ANALISIS DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA UTARA"

Transkripsi

1 Jurnal Keuangan &Bisnis Volume 2 No. 3, November 2010 ANALISIS DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA UTARA Rikwan ES. Manik (rikwan6767@gmail.com) Dosen Politeknik Negeri Medan Paidi Hidayat (pay_h@yahoo.com) Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU ABSTRACT This research attempts to analyze the impact of fiscal decentralization on the economic and financial performance of newly regencies/cities in North Sumatra by using panel data of periods. It uses general least square (GLS) method to obtain the estimated result. The empirical result from financial performance indicates that most of newly regencies/cities in North Sumatra have not well-prepared in conducting regional autonomy. Although the local revenue (PAD) shows a positive trend but the share of this revenue to Local Government Revenue and Expenditure Plan (APBD) is still in a small percentage. This estimated regression shows that local revenue (PAD), the central government transferred fund and the number of population have a positive and significant impact on the newly regency/city economic growth. Keywords : Fiscal Decentralization, PAD and Central Government Transferred Fund PENDAHULUAN Pengelolaan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004 yang merupakan revisi terhadap UU No. 22 dan 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kedua Undang-Undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah. Kebijakan ini tentunya merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengelolah sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Bagi daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya yang dapat diandalkan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam, kebijakan ini disambut baik oleh pemerintah daerah mengingat lepasnya campur tangan pemerintah pusat akan memberikan kesempatan yang lebih luas dan cepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Sejalan dengan perubahan UU otonomi daerah tersebut, tentunya membawa konsekuensi kepada perubahan dalam pengelolaan fiskal kepada pemerintah daerah. Perubahan ini membuat pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama pembangunan sarana dan prasarana publik (public services). Pembangunan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaannya. Dalam proses menuju kemandirian tersebut, terutama dari segi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih dirasakan kurang. Hal ini tercermin dari peranan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dirasakan masih rendah. Menurut hasil penelitian Hirawan, selama ini pendapatan asli daerah secara keseluruhan masih merupakan bagian yang relatif kecil dan bahkan hanya sekitar 4 persen dari keseluruhan penerimaan negara (Insukindro, dkk, 1994). Hal ini sejalan dengan pendapat Mardiasmo, dkk (Astuti dan Joko, 2005) yang menyatakan bahwa dari sisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerahnya secara berkesinambungan relatif masih lemah. Untuk alasan itulah maka pemerintah menetapkan alokasi transfer dana (DAU) yang berbeda antar daerah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal yang tinggi akan mendapat pasokan dana lebih kecil daripada daerah yang kapasitas fiskalnya rendah. Pemberian transfer ini bertujuan untuk menjamin tercapainya standar pelayanan publik dan mengurangi kesenjangan

2 Jurnal Keuangan & Bisnis November horizontal (antar daerah) dan kesenjangan vertikal (antar pusat dan daerah). Disamping itu untuk beberapa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh DAU maka pemerintah pusat masih memberikan bantuan transfer dana berupa Dana Alokasi Khusus (DAK). Menurut Simanjuntak, dkk (2002) salah satu alasan utama mengapa peran dana transfer dari pemerintah pusat sedemikian pentingnya untuk pemerintah daerah adalah untuk menjaga atau menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Perlu diketahui bahwa kondisi keuangan dan ekonomi daerah-daerah di banyak negara di dunia cenderung tidak merata. Sehingga perlu peran pemerintah pusat untuk mengurangi kesenjangan antar daerah. Di beberapa negara sedang berkembang, transfer dana dari pemerintah pusat sebagai sumber penerimaan daerah masih sangat dominan tidak terkecuali di Indonesia. Pada dekade 1990-an, persentase ini mencapai 72 % pengeluaran propinsi dan 86 % pengeluaran kabupaten/kota. Sedangkan di Amerika Serikat, persentase transfer dari seluruh pendapatan mencapai 50 % untuk pemerintah federal dan 60 % untuk pemerintah daerah (Simanjuntak, 2002). Begitupun untuk kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara, dimana peranan ( share) dana perimbangan (DP) berupa DAU dan DAK masih mendominasi dalam struktur APBD. Pada tahun 2006, kontribusi dana perimbangan berkisar antara 94,50 % hingga 97,18 % dengan rata-rata sebesar 95,8 % terhadap APBD Kabupaten/kota pemekaran. Berdasarkan uraian dan kondisi yang ada tersebut, maka dipandang perlu melakukan pengkajian tentang pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara ditinjau dari aspek kinerja ekonomi dan keuangan serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kinerja ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara dilihat dari pola dan struktur ekonomi selama berotonomi. 2. Bagaimana kinerja keuangan kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara dilihat dari derajat otonomi fiskal selama berotonomi. 3. Bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal (PAD dan DP) dan jumlah penduduk (JP) terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara selama berotonomi. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang kinerja ekonomi yaitu pola dan struktur ekonomi dan kinerja keuangan (derajat otonomi fiskal) serta pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara dengan menggunakan data panel selama periode Adapun kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara yang menjadi objek penelitian adalah kabupaten Nias Selatan, Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, Samosir, Serdang Bedagai, dan kota Padang Sidimpuan. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel (gabungan data time series dan cross section) yang bersumber dari Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara selama periode Model Analisis Kajian ini menggunakan beberapa parameter untuk melihat kinerja ekonomi dan keuangan serta pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota pemekaran di Sumatera Utara dalam berotonomi, yaitu : 1. Analisis tipologi daerah (Klassen Typology) adalah pola dan struktur ekonomi berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Sementara itu, untuk daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat criteria (Kuncoro, 2004), yaitu : 1). Daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota di Sumatera Utara (Kuadran I). 2). Daerah maju tapi tertekan adalah daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding 3). rata-rata kabupaten/kota di Sumatera Utara (Kuadran II). 218

3 2010 Rikwan E.S. Manik & Paidi Hidayat 4). Daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di Sumatera Utara (Kuadran III). 5). Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di Sumatera Utara (Kuadran IV). 2. Analisis derajat otonomi fiskal adalah analisis peranan ( share) yaitu rasio PAD terhadap belanja rutin dan belanja pembangunan daerah (APBD), dimana rasio ini digunakan untuk melihat kapasitas kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kegiatan rutin dan kegiatan pembangunan (Munir dkk, 2004). 3. Analisis pengaruh desentralisasi fiskal (PAD dan DP) dan jumlah penduduk (JP) terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara periode dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) dan spesifikasi modelnya adalah sebagai berikut : µ = Variabel gangguan (error term) i = Kabupaten/Kota t = Tahun Menurut Gujarati (2003), untuk mengestimasi jenis data panel disarankan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Dimana metode ini dapat dianalisis melalui dua model pendekatan, yakni fixed effects model (FEM) dan random effects model (REM) atau error components model (ECM). Selanjutnya dari kedua model tersebut dipilih model terbaik dengan Hausman test, 1978 (Gujarati, 2003) dengan ( H ) Ketentuan apabila null hypothesis 0 diterima, maka model yang digunakan adalah random effect model (REM) dan sebaliknya ( H ) apabila null hypothesis 0 ditolak, maka model yang digunakan adalah fixed effect model (FEM). ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keuangan Kabupaten/Kota Gambaran citra kemandirian daerah dalam berotonomi dapat diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan untuk daerah tersebut agar mampu membangun daerahnya. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari APBD yang merupakan sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Berikut ini perkembangan APBD kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara seperti yang terlihat pada tabel 1 di bawah. LPDRB it = α 0 + α 1 LPAD it + α 2 LDP it + α 3 LJP it + µ it Dimana : PDRB = Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku PAD = Pendapatan Asli Daerah DP = Dana Perimbangan JP = Jumlah Penduduk α 0 = Konstanta α 1 α 3 = Koefisien regresi Tabel 1. Perkembangan APBD Kab/Kota Pemekaran di Sumut (Rp. Miliar) No Kab/Kota Nias Selatan Mandailing Natal Toba Samosir Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Padang Sidimpuan Sumber : Sumut Dalam Angka Berdasarkan tabel 1 di atas bahwa perkembangan APBD untuk kabupaten/kota pemekaran secara umum memperlihatkan tren yang terus meningkat selama otonomi daerah, kecuali untuk kabupaten Toba Samosir yang mengalami penurunan anggaran APBD sebesar -28,70 % pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 sebesar -24,28 %, sedangkan kabupaten Mandailing Natal sebesar -1,76 % pada tahun Untuk tahun 2006, kabupaten/kota yang 219

4 Jurnal Keuangan & Bisnis November memiliki APBD terbesar adalah kabupaten Serdang Bedagai dan Mandailing Natal, sedangkan kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang memiliki APBD yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kabupaten/kota pemekaran lainnya, yakni sebesar Rp. 189,4 miliar. Sementara itu, dilihat dari sisi penerimaan dan pengeluaran kabupaten/kota pemekaran memperlihatkan bahwa kabupaten Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, dan Pakpak Bharat memiliki rata-rata pertumbuhan pengeluaran yang lebih besar dibandingkan rata-rata pertumbuhan penerimaan. Hal ini menggambarkan bahwa secara rata-rata kabupaten/kota tersebut mengalami defisit anggaran selama kurun waktu pelaksanaan otonomi daerah. Sedangkan untuk kabupaten Samosir, kabupaten Serdang Bedagai, dan kota Padang Sidimpuan secara rata-rata mengalami surplus anggaran setiap tahunnya. Artinya, sumbersumber penerimaan daerah tersebut telah dikelolah dengan baik untuk membiayai belanja rutin dan belanja pembangunan di daerahnya. Persen (%) Gambar 1. Rerata Pertumbuhan Penerimaan dan Pengeluaran Kab/Kota Pemekaran di Sumut Madina Tobasa Humbahas Pakpak Samosir Sergei P.Sidimpuan Revenue Expenditure Analisis Kinerja PAD Kabupaten/Kota Pemekaran Kinerja keuangan daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber-sumber penerimaan asli daerahnya dan mampu menggali potensi sumber-sumber PAD dari daerahnya sendiri. Sehingga ciri utama daerah otonom adalah terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya. Tabel 2. Perkembangan PAD Kab/Kota Pemekaran di Sumut (Rp. Miliar) rerata No Kab/Kota Pert. PAD (%) 1 Nias Selatan Mandailing Natal Toba Samosir Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Samosir Serdang Bedagai Padang Sidimpuan Rata-rata Pertumbuhan PAD Sumber : Sumut Dalam Angka Berdasarkan tabel 2 di atas, secara ratarata kabupaten/kota pemekaran tersebut, secara pertumbuhan PAD kabupaten/kota keseluruhan mengalami pertumbuhan yang pemekaran di Sumatera Utara meningkat positif dan relatif cukup tinggi. Untuk sebesar 52,72 % per tahun. Dari kedelapan kabupaten Pakpak Bharat merupakan 220

5 2010 Rikwan E.S. Manik & Paidi Hidayat kabupaten/kota pemekaran yang mengalami pertumbuhan PAD yang cukup tinggi hingga rata-rata sebesar 192,81 % per tahun dan diikuti oleh kabupaten Mandailing Natal sebesar 59,04 %. Sedangkan pertumbuhan PAD yang relatif cukup rendah adalah kabupaten Humbang Hasundutan dengan ratarata tumbuh sebesar 12,77 % per tahun. Hasil temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bappenas (2003) yang menunjukkan adanya peningkatan PAD diseluruh propinsi Indonesia dalam era otonomi daerah. Peningkatan PAD ini dikarenakan meningkatnya penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah serta pendapatan lain-lain yang sah. Hal ini mengindikasikan adanya upaya yang serius dari pemerintah daerah untuk menggali dan mengoptimalkan potensi yang ada di daerahnya. Gambar 2. Rasio PAD Terhadap APBD Kabupaten/kota Pemekaran Di Sumatera Utara Sementara itu, dari aspek derajat otonomi fiskal menunjukkan secara keseluruhan kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara belum mampu untuk membiayai sendiri kebutuhan belanja daerahnya. Hal ini terlihat dari kabupaten/kota pemekaran yang hanya mampu membiayai kegiatan belanja rutin dan pembangunan yang berasal dari PAD rata-rata sebesar 2,48 % dan sisanya lebih banyak dari subsidi pemerintah pusat berupa dana perimbangan. Hasil temuan ini sejalan dengan studi yang dilakukan Insukindro, dkk (1994), Halim dan Jamal (2006) serta Hidayat dan Sirojuzilam (2006) yang menunjukkan bahwa transfer dana yang berasal dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan (DAU dan DAK) masih mendominasi struktur APBD kabupaten/kota di Indonesia. Analisis Pola Pembangunan kabupaten/kota Pemekaran Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi. Bagi daerah, indikator ini sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan pada masa yang akan datang. Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera Utara No Kabupaten/Kota rerata 1 Nias Selatan 8,23 7,16-2,12 3,29 4,14 2 Mandailing Natal 3,90 4,42 6,82 5,47 5,86 6,12 5,43 3 Toba Samosir 5,97 6,38 49,87-16,04 4,95 5,11 9,37 4 Humbang Hasundutan 4,74 5,71 5,65 5,77 5,47 5 Pakpak Bharat 5,73 6,66 5,92 5,66 5,99 6 Samosir 6,57 3,42 3,64 4,54 7 Serdang Bedagei 6,05 5,91 6,22 6,06 8 Padang Sidimpuan 4,34 4,63 4,91 5,48 4,84 Rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran 5,73 Sumatera Utara 3,72 4,07 4,81 5,74 5,48 6,18 5,00 Sumber : BPS Sumut 221

6 Jurnal Keuangan & Bisnis November Dari tabel 3 di atas menunjukkan kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif dengan rata-rata 5,73 % tetapi masih lebih baik dari Sumatera Utara sebesar 5 % per tahun. Untuk kabupaten/kota pemekaran yang pertumbuhan ekonominya tinggi adalah kabupaten Toba Samosir dengan rata-rata 9,37 % dan terendah adalah kabupaten Nias Selatan sebesar 4,14 % per tahun dan masih dibawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Sementara itu, untuk pola atau arah pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara seperti pada gambar berikut ini : Gambar 3. Pola Pembangunan Ekonomi Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera Utara Berdasarkan Klassen Typology Sumber : BPS Sumut Dari gambar 3 di atas, kabupaten Toba Samosir dan Serdang Bedagai adalah daerah yang termasuk cepat maju dan cepat tumbuh baik dilihat dari aspek pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan ekonominya. Sedangkan kabupaten Pakpak Bharat, Humbang Hasundutan, dan Mandailing Natal merupakan daerah pemekaran yang berkembang cepat dengan potensi ekonomi yang besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara itu, kabupaten Samosir adalah satu-satunya daerah pemekaran yang termasuk daerah maju tetapi tertekan. Artinya, walaupun daerah tersebut relatif telah mengalami kemajuan, akan tetapi dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dari daerah pemekaran lainnya sebagai akibat tertekannya kegiatan utama dari daerah yang bersangkutan, seperti menurunnya kunjungan wisatawan ke daerah tersebut. Selanjutnya, kabupaten Nias Selatan dan kota Padang Sidimpuan adalah daerah yang secara ekonomis relatif tertinggal, baik dari segi pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita. Dengan kata lain, daerah ini adalah yang paling buruk keadaannya dan biasanya memusatkan pembangunannya pada sektor yang memiliki dampak multiplier rendah serta peran sektor swasta yang kurang berkembang, sehingga pembangunan di kedua daerah tersebut masih bertumpuh pada alokasi anggaran pemerintah daerah. Analisis Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Seiring dengan pemekaran kabupaten/ kota dan pelaksanaan desentralisasi fiskal, tentunya pemerintah daerah pemekaran berupaya untuk mewujudkan tercapainya masyarakat yang sejahtera. Hal ini dikarenakan pemekaran daerah telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada daerah untuk berimprovisasi dalam menggali potensi yang ada pada daerahnya. untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kinerja ekonomi di daerah pemekaran, maka dilakukan estimasi dengan metode GLS selama periode dan hasil estimasi tersebut seperti pada tabel 4 di bawah ini. 222

7 2010 Rikwan E.S. Manik & Paidi Hidayat Tabel 4. Hasil Estimasi dengan Metode GLS (FEM dan REM) Variabel Terikat : Pertumbuhan Ekonomi (PE) Periode Variabel Bebas Random Effects Fixed Effects C LPAD * LDP ** LPJ ** R Durbin-Watson Cat : Signifikan pada Berdasarkan hasil estimasi di atas, maka dilakukan pemilihan model terbaik dengan Hausman test, 1978 (Gujarati, 2003). Untuk penelitian ini, Hausman test diestimasi dengan program Eviews versi 5.1 sehingga diperoleh nilai Chi-Squarenya. Ketentuan dari Hausman test adalah apabila null hypothesis (H 0 ) diterima, maka model yang digunakan adalah random effect model (REM) dan sebaliknya apabila null hypothesis (H 0 ) ditolak, maka model yang akan digunakan adalah fixed effect model (FEM). Hausman Test Uji ini dilakukan untuk memilih model terbaik antara fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM) dalam metode Generalizad Least Square (GLS) dan diperoleh hasil estimasinya seperti pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Hasil Hausman test antara FEM dan REM Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random Berdasarkan hasil estimasi Hausman test diperoleh nilai Chi-squarenya sebesar 8,7659 dengan prob. value sebesar 0,0326 yang berarti null hypothesis (H 0 ) ditolak. Sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk model terbaik dalam penelitian ini adalah fixed effects model (FEM). Fixed Effect Model (FEM) Sebagaimana hasil estimasi Hausman test diperoleh bahwa model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah fixed effects model (FEM). Sehingga untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota pemekaran di Sumatera Utara menggunakan fixed effects model (FEM). Tabel 6. Hasil Estimasi Fixed Effects Model (FEM) PE = -17, ,4650 LPAD + 0,4203 LDP + 1,7075 LJP (-2,168) (1,867) * (2,582) ** (2,519) ** R 2 = 0,5833 DW-Stat = 3,3561 Cat : Angka dalam kurung adalah nilai t - statistik Signifikan pada 223

8 Jurnal Keuangan & Bisnis November Berdasarkan model tersebut, diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,5833 yang artinya secara keseluruhan variabel bebas tersebut, yakni pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan (DP), dan jumlah penduduk (JP) mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara sebesar 58,33 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model persamaan tersebut. Dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel PAD memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 90 %. Nilai koefisien sebesar 0,4650 yang berarti setiap terjadi kenaikan PAD sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah pemekaran sebesar 0,4650 persen. Hasil empiris ini sejalan dengan hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh positif antara PAD dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil empiris ini menguatkan studi yang dilakukan Hidayat dan Sirojuzilam (2006) yang menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan secara statistik antara PAD dan pertumbuhan ekonomi di kota Medan. Temuan ini membuktikan bahwa kontribusi PAD telah memberikan peranan yang berarti dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah pemekaran walaupun kontribusinya masih relatif kecil. Hal ini dimungkinkan karena selama periode , rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD daerah pemekaran masih jauh di bawah 10 % yakni antara 1,03 % - 4,18 %. Rendahnya kontribusi PAD dalam komponen penerimaan APBD telah menyebabkan anggaran pembangunan di daerah tersebut masih mengandalkan dari sumber lain yakni dana perimbangan berupa DAU dan DAK. Untuk Dana Perimbangan (DP) memberikan pengaruh positif dan signifikan secara statistik sebesar 0,4203 pada tingkat kepercayaan 95 % terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara. Ini mengandung arti apabila Dana Perimbangan (DP) meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya sebesar 0,4203 persen dan ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Sumiyarti dan Akhmad (2005), dimana Dana Perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB kota Depok dan hasil empirisnya mengesankan bahwa pemerintah kota Depok masih memiliki ketergantungan yang relatif besar terhadap subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. Begitupun hasil studi Mulyono ( 2005), Hidayat dan Sirojuzilam (2006) yang menemukan Dana Perimbangan berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara dan Kota Medan. Sementara itu, variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik sebesar 1,708 pada tingkat kepercayaan 95 % terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara. Artinya apabila jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen, ceteris paribus, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara sebesar 1,708 persen. Hasil empiris ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang positif antara jumlah penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. Dari hasil empiris tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal (DAU dan D AK) memberikan dampak yang positif dan signifikan bagi perkembangan ekonomi kabupaten / kota pemekaran di Sumatera Utara. Hasil empiris ini sejalan dengan penelitian Zhang, Tao dan Heng-fu Zou (1996) dimana desentralisasi fiskal telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di propinsipropinsi China dan berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negaranya. Begitupun hasil studi Vazquez dan Robert M. McNab (2001) bahwa desentralisasi fiskal mempunyai dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga berdampak pada efisiensi ekonomi, distribusi sumber daya regional, dan stabilitas makro ekonomi. 224

9 2010 Rikwan E.S. Manik & Paidi Hidayat KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perkembangan APBD kabupaten/kota pemekaran secara umum menunjukkan trend yang meningkat, kecuali untuk kabupaten Toba Samosir dan Mandailing Natal yang mengalami penurunan pada tahun 2004 dan Dilihat dari indikator kinerja PAD, kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara mengalami pertumbuhan ( growth) PAD yang positif tetapi relatif masih kecil peranannya (share) dalam struktur APBD. 3. Dari peta kemampuan keuangan (metode kuadran), mengindikasikan ketidaksiapan masing-masing kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara dan masih kurangnya kemandirian dalam berotonomi. 4. Bahwa variabel PAD, Dana Perimbangan, dan jumlah penduduk memberikan pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota pemekaran di Sumatera Utara. Saran-Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk kabupaten/kota pemekaran hendaknya melakukan efisiensi anggaran dengan memprioritaskan anggaran berbasis kinerja. 2. Berupaya untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah melalui peningkatan PAD dan investasi berdasarkan potensi ekonomi yang dimiliki masing-masing daerah. 3. Untuk meningkatan kemandirian daerah dalam berotonomi maka keberadaan PAD hendaknya dipahami sebagai hasil ikutan dari tumbuhnya investasi di daerah. Dengan demikian, kebijakan peningkatan PAD tidak boleh mengorbankan kepentingan jangka panjang. DAFTAR PUSTAKA Astuti, Esther S dan Joko Tri Haryanto Analisis Dana Alokasi Umum (DAU) dalam Era Otonomi Daerah Studi Kasus 30 Propinsi. Majalah Manajemen Usahawan Indonesia. No. 12/TH. XXXIV. Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara tahun terbitan Bappenas Peta Kemampuan Keuangan Propinsi Dalam Era Otonomi Daerah : Tinjauan atas Kinerja PAD dan Upaya yang Dilakukan Daerah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (DJPKPD) tahun Gujarati, Damodar N Basic Econometrics, Fourth Edition. Singapore : McGraw-Hill. Halim, Abdul dan Jamal A. Nasir Kajian tentang Keuangan Daerah Pemerintah Kota Malang. Majalah Manajemen Usahawan Indonesia. No. 06/TH. XXXV. Hidayat, Paidi dan Sirojuzilam Kajian Tentang Keuangan Daerah Kota Medan di Era Otonomi Daerah. Medan : Jurnal Wahana Hijau. Vol. 2 No. 1. Insukindro Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Usaha Peningkatan PAD. Yogyakarta : Buku I, KKD FE-UGM. Kuncoro, Mudrajad Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta : Erlangga. Simanjuntak, Robert, Machfud Sidik, Raksaka Mahi, Bambang PS. Brodjonegoro Dana Alokasi Umum : Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta : Kompas. Munir, Dasril., H.A. Djuanda., H.N.S. Tangkilisan Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : YPAPI. Mulyono, Tulus Analisis Pengaruh Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Terhadap Pertumbuhan 225

10 Jurnal Keuangan & Bisnis November Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Sekolah Pascasarjana USU.Saragih, Juli Panglima Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sumiyarti dan Akhmad F. Miami Analisis Pengaruh Perimbangan Pusat- Daerah Terhadap Perekonomian Kota Depok. Jurnal Media Ekonomi. Vol. 11 No. 2. Vazquez, Jorge Martinez dan Robert M. McNab, Fiscal Decentralization and Economic Growth. Atlanta : Georgia State University, Working Paper, Zhang, Tao dan Heng-fu Zou Fiscal Decentralization, Public Spending, and Economic Growth in China. Policy Research Working Paper, No

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3, Desember 2007 Hal: Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain Pendapatan Asli daerah yang sah. Akan tet

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3, Desember 2007 Hal: Daerah, Retribusi Daerah, BUMD dan Lain Pendapatan Asli daerah yang sah. Akan tet Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 213 222 ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN DI SUMATERA UTARA Paidi Hidayat Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI ERA OTONOMI DAERAH

KAJIAN TENTANG KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI ERA OTONOMI DAERAH KAJIAN TENTANG KEUANGAN DAERAH KOTA MEDAN DI ERA OTONOMI DAERAH Paidi Hidayat Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan FE USU pay_h@yahoo.com Sirojuzilam Dosen S2 PWD SPs USU Abstract: This research studies

Lebih terperinci

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN BELANJA PUBLIK KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA Khoirul Aswar 1 Lidya Primta Surbakti 2 1,2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama dengan kegiatan perencanaan, koordinasi, dan pengawasan. Penganggaran juga merupakan komitmen resmi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%)

Lampiran 1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun (%) Lampiran 1 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 Kab. Asahan 18 13 20 69 9 Kab. Dairi 0 59 41 82-35 Kab. Deli Serdang 13 159 27 22 22 Kab.

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016

PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016 PEREKONOMIAN BALI : PASCA PENUNDAAN DANA ALOKASI UMUM 2016 Gede Bagus Brahma Putra (Universitas Mahasaraswati Denpasar) Abstrak Penelitian ini bermaksud mengkaji apakah penundaan penyaluran sebagian Dana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan gambaran dan analisis terkait dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini juga menjelaskan pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY) PERIODE

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY) PERIODE 1 PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY) PERIODE 2000-2014 THE INFLUENCE OF GROSS REGIONAL DOMESTIC

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengumpulan data yang berupa laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota Se propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah

BAB I PENDAHULUAN. belanja modal sendiri terjadi akibat kebutuhan sarana dan prasarana suatu daerah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pengalokasian anggaran belanja modal merupakan suatu pengalokasian dana dalam bentuk APBD yang bertujuan untuk menambah aset tetap. Anggaran belanja modal sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH AYU LAURA

SKRIPSI OLEH AYU LAURA SKRIPSI PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH AYU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN)

KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 KETERKAITAN PENERIMAAN DAERAH DAN PDRB PROPINSI JAMBI (PENDEKATAN SIMULTAN) Selamet Rahmadi Dosen Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD. a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Analisis Model Regresi dengan Variabel Dependen PAD a. Pemilihan Metode Estimasi untuk Variabel Dependen PAD Cross-section F Pemilihan model estimasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN INDIVIDU BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN INDIVIDU BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN INDIVIDU BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA UTARA DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh: Ari

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK

KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI. Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK KAJIAN PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI Oleh: N U R D I N Dosen STIE Muhammadiyah Jambi ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul kajian Pengaruh Belanja Daerah Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan untuk mengelola dan mengembangkan sendiri urusan rumah tangga suatu daerah dengan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa Orde Baru tahun 1966 sampai dengan tahun 1998, tata pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam mengeluarkan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah

Lebih terperinci

SKRIPSI DAMPAK PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH

SKRIPSI DAMPAK PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH SKRIPSI DAMPAK PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH EDO BILLY ANDRI TURNIP 120501144 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan tantangan tersendiri bagi setiap daerah baik provinsi maupun kota dan kabupaten untuk menunjukkan kemandiriannya. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim. (2001). Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : AMP YKPN, (2002). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah:Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat,(2004). Akuntansi Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN INDUK DAN KABUPATEN PEMEKARANNYA DI PROPINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN INDUK DAN KABUPATEN PEMEKARANNYA DI PROPINSI SUMATERA BARAT Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172 10 Pages pp. 47-56 ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN INDUK DAN KABUPATEN PEMEKARANNYA DI PROPINSI SUMATERA BARAT Yefirson 1, Prof. Dr. Raja Masbar, M.Sc 2,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab. BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab.

Lebih terperinci

ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN

ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN ANALISIS ALOKASI BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN JURNAL Oleh: Nama : Moristha Alodia Nomor Mahasiswa : 12313164 Jurusan : Ilmu Ekonomi UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri

Lebih terperinci

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH

PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH PENGARUH PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP BELANJA DAERAH (Studikasus di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007-2013) Nur Harjiyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU

KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU Septa Sunanda 1), Deavid Ricard Pramesha Saputro ), Ir. Maulidyah Indira,M.S 3) 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta(penulis 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transformasi sistem pemerintahan dari sentralisasi ke dalam desentralisasi mengubah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sejalan dengan pemberlakuan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATANSEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI FISKAL. Kartika Rachma Sari 1 Sukmini Hartati 2.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATANSEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI FISKAL. Kartika Rachma Sari 1 Sukmini Hartati 2. ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATANSEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI FISKAL Kartika Rachma Sari 1 Sukmini Hartati 2 1 kartikasyahrul@yahoo.co.id 2 Sukmini_hartati@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH DAU, PAD, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA SUMATERA UTARA OLEH

SKRIPSI PENGARUH DAU, PAD, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA SUMATERA UTARA OLEH SKRIPSI PENGARUH DAU, PAD, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA SUMATERA UTARA OLEH DWI KURNIA BUDIARTI 120501019 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

3. KERANGKA PEMIKIRAN

3. KERANGKA PEMIKIRAN 3. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran Penelitian Pemerintah pusat memberikan wewenang yang besar kepada pemerintah daerah untuk mengelola pemerintahannya sendiri dalam wadah negara kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan suatu negara diarahkan pada upaya meningkatkan pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator yang digunakan untuk melihat

Lebih terperinci

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai

pemerintahan lokal yang bersifat otonomi (local outonomous government) sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah kepulauan yang besar yang terdiri dari ribuan pulau, memiliki alam yang kaya, tanah yang subur dan ratusan juta penduduk. Di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang mengacu pada UU Nomor 22 tahun 1999 mengenai pemerintah kabupaten/kota dan UU Nomor 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B ANALISIS KEMANDIRIAN DAN KINERJA KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA, SEMARANG, DAN SURAKARTA TAHUN 2001-2006 SKRIPSI Disusun dan diajukan Guna Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 49 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Analisis Deskripsi Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan data gabungan antara cross section dan data time series. Adapun

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Statistik Keuangan Daerah Provinsi Lampung Tahun BPS. Lampung.

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Statistik Keuangan Daerah Provinsi Lampung Tahun BPS. Lampung. DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, Martha. 2011. Analisis Kemandirian Fiskal Kabupatn/Kota di Provinsi Lampung periode 2010-2011. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, Lampung. Badan Litbang

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci disertai dengan langkah-langkah analisis data yang dilakukan. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM)

Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM) LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Regression Model GLS FIXED EFFECT (FEM) Dependent Variable: BD? Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 01/01/11 Time: 05:56 Sample: 2010 2013 Included observations:

Lebih terperinci

Economics Development Analysis Journal

Economics Development Analysis Journal EDAJ 3 (3) (2014) Economics Development Analysis Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), BELANJA MODAL, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (Studi pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2009-2011 ) NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat yakni kesejahteraan yang adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Banten. Pemilihan lokasi di Kabupaten/Kota disebabkan karena berdasarkan hasil evaluasi

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian 34 BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berwujud dalam kumpulan angka-angka. Sedangkan

Lebih terperinci

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Daerah Vol. 1 No. 2, Oktober 2013 ISSN: 2338-4603 Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Hasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta).

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Tengah, Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Banten dan DKI Jakarta). BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara kerja atau prosedur mengenai bagaimana kegiatan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan dan memahami objek-objek yang menjadi sasaran dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Oleh: HANDY NUGRAHA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Oleh: HANDY NUGRAHA ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, KEMISKINAN DAN BELANJA DAERAH TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011-2015 Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI BENGKULU

ANALISIS BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI BENGKULU ANALISIS BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI BENGKULU Titik Harliza Merri Anitasari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu merfattah@gmail.com ABSTRAK Titik Harliza, Merri Anitasari: Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (STUDI PADA KOTA/KABUPATEN DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2010-2014) INFLUENCE OF

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif

III METODE PENELITIAN. Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu menjelaskan kedudukan variabel-variabel penelitian yang diteliti serta pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun )

ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun ) ANALISIS BELANJA MODAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Studi Empiris pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS FLYPAPPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI TENGGARA 1) Muhamad Armawaddin 2)

ANALISIS FLYPAPPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI TENGGARA 1) Muhamad Armawaddin 2) Volume XVI Tahun 8, Desember 2015 hal 13-19 Jurnal Ekonomi Pembangunan FE-Unhalu ANALISIS FLYPAPPER EFFECT PADA BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI TENGGARA 1) Muhamad Armawaddin 2) ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN JAYAPURA La Ode Abdul Wahab 1 jurnalmkd@gmail.com Siti Rofingatun 2 sitiro@yahoo.co.id Balthazar Kreuta 3 kreutabalthazar@gmail.com Abstract The

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE 2011-2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Deskriptif Pada hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus ( DAK ), Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas dalam mengurus dan mengelola

Lebih terperinci

Natalie Trisnawati, Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta Jl. PGRI I No. 117, Sonosewu, Yogyakarta

Natalie Trisnawati, Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta Jl. PGRI I No. 117, Sonosewu, Yogyakarta Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) 585 PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA DAERAH DI DIY & JATENG (Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Otonomi daerah yang berarti bahwa daerah memiliki hak penuh dalam mengurus rumah tangganya sendiri

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Pembahasan pengelolaan keuangan daerah dibatasi pada kinerja keuangan yang ditinjau dari sisi penerimaan dan sisi pengeluaran daerah.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Lampung berjumlah 14 kabupaten dan kota. Sampel yang

Lebih terperinci

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH Yoyon Safrianto. Universitas Teuku Umar. Abstrak

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH Yoyon Safrianto. Universitas Teuku Umar. Abstrak PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI ACEH Yoyon Safrianto Universitas Teuku Umar Abstrak Desentralisasi fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi pada beberapa negara di dunia yang melaksanakan sistem pemerintahan desentralisasi. Transfer antar pemerintah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITAN A. Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini salah satunya karena Provinsi Jawa Timur menepati urutan pertama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Definisi Desentralisasi Fiskal Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka waktu yang cukup lama untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci