorasi fungsi-fungsi ekosistem, serta pengelolaan hutan berkelanjutan yang termasuk perhutanan sosial melalui partisipasi aktif sektor swasta, usaha kecil dan menengah, organisasi masyarakat sipil, masyarakat lokal dan kelompok masyarakat yang paling rentan, terutama Masyarakat Hukum Adat, dan perempuan - baik dalam tahap perencanaan maupun implementasi. Pendekatan dengan skala lanseap dan pengelolaan berbasis ekosistem dengan peranan pemerintah daerah, merupakan hal penting dalam menjamin manfaat yang lebih besar dan berkelanjutan dari inisiatif-inisiatif tersebut. REDD+ akan menjadi komponen penting dari target NDC Indonesia di sektor berbasis lahan. Forest Reference Emission Level (FREL) untuk REDD+ telah disampaikan kepada Sekretariat UNFCCC pada bulan Desember 2015, yang mencakup deforestasi dan degradasi hutan serta dekomposisi gambut. FREL ditetapkan sebesar 0,568 GtCO 2 e/tahun untuk pool karbon Above Ground Biomass, dengan menggunakan periode referensi dan akan digunakan sebagai rujukan terhadap emisi aktual dari 2013 hingga Angka ini digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi kinerja REDD+ selama periode implementasi (hingga 2020). Indonesia akan melakukan adjustment (penyesuaian) manakala diperlukan. Di sektor energi, Indonesia telah menentukan kebijakan bauran energi. Selain itu juga telah ditetapkan kebijakan nasional mengenai pengembangan sumber energi bersih. Secara kolektif, kebijakan ini akan menempatkan Indonesia ke arah jalur dekarbonisasi. Peraturan Pemerintah Nomor 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan ambisi untuk melakukan transformasi, di tahun 2025 dan 2050, bauran penyediaan energi utama sebagai berikut: a) energi baru terbarukan setidaknya sebesar 23% di tahun 2025 dan setidaknya sebesar 31% di tahun 2050; b) minyak harus lebih kecil dari 25% di tahun 2025 dan lebih kecil dari 20% di tahun 2050; c) batubara paling sedikit 30% di tahun 2025 dan paling sedikit 25% di tahun 2050; dan d) gas setidaknya paling sedikit 22% di tahun 2025 dan paling sedikit 24% di tahun Di sektor pengelolaan limbah, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan kapasitas institusi di tingkat lokal, meningkatkan kapasitas pengelolaan limbah cair perkotaan, mengurangi limbah yang dibuang ke landfill melalui pendekatan Reduce, Reuse, Recycle, dan pemanfaatan sampah dan limbah untuk energi. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk lebih jauh menurunkan emisi GRK dari sektor pengelolaan limbah di tahun 2030 dan seterusnya melalui pengembangan kebijakan 3

40 yang komprehensif dan koheren, penguatan institusi, peningkatan mekanisme keuangan dan pendanaan, inovasi teknologi, dan pendekatan sosial-budaya. 3. ADAPTASI Perubahan iklim menimbulkan risiko signifikan terhadap sumber daya alam di Indonesia yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memandang upaya mitgasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep terintegrasi yang penting dalam membangun ketahanan sumber daya pangan, air dan energi. Pemerintah telah melakukan upaya signifikan dalam menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API) yang menyediakan kerangka untuk berbagai inisiatif adaptasi yang telah diarusutamakan ke dalam perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia akan meningkatkan aksi untuk mengkaji dan memetakan kerentanan regional sebagai dasar dari sistem informasi adaptasi, serta memperkuat kapasitas institusi dan menetapkan kebijakan maupun peraturan terkait perubahan iklim di tahun Tujuan jangka menengah dari strategi adaptasi perubahan iklim di Indonesia adalah untuk menurunkan risiko pada semua sektor pembangunan (pertanian, sumber daya air, ketahanan energi, kehutanan, maritim dan perikanan, kesehatan, pelayanan publik, infrastruktur, dan sistem perkotaan) pada tahun 2030 melalui penguatan kapasitas lokal, pengelolaan pengetahuan yang meningkat, kebijakan yang konvergen tentang adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, dan penerapan teknologi yang adaptif. Kebijakan dan aksi pra-2020 akan mendukung kelancaran transisi menuju pelaksanaan NDC di bawah kerangka Persetujuan Paris paska Kebijakan dan aksi dimaksud, yang akan menjadi landasan kuat bagi pelaksanaan aksi adaptasi sejak tahun 2020, adalah: 1) Pra-kondisi: Pengembangan sistem informasi data kerentanan iklim nasional, yang akan dibangun berbasis sistem yang telah ada yaitu SIDIK (Sistem Informasi Data dan Informasi Kerentanan), yang terbuka bagi publik melalui situs ditjenppi.menlhk. go.id. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.33/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, yang dapat dipergunakan oleh pemerintah daerah dalam memformulasikan rencana aksi adaptasi daerah. Peningkatan pelaksanaan RAN-API yang telah ditetapkan pada tahun ) Lingkungan hidup dan sosial ekonomi: UU No. 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air akan mengarah pada 4

41 pertanian dan alih guna lahan yang berkelanjutan. Peraturan ini memandu para pemangku kepentingan dalam upaya konservasi lahan dan peningkatan produktivitas menuju pertanian berkelanjutan. Peraturan Pemerintah No. 37/2012 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air akan mengarah pada peningkatan daya dukung daerah aliran sungai (DAS). Peraturan tersebut menyediakan panduan untuk mengidentifikasi DAS yang harus dilindungi, direstorasi, dan direhabilitasi. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat akan meningkatkan pendapatan dan saat bersamaan akan menurunkan tekanan yang mengarah pada deforestasi dan degradasi hutan primer. Peningkatan peran ProKLim (upaya bersama adaptasi dan mitgasi perubahan iklim) sebagai suatu pendekatan bottom up dalam program ketahanan iklim di tingkat lokal. Melalui peningkatan peran ProKLim juga akan dimungkinkan untuk menghitung kontribusinya (terhadap pencapaian penurunan emisi GRK baik pada periode pra-2020 maupun pasca PENDEKATAN STRATEGIS Indonesia memerlukan perencanaan yang komprehensif dan seksama untuk menerapkan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan secara efektif, memanfaatkan keragaman kearifan tradisional dan lembaga adatnya. Pengembangan konstitusi secara lebih luas juga dinilai sebagai titik kritis yang dapat dilakukan melalui pelibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk jejaring kerja berbasis keagamaan dan gerakan lintaskeagamaan yang telah terbentuk. Pendekatan strategis NDC Indonesia didasarkan pada prinsip berikut: Menerapkan pendekatan lanskap: menyadari bahwa upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim merupakan issue multi-sektor, Indonesia menerapkan pendekatan lanskap yang terintegrasi meliputi ekosistem daratan, pesisir dan laut. Menyoroti best practices: memperhatikan upaya multi-sektor dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia bermaksud untuk meningkatkan skala kearifan tradisional dan inovasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan: mengakui adanya kebutuhan untuk integrasi perubahan iklim ke dalam perencanaan spasial dan proses penganggaran, Indonesia akan mencantumkan indikator kunci perubahan iklim dalam proses formulasi target program pembangunan. Memajukan ketahanan iklim yang berkaitan dengan pangan, air dan energi: mengakui pentingnya pemenuhan kebutuhan pangan, air dan energi, Indonesia akan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam untuk meningkatkan ketahanan iklim dengan melindungi dan merestorasi ekosistem daratan, pesisir dan laut. 5

42 Komitmen Indonesia terhadap masa depan yang rendah karbon memetakan kerangka peningkatan aksi dan dukungan yang diperlukan untuk periode yang akan menjadi landasan untuk tujuan lebih ambisius setelah tahun Hal ini dapat membuka peluang untuk membangun aksi koheren di tingkat nasional, dengan menekankan pada pengembangan riset, mobilisasi sumber daya melalui kemitraan, dan kerjasama internasional. Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 sebenarnya telah menyediakan kerangka hukum untuk mendukung strategi dan aksi periode , yang dapat dijadikan dasar sebagai kondisi yang memungkinkan untuk implementasi kebijakan jangka panjang tahun 2020 dan seterusnya. Walaupun demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan jangka panjang, harmonisasi aspek legal yang komprehensif terhadap semua hal terkait perubahan iklim dinilai sebagai titik kritis untuk menghadapi tantangan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional melaporkan bahwa selama periode Indonesia telah mengeluarkan pendanaan sebesar USD 17,48 milyar untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta kegiatan pendukung. Indonesia akan melanjutkan penyediaan dukungan pendanaan untuk pelaksanaan perencanaan dan aksi perubahan iklim, termasuk alokasi total sebesar USD 55,01 milyar untuk periode tahun Indonesia juga akan melanjutkan untuk menetapkan pendanaan nasional untuk pelaksanaan aksi mitigasi dan adaptasi periode tahun Sejalan dengan Persetujuan Paris, Indonesia menjunjung, memajukan dan mempertimbangkan kewajibannya terkait dengan hak asasi manusia, hak untuk kesehatan, hak masyarakat hukum adat, komunitas lokal, migran, anak-anak, masyarakat dengan kemampuan berbeda, masyarakat rentan, dan hak untuk membangun, demikian juga dengan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kesamaan antar-generasi. Pelibatan non-party stakeholders, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat umum akan ditingkatkan secara terus menerus. 5. PROSES PERENCANAAN Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat terhadap pengembangan institusi melalui pembentukan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim dalam struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2015, Direktorat Jenderal dimaksud berperan sebagai National Focal Point untuk Kerangka Kerja Konvensi Perubahan Iklim- Persatuan Bangsa-bangsa, atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), yang berfungsi untuk memfasilitasi program dan proses terkait perubahan iklim yang telah dijalankan oleh beragam sektor pemerintah dan para pemangku kepentingan. Mengingat perubahan iklim memiliki dimensi tingkat lokal hingga nasionall dan internasional, koordinasi dan sinergi akan terus diperkuat antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Badan Pembangunan Nasional 6

43 serta Kementerian Keuangan dalam konteks perubahan iklim, pembangunan nasional dan anggaran, dan dengan Kementerian Luar Negeri dalam konteks perubahan iklim dan negosiasi internasional. Dalam proses penyiapan NDC, Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan konsultasi dengan beragam pemangku kepentingan yang mewakili kementerian dan institusi pemerintah lain, akademisi, pakar ilmiah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat; rangkaian konsultasi dimaksud termasuk melalui workshop dan konsultasi di tingkat nasional maupun tingkat propinsi, dan juga pertemuan bilateral dengan sektor-sektor kunci. Penyusunan NDC telah mempertimbangkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 atau Post-2015 Sustainable Development Goals (SDGs), terutama mengenai pelaksanaan aksi segera untuk mengendalikan perubahan iklim dan dampaknya, memajukan ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan, mencapai kesamaan jender, menjamin keberadaan sumber daya air dan keberlanjutannya, akses energi yang murah dan mudah untuk semua, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, infrastruktur berketahanan iklim, pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, pemanfaatn berkelanjutan dan konservasi sumber daya laut, dan perlindungan dan pemulihan ekosistem daratan yang berkelanjutan, pengelolaan hutan berkelanjutan, penanganan penggurunan, penghentian dan pembalikan degradasi lahan dan kehilangan keanekaragaman hayati. 6. INFORMASI UNTUK MEMFASILITASI KEJELASAN, TRANSPARANSI DAN PEMAHAMAN (CLARITY, TRANSPARENCY AND UNDERSTANDING) Tingkat Penurunan Emisi GRK (a) Penurunan Unconditional Indonesia secara sukarela berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK dengan kemampuan sendiri sebesar 26% dibandingkan skenario BAU pada tahun Komitmen tersebut merupakan kondisi yang dibutuhkan untuk menuju komitmen yang lebih ambisius untuk penurunan emisi GRK pada tahun 2030 dengan merinci rencana penurunan emisi GRK berdasarkan pendekatan berbasis hasil dan bersifat inklusif. Komitmen tersebut akan dilaksanakan melalui perencanaan tata guna lahan dan tata ruang yang efektif, pengelolaan hutan berkelanjutan termasuk program perhutanan sosial, memulihkan fungsi ekosistem yang telah terdegradasi termasuk 7

44 ekosistem lahan basah, meningkatkan produktivitas pertanian dan perikanan, konservasi energi dan mendorong sumber energi yang bersih dan terbarukan serta peningkatan kualitas pengelolaan limbah. Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK secara unconditional sebesar 29% terhadap skenario BAU pada tahun Skenario BAU diproyeksikan sebesar 2,869 GtCO 2 e pada tahun 2030, yang merupakan pemutakhiran dari skenario BAU pada INDC karena kondisi terakhir dari pengembangan kebijakan energi khususnya pada pembangkit batu bara. (b) Penurunan conditional Tipe Lingkup Cakupan Indonesia dapat meningkatkan kontribusinya dalam menurunkan emisi GRK sampai dengan 41% pada tahun 2030, tergantung kepada ketersediaan dukungan internasional dalam bentuk pendanaan, transfer dan pengembangan teknologi serta peningkatan kapasitas. Penurunan emisi GRK relatif terhadap baseline Business As Usual (BAU). Skala nasional dengan pendekatan pengelolaan lanskap dan ekosistem melalui upaya adaptasi dan mitigasi dengan membangun dan memperkuat kapasitas di tingkat sub-nasional. Karbon Dioksida (CO 2 ), Methane (CH 4 ), Nitrous Oxide (N 2 O) Baseline Skenario BAU dari proyeksi emisi mulai tahun Fair and Ambitious Pertumbuhan GDP Indonesia telah melambat pada tahun , dari 6,2-6,5% per tahun menjadi hanya 4,0% (triwulan I tahun 2015). Jumlah penduduk telah meningkat dengan rata-rata 1,49% pada periode tahun , memberikan tantangan bagi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi, menjamin ketahanan pangan serta memenuhi kebutuhan lapangan kerja/sumber penghidupan untuk masyarakat. Pada saat yang sama, pengentasan kemiskinan masih merupakan tantangan, dengan 8

45 10,96% dari populasi hidup dalam kemiskinan pada tahun 2014, dan tingkat pengangguran sebesar 5,9%. Meski menghadapi tantangan yang sama seperti negara berkembang lainnya, Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi dari arah pembangunan saat ini menuju pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim secara bertahap. Langkah-langkah menuju dekarbonisasi ekonomi akan diintegrasikan secara penuh ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun Indonesia juga mempertimbangkan untuk memperhitungkan/ menentukan waktu emisi GRK puncak nasional (the peaking time of national GHGs emissions) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan serta berkontribusi pada upaya global mengatasi dampak negatif perubahan iklim. Asumsi Utama Mitigasi Pengukuran yang digunakan Metodologi untuk estimasi emisi Global Warming Potential (GWP) skala 100 tahun berdasarkan Assessment Report 4 IPCC Model untuk estimasi emisi: Dashboard AFOLU untuk sektor berbasis lahan; ExSS (Extended Snap Shot) using GAMS (General Algebraic Modeling System) dan CGE (Dynamic CGE) untuk sektor energi; Peta Jalan Aksi Mitigasi untuk Industri Semen (Kementerian Perindustrian) untuk sektor IPPU; First Order Decay-FOD (IPCC-2006) dan peraturan yang berlaku untuk sektor limbah Baseline dan asumsi yang BAU Baseline Scenario and Mitigation Scenario digunakan untuk proyeksi Skenario BAU: skenario emisi ketika dan Skenario Kebijakan pembangunan tidak mempertimbangkan tahun kebijakan mitigasi perubahan iklim. 9

46 Counter Measure 1 Scenario (CM1): skenario emisi dengan skenario mitigasi dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral. Counter Measure 2 Scenario (CM2) atau skenario conditional: skenario emisi dengan skenario emisi yang lebih ambisius dan mempertimbangkan target pembangunan sektoral, jika dukungan internasional tersedia. Lingkup penurunan emisi Dengan baseline dan asumsi yang digunakan untuk proyeksi kebijakan tahun , BAU dan penurunan emisii yang diproyeksikan baik untuk penurunan emisi GRK secara unconditional (CM1) dan conditional (CM2) ditunjukkan pada Tabel 1 dengan elaborasi dari asumsi untuk setiap sektor seperti tercantum pada Annex. Table 1. Proyeksi BAU dan reduksi emisi GRK dari setiap kategori sektor No Sektor Tingkat Emisi GRK 2010 MTon CO 2 e Tingkat Emisi GRK 2030 (MTon CO 2 e) Penurunan Emisi GRK (MTon CO 2 e) % of Total BaU BaU CM1 CM2 CM1 CM2 CM1 CM2 Rerata Pertumbuhan Tahunan BAU ( ) Rerata Pertumbuhan * 1 Energi* ,669 1,355 1, % 14% 6.7% 4.50% 2 Limbah % 1% 6.3% 4.00% 3 IPPU % 0.11% 3.4% 0.10% 4 Pertanian % 0.13% 0.4% 1.30% 5 Kehutanan** % 23% 0.5% 2.70% TOTAL 1,334 2,869 2,034 1, ,081 29% 38% 3.9% 3.20% * Termasuk fugitive **Termasuk kebakaran gambut Notes: CM1= Counter Measure 1 (kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi-unconditional) CM2= Counter Measure 2 (kondisi skenario dengan persyaratan mitigasi-conditional) 7. KERANGKA TRANSPARANSI Sebagai bagian dari pelaksanaan Pasal 13 Persetujuan Paris, diberlakukan Kerangka Transparansi Nasional yang terintegrasi melalui: (a) Sistem Registri Nasional (SRN untuk mitigasi, adaptasi dan dukungan sumberdaya dari nasional maupun internasional; (b) Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN- SMART); (c) Sistem MRV untuk mitigasi termasuk REDD+; dan (d) Sistem Informasi Safeguards REDD+ (SIS- REDD+); serta (e) Sistem Informasi dan Data Indeks Kerentanan serta aksi gabungan adaptasi-mitigasi di tingkat desa melalui Program Kampung Iklim (PROKLIM). 10

47 Indonesia berkomitmen untuk mengkomunikasikan secara periodik laporan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor, termasuk status dari aksi penurunan emisi GRK dan capaiannya kepada Sekretariat UNFCCC. Indonesia saat ini sedang menyusun Laporan Komunikasi Nasional Ketiga (Third National Communication atau TNC) untuk disampaikan pada tahun Indonesia juga tetap akan memenuhi kewajibannya dalam menyusun Biennial Update Report (BUR). BUR Pertama Indonesia disampaikan pada awal tahun DUKUNGAN INTERNASIONAL Untuk meningkatkan ambisi dalam penurunan Emisi gas rumah kaca, termasuk persiapan pelaksanaan NDC (pra-2020) pada semua kategori sektor dan pelaksanaan REDD+ pada Pasal 5 Persetujuan Paris diperlukan dukungan internasional dari negara maju dalam bentuk pendanaan, pengembangan dan transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas. Pasal 5 dari Persetujuan Paris memberikan sinyal politis yang jelas mengenai pengakuan terhadap peranan hutan dan REDD+. Keputusan COP telah memberikan arahan yang cukup untuk mengimplementasikan dan mendukung pelaksanaan REDD+. Selain itu, mempertimbangkan kemajuan persiapan dan transisi REDD+ di tingkat national dan sub nasional, REDD+ Indonesia telah siap untuk pembayaran/ insentif berbasis hasil (result-based payment). Sebagai pendekatan kebijakan dan insentif positif, REDD+ harus mampu untuk mendukung capaian target penurunan emisi gas rumah kaca untuk sektor kehutanan. Indonesia menyambut kerjasama bilateral, regional dan internasional dalam pelaksanaan NDC sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Persetujuan Paris, yang memfasilitasi dan mempercepat proses pengembangan dan transfer teknologi, pembayaran berdasarkan kinerja, kerjasama teknis, dan akses kepada sumbersumber pendanaan untuk mendukung upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menuju masa depan yang lebih berketahanan iklim. 9. STRATEGI RENDAH KARBON DAN BERKETAHANAN IKLIM Pendahuluan Pemerintah Indonesia mempertimbangkan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep yang terintegrasi yang penting untuk membangun ketahanan dalam menjaga sumberdaya pangan, air dan energi. Indonesia juga memandang bahwa pembangunan yang menuju rendah karbon dan berketahanan iklim adalah konsisten dengan komitmen untuk berkontribusi dalam upaya global untuk mencapai sasaran tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs, Sustainable Development Goals). 11

48 Agenda global tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan posisinya dalam bentang lautan global (sirkulasi thermohaline) dan hutan hujan tropis yang luas dengan keanekaragaman hayati dan nilai cadangan karbon yang tinggi. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun, dengan kehidupan demokrasi yang stabil dan dengan jumlah penduduk terpadat keempat sedunia dan dengan proporsi terbesar adalah generasi muda dan yang paling produktif. Kerentanan Indonesia terhadap dampak perubahan iklim Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah pesisir dan kepulauan kecil yang ekstensif, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia telah mengalami kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan, serta dampak jangka panjang dari kenaikan muka air laut. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, bencana alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat dan aset yang dimiliki, sehingga mereka mengalami kesulitan untuk keluar dari garis kemiskinan. Perubahan iklim diyakini akan meningkatkan risiko bencana hidrogeometeorgi, menjadi 80% dari total bencana yang tradisi di Indonesia. Penduduk miskin dan populasi yang terpinggirkan cenderung untuk tinggal di daerah yang berisiko tinggi terhadap banjir, longsor, kenaikan muka air laut dan kelangkaan air sepanjang musim kering. Sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia menghadapi risiko tinggi kejadian banjir di pesisir dan kenaikan muka air laut yang akan berdampak pada 42 juta penduduk yang tinggal di pesisir. Sebagian besar daerah tersebut merupakan daerah urbanisasi sangat pesat, yang mencapai 50% pada tahun Kerentanan pada wilayah pesisir juga diakibatkan oleh tingkat deforestasi dan degradasi hutan. Hilangnya ekosistem hutan menimbulkan hilangnya jasa lingkungan yang utama, daerah tangkapan air, pencegahan erosi dan banjir. Untuk mengurangi kerentanan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia harus memperkuat ketahanan iklim dengan mengintegrasikan upaya adaptasi dan mitigasi di dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Kondisi yang Mendukung Ketahanan Iklim Arah pembangunan Indonesia menuju rendah karbon dan berketahanan iklim harus dikembangkan dengan membangun dasar yang kuat melalui dukungan kondisi sebagai berikut: Kepastian dalam perencanaan dan tata guna lahan Ketahanan tenurial 12

49 Ketahanan pangan Ketahanan air Energi terbarukan Ketahanan Ekonomi Perubahan iklim menimbulkan risiko yang sangat signifikan bagi sumberdaya alam yang akan mengakibatkan gangguan terhadap produksi dan distribusi pangan, air dan energi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya yang sudah terbatas. Untuk merespon hal ini, Indonesia merencanakan untuk bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon dan membangun ketahanan pangan, air dan energi melalui peningkatan aksi berikut: Pertanian dan perkebunan berkelanjutan Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi Penurunan deforestasi dan degradasi hutan Konservasi lahan Pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan Perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi Ketahanan Sosial dan Sumber Penghidupan Perubahan iklim berdampak terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat khususnya yang sangat rentan. Bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan menghambat pengumpulan modal. Kenaikan harga pangan, air dan energi, yang biasanya terjadi setelah bencana kekeringan, banjir dan bencana lainnya, akan menyebabkan masyarakat miskin makin termiskinkan. Kesenjangan sosial-ekonomi akan secara potensial berkontribusi terhadap ketidak-stabilan politik di daerah yang sangat terdampak oleh perubahan iklim. Untuk mencegah kesenjangan lebih lanjut, Indonesia merencanakan untuk membangun ketahanan sosial melalui aksi-aksi sebagai berikut: Peningkatan kapasitas adaptasi dengan membangun sistem peringatan dini, kampanye kesadaran publik secara luas dan program kesehatan masyarakat; Pengembangan kapasitas dan partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan lokal, untuk mengamankan akses kepada sumberdaya alam utama; Meningkatkan secara cepat program kesiap-siagaan menghadapi bencana dalam rangka pengurangan risiko bencana; Identifikasi wilayah sangat rentan di dalam perencanaan dan tata guna lahan; Peningkatan permukiman masyarakat, penyediaan kebutuhan dasar dan pembangunan prasarana tahan iklim, Pencegahan dan resolusi konflik 13

50 Ketahanan Ekosistem dan Lanskap Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman yang tinggi, ekosistem dan lanskap Indonesia yang sangat beragam menyediakan berbagai jasa lingkungan seperti perlindungan daerah aliran sungai, sekuestrasi dan konservasi karbon dan pengurangan risiko bencana. Untuk membangun ketahanan iklim, Indonesia harus melindungi dan menjaga keberlanjutan jasa lingkungan dengan pendekatan integratif, berbasis lanskap di dalam pengelolaan ekosistem daratan, pesisir dan laut. Aksi-aksi di bawah ini adalah untuk memperkuat ketahanan ekosistem dan lanskap: Konservasi dan restorasi ekosistem Perhutanan sosial Perlindungan kawasan pesisir Pengelolaan daerah aliran sungai terintegrasi Kota berketahanan iklim 10. KAJI-ULANG DAN PENYESUAIAN NDC mencerminkan kondisi terakhir dalam hal data dan informasi, analisis, dan skenario ke depan oleh Pemerintah Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia akan mengalami perubahan dinamis karena adanya perubahan perekonomian di tingkat nasional dan global. Dalam hal ini, NDC akan dikaji-ulang dan disesuaikan, sesuai kebutuhan, dengan mempertimbangkan kondisi, kapasitas dan kemampuan nasional serta ketentuan di dalam Persetujuan Paris. Lampiran Nationally Determined Contribution (NDC) Pertama Republik Indonesia Asumsi yang Dipergunakan dalam Proyeksi BAU dan Reduksi Emisi GRK (reduksi unconditional / CM1 dan conditional / CM2) untuk seluruh kategori Sektor (Energi, Limbah, IPPU, Pertanian dan Kehutanan) SEKTOR:ENERGI BAU 1. Efisiensi konsumsi energi final Konsumsi energi final tidak efisien 2. Penerapan teknologi CCT (clean coal technology) di pembangkit 0% listrik 3. Penggunaan energi baru terbarukan pada pembangkit listrik 4. Penggunaan bahan bakar nabati- BBN (Mandatory B30) di sektor transportasi 5. Penambahan jaringan gas (Jargas) 6. Penambahan Stasiun pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Pembangkit Listrik menggunakan batubara * 132,74 TWh adalah setara dengan 21,65 GW Skenario Mitigasi 1 (CM 1) Skenario Mitigasi 2 (CM 2) 75% 100% 19.6% (Committed 7,4 GW berdasarkan RUPTL)* Produksi Listrik 132,74 TWh* 0% 90% 100% 0% 100% 100% 0% 100% 100% 14

51 SEKTOR:FOLU A. Laju deforestasi - Laju deforestasi untuk BAU mengikuti baseline FREL-REDD yaitu 0,920 juta ha/ tahun, yang terdiri dari deforestasi tidak terencana dan deforestasi terencana. Laju deforestasi terencana dihitung terlebih dahulu oleh model sesuai dengan skenario pembangunan. - Untuk skenario CM1 dan CM2, laju deforestasi tidak terencana diasumsikan lebih rendah sehingga total deforestasi (terencana dan tidak terencana) adalah sebesar 0,450 juta ha - Laju deforestasi BAU diasumsikan menurun menjadi 0,820 juta ha/tahun dan untuk CM1 dan CM2 menjadi 0,325 juta ha Total (000 ha) : : : hasil model 1. Deforestasi Tidak Terencana 2. Deforestasi Terencana (Dari model) B. Asumsi Produksi Kayu 1. Laju ekstraksi kayu dari hutan alam yang lestari dari beberapa literatur berkisar antara m 3 /ha. Studi ini mengasumsikan ekstraksi masih 50 m 3 /ha pada tahun 2010 (kelebihan adalah dari penebangan ilegal), dan pada tahun 2050 sudah mencapai 30m 3 (laju penebangan lestari, artinya penebangan liar sudah hampir tidak ada). 2. Target produksi kayu dari hutan alam untuk CM1 dan CM2 mengikuti RKTN (Dephut, 2011), sedangkan BAU lebih tinggi berdasarkan perkiraan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). 3. Laju pembangunan HTI untuk BAU mengikuti laju historis dan persentase lahan layak tanam sekitar 63% yang didasarkan pada asumsi yang digunakan APHI (2007) 4. Semua hutan yang dibuka untuk keperluan pembangunan, kayu yang dihasilkan diasumsikan semuanya dimanfaatkan (tidak dibuang) 5. Pemanfaatan kayu sawit dan karet saat akhir rotasi/peremajaan diasumsikan hanya sebagian saja. Untuk CM3 diasumsikan 50% (sebagian besar dari kebun negara dan swasta). C. Asumsi Laju Pertumbuhan: BAU CM1 CM2 Note : : : : : hasil : hasil model model : : : : hasil model : : : : hasil model : : : : hasil model Setelah tahun 2030 deforetasi tidak terencana sudah tidak terjadi. Artinya laju deforestasi sepenuhnya dari model (deforestasi terencana saja, sesuai kebutuhan) 1. Laju pertumbuhan tanaman dalam satuan tc/ha/tahun hutan alam dihitung berdasarkan riap pohon dari satuan m 3 /ha/tahun sehingga digunakan faktor konversi berikut: a. Biomass Expansion Factor (BEF): 1,4 (Ruhiyat, 1990) b. Wood density untuk hutan alam: 0,7 t/m 3 2. Laju pertumbuhan tanaman HTI dalam satuan tc/ha/tahun dihitung berdasarkan data potensi volume produksi kayu yaitu dalam satuan m 3 /ha, dimana BAU, 15

52 CM1 dan CM 2 masing-masing tahun 2010: 120 dan tahun 2050 sudah meningkat jadi 140, 160 dan 200 m 3 /ha dengan adanya intervensi teknologi. Kenaikan terjadi setiap interval 10 tahun. Untuk konversi diperlukan data: a. BEF: 1,4 (IPCC Default) b. Wood density untuk HTI: 0,4 t/m 3 3. Rotasi: 6 tahun. D. Hasil hitungan CM2 dibuat dengan target yang sangat ambisius (capaian 38%), dengan perubahan asumsi dari hitungan sebelumnya ialah: 1. Restorasi gambut mencapai tingkat keberhasilan 90% dan luas yang direstorasi sampai 2030 mencapai 2 juta Ha, 2. Rehabilitasi lahan juga mencapai tingkat keberhasilan 90% dan hampir semua lahan tidak produktif direhabilitasi (hampir 12 juta ha), sehingga per tahun hingga 2030 laju penanaman sekitar 800 ribu ha/tahun (baseline hanya sekitar 270 ribu ha). S E K T O R: P E R T A N I A N BAU CM1 CM2 1. Penggunaan varietas rendah emisi di lahan sawah 2. Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air. 3. Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas. 4. Perbaikan suplemen pakan. Tidak ada aksi mitigasi. Tidak ada aksi mitigasi. Tidak ada aksi mitigasi. Tidak ada aksi mitigasi. Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai total 926 ribu ha di 2030*. Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 820 ribu ha di 2030*. Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**. Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**. Penggunaan varietas rendah emisi pada lahan sawah diasumsikan mencapai 908 ribu ha di 2030*. Penerapan sistem pengairan sawah lebih hemat air mencapai 803 ribu ha di 2030*. Pemanfaatan limbah ternak untuk biogas mencapai 0,06% dari populasi ternak pada tahun 2030**. Penggunaan suplemen untuk pakan mencapai 2,5% dari populasi ternak pada tahun 2030**. Catatan: * penggunaan teknologi terbaik yang telah tersedia akan meningkatkan produktivitas ternak dan menurunkan penggunaan lahan untuk tujuan peternakan. ** peningkatan populasi ternak dan operasionalisasi biogas (dengan asumsi subsidi pemerintah akan terus berlanjut dengan perimbangan tingginya biaya investasi). A. Indeks penanaman padi dinaikkan dari 2,11 menjadi 2,50 (lokasi Pulau Jawa) dan dari 1,70 menjadi 2,00 (luar Pulau Jawa). Berarti diasumsikan semua sawah di luar Jawa sudah memiliki jaringan irigasi seperti di Jawa, dan semua jaringan irigasi yang ada di Pulau Jawa berfungsi optimal (kondisi saat ini di Pulau Jawa: yang beroperasi baik hanya 60-70%). B. Asumsi Index Penanaman: untuk tanaman semusim, Cropping Intensity atau Indek Penanaman merupakan rasio antara luas panen dengan luas lahan pertanaman. Sehingga jika IP=2 artinya penanaman pada lahan yang sama dilakukan 2 kali dalam setahun. Untuk tanaman tahunan, Indek Penanaman menunjukkan fraksi tanaman yang sudah menghasilkan (umur produktif). 16

53 C. Assumsi Populasi/GDP dan Ternak: Untuk semua skenario proyeksi untuk GDP, populasi ternak sama. Target yang ditetapkan untuk swasembada daging sulit dicapai, prakiraan ahli pemenuhan kebutuhan daging relatif sulit. Pertumbuhan populasi ternak mengikuti data historis, lebih rendah dari tingkat pertumbuhan permintaan terhadap daging. SUB-SEKTOR: LIMBAH CAIR DOMESTIK BAU CM1 CM2 Pengelolaan limbah cair domestik. Tidak ada aksi mitigasi. SEKTOR:LIMBAH SUB-SEKTOR: LIMBAH PADAT BAU CM1 CM2 1. Peningkatan penerapan LFG recovery dari 2010 ke 2030 dalam pengelolaan TPA. 2. Peningkatan persentase pemanfaatan sampah melalui pengomposan dan 3R (kertas). 3. Peningkatan persentase PLTSa/RDF (Refuse Derived Fuel), dibandingkan dengan total timbulan sampah. Catatan: PLTSa = Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Tidak ada aksi mitigasi. Tidak ada aksi mitigasi. Tidak ada aksi mitigasi. Catatan: * merujuk pada target nasional dalam pengelolaan sampah ** mempertimbangkan perencanaan pemerintah dalam pengembangan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di 7 kota dan tren saat ini dalam hal pemanfaatan sampah melalui RDF di industri. *** mempertimbangkan ukuran kota, potensi mitigasi dalam RDF dan laju pertumbuhan penduduk. - Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery. - Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery. - Penggunaan Aerobic Septic Tank. Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan. LFG recovery mereduksi CH 4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di % di tahun 2020, 30% di tahun 2030*. - mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**. - pengembangan PLTSa di 7 kota. LFG recovery mereduksi CH 4 dari 0,65% di tahun 2010 menjadi 10% di % di tahun 2020, 30% di tahun 2030*. - mencapai 3% dari total sampah di 2020 dan meningkat menjadi 5% di 2030**. - pengembangan PLTSa di 12 kota (tambahan)***. - Penanganan limbah cair domestik menggunakan septic tank/latrine dilengkapi dengan sludge recovery. - Pembangunan septic tank komunal dan biodigester dilengkapi dengan LFG recovery. - Penggunaan Aerobic Septic Tank. Catatan: target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Kesehatan. SUB-SEKTOR: LIMBAH CAIR INDUSTRI BAU CM1 CM2 Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya. Industri pulp and paper diasumsikan melakukan rangkaian kegiatan mitigasi berupa: pengerukan sludge IPAL, pengolahan sludge tersebut di biodigester serta pemanfaatan gas metan-nya. Pengelolaan limbah cair industri. Tidak ada aksi mitigasi. Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME). Industri pengolahan sawit melakukan kegiatan methane capture & utilization pada IPAL dari limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME). Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Catatan: target kuantitatif akan ditentukan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 17

54 Proses industri dan penggunaan produk di industri besar. SEKTOR:IPPU BAU CM1 CM2 Tidak ada aksi mitigasi. Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan clinker to cement ratio (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer. Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja. - Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter. Industri semen melaksanakan aksi mitigasi melalui pengurangan clinker to cement ratio (blended cement) dari 80% di 2010 menjadi 75% di Peningkatan efisiensi industri amonia melalui optimasi pemanfaatan gas bumi (feedstock) dan CO2 recovery pada Primary Reformer. Aksi lainnya: - CO2 recovery, improvement process pada smelter, dan pemanfaatan besi bekas (scrap) pada industri besi dan baja. - Sisa klaim IPPU (PFCs) dari CDM aluminum smelter. Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. Catatan: Target kuantitatif akan ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian. R EFERENSI SEKTOR ENERGI o Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2014, o Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) , o Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) SEKTOR AFOLU o Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN), o Industri Minyak Sawit Indonesia Menuju 100 Tahun NKRI (GAPKI), o Peta Jalan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) 2050, o Rencana Strategis Perkebunan (termasuk skenario peternakan), o Studi Pendahuluan RPJMN (BAPPENAS, 2013). SEKTOR LIMBAH o Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, o Peraturan Pemerintah No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. -- o 0 o -- 18

55

56

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Agreement. Perubahan Iklim. PBB. Kerangka Kerja. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN PARIS AGREEMENT TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PERSETUJUAN PARIS ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL

KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL KETERPADUAN AGENDA PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM INTERNASIONAL NASIONAL SUB NASIONAL Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016 OUTLINE 1. PERUBAHAN IKLIM DAN DAMPAKNYA 2. PARIS CLIMATE AGREEMENT: PENANDATANGANAN

Lebih terperinci

PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM

PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM PENGALAMAN PENANDAAN ANGGARAN PERUBAHAN IKLIM Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim & Multilateral Disampaikan pada Workshop Sinkronisasi Sistem Perencanaan & Penganggaran dalam Mendukung Pengurangan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat

Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia. JCM Indonesia Secretariat Kebijakan perubahan iklim dan aksi mitigasi di Indonesia JCM Indonesia Secretariat Data suhu bulanan global Suhu rata-rata global meningkat drastic dan hamper mencapai 1.5 O Celcius dibanding dengan jaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK

MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Januari 2017 MENTERJEMAHKAN TRANSPARANSI FRAMEWORK PERSETUJUAN PARIS DALAM KONTEKS NASIONAL Dr. Ir.

Lebih terperinci

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM OUTLINE ISU PENDANAAN REDD+ PROGRESS PENDANAAN REDD+ di INDONESIA

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN Dr. Medrilzam Direktorat Lingkungan Hidup Kedeputian Maritim dan Sumber Daya Alam Diskusi Koherensi Politik Agenda Pengendalian Perubahan

Lebih terperinci

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI KONTRIBUSI NON-PARTY STAKEHOLDERS (NPS) DI KALIMANTAN TIMUR DALAM PEMENUHAN NDC FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI Niken Sakuntaladewi (niken_sakuntaladewi@yahoo.co.uk) Pusat Litbang Sosial,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ambon, 3 Juni 2016 PENINGKATAN KAPASITAS PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA disampaikan dalam WORKSHOP AHLI PERUBAHAN IKLIM REGIONAL MALUKU DAN MALUKU UTARA PENINGKATAN KAPASITAS AHLI DALAM PENANGANAN PEMANASAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam Forum Diskusi Nasional Menuju Kota Masa Depan yang Berkelanjutan dan Berketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK) Shinta Damerys Sirait Kepala Bidang Pengkajian Energi Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Kementerian Perindustrian Disampaikan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN

PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN PEMBAGIAN MANFAAT REDD+ DI KAWASAN HUTAN Muhammad Zahrul Muttaqin P3SEKPI, BLI KLHK Jakarta, 28 November 2017 Pendahuluan REDD+ sebagai positif insentif REDD+ sebagai sebuah program nasional yang dilaksanakan

Lebih terperinci

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN Dasar Hukum Lingkungan Hidup UU No. 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 18/2008: Pengelolaan Sampah PP turunannnya Kehutanan UU No. 41/1999: Kehutanan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION, ROLE

Lebih terperinci

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada

Lebih terperinci

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

NDC DAN IMPLEMENTASINYA

NDC DAN IMPLEMENTASINYA NDC DAN IMPLEMENTASINYA SAATNYA MENGIMPLEMENTASIKAN NDC (NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION) DR. NUR MASRIPATIN Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim/ National Focal Point for UNFCCC NDC Kick

Lebih terperinci

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Disampaikan ik dalam Diskusi

Lebih terperinci

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim

Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK C'ONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) Deputi Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas Disampaikan pada Rapat Pedoman Teknis Perumusan RAN TPB Jakarta, 23 Juni 2016 OUTLINE 1.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam skenario BAU (Business As Usual) perdagangan karbon di indonesia, Kalimantan Tengah akan menjadi kontributor signifikan emisi gas rumah kaca di Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan

Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi penyebab, sekaligus penanggung

Lebih terperinci

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Kebijakan Pelaksanaan REDD Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang

PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan G20 di Pittsburg pada bulan September 2009, telah mencanangkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan menurunkan emisi Gas

Lebih terperinci

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional

Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Penterjemahan Kerangka Transparansi - Paris Agreement ke dalam konteks Nasional Translating Transparency Framework of Paris Agreement to National Context Dipresentasikan oleh Belinda A Margono Pada acara

Lebih terperinci

SISTEM REGISTRI NASIONAL

SISTEM REGISTRI NASIONAL EDISI NOVEMBER 2016 USER MANUAL SISTEM REGISTRI NASIONAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM UNTUK PUBLIK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim 2016 Daftar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Ulasan - Review Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim Perdinan GFM FMIPA - IPB Desain oleh http://piarea.co.id NDC - Adaptasi TARGET The medium-term goal of Indonesia

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA

KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KELEMBAGAAN DAN UPAYA INDONESIA DALAM KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M Direktur Inventarisasi

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA

KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA KEBIJAKAN NASIONAL DALAM MENDUKUNG PEMDA MELAKSANAKAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GRK DAN SISTEM PEMANTAUANNYA ENDAH MURNININGTYAS Deputi Bidang SDA dan LH Disampaikan dalam acara FGD Pembentukan Komite Pembangunan

Lebih terperinci

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs Pandangan Indonesia mengenai NAMAs 1. Nationally Appropriate Mitigation Action by Non-Annex I atau biasa disingkat NAMAs adalah suatu istilah pada Bali Action Plan yang disepakati Pertemuan Para Pihak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa

Lebih terperinci

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e

-2- Instrumen ekonomi penting dikembangkan karena memperkuat sistem yang bersifat mengatur (regulatory). Pendekatan ini menekankan adanya keuntungan e TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Instrumen Ekonomi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil Climate Summit 2014 merupakan event penting dimana negara-negara PBB akan berkumpul untuk membahas

Lebih terperinci

Pelestarian Ekosistem Sumatera dan Energi Terbarukan (Kebijakan Uni Eropa dan Peraturan Nasional)

Pelestarian Ekosistem Sumatera dan Energi Terbarukan (Kebijakan Uni Eropa dan Peraturan Nasional) Pelestarian Ekosistem Sumatera dan Energi Terbarukan (Kebijakan Uni Eropa dan Peraturan Nasional) KICK-OFF MEETING PELAKSANAAN PROGRAM EKOSISTEM RIMBA Jakarta, 29 Juli 2011 Fathi Hanif, SH.MH Policy &

Lebih terperinci

National Planning Workshop

National Planning Workshop Strategi Nasional Untuk Meningkatkan Kapasitas SDM Dalam Menghadapi Perubahan Iklim National Planning Workshop Doddy S. Sukadri Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Jakarta, 9 Oktober 2012 Outline Landasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua dengan luas kawasan hutan 31.687.680 ha (RTRW Provinsi Papua, 2012), memiliki tingkat keragaman genetik, jenis maupun ekosistem hutan yang sangat tinggi.

Lebih terperinci

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA Dr. Etti Ginoga Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan BADAN LITBANG

Lebih terperinci

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012 Sambutan Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Penyusunan

Lebih terperinci

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STRATEGI NASIONAL MEWUJUDKAN INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 DIREKTUR JENDERAL, LIMBAH DAN B3 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai Para Peserta) Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks global emisi gas rumah kaca (GRK) cenderung meningkat setiap tahunnya. Sumber emisi GRK dunia berasal dari emisi energi (65%) dan non energi (35%). Emisi

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Perubahan Iklim Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah semua yang berada di

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Potensi implementasi mekanisme berbasis pasar untuk mitigasi dampak perubahan iklim Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Latar belakang Intended Nationally Determined Contribution (INDC) 2020: Penurunan

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

Jambi, Desember 2013 Penulis

Jambi, Desember 2013 Penulis Laporan pelaksanaan Sosialisasi Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (PEP RAD GRK) ini, menguraikan tentang : pendahuluan, (yang terdiri dari latar belakang,

Lebih terperinci

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN

KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN KERJA SAMA PEMERINTAH INDONESIA DAN JERMAN BIRO PERENCANAAN SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN KEHUTANAN JAKARTA, JANUARI 2007 Latar belakang Negosiasi Bilateral G-G, Oktober 2007 telah menyetujui program

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca runtuhnya Uni Soviet sebagai salah satu negara adi kuasa, telah membawa agenda baru dalam tatanan studi hubungan internasional (Multazam, 2010). Agenda yang awalnya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Sungai Citarum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG PENGESAHAN KYOTO PROTOCOL TO THE UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE CHANGE (PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PERSERIKATAN

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS) I. Pernyataan Tujuan A. Perubahan iklim menimbulkan tantangan dan resiko global terhadap lingkungan dan ekonomi, membawa dampak bagi kesehatan manusia,

Lebih terperinci

Garis-Besar NAP. Latar Belakang. Tujuan dan Strategi Pembangunan Nasional Dalam Rangka Antisipasi Perubahan Iklim. Rencana Aksi Nasional

Garis-Besar NAP. Latar Belakang. Tujuan dan Strategi Pembangunan Nasional Dalam Rangka Antisipasi Perubahan Iklim. Rencana Aksi Nasional Garis-Besar NAP Latar Belakang Tujuan dan Strategi Pembangunan Nasional Dalam Rangka Antisipasi Perubahan Iklim Rencana Aksi Nasional 1 2 3 Model Pembangunan Sampai Dengan Sekarang Kekhasan Negara Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM

ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM Wahyu Mulyana Direktur Eksekutif Urban and Regional Development Institute (URDI) Seminar Nasional Peran Ahli Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia. SUMBER DAYA AIR 1.1 Latar Belakang Banyaknya bencana alam yang berhubungan dengan perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir menjadi latarbelakang diselenggarakannya konvensi internasional.tahun 1992

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM Disampaikan Oleh: Drg. Ida Suselo Wulan, MM Deputi Bidang PUG Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Oleh: Dr. Dolly Priatna Yayasan Belantara Seminar Nasional Perubahan Iklim Mengembangkan Program Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Hidup Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi para Pihak pada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut

Lebih terperinci

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010

Lebih terperinci

Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN

Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN Penanggungjawab : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Perkiraan Emisi 2020 : 10.562.476,38 juta tco2eq Target Penurunan Emisi 26% : 2.746.243,86 juta tco2eq

Lebih terperinci

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Mitigasi Berbasis Lahan Judul Kegiatan: Provinsi/Kota/Kabupaten: Lembaga Pengusul: Jenis Kegiatan: Mitigasi Berbasis Lahan A. Informasi Kegiatan A.1.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci